nilai-nilai pendidikan karakter menurut kh. wahid...
TRANSCRIPT
NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER MENURUT
KH. WAHID HASYIM
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan
Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Disusun Oleh:
MOHAMMAD FAJRI NOVA RIEZKY
NIM. 11140110000089
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/2019 M
ABSTRAK
MOHAMMAD FAJRI NOVA RIEZKY, NIM 11140110000089.
“Nilai-nilai Pendidikan Karakter menurut KH. Wahid Hasyim”. Skripsi
Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini memfokuskan pada tema tentang pendidikan karakter, yang
berupaya membawa suasana baru memperkenalkan salah satu khasanah nilai-nilai
pendidikan karakter di dunia Islam Indonesia yaitu KH. Wahid Hasyim.
Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penyusunan penelitian ini
adalah penelitian kualitatif, termasuk dalam jenis penelitian kepustakaan (library
research). Sedangkan penelitian ini bersifat deskriptif, yakni penulis berusaha
menggambarkan obyek penelitian, yaitu pemikiran KH. Wahid Hasyim tentag
nilai-nilai pendidikan karakter. Dalam melakukan penarikan kesimpulan
menggunakan tekhnik content analysis merupakan cara yang digunakan untuk
menarik kesimpulan melalui usaha menemukan kandungan isi pesan yang
dilakukan dengan objektif dan sistematis agar mendapatkan formulasi yang
kongkrit dan memadai sehingga dapat menjadi kesimpulan yang menjawab
rumusan masalah.
Penelitian ini berusaha menjawab dua pertanyaan, pertama bagaimana
pemikiran KH. Wahid Hasyim tentang pendidikan karakter? Kedua bagaimana
relevansi konsep pendidikan karakter KH. Wahid Hasyim dengan kondisi
pendidikan di Indonesia saat ini? Melalui analisis induktif dihasilkan dua temuan.
Pertama, terdapat delapan nilai-nilai karakter yang berusaha ditanamkan oleh KH.
Wahid Hasyim. Delapan nilai tersebut adalah religius, toleransi, mandiri,
demokratis, semangat kebangsaan, cinta tanah air, bersahabat atau komunikatif,
dan gemar membaca. Temuan kedua pada penelitian ini, bahwa pemikiran
pendidikan karakter KH. Wahid Hasyim sejalan dengan tujuan pendidikan
karakter. Dia berikhtiar membangun kehidupan kebangsaan yang multikultural;
membangun peradaban bangsa yang cerdas, berbudaya luhur dan mampu
berkontribusi terhadap pengembangan kehidupan umat manusia, mengembangkan
potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik dan berperilaku baik serta
keteladanan baik; membangun sikap warga Negara yang mencintai kedamaian,
kreatif, mandiri, dan mampu hidup berdampingan dengan bangsa lain dalam suatu
harmoni.
Kata kunci : Pendidikan Karakter, KH. Wahid Hasyim
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Maha Suci Allah SWT dengan segala keagungan dan
kebesaran-Nya segala puji syukur hanya tercurahkan pada-Nya yang telah
melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah, serta inayah-Nya, sehingga atas ridho-Nya
lah penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi walaupun belum mencapai
sebuah kesempurnaan. Namun dengan harapan hati kecil semoga dapat
bermanfaat.
Iringan sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepangkuan
beliau Nabi Agung Muhammad SAW yang menjadi cahaya di atas cahaya bagi
seluruh alam, beserta keluarga dan sahabat yang telah membawa risalah Islam
penuh dengan ilmu pengetahuan,sehingga dapat menjadi bekal dan petunjuk bagi
kehidupan di dunia dan akhirat. Dan berkat karunia dan ridho-Nya pula akhirnya
penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi ini yang berjudul “Nilai-Nilai
Pendidikan Karakter menurut KH. Wahid Hasyim”. Dalam proses
penyusunannya penulis mengalami banyak hambatan dan cobaan, disebabkan
lebih atas keterbatasan penulis. Namun berkat dukungan dan motivasi dari
berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung, di mana keluarga,
dosen, guru, sahabat dan kolega-kolega lainnya telah menjadi bagian dari
pendukung penulisan ini.
Akhirnya penulis menyadari ssepenuhnya kekeliruan sangat mungkin terjadi
dalam penulisan karya ilmiah ini, tidak sedikit hambatan dan kesulitan yang
penulis hadapi. Namun, berkat do’a, dukungan, bantuan dan motivasi yang tak
ternilai dari berbagai pihak, akhirnya penulisan skripsi ini selesai pada waktunya.
Oleh karena itu, penulis sampaikan terima kasih yang sangat dalam dan
penghargaan yang setinggi-tingginya dengan penuh rasa hormat kepada semua
pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini,
khususnya kepada:
1. Ayahanda Dhana Mihardja Rosyadi dan Ibunda Habibah yang selalu memberi
motivasi dan dukungan untuk penulis selama penulis mengerjakan skripsi
serta memberikan dukungan moral dan material, do’a dan senyuman yang
ii
menyemangati penulis untuk tabah dalam menghadapi kesulitan-kesulitan
selama proses pembuatan skripsi ini.
2. Dr. Hj. Sururin, M.Ag., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Drs. Abdul Haris M.Ag., sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam dan
Drs. Rusdi Jamil, M.Ag., sebagai Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, penulis ucapkan terima kasih yang
telah banyak membantu dan dukungannya dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Dr. Akhmad Sodiq, M.Ag, sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
menyediakan waktu, pikiran dan tenaganya untuk memberikan bimbingan,
pengarahan dan petunjuknya kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.
5. Siti Khadijah, MA, selaku Dosen Penasihat Akademik yang dengan penuh
perhatian telah memberi bimbingan, arahan dan motivasi serta ilmu
pengetahuan kepada penulis selama masa perkuliahan.
6. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan khususnya dosen
jurusan Pendidikan Agama Islam, yang dengan penuh semangat membimbing
penulis. Terima kasih atas sumbangsih pemikirannya.
7. Pimpinan dan staf Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan pelayanan dan pinjaman
buku-buku yang sangat penulis butuhkan dalam penyusunan skripsi.
8. Kakak penulis, Khairunnisa Evi Hana dan Adik penulis Mohammad Fajri
Ghea Septian, terima kasih atas bantuan, kepedulian serta dukungan kalian
dalam memberikan motivasi untuk cepat menyelesaikan skripsi ini.
9. Untuk Nadya Safira, terima kasih atas energi yang tak pernah padam dalam
memotivasi penulis dan rela meluangkan banyak waktu untuk sharing dan
bertukar fikiran serta mewarnai hari hari penulis.
10. Teman-teman kosan Bani Buloghiyah: Amar, Ziyan, Rifky, Luthfi, Ilyas,
Rama, Afif. Dan sahabat-sahabat seperjuangan, Aufa Billah, Zaki Irfan,
Hazmi Risyadani, Ilham Azhari Yasra dan Ahmad Fairuz. Terima kasih telah
memotivasi dengan cara yang berbeda.
iii
11. Dewan Guru Madrasah Ibtidaiyah Al-Mukhlisin Pasar Minggu: Ibu Siswanti,
Ibu Siti Maisaroh, Ibu Khusnul Khotimah, Ibu Nur Fadjriah dan Ibu Hasuna,
terima kasih telah banyak membantu dan memberikan arahan dalam
penulisan skripsi ini.
12. Keluarga besar Pendidikan Agama Islam angkatan 2014, khususnya kelas C
atau biasa disebut APACHE, kenangan indah dan kebersamaan kita yang
tidak akan terlupakan, terima kasih untuk kalian semua.
13. Teman teman KBM Squad: Iyan, Ajil, Wisnu, Heru, Haikal, Fuad, Yasin,
Farel, terima kasih atas bantuan dan motivasinya, semoga kita masih bisa
selalu bersama dan bersilaturrahim.
14. Teman-teman Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) khususnya
Rayon Pendidikan Agama Islam (PAI) dan UIN EL-Q (Ikatan Alumni
Pondok Pesantren Al-Itqon Jakarta Barat), serta abang mpok di Forum
Komunikasi Mahasiswa Betawi (FKMB), terima kasih atas sumbangsih
arahan dan pemikirannya, demi kelancaran skripsi ini dan telah mengajarkan
banyak tentang organisasi dan realita kehidupan.
15. Segenap pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya, terima
kasih atas segala bantuan, perhatian dan semangat yang diberikan kepada
penulis.
Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini,
penulis menghaturkan terima kasih banyak dan semoga Allah SWT membalas
semua kebaikan yang telah kalian berikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Aamiin Yaa Rabbal
‘Alamin.
Jakarta, 13 Juli 2019
Penulis
Mohammad Fajri Nova Riezky
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... v
DAFTAR TABEL .................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ......................................................................... 7
C. Pembatasan Masalah ........................................................................ 7
D. Perumusan Masalah ......................................................................... 7
E. Tujuan Penelitian ............................................................................. 8
F. Manfaat Penelitian ........................................................................... 8
BAB II KAJIAN TEORI
A. Konsep Nilai .................................................................................... 9
1. Pengertian Nilai .......................................................................... 9
2. Jenis-Jenis Nilai ....................................................................... 10
B. Pendidikan Karakter ....................................................................... 10
1. Pengertian Pendidikan Karakter ............................................... 10
2. Tujuan Pendidikan Karakter .................................................... 13
3. Nilai-nilai Pendidikan Karakter ............................................... 15
4. Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter ........................................ 20
5. Urgensi Pendidikan Karakter ................................................... 23
C. Hasil Penelitian Relevan ................................................................ 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian ........................................................... 27
1. Objek Penelitian ....................................................................... 27
2. Waktu Penelitian ...................................................................... 27
B. Metodologi Penelitian ..................................................................... 27
1. Metode Penelitian ..................................................................... 27
2. Sumber Data Penelitian ............................................................ 28
a. Data Primer ........................................................................ 28
v
b. Data Sekunder .................................................................... 28
C. Fokus Penelitian ............................................................................. 28
D. Prosedur Penelitian ......................................................................... 29
1. Pengumpulan Data ................................................................... 29
2. Pengolahan Data ....................................................................... 29
3. Analisis Data ............................................................................ 29
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 31
B. Saran ............................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 33
vi
DAFTAR TABEL
2.1 Nilai-nilai Pendidikan Karakter ........................................................... 16
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia yang telah mendeklarasikan kemerdekaannya sejak 17
Agustus 1945 memiliki kondisi yang unik. Dilihat dari perkembangannya
sampai saat ini, kurang lebih sudah hampir 73 tahun rakyat Indonesia menjalani
kehidupan berbangsa dan bernegara secara merdeka yang diakui oleh negara-
negara lain di dunia. Keunikan ini tidak saja dilihat dari keberagaman komponen
dan kekayaan yang dimiliki bangsa ini, tetapi juga dilihat dari kondisi yang
dialami bangsa Indonesia saat ini. Komponen bangsa Indonesia terdiri dari
berbagai konteks sosial dan budaya yang terus berkembang dari waktu ke waktu.
Dilihat dari kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia dapat dikategorikan sangat
melimpah disertai dengan letak kepulauan yang berada di lintasan khatulistiwa,
tanah yang subur, air yang melimpah, udara yang segar, kekayaan sumber energi
dan mineral yang melimpah di dalam tanah dan laut, semuanya memberikan
keunikan terhadap bangsa ini.
Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang
memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi
sumber daya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting.
Hal ini telah disampaikan dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1 yang berbunyi
bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran dan pendidikan.1
Ini juga sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan
nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
1 UUD 1945 Pasal 31 ayat 1, (www.lpm.uinjkt.ac.id). Diakses tanggal 23 Maret 2019 pukul
18.55 WIB
2
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.2
Hingga kini pendidikan terus-menerus dibangun dan dikembangkan agar
menghasilkan generasi yang diharapkan. Dalam rangka menghasilkan peserta
didik yang diharapkan dan unggul, proses pendidikan juga senantiasa dievaluasi
dan diperbaiki. Salah satu upaya perbaikan kualitas pendidikan adalah gagasan
pendidikan karakter. Gagasan ini muncul karena proses pendidikan selama ini
dinilai belum sepenuhnya berhasil dalam membangun manusia Indonesia yang
berkarakter. Bahkan, ada juga yang menyebut bahwa pendidikan Indonesia telah
gagal dalam membangun karakter. Penilaian ini didasarkan pada lulusan sekolah
dan sarjana yang cerdas secara intelektual, namun tidak bermental tangguh dan
berperilaku sesuai dengan tujuan mulia pendidikan.
Menguatnya istilah pendidikan karakter (character education) pada akhir
tahun 2000-an merupakan suatu fenomena yang menarik untuk dikaji dan
dianalisis, baik ditinjau dari perspektif politik dan birokrasi maupun ditinjau dari
sisi akademik. Secara birokratis, program 100 Hari Kementrian Pendidikan
Nasional Republik Indonesia dalam Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II telah
melahirkan program strategis dengan menggagas penyelenggaraan pendidikan
karakter dan budaya bangsa. Artinya pendidikan karakter telah dijadikan sebagai
misi pertama dari delapan misi guna mewujudkan visi pembangunan nasional
dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025.3
Akar dari semua tindakan yang jahat dan buruk, tindakan kejahatan,
terletak pada hilangnya karakter. Karakter yang kuat adalah sandangan
fundamental yang memberikan kemampuan kepada populasi manusia untuk
hidup bersama dalam kedamaian serta membentuk dunia yang dipenuhi dengan
kebaikan dan kebijakan, yang bebas dari kekerasan dan tindakan-tindakan tidak
bermoral.4
2UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Lampiran
1 (www.lpm.uinjkt.ac.id). Diakses tanggal 23 Maret 2019 pukul 19.10 WIB. 3 Muhammad Yaumi, Pendidikan Karakter (Landasan, Pilar dan Implementasi), (Jakarta:
PRENADAMEDIA GROUP, 2014), hlm. 3 4 Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2011), hlm.41
3
Lebih-lebih saat ini banyak kejadian-kejadian di negeri ini yang tidak
menunjukkan cerminan dari sila pancasila, di antaranya banyak terjadi tindakan-
tindakan intoleran di beberapa wilayah, terjadi insiden-insiden yang
menyinggung suku lain dan mendiskreditkan suku tersebut yang mana hal-hal
tersebut tidak mencerminkan karakter bangsa Indonesia yang toleran,
demokratis dan menjunjung tinggi persatuan Indonesia.
Deskripsi diatas, dapat terlihat dari tingkah laku masyarakat yang telah
kehilangan jati diri dan budi pekerti. Hal ini menuntut keprihatinan bangsa
Indonesia untuk memikirkan kembali pentingnya pendidikan karakter kepada
generasi muda. Dengan berlandaskan pada: (1) pendidikan sebagai arena untuk
reaktivasi karakter luhu bangsa Indonesia, karena bangsa Indonesia secara
historis adalah bangsa yang mempunyai karakter tinggi, (2) pendidikan sebagai
sarana untuk membangkitkan suatu karakter bangsa yang dapat mengakselerasi
pembangunan sekaligus memobilisasi potensi domestik untuk meningkatkan
daya saing bangsa, (3) pendidikan sebagai sarana untuk menginternalisasikan
karakter ke dalam segenap sendi-sendi kehidupan bangsa.5
Di era globalisasi ini pula masyarakat dituntut untuk bisa memberdayakan
diri dan kreatif agar mampu berkompetensi dengan bangsa lain tanpa harus
kehilangan budaya dan jati dirinya sebagai bangsa yang berbudaya, beragama
dan bermartabat. Selain itu bangsa Indonesia sedang mengalami transformasi
politik yang dapat menciptakan pergeseran nilai-nilai dalam masyarakat.
Karakter bangsa Indonesia sebagai bangsa yang kuat, jujur, terbuka, dan
harmonis, tampak kian terkikis di tengah perubahan ini. Dengan demikian,
karakter saat ini menjadi isu utama dalam dunia pendidikan di Indonesia. Hal ini
terutama didorong oleh sejumlah tantangan yang semakin gencar dan
mempengaruhi kehidupan masyarakat dalam hidup berbangsa dan bernegara.
