pancasila di masa yang akan datang(1)
TRANSCRIPT
PANCASILA DI MASA YANG AKAN DATANG
Untuk Memenuhi Tugas Mata Ajar : Pancasila
Dosen Pembimbing : Koesoemadji, SH, M.Si
Disusun Oleh :
Raden Heri Riswanto
Isa Tri Edi
Makruf Subkhi
Agustin Ayu
Nur Asyiatul Janah
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGOROSEMARANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara merupakan kesepakatan politik para penemu
ketika negara Indonesia didirikan. Namun dalam perjalanan panjang kehidupan berbangsa
dan bernegara, Pancasila sering mengalami berbagai deviasi dalam aktualisasi nilai-nilainya.
Deviasi pengamalan Pancasila tersebut bisa berupa penambahan, pengurangan, dan
penyimpangan dari makna yang seharusnya. Walaupun seiring dengan itu sering pula terjadi
upaya pelurusan kembali.
Sumber dari segala sumber hukum di Indonesia adalah Pancasila, dalam penegakan
hukum di negara kita tidak lepas dari Pancasila. Penegakan hukum di Indonesia dengan
berkembangnya kemajuan di bidang hukum baik hukum pidana maupun hukum perdata
sedikit mulai sedikit mulai pergeseran atau mengalami penyimpangan dari Pancasila.
Realita dalam kehidupan sekarang hukum bisa diperjual belikan, bagi mereka yang
mempunyai financial yang cukup dapat melakukan apapun walaupun melanggar hukum yang
berdasarkan Pancasila. Seorang yang jelas terbukti melakukan tindakan hukum misalnya
korupsi, penipuan, penyalahgunaan obat terlarang dapat bebas dari jeratan hukum, namun
bagi masyarakat yang tidak mempunyai financial yang cukup tidak berdaya dan harus
mengikuti atau menaati hukum yang berlaku.
Makalah ini akan membahas pelanggaran penegakan hukum di negara kita, jadi hukum
belum berlaku adil bagi masyarakat kita, dimana masih sering berbagai deviasi dalam
memberlakukan hukum.
B. Tujuan
Makalah ini merupakan suatu upaya langkah awal yang sederhana kearah penegakan
hukum di Indonesia yang berdasarkan Pancasila sebagai dasar Negara, dengan harapan agar
Pancasila tidak lagi menjadi sekedar dasar pembenaran kegiatan seorang oknum ataupun
peafsiran yang kurang baik dari Pancasila tetapi benar-benar dapat ditindaklanjuti ke dalam
penegakan hukum yang berasaakan Pancasila.
C. Rumusan Masalah
Berikut beberapa permasalahan yang penulis angkat dalam pembuatan makalah ini : Penegakan
hukum di Negara Indonesia apakah sudah sesuai dengan Pancasila.
BAB II
PEMBAHASAN
Kondisi serba paradoksal di dalam lembaga penegakan hukum sedang menjadi
gugatan publik negeri ini. Banyak kasus-kasus ketidakadilan hukum yang terjadi di negara
kita. Keadilan yang seharusnya diposisikan secara netral, dimana setiap orang memiliki
kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali. Namun, keadaan sebaliknya
terjadi di Indonesia. Bagi masyarakat kalangan bawah (lower class), perlakuan ketidakadilan
sudah biasa terjadi bahkan menjadi santapan setiap hari. Sedangkan bagi masyarakat
kalangan atas (higher class) atau dalam kejahatan kerah putih (the white collar crime) seperti
korupsi dan suap-menyuap, atau pokoknya semua orang yang mempunyai kekuasaan sulit
rasanya menjerat mereka dengan tuntutan hukum
Contoh kasus ketidakadilan dalam hukum (diskriminasi hukum) itu adalah kasus
warga miskin di Bojonegoro, pasangan suami-isteri Supriyono dan Sulastri ini. Dimana
mereka disidang di pengadilan dengan tanpa memiliki dasar hukum yang kuat dan terancam
mendapatkan hukuman tujuh (7) tahun penjara. Keduanya pun juga harus hidup terpisah di
dalam LP Bojonegoro selama lebih dari tiga bulan. Supriyono dan Sulastri mendekam di
tahanan karena dituduh mencuri setandan pisang, senilai Rp. 15.000,00. Keduanya dilaporkan
Maskun selaku pemilik pisang, serta Bambang dan Muis ke polisi. Akibat laporan itu,
keduanya pun diproses secara hukum lewat pengadilan. Saat keduanya menjalani sidang di
Pengadilan Negeri Bojonegoro, pada tanggal 19 Januari 2010. Terdakwa yang tergolong
tidak mampu ini pun didampingi enam penasehat hukum. Mereka prihatin, karena pasangan
suami-istri itu dituduh tanpa punya bukti yang kuat. Seperti saat jaksa menghadirkan ketiga
saksi, Maskun, Bambang dan Muis, di ruang sidang. Ketiganya tidak bisa menjawab
pertanyaan penasehat hukum, sehingga sempat mendapat cemoohan pengunjung. Proses
hukum atas kasus ini pun terasa janggal. Meski tidak ada bukti Supriyono-Sulastri telah
mencuri setandan pisang, polisi dan jaksa tetap memproses kasus ini. Kasus ini pun sudah
didamaikan di tingkat Rukun Tetangga (RT) dan desa yang disaksikan pihak kepolisian.
