pandangan jemaat gmim pniel bahu tentang kesetaraan antara laki-laki dan perempuan
TRANSCRIPT
1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG PEMIKIRAN DAN ALASAN PEMILIHAN JUDUL
Allah menciptakan langit dan bumi serta segala sesuatu yang ada di dalamnya.
Alkitab mencatat bahwa penciptaan itu berlangsung dalam enam hari. Hari ketujuh
merupakan hari perhentian. Sebagai manusia kita pun adalah merupakan salah satu dari
sekian banyak makhluk ciptaan Allah. Kita diciptakan secara khusus dan lebih mulia dari
segala ciptaan Allah yang lainnya. Allah menciptakan kita secara khusus karena segala
sesuatu diciptakan terlebih dahulu supaya kita bisa hidup di dalamnya. Semuanya itu bisa
kita lihat ketika menciptakan bumi tempat kita tinggal terlebih dahulu, supaya ketika
Allah menciptakan kita, kita memiliki tempat tinggal. Begitu pula dengan yang lainnya.
Allah menciptakan semua lebih dahulu dari manusia supaya manusia bisa mengelola,
memanfaatkan serta memeliharanya.Allah menciptakan kita lebih mulia daripada segala
ciptaan Allah yang lainnya, karena kita diciptakan segambar dengan Dia. Allah
memperlengkapi manusia dengan akal budi supaya manusia bisa mengenal-Nya serta
karya-Nya dalam hidup manusia.
Kekhususan dan kemuliaan itu adalah pemberian Allah kepada manusia. Yang
dimaksudkan dengan manusia itu adalah laki-laki dan perempuan. Keutuhan gambar
Allah dalam pribadi manusia tak bisa dipahami hanya dari satu sudut pandang saja (laki-
laki atau perempuan saja), tetapi harus dipahami dalam persekutuan keduanya. Jadi
kekhususan dan kemuliaan itu adalah pemberian Allah bagi laki-laki dan perempuan dan
dengan kata lain laki-laki dan perempuan dalam segala persamaan dan perbedaannya
sama kedudukannya. Yang satu tidaklah lebih utama dari yang lain
Seiring dengan perjalanan waktu, ada yang berubah ketika laki-laki dan
perempuan menjalankan pekerjaannya yang berbeda itu. Kaum laki-laki mulai merasa
bahwa sifat dan keistimewaan yang ada padanya merupakan alasan bagi mereka untuk
mendominasi kaum perempuan. Bagi mereka sifat dan keistimewaan dari kaum
perempuan hanyalah sebagai pelengkap saja dan dengan kata lain mereka mulai bersuara
bahwa merekalah yang utama. Anehnya sebagian besar dari kaum perempuan menerima
jati diri baru yang diberikan oleh kaum laki-laki terhadap mereka. Hal ini menyebabkan
munculnya budaya yang berpusat pada laki-laki (tidak hanya dalam masyarakat tapi juga
di sepanjang sejarah kekristenan). Budaya tersebut kemudian berkembang dan pada
2
akhirnya mendarahdaging dalam kehidupan manusia (laki-laki dan perempuan).
Perwujudan dari budaya yang berpusat pada laki-laki itu bisa kita lihat di dalam
pemikiran dan perlakuan yang mengutamakan kaum laki-laki dalam masyarakat.
Contohnya: yang lebih berhak berkarir dan menjadi seorang pemimpin adalah laki-laki
bukannya perempuan, menempuh jenjang pendidikan yang tinggi lebih diperuntukkan
bagi kaum laki-laki sedangkan bagi kaum perempuan tahu membaca dan menulis saja
sudah cukup, mempunyai anak laki-laki dianggap sebagai kebanggaan bagi keluarga
sedangkan mempunyai anak perempuan dianggap sebagai beban bahkan aib bagi
keluarga, dan masih banyak lagi contoh lain yang lebih mengutamakan kaum laki-laki
dan menomorduakan kaum perempuan.
Abad 20 merupakan sebuah era dimana suara kaum perempuan mulai jelas
terdengar dan dunia tidak lagi menutup telinganya. Banyak orang mulai menyadari
bahwa manusia yang utuh adalah manusia dalam hubungan yang dinamis antara laki-laki
dan perempuan. Mereka mulai menyadari bahwa kaum perempuan memegang peranan
penting dalam kelangsungan sejarah umat manusia, dan mereka menemukan bahwa
banyak hal yang tidak utuh (lengkap) apabila hanya dilihat dari satu sudut pandang saja
(sudut pandang laki-laki).
Gerakan-gerakan pembaharuanpun bermunculan dan salah satunya adalah
feminisme, yang dalam gereja dikenal dengan Teologi Feminis. Pengaruh dari teologi
feminis telah menyebabkan budaya yang berpusat pada laki-laki perlahan mulai
memudar dan budaya yang memahami kesetaraan antara laki-laki dan perempuan mulai
berlaku dalam masyarakat. Demikian pula yang terjadi dalam kehidupan jemaat GMIM
“Pniel” Bahu.
