office management of urinary incontinence among older patients

23
SRI NOWO MINARTI I11110042 STASE GERIATRI Office Management of Urinary Incontinence among Older Patients Christopher Frank MD FCFP Agata Szlanta MD CCFP Canadian Family Physician, 2010;56:1115-20 Journal Reading

Upload: anonymous-7c3s4jkw7

Post on 05-Feb-2016

19 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

-

TRANSCRIPT

Page 1: Office Management of Urinary Incontinence Among Older Patients

S R I N O W O M I N A R T II 1 1 1 1 0 0 4 2

S TA S E G E R I AT R I

Office Management of Urinary Incontinence among Older Patients

Christopher Frank MD FCFP Agata Szlanta MD CCFPCanadian Family Physician, 2010;56:1115-20

Journal Reading

Page 2: Office Management of Urinary Incontinence Among Older Patients

Kasus

Ny. MA, 84 tahun dengan demensia alzheimer ringan. Ia tinggal di rumah dan dirawat oleh suaminya yang telah berusia 87 tahun. Mereka melakukan kunjungan ke dokter dan suami pasien mengatakan inkontinensia urin istrinya semakin parah dan menyebabkan ia merasa stress.

Ny. MA memiliki riwayat inkontinensia urin yang sesekali muncul selama lebih dari 5 tahun, tetapi sejak 6 bulan yang lalu, pasien mengalami 3 kali episode inkontinensia setiap hari, paling tidak 1 kali di malam hari. Suami pasien harus lebih sering mencuci dibandingkan sebelumnya dan mereka membatasi aktivitas sosial mereka untuk mengurangi rasa malu.

Ny. MA hanya mengeluhkan inkontinesia urin yang terkadang muncul. Ia mandiri dalam mengurus dirinya tetapi butuh bantuan ketika berbelanja dan menyiapkan makanan. Ia memiliki riwayat pengobatan :

Donepezil sejak 7 bulan yang lalu dengan dosis saat ini 1 x 10 mg Nifedipine extended release 1 x 30 mg Hidroklorotiazid 1 x 25 mg Asam asetilsalisilat enteric coated 1 x 81 mg Oxapezam 1 x 30 mg sebelum tidur

Untuk hipertensi

Page 3: Office Management of Urinary Incontinence Among Older Patients

Ny. MA mengatakan urinnya keluar sedikit ketika batuk atau tertawa, tetapi ia juga mengeluhkan sejumlah urin keluar cukup banyak jika ia tidak segera ke toilet (<2 menit) ketika pasien mulai merasa ingin BAK. Ia terkadang mengompol dan harus ke toilet segera setelah terbangun. Ia mengonsumsi secangkir kopi pada pagi hari dan 3 cangkir teh. Ia tidak merokok dan tidak mengonsumsi alkohol. Sejak bulan lalu ia membatasi asupan cairan, dan suaminya terus mengingatkannya untuk pergi ke toilet beberapa kali dalam satu hari.

Page 4: Office Management of Urinary Incontinence Among Older Patients

Ny. MA dapat berdiri dan berjalan dari kursinya. Ia mendapatkan skor 22 dari 30 pada pemeriksaan mini mental state. Hasil pemeriksaan fisik Ny.MA menunjukkan, tetapi pada manuver tertentu, seperti : batuk atau dengan melakuka manuver valsava pada posisi telentang dengan vesika urinaria penuh, menunjukkan adanya kebocoran urin. Terdapat atrofi vagina, rectocele, dan kekuatan sirkumvaginal yang lemah. Volume urin postvoid residual sebanyak 120 ml. Pemeriksaan dipstick urin menunjukkan adanya leukosit tetapi tidak terdapat darah atau nitrit.

Page 5: Office Management of Urinary Incontinence Among Older Patients

Kesimpulan Ny. MA berhenti minum kopi, dan tetap mengonsumsi 1

cangkir di pagi hari. Ia membatasi konsumsi cairan sebelum bepergian dan setelah makan malam, namun ia tidak lagi membatasi asupan cairan secara agresif dan terus menerus. Ia tetap mengonsumsi donepezil karena ia merasa efek positifnya lebih besar walaupun dengan risiko peningkatan aktivitas vesika urinaria. Obat sedatif sebelum tidur dikurangi dosisnya, dan obat nifedipinnya dihentikan karena dapat meningkatkan volume post void residual. HCT diganti menjadi ACE inhibitor. Ia melakukan latihan Kegel dan menunjukkan keberhasilan dalam mensupresi urgensi urin. Ia mencoba tolteridone long acting tetapi berefek pada confusion ringan yang menakutkan baginya sehingga obat ini dihentikan. Dapat disimpulkan, Ny.MA telah mengalami penurunan frekuensi episode inkontinensia urin (menjadi 2 episode dalam 1 minggu) dan lebih jarang terbangun di malam hari.

