neuritis optik
DESCRIPTION
Neuro OphthalmologiTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mata merupakan organ yang sangat berkaitan erat dengan otak dan seringkali
memberikan petunjuk diagnostik yang penting akan adanya gangguan pada sistem
saraf pusat. Penyakit intrakranial umumnya menyebabkan gangguan penglihatan
oleh karena destruksi ataupun tekanan pada bagian tertentu dari jalur impuls
visual.
Jalur impuls aferen melewati struktur-struktur yang terlibat dalam penerimaan
dan pemrosesan informasi visual yang meliputi: mata, nervus optikus, chiasma
optik, traktus optikus, nukleus genikulatum lateral, radiasio optik dan korteks
striatum1. Pada umumnya abnormalistas visual memiliki berbagai macam etiologi
dan tergantung letak lesi yang dikenainya. Neuritis optik merupakan proses
demyelinisasi pada serabut nervus optikus akibat inflamasi yang dicetuskan oleh
proses autoimun.2 Neuritis optik pada anak biasanya terjadi setelah infeksi
sistemik seperti campak, gondongan (mumps), cacar air (chickenpox), rubella, dan
infeksi virus lainnya. Selain itu neuritis optik juga dapat muncul pasca imunisasi.3
Neuritis optik pada anak berbeda dengan orang dewasa, di mana kelainan
yang terjadi pada anak biasanya bilateral dan ditemukan edema diskus optikus.
Pada 50% anak penderita neuritis optik didapati riwayat keterlibatan sistem saraf
pusat seperti pusing, mual, muntah, letargi, dan malaise3.
Pada tahun 1960, Kennedy dan Carroll pertama kali menemukan gejala unik
neuritis optik yang terjadi pada anak. Pada saat itu setidaknya ada sepuluh anak
yang dilaporkan dengan kondisi defek penglihatan bilateral, edema diskus
optikus, dengan prognosis baik dan bukan merupakan pertanda dari sklerosis
multipel. Pada orang dewasa, sekitar lima puluh persen pasien sklerosis multipel
mengalami neuritis optik4.
Kehilangan penglihatan dan adanya defek pupil aferen relatif merupakan
gambaran umum dari neuritis optikus. Diskus optik terlihat hiperemis dan
1
membengkak. Terdapat subtipe dari neuritis optikus, yaitu neuritis retrobulbar,
papilitis, dan neuritis retrobulbar. Keadaan tersebut menggambarkan adanya
inflamasi pada saraf optik5.
Pada makalah ini akan dibahas masalah neuritis optik pada anak, cara
mendiagnosis, beberapa etiologi, dan penatalaksanaannya.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan informasi
tentang gambaran neuritis optik pada anak, baik etiologi, cara mendiagnosis,
tatalaksana, dan mengetahui prognosisnya.
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI NERVUS OPTIKUS
2
I. Anatomi
Retina merupakan reseptor permukaan untuk informasi visual. Sebagaimana
halnya nervus optikus, retina merupakan bagian dari otak meskipun secara fisik
terletak di perifer dari sistem saraf pusat (SSP). Komponen yang paling utama
dari retina adalah sel-sel reseptor sensoris atau fotoreseptor dan beberapa jenis
neuron dari jaras penglihatan. Lapisan terdalam neuron pertama) retina
mengandung fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut) dan dua lapisan yang lebih
superfisial mengandung neuron bipolar (lapisan neuron kedua) serta sel-sel
ganglion (lapisan neuron ketiga). Sekitar satu juta akson dari sel-sel ganglion ini
berjalan pada lapisan serat retina ke papila atau kaput nervus optikus. Pada bagian
tengah kaput nervus optikus tersebut keluar cabang-cabang dari arteri centralis
retina yang merupakan cabang dari a. Oftalmika6,7.
Gambar 1. Lapisan Neuron pada Retina
Nervus kranialis II merupakan indera khusus untuk penglihatan. Cahaya
dideteksi oleh sel batang dan sel kerucut di retina, yang dapat dianggap sebagai
end organ sensorik khusus untuk penglihatan. Badan sel dari reseptor reseptor ini
mengeluarkan tonjolan (prosesus) yang bersinaps dengan sel bipolar, neuron
kedua di jaras penglihatan. Sel-sel bipolar kemudian bersinaps dengan sel-sel
retina membentuk nervus optikus. Saraf keluar dari bagian belakang bola mata
3
dan berjalan posterior di dalam kerucut otot untuk masuk ke dalam rongga
tengkorak melalui kanalis optikus.