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
5 Mansur Muslich, Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional,
(Jakarta : Bumi Aksara, 2011), hlm. 2
4
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.6 Pendidikan merupakan
bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan
jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Untuk membentuk manusia yang mulia dan bangsa yang bermartabat salah
satu upaya yang dilakukan adalah melalui pendidikan karakter. Melalui
pendidikan karakter tersebut diharapkan dunia pendidikan7 akan menjadi motor
penggerak dalam membangun karakter peserta didik dan anggota masyarakat
pada umumnya, sehingga memiliki kesadaran kehidupan berbangsa dan
bernegara yang kuat, berakhlak, berprinsip dan bermartabat dengan
mempertimbangkan norma-norma agama dan budaya masyarakat. Upaya ini
menjadi pondasi utama dalam mensukseskan Indonesia di masa mendatang.8
Pendidikan adalah proses yang sangat penting di dalam kehidupan
manusia. Melalui pendidikan, setiap manusia belajar seluruh hal yang belum
mereka ketahui. Bahkan dengan pendidikan, seorang manusia dapat menguasai
dunia dan tidak terikat lagi batas-batas yang membatasi dirinya. Ini sesuai
dengan yang dikatakan Rasulullah SAW :
ن يا ف عليه ب من أرا دهما ف عليه لعلم، ومن أرادالآخرة ف عليه بالعلم، ومن أراادالد بالعلم
“Barang siapa yang menghendaki (kebaikan) dunia, maka hendaknya ia
menggunakan ilmu, dan barang siapa menghendaki (kebaikan) akhirat,
maka hendaknya dengan ilmu, dan barang siapa yang menghendaki
keduanya maka hendaknya dengan ilmu.”(HR. Turmudzi)
6Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (1) 7 Pendidikan bukan hanya sebagai wahana untuk mendidik anak menjadi cerdas semata,
melainkan juga berkarakter. Sungguh, orang-orang yang berkarakter baik sangat dibutuhkan dalam
membangun bangsa ini. Lihat di Akhmad Muhaimin Azzet, Urgensi Pendidikan Karakter di
Indonesia, (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2013),Cet. II, hlm. 18 8Ibid, hlm. 11-12
5
Bangsa ini memerlukan pendidikan karakter, yakni karakter yang
bernafaskan nilai-nilai agama, atau dengan kata lain (Agama Islam) adalah
Pendidikan Islam Berbasis Karakter. Dalam konteks kajian pendidikan ini pula
terdapat seorang tokoh yang memiliki peranan besar terhadap pencerahan dalam
dunia pendidikan. Adalah seorang intelektual muda pesantren dan tokoh
Nadhlatul Ulama (NU), tokoh yang total menanamkan nilai-nilai agama dalam
pendidikan yakni KH. Wahid Hasyim, putra kelima dari pasangan K.H Hasyim
Asy’ari pendiri jam’iyyah NU dengan Nyai Nafiqah binti Kyai Ilyas. Anak lelaki
pertama dari 10 bersaudara ini lahir pada Jum’at legi, 5 Rabiul Awwal 1333 H,
bertepatan dengan 1 Juni 1914 M, ketika di rumahnya sedang ramai dengan
pengajian.9 Nama yang pertama diberikan ketika ia lahir adalah Muhammad
Asy’ari, meniru nama kakeknya. Tetapi karena ia sering sakit, maka namanya
itu diganti dengan Abdul Wahid, nama salah seorang kakek moyangnya. Selama
masa kecilnya ia dipanggil oleh ibunya dengan nama Mudin, sedang santri
ayahnya memanggil dia dengan panggilan Gus Wahid.
Sebagai anak seorang tokoh terkemuka, KH. Wahid Hasyim tidak pernah
mengenyam pendidikan di bangku sekolah pemerintahan Hindia Belanda. Dia
lebih banyak belajar secara autodidak atau mandiri. Saat berusia 5 tahun, ia
belajar membaca al-Qur’an pada ayahnya (Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari) di
madrasah salafiah Tebuireng. Selain belajar di pondok pesantren dan madrasah,
ia juga banyak mempelajari sendiri kitab-kitab dan buku berbahasa Arab.
Dengan karakter ia yang gemar dalam membaca, ia juga mendalami syair-syair
berbahasa Arab hingga hapal di luar kepala, dan menguasai maknanya dengan
baik.10
Masa mudanya KH. Wahid Hasyim banyak dihiasi dengan pengembaraan
ilmu di pesantren, di antaranya: Pesantren Tebuireng milik ayahnya sendiri,
Pesantren Siwalan Panji dan Lirboyo. Seperti halnya tokoh-tokoh besar pada
masanya, tujuan dari pengembaraan ilmu tersebut tidak lain adalah untuk
9 Muhammad Rifa’i, Wahid Hasyim Biografi Singkat 1914-1953, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Group, 2009), Cet. I, hlm. 17 10Ibid,. hlm. 22-23.
6
mencari barokah dari sang guru. Karena banyak catatan dari aktifitas pendidikan
KH. Wahid Hasyim sering berpindah tempat.11
Kiprah KH. Wahid Hasyim di dunia pendidikan banyak dilihat ketika dia
mendirikan madrasah modern yang dinamakan madrasah Nizamiyah pada tahun
1935. Madrasah ini sebagai pelopor lembaga pendidikan Islam. Di samping
pengajaran agama Islam, di dalam madrasah itu diadakan pengajaran
pengetahuan umum seperti pengajaran bahasa Inggris dan bahasa Belanda. Hal
tersebut KH. Wahid Hasyim dasarkan pada hadist, “barang siapa mengetahui
bahasa sesuatu golongan, ia akan aman dari perkosaan golongan itu” dan
pepatah mengatakan bahwa “Bahasa itu adalah kunci ilmu pengetahuan”.12
Tidak hanya terhenti disitu, KH. Wahid Hasyim merasa belum puas,
baginya murid-muridnya itu di luar sekolah harus belajar berorganisasi dan
belajar menambah pengetahuan serta meluaskan pengalaman sendiri dengan
membaca, karena membaca itu merupakan pokok kemajuan Islam. KH. Wahid
Hasyim mewujudkan semua itu pada tahun 1936 dengan mendirikan organisasi
IKPI (Ikatan Pelajar-Pelajar Islam). Dalam organisasi tersebut, disediakan
taman-taman bacaan atau bibiliotik yang menyediakan kurang lebih 500 buah
kitab bacaan untuk anak-anak dan pemuda, yang berbahasa Indonesia, Arab,
Jawa, Madura, Sunda, Belanda dan Inggris.13 Dengan demikian, ada suatu
kemajuan luar biasa yang diciptakan KH. Wahid Hasyim pada pesantren waktu
itu. Ia telah mengajarkan karakter pengembangan diri pada murid-muridnya
dengan belajar mandiri dan gemar membaca.
Dengan melihat realita yang ada dan berdasarkan penjelasan di atas,
penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mendalam terkait nilai
pendidikan karakter dalam persepektif KH. Wahid Hasyim. Nilai pendidikan
karakter tersebut tentunya yang sejalan dengan nilai agama Islam dan nilai yang
dikembangkan oleh Kemendiknas, yang kemudian dapat dijadikan acuan. Hal
ini, sebagaimana yang ada dalam pemikiran penulis, adalah sangat penting
11Ibid,. hlm. 23. 12 H. Aboebakar Atjeh, Sejarah Hidup KH.. Abdul Wahid Hasyim, (Jombang: Pustaka
Tebuireng, 2015), hlm. 171 13Ibid,. hlm. 171-172
7
diketahui khususnya oleh para pelajar atau mahasiswa dalam bidang pendidikan
Islam. Lebih dari itu, telaah dan analisa mengenai nilai pendidikan karakter KH.
Wahid Hasyim masih belum bisa dikumpulkan secara khusus dalam suatu
konteks menyeluruh, tentunya penulis berharap, proposal skripsi ini merupakan
sebuah usaha untuk secara serius mengumpulkan ide-ide KH. Abdul Wahid
Hasyim mengenai pendidikan karakter. Untuk itu, maka penulis mencoba untuk
menyusun sebuah skripsi yang berjudul “Nilai-Nilai Pendidikan Karakter
menurut KH. Wahid Hasyim”yang diharapkan dapat memberikan sebuah
sumbangan khazanah keilmuan, terutama dalam upaya merealisasikan
pendidikan karakter.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di atas,
penulis mengidentifikasi berbagai permasalahan yang timbul yaitu :
1. Menurunnya kualitas moral masyarakat saat ini
2. Banyaknya tindakan-tindakan intoleran di beberapa wilayah di Indonesia
yang tidak mencerminkan sila dari pancasila.
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka penulis
membatasi permasalahan hanya membahas pemikiran pendidikan karakter
menurut KH. Wahid Hasyim, yang meliputi konsep, strategi dan relevansi
pendidikan karakter KH. Wahid Hasyim dengan pendidikan karakter bangsa.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apa saja nilai-nilai pendidikan karakter menurut KH. Wahid Hasyim?
