panduan deskripsi batuan. g. api

33
1 DESKRIPSI DAN PENAMAAN BATUAN GUNUNGAPI Oleh Dr. Ir. Sutikno Bronto Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Jln. Diponegoro 57 Bandung 40122 Bahan Kuliah Tamu Himpunan Mahasiswa Teknik Geologi Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 10 Februari 2004 1. PENDAHULUAN Secara umum, untuk mendeskripsi dan memberikan nama batuan mahasiswa sudah membekali diri dengan ilmu yang mempelajari batuan, yakni Petrologi dan Petrografi yang didukung antara lain oleh Mineralogi dan Geokimia. Sedangkan untuk mendeskripsi dan menamakan batuan gunungapi penguasaan ilmu pengetahuan itu perlu ditambah dengan dasar-dasar ilmu gunungapi atau Volkanologi. Dalam tahapan pembelajaran selama ini, Petrologi lebih diartikan sebagai ilmu yang mempelajari batuan secara mata telanjang (megaskopik) dan hanya dibantu dengan peralatan sederhana seperti kaca pembesar (loupe), pisau lipat, palu geologi dan cairan HCl 0,1 N. Sedangkan Petrografi lebih ditekankan pada pembelajaran batuan di bawah mikroskop (secara mikroskopik). Namun dalam arti luas Petrologi adalah ilmu yang mempelajari batuan, dimulai dari pengamatan secara mata telanjang, pemeriksaan di bawah mikroskop, analisis geokimia dan bahkan sampai dengan radioisotop. Penggunaan kata ‘batuan’ di dalam kuliah Deskripsi dan Penamaan Batuan Gunungapi ini diartikan secara luas, yaitu bahan bentukan alam (gunungapi), mulai dari bahan lepas (loose material) sampai dengan yang sudah membatu (lithified material). Jadi dalam hal ini tidak dipersoalkan perbedaan antara bahan berupa endapan dan yang sudah menjadi batuan. Lebih lanjut batuan gunungapi yang dibahas juga terbatas yang segar, dalam arti tidak dalam keadaan sudah lapuk, teroksidasi lanjut, termalihkan (termetamorfose) ataupun terubah (teralterasi) secara hidrotermal. Untuk batuan gunungapi yang terubah secara hidrotermal dapat dibicarakan pada kesempatan yang lain. DOKUMEN ASLI Abdissalam properties/ [email protected]

Upload: galih-djawa-parikesit

Post on 02-Aug-2015

186 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Panduan Deskripsi Batuan. g. API

1

DESKRIPSI DAN PENAMAAN BATUAN GUNUNGAPI Oleh Dr. Ir. Sutikno Bronto

Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Jln. Diponegoro 57 Bandung 40122

Bahan Kuliah Tamu

Himpunan Mahasiswa Teknik Geologi

Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta, 10 Februari 2004

1. PENDAHULUAN

Secara umum, untuk mendeskripsi dan memberikan nama batuan mahasiswa sudah

membekali diri dengan ilmu yang mempelajari batuan, yakni Petrologi dan Petrografi

yang didukung antara lain oleh Mineralogi dan Geokimia. Sedangkan untuk mendeskripsi

dan menamakan batuan gunungapi penguasaan ilmu pengetahuan itu perlu ditambah

dengan dasar-dasar ilmu gunungapi atau Volkanologi. Dalam tahapan pembelajaran

selama ini, Petrologi lebih diartikan sebagai ilmu yang mempelajari batuan secara mata

telanjang (megaskopik) dan hanya dibantu dengan peralatan sederhana seperti kaca

pembesar (loupe), pisau lipat, palu geologi dan cairan HCl 0,1 N. Sedangkan Petrografi

lebih ditekankan pada pembelajaran batuan di bawah mikroskop (secara mikroskopik).

Namun dalam arti luas Petrologi adalah ilmu yang mempelajari batuan, dimulai dari

pengamatan secara mata telanjang, pemeriksaan di bawah mikroskop, analisis geokimia

dan bahkan sampai dengan radioisotop.

Penggunaan kata ‘batuan’ di dalam kuliah Deskripsi dan Penamaan Batuan

Gunungapi ini diartikan secara luas, yaitu bahan bentukan alam (gunungapi), mulai dari

bahan lepas (loose material) sampai dengan yang sudah membatu (lithified material).

Jadi dalam hal ini tidak dipersoalkan perbedaan antara bahan berupa endapan dan yang

sudah menjadi batuan. Lebih lanjut batuan gunungapi yang dibahas juga terbatas yang

segar, dalam arti tidak dalam keadaan sudah lapuk, teroksidasi lanjut, termalihkan

(termetamorfose) ataupun terubah (teralterasi) secara hidrotermal. Untuk batuan

gunungapi yang terubah secara hidrotermal dapat dibicarakan pada kesempatan yang lain.

DOKUMEN ASLI

Abdissalam properties/ [email protected]

Page 2: Panduan Deskripsi Batuan. g. API

2

Sebagai dasar pembelajaran awal Geokimia dan Volkanologi mahasiswa dipersilahkan

membaca bahan ajar yang penulis susun (Bronto, 1999, 2001a).

2. DASAR-DASAR PENAMAAN BATUAN

Sebelum memberi nama terhadap suatu batuan maka pada tahap pertama dan utama

harus dilakukan deskripsi atau pemerian. Nama batuan yang hanya didasarkan pada

deskripsi terhadap batuan/obyek sebagaimana adanya (objective descriptions) disebut

penamaan secara deskripsi (descriptive names). Jika data deskripsi tersebut digunakan

untuk menganalisis asal-usul kejadian batuan (genesa) dan hasil analisis itu digunakan

sebagai dasar untuk memberikan nama batuan maka hal ini disebut penamaan secara

genesa (genetic names). Apabila penamaan secara deskripsi disatukan dengan penamaan

secara genesa maka hal itu disebut penamaan secara kombinasi deskripsi dan genesa.

Dalam melakukan deskripsi dan penamaan batuan juga memperhatikan metoda

pendekatan yang secara garis besar dibagi menjadi tiga, yaitu pendekatan secara mata

telanjang (megaskopik), pendekatan secara mikroskopik dan pendekatan secara kimia.

Pendekatan secara mata telanjang dilakukan di lapangan atau terhadap contoh setangan

(hand specimen). Baik deskripsi maupun penamaan secara megaskopik masih bersifat

pendahuluan yang ini perlu dimantapkan dengan pengamatan secara mikroskopik dan

atau analisis kimia. Pada umumnya, deskripsi contoh setangan hanya mampu memberi

nama secara deskripsi, tetapi deskripsi berdasar kenampakan lapangan sangat mendukung

untuk memberikan nama secara genesa. Selain warna dan komposisi mineralogi,

deskripsi di bawah mikroskop juga memperhatikan kenampakan tekstur dan struktur yang

ada. Pendekatan ini mempunyai kelemahan bila mineral pembentuknya tidak berupa

kristal, tetapi sebagian besar tersusun oleh gelas gunungapi, sehingga penamaan berdasar

komposisi mineralogi kristal tidak cukup mewakili untuk seluruh batuan yang

dideskripsi. Guna mengantisipasi kelemahan pada penamaan secara mikroskopik

tersebut diperlukan pendekatan ketiga, yaitu berdasar analisis kimia. Dalam hal ini

tekanannya pada komposisi kimia yang bersifat lebih kuantitatif dibanding metoda

pendekatan pertama dan kedua. Untuk kelengkapan penelitian geologi pada umumnya

dan deskripsi serta penamaan batuan gunungapi secara khusus ketiga pendekatan tersebut

sebaiknya dilakukan secara bersama-sama.

Page 3: Panduan Deskripsi Batuan. g. API

3

Dalam penamaan batuan secara deskripsi, sebagai parameter umum deskripsi

adalah warna, tekstur, struktur dan komposisi. Tekstur mencakup antara lain bentuk

dan ukuran butir/kristal, hubungan antar butir/kristal, pemilahan dll. Dalam kaitannya

dengan batuan gunungapi, struktur yang terbentuk lebih mencerminkan proses

pendinginan secara cepat dari magma menjadi batuan beku dan proses pengendapan.

Komposisi dapat secara mineralogi atau kimia. Secara mineralogi, komposisi batuan

dapat tersusun oleh mineral/kristal, fosil, fragmen batuan dan matriks atau masa dasar.

Untuk memberikan nama batuan secara deskripsi dapat hanya menggunakan salah satu

parameter deskripsi atau kombinasi di antara beberapa parameter. Biasanya, hal ini

dipilih yang paling mudah dikenali. Penamaan batuan hanya berdasar satu parameter

(komposisi) misalnya, batuan yang secara mineralogi hanya tersusun oleh kalsit, atau

secara kimia hanya berkomposisi kalsium karbonat (CaCO3) dinamakan batugamping.

Penamaan batuan berdasar beberapa parameter contohnya, batuan gunungapi berwarna

abu-abu, bertekstur hipokristalin porfiri, berstruktur berlubang, serta berkomposisi

fenokris felspar-plagioklas, piroksen dan masadasar gelas gunungapi dinamakan andesit.

Nama tambahan dapat disebutkan bila ada parameter yang paling menonjol, misalnya

yang menonjol fenokris piroksen, sebarannya merata dan kelimpahannya mencapai lebih

dari 10 % maka batuan tersebut dapat dinamakan andesit piroksen. Apabila yang

menonjol adalah kenampakan tekstur porfiri dapat dinamakan andesit porfiri. Jika yang

menonjol kenampakan struktur, misalnya struktur masif, maka dinamakan andesit masif.

Mahasiswa dapat melatih diri dan berdiskusi dalam rangka menguasai penamaan batuan

secara deskripsi tersebut.

Dalam kaitannya dengan batuan teralterasi, McPhie dkk (1993) memberikan nama

batuan berdasarkan grain size, components, lithofacies term & alteration. Grain size atau

ukuran butir merupakan bagian dari tekstur, components sepadan dengan komposisi,

lithofacies term digunakan untuk struktur dan alteration adalah kenampakan ubahan yang

terjadi di dalam batuan itu. Sebagai contoh crystal-rich chloritic bedded sandstone.

Penamaan batuan secara genesa mempunyai parameter analisis terhadap

sumber/ asal batuan, proses pembentukan batuan, umur batuan dan lingkungan

pengendapan batuan. Untuk batuan gunungapi masa kini atau setidak-tidaknya berumur

Kuarter, masalah sumber sudah sangat jelas sehingga biasanya tidak dipersoalkan lagi,

Page 4: Panduan Deskripsi Batuan. g. API

4

misalnya batuan gunungapi di daerah Kaliurang dan Pakem, Kabupaten Sleman

bersumber dari kawah G. Merapi di sebelah utaranya. Namun untuk batuan gunungapi

yang lebih tua, misalnya berumur Tersier di Pegunungan Selatan, Kabupaten

Gunungkidul, masalah sumber masih memerlukan penelitian secara cermat. Proses

pembentukan batuan gunungapi, atau secara umum proses volkanisme, dapat diamati

pada gunungapi aktif masa kini atau yang pernah meletus dalam sejarah. Berdasar data

geofisika dan geokimia kita dapat mengamati pergerakan magma dari dalam bumi ke

permukaan secara real time. Secara mata kepala sendiri (visual observation) kita dapat

melihat bentuk dan kegiatan magma pada saat keluar ke permukaan bumi yang dikenal

sebagai erupsi gunungapi. Demikian pula setelah bahan padat hasil erupsi gunungapi

tersebut membeku atau mengendap, kita dapat mendekati dan mendeskripsi secara rinci.

