optimasi tingkat diskritisasi metode elemen...
TRANSCRIPT
1
\
2
Optimasi Tingkat Diskritisasi Metode Elemen Hingga
Analisis Struktur Pelat Lentur Dengan Berbagai Rasio Bentang
Suharjanto
Dosen Tetap Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik..
Universitas Janababadra, Jalan Tentara Rakyat Mataram 55 – 57 Yogyakarta.
E-mail: [email protected]
Kurniawan Wijayanto
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik
Universitas Janababadra, Jalan Tentara Rakyat Mataram 55 – 57 Yogyakarta
E-mail: [email protected]
Abstrak
Metode analisis struktur pelat lentur yang semakin populer seiring dengan
perkembangan teknologi informasi dan komputer adalah metode elemen hingga, yaitu teknik
diskritisasi struktur menjadi elemen-elemen lebih kecil dan dihubungkan satu sama lain oleh
titik-titik simpul untuk memperoleh solusi yang lebih sederhana, supaya beradaptasi pada
perhitungan dengan bantuan komputer. Nilai keluaran metode elemen hingga bersifat
pendekatan, sehingga diperlukan optimasi untuk mencapai nilai keluaran yang cukup akurat
dengan mempertimbangkan efisiensi perhitungan dan kapasitas komputer.
Algoritma dibuat berdasarkan hipotesis tegangan-bidang dan teori Reissner-Mindlin,
program ditulis dengan sintaksis MATLAB dan dijalankan dengan menggunakan perangkat
lunak MATLAB versi 7.7 (R2008b). Selanjutnya, analisis dilakukan pada struktur pelat
persegi-panjang yang bertumpuan jepit pada sepanjang sisi tepi dengan keragaman rasio
bentang (Ly/Lx) mengikuti Tabel 13.3.1 PBI 1971.
Dari hasil analisis diperoleh tiga titik optimum. Untuk rasio bentang (Ly/Lx) 1 sampai
1,3 titik optimum dicapai pada rasio luas elemen terhadap luas pelat 0,390625%. Untuk rasio
bentang 1,4 sampai 2,5 tercapai pada saat rasio luas elemen terhadap luas pelat 0,09765625%.
Sedangkan untuk rasio bentang 3,0; titik optimum tercapai pada saat rasio luas elemen
terhadap luas pelat 0,024414063%. Berdasarkan hasil optimasi tersebut, dapat diketahui bahwa
elemen yang cenderung berbentuk bujur-sangkar menghasilkan konvergensi lebih cepat
dibandingkan dengan elemen yang cenderung berbentuk persegi-panjang. Tingkat diskritisasi
elemen yang mendekati bentuk bujur-sangkar relatif lebih rendah dibandingkan dengan elemen
yang cenderung berbentuk persegi panjang.
Kata kunci: pelat lentur, rasio bentang, metode elemen hingga, tingkat diskritisasi
3
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu bagian dari struktur bangunan ialah pelat. Pelat merupakan struktur
bidang datar yang tebalnya jauh lebih kecil dibandingkan bentangnya. Ditinjau dari
segi statika, jenis tumpuan pelat bisa berupa bebas tanpa tumpuan, bertumpuan
sederhana, dan jepit. Beban kerja pada struktur pelat umumnya tegak lurus bidang,
akibatnya, deformasi yang terjadi merupakan akibat aksi lentur. Keragaman dimensi
pelat persegi yang merupakan besaran rasio antara panjang dan lebar pelat (Ly/Lx) dan
kondisi tepi, serta beban, memberikan pengaruh pada perilaku pelat. (R Szilard, 2004).
Salah satu metode numerik untuk analisis struktur yang semakin populer
seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komputer adalah metode
elemen hingga. Oleh karena metode “elemen hingga” menggunakan prosedur secara
numerik, maka solusi yang didapat menjadi bersifat aproksimasi/pendekatan,
akibatnya terjadi selisih (error) dengan nilai eksak. Tetapi, dengan meningkatkan
ketelitian diskritisasi diharapkan memperkecil error supaya hasil yang diperoleh
semakin mendekati nilai eksaknya. Namun dengan semakin meningkatnya ketelitian
diskritisasi pada struktur, maka perlu dipertimbangkan kapasitas komputer dan
kecepatan mikroprosesor yang dibutuhkan seiring bertambahnya array matriks sebagai
konsekuensi bertambahnya elemen dan titik simpul. Maka dari itu, diperlukan optimasi
jumlah elemen untuk hasil yang cukup akurat dengan error yang relatif sedemikian
kecil terhadap solusi eksak, tetapi tetap mempertimbangkan efisiensi perhitungan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana menyusun algoritma dan sintaksis pemrograman elemen hingga untuk
analisis struktur pelat lentur supaya dapat diperoleh keluaran (output) yang
mengarah menuju nilai solusi eksak?
2. Bagaimana hubungan antara keragaman rasio bentang pelat (Ly/Lx) terhadap
jumlah minimal elemen yang diperlukan?
3. Berapa jumlah minimal elemen yang diperlukan dalam analasis struktur pelat
lentur untuk mencapai hasil yang cukup akurat mendekati nilai solusi eksak?
C. Tujuan Penelitian
1. Menyusun algoritma dan sintaksis pemrograman elemen hingga untuk analisis
pelat lentur supaya diperoleh keluaran (output) yang mendekati nilai solusi eksak.
