nefrolitiasis terkait terapi ceftriaxone
TRANSCRIPT
Nefrolitiasis terkait Terapi Ceftriaxone:
Penelitian Prospektif Pada 51 Pasien Anak
Latar Belakang: Ceftriaxone, generasi ketiga sefalosporin, merupakan obat yang
sering dipergunakan secara luas dalam penatalaksanaan infeksi pada pasien anak.
Ginjal mengeliminasi ceftriaxone hingga mencapai 33-67% dan sisanya
dieliminasi melalui sistembilier. Ceftriaxone dapat berikatan dengan ion kalsium
dan membentuk persipitat yang tidak dapat dipecahkan kembali hingga
membentuk pseudolitiasis bilier. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai
apakah ceftriaxone berkaitan dengan nefrolitiasis dengan mekanisme yangsama
dan menilai apakah ceftriaxone dan nefrolitiasis memiliki hubungan yang erat.
Metode:Penelitian melibatkan51 pasien anak denganinfeksi yang bervariasi. Dari
pasien-pasien ini, sebanyak 24 orang menjalani rawat inap dengan infeksi yang
berat dan mendapatkan ceftriaxone intravena dosis 100mg/kg/ hari dalam dosis
terbagi dua kali sehari. Sebanyak 27 pasien sisanya mendapatkan injeksi
intramuskulardosis tunggal 50 mg/kg/hari. Parameter yang digunakan adalah
serum dan urin yang dievaluasi sebelum dan sesudah terapi, serta pemeriksaan
USG abdominal yang dilakukan sebelum dan sesudah pengobatan.
Hasil :Kadar urea serum, kreatinin, dankalsium normal pada
semuapasiensebelum dan sesudah terapi. USG abdominal post terapi
mengidentifikasi nefrolitiasis pada 4 dari 51 subjek (7.8%). Batu yang ditemukan
berukuran kecil (2 mm). Perbandingan antara kelompok dengan dan tanpa
nefrolitiasis tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dikairkan dengan
umur, distribusi jenis kelamin, durasi terapi, dan dosis/jalur pemberian
ceftriaxone. Batu renal menghilang secara spontan pada 3 kasus, tetapi batu tetap
ada pada 1 pasien hingga 7 bulan setelah terapi ceftriaxone.
Kesimpulan: Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang mendapatkan terapi
ceftriaxone dosis normal maupun tinggi selama 7 hari dapat mengalami batu
ginjal berukuran kecil yang asimtomatik. Insidens total nefrolitiasis pada
penelitianini yaitu 7.8%.
Ceftriaxone, sefalosporin generasi ketiga, merupakan obat yang sering
digunakan sebagai terapi infeksi pada anak-anak. Waktu paruh yang panjang di
plasma dan pemberian dalam dosis tunggal merupakan keunggulan obat ini.
Ceftriaxone secara primer dieliminasi melalui ginjal (33-67%) dan sisanya
dieliminasi melalui system bilier. Obat ini dapat berikatan dengan ion kalsium,
membentuk presipitat dan mengendap di bilier yang dikenal sebagai
pseudolithiasis bilier. Ditemukan adanya beberapa laporan sejak tahun 1998
mengenai pseudolitiasis bilier selama pemberian terapi ceftriaxone. Sebanyak 9
kasus nefrolitiasis yang diinduksi ceftriaxone telah terdata tetapi belum ada
penelitian prospektif yang dilakukan mengenai kondisi ini. Tujuan penelitian
adalah untuk menilai persipitat ceftriaxone pada kaliks renal pasien anaj dan untuk
memeriksa kemungkinan keterkaitan antara nefrolitiasis dan dosis ceftriaxone.