Dengan demikian dari kegiatan gunungapi aktif masa kini pertama-tama kita dapat

mengetahui genesanya yang meliputi sumber, proses, waktu kejadian, lingkungan

asal dan lingkungan pengendapan, kemudian melakukan deskripsi terhadap batuan

yang terbentuk secara rinci. Data deskripsi secara rinci itulah yang digunakan

sebagai dasar untuk menganalisis batuan gunungapi yang lebih tua dalam rangka

memberi nama batuan secara genesa. Metoda ini sebenarnya merupakan penerapan

salah satu prinsip geologi, yakni the present is the key to the past. Berhubung hampir

selalu dapat mengamati proses erupsi gunungapi, proses pembekuan dan proses

pengendapan bahan erupsi, serta pengetahuan itu sangat bermanfaat bagi kepentingan

sosial masyarakat maka dalam menamakan endapan/ batuan gunungapi para ahli

gunungapi lebih menitik-beratkan pada penamaan secara genesa daripada penamaan

secara deskripsi. Sebagai contoh nama-nama aliran lava, awan panas dan lahar.

Penentuan umur batuan dapat didasarkan pada pendekatan secara stratigrafi,

paleontologi (bila mengandung fosil), dan atau metoda radiometri. Pendekatan secara

stratigrafi di lapangan bersifat relatif, misalnya lebih muda dari batuan yang di bawahnya

dan lebih tua dari batuan yang di atasnya. Pendekatan paleontologi selain bersifat relatif

juga mempunyai kisaran waktu yang panjang untuk ukuran kegiatan volkanisme.

Penentuan umur secara radiometri mampu mendapatkan nilai umur dalam bentuk angka

sekalipun ketepatannya masih memerlukan improvisasi secara berkelanjutan. Analisis

umur dengan pendekatan radiometri antara lain dengan metoda Kalium-Argon (40K–

Page 5: Panduan Deskripsi Batuan. g. API

5

40Ar), Argon-Argon (40Ar/39Ar), Jejak Belah, Carbon-14, Uranium-Thorium (U-Th) dan

Uranium-Lead (U-Pb). Sejauh ini penamaan batuan gunungapi berdasar umur dan

lingkungan pengendapan masih bersifat umum, misalnya batuan gunungapi Paleogen dan

batuan gunungapi darat, sehingga analisis genesa lebih dititik-beratkan pada proses

dan kemudian sumber. Dalam penamaan batuan gunungapi secara genesa dimana

kejadiannya tidak tercatat dalam sejarah atau yang berumur lebih tua maka analisis proses

dan sumber merupakan hal yang paling tidak mudah.

Penamaan batuan gunungapi secara kombinasi deskripsi dan genesa bukan masalah

yang berarti bila sudah diketahui nama secara deskripsi dan genesa. Sebagai contoh, jika

secara deskripsi bernama andesit, secara genesa bersumber dari Gunungapi Merapi,

proses dan bentuk erupsinya berupa kubah lava, maka nama kombinasinya dapat disebut

Kubah lava andesit G. Merapi. Secara geologi dan pada batuan gunungapi tua, karena

sumbernya belum diketahui secara pasti maka penamaannya dapat menggunakan nama

geografi atau tempat dimana batuan itu tersingkap sangat baik, misalnya aliran lava

bantal basal piroksen Watuadeg. Ini mengandung arti proses erupsinya secara mengalir

(berupa aliran lava), berbentuk bantal (sekaligus mencerminkan kejadiannya di dalam

air), berkomposisi basal piroksen dan tersingkap sangat baik di dusun Watuadeg.

3. PENGERTIAN GUNUNGAPI DAN BATUAN GUNUNGAPI

Gunungapi (volcano, vulkano, vulkaan) adalah tempat atau lubang dimana batuan

pijar dan atau gas, biasanya kedua-duanya, keluar ke permukaan bumi, dan bahan padat

yang terakumulasi di sekeliling lubang membentuk bukit atau gunung (volcano is both

the place or opening from which molten rock or gas, and generally both, issues from the

earth’s interior onto the surface, and the hill or mountain built up around the opening by

accumulation of the rock material, Macdonald, 1972). Batuan pijar (dan gas) disini

adalah magma, sedangkan lubang keluarnya magma itu disebut kawah (∅≤ 2 km) atau

kaldera gunungapi (∅ > 2 km). Dengan demikian titik berat pengertian gunungapi adalah

pada adanya lubang dan keluarnya magma, sedangkan bentuk bentang alam berupa bukit

atau gunung bukan merupakan keharusan, karena banyak vulkaan yang tidak membentuk

gunung. Namun karena di Indonesia hampir seluruh vulkaan berbentuk gunung maka

(secara salah kaprah) orang menyebutnya sebagai gunungapi (gunung api) atau gunung

Page 6: Panduan Deskripsi Batuan. g. API

6

berapi. Perihal yang sering menjadi perdebatan adalah bila lubang itu hanya

mengeluarkan gas, apa juga disebut gunungapi. Berdasarkan definisi tersebut di atas (ada

kata ‘atau’ di antara batuan pijar dan gas) maka jawabannya adalah iya, asal gas itu

benar-benar berasal dari magma (magmatic gases) di dalam bumi. Untuk membuktikan

bahwa gas itu berasal dari magma atau bukan (non magmatic gases) memerlukan

penelitian yang tidak sederhana.

Batuan gunungapi adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil dari aktivitas

gunungapi, baik langsung maupun tidak langsung. Aktivitas gunungapi diartikan sebagai

proses erupsi atau keluarnya magma dari dalam bumi ke permukaan, melalui lubang

kawah/kaldera dalam berbagai bentuk dan kegiatannya. Pengertian langsung disini

dimaksudkan bahwa bahan erupsi gunungapi itu setelah mendingin/ mengendap

kemudian membatu di tempat itu juga (in situ). Sedangkan pengertian tidak langsung

menunjukkan bahwa endapan/batuan gunungapi tersebut sudah mengalami perombakan

atau deformasi, baik oleh aktivitas volkanisme yang lebih baru, proses-proses sedimentasi

kembali, maupun aktivitas tektonika.

Berdasarkan aktivitas gunungapi itu dapat difahami bahwa:

- pada perjalanannya ke permukaan bumi magma dapat benar-benar keluar, atau

sebagian keluar dan sebagian membeku di dekat permukaan atau seluruhnya

membeku di dekat permukaan.

- pada perjalanannya ke permukaan, magma membeku sangat cepat sehingga sebagian

atau bahkan seluruhnya membentuk gelas gunungapi (volcanic glass). Pembekuan

sangat cepat itu terjadi karena magma yang bertemperatur antara 900 – 1200oC secara

cepat keluar ke permukaan bumi yang mempunyai temperatur di bawah 30oC. Bahkan

di dasar laut dalam atau daerah tertutup es temperatur bisa di bawah 0oC. Gelas

gunungapi ini sebenarnya adalah mineral yang tidak berbentuk kristal (amorf),

berasal dari magma, dan merupakan bahan silikat. Pengertian bahan silikat ini adalah

mineral yang mengandung unsur Silika atau oksida SiO2. Di dalam bahan silikat

masih ada unsur atau oksida lain, seperti Aluminium (Al2O3), Magnesium (MgO),

besi (FeO dan Fe2O3), Calcium (CaO), Titanium (TiO2), Mangan (MnO), Natrium

(Na2O) dan Kalium (K2O). Hal ini agak sedikit berbeda dengan pengertian mineral

silika yang hanya tersusun oleh unsur Si atau oksida SiO2.

Page 7: Panduan Deskripsi Batuan. g. API

7

- mineral yang mengkristal pada umumnya mempunyai tekstur pendinginan sangat

cepat (quenching textures) karena pertumbuhannya sangat terganggu oleh proses

pendinginan. Hal ini dicirikan antara lain oleh struktur zoning, fibrous structures,

skeletal crystals, embayment, corrosion, banded microcystalline, rekahan pada kristal

dan di dalamnya mengandung inklusi gelas gunungapi.

- di bagian luar tubuh batuan gunungapi biasanya terdapat lubang bekas keluarnya gas

gunungapi (vesicular structures) dan perekahan yang terjadi selama proses

pergerakan ke permukaan dan pendinginan sangat cepat (super cooling fractures).

- Magma yang membeku di dekat permukaan (high level intrusives) atau sudah keluar ke permukaan secara meleleh (effusive eruptions) membentuk lava koheren yang pada akhirnya menjadi batuan beku masif. Sedangkan magma yang keluar ke permukaan secara meletus (explosive eruptions) menghasilkan batuan beku terfragmentasi yang disebut pyroclasts, berasal dari kara pyro artinya api dan clast berarti butiran, fragmen atau kepingan. Jadi pyroclast adalah butiran batuan pijar yang dilontarkan keluar (ejected material) dari lubang kawah pada saat terjadi letusan gunungapi. Pyroclasts atau istilah lain ejecta ini mempunyai berbagai ukuran, mulai

dari berbutir halus (abu/debu gunungapi, ∅≤ 2 mm), berbutir sedang (lapili, ∅ : 2 –

64 mm) sampai dengan berbutir kasar (blok/bom gunungapi, ∅ > 64 mm). Batuan itu secara khusus disebut batuan piroklastika dan secara umum membentuk batuan gunungapi bertekstur klastika (volcaniclastic rocks).

Dengan demikian secara deskripsi batuan gunungapi mempunyai ciri-ciri khas di

dalam tekstur dan komposisi, sebagai berikut:

1. Tekstur hipokristalin porfir, vitrofir atau gelas, baik di dalam lava koheren maupun

sebagai komponen bahan klastika,

2. Komposisi selalu mengandung gelas gunungapi; kristal yang terbentuk pada

umumnya menunjukkan tekstur dan struktur pendinginan magma sangat cepat;

komponen fragmen batuan kebanyakan terdiri dari fragmen batuan beku (luar),

seperti basal, andesit, dasit atau riolit. Namun demikian tidak menutup kemungkinan

terdapat fragmen batuan samping dan batuan dasar yang ikut terlontar keluar sebagai

bahan aksesori dan accidental material.

Warna batuan gunungapi sangat beragam terpengaruh oleh komposisi kimia dan

mineral penyusunnya, mulai dari warna gelap umumnya untuk batuan berkomposisi basa,

Page 8: Panduan Deskripsi Batuan. g. API

8

abu-abu untuk batuan berkomposisi menengah dan warna terang untuk batuan

berkomposisi asam.

