pak keman. oh em jie
DESCRIPTION
SOAL KEMAN SMT 4TRANSCRIPT
1. Peraturan tentang pengelolaan sampah medis dan sampah non-medis di
Rumah Sakit tertuang dalam KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 1204/MENKES/SK/X/2004
TENTANG PERSYARATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
RUMAH SAKIT.
Berikut adalah sedikit ulasan tentang pengelolaan sampah medis dan
sampah non-medis yang tertuang dalam KepMenKesh tersebut:
B. Persyaratan
1. Limbah Medis Padat
a. Minimasi Limbah
1) Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari
sumber.
2) Setiap rumah sakit harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan
kimia yang berbahaya dan beracun.
3) Setiap rumah sakit harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia dan
farmasi.
4) Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai
dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui
sertifikasi dari pihak yang berwenang.
b. Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan Kembali dan Daur Ulang
1) Pemilahan limbah harus dilakukan mulai dari sumber yang
menghasilkan limbah.
2) Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari limbah
yang tidak dimanfaatkan kembali.
3) Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa
memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya. Wadah tersebut harus anti
bocor, anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang yang tidak
berkepentingan tidak dapat membukanya.
4) Jarum dan syringes harus dipisahkan sehingga tidak dapat digunakan
kembali.
5) Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus melalui
proses sterilisasi sesuai Tabel I.10. Untuk menguji efektifitas sterilisasi
panas harus dilakukan tes Bacillus stearothermophilus dan untuk sterilisasi
kimia harus dilakukan tes Bacillus subtilis.
6) Limbah jarum hipodermik tidak dianjurkan untuk dimanfaatkan
kembali. Apabila rumah sakit tidak mempunyai jarum yang sekali pakai
(disposable), limbah jarum hipodermik dapat dimanfaatkan kembali
setelah melalui proses salah satu metode sterilisasi pada Tabel I.10
7) Pewadahan limbah medis padat harus memenuhi persyaratan dengan
penggunaan wadah dan label seperti Tabel I.11
8) Daur ulang tidak bisa dilakukan oleh rumah sakit kecuali untuk
pemulihan perak yang dihasilkan dari proses film sinar X.
9) Limbah sitotoksis dikumpulkan dalam wadah yang kuat, anti bocor, dan
diberi label bertuliskan ” Limbah Sitotoksis.
c. Pengumpulan, Pengangkutan, dan Penyimpanan Limbah Media Padat di
Lingkungan Rumah Sakit
1) Pengumpulan limbah medis padat dari setiap ruangan penghasil limbah
menggunakan troli khusus yang tertutup.
2) Penyimpanan limbah medis padat harus sesuai iklim tropis yaitu pada
musim hujan paling lama 48 jam dan musim kemarau paling lama 24 jam.
d. Pengumpulan, Pengemasan dan Pengangkutan ke Luar Rumah Sakit
1) Pengelola harus mengumpulkan dan mengmas pada tempat yang kuat.
2) Pengangkutan limbah ke luar rumah sakit menggunakan kendaraan
khusus.
e. Pengolahan dan Pemusnahan
1) Limbah medis padat tidak diperbolehkan membuang langsung ke
tempat pembuangan akhir limbah domestik sebelum aman bagi kesehatan.
2) Cara dan teknologi pengolahan atau pemusnahan limbah medis padat
disesuaikan dengan kemampuan rumah sakit dan jenis limbah medis padat
yang ada, dengan pemanasan menggunakan otoklaf atau dengan
pembakaran menggunakan insinerator.
2. Limbah Medis Non Padat
a. Pemilahan dan Pewadahan
1) Pewadahan limbah padat non-medis harus dipisahkan dari limbah medis
padat dan ditampung dalam kantong plastik warna hitam.