Metode
Penelitian melibatkan 51 pasien anak yang didiagnosis dengan bermacam-
macam infeksi antara bulan Juni 2002 hingga Juni 2003. Pasien dengan penyakit
ginjal, hepatobilierm dan penyakit kronik lainnya, serta pasien yang telah
mendapatkan medikasi nefrotoksik diekskluasi. Kelompok penelitian terdiri dari
30 anak perempuan dan 21 anak laki-laki, dengan usia yang bervariasi antara 1
bulan hingga 14 tahun (mean: 3.1 tahun; median: 2.5 tahun). Jenis infeksi yaitu
pneumonia (n=25), pyelonephritis (n=20), pneumonia+pyelonephritis (n=3),
limfadenitis (n=1), meningitis bakterial (n=1) dan mastoiditis (n=1).
Semua pasien mendapat preparat ceftriaxoneyang sama (Rocephin).
Sebanyak 24 anak menjalani rawat inap karena infeksi berat, dan kelompok ini
diterapi dengan ceftriaxone intravena 100 mg/kg/haru dengan dosis terbagi dua
kali, Sebanyak 27 pasien sisanya mendapatkan ceftriaxone dosis tunggal setiap
hari 50mg/kg/hari intramuscular.
Untuk setiap kasus, sebelum dan sesudah pengobatan dilakukan
pemeriksaan kadar kalsium,urea dan kreatinin serum, kadar kalsium dan kreatinin
urin, dan pemeriksaan urinalisis. Peneliti juga menilai adanya gejala dan
komplikasi ginjal dari tiap pasien (nyeri kolik abdomen, anuria, gangguan ginjal
akut). Untuk setiap kasus nefrolitiasis, contoh urin 24 jam diambil dan diukur
kadar kalsium, oksalat, sitrat, sistin, dan asam urat.
Sebagai tambahan pemeriksaan-pemeriksaan di atas, semua [asien
menjalani USG abdomen sebelumdan sesudah terapi ceftriaxone. Pemeriksaan
USG menggunakan alat yang sama pada semua pasien, 2,5MHz (Sanoline
Antares, Siemens, Jerman). Pasien yang terdiagnosis mengalami nefrolitiasis
kemudian menjalani USG abdomen tiap minggu setelah pengobatan untuk
mengamati perubahan pada batu yang ditemukan.
Untuk tiap pasien, peneliti mengukur rasio kalsium urin: kreatinin urin
sebelum dan sesudah terapi. Hasil dari pemeriksaan tersebut dibandingkan untuk
menilai efek ceftriaxone terhadap ekskresi kalsium.
Analisis Statistik
Semua analisis statistik dilakukan dengan komputer menggunakan aplikasi
SPSS 9.0 for Windows. Tes Mann-Whitney U digunakan untuk mengalisis
perbedaan antara nilai rata-rata usia dan durasi terapi pada dua kelompok
(dengan dan tanpa nefrolitiasis). Tes Wilcoxon digunakan untuk menganalisis
perbedaan antara nilairata-rata dari rasio kalsium/kreatinin urin sebelum dan
sesudah terapi. Peneliti juga melakukan analisis chi-square antara kelompok
dengan variabel jenis kelamin dan dosis. Nilai p kurang dari 0.05 digunakan
sebagai indikasi signifikan statistik dengan interval kepercayaan 95%.
Hasil
Tidak ada pasien yang mengalami nyeri abdomen ataupun komplikasi
ginjal lainnya selama pemberian terapi ceftriaxone. Kadar urea, kreatinin, dan
kalsium serum berada dalam batas normal baik sebelum maupun sesudah terapi.
Pada pemeriksaan USG abdomen, Tidak ada pasien yang menunjukkan
abnormalitas sebelum pemberian ceftriaxone, tetapi nefrolitiasis terdeteksi pada 4
pasien (7.8%) setelah pemberian ceftriaxone, yang terdiri dari 3 pasien perempuan
dan 1 pasien laki-laki, dengan mean (SD) usia yaitu 1.1 (0.9) tahun (range: 0.6-2.5
tahun).
Restriksi cairan tidak dilakukan tetapi dari klinis dan hasil laboratorium,
tidak satupun pasien yang mengalami dehidrasi selama terapi ceftriaxone
diberikan.