Page 6: Office Management of Urinary Incontinence Among Older Patients

Pendahuluan Inkontinensia urin kasus yang sering terjadi,

namun kemampuan untuk penanganannya masih kurang undertreatment

Survei pada dokter keluarga di Kanada tahun 20012 menunjukkan hanya 37% dokter yang dapat menangani inkontinensia urin, sedangkan hampir 50% dokter keluarga merujuk pasien, terutama ke spesialis urologi.

Inkontinensia urin bukan proses penuaan yang normal, tetapi kelainan ini banyak dialami oleh lansia.

Jurnal ini akan membahas mengenai penanganan inkontinensia urin pada pasien tua dan rapuh/frail.

Page 7: Office Management of Urinary Incontinence Among Older Patients

Penyebab Inkontinensia Gangguan pada sistem

saraf dan saluran kemih bagian bawah akan mempengaruhi fungsi vesika urinaria

Pada lansia, dapat pula disebabkan oleh penurunan kognitif dan immobilitas, serta adanya environmental barrier

Page 8: Office Management of Urinary Incontinence Among Older Patients

Dokter harus mempertimbangkan apakah inkontinensia urin pada pasien tersebut bersifat akut atau kronik, sebab penyebabnya dapat saja berbeda.

Evaluasi inkontinensia urin sulit dilakukan dalam satu kali kunjungan. Anamnesis tidak selalu khas, dan pada lansia mungkin saja tidak

terkait dengan mekanisme penyebab. Kuesioner inkontinensia (berisi mengenai apakah pasien mengalami

inkontinensia urin, kapan dan seberapa sering terjadi inkontinensia urin) dan dikombinasikan dengan hasil urinalisis cukup akurat dalam mengidentifikasi inkontinensia urin pada wanita paruh baya hingga lansia.

Adanya riwayat pembedahan dan gangguan obstetri terkait dengan inkontinensia urin tipe stress atau overflow.

Anamnesis yang berkaitan dengan pola hidup, terutama asupan cairan dan kafein, penting untuk ditanyakan. Penggunaan bladder diary dapat membantu dalam strategi penanganan inkontinensia.

Page 9: Office Management of Urinary Incontinence Among Older Patients

Kondisi-kondisi tertentu yang umum muncul pada lansia seperti : penyakit parkinson, stroke, gagal jantung, sleep apnea, dan diabetes, juga dapat mempengaruhi fungsi vesika urinaria

Konstipasi juga dapat mengganggu pengosongan vesika urinaria, dan pada orang tua yang rapuh / frail, keadaan ini dapat memicu terjadinya inkontinensia tipe overflow akibat adanya retensi.

Page 10: Office Management of Urinary Incontinence Among Older Patients

Pemeriksaan fisik pada inkontinensia urin bersifat kontroversial dan tipe pemeriksaannya tergantung pada kondisi klinisnya

Status kognitif dan fungsional dapat dinilai dengan observasi dan penilaian terhadap mobilitas dan kognitif

Pemeriksaan abdomen dilakukan untuk menilai kondisi yang mempengaruhi redistribusi cairan seperti insufisiensi vena atau gagal jantung.

Pemeriksaan neurologi pada ekstremitas bawah harus dipertimbangkan, khususnya pada kasus inkontinensia urin tipe urgensi dan overflow tanpa sebab yang jelas. Sensasi perineal dan tonus rectum harus diperiksa.

Page 11: Office Management of Urinary Incontinence Among Older Patients

Pemeriksaan inspekulo dan bimanual ideal dilakukan untuk menilai integritas mukosa dan derajat prolaps.

Peran dokter keluarga adalah untuk menegakkan diagnosis prolaps vagina yang membutuhkan tindakan pembedahan

Pemeriksaan terhadap kekuatan otot vagina relevan untuk dilakukan dan dapat menjadi pedoman pada latihan pelvic floor.

Page 12: Office Management of Urinary Incontinence Among Older Patients

Pada pasien tua, inkontinensia urin dapat disebabkan oleh obat-obatan yang mempengaruhi fungsi kandung kemih dan harus dipertimbangkan sebagai bagian esensial dari evaluasi.

Page 13: Office Management of Urinary Incontinence Among Older Patients

Pengukuran volume residu pasca berkemih (PVR) merupakan pengukuran yang sangat penting dalam penilaian inkontinensia urin.

Pemeriksaan radiologi kandung kemih membantu menegakkan diagnosis, namun biayanya tinggi dan keakuratannya bervariasi tergantung pada pengalaman pengguna dan karakteristik pasien.

In and out catheterization membutuhkan pelatihan dan meningkatkan risiko infeksi.

Beberapa penelitian menunjukkan pada pasien tanpa faktor risiko substansial, cukup dilakukan pemeriksaan abdomen dan kandung kemih.

Pasien tanpa risiko yang jelas terkadang secara mengejutkan memiliki volume PVR yang tinggi, dan bila mungkin dilakukan pengukuran volume PVR.

Ketika tidak mungkin memperoleh volume PVR, kegagalan pada terapi awal dapat menjadi petunjuk untuk melakukan pemeriksaan lainnya.