2) Tempat Pewadahan
a. Setiap tempat pewadahan limbah padat harus dilapisi kantong plastik
warna hitam sebagai pembungkus limbah padat dengan lambang
”domestik” warna putih
b. Bila kepadatan lalat disekitar tempat limbah pada melebih 2 (dua) ekor
per-block grill, perlu dilakukan pengendalian padat.
b. Pengumpulan, Penyimpanan, dan Pengangkutan
1) Bila di tempat pengumpulan sementara tingkat kepadatan lalat lebih dari
20 ekor per-block grill atau tikus terlihat pada siang hari, harus dilakukan
pengendalian.
2) Dalam keadaan normal harus dilakukan pengendalian serangga dan
binatang pengganggu yang lain minimal 1 (satu) bulan sekali.
c. Pengolahan dan Pemusnahan
Pengolahan dan pemusnahan limbah padat non-medis harus dilakukan
sesuai persyaratan kesehatan.
3. Limbah Cair
Kalitas limbah (efluen) rumah sakit yang akan dibuang ke badan air atau
lingkungan harus memenuhi persyaratan baku mutu efluen sesuai
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor Kep 58/MenLH/12/1995
atau peraturan daerah setempat.
4. Limbah Gas
Standar limbah gas (emisi) dari pengolahan pemusnah limbah medis padat
dengan insinerator mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor Kep-13/MenLH/12/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak
Bergerak.
2. Limbah Padat Non-Medis
a. Pemilahan Limbah Padat Non-Medis
1) Dilakukan pemilahan limbah padat non-medis antara limbah yang dapat
dimanfaatkan dengan limbah yang tidak dapat dimanfaatkan kembali
2) Dilakukan pemilahan limbah padat non-medis antara limbah basah dan
limbah kering.
b. Tempat Pewadahan Limbah padat Non-Medis
1) Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air, dan
mempunyai permukaan yang mudah dibersihkan pada bagian dalamnya,
misalnya fiberglass.
2) Mempunyai tutup yang mudah dibuka dan ditutup tanpa mengotori
tangan.
3) Terdapat minimal 1 (satu) buah untuk setiap kamar atau sesuai dengan
kebutuhan.
4) Limbah tidak boleh dibiarkan dalam wadahnya melebihi 3 x 24 jam atau
apabila 2/3 bagian kantong sudah terisi oleh limbah, maka harus diangkut
supaya tidak menjadi perindukan vektor penyakit atau binatang
pengganggu.
c. Pengangkutan
Pengangkutan limbah padat domestik dari setiap ruangan ke tempat
penampungan sementara menggunakan troli tertutup.
d. Tempat Penampungan Limbah Padat Non-Medis Sementara
1) Tersedia tempat penampungan limbah padat non-medis sementara
dipisahkan antara limbah yang dapat dimanfaatkan dengan limbah yang
tidak dapat dimanfaatkan kembali. Tempat tersebut tidak merupakan
sumber bau, dan lalat bagi lingkungan sekitarnya dilengkapi saluran untuk
cairan lindi.
2) Tempat penampungan sementara limbah padat harus kedap air, bertutup
dan selalu dalam keadaan tertutup bila sedang tidak diisi serta mudah
dibersihkan.
3) Terletak pada lokasi yang muah dijangkau kendaraan pengangkut
limbah padat.
4) Dikosongkan dan dibersihkan sekurang-kurangnya 1 x 24 jam.
e. Pengolahan Limbah Padat
Upaya untuk mengurangi volume, mengubah bentuk atau memusnahkan
limbah apdat dilakukan pada sumbernya. Limbah yang masih dapat
dimanfaatkan hendaknya dimanfaatkan kembali untuk limbah padat
organik dapat diolah menajdi pupuk.
f. Lokasi Pembuangan Limbah Padat Akhir
Limbah padat umum (domestik) dibuang ke lokasi pembuangan akhir yang
dikelola oleh pemerintah daerah (Pemda), atau badan lain sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku.
