panca sila 03
TRANSCRIPT
Memaknai Pancasila sebagai Dasar Negara
Sejak Sebelum merdeka Pancasila dirumuskan dan kemudian sehari setelah merdeka ditetapkan
sebagai dasar negara. Keputusan itu diterima oleh semua pihak karena Pancasila memang
merupakan rumusan kompromi antara berbagai elemen yang berada di negeri ini. Namun
demikian Perjalanan pancasila dalam sejarah negeri ini tidaklah mulus. Masuknya Indonesia ke
dalam demokrasi liberal produk dari maklumat X yang kemudian disusul dengan penetapan
UUDS 1950 menempatkan politik Indonesia sebagai sistem liberal dengan multi partai dengan
sistem pemerintahan Parlementer telah menyimpang dari UUD 1945. Sidang konstituante yang
menempatkan semua UUD yang ada baik UUD 1945 maupun UUD 1950 sebagai UUD
sementara yang harus diubah, maka persoaalan dasar negara kemudian juga muncul kembali
partai-partai Nasional dan komunis mendukung dasar pancasila sementara Masyumi, NU, Perti
PSII dan partai islam lainnya mendukung Islam sebagai dasar negara. Ini antara lain salah satu
fase sejarah perjalanan Pancasila yang mesti dirunut. KH Muchid Muzadi (Mustasyar PBNU)
mencoba menjelaskan kenapa NU yanaga sejak awal telah mensepakati Pancasila sebagai
dasar negara sampai bisa mengikuti Masyumi menghendaki dasar Islam. Ada beberapa alasan,
pertama musuh bebuyutan NU yaitu PKI ikut mendukung Pancasila, maka NU khawatir
Pancasila tidak murni lagi dijadikan sarana manipulasi oleh komunis, saat itu Bung Karno juga
mulai akan memeras-meras Pancasila menjadi Trisila samapi Eka sila. Ini juga mengkhawatirkan
NU dengan nasib Pancasila yang seutuhnya, makanya NU kemudian memilih dasar Islam. Ketika
konstituante mengalami jalan buntu setelah dilakukan voting tentang dasar negara yang
kekuatannya berimbang, pihak NU mulai realistis, karena itu mencoba melalui pendekatan
dengan Bung Karno, kalau Kembali Ke UUD 1945 dan menjadikan Pancasila sebagai dasar
negara hendaklah Piagam Jakarta tetap dijadikan sumber inspirasi dan sumber hukum dan tetap
menjiwai UUD 1945. Tuntutan NU itu dipenuhi karena itu NU kemudian bersedia menjadi
pendorong kembali Ke UUD 1945 dan Penempatan pancasila sebagai dasar negara. Kembalinya
NU ke dasar pancasila itu sebenarnya telah dirumuskan oleh KH Achmad Siddiq pada tahun
1957 saat sidang Konstituante berlangsung, tetapi usulan itu tidak memperoleh tanggapan
serius. Usulan NU yang disampaikan oleh KH Saifuddin Zuhri dalam sidang Konstituante untuk
penempatan Piagam Jakarta sebagai jiwa dari UUD 1945 dan Pancasila sebagai dasar negara
tanpa mengabaikan nilai-nilai agama itu dianggap mampu mengurai persoalan pelik hubungan
agama dengan negara, yang dihadapi oleh semua partai agama saat itu. Jalan keluar yang
ditawarkan oleh NU itu dianggap langkah sangat cerdik, akhirnya partai-partai Islam yang selama
ini menghendaki dasar Islam bersedia menerima Pancasila dan UUD 1945.Ketika hubungan
agama dengan negara kembali mencuat setelah munculnya berbagai peristiwa komando jhad
dan gerakan teror lainnya di Indonesia yang terisnpirasi oleh Revolusi Islam Iran, tidak sedikit
kelompok yang memiliki aspirasi negara Islam muncul kembali. Gerakan Islam radikal juga
amulai marak hingga awal tahun 1980. Karena itu dalam Musyawarah Alim Ulama NU di
Situbondo tahun 1982 NU menetapkan Pancasila sebagai Asas organisasinya dengan beberapa
alasan antara lain :
Pertama, Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara republik Indonesia bukanlah agama, tidak
dapat menggantikan agama dan tidak dapat dipergunakan untuk menggantikan kedudukan
agama.
Kedua, Penerimaan dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dari upaya umat Islam
Indonesia untuk menjalankan syariat agamanya. Selanjutnya dikatakan bahwa NU berkewajiban
mengamankan pengertian Pancasila secara murni dan konsekwen. Kata mengamankan
pengertian pancasila menjadi komitmen NU hal itu tidak lain karena selama ini Pancasila
cenderung disalahartikan, s elama ini misalnya orde baru menggunakan Pancasila untuk
menstigma kelompok lain sehingga dijadikan alasan untuk menyingkirkan seseorang, padahal
Pancasila merupakan wadah kompromi bagi aneka macam bangsa Indonesia. Belum lagi kalau
selama ini kita mengaku Pancasila sebagai dasar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara,
tetapi dalam kenyatannya kita telah banyak mengingkari ketetapan itu. Karena itu pengertian
arah dan tujuan Pancasila perlu diamankan, perlu diluruskan, dan kini kewajiban kita, apakah
sistem politik kita, demokrasi kita sistem ekonomi kita dan sistem relasi sosial kita masih berpijak
pada Pancasila ini perlu kita periksa satu persatu, kalau kita masih mengakui Pancasila sebagai
dasar negara.