2. Mengetahui hubungan antara keragaman rasio bentang pelat persegi panjang
(Ly/Lx) terhadap jumlah minimal elemen yang diperlukan untuk mendekati nilai
solusi eksak.
3. Mengetahui jumlah minimal elemen yang diperlukan dalam analisis struktur pelat
untuk mencapai hasil yang relatif cukup akurat terhadap nilai solusi eksak.
D. Manfaat Penelitian
1. Penulis menjadi lebih memahami konsep dan aplikasi analisis struktur pelat lentur
dengan metode elemen hingga.
4
2. Menjadi sumber informasi dan referensi bagi masyrakat akademisi maupun
profesional untuk dapat mengetahui kebutuhan optimal elemen yang diperlukan
dalam proses analasis struktur pelat lentur sehingga dapat diperoleh nilai output
yang cukup akurat terhadap nilai solusi eksak.
3. Membuka peluang penelitian lebih lanjut untuk optimasi analisis struktur dengan
metode elemen hingga supaya dapat diperoleh hasil yang semakin akurat, semakin
cepat, dan efisien dalam proses perhitungannya.
E. Batasan Masalah
Dari identifikasi permasalahan yang terpapar di atas, diperoleh gambaran
dimensi permasalahan yang begitu luas. Namun menyadari adanya keterbatasan waktu
dan kemampuan, maka penulis memandang perlu memberi batasan masalah secara
jelas dan terfokus sebagai berikut;
1. Struktur pelat lentur diasumsikan sebagai material elastik dan isotropik-homogen.
2. Bentuk geometri pelat yang dianalisis adalah pelat persegi-panjang dengan kondisi
batas (boundary conditions) hanya berupa jepit penuh (clamped) pada sepanjang
sisi tepi pelat.
3. Analisis struktur pelat lentur berdasarkan pada hipotesis kondisi tegangan bidang
(plane-stress).
4. Tipe elemen satuan yang digunakan untuk analisis adalah elemen berbentuk
rektangular (persegi-panjang) isoparametrik dengan empat buah titik simpul.
5. Diskritisasi sistem struktur menjadi sekumpulan elemen (meshing) dibuat dalam
pola grid, yaitu pembagian (mesh) dengan pola susunan yang teratur.
6. Beban eksternal yang dikenakan pada struktur adalah beban statis terbagi merata
dengan arah tegak lurus bidang referensi pelat.
7. Data output yang ditinjau hanya peralihan (displacement) translasi pada titik pusat
bidang pelat, yaitu titik perpotongan garis diagonal bidang referensi pelat.
8. Keragaman rasio bentang (Ly/Lx) pelat mengikuti Tabel 13.3.1 PBI Tahun 1971.
9. Input data, proses analisis, dan plotting data output dilakukan dengan bantuan
perangkat lunak MATLAB® versi 7.7.0 (R2008b).
II. TINJAUAN PUSTAKA & LANDASAN TEORI
A. Struktur Pelat Lentur
Pelat adalah suatu struktur solid tiga dimensi yang mempunyai tebal h arah
sumbu z lebih kecil dibandingkan dimensinya yang lain, yaitu; panjang Lx arah sumbu-
x dan lebar Ly arah sumbu y. Menurut Katili (2003) batasan dimensi pelat adalah rasio
bentang terpendek dan tebal pelat (L/h) lebih dari empat sehingga diberlakukan kondisi
tegangan bidang (plane stress). Dalam modelisasi matematis, pelat disederhanakan
menjadi sebuah bidang datar, yaitu bidang tengah pelat atau bidang x-y. Dengan
pemodelan ini, maka persamaan tegangan, hukum Hooke dan ekspresi energi pada
benda tiga dimensi digeneralisasi menjadi bidang datar dua dimensi. Menurut Katili
(2003) untuk struktur dengan rasio bentang terpendek L dan tebal h (L/h) kurang dari 4
tidak dikategorikan sebagai struktur pelat lentur karena berlaku kondisi regangan
bidang (plane strain).
5
B. Metode Elemen Hingga
Bila suatu struktur kontinum dibagi-bagi menjadi beberapa bagian yang lebih
kecil dan dihubungkan satu sama lain dengan titik-titik simpul, maka bagian-bagian
kecil ini disebut dengan elemen hingga. Proses pembagian struktur kontinum menjadi
sekumpulan eleman ini dikenal sebagai diskiritisasi atau meshing. Dinamakan elemen
hingga karena ukuran elemen ini berhingga dan memiliki bentuk geometri yang lebih
sederahana dibandingkan kontinum-nya. Dengan elemen hingga, suatu masalah
dengan derajat kebebasan tak berhingga diubah menjadi suatu masalah dengan derajat
kebebasan tertentu sehingga penyelesaiannya lebih sederhana. (PB Kosasih, 2012).
C. Bahasa Komputasi MATLAB
Versi pertama Matrix Laboratory (MATLAB) ditulis di Univesity of Mexico
dan Stanford University pada akhir 1970-an. Versi awal digunakan sebagai paket untuk
kuliah Matematika Diskrit, Teori Matriks, agar mahasiswa tidak perlu menulis bahasa
Fortran. Matlab adalah bahasa komputasi teknis dengan kemampuan dalam
perhitungan, visualisasi, simulasi, dan pemrograman dalam suatu lingkungan yang
mudah untuk digunakan karena permasalahan dan penyelesainnya ditulis dalam notasi
matematika biasa. (Hanselman dan Littlefield, 1997).