Mengenai struktur batuan gunungapi, untuk lava koheren dan fragmen batuan

mengikuti hukum-hukum yang berlaku di dalam batuan beku, seperti halnya struktur

masif, berlubang/berongga (vesicles), segregasi, konsentris, aliran dan rekahan radier

yang mencerminkan proses pendinginan. Pembentukan struktur di dalam endapan/batuan

bertekstur klastika (misalnya piroklastika dan epiklastika) lebih mengikuti hukum batuan

sedimen (proses pengendapan), misalnya struktur perlapisan/laminasi, silang-siur,

perlapisan pilihan, melensa, membaji, antidunes dan lain-lain. Itulah sebabnya batuan

gunungapi sebaiknya tidak dipaksakan untuk masuk jenis batuan beku atau batuan

sedimen, tetapi lebih baik dipandang sebagai kelompok tersendiri yang berada di daerah

transisi antara kedua jenis batuan utama tersebut.

4. PENAMAAN BATUAN GUNUNGAPI SECARA DESKRIPSI

Telah disinggung di atas bahwa secara proses volkanisme dan sekaligus secara fisik

batuan gunungapi dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu lava koheren (coherent lavas)

dan batuan klastika gunungapi (volcaniclastic rocks). Lava koheren pada hakekatnya

adalah batuan beku (masif), yaitu magma yang membeku di dekat permukaan (batuan

beku intrusi dangkal) dan magma yang membeku di permukaan (batuan beku luar).

Batuan klastika gunungapi adalah seluruh batuan gunungapi yang mempunyai tekstur

klastika atau yang tersusun oleh bahan butiran asal kegiatan gunungapi.

4.1 LAVA KOHEREN

Dalam melakukan deskripsi dan penamaan secara deskripsi terhadap lava koheren

kita mengacu pada dasar-dasar petrologi batuan beku (luar) dimana parameter pokok

deskripsi adalah warna, tekstur, struktur dan komposisi. Klasifikasi penamaan batuan,

baik secara megaskopis maupun secara mikroskopis didasarkan pada klasifikasi yang

telah dibuat oleh banyak ahli dan dipublikasikan dalam berbagai literatur petrologi batuan

beku luar (misal Williams dkk., 1953, Streckeisen, 1980). Hanya perlu diingat bahwa

dalam lingkup volkanologi, nama batuan gunungapi ini tidak terbatas untuk batuan beku

luar saja, tetapi dapat diterapkan pada batuan beku intrusi dangkal, dan dalam beberapa

Page 9: Panduan Deskripsi Batuan. g. API

9

hal untuk batuan klastika gunungapi. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa batuan

beku luar adalah merupakan bagian dari lava koheren batuan gunungapi.

Warna lava koheren sangat terpengaruh oleh komposisi batuan gunungapi itu,

sedangkan tekstur dan struktur, mulai dari yang berkomposisi basa sampai dengan yang

berkomposisi asam sangat dipengaruhi oleh proses pendinginan dari magma

pembentuknya seperti yang telah disampaikan di atas. Sebagaimana halnya warna batuan

gunungapi pada umumnya, maka warna lava koheren juga sangat beragam terpengaruh

oleh komposisi kimia dan mineral penyusunnya, mulai dari warna gelap umumnya untuk

batuan berkomposisi basa, abu-abu untuk batuan berkomposisi menengah dan warna

terang untuk batuan berkomposisi asam. Batuan gunungapi berkomposisi basa tersusun

oleh mineral kaya Fe-Mg (olivin dan piroksen) serta plagioklas kaya Ca (bitownit dan

anortit). Di dalam batuan gunungapi berkomposisi menengah asosiasi mineral

penyusunnya adalah piroksen, amfibol (hornblende), plagioklas menengah (andesin dan

labradorit) serta sedikit alkali felspar dan kuarsa. Sedangkan mineral penyusun batuan

gunungapi berkomposisi asam adalah hornblende, biotit, muskovit, plagioklas asam (albit

dan oligoklas), alkali felspar dan kuarsa. Tabel 1 di bawah ini memberikan deskripsi dan

penamaan lava koheren secara megaskopis.

Berdasarkan komposisi kimia, dalam hal ini persentase berat oksida silika (SiO2)

lava koheren dapat diklasifikasikan menjadi basal, andesit basal (basaltic andesite),

andesit, dasit dan riolit seperti tersebut pada Tabel 2. Berdasarkan persentase berat SiO2

versus K2O (Peccerillo & Taylor, 1976; Ewart, 1982), batuan tersebut dibagi menjadi

batuan toleiit (miskin/rendah kalium), batuan Calc-alkaline (kalium menengah) dan

batuan alkalin (alkali tinggi). Untuk gunungapi yang berhubungan dengan zona

penunjaman kerak bumi, batuan toleiit umumnya terdapat di busur magma bagian depan

(dekat dengan zona penunjaman), batuan Calc-alkaline di bagian tengah dan batuan

alkalin di bagian belakang. Dalam mengklasifikasikan nama batuan berdasar komposisi

sebagian ahli tidak hanya menggunakan persentase berat kalium oksida tetapi

menggunakan total persentase berat alkali (Na2O + K2O) versus SiO2 (e.g. Cox dkk.,

1978; Le Bas dkk.., 1986). Untuk menamakan batuan berdasar komposisi kimia secara

tepat diperlukan beberapa persyaratan sebelumnya. Pertama batuan yang akan dianalisis

secara kimia harus benar-benar segar, dalam arti tidak lapuk, tidak teroksidasi dan tidak

Page 10: Panduan Deskripsi Batuan. g. API

10

teralterasi. Hal itu nantinya terlihat pada sedikit atau banyaknya bahan habis dibakar serta

bahan volatil yang terkandung serta jumlah total persentase. Semakin sedikit persentase

bahan habis dibakar (loss on ignition) dan bahan volatil dengan jumlah total mendekati

100 % (± 1,5 %) serta masing-masing persentase oksida mayor secara geologi sudah

wajar maka hal itu menunjukkan contoh batuan cukup segar serta hasilnya dapat

digunakan untuk analisis lebih lanjut (Tabel 3). Hasil analisis kimia tersebut kemudian

dinormalisir ke 100 % tanpa mengikut-sertakan bahan habis dibakar dan volatil sebelum

dimasukkan ke dalam klasifikasi (Tabel 4 & 5).

Tabel 1 Klasifikasi nama lava koheren secara deskripsi megaskopis.

Nomer 1 2 3 4 5

Warna hitam abu-abu gelap

abu-abu abu-abu terang

putih – putih abu-abu

Tekstur porfiroafanitafanit, vitrofir, gelas

porfiroafanitafanit, vitrofir, gelas

porfiroafanitafanit, vitrofir, gelas

porfiroafanit afanit, vitrofir, gelas

porfiroafanitafanit, vitrofir, gelas

Struktur masif – berlubang bentuk melingkar – elip, skoria

masif-berlubang bentuk agak melingkar-agak menyudut

masif-berlubang bentuk agak menyudut- menyudut

masif-berlubang bentuk menyudut

masif-berlubang bentuk menyudut – menyudut sangat runcing

Komposisi olivin, piroksen, plagioklas basa, gelas (basa)

piroksen, plagioklas dan gelas basa-menengah

piroksen, amfibol (hornblende), plagioklas dan gelas menengah

amfibol, plagioklas dan gelas menengah -asam, alkali felspar, kuarsa

amfibol, biotit, nuskovit, plagioklas & gelas asam, alkali felspar, kuarsa

Nama

batuan

Basal Andesit

basal

Andesit Dasit Riolit

Page 11: Panduan Deskripsi Batuan. g. API

11

Tabel 2 Klasifikasi penamaan batuan koheren lava berdasar persentase berat SiO2.

Nama batuan Persentase berat

SiO2

Basal ≤ 52 (45 – 52)

Andesit basal 53 - 57

Andesit 58 – 63

Dasit 64 – 68

Riolit ≥ 69 (69 – 75)

Tabel 3 Komposisi kimia oksida mayor batuan beku. LOI = loss on ignition (habis dibakar). Fe2O3* = total oksida besi (FeO + Fe2O3).

Oksida Basal Andesit Andesit mayor Mg-tinggi Mg-rendah basal

SiO2 49,33 49,67 55,02 58,20 TiO2 0,81 1,03 0,71 0,82 Al2O3 19,29 20,74 18,75 17,20 Fe2O3* 9,85 9,62 7,58 7,54 MnO 0,17 0,19 0,17 0,15 MgO 10,02 4,38 4,37 3,20 CaO 11,03 10,85 8,45 6,80 Na2O 2,24 2,99 3,18 3,30 K2O 0,35 0,37 0,68 1,7 P2O5 0,10 0,13 0,18 0,23 LOI 0,37 0,52 0,56 1,30 Total 100,56 100,49 99,65 100,44

Tabel 4 Komposisi kimia oksida mayor batuan beku setelah dinormalisisr 100 % tanpa volatil dan LOI.

Oksida Basal Andesit Andesit Dasit Riolit mayor Mg tinggi Mg rendah basal SiO2 49,24 49,69 55,53 58,70 66,00 77,36 TiO2 0,81 1,03 0,71 0,83 1,14 0,77 Al2O3 16,26 20,75 18,92 17,35 15,23 12,26 Fe2O3* 9,83 9,62 7,65 7,60 5,87 3,08 MnO 0,17 0,19 0,17 0,15 0,16 0,07 MgO 10,00 4,38 4,41 3,23 1,87 0,26 CaO 11,00 10,85 8,53 6,86 3,73 1,00 Na2O 2,24 2,99 3,21 3,33 3,94 2,22 K2O 0,35 0,37 0,69 1,72 2,07 2,98 P2O5 0,10 0,13 0,18 0,23 - - Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Page 12: Panduan Deskripsi Batuan. g. API

12

Tabel 5 Komposisi kimia oksida mayor obsidian dan pumis (batuapung) setelah dinormalisisr 100 % tanpa volatil dan LOI.

Oksida mayor

Obsidian Dieng

Obsidian Timor

Obsidian Jepang

Pumice Toba

Pumis Krakatau

Pumis Batur

SiO2 59,82 76,87 77,93 72,80 70,41 65,86 Al2O3 6,69 12,71 12,96 13,62 15,31 16,29 Fe2O3* 2,53 1,36 0,82 2,86 3,53 5,90 CaO 23,39 1,00 1,18 2,46 3,46 3,18 MgO 5,27 0,08 0,08 0,46 1,04 1,08 Na2O 1,65 3,90 3,05 3,52 4,21 5,44 K2O 0,65 4,08 3,98 4,28 2,04 2,25 Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

4.2 BATUAN KLASTIKA GUNUNGAPI

Di bawah ini dicantumkan beberapa definisi dari batuan klastika gunungapi atau

volcaniclastic rocks.

1. The entire spectrum of clastic materials composed in part or entirely of volcanic

fragments, formed by any particle-forming mechanism (e.g. pyroclastic, epiclastic,

autoclastic), transported by any mechanism, deposited in any physiographic

environment or mixed with any non volcanic fragment types in any proportion

(Fisher, 1961; Fisher, 1966; Fisher & Smith, 1991).

2. All fragmental volcanic rocks that result from any mechanism of fragmentation

(Pettijohn, 1975; Walker & James, 1992).

3. A clastic rock containing volcanic material in whatever proportion, and without

regard to its origin (Mathisen & McPherson, 1991).