Namun yang menjadi permasalahan adalah sudah sejauh mana pandangan teologi
yang memahami kesetaraan antara kaum laki-laki dan kaum perempuan ini membawa
pengaruhnya terhadap jemaat yang dahulunya telah sekian lama hidup dalam budaya
yang lebih mengutamakan kaum laki-laki.
Dalam kelas mata kuliah Metodologi Penelitian Teologi, peneliti mendapat tugas
untuk membuat sebuah penelitian. Dilatarbelakangi oleh ketertarikan terhadap fenomena
yang telah peneliti sampaikan secara ringkas sebelumnya maka peneliti memilih judul
penelitian “PEMAHAMAN JEMAAT GMIM PNIEL BAHU TERHADAP
KESETARAAN ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN” sebagai judul penelitian.
3
B. IDENTIFIKASI, PEMBAHASAN, DAN PERUMUSAN MASALAH
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latarbalakang yang telah peneliti sebutkan dalam bagian
pendahuluan, maka identifikasi permasalahan yang ada adalah sebagai berikut:
1. Apakah yang menyebabkan pemikiran (budaya) yang mengutamakan kaum laki-laki
bisa mendarahdaging dahulunya di dalam kehidupan jemaat?
2. Apakah yang membuat pandangan teologi feminis sedikit atau banyak mampu
mempengaruhi atau merubah pamikiran (budaya) yang lebih mengutamakan kaum
laki-laki?
3. Pandangan teologi yang bagaimanakah yang masih diwarisi jemaat dari budaya yang
lebih mengutamakan kaum laki-laki?
4. Pandangan teologi yang bagaimanakah yang sekarang dipahami jemaat dari
pengaruh teologi feminis terhadap budaya yang memahami tentang kesetaraan
antara kaum laki-laki dan kaum perempuan?
5. Bagaimanakah merumuskan refleksi teologis tentang kesetaraan antara laki-laki dan
perempuan dalam jemaat?
Pembatasan Masalah
Ada beberapa masalah yang teridentifikasi, penelitian ini dibatasi hanya kepada
apakah yang menjadi refleksi teologis tentang kesetaraan antara laki-laki dan perempuan
dalam jemaat?
Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah pada bagian sebelumnya, maka perumusan
masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah merumuskan refleksi teologis tentang kesetaraan antara laki-laki dan
perempuan dalam jemaat?
4
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah tesebut, penelitian ini secara umum bertujuan untuk
mewujudkan hubungan yang dinamis antara laki-laki dan perempuan di dalam kesetaraan.
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pandangan teologi yang
berlaku dalam jemaat.
Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat secara teoritis sebagai aset dalam
pengembangan ilmu berteologi yang relevan, khususnya bidang ilmu teologi feminis.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan dasar dan sumbangan
pemikiran bagi setiap orang dalam mewujudkan hubungan yang dinamis antara laki-
laki dan perempuan di dalam kesetaraan.
D. METODOLOGI PENELITIAN
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Untuk pemecahan masalah penelitian ini, peneliti menggunakan hasil dari data
yang ditelaah melalui observasi, wawancara, kuesioner, dan studi pustaka, khususnya
yang berkaitan dengan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Dalam melakukan
penelitian, bentuk yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Strategi pendekatan
yang digunakan adalah strategi pendekatan analisis data.
5
2. Kehadiran Peneliti
Kehadiran peneliti dalam penelitian adalah sebagai partisipan penuh.
Kehadiran peneliti diketahui statusnya sebagai peneliti oleh subjek atau informan
3. Lokasi Peneltian
Penelitian dilakukan di jemaat GMIM “PNIEL” Bahu yang berlokasi di
Kecamatan Malalayang kelurahan Bahu. Secara singkat keadaan jemat GMIM
“PNIEL” Bahu digambarkan sebagai berikut:
Jemaat GMIM “PNIEL” Bahu terdiri dari 12 kolom, dengan 268 jumlah keluarga
dan 983 jumlah jiwa.
Jemaat GMIM “PNIEL” Bahu dekat dengan pusat kota manado.
4. Data dan Sumber Data
Jenis data yang dikumpukan dalam peneitian adalah data kualitatif, yaitu data
yang berbentuk kalimat atau kata. Data kualitatif yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah data yang bersumber dari Alkitab, observasi, wawancara, kuesioner, yang
diperoleh dari jemaat GMIM “PNIEL” Bahu serta studi pustaka yang bersumber dari
buku-buku Kristen dan materi-materi dari internet yang membahas tentang kesetaraan
antara laki-laki dan perempuan serta bahasan penunjang yang lain.
