papil atrofi
DESCRIPTION
mataTRANSCRIPT
Papil Atrofi Oleh: Tiffany N. (NIM: 17120080005)
I. ABSTRAK
Atrofi papil nervus optikus adalah degenerasi nervus optik yang tampak
sebagai papil berwarna pucat akibat hilangnya pembuluh darah kapiler serta akson
dan selubung myelin nervus optikus dan digantikan oleh jaringan glia. Atrofi papil
bukan merupakan penyakit akan tetapi merupakan tanda akan kondisi yang
berpotensi serius, keadaan ini merupakan proses akhir dari suatu proses yang terjadi
di retina, kerusakan yang sangat luas dari nervus optikus akan menimbulkan atrofi
papil dan dapat menimbulkan mata menjadi buta, untuk itu diperlukan penegakan
diagnosis yang cermat dan tepat sehingga dapat segera tertangani. Gejala awal
berupa keluhan mata kabur disertai pandangan gelap yang disertai dengan sakit
kepala, lemas dan mual. Penegakan diagnosis atrofi papil memerlukan pemeriksaan
mata yang lengkap seperti ; pemeriksaan visus, tes lapang pandang, penglihatan
warna, reflex pupil, pemeriksaan retina dan diskus optikus dengan menggunakan
oftalmoskop. Pemeriksaan penunjang lainnya berdasarkan penyakit yang
menyebabkannya.
Gambar 1. Funduskopi pada atrofi papil.
(Sumber: Parapapillary atrophy and optik disc region assessment (PANDORA): retinal imaging
tool for assessment of the optik disc and parapapillary atrophy.
http://biomedicaloptiks.spiedigitallibrary.org/article.aspx?articleid=1372919)
II. ATROFI NERVUS OPTIKUS
Terdapat dua macam atrofi nervus optikus yaitu atrofi optik akuisita dan
atrofi optik heredodegeneratif (kongenital)
II. 1 ATROFI OPTIK AKUISITA
A. Definisi
Atrofi optik adalah hilangnya akson nervus optikus dan digantikan oleh
jaringan glia.
B. Etiologi
1. oklusi vaskular
2. proses degenerasi
3. pasca papil edema
4. pasca neuritis optik
5. pada adanya tekanan nervus optikus oleh apapun
6. glaukoma
7. gangguan metabolisme misalnya diabetes melitus
8. intoksikasi
9. kelainan kongenital
10. trauma
11. degenerasi retina
C. Klasifikasi
1. Papil atrofi primer
• terjadi akibat proses degenerasi di retina atau proses retrobulber
• klinis tampak papil berbatas jelas, ekskavasio yang lebar, tampak
lamina kribosa pada dasar ekskavasio
2. Papil atrofi sekunder
• terjadi akibat peradangan akut saraf optik yang berakhir dengan
proses degenerasi.
• Tampak tepi papil agak kabur, warna pucat sedangkan lamina kribrosa
tidak tampak.
Diagnosa banding atrofi primer dan sekunder
Atrofi primer Atrofi sekunder
Sebab Glaukoma,
Intoksikasi
Papilitis,
Papilledema
Degenerasi Desenden
Pembuluh darah Normal Arteri menciut
Batas papil Batas tegas,
Tepi papil dengan
retina normal
Kabur akibat glia
Warna papil Pucat abu-abu Pucat
Gangguan papil Terlihat Tidak tampak
Lamina - kribosa Tampak jelas Tidak tampak
(tertutup glia)
Gambar 2 : Atrofi Papil Nervus Optikus Primer
(Sumber : http://www.acponline.org/mobile/ophthalmologywaxman2011/oda.html)
Gambar 3 : Atrofi Papil Nervus Optikus Sekunder
(Sumber : “Optik Atrophy” Lecture by Prof. V. Rajaram at Regional Institute of
Ophthalmology, Chennai. September 16, 2006.)
D. PATOFISIOLOGI
E. Gejala dan Tanda
Gejala dan tanda atrofi papil tentunya juga tergantung dari penyakit
yang mendasari. Gejala dan tanda umum adalah sebagai berikut:
1. Penurunan visus
2. Gangguan persepsi warna
3. Gangguan lapangan pandang yang beraneka ragam tergantung
penyebabnya.