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat dinyatakan bahwa batuan

klastika gunungapi adalah batuan gunungapi yang bertekstur klastika. Secara deskripsi,

terutama tekstur (bentuk dan ukuran butir), batuan klastika gunungapi dapat berupa

breksi gunungapi (volcanic breccias). konglomerat gunungapi (volcanic conglomerate),

batupasir gunungapi (volcanic sandstones), batulanau gunungapi (volcanic siltstones) dan

batulempung gunungapi (volcanic claystones). Perlu ditegaskan di sini bahwa

penggunaan kata ‘pasir’, ‘lanau’ dan ‘lempung’ hanyalah menunjukkan ukuran butir,

tidak secara langsung mencerminkan sebagai batuan sedimen epiklastika. Nama-nama

tersebut dapat ditambah dengan parameter warna, struktur dan atau komposisi tergantung

aspek mana yang menonjol dan mudah dikenali. Sebagai contoh, apabila fragmen di

Page 13: Panduan Deskripsi Batuan. g. API

13

dalam breksi gunungapi didominasi oleh andesit dan tidak berstruktur (masif), batuan itu

dapat saja dinamakan breksi andesit masif. Jika di dalam batupasir gunungapi yang

sangat menonjol adalah struktur berlapis, batuan itu dapat dinamakan batupasir

gunungapi berlapis (bedded volcanic sandstones).

5. PENAMAAN BATUAN SECARA GENESA

Telah disampaikan di atas bahwa secara proses volkanisme, batuan gunungapi

dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu lava koheren dan batuan klastika gunungapi.

Berdasarkan pengalaman para ahli dalam mengamati langsung aktivitas gunungapi, maka

penjelasan disini akan dimulai dari proses dan nama kemudian diikuti dengan deskripsi

ciri-ciri litologinya. Namun dalam pembelajaran batuan gunungapi tua dimana prosesnya

sudah tidak dapat dilihat langsung, mahasiswa hendaknya memulai dengan melakukan

deskripsi ciri-ciri litologi selengkap-lengkapnya, kemudian menginterpretasikan proses

yang terjadi dan terakhir memberikan nama batuan gunungapi secara genesa.

5.1 LAVA KOHEREN

Lava koheren dapat terbentuk sebagai akibat pergerakan magma ke luar ke

permukaan bumi. Dalam pergerakan tersebut magma dapat benar-benar keluar ke

permukaan bumi secara meleleh (effusive eruptions), atau membeku di dekat permukaan,

atau sebagian membeku di bawah dan sebagian lagi membeku di permukaan bumi.

Magma yang membeku di dekat permukaan dikenal sebagai batuan beku intrusi dangkal.

Padanan kata batuan beku intrusi dangkal ini banyak sekali, antara lain batuan intrusi

sub-gunungapi, batuan semi gunungapi, subvolcanic intrusions, high level intrusives,

shallow intrusions, low level intrusions, syn-volcanic intrusions, dll. Mengenai

kedangkalan dari pembekuan magma ini belum ada angka kedalaman yang pasti, tetapi

diperkirakan tidak lebih dari 10 km di bawah kawah/kaldera gunungapi. Sebagai contoh

kedalaman dapur magma dangkal G. Merapi hanya 1 km di bawah puncak sedangkan

dapur magma dalam berkisar antara 3 - 4 km di bawah puncak. Siebett (1988)

menuturkan bahwa tubuh intrusi di bawah gunungapi komposit dan berasosiasi dengan

lapangan panas bumi mempunyai kedalaman 8 - 9 km. Pembekuan magma di dekat

permukaan ini dimungkinkan karena pertama, magma sudah membeku terlebih dahulu

Page 14: Panduan Deskripsi Batuan. g. API

14

sebelum pergerakannya mencapai ke permukaan bumi. Kedua, tidak semua magma

keluar ke permukaan bumi sewaktu gunungapi bererupsi atau meletus, tetapi juga tidak

kembali ke dapurnya jauh di dalam bumi setelah erupsi gunungapi berhenti. Sebagian

magma itu tersisa dan membeku di sepanjang perjalanan dari dapur magma ke

permukaan bumi yang dalam hal ini adalah kawah/kaldera gunungapi. Kelompok batuan

sub-gunungapi ini antara lain membentuk retas (dikes), sill atau kubah lava bawah

permukaan (cryptodomes). Magma yang membeku di pipa kepundan sehingga bagian

atasnya menyembul ke permukaan sedang bagian bawahnya berada di bawah permukaan

disebut leher gunungapi (volcanic necks) atau sumbat lava (lava plugs). Pada literatur

lama berbahasa Indonesia retas ini disebut batuan gang dan leher gunungapi disebut

batuan korok. Seluruh batuan beku intrusi dangkal disebut sebagai hypabyssal rocks.

Batuan terobosan dangkal ini tersingkap di dalam atau pada dinding kawah/kaldera

gunungapi atau pada daerah batuan gunungapi yang sudah tererosi cukup lanjut.

Berhubung sebagai batuan beku terobosan (sekalipun dangkal), maka ciri-ciri

litologi yang sangat penting adalah bagaimana bentuk geometrinya, bagaimana

kenampakan kontaknya dengan batuan samping atau yang diterobos, bagaimana warna,

tekstur, struktur dan komposisi, serta ciri-ciri rinci khusus atau penunjang lainnya.

Bentuk geometri mungkin dapat diamati berdasar penginderaan jauh dan peta rupa bumi,

tetapi kenampakan kontak dengan batuan samping mutlak harus ditunjukkan berdasar

data singkapan langsung di lapangan yang secara lebih rinci dapat dibantu dengan

analisis secara mikroskopik dan bila perlu secara kimia. Secara deskripsi di bawah ini

dijelaskan beberapa bentuk tubuh intrusi dangkal sebagai bagian dari lava koheren batuan

gunungapi.

Retas dicirikan, antara lain:

1. Bentuk terobosan berupa bidang memanjang (tabular in shape) serta memotong

perlapisan batuan yang diterobosnya.

2. Efek kontak di kedua sisi retas terhadap batuan yang diterobos mungkin mengalami

efek bakar, atau bagian tepi retas yang mengalami oksidasi, keduanya umumnya

berwarna merah coklat atau merah bata, sangat tergantung tingginya temperatur

magma saat menerobos, jenis batuan yang diterobos dan oksigen yang dikandungnya.

Page 15: Panduan Deskripsi Batuan. g. API

15

3. Dari bagian tengah menuju ke tepi retas secara berangsur semakin bertekstur gelas.

Hal ini akan semakin nyata pada tubuh retas yang cukup tebal. Pada kontak dapat

pula terbentuk breksi sebagai akibat pendinginan sangat cepat sehingga menimbulkan

perekahan yang kemudian terisi oleh cairan magma dari bagian tengah retas, atau

masuknya batuan samping ke dalam cairan magma retas.

4. Terdapat struktur paralel secara vertikal di bagian tepi tubuh retas sebagai akibat

segregasi dan tingkat kristalisasi yang berbeda selama pendinginan, di mana bagian

tepi/luar lebih cepat mendingin daripada bagian dalam. Struktur kekar yang

memotong tegak lurus retas biasanya juga dapat dijumpai. Bila magma mengandung

banyak gas, atau menerobos batuan karbonat, mungkin terbentuk struktur lubang

berbentuk elip yang menunjukkan aliran ke atas. Struktur aliran dapat pula

ditunjukkan oleh penjajaran feokris atau bentuk struktur aliran lainnya.

5. Komposisi retas bagian tengah lebih banyak kristal, sedang ke arah tepi semakin

banyak gelas gunungapi. Alterasi dan mineralisasi mungkin dapat terjadi di bagian

tepi dari retas tersebut.

Sill atau kubah lava bawah permukaan dicirikan antara lain oleh:

1. Bentuk terobosan pipih atau cembung menyisip secara selaras (concordant) di antara

perlapisan batuan. Bentuk itu sangat tergantung kemampuan magma mendesak

perlapisan batuan di sekitarnya. Apabila berbentuk cembung mengakibatkan

perlapisan batuan di atasnya terlipat ke atas seperti struktur antiklin. Jika hal ini

terjadi sangat dekat dengan permukaan dan di lereng kerucut gunungapi maka bagian

itu akan mengalami penggembungan (bulging). Namun dalam beberapa hal bentuk

intrusi dangkal ini bisa saja tidak beraturan.

2. Efek kontak mirip seperti yang terjadi pada retas, hanya letaknya ada di bawah atau di

atas tubuh sill.

3. Semakin ke bagian tepi tubuh sill semakin bertekstur halus atau gelas dan di beberapa

bagian membentuk breksi (autoklastika).

4. Struktur segregasi berbentuk konsentris atau kelopak atau struktur kulit bawang.

Struktur rekahan mungkin dijumpai di bagian permukaan dengan pola radier.

Page 16: Panduan Deskripsi Batuan. g. API

16

5. Tingkat kristalinitas semakin tinggi menuju ke bagian tengah tubuh sill. Dengan kata

lain komposisi gelas semakin banyak menuju ke tepi tubuh sill.

Leher gunungapi dan sumbat lava dicirikan antara lain oleh:

1. Bentuk terobosan seperti pipa, kedudukan memotong (discordant) bidang perlapisan

batuan di sekelilingnya.

2. Efek kontak terhadap batuan di sekitarnya terjadi di sekeliling tubuh terobosan.

3. Ke arah bagian tepi tubuh semakin bertekstur gelas atau membentuk breksi

(autoklastika).

4. Struktur segregasi berarah paralel vertikal pada pandangan dari samping, tetapi

menjadi konsentris pada pandangan dari atas. Struktur lubang dijumpai, terutama di

bagian atas tubuh intrusi.

5. Secara umum, komposisi banyak tersusun oleh gelas karena ukurannya yang relatif

kecil.

6. Berhubung terjadi dekat di bawah atau bahkan di dalam kawah gunungapi, biasanya

batuan di sekitarnya sudah mengalami alterasi hidrotermal.

Bentuk-bentuk lava koheren yang benar-benar keluar ke permukaan bumi dapat

berupa kubah lava (lava domes) atau aliran lava (lava flows). Kubah lava terbentuk bila

lava relatif kental sehingga begitu keluar ke permukaan segera membeku dan menumpuk

langsung di atas lubang kepundan membentuk kubah. Kubah lava ini ke bawahnya dapat

berhubungan dengan leher gunungapi atau retas. Perbedaan antara sumbat lava dengan

kubah lava hanya pada bentuk, yang pertama berbentuk sumbat sedang yang kedua

berbentuk kubah. Ukuran sumbat selalu lebih kecil dari kubah lava.

Ciri-ciri kubah lava antara lain:

1. Bentuk ideal seperti kubah (setengah bola membundar ke atas), walaupun

kenyataannya dapat tidak teratur, tetapi yang penting menumpuk di dalam kawah

gunungapi.

2. Efek kontak hanya terjadi dengan batuan yang ditindih (di bawahnya) yang biasanya

sudah teralterasi karena berada di dalam kawah/kaldera gunungapi.

Page 17: Panduan Deskripsi Batuan. g. API

17

3. Tekstur batuan semakin kristalin ke bagian tengah tubuh kubah. Pada bagian

permukaan, tepi dan dasar kubah dapat terjadi breksiasi karena pendinginan yang

sangat cepat (breksi autoklastika).