5. Populasi dan Sampel
Yang menjadi populasi dari penelitian ini adalah seluruh anggota jemaat
GMIM “PNIEL” Bahu. Yang menjadi sampel dari penelitian ini adalah kaum bapa,
kaum ibu, pemuda, dan remaja yang ada dalam jemaat GMIM “PNIEL” Bahu. Anak
sekolah minggu tidak dimasukkan dalam sampel karena alasan anak sekolah minggu
belum bisa menjadi sumber data dari data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
Dalam pengambilan sampel data penelitian, sampel data dibedakan dua kelompok
data, yaitu data yang diperoleh dari laki-laki dan data yang diperoleh dari perempuan.
6
Dalam penelitian ini sampel diambil memenuhi asas keterwakilan dari setiap unsur
yang terdapat dalam populasi.
BAB I
DATA LAPANGAN
Data Berdasarkan Observasi
Dari pengamatan yang peneliti lakukan, tingkat pendidikan formal anggota-anggota
jemaat, baik laki-laki maupun juga perempuan termasuk tinggi. Hampir seluruh anggota
jemaat yang lulus dari sekolah menengah atas melanjutkan studinya di perguruan tinggi. Di
antara anggota jemaat ada yang bergelar Doktor dan Professor, sedang sebagian besar sisanya
bergelar Sarjana dan Master serta masih sementara studi.
Tingkat pendidikan yang tinggi dari anggota jemaat ini mempengaruhi mereka dalam
mengkritisi pengaruh-pengaruh budaya yang tidak lagi relevan dengan konteks masa kini.
Dari apa yang peneliti amati di jemaat, budaya tentang laki-laki yang harus bekerja mencari
nafkah sedangkan perempuan mengurus rumah sudah mulai terkikis. Ada didapati perempuan
yang bekerja mencari nafkah dan laki-laki yang mengurus rumah seperti memasak dan
berbelanja.
Data Berdasarkan Kuesioner
Peneliti menyebarkan angket yang diisi oleh sampel. Pertanyaan dalam angket
bersifat opsinal. Data yang diperoleh melalui angket dikelompokkan ke dalam sampel laki-
laki dan sampel perempuan adapun hasilnya adalah sebagai berikut:
(lihat lampiran)
7
Data Berdasarkan Wawancara
Dari data yang diperoleh melalui angket, peneliti melanjutkannya dengan
mengadakan wawancara. Wawancara dilakukan untuk mengetahui latarbelakang yang
mempengaruhi responden dalam menentukan jawabannya.
Anak pertama harus anak laki-laki
Pertanyaan: “Jika anda adalah keluarga baru dan diajukan pertanyaan, maka jenis
kelamin yang anda harapkan dari anak pertama anda?” dibuat untuk mengetahui masih ada
atau tidakkah pandangan dalam jemaat yang menggangap bahwa anak laki-laki lebih penting
dari anak perempuan.
Berdasarkan angket, setengah dari responden laki-laki memilih anak laki-laki.
Meskipun secara keseluruhan sebagian besar sisanya memilih laki-laki dan perempuan sama.
Setelah melakukan wawancara diperoleh kesimpulan bahwa jawaban-jawaban yang memilih
anak laki-laki tersebut merupakan warisan dari budaya sebelumnya yang sudah menjadi
kebiasaan, namun telah mengalami pergeseran makna. Hal itu tidak lagi hanya berarti bahwa
bagi mereka anak laki-laki lebih penting dari anak perempuan namun lebih kepada kebiasaan.
Meskipun mereka memahami bahwa anak laki-laki dan perempuan adalah pemberian Tuhan
dan mereka akan tetap menerima dan memberikan perlakuan yang sama pada mereka. Jadi
dapat disimpulkan bahwa mereka telah mengetahui nilai kesetaraan antara laki-laki dan
perempuan hanya saja mereka telah terbiasa dengan budaya yang membentuk mereka.
Orangtua sebagai pendidik
Pertanyaan: “Sipakah yang paling anda idolakan diantara ayah dan ibu anda?” dibuat
untuk mengetahui sejauh mana peranan ayah maupun ibu dalam proses kedewasaan seoarang
anak. Jika seorang anak lebih mengidolakan salah satu dan bukan kedua orangtuanya maka
dapat disimpulkan bahwa figur orangtua tersebut (ayah atau ibu) pastilah lebih dominan
dalam kehidupannya dan dengan demikian maka nilai-nilai didikan darinyalah yang akan
lebih mempengaruhi pribadi orang tersebut, bahkan mungkin sampai mendarahdaging dalam
kehidupan orang tersebut.
8
Dari wawancara diperoleh kesimpulan bahwa baik ayah maupun ibu memiliki
peranan yang penting dalam kehidupan responden. Itu terlihat dari jawaban resonden
sebelumnya yang sebagian besar mengidolakan ayah dan ibu mereka. Sebagian responden
yang menjawab hanya salah satu dari orangtua mereka memiliki alasan lebih kefaktor pribadi
yang patut diteladani daripada faktor pengaruh budaya.
