panca yama bratha

29
Oleh : Nyoman Sumantra, S.Pd - Medan, Agustus 2014 -

Upload: nyoman-sumantra

Post on 19-Jan-2016

385 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

Lima cara pengendalian diri agar tidak terjebak dalam tindakan yang berakibat buruk dalam kehidupan kita di dunia yang dapat menghasilkan penderitaan dan kesedihan.

TRANSCRIPT

Page 1: Panca Yama Bratha

Oleh : Nyoman Sumantra, S.Pd

- Medan, Agustus 2014 -

Page 2: Panca Yama Bratha

PANCA YAMA BRATA

Panca Yama Brata adalah lima jenis pengendalian diri pada tingkat awal

untuk mencapai kesempurnaan dan kesucian jasmani. Panca Yama Brata

adalah langkah awal untuk bisa membebaskan diri dari perbuatan yang tidak

baik dan akan membawa pada kemampuan mengendalian pikiran serta

menyucikan bathin.

B. BAGIAN – BAGIAN PANCA YAMA BRATA

1. Ahimsa

2. Brahmacari

3. Satya

4. Awyawaharika

5. Asteya atau Astenya

1. Ahimsa

Ahimsa berarti tidak membunuh ataupun menyakiti. Menurut ahimsa

mengajarkan untuk tidak melakukan perbuatan, perkataan, dan pikiran

yang dapat menyakiti orang ataupun mahluk lainnya. Melakukan

perbuatan seperti menyakiti sangat dilarang oleh Agama Hindu. Apabila

perbuatan. Perkataan, ataupun pikiran yang menyakitkan itu dilakukan

tentunya akan terus membekas dalam alam pikiran yang akan membuat

sipelaku selalu dalam keadaan bingung dan gelisah. Dengan keadaan

seperti itu maka suatu ketenang pikiran tidak akan bisa tercapai.

Page 3: Panca Yama Bratha

Cerita terkait Ahimsa.

Ketika Hanoman pergi kepada Sita untuk menyampaikan berita bagus,

ia berkata: “Ibu! Saya ingin menyampaikan berita baik kepadamu. Raksasa

ini yang memberikan Ibu penderitaan begitu lama sewaktu ditahan di

Alengka juga harus dibunuh. Aku akan sangat senang melakukannya dan

menjadikannya beberapa bagian. Ibu berikanlah aku ijin untuk

melakukannya. “Sita kemudian berkata : “Anakku! tidak alas an untuk

menyalahkan mereka. Mereka hanya menjalankan perintah dari tuan

mereka. Jadi, ini merupakan kesalahan mutlak tuannya dan bukan

mereka.”Sita kemudian menceritakan sebuah cerita kepada Hanuman.

Pada suatu hari eorang pemburu pergi ke hutan untuk berburu harimau.

Namun harimau melihatnya dan mengejarnya. Pemburu itu lari dan

memanjat sebuah pohon. Harimau itu dengan sabar menunggunya di

bawah pohon sedangkan pemburu menunggu harimau itu pergi.

Pemburu kemudian melihat keatas dan melihat seekor beruang pada

dahan yang lebih tinggi. Harimau bertanya kepada beruang,”O beruang!

Ini adalah mangsaku yang telah aku kejar dalam jarak yang cukup jauh. Ia

sekarang telah memanjat pohon. Jatuhkanlah mangsaku turun, sehingga

aku dapat memangsanya.” Beruang kemudian menyahut,”O harimau!

Pohon ini adalah tempat tinggalku. Pemburu datang ke tempatku minta

perlindungan sebagai tamu. Adalah merupakan kewajibanku untuk

menyelamatkannya. Dari saat ini aku tidak dapat menjatuhkannya.“

Page 4: Panca Yama Bratha

Namun harimau masih tidak mau menyerah dan pergi. Sejenak beruang

mulai tidur. Harimau kemudian bertanya kepada pemburu:”O pemburu!

aku hanya tertarik pada makanan. Adalah tidak menjadi masalah apakah

itu engkau atau yang lainnya. Aku akan membebaskanmu dan

membiarkan kamu pergi, apabila kamu mau menjatuhkan beruang yang

tidur itu untukku. Aku akan memakannya setelah itu aku pergi sesuai

kehendakku.” Pemburu ini pikirannya dipenuhi dengan kejahatan. Pikiran

yang mementingkan diri sendiri untuk menyelamatkan dirinya sendiri, jadi

ia menjatuhkan beruang itu ke bawah. Beruang yang malang, ketika jatuh

ke bawah, menggapai sebuah dahan dan selamat dari kematian. Ini adalah

pertolongan yang diberikan kepada orang yang baik. Beruang adalah jiwa

yang baik, dan Tuhan telah menyelamatkannya. Adalah tidak baik

membalas kebaikan dengan kejahatan. Beruang secara perlahan naik ke

atas. Harimau kemudian bertanya kepada beruang: ”Oh beruang!

Meskipun menunjukkan kebaikan kepada pemburu itu, ia telah

membalasnya dengan menyakitimu. Ia merupakan seseorang yang tidak

memiliki perasaan terima kasih, dengan melupakan kebaikan yang kau

lakukan. Mulai saat ini adalah bijak jika kau menjatuhkannya.” Kemudian

beruang menjawab: ”anakku! setiap dosa manusia adalah miliknya,

kebaikan juga adalah miliknya. Ia akan mendapatkan buah dari

perbuatannya. Berbuat baik adalah sifatku, berbuat buruk adalah sifatnya.

Ia akan menderita akan dosanya; aku akan mendapat buah dari

kebaikanku. Aku tidak dapat menjatuhkannya.

Page 5: Panca Yama Bratha

Sita kemudian melanjutkan : ”Sama halnya, sifatku adalah cinta kasih.

Hanuman, walaupun mereka membuatku menderita, aku tidak berharap

membuatnya mati karena itu. Membuat masalah adalah sifat mereka.

Penderitaan dengan memaafkan adalah sifatku. Mulai sekarang,

janganlah menyalahkan mereka.” Hanuman sangat terkesan

mendengarnya.