2. Bagaimana strategi KH. Wahid Hasyim dalam menanamkan nilai-nilai
pendidikan karakter?
3. Bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan karakter KH. Wahid Hasyim
dengan kondisi bangsa saat ini?
8
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Nilai-nilai pendidikan karakter menurut KH. Wahid Hasyim
2. Strategi KH. Wahid Hasyim dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan
karakter.
3. Relevansi nilai-nilai pendidikan karakter KH. Wahid Hasyim dengan kondisi
bangsa saat ini.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini dikemukakan menjadi dua bagian, yaitu:
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan wawasan baru tentang nilai-nilai pendidikan karakter
menurut KH. Wahid Hasyim
b. Memberikan sumbangsih khazanah dan perbendaharaan keilmuan dalam
Pemikiran Pendidikan Islam (PPI), khususnya mengenai nilai-nilai
pendidikan karakter.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu sumbangsih pemikiran
dari penulis yang merupakan wujud aktualisasi diri sebagai insane
akademik yang bergelut dalam dunia pendidikan Islam.
b. Sebagai sumbangan informasi bagi pembaca mengenai pentingnya nilai
karakter dalam membangun moral bangsa.
9
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Konsep Nilai
1. Pengertian Nilai
Nilai adalah esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti
bagi kehidupan manusia.1 Khususnya mengenai kebaikan dan tindak
kebaikan suatu hal. Nilai artinya sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau
berguna bagi kemanusiaan2.
Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ideal, nilai bukan
bendakonkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang
menuntutpembuktian empirik, melainkan sosial penghayatan yang
dikehendaki, disenangi, dan tidak disenangi.3
Nilai adalah perasaan-perasaan tentang apa yang diinginkan ataupun
yang tidak diinginkan, atau tentang apa yang boleh atau tidak boleh. Bidang
yang berhubungan dengan nilai adalah etika (penyelidikan nilai dalam
tingkah laku manusia) dan estetika (penyelidikan tentang nilai dan seni). Nilai
dalam masyarakat tercakup dalam adat kebiasaan dan tradisi yang secara
tidak sadar diterima dan dilaksanakan oleh anggota masyarakat.4
Nilai menurut Kamus Poerwadarminto berarti: sifat-sifat atau hal-
hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Nilai biasanya digunakan
untuk menunjuk kata benda yang abstrak, yang dapat diartikan sebagai
keberhargaan (worth) atau kebaikan (goodness). Selanjutnya dikatakan,
menilai berarti menimbang, yakni suatu kegiatan manusia untuk
menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain,, yang kemudian
dilanjutkan dengan memberikan keputusan.5
1 M. Chatib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), Cet.
I, hlm. 61. 2 W.J.S. Purwadaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), hlm.
677 3 Mansur Isna, Diskursus Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Global Pustaka Utama, 2001), hlm.
98 4 M. Arifin Hakim, Ilmu Budaya Dasar, (Bandung: Pusaka Satya, 2001), hlm. 22-23 5 Dr. H. Kabul Budiyono, M.Si,. Pendidikan Pancasila, (Bandung: ALFABETA, 2016), hlm.
139
10
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
nilaimerupakan esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti
bagikehidupan manusia.
2. Jenis-jenis Nilai
Jenis-jenis nilai menurut Kabul Budiyono yang diuraikan dalam
bukunya “Pendidikan Pancasila” ada 3 yaitu :6
a. Nilai Dasar, adalah nilai yang dituju atau diinginkan oleh semua manusia,
yang didasarkan pada kodrat manusia, yang merupakan pencerminan
kemanusiaan, yang satu sama lain saling terikat, yang selalu diperjuangkan
oleh umat manusia karena dianggap sebagai sesuatu yang berharga yang
dapat memberikan kepuasan batin.
b. Nilai Instrumental, adalah keseluruhan nilai yang dipedomani di dalam
sistem politik, sistem ekonomi, sistem sosial budaya, serta sistem Hankam,
yang bersumber pada Nilai Dasar dan bersifat berubah.
c. Nilai Praktis, adalah nilai implicit yang terkandung dalam sikap, perilaku,
serta perbuatan manusia sehari-hari, yang merupakan perwujudan dari
pengamalan nilai-nilai dasar dan nilai-nilai instrumental. Nilai praktis ini
berupa sikap perilaku yang berkaitan dengan Keimanan dan Ketaqwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, Kecintaan kepada Tanah Air, Kepribadian
Bangsa, Semangat bersaing dalam Kemitraan dan Disiplin Nasional.
B. Pendidikan Karakter
1. Pengertian Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter merupakan penanaman dan pengembangan
nilai-nilai karakter yang baik berdasarkan kebajikan-kebajikan individu
maupun masyarakat. Nilai kebajikan yang berlaku dalam kehidupan
bermasyarakat pada umumnya sudah disepakati baik secara tertulis maupun
6Ibid, hlm 140-142
11
tidak tertulis.7 Pendidikan karakter merupakan upaya mendidik peserta didik
agar memiliki pemahaman yang baik sehingga mampu berkelakuan baik
sesuai dengan norma yang berlaku. Pendidikan karakter menghasilkan
individu yang dapat membuat keputusan dan mempertanggungjawabkan
setiap keputusan yang diambil.8
Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas
setiap individu untuk hidup dan berkerja sama, baik dalam lingkup keluarga,
masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah
individu yang dapat membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan
setiap akibat dari keputusannya. Karakter dapat dianggap sebagai nilai-nilai
perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri
sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam
pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma
agama, hukum, tata karma. Budaya, adat istiadat, dan estetika. Karakter
adalah perilaku yang tampak dalam kehidupan sehari-hari baik dalam
bersikap maupun dalam bertindak. Warsono mengutip Jack Corley dan
Thomas Phillip menyatakan: “Karakter merupakan sikap dan kebiasaan
seseorang yang memungkinkan dan mempermudah tindakan moral.”9
Sekalipun pendidikan karakter telah lama dianut bersama secara
tersirat dalam penyelenggaraan pendidikan nasional, tetapi rasanya tidak
mudah untuk memberi batasan akurat tentang apa yang sebenarnya dimaksud
dengan pendidikan karakter itu. Padahal unsur-unsurnya telah dirumuskan
dalam tujuan pendidikan nasional sejak Indonesia merdeka hingga sampai
sekarang ini. Dalam Undang-Undang No. 2/1989, Pasal 4 dijelaskan bahwa :
“Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa
dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
7Saptono, Dimensi-dimensi Pendidikan Karakter Wawasan, Strategi, dan Langkah Praktis,
(Jakarta: Erlangga, 2011) hlm. 23 8 Akhmad Muhaimin Azzet, Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia, (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2013), Cet. II, hlm. 15-16 9 Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2011), hlm. 42
12
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan
mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan”
Kemudian, dijelaskan pula dalam pasal 15 yang menyatakan bahwa :
“Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan
meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik
menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan
mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial,
budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan
mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial,
budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan
lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi”
Pendidikan karakter menurut Ratna Megawangi yang dihimpun oleh
Kesuma, dkk adalah “sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat
mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan
sehari-sehari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif
kepada lingkungannya”. Definisi lainnya dikemukakan oleh Fakry Gaffar:
“sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk
ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu
dalam perilaku kehidupan orang itu”. Dalam definisi tersebut, ada tiga ide
fikiran penting, yaitu: 1)proses transformasi nilai-nilai, 2)
ditumbuhkembangkan dalam kepribadian, dan 3) menjadi satu dalam
perilaku.10
Menurut Kesuma, dkk, pendidikan karakter adalah pembelajaran
yang mengarah pada penguatan dan pengembangan perilaku anak secara utuh
yang didasarkan pada suatu nilai tertentu yang dirujuk oleh sekolah. Definisi
ini mengandung makna.11
1. Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang terintegrasi dengan
pembelajaran yang terjadi pada semua mata pelajaran;
2. Diarahkan pada penguatan dan pengembangan perilaku anak secara
utuh. Asumsinya anak merupakan organisme manusia yang memiliki
potensi untuk dikuatkan dan dikembangkan.