Mean (SD) durasi terapi pada 4 pasien yanb mengalami nefrolitiasis
tersebut yaitu 6,75 (0.5) hari (range:6-7 hari). Mean (SD) durasi terapi pada 47
pasien (20 laki-laki dan 27 perempuan; mean (SD) umur: 3.3 (3.2 tahun; range
usia 1 bulan-14 tahun) tanpa nefrolitiasis yaitu 7.2 (1) hari (range: 5-10 hari).
Perbandingan antara 2 kelompok ini menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan
dengan mean umur, distribusi jenis kelamin, durasi terapi, ataupun dosis/jalur
pemberian ceftriaxone.
Kasus nefrolitiasis pada penelitian dapat dilihat di tabel 2. Salah satu
pasien yang mengalami nefrolitiasis yaitu anak perempuan usia 2.5 tahun yang
mendapatkan ceftriaxone intramuskular selama 7 hari karena pyelonefritis dengan
causa Escherichia coli. Pemeriksaan USG abdomen pada hari ke 7 menunjukkan
adanya pengendapan pada bilier dan ginjal dengan diameter 2 mm pada pole atas
ginjal kanan. Pasien tidak mengeluhkan adanya gejala. Setelah ceftriaxone
dihentikan, pemeriksaan USG serial yang dilakukan tiap minggu menunjukkan
pengendapan bilier dan ginjal menghilang dalam 3 minggu.
Pasien lainnya yang mengalami nefrolitiasis yaitu seorang anak laki-laki
usia 7 yang mendapatkan ceftriaxone intravena selama 7 hari karena mengalami
pneumonia bakterial. Peneliti tidak melakukan restriksi cairan pada pasien ini.
Pada kasus ini, pemeriksaan USG abdomen pada hari ke tujuh menunjukkan
adanya batu ukuran 2 milimeter pada kaliks ginjal kanan. Pengontrolan mingguan
menggunakan USG menunjukkan tidak ada perubahan pada batu bahkan batu
tetap ada hingga 7 bulan setelah terapi.
Dua pasien lainnya yang mengalami nefrolitiasis memiliki batu kecil
tunggal pada pole bawah ginjal kiri. USG serial setelah pengobatan menunjukkan
bahwa satu batu hilang dalam waktu tiga minggu dan batu lainnya menghilang
dalam empat minggu.
Dari pemeriksaan USG peneliti mengamati adanya kalkuli kecil (2-3 mm)
echogenic, disertai dilatasi kaliks pada semua pasien.
Pada sampel urin 24 jam yang diambil dari 4 pasien nefrolitiasis
menunjukkan ekskresi kalsium,oksalat,sitrat,sistin, dan asam urat dalam batas
normal.
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara mean rasio kalsium:kreatinin
urin pada 51 pasien sebelum dan sesudah terapi (0.093 v 0.098, p = 1.1).