D. Matriks Dan Vektor Elementer
Energi dalam akibat defrormasi geser transversal dan energi dalam akibat
deformasi lentur dimasukkan pada satu persamaan energi dalam, yaitu:
(2-1)
dengan;
{σb} = (2-2)
{εb} = (2-3)
adalah komponen tegangan dan deformasi lentur, serta;
{σs} = (2-4)
{εs} = (2-5)
adalah komponen tegangan dan deformasi geser transversal. Sedangkan k adalah faktor
koreksi geser transversal pada kondisi statik yang besarnya adalah .
Subsitusi pada persamaan konstitutif hukum Hooke menghasilkan:
(2-6)
dengan;
Hb = (2-7)
adalah persamaan konstitutif pada kondisi tegangan bidang (plane stress), dan;
Hs = G ; dengan G = 12
E (2-8)
V adalah domain tiga dimensi yang sama dengan dA dz. Dengan A adalah domain dua
dimensi pada bidang x-y.
6
Untuk menurunkan matriks kekakuan pada pelat, maka perlu diekspresikan
deformasi dalam variabel nodal. Peralihan arah sejajar bidang x-y adalah:
u = zθx (x , y) (2-9)
v = zθy (x , y) (2-10)
dan peralihan transversal (arah tegak lurus bidang x-y) adalah:
w = w (x , y) (2-11)
dengan θx dan θy adalah rotasi dengan arah vektor pada sumbu x dan sumbu y.
Sedangkan untuk kasus pelat lentur maka pada bidang tengah pelat diasumsikan tidak
terjadi peralihan arah x dan y, oleh karena itu, u dan v menjadi bernilai nol.
θx = xz (2-12)
θy = yz (2-13)
dengan adalah sudut yang terjadi akibat deformasi geser transversal.
Gambar 2.1 Elemen Segi-empat Dengan Empat Titik Simpul
Oleh karena peralihan transversal w dan rotasi θ independen, diperlukan fungsi
bentuk untuk interpolasi secara independen. Fungsi isoparametrik digunakan untuk
formulasi elemen pelat. Maka peralihan transversal w dan sudut θ diinterpolasikan:
w =
n
i
ii wN1
),( (2-14)
θx =
n
i
ixiN1
))(,( (2-15)
θy =
n
i
iyiN1
))(,( (2-16)
dengan n, jumlah titik nodal per elemen, fungsi bentuk yang sama untuk interpolasi
peralihan dan rotasi. Regangan lentur dan regangan geser transversal dihitung:
εb = z [Bb]{de} (2-17)
εs = [Bs] {de} (2-18)
dengan;
123
][x
bB
0000
00000000
00000000
44332211
4321
4321
x
N
y
N
x
N
y
N
x
N
y
N
x
N
y
N
y
N
y
N
y
N
y
Nx
N
x
N
x
N
x
N
(2-19)
7
122
][x
sB
y
NN
y
NN
y
NN
y
NN
x
NN
x
NN
x
NN
x
NN
44
3
32
21
1
44
3
32
21
1
0000
0000 (2-20)
dan;
{de}= })()()()()()()()({ 444333222111 wwww yxyxyxyx T
(2-21)
Persamaan (2-17) dan (2-18) disubsitusikan ke ekspresi energi dalam (internal)
pada persamaan (2-6) yang menghasilkan persamaan energi untuk setiap elemen:
Πint = Td}{
2
1zAe
[Bb]T[Db][Bb]dzdA {d} +
2
k{d
e}
T
zAe
[Bs]T[Ds][Bs]dzdA {d}
(2-22)
Sebagai hasilnya, matriks kekakuan untuk masing-masing elemen adalah:
[ke] = (2-23)
Dengan h adalah tebal pelat, sedangkan dan , masing-masing adalah matriks
kekakuan lentur (bending) dan matriks kekakuan geser transversal (transverse shear).
Atau dalam sistem koordinat parametrik (sumbu ξ-η):
[ke] = ][][ sb kk = ddJBHBh
bb
T
b
1
1
1
1
3
]][[][12
+ k h ddJBHB ss
T
s ][][][
1
1
1
1
(2-24)
Dengan J adalah nilai determinan matriks Jacobian.
Sedangkan untuk vektor gaya nodal {fn} ekuivalen tiap-tiap elemen akibat
beban eksternal terbagi merata P tegak lurus bidang pelat adalah:
{fn} = T
zzzz ffff 4321 00000000 (2-25)
Dengan; fzi =
1
1
1
1
iN P J dd
E. Integrasi Selektif Tereduksi
Saat ketebalan pelat menjadi sangat kecil dibanding bentang, maka energi
internal akibat deformasi geser transversal menjadi semakin dominan dibanding energi
dalam akibat lentur. Padahal, pada pelat yang sangat tipis, deformasi geser transversal
seharusnya mendekati nol. Fenomena ini dikenal dengan blokade geser (shear
locking). Energi lentur berbanding lurus dengan h3, sedangkan energi geser berbanding
lurus dengan h. Fenomena blokade geser terjadi karena pemaksaan kendala
(constraints) x = y = 0 oleh energi deformasi geser transversal pada energi potensial
total ketika pelat mencapai batas ketipisannya.