4. Pada bagian permukaan kubah dijumpai struktur lubang dan rekahan yang berpola

radier menjauhi pusat kubah. Pada bagian tengah kubah terbentuk aliran dan struktur

kelopak (kulit bawang).

5. Bila belum tererosi, pada permukaan kubah yang terbentuk di dasar laut (dalam)

terbentuk kerak kaca (glassy crust) dan atau hyaloclastite.

Hyaloclastite berasal dari kata ‘hyaline’ (gelas) dan ‘clast’ (butiran/fragmen).

Mengacu pendapat McPhie dkk. (1993), hyaloclastite (hialoklastit ?) berarti mempunyai

pengertian: Clastic aggregates formed by non-explosive fracturing and disintegration of

quenched lavas and intrusions that are extruded under (sea) water (bahan klastika yang

terbentuk oleh disintegrasi dan perekahan non letusan karena pendinginan yang sangat

cepat pada lava dan intrusi di dasar air (laut). Istilah ini digunakan baik untuk bahan yang

masih lepas-lepas maupun sudah membatu. Dengan demikian hyaloclastite adalah batuan

klastika gunungapi yang seluruh komponen penyusunnya terdiri dari butiran gelas.

Secara genesa hyaloclastite terbentuk sebagai hasil erupsi gunungapi lelehan (non

eksplosif) di dalam air (laut dalam), akibatnya terjadi pendinginan yang sangat cepat dan

fragmentasi sehingga mineral tidak sempat mengkristal. Secara tekstur hyaloclastites

dapat berupa breksi gunungapi atau batupasir gunungapi berkomposisi gelas.

Aliran lava mempunyai tipe beragam, yakni aliran lava bongkah (blocky lava

flows), aliran lava aa’, aliran lava pahoe-hoe dan aliran lava bantal. Aliran lava bongkah

adalah yang paling umum di Indonesia dimana lavanya relatif kental berkomposisi basa,

menengah sampai asam. Aliran lava aa’ dan pahoe-hoe khas terdapat di Hawaii dimana

selalu berkomposisi basal dan encer. Aliran lava bantal mencirikan aliran lava yang

terbentuk di lingkungan air (laut dalam) dan es, umumnya berkomposisi basal. Aliran lava bongkah dicirikan antara lain oleh:

1. Berbentuk bahan aliran, memanjang atau seperti kipas, tergantung bentuk bentang

alam awal yang dilaluinya. Bentuk memanjang sempit biasanya terjadi bila lava

mengalir di lembah sungai, sedang bentuk kipas bila melalui bentang alam relatif

datar. Dari bentuk geometri ini sering juga nampak struktur aliran.

Page 18: Panduan Deskripsi Batuan. g. API

18

2. Efek kontak hanya terjadi pada batuan yang ditindihnya, dapat berupa efek bakar

atau oksidasi.

3. Tekstur permukaan sangat kasar, berbongkah-bongkah dengan diameter mencapai 3 –

5 m, ke bawah membreksi sedang di bagian tengah tubuh lava berupa batuan beku

masif. Mendekati dasar aliran batuan beku ini kembali membreksi dan berbongkah

namun ukurannya lebih kecil dari yang ada di permukaan.

4. Bagian atas membentuk struktur berlubang, semakin encer dan basa bentuk lubang

menyerupai elip yang berguna untuk menunjukkan arah aliran. Apabila aliran lava

cukup tebal, di bagian tengah dapat terbentuk kekar kolom, sedang di bagian bawah

membentuk kekar lembar. Pada batuan gunungapi tua dimana bagian permukaan

aliran lava sudah mengalami erosi, maka identifikasi efek kontak, tekstur dan struktur

di bagian bawah menjadi sangat penting.

Aliran lava bantal dicirikan antara lain oleh:

1. Bentuk memanjang agak membulat, seperti bantal guling atau sosis, sekaligus

menunjukkan struktur aliran.

2. Di bagian permukaan tubuh aliran terdapat kulit kaca (glassy skin), sedang ke arah

tengah semakin banyak kristal, atau paling tidak bertekstur afanit.

3. Struktur rekahan dan aliran (ropy wrinkle) terdapat dipermukaan, sedang dari

penampang terlihat struktur konsentris dan rekahan radier.

4. Batuan umumnya berkomposisi basal, mungkin berasosiasi dengan hyaloclastites.

II.2 Batuan Klastika Gunungapi

Berdasarkan asal-usul proses fragmentasinya, genesa batuan klastika gunungapi

dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu: batuan beku autoklastika, batuan piroklastika, batuan

kataklastika dan batuan epiklastika.

Batuan beku autoklastika (breksi autoklastika, autoclastic breccias), yaitu lava

koheren yang karena pendinginan sangat cepat dan bersentuhan dengan batuan dasar atau

batuan samping yang dingin terjadi fragmentasi secara otomatis di bagian tepi atau luar

dari tubuh magma/lava tersebut, baik sebagai intrusi dangkal maupun batuan beku luar.

Berhubung yang sering dijumpai adalah fragmentasi berukuran kasar dan berbentuk

meruncing maka batuannya disebut breksi autoklastika. Ciri-ciri batuan ini bertekstur

Page 19: Panduan Deskripsi Batuan. g. API

19

klastika tetapi komposisi fragmen dan matriks relatif homogen, berupa batuan beku

berasal dari magma yang sama.

Batuan piroklastika, yaitu batuan gunungapi bertekstur klastika sebagai hasil

letusan gunungapi dan langsung dari magma pijar. Sebanding dengan batuan piroklastika

adalah batuan hidroklastika, yakni batuan gunungapi bertekstur klastika sebagai hasil

letusan uap air (letusan freatik, hidrotermal) yang membongkar batuan tua di atasnya.

Uap air berasal dari air bawah tanah bercampur dengan air magma yang terpancarkan,

namun dalam hal-hal tertentu uap air itu berasal dari air permukaan (air hujan, sungai,

danau, es atau air laut). Dalam hal ini bahan padat atau cair dari magma tidak ikut

terlontarkan. Letusan transisi diantara letusan magmatik dengan letusan freatik adalah

letusan freatomagmatik.

Berdasarkan proses pembentukannya batuan piroklastika maupun hidroklastika

dapat dibagi menjadi bahan jatuhan (pyroclastic falls), aliran (pyroclastic flows) dan

seruakan piroklastika (pyroclastic surges). Pada saat ini dikenal pyroclastic density

current yang merupakan gabungan antara pyroclastic flows dan pyroclastic surges.

Deskripsi ciri-ciri batuan piroklastika ini dapat dilihat pada Tabel 6, 7 dan 8. Batuan

jatuhan piroklastika (kadang-kadang disebut batuan piroklastika jatuhan) adalah batuan

piroklastika yang jatuh atau mengendap berdasarkan gaya beratnya sendiri atau secara

gravitasi. Padanan katanya antara lain tefra, pyroclastic ashfall deposits atau pyroclastic

fallout deposits (untuk bahan berbutir abu), dan pyroclastic free fall deposits. Cas &

Wright (1987) mendefinisikan aliran piroklastika sebagai ‘a hot, variably fluidised, gas-

rich particle concentration mass-flow of pyroclastic debris’ (aliran bahan piroklas yang

panas, banyak mengandung gas dan sebagian mengalami pelelehan). Di Indonesia aliran

piroklastika ini lebih dikenal dengan sebutan awan panas. Sebagai padanan katanya

banyak sekali, misalnya block and ash flow deposits, ashflow deposits, glowing

avalanche deposits, pumice flow deposits, nuee ardante dan ignimbrites. Berhubung

temperatur aliran piroklastika ini sangat tinggi (500 – 700 oC) ada bagian yang

mengalami pelelehan kembali yang setelah membatu kenampakannya seperti terlaskan,

sangat keras dan batuannya sering disebut welded ignimbrite atau welded tuff. Seruakan

piroklastika adalah piroklas yang mekanisme transportasinya secara dihembuskan,

disemburkan atau menyeruak secara lateral. Cas & Wright (1987) menyebutnya sebagai a

Page 20: Panduan Deskripsi Batuan. g. API

20

surge transports pyroclast along the surface as expanded turbulence, low particle

concentration gas solid dispersion (suatu seruakan yang mengangkut piroklas sepanjang

permukaan sebagai kelanjutan dari sistem turbulen, mengandung partikel rendah dan

merupakan dispersi gas dengan bahan padat).

Tabel 6 Ciri-ciri endapan jatuhan piroklastika. Karakter ini sangat tergantung pada besarnya letusan, perubahan “style” dari letusan pada suatu erupsi, dan jarak dari sumber. Daftar kenampakan di bawah ini umumnya dapat dipakai sekalipun ada yang muncul hanya pada tipe erupsi tertentu.

Parameter Ciri-Ciri

Pola distribusi dan ketebalan

1. Sebaran berbentuk lingkaran atau kipas (teratur/ tidak teratur) yang berpusat di kawah atau kaldera.

2. Endapan menerus mengikuti bentang alam yang ditutupinya dengan tebal relatif sama, namun secara umum menipis menjauhi sumber erupsi dan tegak lurus menjauhi sumbu sebaran.

Struktur Sedimen

1. Endapan membentuk struktur perlapisan, dan masing-masing lapisan membentuk struktur perlapisan pilihan yang umumnya normal.

2. Kemiringan orisinil terjadi bila bahan terendapkan pada bentang alam miring. Secara umum kemiringan orisinil membesar mendekati puncak gunungapi.

Tekstur 1. Sortasi umumnya sedang sampai bagus, kecuali di dekat kawah. 2. Di dalam masing-masing lapisan ukuran butir dan sortasi secara

geometri beragam sesuai dengan jarak dari kawah. Komposisi 1. Komposisi dapat bervariasi riolit/felsik/silisik hingga basal/ mafik.

2. Komposisi riolit hingga menengah (andesit) lebih tersebar luas daripada komposisi basal karena besarnya tingkat letusan.

3. Komposisi menengah umumnya berasosiasi dengan gunungapi komposit.

4. Komposisi mafik berasosiasi dengan kerucut skoria dan aliran lava basal.

Asosiasi batuan dan fasies

1. Di dekat kawah (proksimal/ central) berasosiasi dengan aliran lava, aliran piroklastika dan kubah lava.

2. Di bagian tengah (medial) berasosiasi dengan tefra kasar, beberapa aliran lava, aliran piroklastika.

3. Jauh dari kawah (distal) berasosiasi dengan batuan sedimen.

Page 21: Panduan Deskripsi Batuan. g. API

21

Tabel 7 Ciri-ciri endapan aliran piroklastika. Karakter ini sangat tergantung pada besarnya letusan, perubahan mekanisme (style) dari letusan pada suatu erupsi, dan jarak dari sumber. Daftar kenampakan di bawah ini umumnya dapat dipakai sekalipun ada yang muncul hanya pada tipe erupsi tertentu. Disarikan dari Fischer & Schmincke (1984), Cas & Wright (1987) dan pengalaman penulis.