Tabel 1Features of the 51 case studied, with patients divided according to
ultrasound finding after treatment
Hasil Pemeriksaan USG
Dengan
Nefrolitiasis
Tanpa
Nefrolitiasis
p
Jenis Kelamin (L:P) 1/3 20/27 0.634
Umur (tahun), mean (SD);
Range
1.1 (0.9); 0.6-2.5 3.3 (3.2); 0.08-1.4 0.146
Lama terapi (hari), mean
(SD); range
6.75 (0.5); 6-7 7.1 (1); 5-10 0.151
Jumlah pasien terkait dosis
Ceftriaxone
50 mg/kg/hari, IM (n=27)
100 mg/kg/hari, IV (n=24)
2
2
25
22
1
Tabel 2 Clinical Featuresand details of the four neprolitiasis cases
No JK Umur Infeksi Dosis dan
jalurCF
Durasi
terapi
Lokasi
Nefrolitiasis
Waktu
hilangnya
batu post
terapi
1 P 2.5 th Pyelonefritis 50
mg/kg/hari
IM
7 GKa, pole
atas
3 minggu
2 L 7 bln Pneumonia 100
mg/kg/hariIV
7 GKa, kaliks
bawah
Tidakhilang
hingga 7
bulan
3 P 7 bln Limdanitis
servikal
50
mg/kg/hari
5 GKi, pole
bawah
4 minggu
IM
4 P 8 bln Pneumonia 100
mg/kg/hariIV
7 Gki,pole
bawah
3 minggu
CF : ceftriaxone; GKa : Ginjal kanan; GKi : Ginjal kiri
Diskusi
Pengendapan bilier atau pseudolitiasis diketahui merupakan efek samping
dari terapi ceftriaxone. Presipitasi ini terbentuk ketika konsentrasi ceftriaxone
tinggi dalam sistem bilier, normalnya hepar mengeliminasi sebagian ceftriaxone
dalam bentuk garam yang larut. Ceftriaxone merupakan suatu anion, dan ketika
konsentrasinya tinggi, anion akan berikatan dengan ion kalsium menjadi
kompleks yang tidak larut air yang akan mengendap di sistem bilier. Pembentukan
batu ini sama dengan yang terjadi pada ginjal. Sebagai catatan, kasus nefrolitiasis
terkait ceftriaxone dilaporkan sebanyak 9 kasus dan 8 dari pasien tersebut adalah
anak-anak. Pada 5 dari 9 kasus tersebut, dilakukan pemeriksaan dengan
spektofotometri inframerah dan didapatkan hasil bahwa batu terbentuk akibat
terapi ceftriaxone.
Pada penelitian ini, dari pemeriksaan USG abdomen menunjukkan bahwa
4 dari 51 anak, ditemukan kalkuli ginjal beeukuran kecil selama pemberian
ceftriaxone. Batu ginjal terlihat pada USG sebagai fokus echogenik dengan
acoustic shadow posterior. Kadang-kadang batu kecilini tidakmenunjukkan
acoustic shadow. Tidak ada hubungan antara komposisi batu dan penampakan
sonografi.Riwayat klinis sangat membantu untuk menghilangkan diagnosis lain
yang memberikan gambaran echogenicseperti massa intralumnal, bekuan darah,
febris pyogen, nekrosis papilaris.Peneliti menganggap reaksi dan presipitasi
ceftriaxone dengan ion kalsium pada kaliks renal merupakan pathogenesis
terbentuknya nefrolitiasis.
Diperkirakan bahwa gangguan metabolit seperti hiperkalsiuri,
hiperurikuria, sistinuria, hiperoksaluria, dan hipositraturia merupakan prdisposisi
terjadinya nefrolitiasis. Karliczek et al mengamati adanya hiperkalsiuria transien
dan peningkatan ekskresi oksalat dan asam urat pada dua pasien dengan
nefrolitiasis terkait ceftriaxone. Peneliti menegamati bahwa tidak ada gangguan
metabolit yang ditemukan dalam penelitian. Selain itu, tidak ada pasien yang
menunjukkan perubahan ekskresi kalsium akibat terapi ceftriaxone.
Walaupun peneliti tidak pernah melakukan restriksi cairan, peneliti
mendapati terjadinya dehidrasi ringan yang tidak terdeteksi secara klinis akibat
demam terkait insufisiensi cairan. Fenomena ini memungkinkan terbentuknya
kalkuli renal yang kecil melalui peningkatan konsentrasi kalsium dan ceftriaxone
urin. Pada pembahasan sebelumnya, restriksi cairan dan dehidrasi merupakan
factor risiko terjadinya nefrolitiasis terkait ceftriaxone. Pada penelitian lain, agen
nefrotoksik dilaporkan sebagai factor risiko pada kebanyakan nefrolitiasis terkait
ceftriaxone. Pada pembahasan ini juga telah diperjelas bahwa batu yang besar
dapat menimbulkan terjadinya obstruksi renal dan gangguan fungsi renal. Dari
penelitian yang telah dilakukan, tidak didapatkan satu kasus pun yang
menimbulkan batu yang cukup besar yang dapat menimbulkan obstruksi,
insufisiensi ginjal, atau gejala lainnya. Peneliti meyakini ketidakberadaan factor
risiko lain sepertmedikasi nefrotoksik, restriksi cairan, dan dehidrasi yang
membuat kasus-kasus menjadi tidak terlalu parah.
