oh fixed.docx
TRANSCRIPT
Waktu : Senin, 14 April 2014
Kelompok : 5 Praktikum Pagi
OVARIOHISTERECTOMY
Oleh :
Asrang Bin Abdullah B04098902
Nurul Hafsari B04100104
Saras Nindya Murti B04100117
Yanuar Restu Wijaya B04100123
Bayu Firmala Kusuma B04100136
LABORATORIUM BEDAH
DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI DAN PATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tindakan bedah untuk hewan kecil semakin berkembang seiring dengan
meningkatnya permintaan dari pemilik hewan untuk melakukan tindakan
pembedahan. Selain untuk tujuan pengobatan, tindakan bedah biasanya juga
bertujuan untuk kepentingan estetika hewan dan tindakan pencegahan (preventif).
Salah satu tindakan bedah pada hewan kecil untuk tujuan pencegahan (preventif)
adalah operasi ovariohisterectomy (OH). Operasi OH pada hewan kecil biasanya
lebih banyak ditujukan untuk sterilisasi, dengan harapan agar tidak terjadi
inbreeding dan pertambahan populasi. Operasi OH sebaiknya dilakukan pada
hewan betina umur 1-3 tahun.
Sterilisasi/pencegahan kebuntingan dapat dilakukan dengan metode operasi,
histerectomy maupun ovariohisterectomy. Histerectomy merupakan suatu operasi
yang dilakukan pada hewan betina untuk mensterilkan/memandulkan hewan
tersebut, yang dilakukan dengan melakukan pengangkatan uterus, namun hewan
tersebut masih mampu untuk memproduksi feromon dan estrus (Frandson 1996).
Sedangkan ovariohisterectomy adalah suatu operasi pada hewan betina yang mirip
dengan histerectomy, berguna untuk mensterilkan/memandulkan hewan tersebut,
sehingga tidak dapat lagi mengalami estrus, kawin, dan beranak, namun dilakukan
tidak hanya dengan pengangkatan uterus saja, melainkan dilaksanakan dengan
pengangkatan organ mulai dari uterus sampai ovarium dari hewan betina tersebut
(Smith 1965). Untuk tindakan operasinya dapat dilakukan sesui kebutuhan dan
keadaan pasien atau sesuai permintaan pemilik hewan.
Selain itu, operasi ini biasanya dilakukan atas permintaan pemilik untuk
meningkatkan berat badan pada hewan-hewan produksi dan memperbaiki perilaku
hewan supaya lebih jinak. Sedangkan untuk tujuan pengobatan, operasi biasanya
dilakukan untuk mengatasi penyakit reproduksi seperti pyometra, hydrometra, dan
ruptura uterus serta untuk pengobatan penyakit lain yang berhubungan dengan
hormon dan reproduksi seperti tumor venereal sarcoma, dan hernia inguinalis.
B. Tujuan
Tujuan dilakukannya operasi ovariohisterectomy adalah untuk mengetahui
teknik operasi pembuangan ovarium dan uterus untuk berbagai kepentingan klinis
seperti steril pada hewan betina, mengatasi berbagai penyakit reproduksi dan
penyakit yang bukan penyakit reproduksi serta melatih ketrampilan mahasiswa
dalam melakukan tindakan bedah.