Parameter Ciri-Ciri Pola distribusi dan ketebalan

- Sebaran menuju ke arah tertentu, kecuali hasil letusan besar pembentukan kaldera letusan yang sebaran endapan aliran piroklastikanya dapat berbentuk lingkaran berpusat di dalam kaldera itu. Apabila aliran awan panas melalui tekuk lereng yang berbeda, dari terjal ke lereng yang lebih landai, serta melewati celah atau lembah sempit, maka sebarannya dapat membentuk kipas endapan awan panas.

- Sebagai aliran gravitasi, endapan sangat dikontrol oleh bentuk bentang alam, sehingga endapan sangat tebal, mencapai puluhan meter, di dalam lembah atau aliran sungai, dan menipis di punggungan bukit. Awan panas aliran yang mampu mencapai di atas/ lereng bukit disebut ‘overbank pyroclastic flow’.

Struktur Sedimen

- Endapan tidak membentuk struktur dalam (no internal structure atau structureless). Hanya pada awan panas bersekala kecil kadang-kadang menampakan struktur perlapisan pilihan secara kasar.

- Terdapat struktur pipa fumarol (fumarol pipes) sebagai bekas letusan gas pada saat pendinginan, biasanya berasosiasi dengan endapan belerang.

Tekstur - Sortasi buruk atau tidak terpilah sama sekali sehingga terjadi percampuran antara butiran kasar (bom/blok), menengah (lapili) dan halus (abu). Dalam banyak hal butiran halus sangat melimpah sehingga membentuk kemas terbuka. Bentuk blok sangat meruncing – meruncing, sedang bom gunungapi dapat membulat tetapi tekstur permukaannya kasar terdiri dari kaca (glassy texture).

- Di daerah distal atau ujung endapan dapat didominasi oleh endapan berbutir abu masif, atau dalam beberapa hal malahan hanya tersusun oleh blok gunungapi.

- Endapan ‘over bank pyroclastic flow’ berbutir lebih halus daripada endapan awan panas di dalam lembah sungai.

- Butiran atau klastika dapat bertekstur pumis (pumiceous texture), skoria (scoriaceous texture), atau masif tetapi bertekstur gelas (misal obsidian).

Komposisi - Komposisi dapat bervariasi dari riolit/felsik/silisik hingga basal/ mafik. - Komposisi riolit hingga menengah (andesit) lebih tersebar luas dan lebih kaya

batuapung dan blok gunungapi daripada komposisi basal karena besarnya kandungan gas dan tingkat letusan.

- Komposisi menengah umumnya berasosiasi dengan gunungapi komposit. Terjadi tekstur transisi antara tekstur pumis dengan tekstur skoria, demikian pula terbentuk bersama-sama antara blok dan bom gunungapi jenis kerak roti.

- Komposisi mafik berasosiasi dengan kerucut skoria dan aliran lava basal. Banyak dijumpai berbagai jenis bom gunungapi, bom kerak roti, bom tahi sapi, bom buah randu, bom silindris, bom skoria dan lain-lain.

- Mengandung dahan kayu terarangkan (charcoal/ charred wood) berasal dari tumbuh-tumbuhan yang terlanda dan terangkut oleh aliran awan panas.

- Di dekat kawah/kaldera endapan sering mengandung batuan batuan tua atau batuan dasar (basement) yang ikut terlontar pada saat letusan, seperti fragmen batuan meta sedimen dan batuan beku intrusi dalam.

Asosiasi batuan dan fasies

- Di lereng atas suatu gunungapi (proximal area) endapan awan panas berasosiasi dengan aliran lava, piroklastika jatuhan dan surukan.

- Di lereng bawah, kaki dan dataran (medial – distal areas) umumnya dijumpai bersama-sama dengan piroklastika jatuhan, endapan lahar dan endapan hasil pengerjaan kembali lainnya.

Page 22: Panduan Deskripsi Batuan. g. API

22

Tabel 8 Ciri-ciri endapan seruakan piroklastika. Karakter ini sangat tergantung pada besarnya letusan, perubahan mekanisme (style) dari letusan pada suatu erupsi, dan jarak dari sumber. Daftar kenampakan di bawah ini umumnya dapat dipakai sekalipun ada yang muncul hanya pada tipe erupsi tertentu. Disarikan dari Fischer & Schmincke (1984), Cas & Wright (1987) dan pengalaman penulis.

Parameter Ciri-Ciri

Pola distribusi dan ketebalan

- Menyebar ke segala arah atau mengiringi aliran piroklastika, biasanya lebih luas dan lebih jauh dari aliran piroklastika.

- Pergerakan secara lateral mengikuti bentang alam yang ada, tidak terlalu dipengaruhi efek gaya berat.

- Ketebalamn sangat tipis, umumnya hanya beberapa milimeter – sentimeter, kecuali hasil letusan yang sangat dahsyat.

Struktur Sedimen

- Di bagian proksi banyak lapisan silang siur, di bagian tengah berkembang struktur melensa, membaji, antidunes dan dibagian distal berupa laminasi.

- Banyak dijumpai lapili tumbuhan Tekstur - Pemilahan baik, ukuran butir halus (abu gunungapi) Komposisi - Abu gunungapi berkomposisi mengah – asam, kadang-kadang

mengandung arang kayu halus. Asosiasi batuan dan fasies

- Berasosiasi dengan aliran piroklastika dan jatuhan piroklastika, terdapat di lereng, kaki dan dataran di sekitar gunungapi.

Batuan kataklastika, yaitu batuan gunungapi bertekstur klastika sebagai akibat

terkena proses deformasi karena tersesarkan atau terlongsorkan (dalam jumlah yang

sangat besar disebut mega landslides atau gigantic landslides). Guguran kubah lava yang

tidak membentuk aliran piroklastika dapat juga dikelompokkan sebagai batuan

kataklastika sekalipun sekalanya lebih kecil. Batuan kataklastika sebagai akibat sesar

sering disebut breksi sesar (untuk fraksi kasar) atau milonit (untuk fraksi halus/lempung).

Longsoran besar Mount St. Helens pada Mei 1980 di USA sangat terkenal dan menjadi

tipe khas pembentukan endapan longsoran gunungapi (volcanic debris avalanches atau

rock slide avalanches, Voight dkk., 1981). Endapan semacam itu di Indonesia sangat

banyak, antara lain di G. Gede, G. Galunggung, G. Guntur dan G. Cireme.

Secara bentang alam, kenampakan sangat khas adanya endapan longsoran

gunungapi berupa kaldera berbentuk tapal kuda terbuka ke suatu arah dan di depannya

terhampar bukit-bukit endapan klastika gunungapi yang dikenal dengan sebutan

hummocky topography. Bentuk bukit umumnya berupa kerucut tetapi ada yang bulat telur

dengan sumbu terpanjangnya berpola radier menjauhi sumber longsoran dan sejajar arah

aliran. Bukit-bukit berukuran besar terkonsentrasi di sepanjang sumbu sebaran endapan;

Page 23: Panduan Deskripsi Batuan. g. API

23

ukurannya mengecil menuju tepi sebaran dan menjauhi sumber longsoran. Di antara

perbukitan endapan longsoran gunungapi terdapat pola aliran yang tidak saling

berhubungan, dan sering dijumpai cekungan soliter atau danau terisolir. Dalam beberapa

hal sumber longsoran yang semula berupa kaldera berbentuk tapal kuda tidak nampak

lagi karena tertutup oleh kerucut endapan gunungapi yang lebih muda.

Singkapan endapan longsoran gunungapi berupa batuan beku berbentuk aliran

lava, kubah, retas atau sill bercampur dengan bahan piroklastika. Bahan tersebut

umumnya telah hancur, pecah-pecah, terlipat dan tersesarkan sehingga sulit untuk

dipisahkan secara litostratigrafi. Endapan longsoran itu dari satu bukit ke bukit yang lain

di dekatnya tidak dapat dikorelasikan dengan serta merta. Endapan longsoran gunungapi

yang terbentuk karena letusan gunungapi sering berasosiasi dengan endapan awan panas,

baik jenis aliran maupun seruakan piroklastika.

Endapan longsoran gunungapi dapat berupa bongkah (debris avalanche block) dan

matriks atau masa dasar (debris avalanche matrix; Ui, 1983; Glicken, 1986). Bongkah

endapan longsoran gunungapi adalah fragmen berasal dari tubuh gunungapi yang longsor

dengan ukuran sangat bervariasi dari < 1 m - 280 m (Ui & Glicken, 1986). Kenampakan

matriks endapan longsoran gunungapi adalah berupa percampuran fragmen-fragmen yang

berasal dari berbagai bagian dari tubuh gunungapi. Endapan ini tidak terpilah dan tidak

bestruktur, berukuran lempung sampai bongkah. Sebuah bukit dapat tersusun oleh satu

atau beberapa bongkah endapan longsoran gunungapi. Sebaran bongkah endapan

longsoran gunungapi terkonsentrasi di bagian tengah, sedang ke tepi dan distal berubah

menjadi matriks endapan longsoran gunungapi. Satu bongkah endapan longsoran

gunungapi dapat tersusun oleh satu jenis batuan (lava/batuan beku atau piroklastika)

tetapi juga dapat tersusun oleh stratifikasi aliran lava dan endapan piroklastika. Hal

kedua itu menunjukkan perlapisan asli (intact strata) dari tubuh gunungapi strato pada

mulanya. Batuan pejal dan keras di dalam endapan longsoran mengalami retak-retak atau

perekahan dengan intensitas yang berbeda-beda atau bahkan mengalami pergeseran

membentuk sesar geser, sesar naik dan sesar turun dalam sekala kecil. Struktur ini terjadi

pada saat melongsor, tetapi untuk sesar normal dapat pula terbentuk pada saat sedang

berhenti untuk menuju ke posisi yang mapan. Kekar dan sesar pada matriks sering tidak

menerus mengenai fragmen atau membelok di samping fragmen. Kekar dan rekahan

Page 24: Panduan Deskripsi Batuan. g. API

24

sering masih berpasang-pasangan membentuk rekahan gergaji (jigsaw cracks or jigsaw

fits) atau rekahan mosaik. Bentuk fragmen hampir selalu meruncing. Orientasi

paleomagnet untuk masing-masing fragmen di dalam satu bongkah endapan longsoran

gunungapi hampir seragam, tetapi deklinasinya berbeda-beda (Mimura, 1985 vide Ui,

1995). Hal ini menunjukkan material longsoran terpecah-pecah dalam gerakan paralel

dengan permukaan tanah namun mengalami tumbukan satu sama lain pada saat

transportasi. Bahan plastis, seperti perlapisan tuf, biasanya lebih terlipat dan tersesarkan

daripada mengalami pengkekaran dan perekahan seperti pada batuan keras dan pejal.

Sedimen klastika dan lapisan tanah permukaan dapat terperangkap di dalam batuan yang

lebih keras pada saat aliran membentuk retas sedimen (sediment dikes). Kedudukan jurus

dan kemiringan perlapisan batuan di dalam bongkah maupun matriks endapan longsoran

gunungapi tidak menunjukkan keteraturan dan tidak selalu dapat dikorelasikan.