10 Dharma Kesuma, dkk Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2011) hlm. 5 11Ibid,.
13
3. Penguatan dan pengembangan perilaku didasari oleh nilai yang dirujuk
sekolah (lembaga)
Berdasarkan pemikiran beberapa ahli di atas mengenai definisi
pendidikan karakter, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan
karakter berusaha untuk menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai
karakter. Tujuan pendidikan karakter yaitu supaya peserta didik memiliki
tingkah laku yang sesuai dengan norma sehingga peserta didik dapat diterima
dalam lingkungan masyarakat. Selain itu, berdasarkan pemikiran ahli yang
telah disebutkan di atas, pendidikan karakter memberikan penguatan dan
pengembangan mental agar peserta didik mampu menyelesaikan masalah
yang dihadapi serta mempertanggungjawabkan masalah tersebut.
2. Tujuan Pendidikan Karakter
Ketika kita berbicara tentang tujuan pendidikan, spontan kita
teringat akan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 Bab II Pasal 3 yaitu :
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, sehat, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”
Secara umum tujuan dari pendidikan tersebut merupakan
hakekatdari tujuan pendidikan karakter yang memberikan penguatan dan
pengembangan nilai-nilai positif agar anak didik memiliki karakter yang
mulia. Tujuan pendidikan karakter adalah membentuk pribadi anak supaya
menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik.
Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik dan warga
negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah
nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat
dan bangsanya. Esensi dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di
Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang
14
bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina
kepribadian generasi muda.12
Menurut Kesuma, dkk, pendidikan karakter memiliki tujuan sebagai
berikut :
a. Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap
penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian/kepemilikan peserta
didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan
b. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-
nilai yang dikembangkan oleh sekolah
c. Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat
dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara
bersama.13
Pendidikan karakter bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai dalam
diri peserta didik, sehingga peserta didik mampu memiliki budi pekerti secara
utuh, terpadu, dan seimbang. Peserta didik yang memiliki nilai-nilai budi
pekerti akan menggunakan segala pengetahuan, keterampilan dan
emosionalnya dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.14 Tujuan
pendidikan karakter dalam pendidikan formal yaitu menguatkan dan
mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting serta
memperbaiki perilaku peserta didik yang dianggap tidak sesuai dengan nilai-
nilai kehidupan.15
Berdasarkan pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pendidikan karakter dalam pendidikan formal bertujuan untuk menanamkan
dan mengembangkan nilai-nilai karakter agar peserta didik memiliki budi
pekerti. Budi pekerti tersebut yang akan digunakan peserta didik dalam
memecahkan masalah yang dihadapi. Berdasarkan pemikiran ahli di atas,
maka dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan karakter pada pendidikan
12 Jafar Anwar dan A.Salam, Membumikan Pendidikan Karakter: Implementasi Pendidikan
Berbobot Nilai dan Moral, (Jakarta: CV. Suri Tatu’uw, 2015) hlm. 34 13Ibid., hlm. 9 14 Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah, (Yogyakarta: Diva
Press, 2011) hlm. 42-43 15 Kesuma, dkk, Op. Cit., hlm. 137
15
formal bertujuan untuk mendidik peserta didik agar diterima dalam
lingkungan masyarakat, serta mempersiapkan peserta didik menjadi generasi
penerus bangsa.
3. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter
Kemendiknas mengungkapkan bahwa nilai-nilai yang dikembangkan
dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa berasal dari beberapa sumber
berikut: yaitu agama, pancasila, budaya dan tujuan Pendidikan Nasional.
Agama menjadi sumber pendidikan karakter karena Indonesia merupakan
negara yang beragama sehingga nilai yang terkandung dalam agamanya
dijadikan dasar dalammembentuk karakter. Pancasila digunakan sebagai
sumber karena pancasila adalah dasara negara sehingga nilai-nilai pancasila
menjadi sumber pendidikan karakter. Indonesia merupakan negara yang
memiliki beragam suku bangsa dan budaya sehingga nilai-nilai budaya dalam
masyarakat menjadi sumber dalam pendidikan karakter.
Tujuan Pendidikan Nasional menjadi sumber pengembangan nilai-nilai
budaya dan karakter dikarenakan semua bentuk pendidikan tidak boleh
bertentangan dengan tujuan Pendidikan Nasional. Keempat sumber tersebut
menjadi dasar pengembangan nilai-nilai lainnya yang akan dikembangkan
dalam pendidikan karakter dan budaya bangsa.16
Tabel 2.1
Nilai Nilai Pendidikan Karakter
No Nilai Deskripsi
1 Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap
16 Kemendiknas, Kerangka Acuan Pendidikan Karakter, (Jakarta: Kemendiknas), hlm. 7-10
16
pelaksanaan ibadah agama lain, dan rukun dengan
pemeluk agama lain.
2 Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan
dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya
dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan.
3 Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan
agama, suku, etnis, pendapat, sikap dan tindakan
orang lain yang berbeda dari dirinya.
4 Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan
patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5 Kerja keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh
dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan
tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-
baiknya.
6 Kreatif Berfikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan
cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7 Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada
orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8 Demokrasi Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai
sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9 Rasa ingin
tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu
yang dipelajarinya, dilihat dan didengar.
10 Semangat
kebangsaan
Cara berfikir, bertindak, dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan diri dan kelompoknya
11 Cinta tanah
air
Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan
penghargaan yang tinggi terhadap bangsa dan negara
di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
17
12 Menghargai
prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat,
dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang
lain.
13 Bersahabat/
komunikatif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang
berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang
lain.
14 Cinta damai Sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan
orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran
dirinya.
15 Gemar
membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca
berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi
dirinya
16 Peduli
lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan pada lingkungan alam sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki
kerusakan alam yang telah terjadi.
17 Peduli
sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi
bantuan pada orang lain dan masyarakat yang
membutuhkan.
18 Tanggung
jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan
tugas dan kewajibannya yang seharusnya dia
lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan (alam sosial dan budaya), negara, dan
Tuhan Yang Maha Esa.
Sumber: Kemendiknas (2010)17
17Ibid,.
18
Adapun nilai-nilai karakter menurut Jamal Ma’mur Asmuni adalah sebagai
berikut:18
a. Nilai karakter yang hubungannya dengan Tuhan
Nilai ini bersifat religius, artinya pikiran, perkataan dan tindakan
seseorang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan dan
ajaran agama.
b. Nilai karakter yang hubungannya dengan diri sendiri
1) Jujur artinya perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya
sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan
dan pekerjaan.
2) Bertanggung jawab artinya sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan,
terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya),
Negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
3) Bergaya Hidup Sehat artinya segala upaya untuk menerapkan kebiasaan
yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindari
kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan.
4) Disiplin artinya tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh
pada berbagai ketentuan dan peraturan,
5) Kerja Keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-
sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta
menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6) Percaya Diri adalah sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap
pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya.
7) Berjiwa Wirausaha adalah sikap dan tindakan yang mandiri dan pandai
atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru,
menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya,
serta mengatur permodalan operasinya.
18 Jamal Ma’mur Asmuni, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah,
(Yogyakarta: Diva Press, 2011), hlm. 36-41
19
8) Berpikir Logis, Kritis, Kreatif dan Inovatif Berpikir dan melakukan
sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah
dimiliki.19
9) Mandiri adalah sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada
orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
10) Ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang
dipelajarinya, dilihat dan didengar.
11) Cinta ilmu cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik bangsa.20
c. Nilai karakter yang hubungan dengan sesama
1) Sadar hak dan kewajiban diri dan orang lain adalah sikap tahu dan
mengerti serta melaksanakan sesuatu yang menjadi milik atau hak diri
sendiri dan orang lain, serta tugas atau kewajiban diri sendiri dan orang
lain.
2) Patuh pada aturan-aturan sosial adalah sikap menurut dan taat terhadap
aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan kepentingan umum.
3) Menghargai karya dan prestasi orang lain adalah sikap dan tindakan
yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna
bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang
lain.
4) Santun sikap yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa
maupun tata perilakunya kepada semua orang.
5) Demokrasi cara berpikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak
dan kewajiban dirinya dan orang lain.21
19Ibid, hlm. 38 20Ibid, hlm. 39 21Ibid, hlm. 40
20
4. Prinsip-Prinsip Pendidikan Karakter
Muchlis Samani dan Hariyanto dalam bukunya mengutip pendapat
Lickona, Schlaps dan Lewis tentang bagaimana agar pelaksanaan pendidikan
karakter berjalan efektif. Lickona, Schlaps dan Lewis telah mengembangkan
11 prinsip untuk pendidikan karakter yang efektif yang diuraikan dengan
sedikit penjelasannya sebagai di bawah ini :
a. Pendidikan karakter harus mempromosikan nilai-nilai etik inti (ethical
core values) sebagai landasan bagi pembentukan karakter yang baik.