Volume PVR normal adalah kurang dari 100 ml, tetapi jika volume kurang dari 200 ml menunjukkan bahwa retensi atau inkontinensia tipe overflow adalah faktor utama yang berperan

Page 14: Office Management of Urinary Incontinence Among Older Patients

Carik celup urin harus dilakukan untuk mencari adanya iritan penyebab hematuria dan inkontinensia urgensi.

Pada keadaan asimtomatik, kultur urin rutin pada pasien lanjut usia yang mengalami inkontinensia tidak dianjurkan, dan mengobati infeksi saluran kemih asimtomatis tidak memperlihatkan perbaikan pada inkontinensia urin

Page 15: Office Management of Urinary Incontinence Among Older Patients

Penatalaksanaan Pada pasien lanjut usia, penatalaksanaan

terhadap kelainan yang mendasari, optimalisasi pengobatan, dan perbaikan pola hidup dan perilaku sama pentingnya dengan terapi farmakologis.

Terapi farmakologis dapat digunakan, namun efek samping potensial disamping mulut terasa kering (seperti : falls, retensi urin, perubahan kognitif) meningkat pada pasien tua,

Page 16: Office Management of Urinary Incontinence Among Older Patients
Page 17: Office Management of Urinary Incontinence Among Older Patients

Perbaikan pola hidup, seperti mengurangi konsumsi alkohol atau kopi, dapat memberikan efek yang lebih baik pada pasien tua yang mengalami gangguan kognitif atau adany hambatan fisik untuk mencapai toilet.

Pengurangan dan eliminasi minuman berkafein, serta mengurangi konsumsi alkohol dianjurkan sebagai tahap awal.

Pasien seringkali mengurangi asupan cairan, tetapi hal ini menyebabkan konsentrasi urin semakin tinggi sehingga dapat mengiritasi saluran kemih dan menimbulkan iritabilitas kandung kemih. Cairan hanya boleh dikurangi setelah makan malam untuk mengurangi nokturia

Page 18: Office Management of Urinary Incontinence Among Older Patients
Page 19: Office Management of Urinary Incontinence Among Older Patients

Penelitian Cochrane belum menemukan bukti untuk menganjurkan atau melarang strategi perubahan perilaku, seperti waktu berkemih, latihan kebiasaan berkemih, dan anjuran berkemih.

Ketika pengurus pasien dan pasien bersedia berpartisipasi, jadwal berkemih teratur berdasarkan waktu atau berdasarkan kebiasaan berkemih sehari-hari harus dipertimbangkan.

Latihan pelvic floor harus dipertimbangkan untuk dilakukan bahkan pada pasien sangat tua jika mereka termotivasi dan memiliki kemampuan kognitif untuk belajar dan mengingat.

Walaupun latihan pelvic floor dilakukan untuk inkontinensia tipe stress, terdapat bukti yang mengatakan bahwa inkontinensia tipe urgensi dapat membaik seiring perbaikan kekuatan pelvic floor.

Page 20: Office Management of Urinary Incontinence Among Older Patients

Pasien dengan inkontinensia tipe urgensi dapat membaik dengan agen antikolinergik. Efek samping yang paling sering timbul adalah mulut kering,

tetapi pada pasien tuan dapat timbul efek kognitif bahkan pada penggunaan preparat long acting dan preparat baru.

Penggunaan agen antikolinergik harus dilakukan dengan modifikasi pola hidup dan perilaku pada pasien tua.

Jika pasien hanya berespons minimal terhadap agen antikolinergik, pertimbangkan untuk menghentikan pengobatan setelah diberikan antikolinergik dengan dosis adekuat selama 1 bulan tanpa perbaikan. Penggunaan terus menerus dapat meningkatkan risiko efek samping kognitif pada pasien tua sehingga menjadi lebih frail.

Pemberian antikolinergik pada pasien demensia harus dilakukan dengan hati-hati dan lebih baik dihindari kecuali terapi non farmakologis gagal.

Page 21: Office Management of Urinary Incontinence Among Older Patients

Estrogen memiliki peran yang kontroversial pada penanganan inkontinensia urin.

Penelitian Cochrane menunjukkan bahwa estrogen oral justru meningkatkan inkontinensia tetapi estrogen topikal harus dipertimbangkan untuk mengobati inkontinensia tipe urgensi dan stres.

AKDR harus dipertimbangkan pada wanita dengan prolaps simtomatis dan menunjukkan keefektifannya pada inkontinensia urin tipe stress.

Penggunaan pakaian pelindung yang sesuai juga penting. Pasien tua biasanya menggunakan strategi yang inadekuat seperti : kertas tisu atau panty liner untuk kebiasaan mengompolnya.

Penggunaan celana pendek dapat berpengaruh pada masalah fungsional jika pasien tidak cukup cepat untuk melepaskannya di toilet.

Page 22: Office Management of Urinary Incontinence Among Older Patients

Kriteria untuk merujuk pasien diantaranya

Page 23: Office Management of Urinary Incontinence Among Older Patients

Terimakasih