Pancasila sebagai Ideologi Negara
Ideologi secara praktis diartikan sebagai system dasar seseorang tentang nilai-nilai dan tujuan-
tujuan serta sarana-sarana pokok untuk mencapainya. Jika diterapkan oleh Negara maka
ideology diartikan sebagai kesatuan gagasan-gagasan dasar yang disusun secara sistematis dan
dianggap menyeluruh tentang manusia dan kehidupannya, baik sebagai individu, social, maupun
dalam kehidupan bernegara.
Pancasila sebagai Ideologi Terbuka, Pancasila jika dilihat dari nilai-nilai dasarnya, dapat
dikatakan sebagai ideologi terbuka. Dalam ideology terbuka terdapat cita-cita dan nilai-nilai
yang mendasar, bersifat tetap dan tidak berubah. Oleh kareanya ideology tersebut tidak
langsung bersifat operasional, masih harus dieksplisitkan, dijabarkan melalui penafsiran yang
sesuai dengan konteks jaman. Pancasila sebagai ideologi terbuka memiliki ideologi-ideologi
idealitas, normative dan realities.
Perbandingan antara Ideologi Liberalisme, Komunisme dan Pancasila
a. Liberalisme Jika dibandingkan dengan ideologi Pancasila yang secara khusus norma-
normanya terdapat di dalam Undang-Undang Dasar 1945, maka dapat dikatakan bahwa hal-hal
yang terdapat di dalam liberalisme terdapat di dalam pasal-pasal UUD 1945, tetapi Pancasila
menolak liberalisme sebagai ideology yang bersifat absolutisasi dan determinisme.
b. Ideologi Komunis Ideologi komunisme bersifat absolutisasi dan determinisme, karena
memberi perhatian yang sangat besar kepada kolektivitas atau masyarakat, kebebasan
individu, hak milik pribadi tidak diberi tempat dalam Negara komunis. Manusia dianggap
sebagai “sekrup” dalam sebuah kolektivitas.
c. Ideologi Pancasila Pancasila sebagai Ideologi memberi kedudukan yang seimbang kepada
manusia sebagai makhluk individu dan makhluk social. Pancasila bertitik tolak dari pandangan
bahwa secara kodrati bersifat monopluralis, yaitu manusia yang satu tetapi dapat dilihat dari
berbagai dimensi dalam aktualisasinya.
Makna Sila-Sila Pancasila
1. Arti dan Makna Sila Ketuhanan Yang Maha Esa Manusia sebagai makhluk yang ada di dunia
ini seperti halnya makhluk lain diciptakan oleh penciptanya. Pencipta itu adalah kausa prima
yang mempunyai hubungan dengan yang diciptakannya. Manusia sebagai makhluk yang dicipta
wajib melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya.
2. Arti dan Makna Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab Manusia ditempatkan sesuai
dengan harkatnya. Hal ini berarti bahwa manusia mempunyai derajat yang sama di hadapan
hukum. Sejalan dengan sifat universal bahwa kemanusiaan itu dimiliki oleh semua bangsa,
maka hal itupun juga kita terapkan dalam kehidupan bangsa Indonesia. Sesuai dengan hal itu,
hak kebebasan dan kemerdekaan dijunjung tinggi.
3. Arti dan Makna Sila Persatuan Indonesia Makna persatuan hakekatnya adalah satu, yang
artinya bulat, tidak terpecah. Jika persatuan Indonesia dikaitkan dengan pengertian modern
sekarang ini, maka disebut nasionalisme. Oleh karena rasa satu yang sedemikian kuatnya,
maka timbulah rasa cinta bangsa dan tanah air.
4. Arti dan Makna Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan Perbedaan secara umum demokrasi di barat dan di Indonesia
yaitu terletak pada permusyawarata. Permusyawaratan diusahakan agar dapat menghasilkan
keputusan-keputusan yang diambil secara bulat. Kebijaksaan ini merupakan suatu prinsip
bahwa yang diputuskan itu memang bermanfaat bagi kepentingan rakyat banyak.
5. Arti dan Makna Sila Keadila Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia Keadilan berarti adanya
persamaan dan saling menghargai karya orang lain. Jadi seseorang bertindak adil apabila dia
memberikan sesuatu kepada orang lain sesuai dengan haknya. Kemakmuran yang merata bagi
seluruh rakyat dalam arti dinamis dan meningkat.
6. Pentingnya Paradigma dalam Pembangunan Pembangunan yang sedang digalakkan
memerlukan paradigma, suatu kerangka berpikir atau suatu model mengenai bagaimana hal-
hal yang sangat esensial dilakukan. Pembangunan dalam perspektif Pancasila adalah
pembangunan yang sarat muatan nilai yang berfungsi menajdi dasar pengembangan visi dan
menjadi referensi kritik terhadap pelaksanaan pembangunan.
7. Pancasila sebagai Orientasi dan Kerangka Acuan
a. Pancasila sebagai Orientasi Pembangunan Pada saat ini Pancasila lebih banyak dihadapkan
pada tantangan berbagai varian kapitalisme daripada komunisme atau sosialisme. Ini
disebabkan perkembangan kapitalisme yang bersifat global. Fungsi Pancasila ialah memberi
orientasi untuk terbentuknya struktur kehidupan social-politik dan ekonomi yang manusiawi,
demokratis dan adil bagi seluruh rakyat.
b. Pancasila sebagai Kerangka Acuan Pembangunan
Pancasila diharapkan dapat menjadi matriks atau kerangka referensi untuk membangun suatu
model masyarakat atau untuk memperbaharui tatanan social budaya.