Posisi Pemimpin
Pertanyaan: “Menurut anda jabatan seorang pemimpin lebih tepat dipegang oleh?”
bermaksud untuk mengetahui ada atau tidakkah nilai-nilai budaya yang menganggap bahwa
jabatan seorang pemimpin itu harus dipegang oleh laki-laki dan bukan perempuan.
Menurut angket, sebagian besar responden menganggap bahwa laki-laki dan
perempuan layak untuk menjadi seorang pemimpin. Berdasarkan wawancara kepada mereka
alasan mereka adalah karena sudah banyak contoh kepemimpinan perempuan yang baik dan
banyak juga didapati kepemimpinan dari laki-laki yang tidak baik.
Untuk responden yang menjawab laki-lakilah yang layak menjadi seorang pemimpin
(44% responden laki-laki memilih jawaban ini) dilatarbelakangi oleh alasan budaya, yaitu
warisan pemikiran dari orangtua seperti dalam pandangan laki-lakilah yang harus menjadi
kepala rumah tangga, menghidupi anak dan isteri, dll. Selain itu pandangan responden
terhadap Alkitab juga mempengaruhi jawaban mereka. Salah satu alasan mereka yang lain
adalah karena dalam Alkitab paling banyak didapati contoh kepemimpinan dari laki-laki
bukannya perempuan.
Untuk responden yang menjawab perempuan alasan mereka adalah karena menurut
mereka banyak sekali kepemimpinan dari laki-laki yang tidak benar dan karena itu
perempuanlah yang lebih tepat memegang posisi pimpinan.
Faktor kepercayaan
Pertanyaan: “Menurut anda orang yang paling bisa menjaga rahasia adalah?”
bermaksud untuk mengetahui kebenaran dari pandangan yang berlaku dalam masyarakat
9
yang menganggap bahwa perempuan identik dengan kebiasaan bergosip dan karena itu tidak
bisa menjaga rahasia.
Dari wawancara yang dilakukan terhadap orang yang menjawab laki-laki dan
perempuan bisa menjaga rahasia (50% responden laki-laki dan 63% responden perempuan),
diperoleh kesimpulan bahwa baik laki-laki dan perempuan bisa menjaga rahasia. Menurut
mereka berbicara mengenai soal menjaga rahasia itu adalah masalah pribadi dan tidak ada
kaitannya dengan laki-laki dan perempuan.
Dari wawancara yang dilakukan terhadap responden yang menjawab laki-laki yang
paling bisa menjaga rahasia (32% responden laki-laki dan 27% responden perempuan),
diperoleh kesimpulan bahwa alasan mereka menjawab demikian karena alasan adanya
pandangan yang mengidentikkan perempuan dengan bergosip.
Sebagian kecil dari responden yang menjawab perempuan yang paling bisa menjaga
rahasia, dikarenakan sifat atau karakter perempuan yang suka mendengar dan asik untuk
diajak berbicara.
Kerjasama antara laki-laki dan perempuan
Dari Pertanyaan: “Menurut anda orang yang paling cocok diajak berkerjasama
adalah?”, diperoleh dua jawaban mayor yaitu bagi laki-laki sebagian besar menjawab laki-
laki dan perempuan bisa karena dalam pekerjaannya sehari-hari laki-laki sudah biasa
bekerjasama dengan sesamanya laki-laki ataupun perempuan. Sedangkan bagi perempuan
sebagian besar mereka menjawab perempuan karena dalam aktivitasnya sehari-hari mereka
paling sering berinteraksi dengan sesama mereka.
Laki-laki mengerjakan pekerjaan perempuan dan perempuan mengerjakan pekerjaan laki-
laki
Dari pertanyaan: “Menurut anda pantaskah seorang pria mengerjakan pekerjaan
dapur?” dan “Menurut anda pantaskah seorang wanita mengerjakan pekerjaan ‘kasar’ ”,
diperoleh kesimpulan bahwa baik laki-laki maupun perempuan bisa menerima kalau
seandainya laki-laki itu mengerjakan pekerjaan perempuan namun mereka sulit menerima
10
kalau seandainya perempuan mengerjakan pekerjaan laki-laki. Dari hasil wawancara didapati
kesimpulan bahwa hal ini disebabkan oleh adanya pembatasan pekerjaan berdasarkan
budaya. Laki-laki mengerjakan pekerjaan perempuan dapat diterima oleh budaya tapi tidak
demikian dengan perempuan mengerjakan pekerjaan laki-laki, apalagi khususnya pekerjaan
“kasar”.
Kesaksian Alkitab tentang laki-laki dan perempuan
Pertanyaan: “Menurut anda siapakah yang lebih utama menurut kesaksian Alkitab?”,
mencoba mengangkat tentang pandangan jemaat terhadap kesetaraan antara laki-laki dan
perempuan berdasarkan Alkitab.