Penulis (Bronto dkk., 1998) telah melaporkan adanya batuan longsoran gunungapi

di Pegunungan Selatan, Kabupaten Gunungkidul, dan beberapa gunungapi aktif masa kini

di Indonesia (Bronto, 2001b), antara lain di kawasan G. Gede, G. Guntur, G. Galunggung

dan G. Cereme di Jawa Barat, G. Sundoro dan G. Merapi di Jawa Tengah dan G. Raung

di Jawa Timur.

Batuan epiklastika, adalah batuan gunungapi bertekstur klastika sebagai hasil

pengerjaan kembali endapan/batuan gunungapi yang sudah ada sebelumnya. Proses

pengerjaan itu dapat mulai dari pelapukan, erosi, transportasi dan redeposisi, atau mulai

dari erosi dan transportasi jika endapannya masih lepas-lepas. Pada hakekatnya batuan

gunungapi epiklastika yang terbentuk mulai dari proses pelapukan sudah termasuk batuan

sedimen silisiklastika. Sedangkan pengerjaan kembali yang tidak melalui proses

pelapukan terlebih dahulu biasanya terjadi pada saat atau segera setelah letusan

gunungapi berlangsung. Endapan piroklastika di lereng gunungapi karena masih lepas-

lepas, maka pada saat hujan endapan tersebut langsung tererosi, terangkut dan

mengendap kembali, contohnya endapan lahar.

Berdasar tekstur, struktur, komposisi dan asosiasinya endapan lahar mempunyai

ciri-ciri sebagai berikut.

1. Umumnya berbutir sedang (pasir) hingga kasar (kerakal-bongkah).

2. Bentuk butir kasar meruncing tanggung – membulat tanggung.

Page 25: Panduan Deskripsi Batuan. g. API

25

3. Dari daerah proksi (dekat sumber bahan) menuju daerah distal (jauh dari sumber)

butiran kasar menghalus dan bentuknya cenderung menumpul/membulat.

4. Sumbu terpanjang bongkah sejajar dengan arah aliran.

5. Pemilahan buruk, kemas terbuka, bongkah mengambang di dalam matriks.

6. Endapan masif/tidak membentuk struktur sedimen, kecuali kepekatannya sudah

menurun sehingga membentuk hyperconcentrated flow dan aliran sungai normal.

7. Endapan lahar dapat tersusun oleh monolitologi atau heterolitologi jika tercampur

dengan batuan tua dari dasar/tebing sungai-sungai yang dilaluinya.

8. Endapan lahar dapat mengandung kayu atau arang.

9. Endapan lahar biasanya berselang-seling dengan endapan aliran piroklastika dan

aliran lava di daerah proksi, sedang di daerah distal berselang-seling dengan endapan

sungai biasa (fluvial deposits).

10. Endapan lahar berasosiasi dengan gunungapi komposit, gunungapi jamak dan

kaldera letusan.

11. Dibanding dengan endapan aliran piroklastika, endapan lahar lebih padu, basah,

berlumpur dan tekstur permukaan bom/blok gunungapi di dalamnya sudah

menghalus, terabrasi atau menumpul.

Page 26: Panduan Deskripsi Batuan. g. API

26

PENAMAAN TUF (TUFFS)

Pengertian Secara Deskripsi

Tuf adalah batuan gunungapi bertekstur klastika, berukuran butir ≤ pasir, tersusun

oleh gelas, kristal (dari mineral pembentuk batuan beku) dan atau fragmen batuan

(beku luar: basal, andesit basal, andesit, dasit atau riolit) dalam berbagai proporsi.

a. Berdasar ukuran butir:

- Tuf kasar, berukuran butir pasir (batupasir tuf)

- Tuf halus, berukuran butir lanau-lempung (batulanau tuf, batulempung tuf)

- dapat juga disebut batupasir gunungapi, batulanau gunungapi atau

batulempung gunungapi, sesuai dengan ukuran butir penyusun yang

dominan

b. Berdasar komposisi butiran:

- Tuf gelas (vitric tuffs)

- Tuf kristal (crystall tuffs)

- Tuf batu (lithic tuffs)

- Tuf gelas kristal (crystall vitric tuffs)

- Tuf kristal batu (lithic crystall tuffs), dll.

c. Berdasar komposisi (kimia) batuan beku:

- Tuf riolit (rhyolitic tuffs, SiO2 > 68 %)

- Tuf dasit (dacitic tuffs, SiO2: 63-68 %)

- Tuf andesit (andesitic tuffs, SiO2: 57-63 %)

- Tuf andesit basal (basaltic andesite tuffs, SiO2: 53- 57 %)

- Tuf basal (basaltic tuffs, SiO2: 45-53 %)

d. Berdasar komposisi dominansi pumis/batuapung atau skoria

- Tuf batuapung (pumiceous tuffs)

- Tuf skoria (scoriaceous tuffs)

Page 27: Panduan Deskripsi Batuan. g. API

27

Pengertian Secara Genesa

Tuf adalah batuan yang tersusun oleh bahan hasil kegiatan/letusan gunungapi, baik

secara langsung (primer) maupun tidak langsung (sekunder/reworked), berbutir

halus (∅≤ 2 mm) yang disebut abu atau debu gunungapi (volcanic ash/ dust).

Primer: Tuf piroklastika (hidroklastika, freatomagmatika)

1. Tuf aliran piroklastika (pyroclastic flow tuffs, ash-flow tuffs)

2. Tuf jatuhan piroklastika (pyroclastic free-fall tuffs, ash-fall tuffs)

3. Tuf seruakan piroklastika (pyroclastic surge tuffs)

4. Tuf terlaskan (welded tuffs), dapat termasuk tuf aliran piroklastika atau tuf

jatuhan piroklastika.

Sekunder :

1. Tuf turbidit (klasik)

2. Tuf fluviatil, dll.

Permasalahan:

Sandy tuffs, mempunyai pengertian:

1. Tuf pasir

Tuf tersusun oleh abu gunungapi berukuran butir pasir (= tuf kasar atau batupasir tuf)

2. Tuf pasiran (?)

- Tuf (berkomposisi abu gunungapi) dengan bahan penyusun tambahan

berukuran butir pasir

- bahan penyusun tambahan itu hanya disebutkan ukuran butirnya

tetapi tidak jelas komposisinya

- rancu dengan tuf sebagai bahan penyusun utama yang berukuran butir

pasir

- bila ini dipandang secara genetik sebagai pengendapan abu gunungapi

yang tercampur dengan bahan non gunungapi atau minimal non

piroklastika maka hal itu harus jelas/rinci pemeriannya

Page 28: Panduan Deskripsi Batuan. g. API

28

Tuffaceous sandstones, mempunyai pengertian:

1. Batupasir tuf

- batuan gunungapi bertekstur klastika, berukuran butir pasir, tersusun oleh tuf atau

abu gunungapi

- sama dengan batupasir gunungapi (volcanic sandstones)

2. Batupasir tufan (?)

- batupasir dengan bahan penyusun utama batuan sedimen berbutir pasir dan bahan

tambahannya adalah tuf (sedikit mengandung tuf).

- komposisi bahan penyusun utamanya tidak jelas

- rancu dengan bahan tambahan berupa tuf kasar

- bila secara genetik adalah pengendapan bahan non gunungapi atau minimal

non piroklastika yang tercampur dengan abu gunungapi, maka harus

ditunjukkan secara rinci masing-masing komponen tersebut.

Dalam penamaan sandy tuffs atau tuffaceous sandstones para ahli geologi/

sedimentologi kadang-kadang hanya mempertimbangkan banyak atau sedikitnya bahan

gelas gunungapi, pada hal secara petrologi tuf dapat saja secara dominan tersusun oleh

gelas gunungapi (vitric tuffs), tetapi juga dapat oleh kristal (crystal tuffs) atau fragmen

batuan (lithic tuffs).

Page 29: Panduan Deskripsi Batuan. g. API

29

PENAMAAN BREKSI GUNUNGAPI (VOLCANIC BRECCIAS)

Pengertian Secara Deskripsi

Breksi gunungapi adalah batuan gunungapi bertekstur klastika tersusun oleh

kepingan berbentuk meruncing, berbutir kasar (∅ > 2 mm), biasanya tertanam di dalam

matriks atau masadasar berbutir halus (∅≤ 2 mm). Kepingan atau fragmen tersebut pada

umumnya didominasi oleh batuan gunungapi, kristal pembentuk batuan beku dan atau

gelas gunungapi. Bentuk kepingan dapat bervariasi mulai dari sangat meruncing,

meruncing sampai dengan agak meruncing atau meruncing tanggung.

Berdasarkan komposisi utama kepingan di dalamnya, breksi gunungapi dapat

dijabarkan menjadi beberapa nama. Sebagai contoh:

1. Breksi andesit, kepingan penyusun utama berupa batuan beku andsesit

2. Breksi batuapung, kepingan penyusun utama berupa batuapung

3. Breksi skoria, kepingan penyusun utama berupa skoria

4. Breksi obsidian, kepingan penyusun utama berupa obsidian

5. Breksi hialoklastit, kepingan penyusun utama berupa hialoklastit (secara

deskriptif sama dengan breksi obsidian)

Khusus penamaan breksi tuf, para ahli ada yang berpendapat bahwa kepingan

utama tersusun oleh tuf, tetapi ada juga yang menyatakan sebagai nama untuk batuan

gunungapi bertekstur klastika dimana persentase bahan tuf, baik sebagai fragmen maupun

sebagai matriks sama atau lebih besar daripada fragmen yang lain.

Kebingungan sering juga dialami untuk penamaan tuf lapili, lapili tuf dan

batulapili (lapillistones). Pada literatur lama (misal Pettijohn, 1975), istilah abu

gunungapi (∅≤ 2 mm) yang jika sudah membatu menjadi tuf, dan lapili (∅: 2 -64 mm)

jika sudah membatu menjadi batulapili diperuntukkan khusus bagi batuan piroklastika.

Artinya batuan itu secara primer harus langsung dihasilkan oleh letusan gunungapi.

Sebagai bahan yang masih berupa endapan, atau masih lepas-lepas, belum membentuk

batuan, dan dihasilkan oleh kegiatan gunungapi Kuarter atau bahkan letusan gunungapi

masa kini dimana gunungapinya juga masih secara mudah/jelas dapat ditunjukkan maka

Page 30: Panduan Deskripsi Batuan. g. API

30

untuk menyatakan sebagai bahan/endapan piroklastika tidak disangsikan lagi. Akan tetapi

hasil kegiatan gunungapi Tersier atau yang lebih tua yang bahannya sudah membatu dan

tubuh gunungapinya sudah tidak terlihat secara nyata, maka untuk menyatakan secara

tegas bahwa tuf itu secara primer adalah hasil langsung letusan gunungapi yang

mengendap dan membatu secara insitu, masih diperlukan banyak pertimbangan sebagai

pendukungnya. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut dan untuk kepraktisan kerja

terutama di lapangan maka disarankan penamaan tuf, tuf lapili, lapili tuf dan batulapili

didasarkan pada pemerian saja. Namun apabila data pemerian tersebut mendukung

bahwa batuan gunungapi itu adalah bahan primer piroklastika maka penamaannya dapat

ditingkatkan secara genesa atau kombinasi antara deskripsi dan genesa.