2. Brahmacari

Brahmacari merupakan masa menuntut ilmu. Tarafan hidup dengan tahapan

belajar dibedakan atas dua masa yaitu :

Brahmacari saat usia lajang atau belum menikah;

Brahmacari pada masa berumah tangga.

Pada masa brahmacari yang memiliki pengertian pertama tersebut adalah

masa menuntut ataupun masa belajar dari guru dan sastra agama. Pada

masa ini harus benar-benar belajar tanpa menghiraukan kehidupan duniawi,

dalam artian bahwa pada masa ini kita harus mampu mengendalikan diri dari

segala godaan nafsu dunia agar konsentrasi dalam belajar dapat tercapai.

a) Sukla Brahmacari (tidak menikah seumur hidup)

Pada suatu hari ketika raja Sentanu berjalan-jalan ke tepi sungai

Yamuna, tiba-tiba terciumlah olehnya bau harum yang memenuhi

angkasa, raja Sentanu mencoba mencari sumber bau harum yang suci

Page 6: Panca Yama Bratha

itu dan tiba-tiba menemukan seorang gadis yang sangat jelita seolah

dewi kahyangan turun ke dunia.

Seorang resi telah memberi berkah kepada gadis itu yang

menyatakan bahwa mulai sejak itu juga bau harum suci memancar

keluar dari tubuh mungilnya. Wajah gadis yang begitu cantik

membuat raja Sentanu timbul asmara cinta yang meluap-luap. Raja

Sentanu meminta gadis itu untuk menjadi permaisurinya. Gadis itu

menjawab :”daulat tuanku hamba hanyalah putri seorang nelayan.

Hamba persilahkan paduka datang dan mendapatkan persetujuan

dari ayah saya. Ayah gadis itu berkata kepada raja Sentanu : ”Daulat

tuanku, adalah kewajiban seorang gadis untuk menikah dan tuanku

adalah orang yang sangat berharga baginya. Namun sebelumnya,

paduka harus berjanji terlebih dahulu bahwa putra lelaki yang

dilahirkan oleh anak gadis hamba hendaknya dinobatkan menjadi

raja.”

Kendatipun raja Sentanu begitu cinta pada gadis anak nelayan itu,

namun baginda raja tidak mengucapkan janjinya pada saat itu, karena

masih teringat bahwa semuanya berarti ia harus menyisihkan

putranya, Devadrata anak dewi ganga yang sebenarnya yang berhak

atas tahta kerajaan. Raja Sentanu kembali ke kerajaan dengan

perasaan sedih. Keadaan itu membuat raja kelihatan termenung dan

raut muka raja juga kelihatan pucat. Devavrata bertanya kepada

ayahnya namun karena merasa malu terhadap anaknya. Devawarata

Page 7: Panca Yama Bratha

yang setia pada ayahnya akhirnya bertanya kepada kusir kereta

ayahnya. Dan ketika ia menanyakan barulah ia mengetahui bahwa

sang ayah telah menjumpai gadis nelayan yang cantik di tepi sungai

Yamuna. Maka pergilah Devawrata menemui nelayan itu seraya

menghampiri si gadis jelita atas nama ayahnya. Nelayan itu sujud dan

berkata:” daulat putra mahkota, bahwa anak hamba berhak menjadi

permaisuri raja Sentanu dan anaknya nantinya yang menjadi putra

mahkota. Namun tuanku sendiri telah dinobatkan menjadi raja

menggantikan beliau dan hal inilah yang membuat perkawinan ini

mustahil. Devawrata berkata: “Saya berjanji bahwa putra yang

dilahirkan oleh anak bapak akan menjadi raja dan saya akan turun

tahta. Nelayan itu berkata: “putra mahkota, engkau sangat bijaksana

dan sangat setia kepada ayahmu dan adalah pahlawan besar. Tuanku

boleh ambil anak hamba untuk dipersembahkan kepada baginda raja

ayahanda. Namun demikian hamba tidak menyangsikan bahwa tuan

akan memenuhi janji tuan. Tetapi apakah yang hamba pakai dasar

pegangan untuk menguatkan harapan hamba bahwa putra-putra

tuanku akan menyerahkan hak mereka atas tahta kerajaan? Putra-

putra tuanku pastilah pahlawan besar dan akan menjadi sulit untuk

menahan kehendak mereka atas kerajaan dengan kekuatan dan

kekerasan. Inilah keraguan yang selalu mencemaskan hati hamba.

Ketika Devawrata mendengar pernyataan yang sangat sukar ini

dan mengingat kesetiannya pada ayahnya, iapun dengan semua

Page 8: Panca Yama Bratha

kesuciannya memutuskan untuk melepaskan dirinya dari segala

hidup keduniawian dan kemudian bersumpah dihadapan nelayan

tersebut :”Saya berjanji tidak akan kawin seumur hidup dan

seluruh hidupku akan kuperuntukkan untuk pengabdian dan

kesucian”.

Seraya Devwrata mengucapkan sumpah janji, maka dari langit

jatuhlah kembang suci menaburi kepalanya dan terdengar suara dari

langit: “Bhisma, Bhisma, Bhisma”.

Maka sejak itulah Devawrata diberi gelar Bhisma yang berarti

lambang kesetiaan dan keteguhan.

Dari perkawinan Sentanu dengan Satyawati mempunyai dua putra

yaitu Citrangada dan Wichitrawirya. Wichitrawirya memiliki dua putra

yaitu Dristarastha dan Pandu dari masing-masing permaisurinya

Ambika dan Ambalika.

b). Sewala Brahmacari (menikah hanya sekali saja)

Dalam uttara kanda diceritakan ketika Rama telah dapat

menyelamatkan Sita dan mengalahkan Rahvana, beliau bertemu

dengan sahabatnya di Ayodhya dan berbincang-bincang banyak hal.