Pendidikan karakter berpegang pada nilai-nilai yang disebarkan secara
meluas, yang amat penting, dan berlandaskan karakter mulia, yang disebut
nilai inti (core value), misalnya: kepedulian, kejujuran, fitness,
pertanggungjawaban, penghormatan pada diri sendiri dan orang lain.
Pendidikan karakter juga mempromosikan nilai-nilai kinerja yang positif
seperti kerajinan, etos kerja yang kuat, dan keuletan, serta kegigihan.
b. Karakter harus dipahami secara komprehensif termasuk dalam pemikiran,
perasaan, dan perilaku
Implementasi karakter yang baik meliputi pemahaman, kepedulian dan
tindakan yang dilandasi nilai-nilai etik inti. Pendekatan holistik dalam
pembangunan karakter dengan demikian terkait pada pengembangan
aspek-aspek kognitif, emosional, dan perilaku dari kehidupan moral.
Peserta didik tumbuh dan memahami nilai-nilai inti tersebut dengan cara
mempelajarinya dan mendiskusikannya, mengamati model perilaku, dan
memecahkan masalah yang berkaitan dengan nilai-nilai.
c. Pendidikan karakter yang efektif memerlukan pendekatan yang sungguh-
sungguh dan proaktif serta mempromosikan nilai-nilai inti pada semua
fase kehidupan sekolah.
Sekolah yang berkomitmen untuk mengembangkan karakter wajib melihat
dirinya sendiri dengan kacamata moral untuk menilai bagaimana segala
sesuatu yang ada di sekolah dapat memberikan dampak pada karakter para
siswa. Hal ini merupakan pendekatan komprehensif yang memanfaatkan
21
seluruh aspek persekolahan sebagai suatu kesempatan bagi pengembangan
karakter.
d. Sekolah harus menjadi komunitas yang peduli.
Sekolah yang berkomitmen pada pengembangan karakter harus berupaya
menjadi suatu masyarakat mikrosmos yang peduli dan adil. Hal ini
dimungkinkan dengan cara membangun suatu komunitas yang membantu
seluruh anggotanya untuk membentuk keterikatan kepedulian antar
mereka. Hal ini akan terkait dengan pengembangan hubungan kepedulian
antar siswa (satu tingkat kelas dan antar-tingkat kelas), antar-staf (yang
dimaksud dengan staf di sini, adalah guru, guru BK, petugas UKS dan, dan
pegawai administrasi), antara siswa dan staf, serta antara staf dan keluarga
siswa.
e. Menyediakan peluang bagi para siswa untuk melakukan tindakan
bermoral.
Dalam ranah etik maupun dalam ranah intelektual, para siswa adalah
pembelajar yang konstruktif, mereka belajar baik dengan melakukan
sesuatu (learn best by doing). Untuk mengembangkan karakter yang baik,
mereka memerlukan kesempatan yang banyak dan bermacam-macam
dalam menerapkan berbagai nilai seperti rasa iba, pertanggungjawaban,
dan kejujuran serta keadilan, dalam interaksi dan diskusi setiap hari.
f. Pendidikan karakter yang efektif harus dilengkapi dengan kurikulum
akademis yang bermakna dan menantang, yang menghargai semua
pembelajar dan membantu mereka untuk mencapai sukses.
Bila para siswa berhasil di sekolah dan merasakan bahwa dirinya sekarang
memiliki suatu kompetensi dan otonomi tertentu terkait penguasaan
pengetahuan atau keterampilan tertentu, mereka tampaknya lebih merasa
memerlukan kepemilikan nilai-nilai tertentu yang mencirikan
keberadaannya, dan merasa lebih membutuhkan wewenang pribadi. Setiap
siswa datang ke sekolah dengan keterampilan, minat dan kebutuhan yang
berbeda-beda maka sekolah harus menyediakan suatu kurikulum yang
secara inheren menarik dan bermakna bagi siswa.
22
g. Pendidikan karakter harus secara nyata berupaya mengembangkan
motivasi pribadi siswa.
Karakter sering didefinisikan sebagai melakukan sesuatu yang benar
tatkala tidak seorang pun melihat. Contohnya adalah menghormati hak-
hak dan kebutuhan orang lain bukan karena takut terhadap hukuman dan
keinginan menerima penghargaan. Hal semacam ini dapat terjadi karena
keyakinan terdalam yang hadir dalam diri siswa adalah bahwa berbuat baik
itu bagus, sehingga ada keinginan yang timbul dari dalam hatinya untuk
menjadi orang yang baik.
h. Seluruh staf sekolah harus menjadi komunitas belajar dan komunitas
moral yang semuanya saling berbagi tanggung jawab bagi
berlangsungnya pendidikan karakter, dan berupaya untuk
mengembangkan nilai-nilai inti yang sama yang menjadi panduan
pendidikan karakter bagi para siswa
Seluruh staf sekolah mulai dari guru, tenaga administrative, konselor,
psikolog sekolah, pelatih, para wakil kepala sekolah, pekerja kafetaria,
pemandu di lapangan bermain dan sebagainya, harus terlibat dalam
pembelajaran, juga ikut berdiskusi, dan megambil peranannya masing-
masing dalam upaya pendidikan karakter. Pertamakali dan yang paling
penting, anggota staf harus menunjukkan tanggung jawabnya dengan
menjadi model bagi nilai-nilai perilakunya dan mengambil kesempatan
untuk memberikan pengaruh terhadap siswa, dengan siapa mereka
berinteraksi.
i. Implementasi pendidikan karakter membutuhkan kepemimpinan moral
yang diperlukan bagi staf sekolah maupun para siswa
Sekolah yang telah berkomitmen untuk mengembangkan pendidikan
karakter yang efektif harusnya memiliki orang-orang yang berperan
sebagai pemimpin (misalnya kepala sekolah, para wakil kepala sekolah,
guru senior, wali kelas, konselor, pengawas sekolah) yang memiliki
kemampuan mumpuni (prima atau tangguh) dalam kepemimpinan. Bisa
juga sekolah membentuk Komite Pendidikan Karakter yang terdiri dari
23
staf, siswa, oranngtua, mungkin juga anggota masyarakat sekitar sekolah
atau anggota Dewan Pendidikan, yang bertanggung jawab dalam
perencanaan, implementasi, dan memberikan dukungan terhadap
pembangunan karakter.
j. Sekolah harus merekrut orang tua dan anggota masyarakat sebagai
partner penuh dalam upaya pembangunan karakter.
Sekolah yang mampu menjalin hubungan dengan orang tua untuk mau
terlibat dalam pendidikan karakter terbukti memiliki kesanggupan yang
besar dalam meningkatkan peluangnya untuk berhasil bersama siswanya
membangun karakter. Sekolah semacam itu biasanya mau bersusah-payah
pada setiap tahap pendidikan karakter untuk berkomunikasi dengan
keluarga siswa, misalnya melalui surat, e-mail, rapat orang tua dan
sebagainya, serta berbicara tentang tujuan dan aktivitas terkait pendidikan
karakter.
k. Evaluasi terhadap pendidikan karakter harus juga menilai karakter
sekolah, menilai fungsi staf sekolah sebagai pendidik karakter, sampai
pada penilaian terhadap bagaimana cara para siswa memanifestasikan
karakter yang baik.