Untuk kondisi ini, digunakan integrasi selektif tereduksi dalam menghitung
kekakuan. Untuk lentur digunakan integrasi penuh, sedangkan untuk geser digunakan
integrasi tereduksi. Pada elemen bilinier isoparametrik empat titik nodal, digunakan 2 x
2 titik integrasi untuk kekakuan lentur, dan 1 x 1 titik integrasi untuk kekakuan geser.
8
Gambar 2.2 (a) Lokasi Titik Integrasi Gauss 2 x 2 Untuk Lentur
dan (b) Lokasi Titik Integrasi Gauss 1 x 1 Untuk Geser Transverasl
F. Transformasi Elemen Referensi ke Elemen Riil
Fungsi bentuk untuk elemen isoparametrik bilinier dengan empat nodal
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.1 diturunkan dari basis polinomial berikut:
u(e)
= a1 + a2x + a3y + a4xy (2-26)
Isoparametrik digunakan untuk elemen dengan fungsi interpolasi variabel yang dan
interpolasi koordinat sama. Empat koefisien pada Persamaan (2-26) ditentukan
pemenuhan konstrain u(x1,y1) = u1; u(x2,y2) = u2; u(x3,y3) = u3; u(x4,y4) = u4. Fungsi
bentuk elemen 2-dimensi diberikan oleh:
Ni = n
i
n
i LL ,, (2-27)
Dengan polinomial Lagrange, fungsi bentuk elemen referensi (sumbu ξ- η) adalah:
N1 = 2
,1
2
,1 LL = )(
)(
)(
)(
41
4
21
2
= )1)(1(
4
1 (2-28)
N2 = 2
,2
2
,2 LL = )(
)(
)(
)(
23
2
21
2
= )1)(1(
4
1 (2-29)
N3 = 2
,3
2
,3 LL = )(
)(
)(
)(
32
3
31
3
= )1)(1(
4
1 (2-30)
N4 = 2
,4
2
,4 LL = )(
)(
)(
)(
41
4
43
4
= )1)(1(
4
1 (2-31)
Gambar 2.3 Elemen Referensi Pada Sistem Koordinat Parametrik (Sumbu ξ η)
Untuk nodal-nodal sebagaimana pada Gambar 2.3. Fungsi-fungsi bentuk tersebut
didefinisikan ke dalam sistem koordinat parametrik (1 ≤ ξ ≤ 1 dan 1 ≤ η ≤ 1).
Pada koordinat parametrik, elemen referensi berbentuk bujursangkar.
Sedangkan pada koordinat kartesian, elemen riil berbentuk kuadrilateral (segi empat).
9
Gambar 2.4 Elemen Riil Pada Sistem Koordinat Kartesian (Sumbu x y)
Titik koordinat (ξ,η) elemen referensi dipetakan ke koordinat (x,y) pada elemen
riil dengan memasukkan Persamaan fungsi bentuk (2.28) sampai Persamaan (2.31).
x = ),(4
1
i
iN xi (2-32)
y = ),(4
1
i
iN yi (2-33)
Dengan xi dan yi adalah titik koordinat pada nodal ke-i. Secara umum, variabel fisis
dapat diinterpolasi dengan fungsi bentuk yang sama, yaitu;
u = ),(4
1
i
iN ui (2-34)
Berikutnya adalah menghitung dan . Untuk dapat
menyelesaikan turunan fungsi tersebut, maka diawali dari persamaan Laplace yaitu:
y
y
x
x (2-35)
y
y
x
x (2-36)
Atau jika dalam bentuk persamaan matriks dapat ditulis sebagai berikut:
y
xyx
yx
(2-37)
Matriks vektor di sebelah kiri disebut dengan derivatif lokal dan matriks vektor di
sebelah kanan adalah derivatif global. Sedangkan matriks persegi di tengah disebut
matriks Jacobian [J].
[J] = = (2-38)
Invers dari matriks Jacobian adalah sebagai berikut:
[R] = [J]-1
= (2-39)
Selanjutnya, persamaan (3-39) dimasukkan ke persamaan (2-37) menjadi:
2221
1211][
RR
RRR
y
x (2-40)
Hasilnya, derivatif fungsi bentuk terhadap x dan y dibentuk dari persamaan (2-40):
10
i
i
i
i
N
N
RR
RR
y
Nx
N
2221
1211 (2-41)
Komponen dari matriks Jacobian didefinisikan sebagai berikut:
J11 =
x = i
i
i xN
4
1
),(
(2-42)
J12 =
y = i
i
i yN
4
1
),(
(2-43)
J21 =
x = i
i
i xN
4
1
),(
(2-44)
J22 =
y = i
i
i yN
4
1
),(
(2-45)
Subsitusikan persamaan fungsi bentuk bilinier (2-28) sampai (2-31) ke dalam
persamaan (2-42) sampai (2-45) sehingga menghasilkan:
J11 = (2-46)
J12 = (2-47)
J21 = (2-48)
J22 = (2-49)
Komponen matriks Jacobian merupakan fungsi dari ξ dan η. Setelah komponen
matriks Jacobian didefinisikan pada persamaan (2-46) sampai (2-49), maka
berdasarkan matriks derivatif global (2-41) dari fungsi bentuk dapat dihitung sebagai:
(2-50)
(2-51)
G. Pemrograman Elemen Hingga
1. Prosedur Pemrograman
Urutan prosedur umum dalam pemrograman analisis elemen hingga adalah:
1. Membaca data masukan (input) dan mengalokasikan ukuran array.
2. Menyusun matriks kekakuan dan vektor (gaya dan peralihan) tiap-tiap elemen.
3. Menggabung matriks dan vektor elemen menjadi matriks dan vektor struktur.
4. Mengapilkasikan kondisi batas (boundary condition) dan vektor pembebanan (load
vector) pada matriks dan vektor struktur.