Dengan demikian tuf lapili adalah batuan klastika gunungapi yang bahan penyusun

utamanya adalah abu gunungapi (∅≤ 2 mm) dan bahan penyusun tambahannya adalah

lapili gunungapi (∅: 2 -64 mm). Sebaliknya, lapili tuf adalah apabila komponen berukuran lapili lebih banyak daripada abu gunungapi, sedangkan batulapili jika bahan penyusun sangat didominasi oleh butiran lapili. Dalam banyak hal di lapangan batulapili sama dengan breksi gunungapi dimana fragmennya berukuran butir halus (2-64 mm).

Untuk istilah konglomerat gunungapi (volcanic conglomerates) identifikasinya

lebih mudah karena nama itu dapat diberikan kepada batuan klastika gunungapi dimana fragmennya sudah berbentuk membulat karena proses abrasi, transportasi atau proses-proses pengerjaan kembali lainnya. Dengan demikian konglomerat gunungapi secara jelas sudah merefleksikan sebagai bahan rombakan atau batuan epiklastika gunungapi atau secara sensu stricto sebagai batuan sedimen bertekstur klastika yang bahannya berasal dari kegiatan gunungapi. Sekalipun demikian diperlukan kehati-hatian untuk membedakannya dengan istilah aglomerat (aglomerates), yaitu batuan gunungapi yang secara dominan tersusun oleh bom gunungapi dan secara proses merupakan bahan lontaran dari lubang kawah sewaktu terjadi letusan gunungapi. Sekalipun bentuk umumnya membulat, bom gunungapi mempunyai tekstur permukaan sangat kasar, membentuk struktur pendinginan seperti rekahan radier dan atau konsentris serta tersusun secara dominan oleh gelas gunungapi, sebagai akibat pendinginan sangat cepat sewaktu dilontarkan dari lubang kepundan ke udara atau ke dalam air.

Page 31: Panduan Deskripsi Batuan. g. API

31

Pengertian Secara Genesa

Breksi gunungapi adalah batuan gunungapi yang merupakan hasil fragmentasi oleh suatu sebab sehingga menjadi kepingan-kepingan berbentuk meruncing dan berbutir

kasar (∅ > 2 mm). Bentuk kepingan bervariasi dari sangat meruncing sampai dengan agak meruncing atau meruncing tanggung. Ukuran butir kepingan juga beragam , mulai dari sekitar 3 mm sampai dengan 3 – 5 m, atau bahkan lebih. Berdasarkan proses fragmentasinya, breksi gunungapi dibagi menjadi empat kelompok, yakni:

a. Breksi piroklastika (hidroklastika), adalah breksi yang fragmentasinya sebagai akibat

letusan gunungapi, baik yang bersifat magmatik, freatik maupun freatomagmatik. b. Breksi autoklastika, adalah breksi yang fragmentasinya sebagai akibat pembekuan

magma atau lava yang sangat cepat. c. Breksi kataklastika, adalah breksi yang fragmentasinya sebagai akibat deformasi.

Proses deformasi dapat berupa longsoran tubuh/ batuan gunungapi atau batuan gunungapi yang tersesarkan. Breksi jenis kedua itu sering disebut breksi sesar.

d. Breksi epiklastika, adalah breksi yang fragmentasinya sebagai akibat proses pengerjaan kembali (oleh tenaga eksogen).

Pembagian tersebut masih dalam kelompok breksi gunungapi yang tidak berhubungan dengan proses hidrotermal dan banyak terjadi di daerah gunungapi, alterasi hidrotermal dan mineralisasi (primary non-hydrothermal breccias; Corbett & Leach, 1995, p. 34). Sedangkan breksi (gunungapi) yang berhubungan dengan hidrotermal dan cebakan bijih (ore-related hydrothermal breccias) dibagi menjadi (1) Breksi hidrotermal magmatik (magmatic hydrothermal breccias), (2) Breksi freatomagmatik (phreatomagmatic breccias), dan (3) Breksi freatik (phreatic breccias). Breksi hidrotermal magmatik dicirikan oleh masuknya bahan magma ke dalam proses breksiasi dan cairan bijih hidrotermal didominasi oleh komponen magmatik. Breksi freatik disini sebanding dengan breksi hidroklastika, yaitu fragmentasinya sebagai akibat letusan uap air panas (letusan hidroklastika atau letusan freatik). Sedangkan breksi freatomagmatik terbentuk sebagai akibat letusan freatomagmatik. Berhubung pembagian breksi ini lebih digunakan dalam eksplorasi mineral bijih, untuk lebih rincinya pembaca disarankan agar membaca banyak buku, antara lain yang ditulis oleh Corbett & Leach (1995).

Page 32: Panduan Deskripsi Batuan. g. API

32

Daftar Pustaka Bronto, S., 1999, Geokimia, Bahan ajar untuk mahasiswa Teknik Geologi STTNas

Yogyakarta, 100 h., tidak terbit. Bronto, S., 2001a, Volkanologi, Bahan ajar, Proyek Pembinaan Penelitian dan

Pengabdian pada Masyarakat, Direkt. Pembinaan dan Pengabdian pada Masyarakat, Ditjend. Dikti, Depdiknas, Jakarta, tidak terbit.

Bronto, S., 2001b, Volcanic debris avalanches in Indonesia, Proceed. The 3rd Asian Sympos. On Engin. Geol. And the environ. (ASEGE), Yogyakarta, Sept. 3-6, 449-462.

Bronto, S., Partama Md. & G. Hartono, 1994, Penyelidikan awal lava bantal Watuadeg, Bayat dan Karangsambung, Jawa Tengah, Seminar Geologi dan Geotektonik Pulau Jawa, sejak akhir Mesozoik hingga Kuarter, Jur. Teknik Geologi, FT-UGM, Februari, Yogyakarta.

Bronto, S., G. Hartono & D. Purwanto, 1998, Batuan longsoran gunungapi Tersier di Pegunungan Selatan, studi kasus di Kali Ngalang, K. Putat, dan Jentir, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, Prosid. PIT XXVII, 8-9 Des., Yogyakarta, 3.44 – 3.49.

Bronto, S., W. Rahardjo & G. Hartono, 1999, Penelitian Gunungapi Purba di Kawasan Kali Ngalang, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta serta implikasinya terhadap Pengembangan Sumberdaya Geologi, Prosid. Seminar Nmasional Sumberdaya Geologi, 40 Tahun (Panca Windu) Jurusan Teknik Geologi, FT-UGM, Yogyakarta, 20-21 Sept., 222-227.

Cas, R.A.F. and J.V. Wright, 1987, Volcanic successions, Modern and Ancient, Allen & Unwin, London, 528.

Corbett & Leach (1995 Cox, K.G., J.D. Bell & R.J. Pankhurst, 1978, The interpretation of Igneous Rocks,

George Allen & Unwin, London, 450 p. Ewart, A., 1982, The mineralogy and petrology of Tertiary – Recent orogenic volcanic

rocks : with special reference to the andesite – basaltic compositional range, in R.S. Thorpe (ed.), Andesite : Orogenic Andesites and Related Rocks, John Wiley Sons Ltd., New York, ppp. 25 – 95.

Fisher, R.V., 1961, Proposed classification of volcaniclastic sediments and rocks, Geol. Soc. Amer. Bull., 72, 1409-1414.

Fisher, R.V., 1966, Rocks composed of volcanic fragments, Earth Sci. Rev., 1, 287-298. Fisher, R.V. and H.U. Schmincke, 1984, Pyroclastic Rocks, Springer-Verlag, Berlin, 472. Fisher, R. V. & G.A. Smith, (Eds.), 1991, Sedimentation in Volcanic Settings, SEPM

(Society for Sedimentary Geology), Spec. Pub. No. 45, Tulsa, Oklahoma, USA, 257. Glicken, H., 1986, Rockslide-debris avalanche of May 18, 1980, Mount St. Helens

Volcano, Washington, PhD thesis, Univ. of California, Santa Barbara, 303. Macdonald, G. A., 1972, Volcanoes, Prentice-Hall, Englewood Cliffs, New Jersey, 510. Mathisen, M.E. & McPherson, J.G., 1991, Volcaniclastic deposits: Implications for

hydrocarbon exploration, in: R.V. Fisher & G.A. Smith (Eds.): Sedimentation in volcanic setting, SEPM (Society for Sedimentary Geology), Spec. Pub. No. 15, Tulsa, Oklahoma, USA, 27-36.

Page 33: Panduan Deskripsi Batuan. g. API

33

McPhie, J., M. Doyle & R. Allen, 1993, Volcanic Textures. A guide to the interpretation of textures in volcanic rocks, Centre for Ore Deposit and Exploration Studies, Univ. Tasmania, 196.

Peccerillo, A. & S.R. Taylor, 1976, Geochemistry of Eocene calc alkaline volcanic rocks from the Kastamonu area, northern Turkey, Contr, Min. Petr., 58, 63-81.

Pettijohn, F.J., 1975, Sedimentary Rocks, 3rd ed., Harper & Row Pub., New York, 628. Siebett, B.S., 1988, Size, depth and related structures of intrusions under stratovolcanoes

and associated geothermal systems, Earth Sci. Rev., 25, 291-390. Streckeisen, A.L., 1980, Classification and nomenclature of volcanic rocks,

lamphrophyres, carbonatites and melilitic rocks, IUGS Subcommission on the systematics of Igneous Rocks, Geol. Rundch., 69, 194-207.

Ui, T., 1983, Volcanic dry avalanche deposits – Identification and comparison with non-volcanic debris stream deposits, J. Volcanol. Geotherm. Res., 22, 163-197.

Ui, T., 1995, Characterization of debris avalanches associated with volcanic activity, paper presented at the Workshop on Debris Avalanche and Debris Flow of Volcano, Science & Technology Agency, National Research Institute for Earth Scientific and Disaster Prevention, 7-11 March, Tsukuba Center Inc., Tsukuba, Japan, pp. 15-20.

Ui, T. & H. Glicken, 1986, Internal structural variations in a debris-avalanche deposit from ancestral Mount Shasta, California, USA, Bull. Volcanol., 48, 189-194.

Ui, T., H. Yammoto & K. Suzuki-Tamata, 1986, Characterization of debris avalanche deposits in Japan, J. Volcanol. Geotherm. Res., 29,231-243.

Voight, B., H. Glicken, R.J. Janda & P.M. Douglass, 1981, Catastrophic rockslide avalanche of May 18, in P.W. Lipman & D.R. Mullineaux (Eds.), The eruption of Mount St. Helens, Washington, U.S. Geol. Surv. Pap., 98, 347-377.

Walker, R.G. & N.P. James, 1992, Facies models. Response to sea level change, Geol. Assoc. Canada.

Williams, H., 1941, Calderas and their origin, Univ. California, Berkely Publ. Geol. Sci., 25, 239-346.

Williams, H. and A.R. McBirney, 1979, Volcanology, Freeman, Cooper & Co., San Francisco, 398.

Williams, H., F.J. Turner & C.M. Gilbert, 1953, Petrography. An Introduction to the Study of Rocks in Thin Sections, W.H. Freeman and Co., San Francisco, 405 p.