2. GHS adalah sistem pengklasifikasian keselamatan bahan kimia yang
dikeluarkan oleh United Nation. Sampai saat ini UN telah melakukan 3 kali
revisi terhadap sistem GHS yang dikeluarkan,sistem GHS yang dikeluarkan
dikenal dengan Purple Book. UN mecoba untuk menyamakan klasifikasi
bahan kimia diseluruh dunia. Karena selama ini masing-masing negara
memiliki klasifikasi yang berbeda-beda. Sebagai contoh,suatu bahan kimia
dikategorikan bersifat high toxic disuatu negara akan tetapi dinegara lain
bisa jadi bersifat low toxic,atau suatu produk dikategorikan bersifat
flammable disuatu negara dan tidak bersifat flammable dinegara lain.
Dampaknya adalah,negara-negara yang mengklasifikasikan produk tersebut
sebagai high toxic atau flammable akan membuat berbagai peraturan untuk
mengontrol produk tersebut,sementara negara yang mengkategorikan
produk tersebut low toxic / tidak flammable akan membiarkan penjualan
secara bebas tanpa kontrol. Hal ini juga akan menyulitkan negara
pengimpor atau pengekspor bahan kimia karena berbedanya klasifikasi
bahan kimia antara negara pengekspor dan pengimpor. Perbedaan ini juga
berdampak pada MSDS dan sistem pelabelan bahan kimia tersebut yang
nantinya akan menyulitkan negara pengimpor karena mereka harus
merevisi MSDS dan melakukan pelabelan ulang sesuai dengan klasifikasi
yang mereka miliki. Berdasarkan hal ini UN menguarkan sistem GHS
untuk memudahkan dunia industri dalam melakukan perdagangan bahan
kimia dan juga untuk melindungi lingkungan dan manusia dari dampak
penggunaan bahan kimia. Didalam purple book disebut bahwa tujuan dari
GHS adalah sebagai berikut:
Untuk lebih meningkatkan perlindungan terhadap kesehatan manusia dan
lingkungan dengan menyediakan sistem yang lebih komprehensif secara
internasional untuk mengkomunikasikan bahaya bahan kimia.
Menyediakan framwork untuk negara-negara yang belum memiliki sistem
klasifikasi dan label bahan kimia.
Mengurangi kebutuhan akan pengujian dan evaluasi bahan kimia.
Memfasilitasi perdagangan internasional bahan kimia dimana bahaya
bahan kimia tersebut sudah dikaji dan diidentifikasi dengan basis
internasional.
Didalam purple book dinyatakan bahwa ada dua elemen ruang lingkup
GHS,yaitu:
Kriteria yang harmonis untuk klasifikasi bahan kimia tunggal dan
campuran sesuai dengan bahaya kesehatan,lingkungan dan fisik bahan
kimia tersebut.
Elemen komunikasi bahaya yang harmonis,termasuk persyaratan untuk
label dan safety data sheet.
Ada beberapa jenis produk kimia yang tidak termasuk dalam ruang lingkup
ini,yaitu farmasi,additif untuk bahan makanan,kosmetik,dan residu pestisida
didalam bahan makanan.
Bagaimana mengaplikasikan GHS?
Untuk mengaplikasikan GHS di Indonesia tentu saja mengacu pada peraturan
menteri perindustrian nomor 87/M-IND/PER/9/2009. Disana sudah ditetapkan
format LDKB atau MSDS dan persyaratan untuk label. Namun untuk klasifikasi
bahan kimia mengacu pada purple book revisi 2,hal ini disebutkan dalam
keputusan dirjen industri Agro dan Kimia kementerian perindustrian no
21/IAK/PER/4/2010 tentang petunjuk teknis penerapan sistem harmonisasi global
klasifikasi dan pelabelan bahan kimia. Namun dalam petunjuk ini tidak
disebutkan tentang teknis building blok yang harus diadopsi,ini berarti Indonesia
mengadopsi 100% building blok yang ditetapkan pada purple book revisi 2.
Berdasarkan peraturan menteri perindustrian tersebut diatas,sistem GHS untuk
kimia tunggal sudah mulai berlaku sejak bulan Maret 2010 sementara untuk bahan
kimia campuran masih bersifat sukarela dalam penerapannya,dan mulai berlaku
efektif untuk bahan kimia campuran pada awal tahun 2014.