5. Menyelesaikan persamaan matriks dan vektor untuk mendapatkan nilai dari
variabel tiap-tiap nodal.
6. Menghitung nilai variabel-variabel sekunder bila perlu.
7. Mem-plot (plotting) dan/atau mencetak (printing) nilai yang dihasilkan.
2. Data Masukan (Input)
11
Data masukan yang diperlukan dalam analisis elemen hingga adalah:
1. Jumlah total nodal pada sistem struktur.
2. Jumlah total elemen pada sistem struktur.
3. Derajat kebebasan (degree of freedom – DOF) masing-masing nodal.
4. Titik koordinat tiap-tiap nodal pada sistem koordinat global.
5. Konektivitas antar nodal pada masing-masing elemen.
6. Informasi mengenai material, kondisi batas, dan pembebanan.
3. Penggabungan Matriks dan Vektor Elemen
Panjang tiap elemen dapat dihitung dari nilai koordinat nodal yang
menghubungkan elemen. Dalam hal ini, elemen ke-i dihubungkan oleh dua nodal,
yaitu nodal ke-i dan nodal ke-(i+1). Hasilnya, panjang elemen hi sama dengan gcoord
(i + 1) – gcoord(i). Jika panjang tiap elemen sama untuk keseluruhan domain, maka
panjang dari salah satu elemen sudah cukup untuk dapat dijadikan masukan. Untuk
penggabungan, diperlukan informasi mengenai dimana martriks dan vektor elemen
ditempatkan dalam matriks dan vektor sistem struktur. Informasi ini diperoleh dari
indeks array yang ukurannya sama dengan derajat kebebasan per elemen, untuk
contoh kasus di atas bernilai 2 karena setiap elemen memiliki dua nodal yang masing-
masing satu derajat kebebasan (ndof = 1).
index(1) = i dan index(2) = i+1 untuk elemen ke-i
Misalkan k dan f adalah matriks dan vektor elemen sedangkan kk dan ff adalah
matriks dan vektor pada sistem struktur, berikut ini adalah algoritma dengan kode
Matlab untuk penggabungan matriks dan vektor elemen. edof = nnel*ndof; % edof = jumlah derajat kebebasan per elemen
for ir = 1:edof; % loop untuk baris elemen
irs = index(ir); % alamat untuk baris sistem
ff(irs)= f(ir); % menggabung ke vektor sistem
for ic = 1:edof; % loop untuk kolom elemen
ics = index(ic); % alamat untuk kolom sistem
kk(irs,ics)=kk(irs,ics)+k(ir,ic); % menggabung ke matriks sistem
end % akhir dari loop kolom
end % akhir dari loop baris
4. Memasukkan Kondisi Batas (Boundary Conditions)
Informasi kekangan atau kondisi batas dimuat dalam arrays yang disebut bcdof
dan bcval. Persamaan matriks sistem dibentuk dari informasi ini. Apabila kekangan
diterapkan kepada derajat kebebasan ke-n pada persamaan matriks, maka persamaan
ke-n matriks digantikan persamaan kekangan. Misal persamaan matriks:
[kk] {u} = {ff} (2-63) for ic = 1:2; %loop untuk dua kekangan (constraints)
id = bcdof(ic); % mendefinisikan derajat kebebasan untuk kekangan
val = bcval(id); % mendefinisikan nilai kekangan
for i = 1:sdof; % loop untuk jumlah persamaan pada sistem
ff(i)=ff(i)-val*kk(i,id); % modifikasi kolom dengan nilai kekangan
kk(id,i)= 0 % menjadikan semua baris ke-id menjadi nol
kk(i,id)= 0 % menjadikan semua kolom ke-id menjadi nol
end % akhir dari loop untuk jumlah persamaan pada sistem
kk(id,id)= 1 % menjadikan arah diagonal menjadi satu
ff(id)= val % meletakkan nilai kekangan pada kolom
end % akhir dari loop untuk dua kekangan
Setelah persamaan matriks sistem dimodifikasi dengan memasukkan kondisi
batas, maka dapat diselesaikan. Untuk Matlab, penyelesaiannya: u = kk’ \ ff. Dengan
kk’ adalah matriks yang telah dimodifikasi dengan memasukkan kondisi batas
12
III. METODE PENELITIAN
Tahap penelitian tugas akhir ini dapat dilihat pada flowchart berikut;
Gambar 3.1 Bagan Alir (Flowchart) Tahapan Penelitian
1. Mengumpulkan materi penunjang 2. Mempelajari konsep analisis struktur pelat 3. Mempelajari konsep metode elemen hingga 4. Mempelajari bahasa komputasi MATLAB
Menyusun alur pemrograman analisis “elemen hingga” untuk struktur pelat lentur
1. Menulis listing baca data dan preprocessor 2. Menulis listing prosedur analisis 3. Menulis listing prosedur output dan plotting
1. Input data untuk masing-masing kasus pelat 2. Iterasi analisis sampai didapatkan konvergensi
output dengan error ≤ 1% antara iterasi ke-i dan iterasi ke-(i+1) pada masing-masing kasus
3. Menyajikan Data dalam Tabel dan Grafik 4. Pembahasasn
Benar
Benar
Kesimpulan & Saran
Selesai
Mulai
Studi Literatur
Alur Pemrograman
Menulis Program
Ujicoba Program, Memeriksa konvergensi
Data output
Validasi output Dengan solusi eksak Timoshenko (1959)
Studi Kasus
Salah
Salah
13
IV. PEMBUATAN PROGRAM
A. Penjelasan Program
Program ditulis dan disimpan dalam beberapa M-file terpisah:
1. Modul program utama; berisi prosedur-prosedur pengelolaan M-file, identifikasi
input data, pengaturan array, operasi matriks dan vektor, serta plotting data output.