Tiba-tiba saja Rama berpaling dan bertanya kepada Bhadra dan

berkata,”Katakan padaku Bhadra apa saja yang dibicarakan oleh

rakyatku saat ini? Katakanlah. Bhadra mencakupkan tangannya dan

berkata,”Tuanku, hanya hal-hal yang baik saja yang dibicarakan orang

Page 9: Panca Yama Bratha

terhadap anda, namun. “Namun apa katakanlah Bhadra secara jujur,

pinta Rama. Ada beberapa orang yang berkata bahwa :”Rama telah

melakukan kesalahan dengan menerima kembali Sita karena lama

berada di Alengka. Bagaimana Rama yakin bahwa tak sekalipun Sita

dipaksa duduk dipangkuan Rahvana? Apakah Rama tidak merasa jijik

dimana Sita telah dijadikan mainan oleh raksasa. Rama terkejut,

berpaling pada yang lainnya,” katakan terus terang, apakah kalian

juga mendengar hal yang sama? Mereka semua bersujud dan

menjawab,”Benar, tuanku, apa yang dikatakan Bhadra benar adanya.

Dengan perasaan yang tak karuan, Rama berkata kepada saudaranya

yang duduk mematung dihadapannya. “Dengarkan kata-kataku

dengan baik! Namun inilah perasaan hati rakyat Ayodhya tentang aku

dan Sita. Mereka menyalahkan tindakanku; sikap mereka sungguh

menyakitkan. Lasmana ketika aku mengambil Sita aku juga berpikir;

bagaimana aku membawa Sita ke Ayodhya. Untuk menenangkan

hatiku dan disaksikan oleh para dewa Sita telah masuk ke kobaran api

kurban. Api membuktikan dia suci dan murni serta tidak ternoda.

Lasmana, besok pagi, dengan Sumantra sebagai kusirnya ajaklah Sita

dan tinggalkan dia diluar kerajaanku. Laksmana mengantarkan Sita

dan meninggalkannya untuk membuktikan kepada rakyat Ayodhya

bahwa ia masih suci. Sita ditinggalkan di dalam hutan dan tinggal di

asramnya Valmiki serta melahirkan anak kembar yaitu Kusa dan Lava.

Page 10: Panca Yama Bratha

Pada saat Rama mengadakan upacara persembahan kuda hitam. Para

hadirin dan rakyat banyak menyaksikan kurban ini. Dan disana hadir

dua anak Rama dengan menyanyikan kisah Ramayana. Hadir juga

Resi Valmiki yang diikuti oleh Sita dibelakangnya. Valmiki mendekati

Rama dan berkata,” Rama, ini adalah Sita yang setia dan tidak

ternoda, dia kautinggalkan karena engkau takut gunjingan rakyatmu.

Perintahkan dia Rama untuk membuktikan kesuciannya dihadapan

para hadirin disini. Rama memperhatikan Sita dengan sikap anjali. Ia

lalu berkata di hadapan hadirin dan rakyatnya” Dahulu Sita sudah

membuktikan kesuciannya sehingga aku menerimanya. Namun

rakyat masih juga meragukannya karenanya ia kubuang jauh. Rasa

takutku pada rakyar membuat aku melakukan ini. Ampuni aku,

brahmana, dengan ini kuumumkan bahwa Kusa dan Lava adalah

anakku. Sita melihat sekeliling hadirin dengan sikap tangan anjali.

Dan ia berkata :”Madhawa dewi, dewi dari bumi, aku minta

kepadamu…. Jika tidak pernah, bahkan dalam pikiran pun, mencintai

orang lain selain Rama, maka terimalah aku, Dewi, bawalah aku

kedalam dirimu. Jika dalam pikiranku, dalam kata-kata dan

tindakanku aku hanya memikirkan Rama dan hanya Rama seorng

saja, dewi bumi, terimalah aku. Jika memang benar aku tidak pernah

mengenal pria selain Rama, wahai dewi bumi, terimalah aku, bawalah

aku ke dalam dirimu.

Page 11: Panca Yama Bratha

Begitu Sita selesai mengucapkan kata-katanya, tiba-tiba bumi di

hadapan Sita terbelah. Sebuah tahta para dewa muncul, di atas ada

beberapa kepala naga yang berhiaskan permata. Dewi bumi muncul

dihadapan Sita. Sang dewi memeluk Sita, mendekapnya, dan dengan

hormat meletakkannya pada tahta. Bunga turun dari langit, bagaikan

hujan lebat. Perlahan-lahan disaksikan oleh para dewa, manusia, tahta

dengan Sita duduk diatasnya turun masuk ke dalam perut bumi.

Mereka menyaksikan, mereka ketakutan dan bumi menutup kembali.

Begitu Sita lenyap Rama menyambar sebatang kayu untuk dipegang.

Rama tidak mampu menahan kesedihan, air mata membanjiri pipinya.

Iapun menundukkan kepala. “Wahai bumi!”, “kembalikan Sita

kepadaku, kalau tidak aku marah dan menghancurkan semuanya.

Brahma yang ada dihadapan Rama, cepat menenangkan Rama yang

akan mengamuk itu. Akhirnya Rama mengumpulkan pertapa dan

berkata kepada anaknya, “Tanpa Sita dunia bagaikan padang pasir

kering. Aku tidak akan pernah kawin lagi. Rama menyuruh seorang

pematung ahli menciptakan patung Sita, terbuat dari emas. Patung

itu menyertai Rama dalam upacara agama.

3. Satya

Satya berarti setia, kejujuran, dan kebenaran. Satya ini harus dipelajari dan

dilaksanakan oleh setiap orang yang ingin mendapatkan kemajuan

Page 12: Panca Yama Bratha

kehisupan spiritual. Ajaran tentang kesetiaan, kejujuran dan menjaga suatu

kebenaran akan dapat dilakukan setelah terbiasa.

Ajaran satya ini dapat dibagi menjadi lima yang disebut dengan panca satya,

yaitu

a) Satya Wacana yaitu setia terhadap kata-kata. Artinya manusia harus

berbicara jujur, apa adanya dan sesuai dengan kebenaran. Kita harus

mampu menghindari dan mengendalikan diri dari perkataan yang tidak

benar, palsu ataupun memfitnah. Karena fitnah lebih kejam dari

pembunuhan.