Implementasi Pancasila sebagai Paradigma dalam Berbagai Bidang adalah :
1. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Pendidikan Pendidikan nasional harus
dipersatukan atas dasar Pancasila. Tak seyogyanya bagi penyelesaian-penyelesaian masalah-
masalah pendidikan nasional dipergunakan secara langsung system-sistem aliran-aliran ajaran,
teori, filsafat dan praktek pendidikan berasal dari luar.
2. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Ideologi Pengembangan Pancasila sebagai
ideologi yang memiliki dimensi realitas, idealitas dan fleksibilitas menghendaki adanya dialog
yang tiada henti dengan tantangan-tantangan masa kini dan masa depan dengan tetap
mengacu kepada pencapaian tujuan nasional dan cita-cita nasional Indonesia.
3. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Politik Ada perkembangan baru yang menarik
berhubung dengan dasar Negara kita. Dengan kelima prinsipnya Pancasila memang menjadi
dasar yang cukup integrative bagi kelompok-kelompok politik yang cukup heterogen dalam
sejarah Indonesia modern.
4. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi nasional
harus juga berarti pembangunan system ekonomi yang kita anggap paling cocok bagi bangsa
Indonesia. Dalam penyusunan system ekonomi nasional yang tangguh untuk mewujudkan
masyarakat yang adil dan makmur, sudah semestinya Pancasila sebagai landasan filosofisnya.
5. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Sosial-Budaya Pancasila merupakan suatu
kerangka di dalam suatu kelompok di dalam masyarakat dapat hidup bersama, bekerja
bersama di dalam suatu dialog karya yang terus menerus guna membangun suatu masa depan
bersama
6. Pancasila sebagai Paradigma Ketahanan Sosial Perangkat nilai pada bangsa yang satu
berbeda dengan perangkat nilai pada bangsa lain. Bagi bangsa Indonesia, perangkat nilai itu
adalah Pancasila. Kaitan Pancasila dan ketahanan nasional adalah kaitan antara ide yang
mengakui pluralitas yang membutuhkan kebersamaan dan realitas terintegrasinya pluralitas.
7. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Hukum Pembangunan hukum bukan hanya
memperhatikan nilai-nilai filosofis, asas yang terkandung dalam Negara hukum, tetapi juga
mempertimbangkan realitas penegakan hukum dan kesadaran hukum masyarakat.
8. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Beragama Salah satu prasyarat
terwujudnya masyarakat modern yang demokratis adalah terwujudnya masyarakat yang
menghargai kemajemukan masyarakat dan bangsa serta mewujudkannya sebagai suatu
keniscayaan.
9. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Ilmu dan Teknologi Pancasila mengandung
hal-hal yang penting dalam pengembangan ilmu dan teknologi. Perkembangan IPTEK dewasa
ini dan di masa yang akan datang sangat cepat, makin menyentuh inti hayati dan materi di satu
pihak, serta menggapai angkasa luas dan luar angkasa di lain pihak, lagi pula memasuki dan
mempengaruhi makin dalam segala aspek kehidupan dan institusi budaya.
Pancasila sebagai Pandangan Hidup
Pandangan Hidup adalah Konsep atau cara pandang manusia yang bersifat mendasar tentang
diri dan dirinya. Pandangan hidup berarti pendapat atau pertimbangan yang dijadikan
pegangan, pedoman, arahan, petunjuk hidup didunia. Pendapat atau pertimbangan itu
merupakan hasil pemikiran manusia berdasarkan pengalaman sejarah berdasarkan waktu dan
lingkungan hidupnya. Dengan demikian, pandangan hidup bukanlahtimbul seketika ataupun
dalam waktu yang singkat, melain dalam waktu yang lama dan prses terus menerus sehingga
hasil pemikiran tersebut dapat di uji kenyataannya, serta dapat diterima oleh akal dan diakui
kebenarannya. Dan atas dasr tersebut manusia menerima hasil pemikiran itu sebagai
pegangan, pedoman, arahan, atau petunjuk yang dapat disebut sebagi pandangan hidup.
Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia. Sebagaimana yang ditujukan dalam
ketetapan MPR No. II/MPR/1979, maka Pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia,
pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar negara kita. Setiap bangsa yang ingin berdiri
kokoh dan mengetahui dengan jelas arah serta tujuan yang ingin dicapainya sangat
memerlukan nilai-nilai luhur yang dijunjung sebagai pandangan/filsafat hidup. Dalam pergaulan
hidup terkandung konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan oleh suatu bangsa,
terkandung pikiran-pikiran yang terdalam dan gagasan suatu bangsa mengenai wujud
kehidupan yang dianggap baik. Dengan demikian, pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
Indonesia juga harus berdasarkan pada Bhineka Tunggal Ika yang merupakan asas pemersatu
bangsa sehingga tidak boleh mematikan keanekaragaman.
Hakekat Bhineka Tunggal Ika sebagai perumusan dalam salah satu penjabaran arti dan makna
Pancasila menurut Notonegoro adalah bahwa perbedaan itu adalah kodrat bawaan manusia
sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa , namun perbedaan itu bukan untuk dipertentangkan
dan diperuncingkan melainkan perbedaan itu untuk dipersatukan, disintesakan dalam suatu
sintesa yang positif dalam suatu negara kebersamaan, Negara Persatuan Indonesia.
Jumlah Agama di Indonesia
Agama di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Hal ini
dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia, Pancasila: “KeTuhanan Yang Maha Esa”.