Namun pasangan suami istri ini tetap dimeja-hijaukan.[1]
Dapat kita ketahui melalui kasus di atas bahwa mencuri setandan pisang saja
mendapatkan ancaman hukuman yang berat, lalu apa yang kita lihat di sekitar kita ,
bagaimana yang terjadi dengan para the white collar crime yang tak pernah pernah diadili
sampai selesai dan adapun jika ternyata dihukum akan mendapatkan hukuman yang ringan,
atau dapat memesan sel atau ruang tahanan terbagus dan dapat keluar masuk Lembaga
Pemasyarakatan (LP) semaunya sendiri. Inilah sebenarnya yang menjadi diskriminasi hukum,
yang mana penegakan hukum tidak memihak kepada rakyat kecil yang ada di Indonesia.
Begitu sulitnya menjerat mereka dengan segala tuntutan hukum dan bukti-bukti yang sekuat
apapun. Kasus hukum yang sangat berbelit-belit seperti itu juga yang menghancurkan
kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia, serta memalukan sistem
hukum serta keadilan di Negara Indonesia tercinta kita ini. Lalu dimana bedanya seorang
koruptor dengan mereka para pencuri pisang.
Contoh kasus Menghadapi kasus Century dan Hambalang saja KPK sudah tersendat-
sendat sekalipun telah diperoleh lebih dari 50 keterangan saksi dan alat bukti lainnya.
Kongkalikong yang merupakan fenomena tahun 1950-an di Indonesia mencuat kembali
dalam bentuk yang lebih transparan, tanpa malu-malu, di era reformasi sesuai dengan era
kebebasan informasi dan transparansi. Tiga pihak berperan penting dalam kongkalikong,
yaitu oknum pejabat eksekutif, oknum pejabat legislatif, dan pihak korporasi (swasta). Dalam
kasus ini pada dasarnya saya juga tidak membenarkan tindakan pencurian tersebut dan tidak
pula membela perbuatan yang dilakukan oleh pasangan suami istri ini. Akan tetapi yang
menjadi pertanyaan besar kita saat ini adalah dimana keadilan hukum itu, dimana prinsip
kemanusian itu. Seharusnya para penegak hukum mempunyai prinsip kemanusiaan dan
bukan hanya menjalankan hukum secara positifistik. Inilah dinamika hukum di Indonesia
yang kita nikmati saat ini, dimana yang menanglah yang mempunyai kekuasaan, yang
mempunyai banyak uang, dan yang mempunyai kekuatan. Mereka pasti aman dari gangguan
hukum meskipun aturan negara mereka langgar. Orang kecil yang salah satunya adalah
pasangan suami istri Supriyono dan Sulastri ini, yang hanya melakukan tindakan pencurian
kecil langsung ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Sedangkan para pejabat negara yang
melakukan korupsi uang negara milyaran rupiah bahkan triliunan dan memberikan banyak
kerugian pada negara, dapat berkeliaran dengan bebasnya dan bahkan mendapatkan LP yang
mewah selayaknya hotel berbintang lima.