Cerita tentang Satya Wacana…

Pada suatu hari Dewi Parvati bertanya kepada Siva,”Yang mulia!

Saya mendengar ada tempat suci untuk memuja Paduka yeng

bernama Kashi. Siapapun yang mengunjungi Kashi dan

mempersembahkan doa kepada paduka setelah mandi di sungai

Gangga akan mendapatkan pahala untuk dating ke Kailasa dan

tinggal disini selamanya. Benarkah itu? Siva menjawab,”Tidak semua

orang dapat memperolah pahala itu. Hanya berdoa dan

mempersembahkan doa kepada patungKu tidaklah cukup. Sekarang

Aku akan jelaskan kepadamu. Marilah kita pergi ke Kashi sebagai

pasangan jompo. Engkau harus melakonkan suatu drama!”

Siva dan Parvati menampakkan diri dihadapan pintu masuk pura

Siva. Parvati sebagai nenek berwajah buruk , dan Siva sebagai kakek

reyot. Siva membaringkan kepala Beliau di atas pangkuan Parvati dan

Page 13: Panca Yama Bratha

mulai mengerang karena karena amat kesakitan. Nenek tua itu

menangis tidak berdaya. Ia memohon kepada setiap ziarah dengan

berkata,”Oh, kalian, umat Tuhan! Lihatlah kesini, ini suamiku. Ia amat

kehausan dan mungkin akan meninggal setiap saat. Maukah anda

menolong mengambilakn air minum untuknya? Saya tidak bisa

meninggalkannya sendirian dan pergi mengambil air. “Para peziarah

keluar dari tempat pemandian setelah upacara mandi di sungai

Gangga. Pakaian mereka basah dan membawa air dalam wadah kecil

dari kuningan yang mengkilat. Mereka melihat dan mendengar

ratapan wanita itu. Beberapa orang berkata,”Tunggu, kami akan

mengurus suamimu setelah mempersembahkan air suci sungai

Ganga kepada Siva.

Beberapa orang berkata,”Oh, alangkah menjengkelkan! mengapa

para pengemis tidak membiarkan kita memberikan persembahan

dengan tenang. “Yang lain berkata, “Seharusnya para pengemis tidak

diijinkan duduk disini. “

Ada banyak orang yang berkerumun di dekat pintu masuk pura.

Seorang pencopet berjalan bersama beberapa peziarah. Ia juga

mendengar ratapan jompo itu. Ia tidak tega melihat oranbg tua yang

menderita dan nenek yang meratap. Ia berjalan menghampiri mereka

dan berkata, “Ibu, apa yang ibu kehendaki? Kalian siapa? Mengapa

kalian disini? “ nenek itu menjawab, “Nak, kami dating kesini untuk

mendapatkan penampakan Siva. Tiba-tiba suamiku sakit dan pingsan

Page 14: Panca Yama Bratha

karena amat kelelahan. Mungkin ia dapat bertahan hidup jika

seseorang menuangkan air kedalam mulutnya yang kering.

Keadannya demikian gawat untuk kutinggalkan pergi mengambil air.

Saya memohon kepada orang banyak agar menolong saya, namun

tiadak ada seseorang pun yang mau berbagi, walaupun mereka

membawa tempayan penuh air.” Pencuri itu merasa iba. Ia membawa

air sedikit di dalam tempat air dari labu kering. Wanita itu

menghentikannya dan berkata, “Nak, suamiku bisa meninggal setiap

saat. Ia tidak mau menermia air kecuali orang yang memberinya air

bicara benar.” Pencopet itu tidak bias memahami artinya. Ia berkata,

“ Ibu, katakanlah, apa yang saya harus lakukan?” Dengan tertawa sinis

ia berkata, “Ibu, selama ini saya belum pernah melakukan perbuatan

baik. Saya adalah seorang pencopet. Satu-satunya perbuiatan baik

adalah apa yang akan saya lakukan sekarang, memberikan air kepada

kakek yang sekarat ini. Ini benar.”

Dengan lembut, dituangkannya sedikit air kedalam mulut kakek

tersebut. Tidak lama setelah sipencopet melakukan hal ini, pasangan

tua itu lenyap dan sebagai gantinya berdiri Siva dan Parvati dalam

segala kemuliaannya. Siva berkata,”Nak, engkau selalu terberkati.

Tidak ada moralitas yang lebih luhur daripada mengatakan

kebenaran, dan tidak ada doa yang lebih ampuh daripada melayani

sesam manusia. Semua dosa yang kau lakukan selama ini teklah

diampuni karena satu perbuatan hari ini.”

Page 15: Panca Yama Bratha

Komentar : Jika kita mau mengucapkan kebenaran maka Tuhan

akan datang kepada kita.

b) Satya laksana yaitu yaitu setia pada perbuatan. Hidup sebagai

manusia yang dipengaruhi oleh triguna maka seringkali manusia tidak

mengakui apa yang telah ia lakukan. Dalam satya laksana yang

dipentingkan adalah bagaimana manusia mampu bertanggung jawab

atas apa yang telah dilakukan. Maka berani berbuat harus berani

bertanggung jawab. Manusia juga harus jujur dan selalu melakukan

perbuatan yang berdasarkan pada ajaran dharma. Segala bentuk

perbuatan yang adharma harus bisa dikendalikan dengan

menumbuhkan sifat satwam didalam diri.

Cerita tentang Satya Laksana…..

Raja Pariksith berkata,” Aku pergi ke hutan untuk berburu. Banyak

binatang yang terlihat namun mereka terpencar ketika kami

mendekat. Kelompok pemanah yang menyertai aku terpencar pula

mengejar mereka. aku jadi sendirian, jauh dari pengiringku. Aku

kelaparan, kehausan, panas yang menyengat menghabiskan

tenagaku. Akhirnya kutemukan pertapaan seorang yang bijaksana.