Sejumlah agama di Indonesia berpengaruh secara kolektif terhadap
politik, ekonomi dan budaya. Di tahun 2010, kira-kira 85,1% dari 240.271.522 penduduk
Indonesia adalah pemeluk Islam, 9,2% Protestan, 3,5% Katolik, 1,8%Hindu, dan 0,4% Buddha.
Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa "tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih
dan mempraktikkan kepercayaannya" dan "menjamin semuanya akan kebebasan untuk
menyembah, menurut agama atau kepercayaannya".Pemerintah, bagaimanapun, secara resmi
hanya mengakui enam agama, yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Khonghucu.
Dengan banyaknya agama maupun aliran kepercayaan yang ada di Indonesia, konflik antar
agama sering kali tidak terelakkan. Lebih dari itu, kepemimpinan politis Indonesia memainkan
peranan penting dalam hubungan antar kelompok maupun golongan. Program
transmigrasi secara tidak langsung telah menyebabkan sejumlah konflik di wilayah timur
Indonesia.
Berdasarkan Penjelasan Atas Penetapan Presiden No 1 Tahun 1965 Tentang Pencegahan
Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agamapasal 1, "Agama-agama yang dipeluk oleh
penduduk di Indonesia ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu
(Confusius)".
Beberapa agama dan kepercayaan yang ada di Indonesia:
Yahudi
Terdapat komunitas kecil Yahudi yang tidak diakui di Jakarta dan Surabaya. Pendirian Yahudi
awal di kepulauan ini berasal dari Yahudi Belanda yang datang untuk berdagang rempah. Pada
tahun 1850-an, sekitar 20 keluarga Yahudi dari Belanda dan Jerman tinggal di Jakarta(waktu itu
disebut Batavia). Beberapa tinggal di Semarang dan Surabaya. Pada tahun 1957, dilaporkan
masih ada sekitar 450 orang Yahudi.
Baha'i
Di Indonesia hadir sejumlah pemeluk agama Baha'i. Berapa jumlah mereka sebenarnya tidak
diketahui dengan pasti karena seringkali mereka mengalami tekanan dan penolakan dari
masyarakat sekitarnya Salah satu penganut agama Baha'i yang diketahui secara terbatas
adalah belasan penganut di sebuah wilayah di Kota Samarinda, Kalimantan Timur.
Kristen Ortodoks
Meskipun Kristen Ortodoks sudah hadir di Indonesia melalui kaum Non-Kalsedon di Sumatera
pada abad ke-7, baru pada abad ke-20 Gereja ini hadir dengan resmi. Ada dua kelompok
Ortodoks di Indonesia, yaitu Gereja Ortodoks Yunani, dan Gereja Ortodoks Siria yang berkiblat
ke Antiokhia.
Kebudayaan di Indonesia
Pertunjukan
Indonesia memiliki sekitar 300 kelompok etnis, tiap etnis memiliki
warisan budaya yang berkembang selama berabad-abad,
dipengaruhi oleh kebudayaan India, Arab, Cina, Eropa, dan
termasuk kebudayaan sendiri yaituMelayu. Contohnya
tarian Jawa dan Bali tradisional memiliki aspek budaya dan mitologi
Hindu, seperti wayang kulit yang menampilkan kisah-kisah tentang
kejadian mitologis Hindu Ramayana dan Baratayuda. Banyak juga seni tari yang berisikan nilai-
nilai Islam. Beberapa di antaranya dapat ditemukan di daerah Sumateraseperti tari Ratéb
Meuseukat dan tari Seudati dari Aceh.
Seni pantun, gurindam, dan sebagainya dari pelbagai daerah seperti pantun Melayu, dan
pantun-pantun lainnya acapkali dipergunakan dalam acara-acara tertentu yaitu perhelatan,
pentas seni, dan lain-lain.
Busana
Di bidang busana warisan budaya yang terkenal di seluruh dunia adalah kerajinan batik.
Beberapa daerah yang terkenal akan industri batik
meliputi Yogyakarta, Surakarta, Cirebon, Pandeglang, Garut, Tasikmalayadan juga Pekalongan.
Arsitektur
Arsitektur Indonesia mencerminkan keanekaragaman budaya, sejarah, dangeografi yang
membentuk Indonesia seutuhnya. Kaum penyerang, penjajah, penyebar agama, pedagang, dan
saudagar membawa perubahan budaya dengan memberi dampak pada gaya dan teknik
bangunan. Tradisionalnya, pengaruh arsitektur asing yang paling kuat adalah dari India. Tetapi,
Cina, Arab, dan sejak abad ke-19 pengaruh Eropa menjadi cukup dominan.
Ciri khas arsitektur Indonesia kuno masih dapat dilihat melalui rumah-rumah adat dan/atau
istana-istana kerajaan dari tiap-tiap provinsi. Taman Mini Indonesia Indah, salah satu objek
wisata di Jakarta yang menjadi miniatur Indonesia, menampilkan keanekaragaman arsitektur
Indonesia itu. Beberapa bangunan khas Indonesia misalnya Rumah Gadang, Monumen
Nasional, dan Bangunan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan di Institut Teknologi Bandung.
