npt print kel 18 new
DESCRIPTION
nutrisi ternak dasarTRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
Pakan merupakan seluruh bahan makanan yang dibuat untuk
memenuhi kebutuhan ternak yang mengandung berbagai macam nutrisi
meliputi karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. Pakan
digunakan oleh ternak untuk hidup pokok, pertumbuhan, produksi dan
reproduksi bagi ternak yang bersangkutan. Pakan yang dikonsumsi oleh
ternak harus mengandung gizi yang tinggi. Penyusun utama bahan pakan
yang dapat dicerna dan bermanfaat bagi ternak disebut nutrien (zat
makanan). Besar kecilnya kandungan nutrien didalam bahan pakan yang
dapat dicerna dan bermanfaat akan mencerminkan besar kecilnya nilai
nutriennya. Pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan,
karakteristik, sistem dan fungsi saluran pencernaan ternak.
Ketersediaan makanan ternak akan melimpah pada musim
penghujan dan akan turun pada musim kemarau. Konsentratpun akan
turun kualitasnya jika kelembaban udara disekitarnya tinggi. Bahan pakan
perlu dilakukan analisis agar diketahui kandungan nutriennya sehingga
dalam penyusunan ransum dapat diketahui pasti proporsi yang sesuai
dengan kebutuhan sehingga dapat meningkatkan produktivitas ternak.
Praktikum nutrisi pakan ternak ini diharapkan dapat mengetahui
kandungan nutrien bahan pakan sehingga nutrien yang digunakan sesuai
dengan kebutuhan ternak dan mampu meningkatkan produktivitas ternak.
Metode penyusunan yang tepat dan sesuai juga perlu dilakukan agar tidak
terjadi kerugian dalam penyusunan bahan pakan. Kegiatan praktikum
nutrisi dan pakan ternak diadakan agar praktikan mampu menguasai
metode penyusunan ransum yang seimbang (balance) dan sesuai dengan
kebutuhan ternak itu sendiri sehingga nantinya praktikan dapat
membandingkan antara teori yang didapatkan di kuliah dengan praktek,
baik dilaboratorium maupun dilapangan.
1
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
Bahan PakanPakan merupakan komponen biaya tertinggi dalam usaha
peternakan, termasuk usaha ternak ayam buras yang dikelola secara
intensif. Ketersediaan pakan yang terbatas dibandingkan dengan populasi
manusia dan ternak, menyebabkan Indonesia harus mengimpor bahan
pakan dari negara lain (Sinurat, 1999). Bahan pakan adalah segala
sesuatu yang dapat dimakan dan dapat dicerna sebagian atau seluruhnya
tanpa mengganggu kesehatan ternak yang memakannya. Kualitas bahan
pakan dapat diketahui melalui metode kimia maupun metode biologi.
Berdasarkan metode kimia dapat diketaui komposisi kimianya yang
ditentukan dengan analisis proksimat menurut Wendee (Tillman et al.,
1998). Kualitas suatu bahan pakan ditentukan oleh kandungan zat nutrien
atau komposisi kimianya, serta tinggi rendahnya zat antinutrisi yang
terkandung didalamnya (Soejono et al., 2006).
JagungTanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji -
bijian dari keluarga rumput - rumputan. Jagung berasal dari Amerika yang
tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan bisnis orang - orang Eropa ke
Amerika. Biji jagung tua berguna untuk pengganti nasi, bahan baku
pembuatan marning, brondong, roti jagung, tepung, bihun, bahan
campuran kopi bubuk, biskuit, kue kering, pakan ternak, bahan baku
industri bir, industri farmasi, dextrin, perekat, industri tekstil (Prihatman,
2000).
Jagung atau Zea mays merupakan bahan pakan sumber energi
yang paling banyak digunakan dalam industri pakan ternak. Jagung
mempunyai kandungan protein rendah dan beragam dari 8 sampai 13%,
tetapi kandungan serat kasarnya rendah (3,2%) dan kandungan energi
metabolismenya tinggi (3130 Kcal/kg). Kandungan seratnya yang rendah
2
memungkinkan jagung digunakan dalam tingkat yang lebih tinggi. Jagung
giling memiliki kadar energi yang jauh lebih tinggi daripada jagung yang
dihancurkan. Jagung utuh memiliki kadar energi yang lebih rendah dari
jagung yang dihancurkan dan cenderung menjadi manur (kotoran hewan
bercampur sisa - sisa makanan) sebelum dicerna (Agus, 2007).
Jagung sering disebut ”the king of cereal” atau the golden grain”.
Hal ini karena jagung mempunyai nilai nutrien yang tinggi. Beberapa sifat
jagung antara lain palatable, serat kasar rendah, nilai kecernaanya tinggi,
yaitu TDN nya sekitar 80%. Nilai energi jagung digunakan sebagai standar
untuk membandingkan dengan energi dari bahan pakan butiran lain.
Penggunaan jagung sebagai pakan padat diberikan ternak dalam keadaan
masih dalam bentuk butir utuh, sudah digiling kasar, digiling kasar
bersama tongkol, masih dalam keadaan segar bersama tongkolnya
(Zuprizal dan Kamal, 2005).
BekatulBekatul merupakan hasil samping proses penggilingan padi yang
mempunyai kandungan protein dan energi yang cukup tinggi. Dalam
proses pengilingan padi sebagai bahan makanan manusia maka pertama
kali yang dihilangkan adalah kulit (sekam), selanjutnya dilakukan
penggosokan dan didapatkan dedak halus yang terdiri dari germ
(lembaga), dilanjutkan akan didapatkan bekatul yang terdiri dari selaput
aleuron dan juga sebagian beras itu sendiri (Bo Gohl, 1981 cit Warsita,
1999).
Agus (2012), menyatakan bahwa bekatul merupakan hasil
sampingan atau limbah penggilingan padi. Sebanyak 8 sampai 8,5% berat
padi adalah bekatul, nutrisi yang terdapat dalam bekatul, yaitu protein
kasar 9 sampai 12%, pati 15 sampai 35%, lemak 8 sampai 12% dan serat
kasar 8 sampai 12%. Kandungan serat kasar yang lebih tinggi daripada
jagung atau sumber energi lain menyebabkan bekatul diberikan dalam
jumlah yang terbatas tergantung pada jenis ternaknya. Sebaiknya bekatul
dijemur terlebih dahulu selama 3 sampai 4 hari untuk menghindari
3
serangga dan bau tengik agar kualitas bekatul tidak berkurang.
Penjemuran dilakukan sebelum bekatul disimpan atau digunakan sebagai
bahan baku pakan.
Bekatul dalam susunannya mendekati analisis dedak lunteh, akan
tetapi lebih sedikit mengandung selaput putih dan bahan kulit, berhubung
dengan itu lebih sedikit mengandung vitamin B daripada lunteh. Didalam
bekatul juga tercampur pecahan - pecahan halus dari menir. Bekatul lebih
tinggi harganya dan lebih sukar pula didapat untuk makanan hewan, oleh
karena banyak juga dimakan rakyat dalam bentuk sebagai “jenang
bekatul” (Lubis, 1992). Pemberian maksimal bekatul untuk ayam broiler
starter adalah 10% (Hutagalung, 1999).
