paper geoling
DESCRIPTION
Geologi lingkunganTRANSCRIPT
EVALUASI PELAKSANAAN KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1456 K/20/MEM/2000 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN KARST DI INDONESIA
ABSTRAK
KARST berasal dari bahasa daerah Yugoslavia yang merupakan nama suatu kawasan diperbatasan Italia Utara dan Yugoslavia sekitar kota Trieste. Istilah Karst ini kemudian dipakai untuk menyebut semua kawasan batu gamping yang telah mengalami suatu proses pelarutan, bahkan berlaku juga untuk fenomena pelarutan batuan lain, seperti gypsum dan batu garam. Kawasan Karst mempunyai fungsi sebagai Habitat aneka spesies flora dan fauna yang mungkin memiliki nilai endemi tinggi sehingga memperkaya khasanah keanekaragaman hayati; Warisan keanekaragaman bumi terhadap anak cucu generasi mendatang, dimana kawasan karst terbukti memiliki bangun bentang alam yang khas, unik dan langka; Lingkungan biotik dan abiotik kawasan karst merupakan situs penting bagi pengembangan pengetahuan, baik yang berbasis pada ilmu kebumian (geologi, geomorfologi, paleontologi), ekologi, biologi, kehutanan, pertanian, peternakan, maupun sosial dan budaya. Pendayagunaan kawasan karst secara optimal dan berkelanjutan hanya berhasil bila melibatkan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Seluruh penduduk Indonesia perlu diberi informasi, bahwa formasi batuan karbonat yang telah mengalami proses pelarutan oleh air hujan dinamakan kawasan KARST. Hingga kini di Indonesia, kawasan karst masih dianggap oleh sebagian besar masyarakat bahkan oleh sebagian besar ahli tambang dan geologi Indonesia dianggap sebagai sumber daya alam yang memiliki nilai ekonomi dari segi tambang. sebagai bahan baku industri semen, bahan bangunan, untuk dijadikan ubin (batu marmer), sebagai bahan untuk perhiasan, maupun macam-macam industri lainnya. Dolomit dan kalsit (CaCO3 yang telah mengalami proses kristalisasi) juga ditambang untuk aneka industri. Selain itu, fosfat yang terkandung dalam sedimen beberapa gua yang pernah dihuni banyak kelelawar dan burung walet juga ditambang untuk digunakan sebagai pupuk organik. Berbagai potensi ekonomi pada kawasan karst baik sebagai obyek wisata maupun tambang bahkan dalam keseimbangan ekologi sehingga perlu di atur dalam undang undang mengenai ataupun peraturan resmi Negara untuk pelestarian dan pengelolaan lahan karst ini. Salah satu peraturan yang mengatur tentang karst adalah KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1456 K/20/MEM/2000, peraturan tersebut perlu di evaluasi dalam penerapannya karena berbagai aturan yang terperinci namun pelaksanaannya tidak optimal bahakan sering kali saling bersebrangan.
MENGENAL UNDANG UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN KARST
Secara jelas tujuan dan sasaran pengelolaan kars di atur dalam Keputusan Menteri Energi
dan Sumber Daya Mineral Nomor1456 K/20/MEM/2000 pasal 2 yang secara umum bertujuan
untuk mengoptimlakan pemanfaatan kars dengan memperhatikan kelestarian lingkungan dan
kemakmuran masyarakat, sehingga tercapai pembangunan berkelanjutan. Pada pasal 2 ayat 1
berbunyi Pengelolaan kawasan kars bertujuan mengoptimalkan pemanfaatan kawasan kars, guna
menunjang pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Pada pasal 2 ayat 2
berbunyi Pengelolaan kawasan kars mempunyai sasaran : meningkatkan upaya perlindungan
kawasan kars, dengan cara; melestarikan keunikan dan kelangkaan bentukan alam di kawasan
kars; meningkatkan kehidupan masyarakat di dalam dan di sekitarnya; meningkatkan
pengembangan ilmu pengetahuan.
