obat-obatan opioid.doc
DESCRIPTION
psikiatriTRANSCRIPT
GANGGUAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN OPIOID
Disusun oleh:
Gita Amelia
Sinta Yuliantini
Ferdhisa Noviar
Rahma Novianti
Asep TP Prasetya
Pembimbing :
dr. Prasila Darwin Sp.KJ
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA
RUMAH SAKT ISLAM JIWA KLENDER
26 AGUSTUS 2013 – 28 SEPTEMBER 2013
JAKARTA
GANGGUAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN ZAT OPIOID
KETERGANTUNGAN ZAT
Ketergantungan zat dibagi menjadi dua konsep, ketergantungan fisik dan
ketergantungan perilaku. Ketergantungan perilaku telah menekankan aktivitas mencari-cari
zat (subtance-seeking behaviour) dan bukti-bukti pola pengunaan patologis. Ketergantungan
fisik adalah menekankan pada efek fisik (yaitu, fisiologis) dari episode multiple penggunaan
zat.
Kriteria Diagnostik untuk ketergantungan zat berdasarkan DSM IV adalah sebagai
berikut :
Suatu pola penggunaan zat maladaptif, yang menyebabkan gangguan atau penderitaan yang
bermakna secara klinis, seperti yang dimanifestasikan oleh tiga (atau lebih) hal berikut,
terjadi pada setiap saar dalam periode 12 bulan yang sama.
1. Toleransi, seperti yang didefinisikan oleh berikut :
a. Kebutuhan untuk meningkatkan jumlah zat secara jelas untuk mencapai
intoksikasi atau efek yang diinginkan
b. Penurunan efek yang bermakna pada pemakaian berlanjut dengan jumlah yang
sama
2. Putus, seperti yang dimanifestasikan oleh berikut :
a. Sindom putus yang karakteristik bagi zat (lihat kriteria A dan B dari kumpulan
kriteria untuk putus dari zat spesifik)
b. Zat yang sama (atau yang berhubungan erat) digunakan untuk menghilangkan
atau menghindari gejala putus
3. Zat seringkali digunakan dalam jumlah yang lebih besar atau selama periode yang
lebih lama dari yang diinginkan
4. Terdapat keinginan terus menerus atau usaha yang gagal untuk menghentikan atau
mengendalikan penggunaan zat
5. Dihabiskan banyak waktu dalam aktivitas untuk mendapatkan zat (misalnya,
mengunjungi banyak dokter atau pergi jarak jauh), menggunakan zat (misalnya,
chain-smoking), atau pulih dari efeknya
6. Aktivitas sosial, pekerjaan, atau rekreasional yang penting dihentikan atau dikurangi
karena penggunaan zat
7. Pemakaian zat dilanjutkan walaupun mengetahui memiliki fisik dan psikologis yang
menetap atau rekuren yang kemungkinan telah disebabkan atau di eksaserbasi oleh zat
(misalnya, baru saja menggunakan kokain walaupun menyadari adanya depresi akibat
kokain, atau terus minum walaupun mengetahui bahwa ulkus memburuk oleh
konsumsi alkohol)
Sebutkan jika :
Dengan ketergantungan fisiologis : tanda-tanda toleransi atau putus (yaitu, terdapat butir
1 maupun 2).
Tanpa ketergantungan fisiologis : tidak ada tanda-tanda toleransi atau putus (yaitu, tidak
terdapat butir 1 maupun 2)
Penentu perjalanan :
Remisi penuh awal
Remisi parsial awal
Remisi penuh bertahan
Remisi parsial bertahan
Pada terapi agonis
Dalam lingkungan terkendali
Kriteria diagnostik untuk intoksikasi zat berdasarkan DSM IV adalah sebagai berikut
A. Perkembangan sindrom spesifik zat yang reversibel karena ingesti (atau pemaparan)
suatu zat yang belum lama terjadi.