Wheat BranWheat bran mempunyai kandungan protein 15% dengan
kandungan energi metabolis sebesar 1300 kcal/kg, akan tetapi kandungan
serat kasarnya cukup tinggi dan kandungan lemaknya rendah. Serat kasar
yang terkandung 10% dan lemak 4%. (Rasyaf, 1997). Wheat pollard
gandum merupakan hasil sisa penggilingan gandum, merupakan
campuran wheat middling dan dedak gandum. Wheat middling terdiri dari
partikel halus, dedak gandum, sedikit lembaga dan endosperm,
sedangkan dedak gandum terdiri dari lapisan kulit ari terluar (perikarp) dari
gandum. Selama penggilingan akan dihasilkan wheat pollard gandum
sebesar 10%. Kadar protein dedak gandum rata - rata adalah 15%, lemak
4% dan biasanya kadar seratnya tidak lebih dari 10%. Dedak gandum
mengandung Mg dan kaya akan vitamin B kompleks. Penggunaan wheat
pollard atau dedak gandum didalam ransum sering dibatasi karena
mempunyai bobot ringan per unit volume (bulky), namun demikian cukup
palatable bagi semua jenis ternak disamping sebagai sumber energi
wheat pollard juga sebagai sumber vitamin larut air kecuali niasin (Kamal,
1998).
4
Bungkil KedelaiBungkil kedelai adalah produk hasil ikutan penggilingan biji kedelai
setelah diekstraksi minyaknya secara mekanis (ekspeller) atau secara
kimia (solvent). Bungkil kedelai yang dihasilkan secara mekanis lebih
banyak mengandung minyak dan serat kasar, serta lebih sedikit
kandungan proteinnya dibandingkan dengan bungkil kedelai yang
dihasilkan dengan menggunakan larutan hexan (Ali, 2006). Uhi (2006),
menyatakan bahwa tingkat degradasi (protein) kedelai dalam rumen relatif
tinggi dibandingkan dengan sumber protein berkualitas baik lainnya, dapat
mencapai 75%.
Kandungan protein bungkil kedelai mencapai 43 sampai 48%.
Bungkil kedelai juga mengandung zat antinutrisi seperti tripsin inhibitor
yang dapat mengganggu pertumbuhan unggas, namun zat anti nutrisi
tersebut akan rusak oleh pemanasan sehingga aman untuk digunakan
sebagai pakan. Bungkil kedelai dibuat melalui beberapa tahapan seperti
pengambilan lemak, pemanasan dan penggilingan (Boniran, 1999).
Bungkil kedelai yang baik mengandung air tidak lebih dari 12%
(Hutagalung, 1999). Bungkil kedelai merupakan limbah dari industri
minyak kedelai. Bungkil ini sangat disukai ternak. Secara kualitatif kualitas
bungkil kedelai dapat di uji dengan menggunakan kerapatan tumpukan
dan uji apung. Kerapatan tumpukan yang baik adalah 594,1 sampai 610.2
kg/m3 (Mcdonald et al., 1995). Pemberian maksimum penggunaan bungkil
kedelai untuk ternak broiler starter adalah 30%.
Tepung IkanTepung ikan adalah sumber protein yang sangat baik untuk
unggas, karena mengandung asam - asam amino esensial yang cukup
untuk kebutuhan ayam dan sumber utama dari lisin dan metionin. Tepung
ikan yang tidak rusak karena pengolahan, mengandung energi metabolis
yang tinggi dibanding dengan bahan - bahan makanan lainnya yang
digunakan dalam ransum unggas. Kualitas tepung ikan bervariasi
bergantung kepada kondisi pengolahan dalam pabrik (Wahju, 1997).
5
Tepung ikan adalah konsentrat sumber protein hewani yang
sangat penting dan paling banyak digunakan dalam membuat ransum
untuk ternak non ruminansia, khususnya untuk pakan unggas. Rata - rata
kandungan protein kasarnya bervariasi dari 50 sampai 70%, kandungan
lemak kasarnya antara 2 sampai 12%. Untuk tepung ikan yang tidak
diekstraksi lemaknya maka kadar lemak kasarnya dapat mencapai 12%
atau lebih. Tepung ikan pada dasarnya sangat kaya akan asam amino,
khususnya asam amino lisin (Zuprizal dan Kamal, 2005). Pemberian
maksimum dari tepung ikan untuk ayam broiler starter adalah 7%
(Hutagalung, 1999).
Agus (2012), menyatakan bahwa tepung ikan merupakan ikan
yang digiling, dimasak dan diproses untuk menghasilkan presscake,
soluble ikan dan minyak. Produk akhir tepung ikan adalah tepung
presscake, tepung utuh (semua soluble dicampur lagi ke presscake) atau
beberapa kombinasi presscake dan soluble. Protein pada tepung ikan
memilki nilai bypass rumen yang tinggi karena kaya lysine, asam amino
esensial dan metionin. Komposisi kimia tepung ikan menurut Hartadi et a.,
(2005), bahan kering 86%, abu 11,5%, ekstrak eter 0,2%, serat kasar 3%,
ekstrak tanpa nitrogen 3,4% dan protein kasar 83,7%.
Meat Bone Meal (MBM)Tepung daging dan tulang atau Meat Bone Meal (MBM) memiliki
kandungan protein yang cukup tinggi namun harganya relatif lebih rendah
dibandingkan tepung ikan impor (Yang et al., 2004). Meat Bone Meal
(MBM) juga memiliki beberapa keterbatasan dalam komposisi asam
amino, terutama untuk metionin dan lisin, serta kadar abu yang tinggi
sehingga berpengaruh terhadap kurangnya tingkat kecernaan pakan ikan
(Xue et al., 2004). Seliviani et al. (2013) dan Abdiguna et al. (2013) juga
menyatakakan bahwa Meat Bone Meal (MBM) yang dibuat memiliki
kandungan protein sebesar 49,19%.
6
Kedelai AfkirKedelai merupakan tanaman legum yang kaya protein nabati,
karbohidrat dan lemak. Biji kedelai juga mengandung fosfor, besi, kalsium,
vitamin B dengan komposisi asam amino lengkap, sehingga potensial
untuk pertumbuhan tubuh manusia (Pringgohandoko dan Padmini, 1999).
Kedelai juga mengandung asam - asam tak jenuh yang dapat mencegah
timbulnya arteri sclerosis, yaitu terjadinya pengerasan pembuluh nadi
(Taufiq dan Novo, 2004).
Minyak SawitMinyak kelapa sawit diperoleh dari pengolahan buah kelapa sawit
(Elaeis guinensis Jacq). Secara garis besar buah kelapa sawit terdiri dari
serabut buah (pericarp) dan inti (kernel). Serabut buah kelapa sawit terdiri
dari tiga lapis, yaitu lapisan luar atau kulit buah yang disebut pericarp,
lapisan sebelah dalam disebut mesocarp atau pulp dan lapisan paling
dalam disebut endocarp. Inti kelapa sawit terdiri dari lapisan kulit biji
(testa), endosperm dan embrio. Mesocarp mengandung kadar minyak rata
- rata sebanyak 56%, inti (kernel) mengandung minyak sebesar 44% dan
endocarp tidak mengandung minyak (Pasaribu, 2004).
Minyak kelapa sawit seperti umumnya minyak nabati lainnya
adalah merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, sedangkan
komponen penyusunnya yang utama adalah trigliserida dan
nontrigliserida. Warna pada minyak kelapa sawit merupakan salah satu
faktor yang mendapat perhatian khusus, karena minyak kelapa sawit
mengandung warna - warna yang tidak disukai oleh konsumen. Zat warna
dalam minyak kelapa sawit terdiri dari dua golongan, yaitu zat warna
alamiah dan zat warna dari hasil degradasi zat warna almiah (Pasaribu,
2004).
Premix UnggasPremix merupakan campuran beberapa mineral dalam suatu bahan
pembawa (carrier) yang digunakan sebagai bahan pakan untuk memenuhi
kebutuhan mineral ternak. Premix adalah campuran bahan pakan yang
7
diencerkan (carrier), yang dalam pemakaiannya harus dicampurkan
kedalam bahan pakan ternak. Premix juga merupakan kombinasi
beberapa mikro-ingredient dengan bahan penyerta sehingga merupakan
kombinasi yang siap dicampurkan dalam pakan ternak. Komposisi premix
berbeda - beda sesuai dengan kebutuhan relatif pada tiap jenis ternak.