Sekarang kuketahui ia bernama Samika. Aku berteriak beberapa kali

untuk menarik perhatian orang yang di dalam, agar aku memperoleh

sedikit air minum. Tidak ada jawaban, dan tidak ada seorangpun yang

keluar. Maka akupun masuklah. Kulihat seorang yang pertapa yang

Page 16: Panca Yama Bratha

sedang duduk dengan tak acuh, tenggelam dalam sesuatu yang

baginya adalah meditasi, sedangkan bagiku adalah sikap yang sama

sekali tidak mengacuhkan kedudukan dan kebutuhanku. Kurasa

sesuatu lunak terinjak, ternyata adalah seekor bangkai ular. Pikiranku

teracuni dan timbullah sebuah akal untuk meletakkan bangkai ular itu

di lahernya dan dalah hatiku tersenyum. Itu adalah semacam

hukuman karena telah mengabaikanku. Aku meneruskan perjalanan,

kembali ke istana.

Namun putra pertapa itu melihat ayahnya dengan bangkai ular melilit

di lehernya! Ia tahu aku yang melakukannya. Maka ia pun

mengutukku,”Semoga raja tewas dipagut ular tujuh hari setelah

hari ini.” Tujuh hari! Betapa baiknya dia! Sebetulnya ia dapat

mengutukku agar mati seketika itu juga, namun ia telah memberiku

waktu tujuh hari untuk merenungkan Tuhan dan menyiapkan diri

pada kesadaran Illahi sehingga aku dapat mencapai tujuan! Sedikit

sekali orang yang mendapat pemberitahuan seminggu sebelum maut

menjemputnya.

Komentar : Ambillah buah atau tanggung jawab terhadap apa

yang telah kita lakukan dengan rasa syukur.

C) Satya Semaya yaitu yaitu setia terhadap janji. Seringkali dalam

kehidupan ini manusia memberikan janji namun sering sekali

melanggar janji itu dan tidak menepatinya. Ini harus dihindari, karena

Page 17: Panca Yama Bratha

sekali berbohong akan menimbulkan kebohongan yang lain. Tidak

mampu menepati janji akan selalu membawa kegelisahan dalam hati

dan pikiran sehingga ketenangan yang diharapkan pun tidak dapat

dicapai.

Cerita tentang Sathya Semaya…..

Jembatan ke Langka di bangun melintasi selat, agar Rama

bersama pasukan-Nya dapat berbaris menyeberanginya menuju

kearah Rahvana, raja raksasa, tempat Sita ditawan. Kera-kera yang

gagah berani mencabut gunung-gunung dan meloncat jauh ke

angkasa dengan menyangga puncak-puncak gunung tersebut di

bahu mereka, sehingga mereka dapat melemparkannya ke dalam laut

dan membuat jalan untuk Rama! Para kera membentuk barisan dari

himalaya di utara hingga ke ujung yang paling selatan, tempat

jembatan itu dibangun dengan cepat. Ketika jembatan itu selesai,

dengan cepat disampaikan bahwa tidak dibutuhkan lagi puncak-

puncak bukit lagi, maka setiap kera meletakkan kembali puncak bukit

pada tempatnya.

Akan tetapi sebuah bukit tidak mau dikembalikan. Ia mulai

meratapi nasibnya! “Mengapa aku dipindahkan dari tempatku dan

mengapa sekarang aku ditolak? Aduh! Aku demikian gembira ketika

aku harus membantu suatu tujuan Illahi; aku amat gembira karena

pasukan Rama dan Rama sendiri akan berjalan melintasiku. Sekarang

aku tidak berada disana. “Air matanya bercucuran. Berita itu sampai

Page 18: Panca Yama Bratha

kepada Rama, dan beliau amat berbelas kasihan. Ia berjanji bahwa

dalam wujud Avatar beliau berikutnya, beliau pasti memberkatinya.

Bukit ini adalah Govardhana yang diangkat oleh Rama sebagai

Krishna yang masih kecil dengan kelingking-Nya selama tujuh hari

penuh, untuk menyelamatkan para gembala sapi dari hujan lebat.

Komentar : Tuhan memberikan teladan bahwa Beliaupun harus

menepati janji yang telah dibuat.

D) Satya Hredaya yaitu yaitu setia pada kata hati. Seringkali kita dalam

melakukan dan berkata bertentangan dengan kata hati. Pikiran yang

tidak benar atau jahat harus dihindari. Karena pikiran yang tidak baik

akan mendorong manusia untuk berkata dan berbuat yang

bertentangan dengan kebajikan dan suara hati.

Cerita tentang Sathya Hredaya….

Raja Naabhaka memiliki seorang putra yang bernama Ambarisha.

Ambarisha adalah anak yang sangat pintar. Ia sangat memperhatikan

rakyatnya, dan memperlakukannya seperti anaknya sendiri. Baginya,

rakyatnya seperti bagian tubuhnya dan Tuhan adalah hatinya. Pada

suatu saat resi Vasistha dan resi Gautama menyuruh raja Ambarisha

melakukan Asvamedha Yadnya. Selama pelaksanaan yadnya

Ambarisha melupakan kerajaaanya dan bahkan tubuhnya. Ia

memusatkan pikirannya hanya pada Narayana. Pada akhir yadnya,

dewa Narayana memberkati Ambarisha dengan senjata-Nya sendiri

Page 19: Panca Yama Bratha

yaitu Sudarsana cakra. Beberapa waktu kemudian, disuruh oleh resi

Vasistha, Ambarisha melasanakan Dvadasi Vrata, sumpah 12 bulan.

Setelah melaksanakan disiplin dari Dvadasi Vrata, Ambarisha

melakukan puasa untuk mengakhiri Dvadasi Vrata. Buka puasa akan

dilakukan esok harinya, sesaat sebelum akhir tahun. Sesuai tradis

setelah ia membuka puasa, ia akan memberikan makan rakyatnya.

Ambarisha sudah siap untuk membuka puasanya. Resi Durvasa tiba-

tiba datang tanpa diharapkan. Ambarisha menghormatinya. Durvasa

berkata,” O raja, tidak ada seseorangpun di dunia ini melakukan

Dvadasi Vrata seperti yang kau lakukan. Kau akan mendapatkan nama

yang baik. Kerajaanmu akan selalu mendapatkan kedamaian.”