Pendidikan karakter yang efektif meliputi juga upaya dalam menilai
pelaksanaan program pendidikan karakter. Tiga jenis hasil yang harus
menjadi titik pusat penilaian, yaitu karakter sekolah, peranan staf sekolah
sebagai pendidik karakter dan karakter para siswa.22
5. Urgensi Pendidikan Karakter
Kata urgen dimaknai sebgai kebutuhan yang mendesak. Mendesak
artinya bahwa segara untuk diatasi, segera dilaksanakan, dan tidak aka nada
potensi yang membahayakan. Dikatakan mendesak karena ada tanda-tanda
yang mengharuskan suatu tindakan.23
22 Muchlas, op. cit., hlm.168-175 23 Barnawi dan M. Arifin, Strategi dan Kebijakan Pendidikan Karakter, (Yogyakarta: Ar-ruzz
Media, 2012), hlm. 12
24
Di era global ini ancaman hilangnya karakter semakin nyata. Nilai-nilai
karakter yang luhur tergusur oleh arus globalisasi, terutama kesalahan dalam
memahami makna kebebasan sebagai sebuah demokrasi dan rendahnya
filosofi teknologi. Kemajuan teknologi adalah pisau bermata dua, di satu sisi
memberi kemudahan bagi manusia dan di sisi lain memberi dampak negatif.24
Menurut Setiawan Dani, ia berpendapat bahwa teknologi dapat menjadi
media penghancur bagi umat manusia ada tiga hal yakni: Pertama, teknologi
cenderung memudahkan, bisa menjebak orang menjadi sosok yang serba
instan atau manja dan tidak menghargai proses. Kedua, teknologi memang
bisa mendekatkan yang jauh, tetapi bisa juga tidak peduli dengan
sekelilingnya jika terlalu intens dalam menggunakan teknologi. Ketiga,
teknologi bisa memicu perilaku konsumtif, menjadikan seseorang selalu
mempromosikan produk terbaru dan membeli yang telah ditawarkan dari
internet.25
Pendidikan karakter di sekolah sangat diperlukan, walaupun dasar dari
pendidikan karakter adalah di dalam keluarga. Jika seorang anak
mendapatkan pendidikan karakter yang baik dari keluarganya, anak tersebut
akan berkarakter baik mementingkan aspek kecerdasan otak ketimbang
pendidikan karakter. Selain itu, Daniel Goeleman juga mengatakan bahwa
banyak orang tua yang gagal dalam mendidik karakter anak-anaknya baik
karena kesibukan maupun karena lebih mementingkan aspek kognitif anak.
Meskipun demikian, kondisi ini dapat ditanggulangi dengan memberikan
pendidikan karakter di sekolah.26
Pendidikan karakter ini memang sangat penting bagi sistem pendidikan
di Negara tercinta kita ini. Pendidikan karakter akan dijadikan sebagai
landasan dalam upaya pembentukan kualitas karakter bangsa Indonesia.
Kemampuan kognitif tanpa pendidikan karakter yang kuat akan
24Ibid, hal 14 25Ibid,. 26 Muhammad Anwar HM, Dampak Pendidikan Karakter Terhadap Keberhasilan
Akademik,http://www.google.com/search?q=muhammad+anwar+Dampak+pendidikan+karakter+
diunduh pada tanggal 25 Februari 2019 pukul 09.43 WIB
25
menghasilkan pribadi yang mudah dihasut, sehingga akan menghambat
kemajuan bangsa Indonesia. Pentingnya pendidikan karakter bermanfaat
untuk menghasilkan pribadi yang tidak mengabaikan nilai sosial, seperti
toleransi, tanggung jawab, dan yang lainnya sehingga terciptalah pribadi yang
berkarakter unggul.
C. Hasil Penelitian Relevan
Berikut ini hasil penelitian relevan yang masih ada kaitannya dengan
penelitian penulis, di antaranya :
1. Syafiq Akhmad Mughni, Pemikiran K.H Abdul Wahid Hasyim Tentang
Pembaharuan Pendidikan Islam, Skripsi UIN Jakarta, 2013. Penelitian ini
memfokuskan pada tema tentang pendidikan Islam, yang berupaya membawa
suasana baru memperkenalkan kembali salah satu khazanah pemikiran
keislaman abad modern di dunia Islam Indonesia yaitu KH Abdul Wahid
Hasyim. Pemikiran KH A. Wahid Hasyim adalah bentuk pendidikan inklusif,
dengan kata lain pendidikan yang tidak menutup diri dan membatasi pada
aspek pendidikan agama, namun pendidikan yang responsif terhadap
perkembangan zaman.pemikiran pendidikannya yaitu dalam tiga aspek.
Pertama, Tujuan Pendidikan Islam, menurutnya tujuan pendidikan Islam
tidak hanya berorientasi kepada mencetak ahli agama. Jika berorientasi pada
urusan ukhrowi dan mengabaikan urusan duniawi akan membuat Islam
tertinggal serta terbelakang. Kedua, Kurikulum Pendidikan Islam,
menurutnya system kurikulum agama tanpa kurikulum umum itu tidak
responsif kepada perkembangan zaman. Ketiga, Metode Pembelajaran,
menurutnya diharapkan proses belajar mengajar yang aktifdialogis, yaitu
guru bukan satu-satunya sumber belajar. K.H A. Wahid Hasyim
pemikirannya berasas pada “al-Muhafadzoh ‘ala al-Qadim al-Shalih, wa al-
Akhzu bi al-Jadid al-Ashlah”.27
27http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/24748
26
2. Zikrulloh, Pembaharuan Pendidikan Islam Dalam Perspektif KH. Abdul
Wahid Hasyim, Skripsi UIN Jakarta, 2017. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa gagasan pendidikan KH A. Wahid Hasyim dilatarbelakangi oleh
kekecewaan dan sentimennegatif kepada kolonialisme yang menganaktirikan
masyarakat pribumi terkait hak-hak untuk mengenyam pendidikan,dan
kondisi umat Islam Indonesia yang terbelakang dalam hal pendidikan. Ini
mendorong Wahid Hasyim untuk meramu pendidikan Islam di Indonesia
untuk memajukan dan mencerdaskan bangsa dengan mendirikan madrasah
Nizamiyah. Antara lain dengan: Pertama, Tujuan Pendidikan Islam yaitu
dengan berorientasi kepada kebutuhan masyarakat sesuai perkembangan
zaman serta tanpa mengesampingkan nilai-nilai tradisi lama yang baik.
Kedua, Kurikulum Pendidikan Islam perlunya memasukkan ilmu pendidikan
umum ke dalam kurikulum pendidikan Islam. Dan Ketiga, Metode
pembelajaran, yaitu tutorial yang sistematis dan aktif-dialogis.28
28http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/36235
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian
1. Objek Penelitian
Menurut Sugiyono, objek penelitian yaitu sesuatu atribut atau sifat atau
nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang
diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya.1 Dalam penelitian ini objek penelitiannya adalah konsep
pendidikan karakter menurut KH. Wahid Hasyim.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian berisi penjelasan kapan penelitian dilakukan
(semester, tahun pelajaran) dan lamanya penelitian dilakukan.2 Penelitian ini
dilaksanakan dengan pengaturan waktu sebagai berikut: 16 februari 2018
sampai dengan selesai, menggunakan sumber tertulis yang diperoleh dari
buku, jurnal, internet, majalah dan segala hal yang mendukung penelitian.
B. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan secondary research¸ yaitu riset
yang sumber datanya diperoleh dari pihak lain. Beberapa metode yang
menjadi representasi jenis ini antara lain literature pustaka, publikasi ilmiah,
browsing dari internet.
Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu data yang
diperoleh (berupa kata-kata, gambar dan perilaku) tidak dituangkan dalam
bentuk bilangan atau angka melainkan tetap dalam bentuk kualitatif, sifatnya
menganalisa dan member pemaparan mengenai situasi yang diteliti dalam
bentuk naratif.3
1Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2015), Cet. XXI, hlm. 38 2Pedoman Penulisan Skripsi, (Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015), hlm. 61 3S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka cipta, 2007), hlm.39
28
2. Sumber Data Penelitian
Penelitian yang dilakukan dalam rangka penyusunan skripsi ini adalah
penelitian yang berdasarkan pada penelitian kepustakaan (Library Research),
untuk itu sumber-sumber data diperoleh dari bahan-bahan pustaka sebagai
sumber pokok yang ada relevansinya dengan permasalahan di atas antara lain
sebagai berikut:
a. Data Primer
Secara ringkas, sumber data primer adalah sumber data yang
langsung memberikan data kepada pengumpul data.4 Data primer yang
dimaksud disini merupakan data referensi yang akan penulis jadikan acuan
utama dalam penulisan skripsi ini, yang terangkum dalam bukunya H.
Aboebakar Atjeh, Sejarah Hidup KH. Abdul Wahid Hasyim, Jombang:
Pustaka Tebuireng, 2015.
b. Data Sekunder
Menurut Sugiyono, data sekunder merupakan sumber yang tidak
langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang
lain atau lewat dokumen.5 Sedangkan data sekunder yang dimaksud disini
adalah karya tulis baik berupa buku, artikel atau jurnal dan sejenisnya yang
membahas tentang KH. Wahid Hasyim terutama yang bersentuhan
langsung dengan karya, catatan sejarah, atau rekam jejak KH. Wahid
Hasyim
C. Fokus Penelitian
Pada penelitian ini peneliti memfokuskan pada nilai-nilai pendidikan
karakter menurut KH. Wahid Hasyim serta relevansinya dengan pendidikan
zaman sekarang.