Di dalam tengkorak, dua nervus optikus menyatu membentuk diskus
optikus. Di kiasma, lebih dari separuh serabut (yang berasal dari separuh retina
bagian nasal) mengalami dekusasi dan menyatu dengan serabut-serabut temporal
yang tidak menyilang dari nervus optikus kontralateral untuk membentuk traktus
optikus. Masing-masing nervus optikus berjalan mengelilingi pedunculus serebri
menuju nukleus genikulatus lateralis, tempat nervus optikus bersinaps. Semua
serabut yang menerima impuls dari separuh kanan lapangan pandang tiap-tiap
mata membentuk membentuk traktus optikus kiri dan berproyeksi pada hemisfer
serebrum kiri. Demikian juga, separuh kiri lapangan pandang berproyeksi pada
hemisfer serebrum kanan.
Nervus optikus memasuki ruang intrakranial melalui foramen optikum. Di depan
tuber sinerium (tangkai hipofisis) nervus optikus kiri dan kanan bergabung
menjadi satu berkas membentuk kiasma optikum. Di depan tuber sinerium nervus
optikus kanan dan kiri bergabung menjadi satu berkas membentuk kiasma
optikum, dimana serabut bagian nasal dari masing-masing mata akan bersilangan
dan kemudian menyatu dengan serabut temporal mata yang lain membentuk
traktus optikus dan melanjutkan perjalanan untuk ke korpus genikulatum lateral
dan kolikulus superior. Kiasma optikum terletak di tengah anterior dari sirkulus
Willisi. Serabut saraf yang bersinaps di korpus genikulatum lateral merupakan
jaras visual sedangkan serabut saraf yang berakhir di kolikulus superior
menghantarkan impuls visual yang membangkitkan refleks opsomatik seperti
refleks pupil.
4
Gambar 2. Perjalanan Serabut Saraf Nervus Optikus (tampak basal)
Setelah sampai di korpus genikulatum lateral, serabut saraf yang membawa
impuls penglihatan akan berlanjut melalui radiatio optika (optic radiation)
atau traktus genikulokalkarina ke korteks penglihatan primer di girus kalkarina.
Korteks penglihatan primer tersebut mendapat vaskularisasi dari a. kalkarina
yang merupakan cabang dari a. serebri posterior. Serabut yang berasal dari
bagian medial korpus genikulatum lateral membawa impuls lapang pandang
bawah sedangkan serabut yang berasal dari lateral membawa impuls dari lapang
pandang atas (gambar 3)6.
Gambar 3. Radiatio Optika
5
Pada refleks pupil, setelah serabut saraf berlanjut ke arah kolikulus superior, saraf
akan berakhir pada nukleus area pretektal. Neuron interkalasi yang berhubungan
dengan nukleus Eidinger-Westphal (parasimpatik) dari kedua sisi menyebabkan
refleks cahaya menjadi bersifat konsensual. Saraf eferen motorik berasal dari
nukleus Eidinger-Westphal dan menyertai nervus okulomotorius (N.III) ke dalam
rongga orbita untuk mengkonstriksikan otot sfingter pupil (gambar 4).
Gambar 4. Jaras Refleks Pupil1
II. Pemeriksaan Sistem Visual
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada sistem visual antara lain:
1. Pemeriksaan visus
2. Pemeriksaan refleks pupil
3. Pemeriksaan lapang pandang
4. Pemeriksaan funduskopi
Pemeriksaan visus dilakukan dengan membaca kartu Snellen pada jarak 6
meter. Masing-masing mata diperiksa secara terpisah, diikuti dengan pemeriksaan
menggunakan pinhole untuk menyingkirkan kelainan visus akibat gangguan
refraksi. Penilaian diukur dari barisan terkecil yang masih dapat dibaca oleh
pasien dengan benar, dengan nilai normal visus adalah 6/6. Apabila pasien hanya
6
bisa membedakan gerakan tangan pemeriksa maka visusnya 5 adalah 1/300,
sedangkan apabila pasien hanya dapat membedakan kesan gelap terang (cahaya)
maka visusnya 1/∞8.
Pemeriksaan refleks pupil atau refleks cahaya terdiri dari reaksi cahaya
langsung dan tidak langsung (konsensual). Refleks cahaya langsung maksudnya
adalah mengecilnya pupil (miosis) pada mata yang disinari cahaya. Sedangkan
refleks cahaya tidak langsung atau konsensual adalah mengecilnya pupil pada
mata yang tidak disinari cahaya8,9.