Premix disusun dengan mempertimbangkan faktor kebutuhan ternak dan
faktor reaksi antar mineral saat dimetabolisme dalam tubuh ternak
(Priyono, 2009).
Premix adalah campuran dari berbagai bahan pakan sumber vitamin
atau sumber mineral mikro atau campuran kedua - duanya.
Penggunaannya dalam ransum dibatasi hanya sampai 0,5%. Mineral mix
merupakan campuran dari berbagai bahan pakan sumber mineral,
penggunaannya dalam ransum dapat sebanyak 5%. Mineral mix biasanya
tersusun dari garam dapur sebagai sumber Na dan Cl, tepung kapur atau
tepung kalsit sebagai sumber Ca dan tepung tulang sebagai sumber P
(Agus, 2007).
Fungsi utama mineral makro Na, Cl dan K adalah sebagai agen
elektro-kimia yang berperan dalam proses menjaga keseimbangan asam -
basa dan mengontrol tekanan osmotik air sehingga didistribusikan ke
seluruh tubuh. Sedangkan mineral lain mungkin memiliki fungsi struktural,
misalnya Ca dan P adalah komponen esensial pada tulang dan gigi
(Soetanto, 2002). Pemberian maksimum dari premix untuk ternak starter
broiler adalah 1 sampai 5% (Hutagalung, 1999). Mihrani (2006)
menambahkan, premix merupakan suatu feed supplement yang berguna
untuk meransang pertumbuhan. Premix juga berguna untuk melengkapi
kebutuhan zat - zat makanan berupa asam - asam amino, vitamin dan
mineral.
Kebutuhan Nutrien Ayam BroilerRansum merupakan campuran dari dua atau lebih bahan pakan
yang diberikan untuk seekor ternak selama sehari semalam. Ransum
8
harus dapat memenuhi kebutuhan zat nutrien yang diperlukan ternak
untuk berbagai fungsi tubuhnya, yaitu untuk hidup pokok, produksi
maupun reproduksi (Siregar, 1995). Umumnya ransum untuk ternak
ruminansia terdiri dari pakan hijauan dan pakan konsentrat. Pakan pokok
(basal) dapat berupa rumput, legum, perdu, pohon - pohonan serta
tanaman sisa panen; sedangkan pakan konsentrat antara lain berupa biji -
bijian, bungkil, bekatul dan tepung ikan (Siregar, 1995).
Ransum seimbang adalah ransum yang diberikan selama 24 jam
yang mengandung semua zat nutrien (jumlah dan macam nutriennya) dan
perbandingan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi sesuai dengan
tujuan pemeliharaan ternak (Chuzaemi, 2002). Pengetahuan tentang
kualifikasi bahan pakan diperlukan untuk menyusun ransum seimbang.
Penyusunan ransum seimbang yang sesuai dengan kebutuhan ternak,
diharapakan akan dapat menghasilkan produksi yang optimal (Chuzaemi
dan Hartutik, 1988). Berikut merupakan tabel standar kebutuhan ransum
untuk komoditas ternak ayam petelur yang tersaji pada Tabel 2.1.
Tabel 1. Standar kebutuhan ransum untuk ternak pedaging dan petelur
Jenis Unggas Periode / umur
Kebutuhan zat makananEM PK Ca P Lis
Kcal/kg % % % %Ayam Pedaging Starter (0-3 mg) 2900 22 0.9-1.1 0.7-0.9 1.1Ayam Pedaging
Finisher (3-6 mg) 3100 20 0.9-1.1 0.7-0.9 1
Ayam Petelur Starter (0-8 mg) 2800 19 0.9-1.1 0.6-0.8 0.85
Ayam PetelurGrower (8-22 mg) 2600 16 0.9-1.1 0.6-0.8 0.6
Ayam PetelurLayer1(22-52 mg) 2650 17 3.3-3.8 0.7-0.9 0.73
Ayam Petelur Layer2(>52 mg) 2650 15.5 3.5-3.8 0.7-0.9 0.6Ayam Petelur jantan 1 hari-dipotong 2900 19 0.9-1.1 0.6-0.8 0.85Ayam Buras Starter (0-3 mg) 2700 18 0.9-1.1 0.7-0.9 0.6
Ayam BurasFinisher (3-8 mg) 2800 15 0.9-1.1 0.7-0.9 0.6
Sumber : Widodo, (2010).
9
Wahyu (1992), menyatakan bahwa konsumsi ransum dapat
dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas ransum, umur, aktivitas ternak,
palatabilitas ransum, tingkat produksi dan pengelolaannya. Sifat khusus
unggas adalah mengkonsumsi ransum untuk memenuhi kebutuhan
energi, sehingga jumlah pakan atau ransum yang dikonsumsi tiap harinya
cenderung berhubungan erat dengan kadar energinya. Bila konsentrasi
protein yang tetap terdapat dalam semua ransum, maka ransum yang
mempunyai konsentrasi energi metabolis tinggi akan menyediakan protein
yang kurang dalam tubuh unggas karena rendahnya jumlah pakan yang
dikonsumsi. Sebaliknya, bila kadar energi kurang maka unggas akan
mengkonsumsi pakan atau ransum untuk mendapatkan lebih banyak
energi akibatnya kemungkinan akan mengkonsumsi protein yang
berlebihan.
10
BAB IIIMATERI DAN METODE
MateriMetode Penyusunan Ransum Unggas
Alat. Alat yang digunakan dalam metode penyusunan ransum
unggas adalah laptop dengan menggunakan software Microsoft excel.
Bahan. Bahan yang digunakan dalam metode penyusunan ransum
unggas adalah Tabel NRC (National Researh Council), Tabel Komposisi
Bahan Pakan untuk Indonesia (TKBPI) dan analisis asisten.
Metode Pencampuran Pakan dan Sampling SampelAlat. Alat yang digunakan dalam metode pencampuran pakan dan
sampling sampel antara lain timbangan, plastik dan nampan.
Bahan. Bahan yang digunakan dalam metode pencampuran pakan
dan sampling sampel antara lain jagung, bekatul, tepung ikan, bungkil
kedelai, meat bone meal, kedelai afkir, minyak sawit dan premix unggas.
Penetapan Kadar Bahan Kering (BK)Alat. Alat yang digunakan dalam penetapan kadar bahan kering
(BK) antara lain timbangan analitik, oven pengering 105 °C sampai 100 °C,
desikator, tang penjepit dan silica disk.
Bahan. Bahan yang digunakan dalam penetapan kadar bahan
kering (BK) antara lain jagung, bekatul, tepung ikan, bungkil kedelai, meat
bone meal, kedelai afkir, minyak sawit dan premix unggas.
Penetapan Kadar Protein Kasar (PK)Alat. Alat yang digunakan dalam penetapan kadar protein kasar
(PK) antara lain labu kjeldahl 650 ml, labu Erlenmeyer 650 ml dan 300 ml,
gelas ukur 100 ml, buret, corong, pipet volume 25 atau 50 ml, alat
destruksi dan destilasi serta timbangan analitik.
Bahan. Bahan yang digunakan dalam penetapan kadar protein
kasar (PK) antara lain jagung, bekatul, tepung ikan, bungkil kedelai, meat
bone meal, kedelai afkir, minyak sawit dan premix unggas. Reagensia
11
H2SO4 pekat, CuSO4 dan K2 SO4, kjeltab, NaOH 50%, HCl 0,1 N, H3 BO3 0,1
N, indikator mix dan Zn logam.