Dari angket yang dijalankan, sebagian besar responden menjawab bahwa Alkitab
mengutamakan baik laki-laki maupun perempuan. Berdasarkan wawancara alasan mereka
adalah bahwa pesan Alkitab adalah untuk semua orang, tidak hanya untuk laki-laki ataupun
perempuan saja tetapi untuk kedua-duanya.
Dalam wawancara terhadap mereka yang menjawab laki-laki, alasan mereka
menjawab demikian adalah karena Alkitab banyak kali menekankan tentang laki-laki dan
juga tentang sebutan Bapa kepada Allah, bukannya ibu. Sedangkan yang menjawab
perempuan lebih pada alasan subjektif.
Wibawa Alkitab
Pertanyaan: “Setujukah anda dengan kesaksian Alkitab tersebut (nomor delapan)?”,
menunjukkan sejauh mana jemaat memandang wibawa Alkitab sebagai sumber kebenaran
yang dipercayai. Sebagian besar responden menjawab setuju dan hanya beberapa yang
menjawab kurang setuju. Dari hasil wawancara mereka yang setuju beralasan bahwa Alkitab
adalah sumber kebenaran dan tidak dapat salah. Apa yang dikatakan Alkitab adalah benar,
yang bisa salah adalah orang yang menafsirkannya. Sedangkan yang menjawab kurang setuju
adalah responden perempuan yang ketika diwawancarai mereka bukannya tidak menghargai
kewibawaan Alkitab, yang mereka tidak setujui adalah beberapa teks Alkitab yang terkesan
lebih mengutamakan kaum laki-laki, contohnya dalam 1 korintus 11:3-9.
11
Kesetaraan antara laki-laki dan perempuan
Pertanyaan terakhir yaitu: “Kesimpulan anda, setarakah derajat (nilai) dari laki-laki
dan perempuan itu?”, dimaksudkan untuk mengetahui pandangan jemaat tentang kesetaraan
antara laki-laki dan perempuan. Berdasarkan jawaban yang diperoleh dalam angket, semua
responden perempuan mengakui kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Baik laki-laki
dan perempuan yang mengakui kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, setelah
diwawancara mereka menjawab demikian karena beberapa alasan, yang pertama adalah
berita keselamatan yang diperuntukkan bagi semua orang, yang kedua adalah emansipasi
wanita.
Sedangkan sebagian kecil responden yang menjawab tidak setara, setelah
diwawancarai diketahui bahwa mereka beranggapan demikian karena menurut mereka
memang demikian seharusnya. Mereka juga menggunakan beberapa contoh dalam Alkitab
untuk membenarkan pendapat mereka. Namun hal itu bukan berarti bahwa mereka
memandang diskriminatif terhadap perempuan, melainkan lebih kepada pemberian nilai
terhadap baik laki-laki maupun perempuan. Contohnya laki-laki yang ideal itu seperti ini, dan
perempuan yang ideal itu seperti ini.
BAB II
STUDI PUSTAKA
Pengertian Jemaat
Sehubungan dengan judul penelitian kami, yaitu “Pemahaman Jemaat GMIM Pniel
Bahu terhadap kesetaraan antara laki-laki dan perempuan”, maka memahami terlebih dahulu
tentang pengertian jemaat akan sangat membantu dalam memahami penelitian kami.
Berikut adalah pengertian tentang jemaat:
Jemaat adalah suatu perkumpulan yang terdiri dari orang-orang beriman yang berbakti kepada Tuhan, (Kis 7:38; Mat 16:18). Dapat ditinjau dalam dua segi pemandangan dalam Perjanjian Baru yang tak dapat dilihat, Ibr 12:23, dan yang dapat dilihat, Kol 1:24; 1Tim 3:5. Perkara yang dapat dilihat adalah suatu perhimpunan bersama kaum Kristen, misalnya seperti dinegeri Roma, Korintus, Efesus, dll. Yaitu mereka yang menjalani baptisan, memegang pengajaran Rasuli, pertobatan oleh iman, ikut serta dalam Perjamuan Kudus, berbakti bersama-sama.(http://alkitab.sabda.org/dictionary.php?word=jemaat)
12
Berdasarkan tata gereja GMIM, yang dimaksudkan dengan jemaat adalah persekutuan
orang-orang yang menyatakan diri sebagai anggota GMIM di suatu tempat dan lingkungan
tertentu. Anggota GMIM ialah mereka yang didaftarkan dalam jemaat-jemaat GMIM.
Dihubungkan dengan judul penelitian kami, maka yang dimaksud dengan jemaat
GMIM Pniel Bahu adalah persekutuan orang-orang yang menyatakan diri sebagai anggota
GMIM di Jemaat GMIM Pniel Bahu yang namanya terdaftar sebagai anggota jemaat.
Teologi feminis
Pengertian dari teologi feminis adalah sebuah cabang ilmu Teologi yang berbicara
tentang Allah dari perspektif perempuan, oleh perempuan dan tentang perempuan.