Untuk mengklasifikasikan bahan kimia sesuai dengan klasifikasi GHS diperlukan
training dan keahlian khusus. Meskipun didalam purple book sudah dijelaskan
secara rinci bagaimana cara melakukan klasifikasi setiap bahaya bahan kimia
tersebut,namun diperlukan keahlian dan pengetahuan yang baik tentang bahan
kimia dan bahayanya dalam melakukan klasifikasi tersebut agar tidak terjadi
kekeliruan. Menurut peraturan menteri perindustrian tentang GHS,semua bahan
kimia harus diklasifikasikan berdasarkan kriteria bahaya GHS yang terdiri dari
bahaya fisik,bahaya terhadap kesehatan dan bahaya terhadap lingkungan akuatik.
Bahaya fisik misalnya eksplosive,gas mudah menyala,cairan pengoksidasi,korosif
pada logam,dan lain-lain. Bahaya terhadap kesehatan misalnya toksisitas
akut,korosi/iritasi kulit,karsinogenisitas,dan lain-lain.
Dan setiap bahan kimia tersebut juga harus diberi label sesuai dengan GHS yang
ditetapkan,dimana label tersebut harus mengandung unsur penanda
produk,piktogram bahaya,kata sinyal,pernyataan bahaya,identifikasi produsen dan
pernyataan kehati-hatian. Label tersebut juga harus mudah terbaca,jelas
terlihat,tidak mudah rusak,tidak mudah lepas dari kemasannya dan tidak mudah
luntur karena pengaruh sinar,udara atau lainnya. Piktogram yang digunakan juga
harus sesuai dengan peraturan GHS yang terdapat pada lampiran I dari peraturan
menteri tentang GHS.
Bahan kimia juga harus dilengkapi dengan MSDS (LDKB),didalam peraturan
menteri tentang GHS bahwa MSDS dan Label wajib berbahasa Indonesia.
Informasi yang terkandung didalam GHS adalah informasi bahaya fisik,bahaya
terhadap kesehatan dan bahaya terhadap lingkungan akuatik yang sudah
diklasifikasikan sesuai dengan kriteria bahaya GHS,dan informasi lainnya sesuai
dengan format yang sudah ditetapkan. Format MSDS/LDKB sesuai dengan
peraturan menteri tentang GHS (lampiran II) terdiri dari 16 section,yaitu:
1. Identifikasi senyawa (Tunggal atau Campuran)
2. Identifikasi bahaya
3. Komposisi/Informasi tentang bahanpenyusun senyawa tunggal
4. Tindakan pertolongan pertama
5. Tindakan pemadaman kebakaran
6. Tindakan penanggulangan jika terjadi kebocoran
7. Penanganan dan penyimpanan
8. Kontrol paparan/perlindungan diri
9. Sifat fisika dan kimia
10. Stabilitas dan Reaktifitas
11. Informasi Toksikologi
12. Informasi Ekologi
13. Pertimbangan pembuangan / pemusnahan
14. Informasi transportasi
15. Informasi yang berkaitan dengan regulasi
16. Informasi lain termasuk informasi yang diperlukan dalam pembuatan dan
revisi SDS.
3. Dalam KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR: 1204/MENKES/SK/X/2004 TENTANG
PERSYARATAN KESEHATAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT.
Beikut adalah uraiannya:
Limbah Radioaktif
a) Pengelolaan limbah radioaktif yang aman harus diatur dalam kebijakan
dan strategi nasional yang menyangkut peraturan, infrastruktur, organisasi
pelaksana, dan tenaga yang terlatih.
b) Setiap rumah sakit yang menggunkan sumber radioaktif yang terbuka
untuk keperluan diagnosa, terapi atau penelitian harus menyiapkan tenaga
khusus yang terlatih khusus di bidang radiasi.
c) Tenaga tersebut bertanggung jawab dalam pemakaian bahan radioaktif
yang aman dan melakukan pencatatan.