MetodeMetode Penyusunan Ransum Unggas
Metode yang digunakan pada saat praktikum adalah trial and error
method. Langkah - langkah yang harus dilakukan untuk menyusun
ransum dengan metode ini adalah : 1) menentukan jenis atau macam
bahan pakan apa saja yang akan digunakan dalam menyusun ransum; 2)
mengetahui kandungan nutrien masing - masing bahan pakan yang akan
digunakan. Kandungan nutrien dapat dilihat pada Tabel NRC (National
Researh Council) (1994), Tabel Komposisi Bahan Pakan untuk Indonesia
(TKBPI) dan hasil analisis asisten; 3) mencari data kebutuhan standar
ayam pedaging setiap fase; 4) mengetahui harga bahan pakan per kg;
dan 5) menghitung berulang kali sampai didapatkan hasil susunan ransum
yang sesuai ataupun mendekati formulasi yang dikehendaki ke dalam
Microsoft Excel.
Metode Pencampuran Pakan dan Sampling SampelJagung dan MBM (Meat Bone Meal) dicampur terlebih dahulu
didalam nampan. Bungkil kedelai dengan minyak kemudian dicampur
dalam nampan yang berbeda sampai merata. Wheat bran atau dedak
gandum dan premix dicampur dalam plastik secara merata. Semua bahan
pakan yang telah tercampur tersebut dicampur pada nampan yang lebih
besar secara merata. Campuran bahan pakan yang telah merata dibuat
kerucut, lalu diratakan kembali dan dibagi menjadi 4 bagian dan diambil
masing - masing satu genggam sampel dari sisi yang berhadapan yang
dinamakan dengan Coning and Quartering. Sampel akan digunakan untuk
analisis bahan kering dan protein kasar.
Penetapan Kadar Bahan Kering (BK)Silica disk yang sudah bersih bersama tutup yang dilepas dalam
oven pengering pada suhu 105 °C sampai 110 °C selama 1 jam
12
dikeringkan. Silica disk yang sudah bersih bersama tutup yang dilepas
dalam oven pengering pada suhu 105 °C sampai 110 °C selama 1 jam
didinginkan dan bila sudah dingin ditimbang (X gram). Sampel ditimbang
kurang lebih 1 gram (Y gram) dimasukan silica disk yang sudah bersih
bersama tutup yang dilepas dalam oven pengering selama 8 sampai 24
jam pada suhu 105 °C sampai 110 °C. Silica disk berisi cuplikan sampel
dikeluarkan dari oven, lalu didinginkan didalam desikator dengan tutup
dilepas selama 1 jam. Silica disk yang berisi cuplikan sampel dalam
keadaan dingin dan tertutup sampai diperoleh bobot yang tetap (Z gram).
Prinsip kerjanya adalah air yang terkandung didalam suatu bahan
pakan akan menguap seluruhnya apabila bahan tersebut dipanaskan
selama beberapa waktu pada suhu 105 °C sampai 110 °C dengan tekanan
udara bebas.
Perhitungan :
Kadar air = X+Y-Z x 100%
Y
Kadar bahan kering = 100% - kadar air
X= bobot silica disk
Y= bobot cuplikan sampel pakan
Z= bobot silica disk + cuplikan setelah dioven 105 °C sampai 100 °C
Penetapan Kadar Protein Kasar (PK)a. Destruksi
Cuplikan sampel bahan ditimbang seberat sekitar 0,5 gram (Z
gram) tergantung dari macam bahan. 20 ml H2SO4 pekat dan ¼ tablet
kjeltab dan cuplikan sampel dimasukan ke dalam tabung destruksi yang
telah besih dan kering. Kompor destruksi dinyalakan kemudian
ditempatkan ditabung destruksi pada lubang yang ada pada kompor,
pendingin dihidupkan. Skala pada kompor destruksi di set kecil kurang
Iebih 1 jam. Destruksi diakhiri bila larutan berwarna jernih. Kemudian
didinginkan dan dilanjutkan proses destilasi.
13
b. Destilasi
Hasil destruksi diencerkan dengan air sampai volumenya 300 ml,
digojog agar larutan homogen. Erlenmeyer 650 ml yang berisi 50 ml
H3BO3 0,1 N + 100 ml air dan 3 tetes indikator mix disiapkan. Penampung
dan labu kjeldahl dipasang dalam alat destilasi. Air pendingin (panas
pendingin maksimum 80ºF dihidupkan dan tombol ditekan hingga menyala
hijau. Dispensing ditekan ke bawah untuk memasukkan NaOH 50% ke
dalam tabung tersebut. Handle steam diturunkan ke bawah sehingga
larutan yang ada dalam tabung mendidih. Destilasi berakhir setelah
destilat mencapai 200 ml. Blanko dibuat dengan menggunakan cuplikan
yang berupa H2O dan didestilasi dengan cara seperti diatas.
c. Titrasi
Hasil destilasi dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai berwarna.
Perhitungan kadar protein kasar :
Kadar protein kasar = (X-Y) x N x 0,014 x 6,25 x 100%
Z
X = Jumlah titrasi sampel (ml)
Y = Jumlah titrasi blanko (ml)
N = Normalitas HCl
Z = Bobot sampel (gram)
14
BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN
Klasifikasi Bahan PakanBahan pakan merupakan suatu bahan yang dimakan ternak guna
memenuhi kebutuhan nutriennya. Komposisi kimia dari bahan pakan
terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, mineral dan air. Sistem analisis
Wendee sudah digunakan lebih dari 150 tahun untuk mengetahui
komponen bahan pakan seperti protein kasar, ekstrak ether, bahan kering,
serat kasar dan ekstrak tanpa nitrogen (ETN) (NRC, 1996). Bahan pakan
yang digunakan dalam praktikum nutrisi dan pakan ternak antara lain
jagung, bekatul, wheat bran, bungkil kedelai, tepung ikan, MBM (Meat
Bone Meal), kedelai afkir, minyak sawit dan premix unggas. Berdasarkan
klasifikasi bahan pakan yang digunakan dalam praktikum nutrisi dan
pakan ternak, maka bahan pakan tersebut dapat dikelompokkan menjadi
bahan pakan sumber energi, bahan pakan sumber protein dan bahan
pakan sumber mineral.
Bahan pakan yang termasuk sumber energi antara lain jagung,
bekatul, wheat bran dan minyak sawit. Kandungan masing - masing bahan
pakan antara lain jagung menurut Agus (2007) mempunyai PK antara 8
sampai 13% dan BK sebesar 3,2%, menurut Agus (2012) bekatul
mempunyai PK antara 9 sampai 12% dan BK berkisar 8 sampai 12%,
menurut Rasyaf (1997) wheat bran mempunyai PK 15% dan BK sebesar
10%. Hal ini sesuai menurut Hartadi et al. (2005), yang menyatakan
bahwa bahan pakan sumber energi merupakan bahan pakan dengan PK
< 20%, SK < 18% dan dinding sel < 35%. Contohnya antara lain biji -
bijian, umbi - umbian, bungkil sawit dan kacang - kacangan.
Bahan pakan dalam praktikum yang termasuk ke dalam sumber
protein antara lain bungkil kedelai, tepung ikan, MBM (Meat Bone Meal)
dan kedelai afkir. Kandungan PK masing - masing bahan pakan antara
lain menurut Boniran (1999) bungkil kedelai antara 43 sampai 48%,
15
tepung ikan menurut Zuprizal dan Kamal (2005) berkisar antara 50 sampai
70%, Meat Bone Meal (MBM) menurut Seliviani et al. (2013) dan
Abdiguna et al. (2013) mempunyai PK sebesar 49,19%. Hal ini sesuai
menurut Hartadi et al. (2005), bahwa bahan pakan sumber protein
merupakan bahan pakan dengan PK ≥ 20%, SK < 18% dan dinding sel <
35%. Contohnya antara lain tepung ikan, MBM dan bungkil - bungkilan.