Teori feminis senatiasa mengutamakan hubungan dan bersifat inklusif. Kenyataan ini
sangat menarik dalam kebudayaan Indonesia yan tidak suka pemikiran eksklusif, melainkan
suka mengabungkan ini dan itu. Hal ini hanya berbeda dengan tradisi dimana pemikiran
feminis tidak menyamakan ini dan itu tetapi melihatnya sebagai keberlainan yang patut
dihormati, agar supaya hubungan satu sama lain itu nyata.
Feminisme mengakui perbedaan antara laki-laki dan perempuan tetapi menolak
dominasi kaum laki-laki bahkan pun kaum perempuan atas warga masyarakat lainnya.
Feminisme tidak menginginkan dominasi kaum perempuan atas kaum laki-laki, tetapi
mencita-citakan suatu hubungan yang dinamis kritis dan kreatif. Dapat dikatakan pula bahwa
kaum feminis meninggalkan tentang pemikiran yang bersifat ekslusif, tetapi mencari
pemikiran yang inklusif yang maksudnya menerima kepelbagaian sebagai kekayaan dan
dorongan untuk mencari kebenaran yang lebih dalam dan utuh.
Kaum feminis menekankan bahwa Alkitab dibentuk oleh kaum laki-laki dalam
budaya patriarkal, sehingga banyak pengalaman dan pernyataan ditafsirkan oleh kaum laki-
laki dari sudut pandang patriarkal. Usaha penafsiran dari abad ke abad dan penentuan kitab-
kitab mana yang diterima oleh umat menunjang pemahaman patriarkal dan meniadakan apa
yang masih tersirat tentang pengalaman perempuan atau, saat ia masih terpelihara, ia
ditafsirkan secara andosentris.
Sehingga akibatnya Alkitab menjadi sumber yang membenarkan konsep patriarkat
dalam masyarakat Yahudi dan Kristen. Alkitab menentukan iman dan jati diri Kristen dan
kitab yang merupakan dasar keterkaitan kita (pada tradisi patriarkal) serentak merupakan
sumber pembebasan kita, yaitu sumber utama kritik feminis terhadap penindasan patriarkal.
13
Inti berita Alkitab dan iman Kristen membebaskan, menyembuhkan dan membangun
manusia yang utuh menurut pola kasih dan keadilan Allah.
Dalam ibadah kebanyakan gereja, pembacaan Alkitab dibuka dan ditutup dengan
perkataan seperti “Dengarkanlah Firman Allah” atau “Demikianlah Firman Allah”. Maksud
di balik itu adalah bahwa dalam naskah yang dibaca itu Allah dapat berfirman melalui Roh-
Nya. Kaum feminis tidak dapat menerima paham bahwa Firman terikat bahkan terkurung
dalam kitab suci dan memperingatkan bahwa berdasarkan paham tersebut ayat-ayat yang
merendahkan perempuan diterima sebagai hukum kekal yang menentukan peran laki-laki dan
perempuan.
Kesetaraan antara laki-laki dan perempuan sebagai manusia yang utuh
Marie Claire Barth mengangkat tentang peranan perempuan yang tidak kalah penting
dengan laki-laki dalam bukunya “Hati Allah bagaikan Hati seorang Ibu”. “Perempuan ialah
manusia sepenuhnya dan harus diperlakukan demikian”. Keyakinan ini menyangkut dua segi,
yakni laki-laki dan perempuan, keduanya manusia setingkat dan sederajat dalam kesamaan
dan perbedaan mereka; mereka menghayati kemanusiaannya dalam hubungan timbal balik.
Perempuan dan laki-laki itulah yang dimaksudkan dengan manusia. Dalam kehidupan yang
mereka jalani, mereka memiliki peranan yang sama. Mereka membangun hubungan-
hubungan yang beranekaragam. Dalam hubungan-hubungan itulah manusia menjalankan
peranannya sebagai manusia seutuhnya, baik sebagai perempuan maupun juga laki-laki.
Hubungan-hubungan yang dijalankan oleh manusia itu membentuk jaringan hubungan yang
bisa berjalan dengan baik namun bisa juga terhambat. Jaringan hubungan itu yang terdiri atas
hubungan manusia dengan Allah, dengan sesama baik pribadi maupun dalam masyarakat,
dan juga dengan alam. (Barth-Frommel, Marie Claire: 2006)
Penelitian kami ini berusaha menganalisis pandangan teologi yang ada dalam jemaat
yang berkaitan dengan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, dan hal itu dapat diselidiki
dalam jaringan hubungan dari jemaat itu sendiri.
14
BAB III
REFLEKSI TEOLOGIS
Identifikasi Masalah Teologis
Berdasarkan data lapangan untuk sementara dapat disimpulkan bahwa secara umum
ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan bukan pemasalahan yang umum berlaku
dalam jemaat. Hanya sebagian kecil saja yang beranggapan demikian. Berdasarkan data
lapangan dan studi kepustakaan pada bab 1 dan bab 2 maka permasalahan tersebut dapat
diidentifikasikan adalah sebagai berikut:
Adanya pemahaman teologi yang bersifat androsentris (berpusat pada laki-laki).