Bentuk kelainan pada lapangan pandang dapat berupa membesarnya bintik
buta fisiologik dapat menyebabkan:
ü Skotoma Busur (arkuata) : dapat terlihat pada glaucoma, iskemia papil
saraf optik, dan oklusi arteri retina sentral
ü Skotoma Sentral : pada retinitis sentral
ü Hemianopsia bitemporal : hilangnya setengah lapang pandang temporal
kedua mata, khas pada kelainan kiasma optik, meningitis basal, kelainan
Pseudopapiledema Pembengkakan papil
Atrofi papil Pencekungan papil
Hipermetropia
Drusen papil resolusi
Kerusakan akson: ü Penyakit retina
ekstensif ü Kompresi saraf
optikus ü Neuropati optikus
Jika tidak tertangani:
Glaukoma
Infiltrat selular: ü Inflamasi ü Neoplasia
Edema: ü Inflamasi ü Oklusi
pembuluh darah retina
Kegagalan aliran aksoplasmik: ü Kompresi mekanik ü Iskemia
sphenoid dan trauma kiasma.
ü Hemianopsia binasal : defek lapang pandang setengah nasal akibat tekanan
bagian temporal kiasma optik kedua mata atau atrofi papil saraf optik
sekunder akibat TIK meninggi.
ü Hemianopsia heteronym : bersilang, dapat binasal atau bitemporal
ü Hemianopsia homonym : hilang lapang pandang pada sisi yang sama pada
kedua mata, pada lesi temporal
ü Hemianopsia altitudinal : hilang lapang pandang sebagian atas atau bawah,
dapat terjadi pada iskemik optik neuropati, kerusakan saraf optik, kiasma dan
kelainan korteks .
F. DIAGNOSIS
v Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk menentukan ada tidaknya riwayat kondisi yang
sama dalam keluarga. Selain itu pada anamnesis juga ditanyakan riwayat
penggunaan obat-obatan tertentu dan riwayat keracunan.
v Pemeriksaan lintas visual
1. Pemeriksaan visus, baik visus sentral jauh maupun sentral dekat dengan
usaha koreksi sebaik mungkin (Snellen Chart)
2. Pemeriksaan lapangan pandang baik dengan cara yang paling sederhana
atau dengan alat yang canggih misalnya :
a. Uji konfrontasi
• Uji lapang pandang yang paling sederhana
• Lapang pandang pasien dibandingkan dengan lapang pandang
pemeriksa
• Pasien dan pemeriksa berdiri berdiri berhadapan dan bertatap muka
dengan jarak 60 cm
• Mata kanan pemeriksan dan mata kiri pasien ditutup, mata kiri
pemeriksa menatap mata kanan pasien
• Pemeriksa menggerakkan jari dari arah temporalnya dengan jarak
yang sama dengan mata pasien kearah sentral
• Bila pemeriksa telah melihat benda atau jari di dalam lapang
pandangannya, maka bila lapang padang pasien juga normal akan
dapat melihat benda tersebut.
• Bila lapang pandang pasien menciut maka ia akan melihat benda atau
jari itu setelah berada lebih ke tengah dalam lapang pandang
pemeriksa
• Dengan cara ini dapat dibandingkan lapang pandang pemeriksa dan
pasien pada semua arah
b. Pengujian dengan perimeter Goldmann
• Dengan memakai bidang parabola yang terletak 30 cm di depan
pasien
• Pasien diminta untuk terus menatap titik pusat alat dan kemudian
benda digerakkan dari perifer ke sentral.
• Bila ia melihat benda atau sumber cahaya tersebut, maka dapat
ditentukan setiap batas luar lapang pandangannya
• Dapat pula ditentukan letak bintik buta pada lapang pandang pasien
c. Pemeriksaan persepsi warna, bisa dilakukan dengan uji ishikara
d. Pemeriksaan refleks pupil
e. Penemuan oftalmoskopis juga tergantung dari penyebabnya (papil pucat bisa
dengan batas tegas atau batas kabur, demikian juga bisa bersifat datar, cekung,
atau menonjol)
II. 2. ATROFI OPTIK HEREDODEGENERATIF
A. Definisi
Atrofi optik ini merupakan sebagian penyebab dari gangguan visus sentral
bilateral simetris yang berlangsung pelan-pelan.