Olahraga
Olahraga yang paling populer di Indonesia adalah bulu tangkis dan sepak bola; Liga Super
Indonesia adalah liga klub sepak bola utama di Indonesia. Olahraga tradisional termasuk sepak
takraw dan karapan sapi diMadura. Di wilayah dengan sejarah perang antar suku, kontes
pertarungan diadakan, seperti caci di Flores, dan pasola di Sumba. Pencak silat adalah seni
bela diri yang unik yang berasal dari wilayah Indonesia. Seni bela diri ini kadang-kadang
ditampilkan pada acara-acara pertunjukkan yang biasanya diikuti dengan musik tradisional
Indonesia berupa gamelan dan seni musik tradisional lainnya sesuai dengan daerah asalnya.
Olahraga di Indonesia biasanya berorientasi pada pria dan olahraga spektator sering
berhubungan dengan judi yang ilegal di Indonesia
Seni musik
Seni musik di Indonesia, baik tradisional maupun modern sangat banyak terbentang
dari Sabang hingga Merauke. Setiap provinsi di Indonesia memiliki musik tradisional dengan ciri
khasnya tersendiri. Musik tradisional termasuk juga keroncong yang berasal dari
keturunanPortugis di daerah Tugu, Jakarta,[62] yang dikenal oleh semua rakyat Indonesia
bahkan hingga ke mancanegara. Ada juga musik yang merakyat di Indonesia yang dikenal
dengan nama dangdut yaitu musik beraliran Melayu modern yang dipengaruhi oleh musik India
sehingga musik dangdut ini sangat berbeda dengan musik tradisional Melayu yang sebenarnya,
seperti musik Melayu Deli, Melayu Riau, dan sebagainya.
Boga
Masakan Indonesia bervariasi bergantung pada wilayahnya. Nasi adalah makanan pokok dan
dihidangkan dengan lauk daging dan sayur. Bumbu (terutama cabai), santan, ikan,
dan ayam adalah bahan yang penting.
Sepanjang sejarah, Indonesia telah menjadi tempat perdagangan antara dua benua. Ini
menyebabkan terbawanya banyak bumbu, bahan makanan dan teknik memasak dari
bangsa Melayu sendiri, India, Timur tengah, Tionghoa, dan Eropa. Semua ini bercampur
dengan ciri khas makanan Indonesia tradisional, menghasilkan banyak keanekaragaman yang
tidak ditemukan di daerah lain. Bahkan bangsa Spanyol danPortugis, telah mendahului
bangsa Belanda dengan membawa banyak produk dari dunia baru ke Indonesia.
Perfilman
Film pertama yang diproduksi pertama kalinya di nusantara adalah film bisu tahun 1926 yang
berjudulLoetoeng Kasaroeng dan dibuat oleh sutradara Belanda G. Kruger dan L. Heuveldorp
pada zaman Hindia Belanda. Film ini dibuat dengan aktor lokal oleh Perusahaan Film Jawa NV
di Bandung dan muncul pertama kalinya pada tanggal 31 Desember, 1926 di teater Elite and
Majestic, Bandung. Setelah itu, lebih dari 2.200 film diproduksi. Di masa awal kemerdekaan,
sineas-sineas Indonesia belum banyak bermunculan. Diantara sineas yang ada, Usmar
Ismail merupakan salah satu sutradara paling produktif, dengan film pertamanyaHarta
Karun (1949). Namun kemudian film pertama yang secara resmi diakui sebagai film pertama
Indonesia sebagai negara berkedaulatan adalah film Darah dan Doa (1950) yang disutradarai
Usmar Ismail. Dekade 1970 hingga 2000-an, Arizal muncul sebagai sutradara film paling
produktif. Tak kurang dari 52 buah film dan 8 judul sinetron dengan 1.196 episode telah
dihasilkannya.
Kesusastraan
Bukti tulisan tertua di Indonesia adalah berbagai prasasti berbahasa Sanskerta pada abad ke-
5 Masehi. Figur penting dalam sastra modern Indonesia termasuk: pengarang
Belanda Multatuli yang mengkritik perlakuan Belanda terhadap Indonesia selama zaman
penjajahan Belanda;Muhammad Yamin dan Hamka yang merupakan penulis dan politikus pra-
kemerdekaan; dan Pramoedya Ananta Toer, pembuat novel Indonesia yang paling terkenal.
Selain novel, sastra tulis Indonesia juga berupa puisi, pantun, dan sajak. Chairil
Anwar merupakan penulis puisi Indonesia yang paling ternama. Banyak orang Indonesia
memiliki tradisi lisan yang kuat, yang membantu mendefinisikan dan memelihara identitas
budaya mereka. Kebebasan pers di Indonesia meningkat setelah berakhirnya kekuasaan
Presiden Soeharto. Stasiun televisi termasuk sepuluh stasiun televisi swasta nasional, dan
jaringan daerah yang bersaing dengan stasiun televisi negeri TVRI.Stasiun radio swasta
menyiarkan berita mereka dan program penyiaran asing. Dilaporkan terdapat 20 juta pengguna
internet di Indonesia pada tahun 2007. Penggunaan internet terbatas pada minoritas populasi,
diperkirakan sekitar 8.5%.
Konflik horizontal yang terjadi di Indonesia
Konflik Timika
Timika [PAPOS]- Aparat kepolisian di Timika, Rabu malam terpaksa mengeluarkan tembakan
peringatan ke udara untuk membubarkan sekelompok massa yang memblokir Jalan Pattimura
Sempan terkait pertikaian antar kelompok di wilayah itu.
Aksi pemblokiran Jalan Pattimura Sempan Timika dilakukan sekitar puluhan warga salah satu
kelompok. Mereka membakar ban bekas dan kayu di jalan itu.