Pemeriksaan lapang pandang bertujuan untuk memeriksa batas perifer
penglihatan, yaitu batas dimana benda dapat dilihat bila mata difiksasi pada satu
titik. Lapang pandang yang normal mempunyai bentuk tertentu dan tidak sama ke
semua jurusan, misalnya ke lateral kita dapat melihat 90 – 100° dari titik fiksasi,
ke medial 60°, ke atas 50 – 60° dan ke bawah 60 – 75°. Terdapat dua jenis
pemeriksaan lapang pandang yaitu pemeriksaan secara kasar (tes konfrontasi) dan
pemeriksaan yang lebih teliti dengan menggunakan kampimeter atau perimeter8.
Pemeriksaan funduskopi di bidang neurologi bertujuan untuk menilai
keadaan fundus okuli terutama retina dan papil nervus optikus. Pemeriksaan
dilakukan dengan menggunakan alat berupa oftalmoskop. Papil normal berbentuk
lonjong, warna jingga muda, di bagian temporal sedikit pucat, batas dengan
sekitarnya tegas, hanya di bagian nasal agak kabur. Selain itu juga terdapat
lekukan fisiologis. Pembuluh darah muncul di bagian tengah, bercabang keatas.
Jalannya arteri agak lurus, sedangkan vena berkelok-kelok. Perbandingan besar
vena : arteri adalah 5:4 sampai 3:28.
III. Gangguan Pada Nervus Optikus
3.1. Kelainan pada pemeriksaan refleks pupil
Reaksi pupil terhadap cahaya dapat menghilang atau berkurang jika
terdapat lesi yang mengenai jaras penglihatan pada lintasan saraf yang berperan
pada refleks pupil atau refleks cahaya tersebut. Kelainan tersebut termasuk
diataranya10:
7
1. Kegagalan cahaya untuk mencapai retina, misalnya akibat katarak dan
kekeruhan cairan vitreus pada pasien diabetes melitus.
2. Penyakit pada retina, seperti retinitis pigmentosa, perdarahan makula, atau
scar.
3. Penyakit atau kelainan pada nervus optikus seperti neuritis optik, neuritis
retrobulbar, dan atrofi nervus optikus.
4. Kelainan yang mengenai traktus optikus dan hubungannya dengan batang
otak.
5. Penyakit atau kelainan pada batang otak.
6. Penyakit atau kelainan pada nervus okulomotorius atau ganglion siliare6
3.2. Kelainan pada pemeriksaan lapang pandang
Jika terdapat lesi di sepanjang lintasan nervus optikus (N.II) hingga korteks
sensorik, akan menunjukkan gejala gangguan penglihatan yaitu pada lapang
pandang atau medan penglihatan. Lokasi lesi di jaras penglihatan ditentukan
dengan pemeriksaan lapangan pandang sentral dan perifer. Lesi di sebelah anterior
kiasma (retina atau nervus optikus) menyebabkan defek lapang pandang
unilateral; lesi di mana saja yang terletak di jaras penglihatan posterior terhadap
kiasma menyebabkan defek homonim kontralateral. Lesi di kiasma biasanya
menyebabkan defek temporal.
Tampilan klinis khas yang mengisyaratkan adanya penyakit nervus optikus adalah
defek pupil aferen, penglihatan warna yang buruk, dan perubahan-perubahan pada
diskus optikus.
Lesi pada bagian medial kiasma akan menghilangkan medan penglihatan
temporal yang disebut hemianopsia bitemporal, sedangkan lesi pada kedua bagian
lateralnya akan menimbulkan hemianopsia binasal. Lesi pada traktus optikus
akan menyebabkan hemianopsia homonim kontralateral. Lesi pada radiasio optika
bagian medial akan menyebabkan quadroanopsia inferior homonim kontralateral,
sedangkan lesi pada serabut lateralnya akan menyebabkan quadroanopsia superior
homonim kontralateral7.
8
Gambar 5. Lintasan Impuls visual dan Gangguan Medan Penglihatan Akibat
Berbagai Lesi di Lintasan Visual7
3. 3. Kelainan pada pemeriksaan funduskopi
Kelainan papil nervus optikus yang perlu diperhatikan adalah papil yang
mengalami atrofi dan sembab atau papiledema. Pada papil yang mengalami
atrofi, warna papil menjadi pucat, batasnya tegas dan pembuluh darah berkurang.
Papiledema dapat disebabkan oleh radang aktif ataupun bendungan. Bila
oleh radang aktif hal ini disebut papilitis atau neuritis optik yang biasanya disertai
perburukan visus yang hebat. Bila di bagian distal N.II yang mengalami inflamasi,
sedangkan papilnya normal, hal ini disebut neuritis retrobulbar10.