Kepmen tersebut harus selaras dengan undang undang yang ada sebelumnya seperti
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 pasal 1 yang berkaitan dengan penguasaan bahan galian
yang berbunyi Semua bahan galian yang terdapat dalam wilayah hukum pertambangan
Indonesia yang merupakan endapan-endapan alam sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa,
adalah kekayaan Nasional bangsa Indonesia dan oleh karenanya dikuasai dan dipergunakan oleh
Negara untuk sebesar-besar kemakmuran Rakyat. Mengingat kawasan karst ini terdiri atas batu
gamping yang merupakan bahan galian industri maka undang undang ini merupakan salah satu
acuan pengelolaan kawasan karst.
Beberapa undang undang lain yang berkaitan dengan pengelolaan kars adalah Undang
Undang nomor 5 tahun 1990 yang pada Pasal 2 berbunyi Konservasi sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya berasaskan pelestarian kemampuan dan pemanfaatan sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya secara serasi dan seimbang. Dan pada Pasal 3 yang berbunyi
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya bertujuan mengusahakan terwujudnya
kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih
mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.
Kaitanya dengan pembangunan berkelanjutan maka harus kita tinjau pada Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyatakan bahwa lingkungan
hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Dalam KEPMEN ESDM No. 1456 tahun 2000 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan
Karst. Dalam peraturan tersebut kawasan karst dibagi menjadi tiga : Kawasan Karst Kelas I,
merupakan kawasan lindung yang di dalamnya tidak boleh ada kegiatan penambangan. Boleh
dilakukan kegiatan lain asal tidak mengganggu proses karstifikasi dan tidak merusak fungsi
kawasan karst. Kawasan Karst Kelas II, merupakan kawasan karst yang di dalamnya boleh
dilakukan aktivitas penambangan dengan disertai studi AMDAL, UKL dan UPL. Kawasan Karst
Kelas III, merupakan kawasan karst yang di dalamnya boleh dilakukan kegiatan-kegiatan yang
sesuai dengan perundangan.
CONTOH PERMASALAHAN KARST DI INDONESIA
Permasalah yang terjadi di kawasan karst Citatah, Kabupaten Bandung Barat yang tidak
kunjung menemui titik temu khususnya bagi masyarakat sekitar dan pemerintah. Sehinggga
pentingnya dilakukan kajian untuk mengetahui potensi kars yang terukur sehingga kemungkinan
saling menekan salah satu kepentingan dan menghilangkan kepentingan lainnya dapat dihindari.
Keputusan menteri energi pertambangan nomer 1456/K/20/MM/2000 tentang pedoman
pengelolaan kawasan kars yang pada prinsipnya mengelompokan kawasan kars yang boleh
ditambang atau tidak. Tindakan pemerintah sejauh ini berupaya untuk melakukan pengawasan
terhadap aktifitas tambang tradisional serta mendukung upaya-upaya pelestarian kawasan karst
yang dilakukan oleh masyarakat maupun institusi pendidikan. Namun disisi lain pemerintah
belum mampu mencarikan jalan terbaik bagi masyarakat sekitar yang mengandalkan kawasan
kars sebagai mata pencahariannya ketika penambangan ditutup. Hal ini yang membuat
masyarakat Citatah menolak penutupan kawasan tambang karst karena mereka belum siap untuk
kehilangan pekerjaan sebagai penambang.
Pola pandangan masyarakat masih banyak yang bersifat antroposentris bahwa lingkungan
hidup hanya sebagai alat pemenuhan kepentingan hidup manusia yang bersifat ekonomis.
Dengan demikian proses keberlangsungan lingkungan hidup akan mulai tergerus perlahan-lahan
dan hal ini membuat lingkungan hidup menjadi rusak sehingga keseimbangan alam terganggu
yang berdampak langsung pada kehidupan manusia. Pola pandangan inilah yang harus mulai
diubah dengan pandangan biosentris bahwa lingkungan hidup mempunyai nilai yang sangat
berharga untuk dipertahankan demi keberlangsungan genereasi berikutnya. Namun sosialisasi ini
tidak berjalan efektif bagi masyarakat penambang sekitar jika ini berbenturan dengan masalah
kebutuhan pribadi golongan tertentu.
