night blindnes

Upload: citra-utami-viollety

Post on 15-Jul-2015

150 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

REFERAT Night BlindnessProgram Studi Pendidikan Dokter Universitas Jambi 2012

Dosen pembimbing: dr. Kuswaya, Sp MCitra Utami Viollety Rts. Vivit Sapitri Keke Aneke Putri Metapia Monika PNS G1A109010 G1A109040 G1A109068 G1A109098

Anatomi mata

Histologi MataLapisan Bola Mata Tunica fibrosa Tunica vasculosa pigmentosa Tunica nervosa (Retina) Lapisan retina Lapis fotoreseptor Membran limitan eksterna Lapis nukleus Lapis pleksiform luar Lapis nukleus dalam

Lapis pleksiform dalam Lapis sel ganglion Lapis serabut saraf Membran limitan interna Pigmen epitelium

Isi bola mata Isi bola mata adalah media refraksi, humor aquosus, corpus vitreum, dan lensa.

Fisiologi penglihatan

Adaptasi TerangBila seseorang berada di tempat yang sangat terang untuk waktu yang lama maka sel batang dan kerucut menjadi ber>> akibatnya sensitivitas mata terhadap cahaya menjadi berkurang

Adaptasi GelapBila seseorang terus berada di tempat gelap untuk waktu yang lama retinal dan opsin didalam sel batang dan kerucut diubah kembali menjadi pigmen yang peka terhadap cahaya selanjutnya vitamin A diubah menjadi retinal untuk terus menyediakan pigmen peka cahaya tambahan, dimana batas akhirnya ditentukan oleh jumlah opsin yang terdapat didalam sel batang dan kerucut

NIGHT BLINDNESSNight Blindness atau rabun senja berarti penglihatan yang kurang sempurna pada penerangan yang kurang. Umumnya menyangkut pada fungsi batang, terutama pada waktu adaptasi gelap dan ambang yang dapat dilihat

Etiologi Katarak Defisiensi vitamin A Penggunaan obat-obatan Kelainan refraksi Retinitis pigmentosa Galukoma lanjut Kongenital

EpidemiologiFactor resiko terjadinya night blindness yaitu : Umur : orang tua dan anak2 yang malabsorbsi vitamin A Diet : orang yang kurang cukup makan makanan yang mengandung vitamin A, Hal ini jarang terjadi pada negara maju, namun masih banyak terjadi pada negara yang sedang berkembang.

Patoghenesis Rabun senja gangguan penglihatan pada malam hari yang terjadi ketika simpanan vitamin A didalam hati hampir habis terpakai. Penyebabnya adalah tidak cukup tersedianya vitamin A guna dibentuk menjadi retinal dalam jumlah yang adekuat. Oleh karena itu,jumlah rodopsin yang dapat dibentuk menjadi sangat berkurang. Keadaan ini disebut rabun senja sebab jumlah cahaya pada malam terlalu sedikit untuk dapat menimbulkan penglihatan yang adekuat, walaupun pada waktu siang hari sel batang dan kerucut tetap dapat dirangsang meskipun pigmen warnanya berkurang.

Defisiensi vitamin A Semua trans vitamin A menurun 11-cis-vitamin A 11-cis-retina Rodopsin menurun Persepsi cahaya menurun Rabun Senja Metarodopsin

Manifestasi KlinisTanda dan gejala pada penderita rabun senja adalah Daya pandang menurun Penglihatan menurun pada senja hari, yaitu penderita tidak dapat melihat di lingkungan yang kurang cahaya Terjadi kekeringan mata

Diagnosis Banding1. 2. 3. 4. 5. Kerabunan Glaukoma Neuropati katarak Maculopathy terkait usia

Penegakan Diagnosis Anamnesis Pemeriksaan mataPemeriksaan retina seperti pemeriksaan adaptasi gelap Ketajaman penglihatan

Pemeriksaan penunjang Electroretinogram (ERG) Pemeriksaan lapangan pandang Pemeriksaan kadar vitamin didalam darah

A

TatalaksanaPemberian vitamin A diet makanan kaya vitamin A mengatasi penyakit yang mendasari, seperti :pengangkatan katarak

Pencegahan Perbanyak makan buah dan sayur yang mengandung vitamin A

Prognosis Bila ditangani lebih dini dan adekuat, maka prognosisnya akan baik

Kesimpulan Night Blindness atau rabun senja adalah gangguan penglihatan kala senja atau malam hari, atau pada keadaan cahaya remang-remang Rabun senja terjadi karena kerusakan sel retina yang semestinya bekerja saat melihat benda pada lingkungan minim cahaya Penyebab night blindness adalah kekurangan vitamin A Pengobatan rabun senja tergantung pada penyebabnya

Daftar Pustaka Ilyas, sidarta dan Yulianti, Sri Rahayu. Ilmu Penyakit Mata Edisi Keempat. Badan Penerbit : FKUI. 2011 Guyton, Arthur C. Buku ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC. 2007 Behrman, Richard E, dkk. Ilmu kesehatan Anak Vol. 3 Edisi 15 hal. 2152. Jakarta : EGC. 2000 Tomsak RL. Vision loss. In: Bradley WG, Daroff RB, Fenichel GM, Jankovic J, eds. Neurology in Clinical Practice . 5th ed. Philadelphia, Pa: Butterworth-Heinemann;2008:chap 14. Sieving PA, Caruso RC. Retinitis pigmentosa and related disorders. In: Yanoff M, Duker JS, eds. Ophthalmology . 3rd ed. St. Louis, MO;Mosby Elsevier;2008:chap 6.10. Beers, MH, Fletcher AJ, Jones TV, et al. The Merck Manual of Medical Information: Second Home Edition. 2003. Merck Research Laboratories: Whitehouse Station, NJ. Herse P: Retinitis pigmentosa: visual function and multidisciplinary management. Clin Exp Iptom . 2005; 88:5: 335-350. Vision night blindness. Medline Plus. US National Library of Medicine and the National Institutes of Health website. Available at http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003039.htm . Accessed on August 21, 2005. Sommer A. 1978. Field Guide to the Detection and Control of Xerophthalmia. Geneva : WHO Silbernagl, Stefan. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi hal 324-325. Jakarta : EGC. 2006 Wijayakusuma H. 2008. Ramuan Lengkap Herbal Taklukan Penyakit. Jakarta : Pustaka Bunda http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/964/follow-up/prognosis.html diunduh tanggal 19 januari 2012