Catatan : zat yang berbeda dapat menimbulkan sindrom yang mirip atau identik
B. Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara klinis yang
disebabkan oleh efek zat pada sistem saraf pusat (misalnya, kenakalan, labilitas mood,
gangguan kognitif, gangguan pertimbangan, gangguan fungsi sosial atau pekerjaan)
dan berkembangan selama atau segera setelah penggunaan zat
C. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan
oleh gangguan mental lain
Kriteria diagnostik untuk putus zat berdasarkan DSM IV adalah sebagai berikut
A. Perkembangan suatu sindrom spesifik zat karena penghentian (atau penurunan)
pemakaian zat yang telah digunakan lama dan berat
B. Sindrom spesifik zat menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya
C. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi umum dan tidak lebih baik diterangkan oleg
gangguan mental lain
GANGGUAN BERHUBUNGAN DENGAN OPIOID
Kata opiat dan opioid berasal dari kata opium, jus dari bunga opium. DSM IV
menggunakan kata opioid untuk mencakup opiat suatu preparat atau derivat dari opium, dan
guna opioid, suatu narkotik sinteteik yang kerjanya menyerupai opiat tetapi tidak didapatkan
dari opium. Heroin yang secara farmakologis mirip dengan morfin, menyebabkan analgesia,
mengantuk, dan perubahan mood.
Sejumlah besar narkotik sinteteik (opioid) telah dibuat, termasuk meperidine
(Demerol), methadone (Darvon), pentazocine (Talwin) dan propocyphene (Darvon).
Metahdone ada;ah standard emas saat ini untuk mengobati ketergantungan opioid. Antagonis
opioid telah dibuat untuk mengobati overdosis opioid dan ketergantungan opioid, dan obat
kelas tersebut adalah naloxone (Narcan), naltrexone (Trexan), nalorphine, levallorphan dan
apomorphine.
Opiat atau opioid dapat digunakan peroral, dihirup intranasal, dintunikan intravena
atau disuntikan subkutan. Opiat atau opioid adalah adiktif secara subjektif karena euforik
yang tinggi (“rush”) yang dialami oeleh pemakaian opiat dan opioid, khususnya mereka yang
menggunakan secara intravena. Gejala penyerta adalah perasaan hangat, rasa berat pada
anggota gerak, mulut kering, wajah gatal dan kemerahan pada wajah. Eufroia awal diikuti
oleh suatu periode sedasi, dikenal dengan istilah jalanan sebagai “nodding off”. Untuk orang
yang awam, dapat menyebabkan disforia, mual dan muntah. Efek fisik dari opiat dan opioid
adalah depresi pernafasan, konstriksi pupil, konstraksi otot polos (termasuk ureter dan saluran
empedu), konstipasi, dan perubahan tekanan darah, kecepatan denyut jantung, dan temperatur
tubuh. Efek depresan pernafasan diperantai pada tingkat batang otak dan aditif terhadap efek
pheneothiazine dan monoaminr oxidase inhibitors. Efek merugikan yang paling sering adalah
transmisi hepatitis dan HIV/AIDS.
Gejala overdosis dari opioid adalah hilangnya responsivitas yang nyata, koma,
pernafasan lambat, hipotermia, hipotensi dan bradikardia. Trias klinisnya berupa koma, pupil
yang kecil dan depresi pernafasan. Dapat terjadi kematian karena efek depresi pernafasan.
Gangguan yang mugkin timbul akibat penggunaan opioid adalah gangguan akibat
opioid, intoksikasi opioid, putus opioid, deliriummintoksikasi opioid, gangguan psikotik
dengan waham, gangguan psikotik dengan halusinasi, gangguan mood, disfungsi seksual,
gangguan tidur dan gangguan berhubungan opioid yang tidak ditentukan.
INTOKSIKASI OPIOID
Beberapa tanda intoksikasi opioid adalah perubahan mood, retardasi psikomotor,
mengantuk,bicara cadel (slurred speech), dan gangguan daya ingat dan perhatian.