Gambar 6. Papiledema
9
Gambar 7. Papiledema pada pasien neuritis optik akut dengan multipel sklerosis.
Tampak pembengkakan diskus optikus (pailedema) sebagai proses inflamasi dan
pasien mengalami kebutaan pada mata yang terkena5.
10
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Definisi
Neuritis optik merupakan gangguan penglihatan yang disebabkan oleh
inflamasi dan demyelinisasi pada nervus optikus akibat reaksi autoimun. Pada
neuritis optikus, serabut saraf menjadi bengkak dan tak berfungsi sebagaimana
mestinya. Penglihatan dapat saja normal atau berkurang, tergantung pada jumlah
saraf yang mengalami peradangan11.
Neuritis optik terdiri atas tiga jenis, yaitu:
1. Retrobulbar neuritis : menunjuk kepada lesi saraf yang akut dan tidak
ditemukan adanya gambaranfundus yang abnormal.
2. Papilitis : mengarah kepada lesi anterior diamana diskus menjadi
membengkak dan hiperemis.
3. Neurorenitinitis : memiliki konotasi yang sama dengan papilitis tetapi
ditujukan kepada suatu proses yang lebih lanjut menuju daerah dekat
retina dan uvea.
3.2 Epidemiologi
Insidensi dan prevalensi neuritis optik di Amerika adalah seperlima dari
100.000 dan 115 per 100.000 penduduk. Onset neuritis optik pada anak rata-tata
terjadi pada usia 9-12 tahun, bertepatan dengan insiden puncak infeksi virus, dan
memiliki distribusi merata terhadap kedua jenis kelamin12.
3.3 Etiologi
Etiologi yang paling sering ditemukan pada anak adalah12:
Adenovirus
Measles
Mumps
Chickenpox
11
Bartonella henselae (cat-scratch disease/neuroretinitis)
Multipel Sklerosis
Berbeda dengan dewasa di mana etiologi terbanyak adalah multipel sklerosis
(50%), pada anak MS bukan etiologi yang sering menyebabkan neuritis optik.
Dalam suatu penelitian di Iran, vaksin measles dan rubella (MR) banyak
menyebabkan reaksi autoimun yang mencetuskan timbulnya neuritis optik
beberapa saat setelah vaksinasi4,13.
3.4 Patofisiologi
Hingga saat ini reaksi autoimun merupakan teori yang masih dipegang dalam
patofisiologi neuritis optik. Dalam reaksi ini myelin nervus optikus mengalami
destruksi sehingga akson hanya dapat memberikan impuls listrik dalam jumlah
yang sangat kecil. Bila keadaan ini terus menerus terjadi, maka sel ganglion retina
aka mengalami kerusakan ireversibel. Setelah destruksi myelin berlangsung, axon
dari sel ganglion retina akan mulai berdegenerasi. Monosit melokalisir daerah
tersebut diikuti oleh makrofag untuk memfagosit myelin. Antrosit kemudian
berproliferasi dengan diikuti deposisi jaringan sel glia. Daerah gliotik (sklerotik)
dapat berambah jumlahnya dan meluas ke otak dan medulla spinalis (multipel
sklerosis)14.
Inflamasi pada endotel pembuluh darah retina dapat mendahului demielinisasi
dan terkadang terlihat sebagai retinal vein sheathing. Kehilangan mielin dapat
melebihi hilangnya akson.
Dipercaya bahwa demielinisasi yang terjadi pada Neuritis optikus
diperantarai oleh imun, tetapi mekanisme spesifik dan antigen targetnya belum
diketahui. Aktivasi sistemik sel T diidentifikasi pada awal gejala dan mendahului
perubahan yang terjadi didalam cairan serebrospinal. Perubahan sistemik kembali
menjadi normal mendahului perubahan sentral (dalam 2-4 minggu). Aktivasi sel T
menyebabkan pelepasan sitokin dan agen-agen inflamasi yang lain. Aktivasi sel B
melawan protein dasar mielin tidak terlihat di darah perifer namun dapat terlihat
di cairan serebrospinal pasien dengan Neuritis optikus. Neuritis optikus juga
12
berkaitan dengan kerentanan genetik, sama seperti MS. Terdapat ekspresi tipe
HLA tertentu diantara pasien Neuritis optikus15.