Bahan pakan yang termasuk bahan pakan sumber mineral, yaitu premix
unggas. Menurut Hartadi et al. (2005), bahwa bahan pakan sumber
mineral merupakan bahan pakan yang mengandung mineral cukup tinggi
untuk kebutuhan ternak, misalnya NaCl dan kapur. Hal ini menunjukkan
bahwa bahan pakan sumber mineral yang digunakan sudah sesuai
dengan literatur.
Kebutuhan Nutrien TernakTabel 2. Kebutuhan ME, PK dan BK berdasarkan perhitungan ransum
menggunakan excel
Parameter Starter FinisherPK (%) 22,99 19,46
ME (Kcal) 2999,62 3006,6BK (%) 86,42 81,7
Berdasarkan perhitungan ransum dengan menggunakan excel,
diperoleh kebutuhan PK pada ransum ayam broiler starter dan finisher
sebesar 22,99% dan 19,46%. Kebutuhan ME pada ransum ayam broiler
starter dan finisher sebesar 2999,62 Kcal dan 3006,6 Kcal. Kadar BK
pada ransum ayam broiler starter dan finisher sebesar 86,42% dan 81,7
%. Hal ini sesuai menurut pendapat NRC (1994), yang menyatakan
bahwa kebutuhan PK dan ME pada ayam broiler starter masing - masing
sebesar 23% dan 3200 Kcal. Kebutuhan PK dan ME pada ayam broiler
finisher masing - masing sebesar 20% dan 3200 Kcal.
Faktor yang mempengaruhi perbedaan kandungan nutrien (PK, ME
dan BK) ayam broiler fase starter dan finisher antara lain pada saat fase
16
starter kandungan nutrien digunakan sebagai hidup pokok, pertumbuhan
jaringan syaraf, otot, tulang dan lain - lain, serta pembentukan antibodi
sehingga nutrien pakan lebih digunakan untuk mempersiapkan agar
kemampuan genetik produksi dan reproduksi pada saatnya dapat muncul
optimal. Kandungan nutrien pakan ayam broiler fase finisher lebih
digunakan untuk hidup pokok, produksi hormon dan antibodi, mengganti
sel - sel yang rusak, serta mempertahankan dan memperbaiki produksi
dan reproduksi tetap tinggi sesuai kemampuan biologis yang dimiliki pada
lingkungan dan manajemen yang baik.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Rasyaf (1997), yang
menyatakan bahwa untuk keperluan hidupnya dan untuk produksi, ayam
membutuhkan sejumlah nutrisi, yaitu protein yang mengandung asam
amino seimbang dan berkualitas, energi yang berintikan karbohidrat,
lemak, vitamin dan mineral. Kartadisastra (1994), juga menyatakan bahwa
jumlah ransum yang diberikan sangat bergantung dari jenis ayam yang
dipelihara, sistem pemeliharaan dan tujuan produksi. Faktor lain
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berkaitan dengan genetik dan
lingkungan tempat ternak itu dipelihara. Anggorodi (1994), menambahkan
bahwa ayam broiler dapat menyesuaikan konsumsi ransumnya untuk
memperoleh cukup energi guna pertumbuhan maksimum. Penyesuaian
tersebut berkisar antara 2800 sampai 3400 Kcal energi metabolisme per
kg ransum.
Penyusunan dan Pencampuran RansumMetode penyusunan ransum unggas
Agus (2007), menyatakan bahwa metode penyusunan ransum ada
lima, antara lain : 1) Trial and Error Method; 2) Person’s Square Method;
3) Exact Method; 4) Simultaneous Equation Method; 5) Linear
Programming Method. Masing - masing metode tersebut mempunyai
keistimewaan sendiri - sendiri. Oleh karena itu, metode mana yang akan
digunakan adalah sesuai dengan kepentingannya.
17
Metode yang digunakan pada saat praktikum adalah trial and error
method. Langkah - langkah yang harus dilakukan untuk menyusun
ransum dengan metode ini adalah : 1) menentukan jenis atau macam
bahan pakan apa saja yang akan digunakan dalam menyusun ransum; 2)
mengetahui kandungan nutrien masing - masing bahan pakan yang akan
digunakan. Kandungan nutrien dapat dilihat pada tabel NRC (1994), Tabel
Komposisi Bahan Pakan untuk Indonesia (TKBPI) dan hasil analisis
asisten; 3) mencari data kebutuhan standar ayam pedaging setiap fase; 4)
mengetahui harga bahan pakan per kg; dan 5) menghitung berulang kali
sampai didapatkan hasil susunan ransum yang sesuai ataupun mendekati
formulasi yang dikehendaki ke dalam Microsoft Excel.
Beberapa langkah yang harus dilakukan dengan trial and error
method menurut Zuprizal dan Kamal (2005), yaitu memilih macam bahan
pakan yang akan digunakan, mencari kandungan nutrien penyusun
masing - masing bahan pakan yang akan digunakan dan menghitung
berulang kali sampai mendapatkan hasil susunan ransum yang sesuai
ataupun mendekati ketentuan yang dikehendaki. Petunjuk penting
sebelum mencoba mengerjakannya, yaitu adanya ketentuan pembatasan
dalam jumlah penggunaan campuran bahan pakan, yaitu yang disebut
basal mix, protein mix, mineral mix dan premix. Hal ini menunjukkan
bahwa metode yang digunakan pada saat praktikum sudah sesuai dengan
literatur.
Kelebihan perhitungan ransum ternak dengan trial and error
method apabila dibandingkan dengan metode yang lain, yaitu pada
dasarnya melakukan coba - coba presentase komposisi bahan pakan
sehingga sesuai dengan yang dibutuhkan. Trial and error method juga
dianggap paling mudah untuk membuat komposisi ransum namun cukup
ribet jika komposisi belum tercapai seimbang. Penentuan harganya pun
tidak harus didapat nilai yang murah tiap komposisi yang didapat. Namun,
apabila ditinjau dari cara perhitungannya Trial and error method
merupakan metode yang kurang praktis, apalagi mereka yang tidak selalu
18
berkecimpung dalam penyusunan ransum akan mengalami kesulitan. Hal
ini sesuai menurut Irawan (2015), yang menyatakan bahwa kelemahan
dari trial and error method, yaitu meskipun metode ini merupakan
penyusunyan ransum dengan cara yang paling mudah, tetapi
membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang cukup besar.
Metode pencampuran pakan dan sampling sampelPencampuran bahan pakan sangatlah penting dalam pembuatan
ransum. Pencampuran dilakukan dengan sebaik mungkin agar didapatkan
ransum yang homogen dan meminimalkan ternak untuk dapat memilih
bahan pakan yang disukainya saja. Pencampuran dilakukan dengan
mencampurkan bahan dengan partikel yang hampir sama ukurannya.
Bahan pakan yang sifatnya cair, seperti minyak, dicampurkan dengan
bahan pakan pakan dengan partikel yang lebih besar yang mana
selanjutnya barulah dicampurkan seluruhnya. Pencampuran bahan pakan
sesuai dengan ransum yang telah disusun sebelumnya. Bahan pakan
yang digunakan dalam penyusunan ransum ayam broiler starter pada
praktikum nutrien pakan ternak antara lain jagung, wheat bran, MBM
(Meat Bone Meal), bungkil kedelai, minyak sawit dan premix unggas
dengan proporsi masing - masing.