Agar tidak saling suap-menyuap atau budaya Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN)
dalam setiap penanganan hukum. Kita harus tetap optimis dan terus mendukung supremasi
hukum di negeri ini karena pada beberapa catatan nasional pasca reformasi 1998 telah ada
kemajuan secara bertahap yang dapat kita berikan apresiasi positif dalam proses hukumnya,
seperti pengusutan kasus-kasus korupsi pejabat-pejabat negara. Para penegak hukum harus
melaksanakan dan menjadikan hukum sebagai alat dalam mensejahterakan masyarakat,
dimana hukum harus dijadikan sebagai perubahan kearah kehidupan masyarakat yang lebih
sempurna, demi terwujudnya masyarakat adil dan makmur. Dengan kesadaran individu dan
masyarakat, serta pemerintah tidak pandang bulu dalam memberlakukan hukum ditengah-
tengah masyarakat, kemungkinan Indonesia menjadi negara maju dengan kemajuan di segala
bidang atau aspeknya bukan lagi menjadi suatu angan-angan belaka. Tingkat kredibilitas
pancasila dalam kasus ini mulai dipertanyakan, dimana sila ke empat dalam pancasila yang
berisikan tentang keadilan sosial bagi seluruh rakyst indonesia, jika dalam aplikasinya di
bidang hukum tidak adil.
Pancasila memiliki beberapa fungsi antara lain berfungsi sebagai pandangan hidup
bangsa yaitu Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa merupakan suatu penggabungan dari
nilai-nilai hidup dalam masyarakat indonesia dan berakar pada budaya dan pandangan hidup
masyarakat.
Pancasila sebagai dasar negara RI yaitu Pancasila merupakan suatu nilai serta norma
untuk mengatur pemerintahan negara, konsekwensinya seluruh pelaksanaan penyelenggaraan
negara terutama segala peraturan perundang-undangan termasuk proses reformasi dijabarkan
dari nilai-nilai Pancassila, maka pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum.
Terakhir Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara RI yaitu Pancasila diangkat dari nilai-
nilai adat istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai-nilai religius yang terdapat dalam
pandangan hidup masyarakat sebelum membentuk negara dengan kata lain materi pancasila
tidak lain diangkat dari pandangan hidup masyarakat indonesia sendiri. Pancasila adalah
ideologi bangsa yang masih layak dipertahankan. Pancasila dapat dijadikan sarana
membangun harmonisasi antar komunitas, kelompok dan individu. Pancasila juga dapat jadi
landasan untuk membangun kehidupan multikultural berkarakter Indonesia. Hanya dengan
cara seperti itulah Pancasila dapat aktual dan selalu sesuai dengan perkembangan zaman.
Pancasila juga masih sakti dan ampuh untuk mencegah Bangsa Indonesia dari perpecahan.
Membantu bangsa ini menyelesaikan kompleksitas masalahnya dan mempersatukan bangsa
Indonesia
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pancasila terdapat 3 nilai yang pertama nilai dasar yaitu suatu nilai yang
bersifat amat abstrak dan tetap, yang terlepas dari pengaruh perubahan waktu dan
merupakan prinsip, yang bersifat amat abstrak, bersifat amat umum, tidak terikat
oleh waktu dan tempat, nilai instrumental merupakan nilai dalam Pancasila yang
dapat dan bahkan harus disesuaikan dengan tuntutan zaman, namun nilai
instrumental haruslah mengacu pada nilai dasar yang dijabarkannya, nilai praksis
merupakan nilai yang terkandung dalam kenyataan sehari-hari, berupa cara
bagaimana rakyat, penjabat legislative, edukatif dan eksekutif melaksanakan nilai
Pancasila. Nilai-nilai tersebut dari masa kemasa Pancasila dijabarkan para
pemimpin Indonesia dengan pemikiran mereka masing-masing, dan digunakan
untuk menegaskan tujuan mereka. kredibilitas yang luar biasa.
B. Saran
Bangsa Indonesia agar menjadi semakin maju dan kesalahan-kesalahan masa
lalu tidak terulang kembali, sudah sewajibnya para pemimpin bangsa Indonesia
ini lebih menegaskan penjabaran dari Pancasila agar tidak terjadi simpang siur
pemahaman yang nantinya hanya akan digunakan oknum-oknum tertentu untuk
membenarkan tindakan mereka.
Sumber:
1. http://www.tempo.co/read/fokus/2012/11/21/2657/Kontroversi-Soal-Boediono-di-
Kasus-Century
2. http://nursyam.sunan-ampel.ac.id/?p=2760
3. http://romysyaputra.wordpress.com/tag/apakah-pancasila-dan-undang-undang-
dasar-1945-masih-relevan-menjadi-landasan-sistem-politik-negara-indonesia/