4Pedoman Penulisan Skripsi (Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015), hlm. 308 5Ibid., hlm. 309
29
D. Prosedur Penelitian
1. Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah teknik
dokumentasi. Teknik dokumentasi yang dimaksud disini adalah metode
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mencari data tentang variabel
penelitian dari berbagai macam dokumentasi, baik yang berupa catatan,
transkrip, buku, surat kabar, majalah, jurnal, dan lain sebagainya.6
2. Pengolahan Data
Setelah data-data terkumpul lengkap, langkah berikutnya adalah
membaca, mempelajari, meneliti, menyeleksi, dan mengklasifikasi data-data
yang relevan yang mendukung pokok bahasan, untuk selanjutnya penulis
analisis, simpulkan dalam satu pembahasan yang utuh.
3. Analisis data
Metode analisa data adalah kegiatan mengatur, mengurutkan,
mengelompokkan, dan mengkategorikan data, sehingga dapat ditemukan dan
dirumuskan hipotesis kerja berdasarkan data tersebut.7 Analisis data dalam
penelitian ini dilakukan sejak pengumpulan data hingga pengumpulan data
selesai.
Dalam analisis penelitian ini langkah-langkah yang dilakukan adalah
reduksi data, display (penyajian data), penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal yang pokok, memfokuskan
pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak
perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi dapat memberikan
gambaran yang lebih jelas mempermudah peneliti dalam melakukan
pengumpulan data selanjutnya.8 Penyajian data dalam penelitian kualitatif
dapat dilakukan dalam bentuk tabel, grafik, pictogram dan sejenisnya.
6 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Bina Usaha,
1980), hlm. 62 7 Lexy J. Moleung, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990),
hlm. 10 8 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, hlm.
337
30
Melalui penyajian data tersebut, maka dapat terorganisasi, tersusun dalam
pola, sehingga semakin mudah dipahami.9 Selanjutnya data yang telah
disajikan dapat ditarik kesimpulan, dan jika kesimpulan tersebut didukung
dengan bukti yang valid dan konsisten maka kesimpulan tersebut merupakan
kesimpulan yang kredibel.10
Dalam melakukan penarikan kesimpulan menggunakan tekhnik content
analysis,merupakan cara yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui
usaha menemukan kandungan isi pesan yang dilakukan dengan objektif dan
sistematis agar mendapatkan formulasi yang kongkrit dan memadai sehingga
dapat menjadi kesimpulan yang menjawab rumusan masalah.11
9Ibid., hlm. 341 10Ibid., hlm. 345 11 Moleung, Op. Cit., hlm. 163
31
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan data dan analisis di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Ada delapan nilai-nilai yang berusaha ditanamkan oleh KH. Abdul Wahid
Hasyim dalam pemikiran pendidikannya, Delapan Nilai tersebut adalah
Religius, Toleransi, Mandiri, Demokratis, Semangat Kebangsaan, Cinta
Tanah Air, Bersahabat/Komunikatif, Gemar Membaca.
2. Pendekatan yang dilakukan oleh KH. Wahid Hasyim menggunakan
penanaman nilai. Pendekatan penanaman nilai berusaha memberikan
penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri anak didik. Seperti
apa yang dilakukan oleh KH. Wahid Hasyim yang berusaha memberikan
teladan kepada anak didiknya. Maka lebih cocok strategi yang digunakan
oleh KH. Wahid Hasyim dalam menanamkan nilai pendidikan karakter
adalah menggunakan strategi keteladanan nilai.
3. Nilai-nilai Pendidikan Karakter yang diajarkan oleh KH. Abdul Wahid
Hasyim sejalan dengan tujuan Pendidikan Karakter yakni membangun
kehidupan kebangsaan yang multikultural; membangun peradaban bangsa
yang cerdas, berbudaya luhur, dan mampu berkontribusi terhadap
pengembangan kehidupan umat manusia, mengembangkan potensi dasar
agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik serta keteladanan
baik; membangun sikap warga Negara yang mencintai damai, kreatif,
mandiri dan mampu hidup berdampingan dengan bangsa lain dalam suatu
harmoni.
B. Saran
Dengan dilakukannya penelitian ini, penulis memiliki harapan:
1. Untuk Civitas Akademika, penulis berharap agar dapat melanjutkan
penelitian dan mengembangkan pemikiran, gagasan dan cita-cita KH. Wahid
32
Hasyim, untuk berperan dan sumbangsih untuk perkembangan pendidikan
Islam di Indonesia.
2. Untuk Pesantren di seluruh Indonesia, agar dapat mengarahkan santri atau
peserta didik berorientasi kepada perkembangan zaman, akan tetapi tidak lupa
dengan tradisi di setiap daerah masing-masing
3. Untuk Mahasiswa, agar dapat memahami pemikiran dan gagasan serta cita-
cita pembaharu pendidikan Islam dan sosok pejuang kemerdekaan K.H Abdul
Wahid Hasyim dalam memajukan khasanah keilmuan Islam. Kemudian
meneladani semangat dan kegigihan dalam memperjuangkan Pendidikan
Islam pada era Belanda, Jepang dan Kemerdekaan.
33
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Jafar., dan A.Salam. Membumikan Pendidikan Karakter : Implementasi
Pendidikan Berbobot Nilai dan Moral. Jakarta : CV. Suri Tatu’uw, 2015.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Bina Usaha, 1980.
Asmani. Jamal Ma’mur,Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di
Sekolah. Yogyakarta: Diva Press, 2011.
Atjeh, H. Aboebakar. Sejarah Hidup KH. Abdul Wahid Hasyim.Jombang Jawa
Timur : Pustaka Tebuireng, 2015.
Azra, Azyumardi. Menteri-Menteri Agama RI: Biografi Sosial-Politik. Jakarta:
PPIM, 1998.
Azzet, Akhmad Muhaimin. Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia. cet. Ke II.
Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, Cet ke-2, 2013.
Bamawi dan M. Arifin. Strategi dan Kebijakan Pendidikan Karakter,Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2012.
Budiyono, Kabul. Pendidikan Pancasila, Bandung: ALFABETA, 2016.
Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kyai,
Jakarta: LP3ES, 1982.
Djamas, Nurhayati, Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Pasca Kemerdekaan,
Jakarta: PT. Raja Grafinda Persada, 2008
Hakim, M. Arifin, Ilmu Budaya Dasar, Bandung: Pusaka Satya, 2001
Isna, Mansur. Diskursus Pendidikan Islam, Yogyakarta: Global Pustaka Utama,
2001
Kesuma, Dharma., dkk. Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah.
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011
Lubis, Saiful Akhyar. Konseling Islami Kyai dan Pesantren, Yogyakarta: ELSAQ
Press, 2007.
Margono. MetodologiPenelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2007.
Moleung, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya,
1990.
33
34
Muslich, Mansur. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional. Jakarta : Bumi Aksara, 2011.
Purwadaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1999
Rifa’i, Muhammad. Wahid Hasyim Biografi Singkat 1914-1953. Yogyakarta : Ar-
Ruzz Media Group, Cet ke-2, 2017.
Samani, Muchlas., dan Hariyanto. Konsep dan Model Pendidikan Karakter.
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011.
Saptono. Dimensi-dimensi Pendidikan Karakter Wawasan, Strategi, dan Langkah
Praktis. Jakarta: Erlangga, 2011.
Syaodih, Nana. Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2007.
Seri Buku Tempo, Wahid Hasyim Untuk Republik dari Tebuireng. Jakarta: KPG-
Kepustakaan Populer Gramedia, 2011.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D, Bandung: Alfabeta, Cet Ke-21, 2015.
Thoha, M. Chatib, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta; Pustaka Pelajar,
Cet Ke-1, 2006.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (1)
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab II Dasar, Fungsi, dan Tujuan Pasal 3.
Yahya, Ali. Sama Tapi Berbeda Potret Keluarga Besar KH, A. Wahid Hasyim,
Jombang: Yayasan KH. A Wahid Hasyim, 2007.
Yaumi, Muhammad. Pendidikan Karakter (Landasan, Pilar dan Implementasi).
Jakarta : PRENADAMEDIA GROUP, 2014
Pedoman Penulisan Skripsi. Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.
35