Jagung dan MBM (Meat Bone Meal) dicampur terlebih dahulu
didalam nampan. Bungkil kedelai dengan minyak kemudian dicampur
dalam nampan yang berbeda sampai merata. Wheat bran atau dedak
gandum dan premix dicampur dalam plastik secara merata. Semua bahan
pakan yang telah tercampur tersebut dicampur pada nampan yang lebih
besar secara merata. Campuran bahan pakan yang telah merata dibuat
kerucut, lalu diratakan kembali dan dibagi menjadi 4 bagian dan diambil
masing - masing satu genggam sampel dari sisi yang berhadapan yang
dinamakan dengan Coning and Quartering. Sampel akan digunakan untuk
analisis bahan kering dan protein kasar.
Metode Coning and Quartering cocok digunakan untuk jumlah
sampel yang banyak dan dapat dengan mudah dilakukan dengan
19
menggunakan sekop atau bahkan front-end loader untuk sampel yang
sangat besar. Pertama, bahan tersebut dicampur dan membentuk sebuah
tumpukan kerucut. Tumpukan kerucut tersebut kemudian tersebar merata
untuk membentuk piringan pipih. Piringan ini kemudian dibagi menjadi
empat menggunakan papan yang tegak lurus. Piringan dibagi radial
menjadi empat dan dua perempat bagian yang saling berlawanan
digabungkan untuk sampel, sedangkan dua perempat lainnya dibuang.
Jika sampel terlalu besar, maka dapat dipotong lagi sampai ukuran
sampel yang diinginkan diperoleh. Prosedur Coning and Quartering rentan
terhadap kesalahan manusia (Anonim, 2009).
Hasil Analisis Kandungan Nutrien RansumPenetapan Kadar Bahan Kering
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat diketahui kadar
bahan kering ransum untuk ayam broiler fase starter adalah sebagai
berikut :
Tabel 3. Persentase kesalahan hasil analisis kadar bahan kering ransum
Variasi Bahan Pakan Tabel NRC (%) TKBPI (%) Analisis asisten
(%)4 BP 4,80 5,32 4,305 BP 4,83 5,42 3,836 BP 4,85 4,70 4,627 BP 3,65 3,68 3,93
Kadar bahan kering dari setiap penyusunan ransum mempunyai
persentase kesalahan yang berbeda - beda. Berdasarkan Tabel 3,
persentase kesalahan hasil analisis kadar bahan kering ransum dengan 4,
5 dan 6 variasi bahan pakan dari yang terkecil sampai yang terbesar
berturut – turut, yaitu analisis asisten, Tabel NRC dan TKBPI, sedangkan
persentase kesalahan hasil analisis kadar bahan kering ransum dengan 7
variasi bahan pakan dari yang terkecil sampai terbesar secara berturut -
turut, yaitu Tabel NRC, TKBPI dan analisis asisten. Hal ini diketahui
bahwa terdapat perbedaan persentase kesalahan kadar bahan kering
20
dikarenakan adanya penggunaan tiga analisis yang berbeda pada
penyusunan ketiga ransum tersebut yang berbeda. Perbedaan analisis
berdasarkan Tabel NRC, TKBPI dan berdasarkan analisis asisten, maka
komposisi kimia yang dipakai acuan dalam penyusunan ransum juga
berbeda, sehingga terdapat perbedaan dalam kadar bahan keringnya.
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada saat praktikum, dapat disimpulkan
bahwa analisis komposisi dengan 4, 5 dan 6 variasi bahan pakan dari
analisis asisten lebih mendekati kandungan nutrien yang sebenarnya bila
dibandingkan dengan hasil yang didapatkan dengan menggunakan
analisis dari Tabel NRC dan TKBPI, yaitu dengan membandingkan
persentase kesalahan yang diperoleh, dimana analisis komposisi BK dari
analisis asisten lebih kecil daripada persentase kesalahan dengan Tabel
NRC dan TKBPI, kecuali dengan 7 variasi bahan pakan dari Tabel NRC
lebih mendekati kandungan nutrien yang sebenarnya dibanding TKBPI
dan analisis asisten. .
Persentase kesalahan kadar bahan kering dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain variasi penggunaan bahan pakan, komposisi
masing - masing bahan pakan dan pada saat pencampuran bahan pakan.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi perbedaan persentase kesalahan
bahan kering disebabkan karena dari Tabel NRC analisis bahan pakan
yang digunakan cenderung bahan pakan yang berasal dari negara
subtropis yang berbeda dengan negara tropis, dengan TKBPI dapat terjadi
karena varietas dari bahan pakan berbeda - beda, sedangkan dengan
analisis asisten persentase kesalahan relatif kecil karena bahan pakan
yang digunakan pada saat praktikum sama dengan bahan pakan dari
analisis asisten. Faktor yang dapat mempengaruhi perbedaan tersebut
sesuai dengan pendapat Hartadi et al. (1997), bahwa analisa dari suatu
contoh bahan makanan mungkin berbeda banyak dengan nilai rata - rata
yang dicantumkan dalam tabel. Perbedaan ini dipengaruhi oleh berbagai
faktor, seperti : tanaman, varietas, iklim, tanah dan lama penyimpanan.
Oleh karenanya, nilai - nilai gizi yang tercantum harus dipergunakan
21
dengan suatu pertimbangan, dihubungkan dan jika mungkin mengadakan
analisa dari bahan makanan yang tersedia.
Perbedaan kandungan nutrien yang digunakan dalam bahan pakan
sangat berpengaruh dalam penyususunan ransum, apabila kandungan
nutrien bahan pakan yang digunakan berbeda dari kandungan aslinya
maka persentase kesalahan akan besar. Persentase kesalahan yang
besar akan berakibat terhadap produktivitas ternak, karena ransum harus
memenuhi kebutuhan zat nutrien yang diperlukan ternak untuk berbagai
fungsi tubuhnya, yaitu untuk hidup pokok ternak, produksi maupun
reproduksi. Ransum yang seimbang adalah ransum yang sesuai dengan
kebutuhan ternak, sehingga produksinya optimal (Umiyassih dan
Anggraeny, 2007).
Penetapan Kadar Protein KasarBerdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat diketahui
persentase kesalahan dari analisi kadar protein kasar ransum untuk ayam
broiler fase starter adalah sebagai berikut :
Tabel 4. Persentase kesalahan hasil analisis kadar protein kasar
Variasi Bahan Pakan Tabel NRC (%) TKBPI (%) Analisis asisten
(%)4 BP 12,97 31,06 10,785 BP 15,54 75,98 30,906 BP 31,96 38,30 24,667 BP 34,58 48,01 42,77
Kadar protein kasar dari setiap penyusunan ransum mempunyai
nilai yang berbeda - beda. Berdasarkan Tabel 4, persentase kesalahan
hasil analisis kadar protein kasar ransum dengan 4, 5 dan 7 variasi bahan
pakan dari yang terkecil sampai yang terbesar berturut - turut, yaitu Tabel
NRC, TKBPI dan analisis asisten, sedangkan persentase kesalahan hasil
analisis kadar protein kasar ransum dengan 6 variasi bahan pakan dari
yang terkecil sampai terbesar secara berturut - turut, yaitu analisis asisten,
Tabel NRC dan TKBPI. Hal ini diketahui bahwa terdapat perbedaan
persentase kesalahan kadar protein kasar dikarenakan adanya
22
penggunaan tiga analisis yang berbeda pada penyusunan ketiga ransum
tersebut yang berbeda.
Persentase kesalahan kadar protein kasar dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain variasi penggunaan bahan pakan, komposisi
masing - masing bahan pakan dan pada saat pencampuran bahan pakan.