Beberapa warga Jalan Pattimura Sempan Timika mengaku khawatir keselamatan diri dan
keluarga mereka lantaran ada isu ada kelompok massa yang lain yang akan menyerang ke
wilayah itu pada Rabu malam atau Kamis (27/5) dini hari.
"Menurut isu yang berkembang sebentar menjelang pagi mereka mau datang serang," tutur
salah seorang pemuda.
Pada Rabu malam sekitar pukul 21.40 WIT, aparat kepolisian dari Polsek Mimika Baru dibantu
satu peleton Brimob Detazemen B Polda Papua datang ke Jalan Pattimura Sempan untuk
membubarkan massa. Aparat kepolisian bahkan mengeluarkan tembakan peringatan ke udara
beberapa kali agar massa membubarkan diri.
Sekitar pukul 22.00 WIT, blokir jalan akhirnya dibuka dan aparat kepolisian masih berjaga-jaga
di sekitar Jalan Pattimura Timika untuk mengantisipasi kemungkinan terjadi bentrok lanjutan
antarkelompok warga setempat.
Panik
Sebelum polisi mengeluarkan tembakan peringatan, warga di sekitar Jalan Pattimura, Jalan Bu
Siri, dan Jalan Sam Ratulangi Sempan Timika panik setelah mendengar bunyi tiang listrik yang
dipukul warga sebagai pertanda adanya bahaya.
Warga berhamburan ke luar rumah, sebagian ibu-ibu berteriak histeris karena mengkhawatirkan
keselamatan keluarga mereka.
Bahkan sejumlah anggota paduan suara yang sedang mengikuti kegiatan ibadah di Gereja
Katolik St Stefanus Sempan juga panik dan berhamburan ke luar gedung gereja.
Kepanikan warga semakin menjadi-jadi taatkala mendengar bunyi letupan senjata api yang
ditembakan oleh aparat.
Hingga Rabu malam, situasi kamtibmas di kota Timika masih relatif aman, kendati sebagian
warga masih khawatir akan adanya serangan mendadak oleh kelompok massa yang lain.
Situasi kamtibmas di Timika sejak Senin (24/5) lalu cukup tegang menyusul tewasnya Lambert
Ondos Rumte, warga salah satu kelompok massa yang dianiaya oleh sekelompok orang di
Jalan Sosial, depan Kantor Dinas Peternakan Kabupaten Mimika pada Minggu (23/5) malam.
Insiden itu memicu terjadinya pembacokan terhadap tiga warga lain yang tidak tahu-menahu
dengan peristiwa tersebut, bahkan dua rumah warga setempat juga ikut dibakar.
Polres Mimika telah berupaya mempertemukan tokoh masyarakat dari kelompok yang bertikai
untuk segera mencari solusi terbaik mengatasi masalah tersebut.
Tidak itu saja, pada Selasa (25/5), polisi menggelar razia senjata tajam dari warga Jalan Sosial
Kompleks Kebun Sirih Timika
Konflik Horizontal Terjadi Karena Agama Dipolitisasi
Tokoh muda Muhammadiyah Imam Addaruqutni menilai
munculnya konflik horizontal yang terkait dengan isu
agama di Indonesia karena agama sering dipolitisasi.
"Peristiwa kekerasan seperti yang terjadi di Pandeglang
dan Temanggung pada pekan ini, sebenarnya sudah
beberapa kali terjadi," kata Imam Addaruqutni pada dialog tokoh lintas agama dengan pimpinan
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Gedung DPD, Jakarta, Jumat.
Pertemuan tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua DPD, Laode Ida serta dihadiri oleh tokoh lintas
agama antara lain, Slamet Effendy Yusuf dan Muhammad Iqbal Sullam (Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama), Imam Addaruqutni (PP Muhammadiyah), Romo Suprapto (Konferensi Wali
Gereja Indonesia), Pendeta Arliyanus Larosa (Gereja Kristen Indonesia), Albertus Patty
(Persatuan Gereja Indoesia), I Nyoman Udayana Sangging dan I Made Gede Erot (Parisada
Hindu Dharma Indonesia), Utang Ranuwijaya (Majelis Ulama Indonesia).
Menurut dia, namun setiap kali terjadi tindak kekerasan semua pihak tetap menjadi panik dan
semua pihak memberikan pernyataan-pernyataan yang kadang-kadang tidak sejalan dengan
aturan perundang-undangan.
Padahal, kata dia, aturan perundang-undangan di Indonesia sudah cukup lengkap untuk
diimplementasikan.Imam mengimbau Pemerintah untuk tidak panik menyikapi tindak kekerasan
yang terjadi di Pandeglang dan Temanggung, tapi segera mengambil langkah tegas sesuai
aturan yang berlaku.Pengurus Konferensi Wali Gereja Indonesia, Romo Suprapto
menambahkan, konflik horizontal terkait dengan isu agama yang terjadi di beberapa daerah
karena Pemerintah Daerah lebih memprioritaskan pembangunan fisik daripada pembangunan
sumber daya manusia."Padahal, pembangunan non-fisik seperti forum kerukunan umat
beragama, juga sangat penting," katanya.Suprapto mengusulkan, agar DPD mendorong
peningkatan kerja sama antara Pemerintah Daerah dan tokoh agama yang sinergis dan
berkesinambungan di setiap daerah.
Pada kerja sama tersebut, kata dia, hendaknya dilakukan komunikasi intensif termasuk
melakukan pertemuan tatap muka.