Adanya pengaruh budaya terhadap pandangan teologi jemaat.
Evaluasi Teologis
Dalam bagian ini dimuat tentang evaluasi terhadap permasalahan teoligis yang
berlaku dalam jemaat.
Adanya pemahaman teologi yang bersifat androsentris (berpusat pada laki-laki).
Meskipun tidak terlalu mencolok namun didapati dalam jemaat tentang pemahaman
teologi yang bersifat androsentris. Hal itu terlihat dalam penggunaan Alkitab yang
menekankan:
- Posisi pemimpin yang harus laki-laki sebagaimana dicontohkan dalam sebagian
besar contoh kepemimpinan dalam Alkitab.
- Penciteraan pribadi Allah yang maskulin karena dilatarbelakangi teks Alkitab
yang menyebut Allah dengan sebutan Bapa.
- Sudut pandang patriarkal sebagai satu-satunya sudut pandang dalam menilai
Alkitab.
Adanya pengaruh budaya terhadap pandangan teologi jemaat.
15
Pengaruh budaya dalam pandangan teologi jemaat terlihat dalam pemikiran maupun
penerapan dari budaya itu sendiri dengan makna yang masih kental ataupun sudah bergeser.
Hal itu terlihat dalam:
- Batasan dari budaya bagi laki-laki dan perempuan yang memberikan gambaran
tentang laki-laki yang ideal dan perempuan yang ideal
Refleksi Teologis
Setelah mengevaluasi permasalahan teologis yang ada dalam jemaat maka dapatlah
dirumuskan refleksi teologis tentang kesetaraan antara laki-laki dan perempuan bagi jemaat
sebagai berikut:
- Contoh-contoh kepemimpinan yang banyak didominasi oleh kaum laki-laki dalam
Alkitab bukanlah alasan yang membenarkan bahwa seorang pemimpn yang ideal
itu haruslah laki-laki. Contoh-contoh tersebut lebih dilatarbelakangi oleh hal-hal
sebagai berikut:
a. Konteks budaya masa itu yang menempatkan kaum laki-laki diatas kaum
perempuan.
b. Penulis naskah-naskah Alkitab yang di dominasi oleh kaum laki-laki
sehingga sudut pandang mereka (yaitu sudut pandang laki-laki) melatar
belakangi tulisan-tulisan Alkitab.
c. Komunitas pembaca yang pada masa itu di dominasi para laki-laki dimana
laki-laki merupakan imam dalam keluarga dan para isteri atau perempuan
nanti mendengar dari laki-laki setelah mereka membacanya.
Karena itu hal yang harus direfleksikan dalam bagian ini adalah keteladanan
tokoh-tokoh dalam menjalankan kepemimpinan mereka. Bukan persoalan
mengenai laki-laki dan perempuan.
- Teks Alkitab yang menyebut Allah dengan sebutan Bapa tidak bisa menjadi dasar
dalam penciteraan pribadi Allah yang maskulin saja. Penyebutan Bapa
dipengaruhi pula oleh budaya patriarkal. Oleh karena itu perlu ditekankan pula
penciteraan pribadi Allah yang feminin. Hal itu dapat dilihat dalam teks-teks
Alkitab yang menceritakan tentang karya pemeliharaan Allah. Karena itu yang
harus direfleksikan adalah bagaimana memahami penciteraan Allah yang utuh
berdasarkan Alkitab. Yaitu citra yang maskuli yang nampak dalam keadilan-Nya
16
dan penghukuman-Nya, namun juga citra yang feminin yang nampak pula dalam
kasih dan pemeliharaan-Nya.
- Sudut pandang penafsiran Alkitab yang patriarkal tentu saja menghasilkan tafsiran
yang patriakh pula. Karena itu diperlukan sudut pandang penafsiran yang feminis
untuk merefleksikan nilai-nilai tentang perempuan yang terdapat dalam Alkitab,
yang tersembunyi ataupun sengaja disembunyikan karena pengaruh latar belakang
budaya patriarkal pada waktu naskah itu ditulis.
- Batasan dari budaya bagi laki-laki dan perempuan yang memberikan gambaran
tentang laki-laki yang ideal dan perempuan yang ideal tidak bisa diterima.
Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang diciptakan serupa dengan gambar
Allah, tidak bisa dipahami sendiri-sendiri. Mencoba untuk memahami gambar
Allah hanya dari satu sudut pandang saja tidak akan bisa menggambarkannya.