3.5 Manifestasi Klinik
Gejala akut yang paling sering timbul adalah rasa nyeri saat menggerakkan
bola mata dan penurunan visus pada baik unilateral maupun bilateral. Dalam suatu
penelitian, pada 217 orang anak (66%) dari 325 pasien neuritis optik yang
mengalami kerusakan bilateral. Pasien dengan usia <10 tahun memiliki prevalensi
yang lebih tinggi (83%) untuk mengalami kerusakan bilateral dibandingkan
kelompok usia 10-12 tahun (36%) dan 12 tahun (44%). Hal ini berbeda dengan
orang dewasa di mana neuritis optik bilateral jarang terjadi4,13.
Perjalanan penyakit mulai dari penurunan visus hingga timbul kebutaan dapat
berlangsung dalam hitungan jam ataupun dalam beberapa hari5.
a. Sakit
Biasanya dijumpai pada 63 % kasus. Dapat ringan bahkan sampai berat. rasa
sakit ini dinyatakan dengan sakit yang tumpul pada retro bulbar atau rasa sakit
yang tajam pada mata jika mata digerakkan atau di raba. Pada 19 % pasien, sakit
dapat didahului hilangnya visus, dalam 7 hari. Biasanya berlangsung 24-28 jam
sebelum bersamaan dengan hilangnya visus. Sakit yang menetap lebih dari 10-14
hari jarang ditemukan. Jika didapati, diagnosa haruslah dipertimbangkan kembali.
Tak ada hubungan yang nyata antara rasa sakit dengan keparahan hilangnya visus
atau gambaran fundusnya (papilitis vs retrobulbar optik neuritis).
b. Kaburnya penglihatan dalam beberapa menit atau beberapa jam yang lalu juga
didapati pada optik neuritis. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan hal ini
termasuk :
- Latihan
- Unthoff’s syndrom (29%)
- Menstruasi (8 %)
- Meningkatnya penerangan/ cahaya (3 %)
13
- Makanan (2 %)
Unthoff’s syndrome merupakan hilangnya visus sementara waktu yang terjadi
secara intermiten yang terjadi di Multiple sclerosis dan optic neuropati. Syndrome
ini juga dapat dicetuskan oleh stress emosional, perubahan cuaca, menstruasi,
cahaya, makanan, merokok.
Patofisiologi dari Unthoff’s syndrome belum diketahui, walaupun adanya
hambatan hantaran hingga peningkatan pada suhu tubuh atau perubahan pada
kadar elektrolit darah dapat dipercaya memegang peranan.
c. Hilangnya visus dapat :
- ringan (≥20 / 30)
- sedang (≥20 / 60)
- berat (≤20 / 70)
Visus dapat mengurangi persepsi sinar. Pasien mengeluh adanya pandangan
berkabut atau visus yang kabur, kesulitan membaca, adanya bintik buta,
perbedaan subjektif pada terangnya cahaya, persepsi warna yang terganggu,
hilangnya persepsi dalam atau kaburnya visus untuk sementara.
d. Gangguan lapangan pandang
Depresi secara keseluruhan dari lapangan pandang adalah tipe defek visual yang
sering ditemukan. Banyak tipe kehilangan lapangan pandang dilaporkan, termasuk
skotoma centrocecal, setelah 7 bulan, 51 % kasus memiliki lapangan pandang
yang normal.
e. Ukuran pupil
Ukuran pupil sama dengan optik neuritis yang unilateral walaupun mata tersebut
buta. Umumnya, bagaimanapun defek/kerusakan afferent pupil di karakteristikan
dengan susahnya atau hilangnya konstriksi pada penyinaran langsung, hal ini
didapati pada mata yang ipsilateral. Tes dengan lampu senter yang berayun adalah
metode sederhana untuk mendeteksi hal ini.
14
OPTHALMOSKOPI
a. Perubahan awal13
Papilitis dapat ditemukan dalam 38 % kasus. Diskus optikus normal dalam 44
% kasus. Pucatnya bagian temporal menunjukkan adanya lesi optik neuritis yang
berat pada mata yang sama, hal ini dijumpai pada 18 % dari pasien yang
menjalani pemeriksaan. Papilitis tahap awal di karakteristikkan dengan adanya
batas diskus yang mengabur dan sedikit hiperemis.
b. Papilitis yang mencapai perkembangan yang lengkap
Adanya papiledema pada opthalmoskopi tidak memungkinkan untuk
menyatakan hal ini, ditandai dengan adanya pembengkakan, hilangnya fisiologis
cup, hiperemis dan perdarahan yang terpisah. Pembungkus vena biasanya jarang
terlihat. Pemeriksaan dengan split lamp untuk melihat adanya sel pada vitreous
adalah hal yang sangat penting.
c. Perubahan lanjut
Pada retrobulbar optik neuritis, diskus yang normal dapat dijumpai selama 4-
6 minggu, saat dimana pucat dijumpai. Papilitis yang berlanjut kadang-
kadangdidapati gambaran optik atropi sekunder. Pada keadaan ini batas diskus
dapat mengabur, mungkin terdapat jaringan glial pada diskus, dan pucatnya diskus
bagian stadium akhir optik neuritis. Pada stadium ini, serabut saraf atropi dapat
diamati pada retina dengan berangkat lampu hijau merah.