MATERIAL DAN METODE
1. Signalement
Nama Hewan : Laura
Jenis Hewan : Kucing
Ras (breed) : Lokal
Warna bulu dan kulit : Kuning - putih
Jenis Kelamin : Betina
Umur : 1,5 tahun
Tambahan khusus :
Berat badan : 3.3 kg
Ciri Khusus : Pigmen bintik kehitaman di bibir atas dan hidung
2. Status Present
Perawatan : Baik
Habitus : Jinak
Gizi : Baik
Pertumbuhan Badan : Baik
Sikap Berdiri : Tegak pada keempat kaki
Suhu : 38.6oC, normal
Frekuensi nadi : 130 kali/menit, normal
Frekuensi nafas : 20 kali/menit, normal
Cara berjalan : Koordinatif, baik
CRT : 1 detik
Diameter pupil : 1 cm
Adaptasi lingkungan : Baik
3. Bahan Praktikum
Bahan yang digunakan selama operasi dan post operasi adalah sebagai
berikut:
No. Tujuan/Kegunaan
Bahan Dosis/Jumlah(mg/kg BB)
Rute Pemberian
1. Pre anaestesi Atropin sulfat 0.025 SC2. Sedativa Xylazine 1,1 - 2,2 IM3. Anaestesi Ketamin HCl 10% 1,1 IM4. Antibiotik Penisilin IM
Amoxicillin 20 PO5. Desinfektan Alkohol 70 % Lokal6. Antiseptic Iodium tincture 3% Lokal7. Cairan Fisiologis NaCl 0,98. Penjahitan Jarum bulat dan segitiga
Benang cat gut 3.0Benang silk 3.0
9. Bahan penunjang Tampon, kassa, plester, gurita
4. Alat Praktikum
Peralatan yang digunakan selama praktikum meliputi satu set peralatan
Operasi yang terdiri dari: 4 buah towel clamp, 2 buah pinset anatomis, 2 buah
pinset sirurgis, 1 buah gagang scapel no 4 dan 1 buah blade no 4, 3 buah gunting
yang terdiri dari gunting lurus tajam tumpul, gunting lurus tumpul-tumpul dan
gunting bengkok/melengkung, 4 buah tang arteri lurus anatomi, 2 buah tang arteri
bengkok anatomis, 2 buah tang arteri lurus cirurgis, 1 buah needle holder, dan 1
buah duk/penutup. Sedangkan perlengkapan operator dan asisten 1 yang terdiri
atas: tutup kepala (topi) dan masker, sikat tangan, handuk kecil, baju operasi (jas
lab), dan sarung tangan (glove). Perlengkapan preparasi dan monitoring hewan
yaitu: stetoskop, thermometer, timer/stopwatch, alat cukur, alat tulis,
spuid/syringe, 4 buah tali, gunting kuku, dan alat dokumentasi.
5. Metode Operasi
Prosedur operasi terdiri atas tiga tahapan yang meliputi pre operasi, operasi
dan post operasi. Prosedur sebelum dilakukan teknik operasi (preoperasi) terdiri
dari beberapa prosedur mayor yang akan mendukung hasil keseluruhan operasi.
Prosedur tersebut terdiri atas persiapan dan sterilisasi alat, persiapan dan preparasi
hewan, serta anaesthesi.
a. Persiapan dan Sterilisasi Peralatan Operasi
Peralatan yang akan digunakan dalam operasi harus melalui proses sterilisasi,
begitu pula dengan perlengkapan operator dan asisten yang meliputi tutup kepala,
masker, sikat tangan, handuk/duk, baju operasi, dan sarung tangan. Peralatan
tersebut harus dalam keadaan bersih agar proses sterilisasi dapat maksimal dan
efektif. Alat-alat tersebut kemudian dibungkus dengan kain muslin/non woven
sebelum dimasukkan kedalam oven kering (autoclave) 60oC selama 30 menit atau
pada 121oC selama 13 menit. Sedangkan peralatan operasi minor dicuci dengan
bersih dan didesinfeksi. Selanjutnya sterilisasi dilakukan dengan oven kering pada
121oC selama 13 menit. Proses sterilisasi dalam oven kering pada suhu tersebut
dalam 5-10 menit sudah dapat merusak mikroba resisten. Dengan penambahan
waktu 3-8 menit sudah memenuhi batas keamanan (Davidson dan Burba 2005).
Persiapan pre-operasi bagi operator yaitu membuat protokol bedah. Tujuan
dari protokol bedah yaitu untuk mengetahui persiapan-persiapan apa saja yang
harus dilakukan oleh operator dan asistennya, dan dapat mendeskripsikan
prosedur bedah yang akan dilakukan untuk proses operasi.
b. Persiapan dan Preparasi Hewan
Salah satu persiapan yang harus dilakukan sebelum operasi dilaksanakan
adalah preparasi hewan. Hewan yang akan dioperasi harus diperiksa status
kesehatannya untuk mengetahui layak tidaknya bila digunakan sebagai hewan
model pada operasi yang akan dilakukan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
menghindari kemungkinan kondisi kesehatan hewan menjadi bertambah buruk,
karena dalam operasi, ada persyaratan yang harus dipenuhi atau sesuai.