B. Klasifikasi
1. Atrofi Optik Dominan
Atrofi optik dominan mula-mula dilaporkan oleh Kjer,
Pewarisannya dominan autosom
C. Gejala :
• Penurunan penglihatan tidak kentara pada masa kanak-kanak, pada
skrining hanya ditemukan penurunan ketajaman mata yang ringan.
• Mula timbulnya lambat antara umur 4 sampai 8 tahun
• Khasnya terdapat skotoma sentrosekalis dengan gangguan
penglihatan warna.
• Pasien mungin mengalami nistagmus atau tidak
D. Pemeriksaan fisik :
• Pemeriksaan visus : gangguan visusnya sedang antara 20/30 sampai
20/70. Jarang sampai 20/200. (penyakit dominan memang biasanya
lebih ringan daripada penyakit resesif).
• Pemeriksaan lapangan pandang : skotoma sekosentral, lapang
pandang perifernya biasanya normal.
• Pemeriksaan slit lamp akan didapatkan Kepucatan temporal diskus
optikus, ekskavasio sektoral temporal dan penipisan berkas serabut
saraf, sesekali terlihat cupping diskus yang ringan
• Pemeriksaan isikhara : diskromatopsia (buta warna)
E. Diagnosis :
• Mengidentifikasi adanya anggota keluarga yang lain yang terkena.
• Defek genetik pada lengan panjang kromosom 3
• Kelainan ini dapat berhubungan dengan tuli progresif atau kongenital
atau dengan ataksia, tetapi jarang terjadi.
2. Atrofi Optik Resesif
Atrofi optik resesif kadang-kadang terjadi pada neonatus sehingga
disebut atrofi optik kongenital. Mula timbulnya kebanyakan umur 3-4 tahun.
Gangguan visusnya biasanya berat, kadang-kadang dengan nistagmus. Diskus
optikusnya pucat dan terjadi pengecilan pembuluh darah. Atrofi optik juga
bisa merupakan bagian dari sindroma yang lebih luas. Dapat disertai
penurunan pendengaran progresif, kuadriplegia spastik dan demensia.
Sindrom Wolfram (insipidus juvenilis, diabetes melitus, atrofi optik, dan tuli)
bisa juga menyertai. Diabetes juvenilis disertai atrofi optik yang kepucatan
diskus optikusnya sebanding dengan beratnya atrofi optik.
3. Penyakit Leber
Penyakit ini mula-mula ditemukan oleh Leber tahun 1871.Neuropati
optik herediter Leber adalah suatu penyakit yang jarang dan ditandai oleh
serentetan neuropati optik subakut
a. Epidemiologi :
Biasanya terjadi pada pria berusia 11-30 tahun.
b. Etiologi :
Penyakit ini disebabkan kelainan genetik, mutasi yang mengenai suatu
titik (point mutation) pada DNA mitokondria (mtDNA) dengan lebih 90%
keluarga yang terkena mengalami mutasi titik pada posisi 1178, 14484, atau
3460 . mtDNA secara ekslusif diturunkan dari ibu dan akibatnya sesuai dari
pola umum pewarisan mitokondria (maternal) mutasinya diteruskan melalui
garis wanita, hal ini disebabkan karena spermatozoa tidak mengandung
mitokondria dan kalaupun ada mitokondria maka mitokondria ini akan mati
saat pembuahan, penyakit ini jarang bermanifestasi pada wanita karier,
diprediksikan akan bermanifestasi pada keponakan laki-laki sesuai garis ibu.
c. Gejala :
• Penglihatan kabur
• Skotoma sentral tampak pada satu mata, kemudian pada mata
sebelahnya
• Timbul sakit kepala dan tanda meningeal karena terjadi peradangan
arakhnoid
d. Patofisiologi :
• Pada fase akut akan terjadi edema diskus optikus dan retina
peripapilar disertai pelebaran pembuluh-pembuluh darah kecil yang
teleangiektasis di permukaannya; tetapi khasnya tidak ada kebocoran
diskus optikus pada pemeriksaan angiografi fluoresein.