Pada 3 dari 4 kasus nefrolitiasis, kalkuli ginjal menghilang dalam waktu
rata-rata 3.3 minggu. Sedangkan batu pada pasien yang tersisa tetap ada hingga 7
bulan setelah terapi. Waktu yang digunakan untuk eliminasi spontan ceftriaxone
bervariasi antara 5 hari hingga 3 minggu. Peneliti mengamati bahwa dalam
penelitian yang dilakukan, waktu eliminasi spontan kalkuli ternyata lebih lama.
Lokasi batu mungkin mempengaruhi waktu eliminasi sebab pada 3 kasus, kalkuli
terletak pada pole bawah ginjal,kalkuli pada posisi ini dilaporkan membutuhkan
waktu eliminasi yang lama bahkan tidak akan tereliminasi.
Banyak laporan yang menunjukkan bahwa tingginya kejadian
terbentuknya batu ginjal terhadap penggunaan ceftriaxone dosis tinggi. Juga
ditemukan pula bahwa penggunaan ceftriaxone dosis tinggi dapat
mengakibatkan pseudolitiasis, namun kejadian tersebut pun dapat terjadi pada
penggunaan dosis normal. Pada penelitian yang dilakukan pada dua orang anak
dengan nefrolitiasis yang mendapatakan Ceftriaxone sebesar 50mg/kg/hari, dan
dua anak lainnya yang mendapatakan Ceftriaxone sebesar 100mg/kg/hari
didapatkan hasil tidak adanya hubungan terhadap dosis. Namun dosis tinggi
memungkinkan terbentuknya batu besar pada ginjal disertai dengan gejala.
Seperti pada kasus yang ditemukan, batu yang keci, tanpa adanya gejala dapat
pula ditemukan pada pengobatan Ceftriaaxone dengan dosis normal.
Berkaitan dengan dosis Ceftriaxone waktu terapi yang lebih panjang
dapat meningkatkan resiko pasien mengalami komplikasi ginjal dan nefrolitiasis.
Pada kasus yang pernah dilaporkan batu besar yang obstruktif terdeteksi pada
hari keempat pemberian ceftriaxone dosis 125mg/kg/hari. Dan pasien yang lain
tentang dosis yang lama dilaporkan ditemukan batu pada hari ke delapan
hingga sepuluh terapi.
Jumlah kasus nefrolitiasis pada penelitian ini sangat kecil sehingga sulit
untuk membuat kesimpulan yang kuat. Namun rasio laki-laki perempuan pada
kelompok dengan dan tanpa nefrolitiasis sama dan tidak ada bias jenis kelamin.
Menariknya mean usia pasien pada kelompok nefrolitiasis secara signifikan
lebih rendah dibandingkan pada kelompok tanpa nefrolitasis. Hal ini
mengindikasikan bahwa usia muda memiliki faktor resiko untuk pembentukan
batu akibat terapi Ceftriaxone.
Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien anak mungkin mengalami
pembentukan batu ginjal yang asimtomatik dan berukuran kecil selama tujuh hari
terapi Ceftriaxone dosis normal maupun tinggi. Insidens keseluruhan nefrolitiasis
dari kelompok penelitian (27 pasien dengan dosis normal, 24 pasien dengan dosis
tinggi) yaitu 7,8%. Jadi sangat penting untuk mengontrol pasien yang diberikan
terapai Ceftriaxone dosis tinggi dalam jangka waktu lama menggunakan USG
dan tes fungsi ginjal karena pasien ini memiliki resiko yang lebih tinggi untuk
mengalami batu ginjal dan gagal ginjal. Screening semacam ini dibutuhkan untuk
mencegah komplikasi permanen yang mungkin terjadi.