Kriteria diagnosis intoksikasi opioid berdasarkan DSM IV adalah sebagai berikut :
A. Pemakaian opioid yang belum lama
B. Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang ebrmakna secara klinis (misalnya,
euforia awal diikuti oleh apati,, disforia, agitasi atau retardasi psikomotor, gangguan
pertimbangan, atau gangguan fungsi sosial atau pekerjaan) yang berkembang selama,
atau segera setelag, epmakaian opioid
C. Konstriksi pupil (atau dilatasi pupil karena anoksia akibat overdosis berat) dan satu
9atau lebih) tanda berikut, yang berkembang selama, atau segera setelah, pemakaian
opioid
D. Gejala tidak karena kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan oleh
gangguan mental lain
Sebutkan jika :
Dengan gangguan persepsi
PUTUS OPIOID
Gejala putus opioid berupa kram otot parah, nyeri tulang, diare berat, kram abdomen,
rinorea, lakrimasi, piloreksi, demam, dilatasi pupil, hipertensi, takikardia dan disregulasi
temperatur termasuk hipertermia dan hipotermia. Gambaran penyerta putus opioid adalah
kegelisahan, iritabilitas, depresi, tremor, kelemahan, mual dan muntah.
Morfin dan heroin
Gejala di mulai 6 – 8 jam setelah dosis terakhir, biasanya setelah suatu periode 1 – 2
minggu pemakaian kontinu atau pemberian antagonis narkotik. Mecapai puncak
intensitasnya selama hari kedua dan ketiga dan menghilang selama 7 – 10 hari
setelahnya. Gejala bisa menetap selama 6 bulan atau lebih.
Meperidine
Sindrom putus zat dimulai dengan cepat, mencapai puncak 8 – 12 jam dan selesai
dalam 4 – 5 hari.
Metadon
Putus methadone biasanya dimulai 1-3 hari setelah dosis terakhir dan selesai 10 – 14
hari.
Kriteria diagnosis putus opioid berdasarkan DSM IV adalah sebagai berikut :
A. Salah satu berikut ini
1. Penghentian (atau penurunan) pemakaian opioid yang telah lama dan berat
(beberapa minggu atau lebih)
2. Pemberian antagonis opioid setelah suatu periode pemakaian opioid
B. Tiga (atau lebih) berikut ini, yang berkembang dalam beberapa menit sampai
beberapa hari setelah kriteria A :
1. Mood dismorfik
2. Mual atau muntah
3. Nyeri otot
4. Lakrimasi atau rinorea
5. Dilatasi pupil, piloereksi atau berkeringat
6. Diare
7. Menguap
8. Demam
9. Insomnia
C. Gejala dalam kriteria B menyebabkan penderitaan yang ebrmakna secara klinis atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan dan fungsi penting lain
D. Gejala bukan karena kondisi medis umum dan tidak lebih baik di terangkan oleh
gangguan mental lain
Delirium Intoksikasi Opioid
Adalah suatu kategori diagnostic di dalam DSM IV. Delirium intoksikasi opioid
paling mungkin terjadi jika opiate atau opioid digunakan dalam dosis tinggi , dicampur
dengan senyawa psikoaktif lainnya, atau digunakan oleh orang dengan cedera otak atau
gangguan sistem saraf pusat yang telah ada sebelumnya
Gangguan Psikotik Akibat Opioid
Criteria diagnostic DSM IV adalah berada dalam bagian skizofrenia dan gangguan
psikotik lainnya. Klinisi dapat menentukan apakah gejala predominan adalah halusinasi atau
waham
Gangguan Mood Akibat Opioid
Gangguan mood akibat opioid, yang dapat dimulai selama intoksikasi opioid, adalah
suatu kriteria dalam DSM IV. Gejala gangguan mood akibat opioid mungkin bersifat manic,
depresi atau campuran, tergantung pada respon seseorang terhadap opiate atau opioid.
Gangguan Tidur Akibat Opioid dan Disfungsi Seksual Akibat Opioid
Termasuk dalam kirteria diagnostic dalam DSM IV. Hipersomnia kemungkinan
merupakan gangguan tidur yang paling sering pada opiate atau opioid dibandingkan
insomnia. Disfungsi seksual yang paling sering kemungkinan adalah impotensi
Gangguan Berhubungan dengan Opioid yang Tidak Ditentukan
Situasi klinis yang tidak memenuhi kriteria diatas adalah contoh tepat untuk kasus
yang menggunakan diagnosis DSM IV gangguan berhubungan dengan opioid yang tidak
ditentukan.