d) Instrumen kalibrasi yang tepat harus tersedia untuk monitoring dosis
dan kontaminasi. Sistem pencatatan yang baik akan menjamin pelacakan
limbah radioaktif dalam pengiriman maupun pembuangannya dan selalu
diperbarui datanya setiap waktu
- Cair : berair dan organik,
- Tidak homogen ((seperti mengandung lumpur atau padatan yang
melayang),
- Padat : mudah terbakar/ tidak mudah terbakar (bila ada) dan dapat
dipadatkan/tidak mudah dipadatkan (bila ada)
- Sumber tertutup atau terbuka seperti sumber tertutup yang dihabiskan,
- Kandungan limbah seperti limbah yang mengandung bahan berbahaya
(patogen, infeksius, beracun).
f) Setelah pemilahan, setiap kategori harus disimpan terpisah dalam
kontainer, dan kontainer limbah tersebut harus :
- Secara jelas diidentifikasi,
- Ada simbol radioaktif ketika sedang digunakan
- Sesuai dengan kandungan limbah,
- Dapat diisi dan dikosongkan dengan aman,
- Kuat dan saniter.
g) Informasi yang harus dicatat pada setiap kontainer limbah :
- Nomor identifikasi,
- Radionuklida,
- Aktifitas (jika diukur atau diperkirakan) dan tanggal pengukuran,
- Asal limbah (ruangan, laboratorium, atau tempat lain),
- Angka dosis permukaan dan tanggal pengukuran,
- Orang yang bertanggung jawab.
h) Kontainer untuk limbah padat harus dibungkus dengan kantong plastik
transparan yang dapat ditutup dengan isolasi plastik
i) Limbah padat radioaktif dibuang sesuai dengan persyaratan teknis dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (PP Nomor 27 Tahun 2002)
dan kemudian diserahkab kepada BATAN untuk penanganan lebih lanjut
atau dikembalikan
kepada negara distributor. Semua jenis limbah medi termasuk limbah
radioaktif tidak boleh dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah
domestik (landfill) sebelum dilakukan pengolahan terlebih ahulu sampai
memenuh persyaratan.
e) Limbah radioaktif harus dikategorikan dan dipilah berdasarkan
ketersediaan pilihan cara pengolahan, pengkondisian, penyimpanan, dan
pembuangan. Kategori yang memungkinkan adalah :
- Umur paruh (half-life) seperti umur pendek (short-lived), (misalnya umur
paruh < 100 hari), cocok untuk penyimpanan pelapukan,
- Aktifitas dan kandungan radionuklida,
- Bentuk fisika dan kimia,
4. Dalam KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR: 1204/MENKES/SK/X/2004 TENTANG
PERSYARATAN KESEHATAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT.
Juga dijelaskan tentang pengelolaan limbah farmasi, berikut ulasannya:
a) Limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat diolah dengan insinerator
pirolitik (pyrolytic incinerator), rotary kiln, dikubur secara aman, sanitary
landfill, dibuang ke sarana air limbah atau inersisasi. Tetapi dalam jumlah
besar harus menggunakan fasilitas pengolahan yang khusus seperti rotary
kiln, kapsulisasi dalam drum logam, dan inersisasi.
b) Limbah padat farmasi dalam jumlah besar harus dikembalikan kepada
distributor, sedangkan bila dalam jumlah sedikit dan tidak memungkinkan
dikembalikan, supaya dimusnahkan melalui insinerator pada suhu diatas
1.000° C.
5. Limbah darah termasuk limbah klinik. Maka pengelolaannya mengikuti
prosedur pengelolaan limbah di RS, yaitu
Pengolahan limbah RS Pengelolaan limbah RS dilakukan dengan berbagai
cara. Yang diutamakan adalah sterilisasi, yakni berupa pengurangan (reduce)
dalam volume, penggunaan kembali (reuse) dengan sterilisasi lebih dulu, daur
ulang (recycle), dan pengolahan (treatment) (Slamet Riyadi, 2000).