Ambarisha memohon,” Swami terimalah keramah tamahanku hari

ini.” Durvasa berkata,”dengan senang hati. Namun berikan aku

beberapa waktu. Aku akan pergi ke sungai, mandi dan menyelesaikan

doa sehari-hariku.” Sambil mengucapkan kalimat tersebut, Durvasa

pergi menuju sungai.

Ambarisha mulai merasa khwatir ketika Durvasa belum kembali

dalam waktu yang lama. Mengapa? Dilain pihak, etika dari tuan

rumah adalah tidak makan sebelum mempersembahkan makanan

kepada tamunya. Dilain pihak, aturan Dvadasi Vrata harus makan

sebelum waktu mencapai penghabisan tahun, yang mana telah

datang. Ambarisha rasa khawatinya mulai memuncak, Vasistha

menyarankan agar meneteskan beberapa tetes air Tulasi di mulutnya

Page 20: Panca Yama Bratha

sebagai simbul membuka puasa, Vasistha meyakinkan bahwa ia tidak

akan mendapatkan dosa atas perbuatannya.

Ambarisha akhirnya mendengar kata hatinya untuk meminum

beberapa tetes air Tulasi. Durvasa datang tepat pada waktu itu.

Durvasa kecewa dengan Ambarisha dan berkata,” Ambarisha kau

telah buta dengan kebanggaan diri!’ Ambarisha bertanya dengan

hormat,” resi yang mulia apa salah saya?” Durvasa berkata,” berani

sekali kau bertindak seperti orang tidak bersalah! Kau

mengundangku sebagai tamu dan makan sebelum kau melayaniku!

Ini bukanlah sifat dari keramah tamahan? Aku adalah seorang

maharesi, bukan tamu biasa! Akhirnya Durvasa mencabut satu helai

rambutnya dan memberikannya mantra. Raksasa yang seram muncul

dan mengangkat pedangnya untuk membunuh Ambarisha. Dengan

cepat Sudarsana cakra membunuh raksasa itu. Sudarsana cakra

kemudian mengejar Durvasa. Durvasa melarikan diri. Sudarsana cakra

mengejarnya ke hutan, sungai…..ke setiap tempat. Durvasa akhirnya

pergi ke Brahma loka mohon perlindungan, dewa Brahma bersabda :

“ Aku tidak berdaya. Aku tidak dapat melawan kehendak Narayana.

Kau tidak akan dapatkan perlidungan dari-Ku.

Durvasa kemudia pergi ke Kailasa. Dewa Siva juga mengatakan hal

yang sama kepada Durvasa. Durvasa akhirnya pergi ke tempatnya

Narayana. Narayana berkata,” O resi! Apakah kau tidak lihat

ketidakmampuan-Ku? Aku memang berkuasa namun Aku tidak dapat

Page 21: Panca Yama Bratha

menghilangkan berkat-KU : berkat yang dimiliki oleh seorang bhakta

yang menyerahkan semuanya kepada-Ku. Aku selalu tunduk kepada

bhakta-Ku. Ambarisha adalah salah satu bhakta-Ku. Ia telah

menyerahkan semuanya untuk-Ku dan ia hanya mencari-Ku.

Kekuatan cinta kasihnya melebihi kekuatan kehendak-Ku! Aku tidak

dapat menolongmu. Namun aku memberikanmu pemecahan.

Mintalah pengampunan pada Ambarisha.”

Setelah dinasehati oleh dewa Visnu, Durvasa melangkah menuju

Ambarisha dan sujud di kakinya. Ambarisha menjadi terkejut dan

malu. Ia berkata,”O resi yang agung! Kau kaya dengan olah tapa dan

kebijaksanaan. Tolong jangan menyentuh orang biasa seperti diriku.”

Durvasa menyela,” dalam ego aku telah bicara kasar kepadamu. Aku

telah membuat menderita tanpa mengetahui baktimu. Maafkanlah

aku.” Ambarisha kemudian berdoa atas keselamatan Durvasa,”O Deva

Visnu, Engkau adalah perwujudan kasih saying dan pemaaf. Kau maha

mengetahui dan maha kuasa. Tolong maafkanlah kesalahan resi

agung ini.” Hanya kemudian Sudarsana cakra berhenti mengjarnya.

Komentar : Kata hati merupakan suara Tuhan yang

selalu menuntun kita.

E) Satya Mitra yaitu yaitu setia terhadap sahabat. Artinya dalam

mencari sahabat hendaknya didasari atas kejujuran. Dewasa ini

kebanyakan manusia dalam mencari teman hanya untuk

Page 22: Panca Yama Bratha

kepentingan sendiri. Hal ini dikarenakan manusia hanya ingin

mencari keuntungan dalam pertemanan sehingga ketika pada

waktunya teman atau sahabat itu tidak memberikan suatu

keuntungan maka ia akan meninggalkan temannya. Sikap inilah

yang harus dikendalikan dan dihindari, karena tidak ada harta yang

lebih berarti dari sahabat yang baik.

Cerita tentang Sathya Mitra…..

Ketika Krishna bersama dengan Balarama menerima pelajaran

dari Resi Sandipani, beliau memiliki seorang sahabat yang

bernama Sudama. Pada akhir masa menuntut ilmu Krishna dan

Sudama berpisah sesuai dengan jalan hidupnya. Diceritakan

Brahmana Sudama hidup bersama dengan istrinya Kaliyani.

Mereka hidup sangat sederhana dan berbakti kepada Krishna.

Meskipun ia sangat miskin, ia tidak tertarik pada kekayaan, ia tidak

pernah mengeluh, juga tidak pernah menyalahkan Tuhan karena

kemiskinannya.