15
3.6 Penegakan Diagnosis
Anamnesa
Riwayat
Riwayat infeksi dan vaksinasi
Pasien dengan sklerosis multipel dapat mempunyai riwayat neuritis
optik yang berulang, dapat ditanyakan apakah pernah terjadi
sebelumnya keluhan yang sama.
Pada anamnesa akan didapatkan gejala subjektif:
1. Penglihatan turun mendadak dalam beberapa jam sampai hari yang
mengenai satu atau kedua mata. Kurang lebih sepertiga pasien
memiliki visus lebih baik dari 20/40 pada serangan pertama, sepertiga
lagi juga dapat memiliki visus lebih buruk dari 20/200.
2. Penglihatan warna terganggu.
3. Rasa sakit bila mata bergerak dan ditekan, dapat terjadi sebelum atau
bersamaan dengan berkurangnya tajam penglihatan. Bola mata terasa
berat di bagian belakang bila digerakkan.
4. Adanya defek lapang pandang.
5. Pasien mengeluh penglihatan menurun setelah olahraga atau suhu
tubuh naik (tanda Unthoff).5
6. Beberapa pasien mengeluh objek yang bergerak lurus terlihat
mempunyai lintasan melengkung (Pulfrich phenomenon),
kemungkinan dikarenakan konduksi yang asimetris antara nervus
optikus.5
Pemeriksaan
Dilakukan pemeriksaan untuk melihat gejala objektif.
Langkah-langkah pemeriksaan:
1. Pemeriksaan visus
Didapatkan penurunan visus yang bervariasi mulai dari ringan sampai
kehilangan total penglihatan.
16
2. Pemeriksaan segmen anterior
Pada pemeriksaan segmen anterior, palpebra, konjungtiva, maupun
kornea dalam keadaan wajar. Refleks pupil menurun pada mata yang
terkena dan defek pupil aferen relatif atau Marcus Gunn pupil
umumnya ditemukan. Pada kasus yang bilateral, defek ini bisa tidak
ditemukan.16,2
3. Pemeriksaan segmen posterior
Pada neuritis optik akut sebanyak dua pertiga dari kasus merupakan
bentuk retrobulbar, maka papil tampak normal, dengan berjalannya
waktu, nervus optikus dapat menjadi pucat akibat atrofi. Pada kasus
neuritis optik bentuk papilitis akan tampak edema diskus yang
hiperemis dan difus, dengan perubahan pada pembuluh darah retina,
arteri menciut dan vena melebar. Jika ditemukan gambaran eksudat
star figure, mengarahkan diagnosa kepada neuroretinitis.16,2
Pemeriksaan Tambahan
- Tes konfrontasi
- Tes ishihara untuk melihat adanya penglihatan warna yang terganggu,
umumnya warna merah yang terganggu.2
Pemeriksaan Anjuran
- Untuk membantu mencari penyebab neuritis optik biasanya dilakukan
pemeriksaan foto sinar X kanal optik, sela tursika, atau dilakukan
pemeriksaan CT orbita dan kepala.