Karena itu kemanusiaan yang utuh adalah dalam relasi yang dinamis antara laki-
laki dan perempuan. Budaya yang membatasi tentang apa yang boleh dan tidak
boleh dilakukan oleh laki-laki dan perempuan tidak menampakkan nilai
kemanusiaan. Contohnya: laki-laki tidak boleh mengerjakan pekerjaan perempuan
dan perempuan tidak boleh mengerjakan pekerjaan laki-laki, laki-laki tidak boleh
menangis karena yang boleh menangis hanya perempuan, perempuan tidak boleh
memerintah dan mengambil keputusan karena yang boleh melakukannya adalah
laki-laki. Kesemua contoh ini tidak menampakkan nilai-nilai kemanusiaan yang
utuh karena itu yang harus direfleksikan adalah bagaimana baik laki-laki maupun
perempuan menghayati keutuhan mereka sebagai makhluk ciptaan Allah dalam
relasi yang dinamis antara keduanya.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Laki-laki dan perempuan memang diciptakan berbeda, memiliki karakter yang
berbada dan juga cara yang berbeda pula dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab
mereka. Namun perbedaan itu bukanlah alasan bagi masing-masing pihak untuk merasa
lebih dari yang lain. Perbedaan itulah yang seharusnya menjadi pendorong baik bagi laki-
laki maupun juga bagi perempuan untuk berkerjasama dalam menjalankan kemanusiaan
17
yang utuh, yaitu sebagai laki-laki dan perempuan yang diciptakan Allah serupa dengan
gambar-Nya. Berbicara soal kesetaraan, kesetaraan tidaklah terletak pada kesamaan, yaitu
setara kalau apa yang bisa dilakukan oleh yang satu dapat pula dilakukan oleh yang lain.
Tapi kesetaraan terletak pada penghargaan dan pengakuan dalam kesamaan atau
perbedaan dan dalam kesanggupan atau ketidaksanggupan, bahwa laki-laki dan
perempuan itu diciptakan setara oleh Tuhan.
B. SARAN
Dari penelitian ini jelas bagi kita bahwa penafsiran atas Alkitab memegang
peranan yang penting. Penafsiran yang benar dapat merubah budaya primitif sehingga
kekristenan dapat masuk di dalamnya dan penafsiran yang keliru juga dapat
menjerumuskan jemaat ke dalam perpecahan dan kehancuran. Karena itu marilah kita
bersama mendasarkan pemahaman teologi kita pada penafsiran Alkitab yang benar.
DAFTAR PUSTAKA
Alkitab terbitan LAI.
Barth-Frommel, Marie Claire. Hati Allah bagaikan Hati seorang Ibu. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2006.
Tata Gereja GMIM
Kamus Alkitab Online. http://alkitab.sabda.org/dictionary.php?word=jemaat
18
LAMPIRAN-LAMPIRAN
ANGKET
Responden
- Laki-laki = 16
- Perempuan = 19
1. Jika anda adalah keluarga baru dan diajukan pertanyaan, maka jenis kelamin
yang anda harapkan dari anak pertama anda adalah:
a. Laki-laki 8 1
b. Perempuan 1 2
c. Laki-laki dan perempuan sama saja 4 14
d. Tidak tahu 3 2
2. Siapakah yang paling anda idolakan diantara ayah dan ibu anda:
a. Ayah 4 2
b. Ibu 1 2
c. Ayah dan ibu 10 14
d. Tidak ada 1 1
3. Menurut anda jabatan seorang pemimpin lebih tepat dipegang oleh:
a. Laki-laki 7 2
b. Perempuan 1 1
c. Laki-laki dan perempuan bisa 8 16
d. Tidak tahu 0 0
4. Menurut anda orang yang paling bisa menjaga rahasia adalah:
a. Laki-laki 5 5
b. Perempuan 3 2
c. Laki-laki dan perempuan bisa 8 12
d. Tidak tahu 0 0
5. Menurut anda orang yang paling cocok diajak berkerjasama adalah:
a. Laki-laki 4 3
b. Perempuan 1 9
c. Laki-laki dan perempuan bisa 11 7
d. Tidak tahu 0 0
6. Menurut anda pantaskah seorang pria mengerjakan pekerjaan dapur:
a. Pantas 8 14
b. Kurang pantas 8 5
c. Tidak pantas 0 0
19
d. Tidak tahu 0 0
7. Menurut anda pantaskah seorang wanita mengerjakan pekerjaan ‘kasar’:
a. Pantas 1 3
b. Kurang pantas 7 9
c. Tidak pantas 8 7
d. Tidak tahu 0 0
8. Menurut anda siapakah yang lebih utama menurut kesaksian Alk itab:
a. Laki-laki 7 3
b. Perempuan 0 1
c. Laki-laki dan perempuan 9 15
d. Tidak tahu 0 0
9. Setujukah anda dengan kesaksian Alkitab tersebut (nomor delapan):
a. Setuju 14 16
b. Kurang setuju 1 3
c. Tidak setuju 0 0
d. Tidak tahu 1 0
10. Kesimpulan anda, setarakah derajat (nilai) dari laki-laki dan perempuan itu:
a. Setara 13 19
b. Tidak setara 3 0
c. Tidak tahu 0 0
Laki-laki Perempuan