Berikut adalah beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam merumuskan
kebijakan kodifikasi dengan warna yang menyangkut hal-hal berikut :
a.Pemisahan Limbah
- Limbah harus dipisahkan dari sumbernya
- Semua limbah beresiko tinggi hendaknya diberi label jelas
- Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang berbeda yang
menunjukkan kemana kantong plastik harus diangkut untuk insinerasi aau
dibuang (Koesno Putranto. H, 1995).
b. Penyimpanan Limbah
Dibeberapa Negara kantung plastik cukup mahal sehingga sebagai gantinya
dapat digunkanan kantung kertas yang tahan bocor (dibuat secara lokal
sehingga dapat diperloleh dengan mudah) kantung kertas ini dapat ditempeli
dengan strip berwarna, kemudian ditempatkan ditong dengan kode warna
dibangsal dan unit-unit lain.
c. Penanganan Limbah
- Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah terisi 2/3 bagian.
Kemudian diikiat bagian atasnya dan diberik label yang jelas
- Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga jika dibawa
mengayun menjauhi badan, dan diletakkan ditempat-tempat tertentu untuk
dikumpulkan
- Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung dengan
warna yang sama telah dijadikan satu dan dikirimkan ketempat yang sesuai
- Kantung harus disimpan pada kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan
hewan perusak sebelum diangkut ketempat pembuangan.
d. Pengangkutan limbah
Kantung limbah dipisahkan dan sekaligus dipisahkan menurut kode
warnanya. Limbah bagian bukan klinik misalnya dibawa kekompaktor,
limbah bagian Klinik dibawa keinsenerator. Pengangkutan dengan kendaraan
khusus (mungkin ada kerjasama dengan dinas pekerja umum) kendaraan
yang digunakan untuk mengangkut limbah tersebut sebaiknya dikosongkan
dan dibersihkan setiap hari, jika perlu (misalnya bila ada kebocoran kantung
limbah) dibersihkan dengan menggunakan larutan klorin.
e. Pembuangan limbah
Setelah dimanfaatkan dengan konpaktor, limbah bukan klinik dapat dibuang
ditempat penimbunan sampah (Land-fill site), limbah klinik harus dibakar
(insenerasi), jika tidak mungkin harus ditimbun dengan kapur dan ditanam
limbah dapur sebaiknya dibuang pada hari yang sama sehingga tidak sampai
membusuk.
(Bambang Heruhadi, 2000).
Rumah sakit yang besar mungkin mampu memberli inserator sendiri,
insinerator berukuran kecil atau menengah dapat membakar pada suhu 1300-
1500 ºC atau lebih tinggi dan mungkin dapat mendaur ulang sampai 60%
panas yang dihasilkan untuk kebutuhan energi rumah sakit. Suatu rumah sakit
dapat pula mempertoleh penghasilan tambahan dengan melayani insinerasi
limbah rumah sakit yang berasal dari rumah sakit yang lain. Insinerator
modern yang baik tentu saja memiliki beberapa keuntungan antara lain
kemampuannya menampung limbah klinik maupun limbah bukan klinik,
termasuk benda tajam dan produk farmasi yang tidak terpakai lagi.
Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat ditimbun dengan
kapur dan ditanam. Langkah-langkah pengapuran (Liming) tersebut meliputi
sebagai berikut :
a.Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter
b.Tebarkan limbah klinik didasar lubang samapi setinggi 75 cm
c.Tambahkan lapisan kapur
d. Lapisan limbah yang ditimbun lapisan kapur masih bisa ditanamkan
samapai ketinggian 0,5 meter dibawah permukaan tanah
e. Akhirnya lubang tersebut harus ditutup dengan tanah
6. Kadar klorin sebagai desinfektan yaitu 0,5% selama 10 menit.s
DAFTAR PUSTAKA
http://bit.ly/MgJ9AB
http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream/123456789/692/5/BK2008-A3.pdf
http://healthsafetyprotection.com/sekilas-tentang-global-harmonize-system-ghs/
http://uwityangyoyo.wordpress.com/2009/10/19/pengelolaan-limbah-medis-rumah-sakit/