Modul ini disimpan dalam format M-file dengan nama “main.m”.
2. Modul pre-processor; berisi algoritma untuk menghitung secara otomatis lokasi
koordinat dan penomoran titik nodal, jumlah dan penomoran elemen, beserta
konektivitas antar nodal. Modul ini disimpan dalam M-file dengan nama
“CalculateCoodinates.m”.
3. Modul formulasi Gauss kuadratur; berisi formulasi titik integrasi Gauss
(integration points) dan faktor bobot (weighting coefficients). Formulasi ini
memuat dua kasus (case), yaitu; untuk kasus lentur (bending) dan geser (shear).
Modul ini disimpan dalam M-file yang diberi nama “GaussQuadrature.m”.
4. Modul fungsi bentuk; memuat formulasi fungsi bentuk (shape functions) beserta
derivatifnya untuk elemen kuadrilateral isoparametrik dengan empat buah nodal.
Disimpan di dalam M-file dengan nama “Shapefunctions.m”.
5. Modul matriks Jacobian; berisi perhitungan dan pembentukan matriks, invers, dan
determinan Jacobian. Disimpan di dalam M-file dengan nama “Jacobian.m”.
6. Modul derivatif fungsi bentuk; memuat perhitungan derivatif fungsi bentuk
terhadap sistem koordinat kartesian pada elemen kuadrilateral isoparametrik empat
nodal. Disimpan dengan nama “Shapefunctionderivatives.m”.
7. Modul matriks kinematik lentur; memuat formulasi matriks kinematik lentur
elementer. Disimpan dengan nama “PlateBending.m”.
8. Modul matriks kinematik geser; memuat formulasi matriks kinematik geser
elementer. Disimpan dengan nama “PlateShear.m”.
9. Modul vektor gaya; memuat formulasi untuk pembentukan vektor beban ekivalen
elementer. Disimpan dengan nama “Force.m”.
10. Modul penggabungan (assemblage); memuat proses perhitungan untuk merakit /
menggabung matriks kekakuan elementer dan vektor elementer menjadi matriks
dan vektor sistem struktur. Disimpan dengan nama “assemble.m”.
11. Modul kondisi batas; memuat formulasi tumpuan pada tepi pelat. Disimpan dengan
nama “BoundaryCondition.m”.
12. Modul constraints; aplikasi kekangan (constraints) pada persamaan kekakuan
sistem struktur untuk mereduksi matriks dan vektor struktur sesuai dengan data
kondisi batas (boundary conditions). Disimpan dengan nama “constraints.m”.
13. Modul penyajian data output; memuat proses rekapitulasi data output ke dalam
bentuk tabel. Disimpan dengan nama “mytable.m”.
B. Ujicoba Program
1. Menjalankan Program (Running Test)
Data-data masukan (input) untuk ujicoba:
Bentang pelat; Lx = Ly = 3 m = 3000 mm
Tebal pelat; h = 120 mm
Modulus elastisitas; E = 20000 MPa
14
Rasio Poisson; ν = 0,2
Beban luar; Pz = 20 kN/m2 = 0,02 N/mm
2 (tanda negatif, arah beban ke bawah)
Iterasi ke-4; jumlah elemen = 44 = 16 x 16 = 256 buah elemen
Kemudian dihasilkan tampilan sebagai berikut;
Gambar 4.1 Jendela Command Saat Program Dijalankan
Gambar 4.2 Diskritisasi Pada Iterasi ke-4 (Mesh 16 x 16)
Gambar 4.3 Peralihan (Displacement) Nodal Pada Iterasi ke-4
15
2. Uji Konvergensi Data Output
Data output dapat dikatakan konvergen apabila pada setiap iterasi mengarah
pada suatu nilai tertentu dengan nilai kesalahan relatif antar iterasi yang menuju nol.
Tabel 4.1 Uji Konvergensi Data Output
Gambar 4.4 Konvergensi Data Output
Melalui Tabel 5.1 dan Gambar 5.4 dapat diketahui bahwa nilai kesalahan relatif
sudah menuju nol.
3. Validasi Data Output Terhadap Solusi Eksak
Untuk memeriksa akurasi data output terhadap nilai solusi eksak, maka
dilakukan perbandingan antara data output terhadap nilai eksak menurut Timoshenko
dan WoinowskyKrieger (1959).
b
zc
D
Lfw
431026,1 (4-1)
Dengan;
wc = Lendutan maksimum pada pusat pelat menurut rumus solusi eksak
fz = Beban luar terbagi merata dengan arah sejajar sumbu z
L = Bentang pelat
Db = Koefisien kekakuan lentur; Db = )1(12 2
3
Eh
Diperoleh nilai eksak untuk lendutan maksimum, wc = 0,73828125 mm.