Aktivitas penambangan dikhawatirkan makin mendekat dan akan merambah ke Pasir
Pawon yang akan mengancam situs purbakala dan nilai-nilai strategis lainnya yang terdapat di
Gua Pawon. Warna putih adalah kawasan yang telah dibuka menjadi kegiatan penambangan
(gambar 1 dan 2).
MENINJAU UNDANG UNDANG DALAM NEGRI DAN NEGARA MAJU DALAM
KONFLIK DI LINGKUNGAN KARST
Berdasarkan dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor1456
K/20/MEM/2000 pasal 2, Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967, Undang Undang nomor 5
tahun 1990, bahwa seharusnya pemanfaatan karst harus memperhatikan kemakmuran masyarakat
tanpa harus merusak. Dengan kata lain pemanfaatan lahan karst seharusnya selaras dan serasi
dan seimbang seperti di cantumkan dalam undang. Namun seacara nyata batasan seimbang dan
serasi itu tidak jelas. Artinya tanpa diatur batasan secara rinci dan jelas dalam undang undang
dan pemahaman dari masyarakat maupun pelaku industri, maka pengelolaan karst akan bersifat
subyektif. Begitu juga belum ada aturan dan pengawasan dan pembimbingan yang terarah
sehingga masyarakat belum tahu dan sadar akan peraturan perundang undangan yang berlaku.
Kasus Citatah mungkin satu dari banyak kasus yang terjadi di lingkungan karst di Indonesia,
dimana Undang undang tak cukup mampu untuk menjadi dasar penyelesaian masalah.
Sebagai contoh lain walaupun sudah diatur dalam Keputusan Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral Nomor1456 K/20/MEM/2000, peraturan ini masih menyisakan banyak
celah bagi pihak-pihak yang “nakal” untuk tetap bisa mengeksploitasi kawasan karst meskipun
masuk kawasan karst kelas I. Dalam beberapa kasus yang pernah terjadi, untuk mengakomodasi
kepentingan investor, semua kawasan karst digiring menjadi kawasan karst kelas II dan III, tentu
saja melalui serangkaian tindakan manipulasi terhadap proses AMDAL. Kekurangan berikutnya
dari peraturan ini adalah belum adanya standarisasi metode investigasi dan klasifikasi kawasan
karst. Sehingga banyak pihak yang sebenarnya tidak memahami tentang karst berani membuat
klasifikasi berdasarkaan metode yang tidak tepat. Akibatnya, kawasan karst yang seharusnya
masuk kriteria kelas I turun menjadi kelas II atau III, seperti itulah yang banyak terjadi di
Indonesia
Begitu detail undang undang maupun peratuan pemerintah melalui keputusan menteri
tentang pengelolaan karst, namun tidak di jelaskan secara rinci sebagai contoh belum adanya
standarisasi klasifikasi kawasan karst secara jelas. Sehingga tidak menimbulkan perbedaan
persepsi antara satu orang ke orang yang lain. Standarisasi yang jelas juga akan mencegah
penyelengan peraturan. Sebagai contoh pengelolaan karst di Kanada setiap Provinsi
mengeluarkan klasifikasi dan inventarisasi sumber daya alamnya. Sebagai contoh Provinsi
British Columbia mempunyai inventarisasi lahan karst melalui department kehutanannya. Lahan
karst dijelasankan secara jelas karakteristiknya. Dalam inventarisasi tersebut semua lahan karst
didata secara lengkap dari karakteristik, metode menajemen sampai keaneragaman hayati setiap
lokasi karst. Hal ini tak kita jumpai pada pengelolaan karst di Indonesia, yang justru banyak
peraturan yang terkesan “ambigu”, sehingga menimbulkan banyak penafsiran berbeda, seperti
yang sudah kita sampaikan di atas. Pemerintah New South Wales Australia, juga mengeluarkan
inventarisasi karst di daerah nya dan mengategorikan nya.