Persiapan hewan sebelum operasi dimulai dengan melakukan pemeriksaan
fisik (physical examination) yang meliputi pemeriksaan suhu (oC), frekuensi
nafas (kali/menit), pulsus (kali/menit), berat badan (kg), selaput mukosa, dan
diameter pupil (cm) serta pemeriksaan limfonodus bila diperlukan. Hal ini
dilakukan untuk mempermudah evaluasi hasil monitoring hewan saat di lakukan
operasi. Pemeriksaan limfonodus perifer dapat dilakukan pada bagian axilla (ln.
axillaris) karena lebih mudah teraba. Perubahan secara fisik (panas, bengkak)
dapat mengindikasikan bahwa kucing tersebut tidak dalam kondisi sehat. Setelah
pemeriksaan kesehatan sudah dilakukan maka hewan dipuasakan selama ± 12 jam
sebelum tindakan operatif dilakukan. Hal ini dilakukan untuk menghindari
terjadinya muntah, urinasi ataupun defekasi saat operasi berlangsung. Nilai
fisiologis normal pada kucing dapat dilihat pada tabel berikut:
Keadaan Fisiologis Nilai Fisiologis
1. Temperatur
2. Frekuensi Jantung
3. Frekuensi Pernafasan
38-39,50C
110-130 kali permenit
16-30 kali permenit
Sumber : Nortworthy 2003
Kucing terlebih dahulu ditimbang berat badannya untuk menentukan dosis
berbagai sediaan obat yang akan diberikan pada saat pre operasi, operasi dan post
operasi. Tindakan operatif pada hewan membutuhkan restrain dan handling yang
tepat dalam pengendalian hewan. Dalam hal ini dibutuhkan chemical restrain,
yaitu mengendalikan hewan dengan cara mengurangi/menghilangkan kesadaran
hewan dengan menggunakan bahan kimia. Sediaan tersebut dapat berupa
transquilizer, sedativa, maupun anastetikum. Pemberian sediaan ini harus
disesuaikan dengan jenis dan berat badan hewan, karena dosis sediaan untuk
setiap jenis hewan berbeda-beda. Berikut adalah perhitungan dosis sediaan
anaesthesi untuk kucing dengan berat badan 3.3 kg :
Atropine (premedikasi)
Dosis = 25 mg/kgBB ÷ 0.25 mg/ml = 0.025 mg/kg x 3.3 kg = 0.33 ml
0.25 mg/ml
Xylazine 2%
Dosis = 2 mg/kgBB ÷ 20 mg/ml = 2 mg/kg x 3.3 kg = 0.33 ml
20 mg/ml
Ketamin 10%
Dosis = 10 mg/kgBB ÷ 100 mg/ml = 10 mg/ml x 2.3 kg = 0.33 ml
100 mg/ml
Amoxicillin
Dosis = 3.3 kg x 20 mg/kg = 2.6 ml
25 mg/ml
Oksitetrasiklin
Dosis = 3.3 kg x 14 mg/kg = 0.9 ml
50 mg/ml
Setelah hewan teranasthesi dengan sempurna, maka dilakukan pencukuran
rambut disekitar daerah yang akan dioperasi yaitu didaerah ventral abdomen
hingga bersih (tanpa ada sisa-sisa rambut disekitar daerah sayatan). Hal ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi dan memudahkan
persembuhan. Bagian yang telah bersih kemudian didesinfeksi menggunakan
alkohol 70% dan dilanjutkan dengan pemberian antiseptik Iodine tincture 3%.