Menurut Astigaraga et al. (1992), bahwa adanya perbedaan lain
dimungkinkan pada saat perhitungan penyusunan ransum terdapat
kesalahan sehingga mempengaruhi kadar protein saat dianalisis. Selain
itu, kesalahan pembuatan atau pencampuran ransum tersebut dapat
disebabkan oleh beberapa hal. Frekuensi pemotongan dapat
meningkatkan kandungan protein kasar, tetapi produksi BK menurun. Aras
pemupukan dapat menurunkan kandungan BK, meningkatkan kandungan
protein kasar, protein terlarut dan N organik.
Manfaat dari analisis proksimat sebelum menyusun ransum, yaitu
nilai yang diperoleh dari analisis proksimat mendekati nilai komposisi yang
sebenarnya dari bahan pakan yang diuji, dengan diketahuinya nilai nutrien
dalam bahan pakan dapat dengan mudah menyusun ransum sesuai
dengan kebutuhan ternak sehingga produktivitas ternak dapat baik dan
meningkat. Metode analisis proksimat didasarkan atas komposisi susunan
kimia dan kegunaannya (Tillman et al., 1998), karena nilai yang diperoleh
hanya mendekati nilai komposisi sebenarnya. Sistem analisis proksimat
dapat untuk mengetahui 6 macam fraksi, yaitu air, abu, protein kasar,
lemak kasar, serat kasar dan ekstrak tanpa nitrogen. Khusus untuk
ekstrak tanpa nitrogen nilainya dapat dicari hanya berdasarkan
perhitungan 100% dikurangi jumlah dari kelima fraksi yang lain. Analisis
proksimat merupakan dasar analisis kimia yang dikerjakan setiap hari dari
pakan, jaringan tubuh, feses, ataupun ekskreta yang diantaranya berguna
untuk menentukan estimasi nilai kecernaan dan manfaat pakan, juga
untuk menentukan pakan standar untuk semua jenis ternak (Kamal,
1994).
23
Pengaruh pembuatan ransum dengan sumber bahan pakan yang
berbeda adalah berdasarkan praktikum yang telah dilakukan pada tabel
NRC semakin sedikit jenis bahan pakan yang digunakan semakin kecil
persentase kesalahan kadar protein kasarnya. Sementara itu, dengan
menggunakan TKBPI pada penggunaan variasi bahan pakan dengan 5
bahan pakan didapatkan persentase kesalahan kadar protein kasar yang
paling besar, sedangkan dengan 4 variasi bahan pakan persentase
kesalahan kadar protein kasarnya paling kecil. Hasil analisis asisten
menunjukkan secara umum semakin banyak variasi bahan pakan yang
digunakan maka semakin rendah persentase kesalahan dari kadar protein
kasarnya. Jenis bahan pakan dan jumlah bahan pakan dapat berpengaruh
langsung terhadap nilai kadar protein kasar, akan tetapi dengan semakin
banyaknya variasi bahan pakan yang digunakan maka asam – asam
amino dalam dalam bahan pakan akan dapat saling melengkapi bahan
pakan yang satu dengan yang lain.
Hal ini sesuai pendapat Nelwida (2009), bahwa performa ayam
broiler dipengaruhi oleh kandungan zat - zat makanan dalam ransum,
semakin tinggi penggantian jagung dengan bahan pakan lain baik yang
direndam maupun yang tidak direndam dalam ransum akan menyebabkan
terjadinya penurunan konsumsi bahan kering ransum. Parakkasi (1990),
menambahkan bahwa ransum yang kandungan proteinnya rendah,
umumnya mempunyai kecernaan yang rendah pula dan sebaliknya. Tinggi
rendahnya kecernaan protein tergantung pada kandungan protein bahan
pakan dan banyaknya protein yang masuk dalam saluran pecernaan.
24
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN
KesimpulanBerdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa kebutuhan ME, PK dan BK dengan perhitungan ransum
menggunakan excel untuk ayam starter sebesar 2999,62 Kcal, 22,99%
dan 86,42%. Kebutuhan ME, PK dan BK dengan perhitungan ransum
menggunakan excel untuk ayam finisher sebesar 3006,6 Kcal, 19,46%
dan 81,7%. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan nutrien ayam broiler
starter dan finisher berbeda. Metode yang digunakan pada saat praktikum
adalah trial and error method. Metode pencampuran pakan dan sampling
sampel dengan metode Coning and Quartering. Persentase kesalahan
hasil analisis kadar bahan kering ransum dengan 4, 5 dan 6 variasi bahan
pakan dari yang terkecil sampai yang terbesar berturut - turut, yaitu
analisis asisten, Tabel NRC dan TKBPI, kecuali 7 variasi bahan pakan.
Persentase kesalahan hasil analisis kadar protein kasar ransum dengan 4,
5 dan 7 variasi bahan pakan dari yang terkecil sampai yang terbesar
berturut - turut, yaitu Tabel NRC, TKBPI dan analisis asisten, kecuali 6
variasi bahan pakan. Faktor yang mempengaruhi kadar nutrien ransum
antara lain variasi penggunaan bahan pakan, kualitas atau komposisi
masing - masing bahan pakan dan pencampuran bahan pakan.
SaranPelaksanaan praktikum sudah berlangsung dengan baik, tetapi
masih ada beberapa kendala yang masih terjadi, misalnya jadwal dan
daftar kelompok disusun sebaik mungkin sehingga tidak membingungkan
praktikan jika terjadi perubahan. Peralatan untuk pengujian diperiksa
sebelum digunakan praktikum sehingga pada saat praktikum praktikan
dapat melakukan yang seharusnya dilakukan. Setiap selesai melakukan
penimbangan atau kegiatan yang berhubungan dengan pengujian
25
sebaiknya dilakukan pencatatan dibuku khusus oleh seluruh kelompok
sehingga data - data yang diperlukan oleh praktikan dapat diketahui dari
buku tersebut.
26
DAFTAR PUSTAKA
Abdiguna A., Santoso, L., Wardiyanto dan Suparmono. 2013. Penggunaan tepung daging dan tulang sebagai alternatif sumber protein hewani pada ikan nila merah (Oreochromis niloticus). e-JRTBP (2) : 191-196.
Agus, A. 2007. Membuat Pakan Ternak Secara Mandiri. Cetakan Pertama. PT Citra Aji Parama. Yogyakarta.
Agus, Ali. 2012. Bahan Pakan Konsentrat untuk Sapi. Citra Aji Parama. Yogyakarta.
Ali, A. J. 2006. Karakteristik Sifat Fisik Bungkil Kedelai, Bungkil kelapa dan bungkil Sawit. Fakultas Peternakan. IPB.
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia. Jakarta.
Anonim. 2009. Sampling http://www.chem.mtu.edu/chem_eng/faculty/kawatra/CM3820 2009_Sampling.pdf. Diakses pada tanggal 1 April 2015 pukul 13.23 WIB.
Astigaraga, C., J. L. Peyroud and M. Le Bers. 1992. Effect of Level Fertilization and Protein Inplementation on Intake by Gassing Dairy Cow II. Exeption on Hidrogen in Dury and Ukhe. Ann. Zootech. In Press.
Boniran, S. 1999. Quality Control untuk Bahan Baku dan Produk Akhir Pakan Ternak. Kumpulan Makalah Feed Quality Managemen Workshop. American Soybean Association dan Balai Penelitian Ternak. 2-7.
Chuzaemi, S., Hermanto, Soebarinoto dan H. Sudarwati. 1997. Evaluasi protein pakan ruminansia melalui pendekatan sintesis protein mikrobial didalam rumen : evaluasi kandungan RDP dan IDP pada beberapa jenis hijauan segar, limbah pertanian dan konsentrat. Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati. 9 (1) : 77–89.