GAMBARAN KLINIS
Opiat dan opioid dapat digunakkan peroral, hirup intranasal, injeksi intravena atau subkutan.
Zat tersebut adalah adiktif secara subjektif karena euforik yang tinggi (“rush”) yang dialami
oleh pemakai zat tersebut, khususnya pemakaian intravena. Gejala penyerta adalah perasaan
hangat, rasa berat pada anggota gerak, mulut kering, wajah gatal (khususnya hidung), dan
kemerahan pada wajah. Euphoria awal diikuti oleh suatu periode sedasi (“nodding off”). Efek
fisik berupa depresi pernafasan, konstriksi pupil, kontraksi otot polos (ureter, saluran
empedu), konstipasi, perubahan tekanan darah, denyut jantung, dan suhu tubuh. Efek
depresan diperantarai pada tingkat batang otak dan aditif terhadap efek phenothiazine dan
monoamine oxidase inhibitors (MAOI)
Efek merugikan
Paling sering berkaitan dengan transmisi hepatitis dan HIV melalui
penggunaaan jarum suntik yang terkontaminasi oleh lebih dari satu orang. Efek
merugikan lainnya adalah interaksi obat idiosinkratik antara meperidine dan MAOI
yang menyebabkan ketidakstabilan otonomik yang jelas, agitasi perilaku parah, koma,
kejang, kematian.
Overdosis
Kematian akibat overdosis hamper selalu karena henti pernafasan. Gejala
overdosis adalah hilangnya responsivitas yang nyata, koma, pernafasan lambat,
hipotermia, hipotensi dan bradikardia. Trias klinis berupa koma, pupil yang kecil
(pinpoint pupil), dan depresi pernafasan.
Overdosis zat ini adalah suatu kegawatdaruratan medis. Tugas pertama adalah
memastikan jalan nafas yang terbuka dan tanda vital terjaga. Suatu antagonis opiate,
naloxone dapat diberikan 0.4mg IV; dosis tersebut dapat diulang empat sampai lima
kali dalam 30 – 45 menit pertama. Pasien biasanya responsif, tapi karena naloxone
memiliki lama kerja yang singkat, pasien relaps ke keadaan koma dalam 4 – 5 jam,
sehingga membutuhkan observasi ketat. Antagonis harus digunakan scara berhati-hati
karena dapat mencetuskan reaksi putus zat yang parah. Antagonis lain yang berguna
untuk pengobatan overdosis adalah nalorphine dan lovallorphan.
Parkinsonisme akibat MPTP
Suatu opioid yang terkontaminasi N-methyl-4-phenyl 1,2,3,6
tetrahydropyridine (MPTP) mempunyai efek neurotoksi, dengan mekanisme MPTP
dikonversi menjadi 1.methyl-4-phenylpyridine (MPP+) oleh enzim monoamine
oksidase dan diambil oleh neuron dopaminergik. Karena MPP+ berikatan dengan
melanin di neuron substansia nigra, MPP+ terkonsentrasi di dalam neuron tersebut
dan akhirnya membunuh sel. Pemeriksaan tomografik emisi positron (PET)
menunjukkan suatu penurunan jumlah ikatan dopamine di substansi nigra, sehingga
timbulah suatu sindroma parkinsonisme yang ireversibel.
PENGOBATAN
Pendidikan dan Penukaran Jarum
Walaupun pengobatan inti untuk gangguan penggunaan opioid adalah mendorong
abstinensi dari opiate dan opioid, pendidikan mengenai penularan HIV harus mendapatkan
prioritas yang sama. Program penukaran jarum bebas (free needle exchange) dimana
dimungkinkan, harus tersedia bagi orang dengan ketergantungan opioid. Beberapa penelitian
telah menunjukkan bahwa menggunakan jarum secara bersama-sama yang tidak aman adalah
sering dilakukan dimana sulit untuk mendapatkan pasokan jarum yang bersih dan cukup dan
sering terjadi pada orang dengan kesulitan hokum, masalah zat yang berat, dan gejala
psikiatrik.