Konflik Poso
Tanggal 28 Desember 2006, konflik Poso genap 8 tahun. Sebuah rentang waktu yang cukup
panjang, dan sampai saat ini belum ada tanda-tanda konflik berbungkus agama tersebut akan
berakhir.Rasa tidak percaya masyarakat terhadap jaminan keamanan untuk hidup di Poso juga
masih sangat besar. Data Poso Center menyebutkan sampai akhir tahun ini sekitar 20.000
keluarga pengungsi masih enggan kembali ke rumahnya. Mereka sebagian besar warga Poso
Kota dan sebagian kecil Poso Pesisir, Tentena, Lage.Di saat konflik meledak Desember 1998
dan April-Mei 2000, para pengungsi itu menyingkir ke Palu, Manado, Makassar. Sebagian
masih bertahan di daerah itu sampai sekarang. Sebagian lagi memilih bertahan tinggal di kamp-
kamp pengungsian baik yang ada di Tentena, Poso Pesisir maupun daerah-daerah lain.
Memasuki akhir 2006, konflik hampir-hampir saja meledak lagi di Poso. Kasus eksekusi mati
tiga warga Poso, Fabianus Tibo, Dominggus da Silva dan Marinus Riwu yang dianggap tidak
adil (22 September) dan penembakan sadis yang menewaskan tokoh Gereja Kristen Sulawesi
Tengah (GKST) Pdt Irianto Salemba Djaya Kongkoli STh MTh (16 Oktober), nyaris saja
menyalakan kembali sumbu konflik horizontal di daerah pesisir timur Sulawesi Tengah (Sulteng)
tersebut.Tapi untungnya warga mampu menahan diri. Warga berusaha tidak mau terprovokasi
kendati mereka terus dipancing untuk berbuat rusuh. Ada kesadaran yang muncul bahwa
kekerasan yang masih saja terus berlangsung di Poso, bukan jadi begitu saja tapi sengaja
diciptakan. Ada tujuan-tujuan tertentu yang hendak dicapai oleh kelompok-kelompok
kepentingan di negeri ini, dan Poso hendak dijadikan "laboratorium" untuk mencapai tujuan
yang diinginkan."Kami sadar sekarang, kami mau diadu. Ya, dua komunitas beragama di Poso
sengaja ingin diadu, dan jika kami terpancing maka perang bisa berulang, tujuan mereka pun
akan tercapai," ungkap Ketua Umum Majelis Sinode GKST, Pdt Rinaldy Damanik MSi.Hal yang
sama juga dikatakan Ketua Forum Perjuangan Umat Islam Poso (FSPUI), Ustad Adnan Arsal.
Menurutnya, ada pihak ketiga yang ingin mengeruk keuntungan di balik konflik Poso. Itulah
sebabnya, kekerasan di daerah itu tidak berhenti sampai sekarang.Damanik sendiri memiliki
kecurigaan kuat terhadap kekuatan-kekuatan tertentu yang ingin memproyekkan konflik Poso.
Mereka itu jadi peseni-peseni konflik di Poso. Tapi karena alasan stabilitas, ia menolak
memerinci siapa kekuatan-kekuatan itu.Tidak Menyentuh Akar Proses penyelesaian konflik
Poso yang tidak menyentuh sampai ke akar, menjadi faktor utama penyebab mengapa
persoalan Poso tak kunjung selesai sampai saat ini. Pemerintah dinilai tidak sungguh-sungguh
mengungkap fakta-fakta penyebab konflik. Akibatnya, usaha penyelesaian masalah Poso yang
telah menelan anggaran ratusan miliar rupiah, hanya jadi proyek tambal sulam.Sosiolog dan
pengamat konflik Poso, Arianto Sangaji mengatakan, ada tiga hal yang mestinya dilihat sebagai
akar penyebab konflik Poso. Pertama, menyangkut politik identitas. Sejak awal, kekerasan
Poso sarat politik lokalnya. Ditandai pertarungan di antara politisi untuk meraih kekuasaan
politik dan birokrasi, dengan memanipulasi identitas agama dan suku. Pertarungan politik terasa
sekali dalam proses pergantian bupati Poso, akhir 1998 hingga 1999. Begitu juga dalam
perebutan jabatan birokrasi pemerintahan, seperti sekretaris daerah."Perlagaan itu menjadi
tidak beradab, karena menggunakan kekerasan sebagai metode. Sejumlah politisi memobilisasi
para pendukung untuk melakukan kekerasan, dengan mengeksploitasi identitas agama dan
suku," katanya.
Kedua, keterlibatan aparat TNI dan Polri dalam permainan konflik Poso. Fakta-fakta tentang
peredaran senjata dan amunisi organik di Poso, menjadi salah satu bukti penting untuk melihat
keterlibatan aparat.Hasil penelitian Arianto menemukan senjata-senjata organik yang beredar di
Poso antara lain jenis M-16, AK-47, SS-1, pistol jenis FN dan Revolver. Senjata-senjata itu
adalah jenis-jenis senjata standar yang biasa dipakai aparat TNI maupun Polri.
Ketiga, soal kepentingan ekspansi modal-modal besar ke Poso. Pembangunan proyek
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) berkapasiswa 800 MW yang dimulai tahun 2003 menurut
Arianto, menjadi salah satu sumber pemicu konflik di Poso."Proyek raksasa itu dibangun tidak
berpihak pada kepentingan rakyat kecil dan malah menjadikan aparat sebagai tameng untuk
melindungi proyeknya. Ini semua sumber konflik yang pernah tidak diselesaikan di Poso,"
tandasnya.