Chuzaemi. S. 2002. Arah dan Sasaran Penelitian Nutrien Sapi Potong di Indonesia. Workshop Sapi Potong. Lolit Sapi Potong. Unpublish.
Hartadi. H. S., Reksohadiprojo dan A. D. Tillman. D. A. 2005. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Cetakan ke IV. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
27
Hutagalung, R. I. 1999. Definisi dan Standar Bahan Baku Pakan. Kumpulan Makalah Feed Quality Managemen Workshop. American Soybean Association dan Balai Penelitian Ternak. 2-13.
Irawan, S. L. 2015. http://sarilelairawan21.blogspot.com/2014/06/laporan-bpfr-mencampur-ransum.html. Diakses pada tanggal 6 Mei 2015 pukul 14.48 WIB.
Kamal, M. 1994. Nutrisi Ternak I. Laboratorium Makanan Ternak. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Kamal, M. 1999. Bahan Pakan dan Ransum Ternak. Laboratorium Ternak. Fakultas Peternakan. Univesitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Kartadisastra, H. R. 1994. Pengelolaan Pakan Ayam. Kanisius. Yogyakarta.
Lubis, D.A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT. Pembangunan Jakarta. Jakarta.
Mcdonald, P., R.A Edwards J.F.D. Greenhalg, C.A. Morgan. 1995. Animal Nutrition, 5th Edition. John Wiley and Sons Inc. New York.
Mihrani. 2006. Pengaruh Campuran Ransum Komersil dan Dedak Padi yang Ditambah CaCO3 dan Premix A terhadap Pertumbuhan Ayam Buras Periode Starter. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Gowa. Gowa.
Nelwida. 2009. Efek penggantian jagung dengan biji alpukat yang direndam air panas dalam ransum terhadap retensi bahan kering, bahan organik dan protein kasar pada ayam broiler. Jurnal ilmiah ilmu - ilmu peternakan. Vol 12 (1).
NRC (National Research Council). 1994. Nutrient Requirement of Poultry Ninth Revised Edition. National Academy Press. Washington, D. C.
NRC. 1996. Nutrient Requirement of Beef Cattle. 7 th Revised Ed. National Academy Press. Washington, D. C.
Parakkasi, A. 1990. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Cetakan Pertama. Penerbit Angkasa. Bandung.
Pasaribu, N. 2004. Minyak Buah Kelapa Sawit. Diakses melalui http://library.usu.ac.id/download/fmipa/kimia-nurhaida.pdf. Diakses pada tanggal 3 April 2015 pukul 19.31 WIB.
28
Pringgohandoko, B. dan O.S. Padmini 1999. Pengaruh rhizo-plus dan pemberian cekaman air selama stadia reproduksi terhadap hasil dan kualitas biji kedelai. Agrivet. Vol 1.
Prihatman, Kemal. 2000. Jagung (Zea mays L.). Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Jakarta.
Priyono. 2009. Premix. Available at http://www.ilmupeternakan.com/2009_03_01_archive.html. Diakses pada tanggal 3 April 2015 pukul 20.19 WIB.
Rasyaf, M. 1997. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta.
Selviani Y., Santoso, L dan Hudaidah, S. 2013. Subtitusi tepung ikan dengan tepung daging dan tulang untuk pertumbuhan lobster air tawar (Cherax quadricarinatus). e-JRTBP (2) : 179-184.
Sinurat, A. P. 1999. Penggunaan Bahan Pakan Lokal dalam Pembuatan Ransum Ayam Buras. Balai Penelitian Ternak. Bogor.
Siregar, S. B. 1995. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya, Jakarta.
Soejono M, R. Utomo, S.P.S. Budhi dan A. Agus. 2006. Mutu Pakan Sapi Potong Ditinjau dari Kebutuhan Nutrisi. Koordinasi Pengawasan Mutu Pakan. Dinas Peternakan. Propinsi Jawa Timur. Surabaya.
Soetanto, H., 2009. Kebutuhan Gizi Ternak Ruminansia Menurut Stadia Fisiologisnya.Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang.
Taufiq, T.M.M. dan I. Novo. 2004. Kedelai, Kacang Hijau dan Kacang Panjang. Absolut Press. Yogyakarta.
Tillman, D. Allen., Hari Hartadi, Soedomo Reksohadiprodjo, Soeharto Prawirokusumo, Soekanto Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Uhi, H. T. 2006. Perbandingan suplemen katalitik dengan bungkil kedelai terhadap penampilan domba. Jurnal Ilmu Ternak. Vol. 6 (1) : 1-6.
Umiyasih, U dan Anggraeny, Y. N. 2007. Petunjuk Teknis Ransum Seimbang, Strategi Pakan pada Sapi Potong. Pusat Penelitian dan
29
Pengembangan Peternakan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.
Wahyu. J. 1992. IImu Nutrisi Ternak Unggas. UGM-Press, Yogyakarta.
Wahju, L. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Warsita. 1999. Pengaruh Pemberianp Pakan Tambahan Bekatul dan Urea terhadap Kenaikan Berat Badan Sapi PO yang dipelihara di TPA Sampah Mojosongo. Skripsi. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.
Widodo, K. 2010. Teori dan Aplikasi Pembuatan Pakan Ternak Ayam dan Itik. Universitas Brawijaya. Malang.
Xue M., Xie S., and Yibo C. 2004. Effect of a feeding stimulant on feeding adaption of gibel carp Carassius auratus gibelio (Bloch), fed diets with replacement of fish meal by meat and bone meal. Aquaculture Research (35) : 473-482.
Yang, Y., Xie, S., Cui, Y., Lei, W., Zhu, X., Yang, Y., and Yu, Y., 2004. Effect of replacement of dietary fish meal by meat and bone meal and poultry by-product meal on growth and feed utilization of gibel carp, Carassius auratus gibelio. Aquaculture Nutrition (10) : 289-294.
Zuprizal dan Muhammad Kamal. 2005. Nutrisi dan Pakan Unggas. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
30
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Jagung Gambar 2. Bungkil kedelai
Gambar 3. Tepung ikan Gambar 4. Meat Bone Meal (MBM)
Gambar 5. Sampling pakan Gambar 6. Pencampuran pakan
31
LAMPIRAN
PerhitunganRansum berdasarkan tabel komposisi bahan pakan Indonesia
A. Perhitungan kadar air
Sampel 1
Ka = X + Y – Z x 100%
Y
Ka = 22,326 + 1,019 – 23,254 x 100%
1,019
Ka = 8,93%
BK = 100 - Ka
BK = 91,07%
Persentase kesalahan = 91,07 – 86 x 100%
91,07
= 5,57%
Sampel 2
Ka = X + Y – Z x 100%
Y
Ka = 20,642 + 1,003 – 21,645 x 100%
1,003
Ka = 9,17%
BK = 100 - Ka
BK = 90,83%
Persentase kesalahan = 90,83 – 86 x 100%
90,83
= 5,32%
Keterangan :
X = bobot gelas timbang (vochdoos)Y = bobot cuplikan pakan
Z = bobot vochdoos + cuplikan setelah dioven 105 °C - 110°C
32
B. Perhitungan kadar protein kasar
Kadar protein kasar = (X – Y) x N x 0,014 x 6,25 x 100%Z
= (9,4 – 0,2) x 0,1 x 0,014 x 6,25 x 100%Z
= 15,85%
Persentase kesalahan = 22,99 – 15,85 x 100%22,99
= 31,06%
Keterangan :
X = Jumlah titrasi sampel (ml)
Y = Jumlah titrasi blanko (ml)
N = Normalitas HCl = 0,1
Z = Bobot sampel (gram)
33