Kaliyani, istrinya mempunyai sifat sama dengan suaminya. Ia

hanya makan apa yang disisakan oleh suaminya. Karena miskinnya,

makanan yang disiapkan sangat terbatas dan akibatnya ia sangat

sedikit makan setiap hari. Puasa telah membuat ia lemah, namun

wajahnya tetap nampak tenang. Kaliyani sangat khawatir akan

kesehatan suaminya. Setelah mempertimbangkan dalam-dalam ia

memutuskan untuk menyampaikan kekahawatirannya. “Sudama,

Page 23: Panca Yama Bratha

suamiki tercinta,”katanya pada suatu hari Sri Krishna yang agung

adalah teman sepermainan kanda dahulu di pasraman Sandipani.

Sekarang beliau adalah raja agung di Dwaraka. Sudama

memandang wajah istrinya dengan rasa kasihan. Istirnya hanya

mengenakan pakaian sederhana dan itu merupakan pakaian sat-

satunya. Dan kini tampaknya ia ingin memohon sesuatu, karena itu

Sudama memberikan kesempatan pada istrinyauntuk

menyampaikan maksudnya lebih lanjut.

Kaliyani dengan nada terputus-putus dan lemah, melanjutkan

kata-katanya : “Suamiku, mengapa kanda tidak menghadap

kepada beliau. Sri Krishna pasti menganugrahkan kesejahtraan jika

beliau melihat kanda. Beliau pasti senang melihat kita dan

membebaskan kita dari kemiskinan. Kaliyani tertunduk dan takut

bahwa ia terlalu banyak bicara. Melihat sikap Kaliyani yang seperti

itu, Sudama semakin terharu dan kasihan. Sudama berpikir di

dalan hatinya. Istriku telah lama menderita dan penuh pengabdian.

Karena itu, sebaiknya saya memenuhi permintaannya. Selain itu

akan sangat menyenangkan dapat melihat teman yang telah

bertahun-tahun berpisah. Akhirnya Sudama melaksanakan saran

istrinya dan berkata :”Istriku, Kaliyani, saya akan pergi ke Dwaraka,

namun apakah dinda memiliki sesuatu sebagai oleh-oleh untuk

Krishna? Saya tidak dapat pergi dengan tangan kosong.

Page 24: Panca Yama Bratha

Kaliyani segera pergi meninggalkan rumahnya untuk meminta

beras pada tetangganya. Kaliyani menerima segengam beras

dengan rasa terima kasih walaupun ia tahu itu tidaklah cukup.

Dengan penuh hati-hati dan pikirannya hanya kepada Krishna,

setelah masak nasi itu dibungkus dengan kain tua dan diserahkan

kepada suaminya. Berbekal kantung yang berisi makanan itu

Sudama meninggalkan rumahnya dengan perasaan gembira.

Tidak lama dalam perjalanan akhirnya sampailah Sudama di

Dwaraka, Sudama tertegun menyaksikan keindahan kerajaan

Dwaraka. Kemudian ia melangkahkan kakinya menuju tempat

pasukan pengawal istana. Setelah melewati tempat ini, Sudama

menjumpai bangunan megah dan memasuki salah satu bangunan.

Aneh sekali, bahwa tidak seorangpun yang menegur dan melarang

dirinya. Akhirnya Sudama memasuki pintu utama istana disana

Sudama terpaku, badannya terasa kaku dan tidak dapat

digerakkan. Ia melihat Sri Krishna duduk didamping oleh Dewi

Rukmini. Begitu Sri Krishna melihat Sudama dating beliau

langsung meloncat dan berlari menyambut Sudama. Beliau

memeluk Sudama dengan hangat, air mata Krishna berjatuhan

seperti titik air jatuh di teratai. Sudama mengais sejadi-jadinya

karena kegembiraan yang mengharukan. Krishna memegang

tangan Sudama dan menuntunnya menuju ke tempat duduk

Krishna. Setelah duduk, Sri Krishna mencuci kaki Sudama yang

Page 25: Panca Yama Bratha

kotor dan air pembasuh itu dipecikan ke kepala beliau dank e

kepala Rukmini. Sementara itu Rukmini mengipasi Sudama

dengan kipas yang terbuat dari bulu merak. Alangkah

beruntungnya Sudama karena mendapat kehormatan dari Krishna.

Kemudian Krishna duduk disamping Sudama dan mulai bercerita

tentang masa kanak-kanaknya di pasraman Sandipani. Ketika

Sudama menceritakan kembali pengalaman mereka, tiba-tiba

Krishna melihat bungkusan kecil yang di bawa Sudama.

“Apakah kamu mempunytai hadiah untuk-Ku?”, kata Krishna

sambil tersenyum. Krishna melihat bahwa Sudama malu

memberikan bungkusan kecil itu yang brisi nasi yang agak basi.

“Sahabatku tercinta, aku pasti tidak menuntut sesuatu. Tetapi

sebuah hadiah kecil yang tulus dari penyembah-Ku, walaupun

kecil, bagi-Ku sebuah pemberian yang besar.” Setelah berkata

demikian, Krishna mengambil bungkusan kecil itu dan

membukanya dan membaginya dengan Rukmini. Ini nasi yang

sangat lezat! Hadiah ini tidak hanya memuaskan Aku namun juga

alam semesta!. Sri Krishna mengundangnya bermalam di Dwaraka.

Sudama tidak menolak dan baru pertama kalinya ia tidur di tempat

yang nyaman. Ketika pagi menjelang, Sudama minta ijin untuk

pulang menemui istrinya. Dalam perjalanan Sudama terus berpikir

tentang Krishna dan keberuntungannya bertemu dengan beliau.

Page 26: Panca Yama Bratha

Sambil membayangkan Krishna, Sudama segera tiba di

rumahnya. “Rumah? Ini bukan rumah yang sama ketika aku

meninggalkannya. Semuanya berubah.” Sudama bingung.

Gubuknya kini berubah menjadi istana dihiasi dengan taman yang

indah oleh bunga teratai.

“Mungkin ini bukan rumah saya,” pikir Sudama dalam hatinya.