Setelah itu hewan dibawa ke meja operasi dan diletakkan di atas meja operasi
dengan posisi dorsal recumbency atau ventro dorsal keempat kakinya difiksasi
dengan tali menggunakan ikatan tomfool pada sisi meja operasi. Setelah itu
daerah perineal ditutup dengan duk dan dijepit dengan towel clamp.
c. Persiapan Operator dan Asisten Operator
Operator dan asisten harus mengenakan pakaian dan perlengkapan yang telah
disterilisasi sebelumnya. Hal ini sangat penting untuk mengurangi terjadinya
kontaminasi silang dari operator dan asisten ke daerah steril di meja operasi.
Langkah-langkah yang harus dilakukan operator dan asisten I adalah mencuci
tangan sebelum mengenakan tutup kepala dan masker, kemudian mencuci tangan
dengan sabun dan sikat. Pencucian dilakukan dari ujung jari sampai ke bagian
siku selama kurang lebih 5 menit, karena menurut Davidson dan Burba (2005),
waktu tersebut merupakan lama waktu kontak yang efektif antara sabun dan kulit
untuk membunuh mikroba yang menempel di permukaan kulit. Tangan kemudian
dibilas dengan air mengalir sebanyak 10 kali. Setelah itu, tangan dilap hingga
kering dengan menggunakan handuk yang telah disterilisasi sebelumnya. Operator
dan asisten I kemudian memakai baju operasi (jas lab) dan sarung tangan. Setelah
itu assisten 1 menyiapkan alat-alat bedah dimeja. Setelah semua prosedur
persiapan tersebut dilalui secara aseptis, proses operasi dapat dilakukan.
d. Prosedur Operasi
Laparotomi medianus posterior merupakan pilihan dalam melakukan tindakan
Ovariohisterektomi dengan daerah orientasi abdominal ventral atau tepatnya
diatas linea alba. Umbilikal merupakan fokus dalam melakukan laparotomi
medianus posterior sehingga penyayatan tepat diatas linea alba.
No. Gambar Keterangan/teknik operasi1. Penyayatan kulit
2. Penguakan subkutan dengan gunting ujung tumpul
3. Pemotongan penggantung
4. Pemasangan tang arteri/klem di cranial ovarium
5. Klem pada uterus dan ligasi
6. Penutupan kulit
Operasi dilakukan dengan melakukan penyayatan 4-5 cm dibelakang
umbilikal (gambar 1). Arah penyayatan dapat dilakukan dari depan kebelakang
atau sebaliknya. Penyayatan kulit dilakukan diantara puting kiri dan kanan
sehingga simetris dan tepat diatas linea alba. Sayatan dilakukan dengan tegas
sehingga sayatan akan terlihat lurus. Lurusnya sayatan ini akan membantu dalam
proses penjahitan dan kecepatan sembuhnya hewan. Subkutan akan terlihat
setelah penyayatan ini, untuk memperluas daerah dapat dilakukan dengan bantuan
ujung gunting lurus tumpul tumpul (gambar 2). Subkutan dijepit dengan tang
arteri untuk mempermudah melakukan penyayatan selanjutnya. Penjepitan
dilakukan kulit bagian dalam (bukan dari dalam keluar atau sebaliknya) untuk
menghindari nekrosa.
Linea alba merupakan aponeurosa dari musculus obliqus abdominis internus
dan eksternus yang kelihatan seperti garis lurus berwarna putih. Keuntungan
dilakukan penyayatan dilinea alba adalah pendarahan dan buluh syaraf yang
sedikit walaupun persembuhan yang lama jika dibandingkan dengan
peramedianus. Setelah otot dan peritonium terbuka dilakukan observasi dengan
jari. Uterus berada dibawah vesika urinaria sehingga orientasi pertama dilakukan
mencari vesika urinaria. Setelah vesika urinaria ditemukan penelurusan dapat
dilanjutkan kebawahnya sampai ditemukannya uterus, jika terjadi penghalangan
oleh vesika urinari karena penuh dapat dilakukan penekanan sehingga urin keluar.
Uterus dan penggantungnya dianggkat keluar sehingga ovarium juga akan
terangkat keatas.