- Dengan MRI dapat dilihat tanda-tanda sklerosis multipel.2
3.7 Diagnosis Banding9
17
3.8 Penatalaksanaan
ONTT (Optic Neuritis Treatment Trial) menyatakan bahwa pengobatan
dengan kortikosteroid tidak lagi memiliki efektifitas jangka panjang terhadap
perbaikan visus, meskipun penggunaan metilprednisolone iv 250 mg setiap 6 jam
selama 3 hari, diikuti dengan pemberian prednison oral 1mg/kgBB/hari untuk 11
hari, dapat mempercepat pemulihan hingga 1- 2 minggu. Prednison oral tidak
menunjukkan efektifitas yang bermakna dan malah meningkatkan risiko
kekambuhan dua kali lipat sehingga penggunaannya saat ini tidak dianjurkan.2
Pengobatan saat ini mengkombinasikan metilprednisolone iv dengan terapi
imunomodulator untuk mengurangi risiko kekambuhan dan mencegah timbulnya
multipel sklerosis pasca neuritis optik akut.2
Menurut Wills Eye Manual, terapi terhadap neuritis optik adalah sebagai
berikut17:
18
Pasien tanpa riwayat Multiple Sclerosis atau Neuritis optikus :
1. Dari hasil MRI bila terdapat minimum 1 lesi demielinasi tipikal :
Regimen selama 2 minggu :
a. 3 hari pertama diberikan Methylprednisolone 1mg/kgBB/hari i.v
b. 11 hari setelahnya dilanjutkan dengan Prednisolone 1mg/kBB/hari
oral
c. Tapering off dengan cara 20 mg prednisone oral untuk hari pertama
( hari ke 15 sejak pemberian obat ) dan 10 mg prednisone oral
pada hari ke 2 sampai ke 4
d. Dapat diberikan Ranitidine 150 mg oral untuk profilaksis gastritis
Menurut Neuritis optikus Treatment Trial (ONTT) pengobatan dengan
steroid dapat menurunkan progresivitas Multiple sclerosis selama 3 tahun.
Terapi steroid hanya mempercepatkan pemulihan visual tapi tidak
meningkatkan hasil pemulihan pandangan visual.
2. Dari hasil MRI bila 2 atau lebih lesi demielinasi :
a. Menggunakan regimen yang sama dengan yang di atas
b. Merujukan pasien ke spesialis neurologi untuk terapi interferon β-
1α selama 28 hari
c. Tidak menggunakan oral prednisolone sebagai terapi primer karena
dapat meningkatkan resiko rekuren atau kekambuhan
3. Dengan tidak ada lesi demielinasi dari hasil MRI :
a. Risiko terjadi MS rendah, kemungkinan terjadi sekitar 22% setelah 10
tahun kemudian
b. Intravena steroid dapat digunakan untuk mempercepatkan pemulihan
visual
19
c. Biasanya tidak dianjurkan untuk terapi kecuali muncul gangguan
visual pada mata kontralateral
d. MRI lagi dalam 1 tahun kemudian
Pasien dengan riwayat Multiple sclerosis atau Neuritis optikus :
1. Observasi
2. Memeriksa pasien pada minggu ke 4-6 setelah muncul gejala dan
pemeriksaan ulang tiap 3-6 bulan kemudian
3. Pasien yang berisiko tinggi MS atau demielinisasi sistem saraf pusat dari
hasil MRI sebaiknya dirujuk ke spesialis neurologi untuk evaluasi dan
terapi lanjutan.
3.9 Prognosis
Penyembuhan pada neuritis optik berjalan secara bertahap. Pada banyak
pasien neuritis optik, fungsi visual mulai membaik 1 minggu sampai 3 minggu
setelah onset penyakit walau tanpa pengobatan. Namun sisa defisit dalam
penglihatan warna, kontras, serta sensitivitas adalah hal yang umum.9,16
Penglihatan akhir pada pasien yang mengalami neuritis optik dengan
sklerosis multipel lebih buruk dibanding dengan pasien neuritis optik idiopatik.4
Tanpa terapi, penglihatan mulai membaik setelah 2-3 minggu sejak
timbulnya gejala, kadang-kadang dapat membaik dalam beberapa hari. Perbaikan
visus biasanya terjadi perlahan hingga beberapa bulan. Visus yang jelek sewaktu
episode akut biasanya akan menunjukkan hasil perbaikan visus yang jelek.
Menurut Optic Neuritis Treatment Trial (ONTT), 38% akan berkembang menjadi
multiple sclerosis dalam 10 tahun setelah episode pertama idiopathic
demyelinative optic neuritis, 22% pada pasien dengan hasil MRI otak yang
normal dan 56% pada lesi matter putih. Patient dengan neuritis optikus episode
pertama dengan hasil MRI otak abnormal, interferon β-1a telah terbukti dapat
mengurangi risiko terjadiny multiple sclerosis sebanyak 25%.2
BAB IV
20
KESIMPULAN
Neuritis optikus merupakan keadaan inflamasi, demielinisasi yang
menyebabkan kehilangan penglihatan secara akut dan biasanya melibatkan satu
mata (monokular). Neuritis optikus tidak berdiri sendiri, namun disebabkan
oleh berbagai macam penyakit/keadaan. Salah satunya adalah multipel
sklerosis (MS), suatu penyakit demielinasasi sistem saraf pusat. Neuritis
optikus seringkali dihubungkan dengan penyakit ini. Akan tetapi etiologi yang
sering timbul pada anak berbeda dengan dewasa. Neuritis optik pada anak
sering disebabkan oleh virus dan reaksi autoimun pasca imunisasi.