Sedangkan, pada pendekatan analisis elemen hingga dengan mesh 16 x 16 diperoleh
lendutan maksimum, wmaks = 0,7005228392 mm.
Iterasi Mesh Elemen Lendutan Maksimum Kesalahan
ke-i N x N (mm) Relatif (%)
1 2 x 2 -0,0270000000 100
2 4 x 4 -0,6719653030 95,981935
3 8 x 8 -0,6946506134 3,2657152 4 16 x 16 -0,7005228392 0,8382633
16
Gambar 4.5 Konvergensi Data Output Menuju Solusi Eksak
V. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada studi kasus ini akan dikaji kecenderungan kesalahan relatif pada masing-
masing rasio bentang (Ly/Lx) dan hubungan antara berbagai rasio bentang pelat
(Ly/Lx) dengan kebutuhan minimal elemen yang diperlukan untuk dapat mencapai
nilai keluaran (output) dengan kesalahan relatif ≤ 1%.
A. Analisis
Pada masing-masing pelat memiliki data material dan pembebanan yang sama;
1. Tebal pelat, h = 120 mm
2. Modulus elastisitas, E = 20000 MPa
3. Rasio Poisson, ν = 0,2
4. Beban luar, arah tegak lurus bidang pelat; Pz = 20 kN/m2 = 0,02 N/mm
2
5. Tumpuan jepit (clamped) pada sepanjang sisi tepi
Sedangkan rasio bentang (Ly/Lx) pelat yang dianalisis, masingmasing adalah;
1,0; 1,1; 1,2; 1,3; 1,4; 1,5; 1,6; 1,7; 1,8; 1,9; 2,0; 2,1; 2,2; 2,3; 2,4; 2,5; dan 3,0.
B. Pembahasan
Setelah dilakukan analisis pada masing-masing kasus struktur pelat lentur,
maka selanjutnya mengkaji hubungan antara berbagai variasi bentang (Ly/Lx) terhadap
kesalahan relatifnya dan variasi rasio bentang (Ly/Lx) terhadap rasio luas elemen
terhadap luas pelat yang diperlukan untuk mencapai kesalahan relatif ≤ 1% antar
iterasi. Hubungan tersebut ditabulasi ke dalam tabel dan diplot pada grafik.
Tabel 5.1 Kebutuhan Optimal Elemen Terhadap Rasio Bentang Ly/Lx
Ly/Lx Mesh (N x N) Jumlah Elemen
Yang Diperlukan % Luas Elemen Thd. Luas Pelat
1,0 16 x 16 256 0,390625 1,1 16 x 16 256 0,390625
1,2 16 x 16 256 0,390625 1,3 16 x 16 256 0,390625 1,4 32 x 32 1024 0,09765625 1,5 32 x 32 1024 0,09765625 1,6 32 x 32 1024 0,09765625 1,7 32 x 32 1024 0,09765625 1,8 32 x 32 1024 0,09765625 1,9 32 x 32 1024 0,09765625
17
2,0 32 x 32 1024 0,09765625 2,1 32 x 32 1024 0,09765625 2,2 32 x 32 1024 0,09765625 2,3 32 x 32 1024 0,09765625 2,4 32 x 32 1024 0,09765625 2,5 32 x 32 1024 0,09765625 3,0 64 x 64 4096 0,024414063
Untuk pelat dengan rasio bentang (Ly/Lx) yang rendah, yaitu antara 1 sampai
1,3 elemen cenderung berbentuk bujur-sangkar, titik optimum tercapai pada rasio luas
elemen terhadap luas pelat 0,390625%. Sedangkan pada saat rasio bentang (Ly/Lx)
semakin meningkat, yaitu antara 1,4 sampai 2,5 elemen menjadi cenderung berbentuk
persegi-panjang, titik optimum tercapai pada rasio luas elemen terhadap luas pelat
0,09765625%. Pada tingkat rasio bentang (Ly/Lx) yang lebih tinggi lagi yaitu; 3,
elemen menjadi semakin berbentuk persegi panjang, titik optimum kembali bergeser
pada rasio luas elemen terhadap luas pelat 0,024414063%.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa elemen berbentuk bujur-sangkar
menghasilkan konvergensi yang lebih cepat dibandingkan dengan elemen yang
cenderung berbentuk persegi-panjang. Dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh bentuk
elemen terhadap kecepatan konvergensi data output.
Gambar 5.1 Kesalahan Relatif Untuk Masing-masing Rasio Bentang (Ly/Lx)
18
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Algoritma untuk analisis elemen hingga dibuat berdasarkan hipotesis tegangan
bidang (plane-stress) dan teori pelat lentur Reissner-Mindlin. Kode program ditulis
dengan sintaksis pemrograman MATLAB.
2. Ujicoba menjalankan program (running test) dilakukan dengan menggunakan
perangkat lunak MATLAB versi 7.7 (R2008b), hasilnya; program dapat berjalan
dengan baik tanpa muncul peringatan kesalahan.
3. Akurasi optimum data output tercapai pada saat kesalahan relatif ≤ 1%, tetapi
dibutuhkan waktu (running time) yang lebih lama untuk menyelesaikan proses
analisis seiring dengan semakin meningkatnya diskritisasi analisis.