Perobekan dilakukan pada penggantung (mesovarium, mesosalpinx,
mesometrium) dan dipasang 2 tang arteri di cranial ovari (gambar 3). Pemasangan
tang arteri diharapkan pembuluh darah juga ikut terjepit sehingga tidak terjadi
pendarahan (gambar 4). Diantara kedua tang arteri dilakukan pemotongan. Hal
yang sama juga dilakukan pada ovarium yang satunya. Klem dipasang 1-2 cm
didepan cervik dan ligasi dengan benang cat gut dari dua sisi. Benang dimasukan
ditengah-tengah uterus diantara cervik dan klem dan diikat satu sisi kekiri dan sisi
lainnya kekanan (gambar 5). Setelah ikatannya kuat dipotong diantara benang dan
klem. Jika tidak terjadi pendarahan sisa benang dapat dipotong dan penutupan
dapat dilakukan.
Otot dan peritonium disatukan dalam melakukan penjahitan. Penjahitan
dilakukan dengan benang cat gut 3/0, jarum berpenampang bulat, dan tipe jahitan
sederhana. Selanjutnya lapisan subkutan dijahit dengan menggunakan jarum
berpenampang segitiga dan benang silk (sebelumnya disemprotkan penicillin
50.000 IU), tipe jahitan sederhana (gambar 6).
Monitoring kesehatan kucing selalu dilakukan setiap ± 15 menit meliputi
pemeriksaan suhu rektal, frekuensi pernafasan dan jantung, warna mukosa, dan
diameter pupil. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kondisi atau keadaan hewan
selama teranesthesi, serta menghindari terjadinya hipotermia. Pada kastrasi hewan
tidak ditutup dengan kasa dan diberi gurita. Tujuannya supaya persembuhan lebih
cepat dan drainese cairan mudah keluar jika terinfeksi. Setelah itu hewan di
injeksi dengan antibiotik oksitetrasiklin secara IM.
e. Prosedur Post Operasi
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat post operasi adalah
monitoring kesehatan hewan, pemberian antibiotik topikal dan general, perawatan
luka, kebersihan kandang, serta pemberian makan dan minum sampai proses
pembukaan jahitan. Monitoring kesehatan post operasi dilakukan selama satu
minggu yang meliputi pemeriksaan fisiologis terhadap suhu rectal (oC), denyut
jantung (kali/menit), frekuensi nafas (kali/menit), aktivitas, nafsu makan,
defekasi, dan urinasi. Hal yang perlu diperhatikan pada saat perawataan luka
adalah adanya pendarahan atau peradangan yang ditandai dengan kemerahan,
panas, dan bengkak. Sanitasi kandang perlu diperhatikan untuk mencegah
terjadinya kontaminasi pada luka jahitan. Pemberian makan dan minum bisa
mulai dilakukan 2 jam post operasi. Pembukaan jahitan dapat dilakukan pada hari
7-10 post operasi jika dapat dipastikan bahwa luka sudah menutup dan jahitan
tersebut sudah kering.
HASIL PENGAMATAN
Tabel 1 Hasil pengukuran suhu, frekuensi jantung, frekuensi nafas, CRT
(Capillary Refill Time), dan mukosa selama operasi.