Berdasarkan catatan Pembaruan, selama 8 tahun konflik Poso, digelar 3 kali operasi keamanan
yang cukup besar di Poso sebagai upaya pemulihan keamanan. Pertama, Operasi Sintuwu
Maroso (berlangsung 2,5 tahun - mulai Januari 2002 sampai Juni 2005 atau 7 kali
diperpanjang). Kedua, Komando Operasi Pemulihan Keamanan Poso atau Koospkam (Januari
- Juni 2006 berdasarkan Inpres No 14/2005) dan ketiga Operasi Lanto Dago yang berlangsung
sejak Juli sampai sekarang.
Bersamaan dengan itu juga dilaksanakan program rekonsiliasi dan rekonstruksi fisik bangunan-
bangunan rumah warga maupun fasilitas pemerintah yang hancur akibat konflik. Tapi berbagai
usaha yang menelan anggaran tidak sedikit itu, belum memberikan hasil memadai. Malah
rumah-rumah warga yang baru selesai dibangun, dibakar kembali oleh massa yang tidak
bertanggung jawab.Termasuk operasi pemulihan keamanan yang melibatkan ribuan aparat
TNI/Polri tersebut, tetap tak mampu menghentikan aksi-aksi kekerasan di Poso. Malah teror
dan kekerasan semakin sering terjadi dan berlangsung sangat sistematis.
Sekretaris Poso Center (koalisi 33 LSM yang concern terhadap penyelesaian kasus Poso),
Mafud Maswara menyebutkan antara tahun 2005-2006 lebih dari 60 kali kasus kekerasan di
Poso maupun Palu.Jumlah itu, katanya, belum termasuk kasus-kasus kekerasan yang terjadi
antara 2002-2004 pasca kesepakatan Deklarasi Malino untuk Perdamaian Poso. Jenis-jenis
kekerasan seperti teror peledakan bom, penembakan misterius, pembakaran rumah dan
sebagainya yang merengut ratusan korban jiwa, dan pelakunya masih misterius sampai
sekarang.Polisi sendiri mengklaim sudah mengungkap sejumlah kasus kekerasan yang ada, di
antaranya kasus mutilasi 3 siswi, penembakan jaksa Ferry dan Pdt Tinulele dengan
tersangkanya Hasauddin Cs. Pelaku ditangkap saat operasi Koopskam dan kini sedang diadili
di Pengadilan Negeri Jakarta. Namun kasus-kasus lainnya sampai kini pelakunya masih kabur.
Memang pada fase Koopskam digelar Januari - Juni 2006 yang dipimpin Irjen Pol Paulus
Purwoko (sekarang Kapolda Bali), banyak perkembangan yang terjadi. Keamanan Poso lebih
kondusif, para pelaku kekerasan ditangkap termasuk pejabat-pejabat yang diduga mengkorupsi
dana-dana kemanusiaan Poso ditangkap dan diadili.Tapi dengan kasus penembakan tokoh
masyarakat Poso, Pdt Irianto Kongkoli, keberhasilan Koopskam pun tercoreng. Ibarat panas
setahun dihapuskan hujan sehari, kepercayaan masyarakat pada aparat keamanan kembali
luntur dan menilai keamanan Poso kembali ke titik nadir. Lebih-lebih lagi kasus penembakan
Kongkoli belum bisa diungkap sampai sekarang. Koordinator Kontras Sulawesi, Syamsul Alam
Agus mengatakan, pemerintah dan aparat keamanan harus punya political will membuka
semua akar penyebab konflik di Poso dan mencari solusinya secara bersama dengan
masyarakat.Sudah saatnya pemerintah menyetujui pembentukan tim pencari fakta gabungan
(TGPF) yang bisa bekerja secara independen untuk mengungkap semua fakta konflik yang
sebenarnya dan mencarikan solusi atas penyelesaiannya.
Ketua DPRD Poso, Sawerigading Pelima setuju dengan pembentukan TGPF, asalkan semua
pihak siap menerima hasilnya apa pun risikonya. Misalnya, TGPF harus menyebut secara
transparan aktor-aktor yang memimpin kerusuhan massa sejak Desember 1998, April maupun
Mei 2000."Mereka semua yang memimpin massa untuk membakar rumah-rumah warga masih
bebas berkeliaran di Poso, dan tidak pernah disentuh hukum. Jika TGPF dibentuk, masalah ini
harus diungkap. Mereka itu harus ditindak demi menyelesaikan kasus Poso hingga ke akar-
akarnya," demikian Pelima.
Referensi:
http://papindo.wordpress.com/tag/konflik-horizontal/ konflik Timika
http://groups.yahoo.com/group/ambon/message/44410 konflik poso
http://www.antaranews.com/news/245715/konflik-horizontal-terjadi-karena-agama-dipolitisasi
konflik agama
http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia budaya Indonesia
http://http://www.kapanlagi.com/h/0000198260.html agama
http://www.unitedfool.com/2003/12/29/gereja-ortodoks-yunani agama
http://id.wikipedia.org/wiki/Agama_di_Indonesia agama Indonesia
http://www.pelita.or.id/baca.php?id=1291 pancasila sebagai pandangan hidup
http://graha.students-blog.undip.ac.id/2009/06/12/makna-sila-pancasila/ pancasila sbg ideology
http://www.anneahira.com/pancasila-sebagai-ideologi-negara.htm pancasila sbg ideology
http://ruhcitra.wordpress.com/2008/11/01/pancasila-sebagai-dasar-negara/ pancasila sbg dasar
negara