• Kedua nervus optikus akhirnya menjadi atrofi dan penglihatan
biasanya antara 20/200 dan hitung jari.
• Hilangnya penglihatan biasanya tidak total dan tidaka da kekambuhan.
• Penyakit ini mungkin disertai dengan penyakit mirip skeloris multipel,
defek konduksi jantung, dan distonia
e. Diagnosis :
• Ditegakkan dengan pemeriksaan titik mutasi mtDNA, berdasarkan
penemuan satu dari tiga titik mutasi DNA
f. Diagnosis Banding :
• Myoclonic epilepsy and ragged red fibers (MERRF)
• Miopati mitokondrial, Asisdosis laktat, Serangan serupa stroke
(mitochondrial myopathy, lactic acidosis, and stroke like episodes –
MELAS)
• Neuropati optik sekunder seperti degenerasi retina (sindrom Kearns-
Sayre), Sindrom Wolfram
4. Penyakit Neurodegeneratif Herediter
Beberapa penyakit neurodegeneratif dengan awitan antara masa
kanak-kanan sampai dewasa muda bermanifestasi sebagai gangguan
neurologik progresif dan atrofi optik dengan keparahan bervariasi, di
antaranya:
• Ataksia spinoserebelar herediter ( ataksia Friedreich)
• Neuropati sensorik dan motorik herediter ( penyakit Charchot Marrie-
Tooth)
• Lysosomal storage disease
• Sfiongolipiodosis , mengalami atrofi pada akhir perjalanan penyakitnya
• Leukodistropi pada tahap yang lebih dini
• Degenerasi spongiform Canavan
• Distrofi glioneural (penyakit Alper)
• Penyakit Resfum, atrofi optik terjadi sekunder akibat retinopati
pigmentasi
• Hidrosefalus dari mukopolisakarida di meningens atau di sel glia
nervus optikus
III. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan neuritis optikus dengan kortikosteroid hingga saat ini
masih kontroversial. Sedangkan penatalaksanaan atrofi papil saraf optikus
karena penyebab yang lain tergantung pada penyakit yang mendasari.
IV. PENCEGAHAN
Atrofi papil saraf optikus dapat dicegah dengan melakukan
pemeriksaan mata teratur, terutama bagi mereka yang mengalami penurunan
penglihatan. Deteksi awal adanya inflamasi atau masalah lain akan
memperkecil kemungkinan terjadinya atrofi karena intervensi yang dapat
segera diambil. Sedangkan pada mereka yang secara genetik berisiko
menderita Leber’s hereditary aptic neuropathy, disarankan untuk
mengkonsumsi vitamin C, vitamin E, coenzyme Q10, atau anti oksidan lainnya;
serta menghindari konsumsi tembakau dan alkohol. Menghindari paparan
terhadap zat beracun dan mencegah malnutrisi juga dapat menjauhkan
kemungkinan terjadinya neuritis optikus toksik atau nutrisional.
V. PROGNOSIS
Banyak pasien dengan neuritis optikus pada akhirnya akan mengalami
multipel sklerosis. Sebagian besar pasien akan pulih penglihatannya secara bertahap
setelah satu episode neuritis optikus, bahkan tanpa pengobatan. Sedangkan
kemungkinan perbaikan penglihatan pada Leber’s hereditary aptic neuropathy
sangat kecil. Pada neuropati optikus toksik atau nutrisional, jika penyebabnya dapat
diketahui dan ditangani secara dini, penglihatan dapat kembali normal setelah
beberapa bulan.
REFERENSI:
1. Vaughan, Daniel G. 2000 Oftalmologi Umum. Edisi ketiga. Widya Medika:
Jakarta.
2. Ilyas, Prof. Dr. H. Sidarta. 2006. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta.
3. Yogiantoro, et al. 2006. Papil Atrofi. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu
Penyakit Mata Edisi III. Surabaya: RSU Dokter Soetomo. Hal: 54-55.
4. Atrofi Papil Nervus Optikus Primer
http://www.acponline.org/mobile/ophthalmologywaxman2011/oda.html
5. “Optic Atrophy” Lecture by Prof. V. Rajaram at Regional Institute of
Ophthalmology, Chennai. September 16, 2006.