Status Menit Ke-
0 15 30 45 60 75 90
Suhu (oC) 38,6 37,3 36,3 36,6 36,8 36,9 37,2
Frek.Pulsus (x/menit) 130 100 103 105 106 106 110
Frek. Nafas (x/menit) 20 18 18 16 16 18 20
CRT 1 2 2 3 2 2 2
Mukosa rose pucat pucat pucat pucat pucat pucat
11.3 11.45 12 12.15 12.3 12.45 130
5
10
15
20
25
Frekuensi Napas Kucing
Grafik 1 Napas kucing operasi
11.3 11.45 12 12.15 12.3 12.45 1335
35.536
36.537
37.538
38.539
Suhu Tubuh Kucing (oC)
Grafik 2 Suhu tubuh kucing operasi
11.3 11.45 12 12.15 12.3 12.45 130
20
40
60
80
100
120
140
Frekuensi Pulsus Kucing
Grafik 3 Pulsus kucing operasi
Tabel 2 Pemeriksaan setelah operasi
StatusPemeriksaan post operasi hari ke-
I 2 3 4 5 6
Nafas 20 24 24 26 28 28
Pulsus 100 110 125 125 130 128
Suhu (0C) 37.5 38.3 38.3 38.6 39.3 39
Makan + ++ +++ +++ +++ +++
Urinasi + ++ +++ +++ +++ +++
Defekasi - + +++ +++ +++ +++
Minum + ++ +++ +++ +++ +++
1 2 3 4 5 60
5
10
15
20
25
30
Frekuensi Napas
Grafik 4 Napas kucing pasca operasi
1 2 3 4 5 60
20
40
60
80
100
120
140
Frekuensi Pulsus Kucing
Grafik 5 Pulsus kucing pasca operasi
1 2 3 4 5 636.5
37
37.5
38
38.5
39
39.5
SUhu Tubuh Kucing (oC)
Grafik 6 Suhu tubuh kucing pasca operasi
PEMBAHASAN
Pada operasi dalam praktikum kali ini adalah melakukan ovariohisterectomi.
Sebelum operasi dilakukan, pasien dipersiapkan terlebih dahulu dengan diberikan
Atropin sebanyak 0.33 cc. Setelah 10 menit pemberian Atropin, pasien diberikan
anaesthesi dengan menggunakan Ketamine dan Xylazine sebanyak 0.33 cc
masing-masing. Setelah terbius, pasien disiapkan untuk dioperasi. Operasi
ovariohisterectomy dilakukan dengan cara membuka rongga abdomen untuk
mencapai uterus. Uterus merupakan salah satu traktus genitalis yang terletak di
hipogastrikum, sehingga pembukaan rongga abdomen ini dilakukan melalui
laparotomi medianus, yaitu penyayatan pada daerah post umbilikalis sepanjang 4
cm.
Gambar 1 Lokasi penyayatan
Setelah kulit tersayat terdapat lemak yang cukup tebal karena hewan sudah
pernah bunting. Setelah itu sayat linea alba yang berwarna putih. Linea alba
merupakan jaringan ikat aponeurose dari muskulus abdominis obliquus dan
muskulus abdominis transversus yang memiliki karakteristik tanpa vaskularisasi
pembuluh darah dan inervasi syaraf. Penyayatan dilakukan pada linea alba
berfungsi meminimalisasi terjadinya pendarahan yang berlebihan.
Setelah penyayatan linea alba terdapat lapis peritoneum yang kemudian
disayat untuk menemukan organ-organ yang terdapat di dalam rongga abdomen.
Semua organ yang terdapat di ruang abdomen tertutupi oleh lapisan tipis yang
disebut omentum. Omentum dikuakkan lalu cari ovarium di bawah vesica
urinaria. Untuk memastikan itu adalah ovarium maka dilakukan pencarian
bifurcatio dengan menggunakan telunjuk. Setelah bifurcatio teraba lalu ovarium
ditarik keluar dari rongga abdomen secara hati-hati, kemudian otot penggantung
ovarium dituris, jangan sampai mengenai pembuluh darah. Lalu jepit bagian arteri
ovarica disebelah dorsal ovarium dengan tang arteri, ikat bagian bawah dari tang
arteri dengan menggunakan benang silk. Setelah dilakukan pengikatan dengan
menggunakan benang cat gut chromic 3.0, dilakukan pemotongan pada bagian
dorsal ovarium dan lepaskan tang jika sudah tidak terjadi pendarahan. Hal tersebut
dilakukan pada ovarium kanan dan kiri. Setelah kedua ovarium terpotong, lalu
lakukan pemotongan pada bagian dorsal uterus. Fiksir bagian corpus uterus tepat
diatas bagian serviks dengan tang arteri, ikat dengan menggunakan benang silk
3.0 yang dikaitkan antara pangkal bifurcatio. Seharusnya pengikatan
menggunakan benang catgut 3.0, tapi karena benang catgut ini gampang putus,
diganti dengan benang silk 3.0. benang silk akan diserap sangant lama oleh tubuh
kurang lebih 2 tahunan akan habis terserap. Setelah dilakukan pengikatan kanan
dan kiri dari pangkal bifurcatio, dilakukan pemotongan bagian posterior uterus
dan lepaskan tang jika sudah tidak terjadi pendarahan.