“Jika ini rumah saya, apakah rumah ini akan memberikan

kebahagiaan?”. Pada saat itu ia melihat istrinya datang dengan

pakaian seperti dewi kemakmuran. Segera nampak keceriaan di

matanya ketika melihat istrinya. “Rumah ini”, pikirnya, merupakan

hadiah dari Sri Krishna. Beliau mengambil nasi basi dan

menukarnya dengan memberikan rumah dan harta yang

berlimpah. Saya mestinya tidak sombong dengan semua kekayaan

ini. Semua harta ini akan saya gunakan untuk melayani umat beliau

yang memerlukan. Saya tetap Sudama yang sederhana.

Komentar : Harta yang paling indah adalah teman yang baik.

4. Awyawahara

Awyawahara berarti tidak terikat pada kehidupan duniawi. Dalam kehidupan

ini harus mampu mengendalikan indria dari obyek duniawi. Karena bila indria

yang mengendalikan manusia maka ia akan terjerumus dalam kesengsaraan.

Kesengsaraan itu timbul dari dalam diri manusia yang tidak pernah merasa

puas terhadap hal-hal yang bersifat duniawi. Ketertarikan terhadap benda

Page 27: Panca Yama Bratha

duniawi akan membuat manusia selalu tenggelam dalam kebodohan dan

penderitaan. Bakti dan saranagathi adalah akibat terakhir yang akan

memberikan keberanian besar kepadamu untuk menghadapi kejadian yang

tidak disangka-sangka. Keberanian semacam itulah yang disebut

awyawahara.

Kisah mohajith adalah sebuah contoh yang bagus untuk jenis

awyawahara yang tertinggi. Mohajith, seorang pangeran, mengunjungi

seorang bijaksana di hutan dan mencari bimbingan di bidang spiritual. Orang

bijaksana itu bertanya apakah ia telah mengalahkan moha (hasrat akan

benda atau keterikatan pada benda), sesuai dengan arti namanya. Pangeran

itu menjawab ,tidak hanya dia, tetapi demikianlah orang di seluruh

kerajaannya! Maka orang bijaksana itu mulai menguji kebenaran

perkataannya. Diambilnya jubah pangeran itu dan dicelupkannya ke dalam

darah kemudian ia pun cepat-cepat pergi ke gerbang istana untuk

mengisahkan cerita yang mengerikan tentang terbunuhnya pangeran oleh

beberapa orang jahat di hutan. Pelayan yang di jumpainya tak mau cepat-

cepat menyampaikan berita itu ke istana, dengan alasan sebagai berikut: “Ia

telah lahir dan sekarang ia mati ; apakah keistimewaan dan pentingnya berita

ini sehingga saya harus menyela kebiasaan sehari-hari dan berlari menjumpai

Raja dan Ratu ?” Ketika akhirnya ia mendapatkan kesempatan berjumpa dan

dapat menyampaikan berita sedih itu pada ayah pangeran, Raja ini tetap

duduk dengan tenang dan berbisik pada dirinya sendiri: “Sang burung telah

hinggap di pohon untuk beristirahat.”

Page 28: Panca Yama Bratha

Ratu juga tidak bergerak hatinya. Ia berkata pada orang bijakana itu,

bahwa dunia ini adalah tempat penginapan para kafilah, tempat orang

datang dan tinggal semalam dan jika fajar menyingsing, maka satu demi

satu pergi kearah yang berlainan. Sanak keluarga adalah istilah yang

biasa digunakan untuk menyebut keterikatan ketika berkumpul di dalam

penginapan selama hubungan yang singkat. Istri pangeran yang mati itu

juga tidak terpengaruh; katanya: “Suami dan istri adalah bagaikan dua

potong kayu yang hanyut di sungai yang banjir; mereka terapung saling

berdekatan untuk beberapa saat dan jika ada arus lewat, mereka

berpisah. Masing-masing harus mengalir menuju ke laut dengan

kecepatan dan waktunya sendiri. Tidak ada gunanya sedih karena

mereka berdua berpisah. Memang harus demikian, itu adalah hal yang

paling wajar.”

Orang bijaksana itu amat gembira mengetahui kemantapan dan

ketulusan awyawahara antara yang memerintah dan yang di perintah. Ia

kembali ke hutan dan memberitahu pangeran bahwa ketika ia pergi,

kerajaannya diserang tentara musuh dan mereka membunuh semua

keluarga kerajaan, merampas kekayaannya dan rakyatnya dijadikan

budak. Berita itu diterimanya dengan tenang dan berkata: “ Semua ini

hanyalah gelembung, tidak abadi, lemah. Biarlah mereka pergi seperti

gelembung. Bimbinglah aku mencapai yang tidak terbatas, yang abadi.”

Page 29: Panca Yama Bratha

5. Asteya

Asteya berarti tidak mencuri atau memaksa milik orang lain.

Cerita terkait asteya…..

Seorang Ibu menggendong anaknya diatas bahunya ketika pergi

ke pasar. Seorang perempuan membawa keranjang buah lewat di

depannya. Anaknya mengambil sebuah pisang dari keranjang itu dan

mulai memakannya. Ibunya mengetahui hal ini, dan ketika diberitahu

bahwa dengan cerdik ia mengambil pisang itu dari penjual buah yang

lewat, ibunya memuji kecekatannya. Hal ini menyebabkan anak kecil itu

mempunyai kesenangan mencuri barang yang tidak seberapa harganya

dan setelah lebih besar mencopet kemudian benar-benar menjadi

maling dan kemudian ikut gerombolan perampok. Suatu kali ketika

sedang merampok, ia juga melakukan pembunuhan. Ketika ia ditangkap

dan dipenjarakan ia menyatakan keinginanya untuk betemu dengan

ibunya sebelum menjalani hukuman gantung. Ibunya yang menangis

meraung-raung dengan putus asa dibawa kehadapan putranya. Ia

tersedu-sedu menangisi nasib anaknya. Anaknya minta agar ibunya

mendekat. Tiba-tiba ia mencekik ibunya. Para pengawal memisahkan

mereka. anak itu berkata : “ Ia layak dihukum : karena ialah yang

menyebabkan kehancuranku. Jika saja ia menegurku ketika aku mencuri

pisang sewaktu masih berumur 2 tahun dan bukannya memujiku, aku

tidak akan terperosok melakukan perbuatan jahat.”