4. Diperoleh tiga titik optimum yang berbeda, yaitu;
a) Untuk rasio bentang (Ly/Lx) 1 sampai 1,3 dicapai pada saat rasio luas elemen
terhadap luas pelat; 0,390625%.
b) Rasio bentang (Ly/Lx) 1,4 sampai 2,5 dicapai pada saat rasio luas elemen
terhadap luas pelat; 0,09765625%.
c) Sedangkan untuk rasio bentang (Ly/Lx) 3,0 titik optimum dicapai pada saat
rasio luas elemen terhadap luas pelat; 0,024414063%.
5. Ada pengaruh bentuk elemen terhadap kecepatan konvergensi data output. Elemen
berbentuk bujur-sangkar menghasilkan konvergensi yang lebih cepat dibandingkan
dengan elemen yang cenderung berbentuk persegi-panjang.
6. Tingkat diskritisasi elemen yang cenderung berbentuk bujur-sangkar relatif lebih
rendah dibandingkan dengan elemen yang cenderung berbentuk persegi-panjang.
B. Saran
Untuk keperluan penelitian lebih lanjut, maka perlu dipertimbangkan saran-
saran sebagai berikut:
1. Data keluaran (output) pada penelitian ini belum memasukkan data gaya-gaya
dalam yaitu momen dalam, sehingga perlu dilakukan pengembangan lebih lanjut
untuk proses perhitungan momen dalam.
2. Elemen berbentuk bujur-sangkar perlu dipertahankan dalam proses diskritisasi
supaya dapat diperoleh konvergensi yang lebih cepat jika dibandingkan bentuk
elemen persegi-panjang.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk analisis struktur pelat lentur dengan
rasio bentang (Ly/Lx) lebih dari 3,0 dan dengan berbagai kondisi batas.
4. Perlu adanya penelitian mengenai optimasi tingkat diskritisasi untuk bentuk
geometri elemen yang lain, misalnya bentuk triangular (segi-tiga). Serta dengan
fungsi aproksimasi yang berbeda, misalnya dengan fungsi non-linier kuadratik.
19
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1971. Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 NI-2. Bandung: Direktorat
Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia
A Firmansyah. 2007. Dasar-dasar Pemrograman MATLAB®. Bandung: Komunitas
eLearning
As’ad Sonief. 2003. Metode Elemen Hingga. Diktat Kuliah Fakultas Teknik. Malang:
Universitas Brawijaya
Bathe, Klaus Jurgen. 2006. Finite Element Procedures in Engineering Analysis. Civil
Engineering Series. New Jersey: Prentice Hall
__________. 2011. The Mechanics of Solids and Structures Hierarchical Modeling
and the Finite Element Solution. London: Springer
Batoz, J L dan Tahar, Ben M. 1982. Evaluation of New Quadrilateral Plate Bending
Element. International Journal of Mechanical Engineering, Volume 18
Ferreira. 2009. MATLAB® Codes for Finite Element Analysis. London: Springer
Hanselman, Duane dan Littlefield, Bruce. 1997. The Student of MATLAB® User’s
Guide. New Jersey: Prentice Hall
Hieu, Nguyen Van. 2009. Development and Aplication of Assumed Strain Smoothing
Finite Element Technique for Composite Plates/Shell Structures. Disertasi
Doktor (Ph.D). University of Southern Queensland
Imrak, C Erdem dan Gerdemeli, Ismail. 2007. The Problem of Isotropic Rectangular
Plate With Four Clamped Edge. Istanbul Technical University
Irwan Katili. 2003. Metode Elemen Hingga Untuk Struktur Pelat Lentur. Jakarta:
Universitas Indonesia Press
__________. 2006. Metode Elemen Hingga Program UI FEAP. Program Studi Teknik
Sipil, Fakultas Teknik. Depok: Universitas Indonesia
Kwon, Young W dan Bang, Hyohcoong. 1997. The Finite Element Method Using
MATLAB®. New York: CRC Press
Lagace, Paul A. 2001. Plane Stress and Plane Strain Analysis. Bahan Ajar Dept
Aeronautika-astronautika. Massachusetts Institute of Technology
Mindlin, RD. 1951. Influence of Rotatory Inertia and Shear on Flexural Motions of
Isotropic-elastic Plates. ASME Journal of Applied Mechanics
20
Nikishkov, Gennadiy. 2010. Programming Finite Elements in JavaTM. London:
Springer
Pius Dian Widi Anggoro. 2008. Pembangkitan Mesh Dua Dimensi Berdasarkan
Dekomposisi Quadtree Dengan Perbaikan Triangulasi Delaunay. Tesis.
Program Pascasarjana Ilmu Komputer. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
P B Kosasih. 2012. Teori dan Aplikasi Metode Elemen Hingga. Yogyakarta: Andi
Reissner, E. 1945. The effect of Transverse Shear Deformation on the Bending of
Elastic Plates. ASME Journal of Applied Mechanics
Stein, M. 1951. Torsion and Transverse Bending of Cantilever Plates. Technical Note
#2369. Washington: National Advisory Committee for Aeronautics
Szilard, Rudolph. 2004. Theories and Aplications of Plate Analysis. New Jersey: John
Wiley & Sons
Timoshenko, S dan Woinowsky-Krieger, S. 1959. Theory of Plates and Shells. New
York: McGraw-Hill
Wang, Chu-Kia. 2001. Relationships Between Bending Solutions of Reissner Mindlin
Plate Theories. Engineering & Structures Journal, Volume 23
Zienkiewicz, O C dan Taylor, R L. 2000. Finite Element Method for Solid and
Structural Mechanics. Oxford: Butterworth-Heinmann