Kehilangan penglihatan dan adanya defek pupil aferen relatif
merupakan gambaran umum dari neuritis optikus. Diskus optik terlihat
hiperemis dan membengkak. Terdapat subtipe dari neuritis optikus, yaitu
neuritis retrobulbar, papilitis, dan neuroretinitis. Keadaan tersebut
menggambarkan adanya inflamasi pada saraf optik. Pasien mengeluh adanya
pandangan berkabut atau visus yang kabur, kesulitan membaca, adanya bintik
buta, perbedaan subjektif pada terangnya cahaya, persepsi warna yang
terganggu, hilangnya persepsi dalam atau kaburnya visus untuk sementara.
Pada anak, biasanya gejala penurunan ketajaman penglihatan mendadak
mengenai kedua mata. Sedangkan pada orang dewasa, neuritis optikus
seringkali unilateral. Terdapat riwayat demam atau imunisasi sebelumnya pada
anak akan mendukung diagnosis.
Neuritis optikus pada anak kebanyakan mengalami pemulihan
ketajaman penglihatan dengan sendirinya dan biasanya pemulihan berlangsung
secara spontan sehingga tidak diperlukan pengobatan secara khusus.
Sedangkan pada orang dewasa neuritis optikus dapat diobati dengan steroid
intravena yang sangat direkomendasikan terutama pada pasien neuritis optikus
yang berat di kedua mata dan pasien yang memiliki risiko tinggi. Penelitian
terakhir menyatakan bahwa risiko mendapatkan serangan berulang dapat
21
diturunkan dengan memberikan pengobatan lain setelah pemberian steroid
intravena pada pasien berisiko tinggi.
Proses penyembuhan dan pemulihan ketajaman penglihatan terjadi pada
92% pasien. Jarang yang mengalami kehilangan penglihatan yang progresif.
Meskipun demikian, penglihatan tidak dapat sepenuhnya kembali normal.
DAFTAR PUSTAKA
22
1. Guyton AC, Hall JE. Neurofisiologi Penglihatan Sentral. Dalam : Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. 1997. Jakarta : EGC. hal 825.
2. American academy of ophthalmology. Section 5 Neuro-Opthalmology.
San Fransisco : LEO. 2008-2009. Hal. 144.
3. American academy of ophthalmology. Section 6 Pediatric Ophthalmology
and Strabismus. San Fransisco : LEO. 2008-2009. Hal. 311-312.
4. Chirapapaisan, N. 2008. Pediatric Optic Neuritis. J Med Assoc Thai 2008;
91 (3): 323-30.
5. Ropper, A. Adams and Victor’s Principles of Neurology. Edisi 8. New
York: McGraw-Hill. Hal.213
6. A.K. Kurana. Comprehensive Ophthalmology 4th Edition dalam Chapter
12– New Age International 2007. P 288-96.
7. Froetscher M & Baehr M. Duus Topical Diagnosis in Neurology. 4
edition. 2005. Stuttgart: Thieme. p 130 – 137.
8. Lumbantobing S. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2006. p 25 – 46.
9. Ilyas Sidharta. Pemeriksaan Pupil. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Edisi
Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. p 31 – 33.
10. Gilroy Jhon. Abnormalities of Pupillary Light Reflex. In : Basic
Neurology. Third edition.
11. Siregar, N. Papilitis. 2003. USU Digital Library
12. Chu, E. R. 2009. Optic neuritis – more than a loss of vision. Australian
Family physician Vol. 38, No. 10, October 2009.
13. Schiefer, U. 2007. Clinical Neuro-Ophthalmology. Nw York: Springer.
14. Guy V. Jirawuthiworavong. 2010. Demyelinating Optic Neuritis. Article
(http://eyewiki.aao.demyelinating_optic_neuritis, Diakses 23 Maret 2012)
15. Osborne B, Balcer LJ. Optic neuritis: Pathophysiology, clinical features,
and diagnosis. Disitasi pada tangal 29 Maret 2011. Dapat diperoleh dari
URL: http://www.uptodate.com/opticneuritis.
23
16. Riordan-Eva, Paul, FRCS, FRCOphth dan John P. Whitcher, MD, MPH.
2008. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. New York: The
McGraw-Hill Companies, Inc.
17. The Wilis Eye Manual : Office and Emergency Room Diagnosis and
Treatment of Eye Disease. 2008. P 250-52.
24