Setelah proses operasi selesai bagian organ abdomen dimasukan kembali ke
ruang dalam ruang abdomen. Sebelum dilakukan penjahitan diberikan penicillin
50.000 IU yang berfungsi sebagai antibiotik lokal. Tahapan terakhir dalam operasi
adalah penutupan rongga abdomen dengan penjahitan. Jahitan pertama dilakukan
dengan metode jahitan sederhana pada lapisan peritoneum dengan menggunakan
benang catgut chromic 3.0 dan jarum berpenampang segitiga untuk jaringan
lunak. Benang ini terbuat dari lapisan submukosa usus halus domba, sehingga
bersifat absorbable (dapat diserap oleh tubuh). Jahitan kedua dilakukan dengan
metode jahitan intracutan pada lapisan dibawah kulit dan lapisan lemak
menggunakan benang catgut chromic 3.0 dan jarum berpenampang segitiga.
Jahitan terakhir dilakukan pada kulit dengan metode jahitan sederhana
menggunakan benang silk 3.0 dan jarum berpenampang segitiga untuk mencegah
jahitan terbuka sehingga tidak terjadi keluarnya viscera dari dalam rongga tubuh.
Penjahitan peritoneum harus dipastikan kuat agar tidak memungkinkan
terbentuknya cincin hernia.
Setelah dilakukan penjahitan diberikan oksitetrasiklin secara intra muskuler
sebanyak 0.9 ml. Pemberian antibiotik dilakukan agar proses persembuhan luka
berlangsung cepat dan meminimalisir infeksi oleh mikroorganisme yang masuk
selama proses operasi. Tempat jahitan kemudian ditutup dengan kasa yang telah
diberikan antiseptik Betadine® untuk menunjuang persembuhan luka, setelah tutup
dengan gurita agar kucing tidak dapat menjangkau luka operasi dan luka dapat
kering dengan benar.
Pemeriksaan keadaan hewan yang meliputi signalement, anamnese, dan status
present dilakukan sebelum operasi dimulai. Kondisi tubuh kucing dapat
dinyatakan sehat dan layak untuk dilakukan operasi. Hal ini dapat dilihat dari
frekuensi nafas, nadi dan suhu tubuh yang normal. Keadaan fisik kucing sebelum
dilakukan pemberian obat premedikasi, obat bius maupun pembedahan, yaitu
menunjukkan keadaan fisik yang normal mulai dari suhu tubuh sebesar 38,6 oC,
reflek yang baik, mukosa yang berwarna rose dan Capillary Refill Time (CRT 1
detik). Menurut Jaksch dan Glawischnig (1981) dalam Widodo et al. 2011 suhu
tubuh normal kucing berada dalam kisaran 38-39,3oC dan rentang naik turunnya
suhu ragawi secara fisiologis adalah ± 0,8 oC sebagai konsekuensi dari aktivitas
hewan. Pulsus normal kucing berada dalam kisaran 110-130 kali/menit (Jaksch
dan Glawischnig (1981) dalam Widodo et al. 2011). Pulsus kucing yang akan
dioperasi juga masih berada dalam kisaran normal yaitu 130 kali/menit.
Stadium anastesi dari obat bius mulai terlihat pada pasien setelah 5 menit
penyuntikan. Selama operasi, pengamatan terhadap frekuensi napas, denyut
jantung, temperatur, mukosa, dan CRT dilakukan setiap 10 menit. Hasil
monitoring selama operasi menunjukan pulsus mulai menurun pada menit ke-15
dan mulai stabil namun tetap berada di bawah rentang nilai normal yaitu 87
kali/menit hingga menit ke 75. Keadaan yang sama juga terjadi pada frekuensi
napas juga menunjukkan nilai stabil yaitu 15 kali/menit, namun berada dibawah
nilai normal. Penurunan suhu tubuh juga mulai terlihat pada menit ke-15 hingga
menit ke-75. Hal tersebut disebabkan oleh efek anaestetikum yang mendepres
pernapasan dan detak jantung (Booth et al. 1997).