Pengganti Opioid
Metadon adalah suatu narkotik sintetik (suatu opioid) yang menggantikan heroin dan
dapat digunakan peroral. Obat ini diberikan pada pasien kecanduan untuk menggantikan zat
yang biasanya disalahgunakannya, dan obat ini menekan gejala putus zat. Dosis 20 – 80 mg
perhari sudah cukup menstabilkan seorang pasien. Lama kerja metadon melebihi 24 jam, jadi
dosis sekali sehari cukup adekuat.
Keuntungan penggunaan metadon adalah menunrunkan kemungkinan penularan
HIV/AIDS melalui penggunaan jarum yang terkontaminasi, metadon menyebabkan euforia
yang minimal dan jarang menyebabkan mengantuk atau depresi jika digunakan untuk jangka
waktu yang lama. Metadon juga memungkinkan pasien mengikuti pekerjaan yang
bermanfaat, bukannya aktivitas kriminal. Akan tetapi, kerugian utama metadon adalah pasien
tetap tergantung pada narkotik.
Levo-acetylmethadol (LAMM), suatu opioid dengan kerja lebih lama dari methadone,
juga digunakan untuk pengobatan orang dengan ketergantungan opioid. LAMM dapat
diberikan dosis 30 – 80 mg tiga kali seminggu.
Antagonis Opiat
Antagonis opiate menghambat efek opiate dan opioid. Tidak seperti methadone, obat
ini tidak memiliki efek narkotik dan tidak menyebabkan ketergantungan. Naloxone, yang
digunakan dalam pengobatan overdosis zat opioid dan naltrexone, yang merupakan
antagonis dengan lama kerja paling panjang (72jam). Penghambatan efek agonis opiate,
khususnya euphoria menjauhkan seseorang dengan ketergantungan opioid untuk selalu
mencari zat dan dengan demikian menghilangkan kebiasaan perilaku tersebut.
Wanita Hamil dengan Ketergantungan Opioid
Adiksi neonatal adalah suatu masalah yang penting. Putus opioid berbahay bagi
janinbdan dapat menyebabkan keguguran atau kematian janin. Penggunaan metadon dosis
kecil (10-40 mg perhari) merupakan cara yang paling tidak berbahaya untuk mempertahan
ibu hamil dengan ketergantungan opioid. Jika kehamilan dimulai saat wanita menggunakan
dosis tinggi metadon, dosis harus diturunkan perlahan-lahan dan pergerakan janin harus
dimonitor. Risiko utama lainnya wanita hamil dengan ketergantungan opioid adalah
HIV/AIDS yang dapat ditularkan ke janin melalui sirkulasi plasenta dan melalui air susu ibu.
Psikoterapi
Psikoterapi individual, terapi perilaku, terapi kognitif-perilaku, terapi keluarga,
kelompok pendukung, dan latihan keterampilan social semuanya terbukti merupakan
pengobatan yang efektif.
Komunitas Terapetik
Komunitas terapetik adalah suatu tempat tinggal yang anggotanya semua memiliki masalah
penyalahgunaan zat yang sama. Abstinensia diharuskan; untuk dapat memasuki komunitas,
seorang harus menunjukkan motivasi yang tinggi. Tujuannya adalah untuk mendapatkan
pergantian gaya hidup yang lengkap, termasuk abstinensi dari zat; mengembangkan kejujuran
pribadi, tanggung jawab, dan keterampilan social yang berguna; dan menghilangkan sikap
antisocial dan perilaku kriminal. Komunitas terapetik adalah efektif, tapi memerlukan staf
yang banyak dan fasilitas yang luas. Selain itu, angka dropout adalah tinggi yaitu 75% yang
memasuki komunitas tersebut, meninggalkannnya dalam bulan pertama.
DAFTAR PUSTAKA
Kaplan, Halod l.1997.KAPLAN DAN SADOCK SINOPSIS PSIKIATRI ILMU
PENGETAHUAN PERILAKU PSIKIATRI KLINIS Edisi Ketujuh Jilid Satu.Jakarta,Binarupa
Aksara