Menurut Colville dan Bassert (2002) sediaan anaestetikum bekerja
mendepres sistem respirasi dan sistem saraf, sehingga menurunkan laju
metabolisme, akibatnya terjadi penurunan suhu tubuh. Efek depresan juga
berpengaruh pada hypothalamus yang berperan sebagai termolegulator, sehingga
suhu tubuh kucing menurun. Pembuluh darah yang vasokonstriksi menyebabkan
mukosa menjadi pucat dan CRT > 2 detik. Hal ini mulai terjadi saat kucing berada
pada 15 menit di awal operas. Pemberian kompres air hangat dilakukan selama
operasi untuk membantu dalam menanggulangi terjadinya penurunan suhu tubuh.
Pada saat post operasi, diamati parameter fisiologis kucing yang meliputi
frekuensi napas, frekuensi jantung, dan temperatur, serta memperhatikan kondisi
urinasi, defekasi, nafsu makan serta persembuhan luka. Monitoring post operasi
dilakukan selama 6 hari. Hari pertama, kucing telah menunjukan nafsu makan
yang kurang baik. Frekuensi napas dan jantung juga tidak berbeda jauh dengan
hasil yang didapatkan pada saat menit ke-9 operasi. Kucing juga belum defekasi
dan urinasi di hari pertama. Hari kedua post operasi, nafsu makan kucing mulai
membaik disertai dengan urinasi dan defekasi dengan konsistensi agak lunak. Di
hari ketiga hingga keenam, konsistensi feses kucing menjadi lebih padat dari
sebelumnya, selain itu suhu tubuh, frekuensi napas, pulsus, CRT dan mukosa
sudah kembali normal. Peningkatan parameter pengamatan menunjukkan bahwa
efek dari anestetikum yang digunakan telah melewati masa kerja obat di dalam
tubuh. Namun, hal tersebut juga dipengaruhi oleh keadaan lain seperti keadaan
fisik kucing maupun lingkungan dan faktor nutrisi maupun obat-obatan yang
mampu meningkatkan kembali stamina tubuh kucing ke keadaan normal (Hardie
et al. 1997).
KESIMPULAN
Ovarihisterectomy adalah operasi pengangkatan ovarium dan uterus pada
hewan. Ovarihisterectomy dikenal dengan nama operasi OH atau operasi steril
pada hewan betina. Pemberian anestetikum dengan dosis yang tepat sangat
berpengaruh terhadap jalannya operasi. Proses penyembuhan dan keadaan
fisiologis yang normal post operasi dipengaruhi oleh pemberian antibiotik serta
perawatan yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Colville T dan Bassert J. 2002. Clinical Anatomy & Physiology for Veterinary
Technicians. St. Louis (US): Mosby, Inc.
Frandso, RD. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta (ID): UGM Pr.
Hardie EM, Hansen BD, Carroll GS. 1997. Behavior after ovariohysterectomy in
the dog: what’s normal. Applied Animal Behavior Science. 51:111-128.
Northsworthy, Gary. 2003. The Feline Patient. USA: Lippincott Williams and
Wilkins.
Smith KW. 1965. Canine Surgery, American Vetrerinary Publications, Santa
Barbara California. Davidson JR, Burba DJ. 2005. Surgical and Medical
Nursing. Di dalam : McCurnin DM and Bassert JM, editor. Clinical
Textbook for Veterinary Technicians. Ed. Ke-6. USA: Elsevier Saunders.
Widodo S, Sajuthi D, Choliq C, Wijaya A, Wulansari R dan Lelana R P A. 2011.
Diagnostik Klinik Hewan Kecil. Bogor (ID): IPB Press. Ed-1.