natadecoco_cristina sella haryanti_12.70.0172_d1

24
1. HASIL PENGAMATAN Hasil Pengamatan ketebalan lapisan nata de coco selama dua minggu dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1.Hasil Pengamatan Ketebalan Lapisan Nata de Coco Yang Dihasilkan Ke l Tinggi Media Awal (cm) Tinggi Ketebalan Nata (cm) % Lapisan Nata 0 7 14 0 7 14 D1 2 - 0,5 0,7 - 25 35 D2 1,2 - 0,5 0,6 - 41,67 50 D3 1,3 - 0,4 0,5 - 30,77 38,46 D4 1 - 0,4 0,5 - 40 50 D5 2,5 - 0,6 0,6 - 24 24 Berdasarkan tabel hasil pengamatan nata de coco diperoleh hasil berupa tinggi ketebalan nata dan % lapisan nata. Pada kelompok D1 menunjukkan perubahan tinggi ketebalan nata dari 0,5 cm menjadi 0,7 cm, sedangkan % lapisan nata ikut meningkat dari 25% menjadi 35%. Kelompok D2 menunjukkan kenaikan tinggi ketebalan nata dan % lapisan nata dari 0,5 cm menjadi 0,6 cm dan dari 41,67% menjadi 50%. Kelompok D3 menunjukkan kenaikan juga pada tinggi ketebalan nata yaitu dari 0,4 cm menjadi 0,5 cm, sedangkan % lapisan nata meningkat dari 30,77% menjadi 38,46%. Kelompok D4 menunjukkan kenaikan tinggi ketebalan nata dari 0,4 cm menjadi 0,5 cm dan % lapisan nata meningkat dari 40% 1

Upload: james-gomez

Post on 11-Sep-2015

16 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

nata de coco

TRANSCRIPT

10

1. HASIL PENGAMATANHasil Pengamatan ketebalan lapisan nata de coco selama dua minggu dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.Hasil Pengamatan Ketebalan Lapisan Nata de Coco Yang DihasilkanKelTinggi Media

Awal (cm)Tinggi Ketebalan Nata (cm)% Lapisan Nata

07140714

D12-0,50,7-2535

D21,2-0,50,6-41,6750

D31,3-0,40,5-30,7738,46

D41-0,40,5-4050

D52,5-0,60,6-2424

Berdasarkan tabel hasil pengamatan nata de coco diperoleh hasil berupa tinggi ketebalan nata dan % lapisan nata. Pada kelompok D1 menunjukkan perubahan tinggi ketebalan nata dari 0,5 cm menjadi 0,7 cm, sedangkan % lapisan nata ikut meningkat dari 25% menjadi 35%. Kelompok D2 menunjukkan kenaikan tinggi ketebalan nata dan % lapisan nata dari 0,5 cm menjadi 0,6 cm dan dari 41,67% menjadi 50%. Kelompok D3 menunjukkan kenaikan juga pada tinggi ketebalan nata yaitu dari 0,4 cm menjadi 0,5 cm, sedangkan % lapisan nata meningkat dari 30,77% menjadi 38,46%. Kelompok D4 menunjukkan kenaikan tinggi ketebalan nata dari 0,4 cm menjadi 0,5 cm dan % lapisan nata meningkat dari 40% menjadi 50%. Sedangkan kelompok D5 tinggi ketebalan nata dan % lapisan nata tetap yaitu 0,6 cm dan 24%.Hasil Pengamatan lapisan nata de coco selama dua minggu dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Lapisan NataKelompokAromaWarnaTekstur

D1++++

D2++++++

D3+++++++

D4+++++

D5++++

Keterangan:

Aroma

Warna

Tekstur

++++ : tidak asam++++ : putih

++++ : sangat kenyal

+++ : agak asam

+++ : putih bening +++ : kenyal

++ : asam

++ : putih agak bening ++ : agak kenyal

+ : sangat asam+ : bening

+ : tidak kenyal

Berdasarkan hasil pengamatan lapisan nata menunjukkan hasil analisis uji sensori pada nata de coco yang dihasilkan meliputi aroma, warna dan tekstur. Untuk sensori aroma, pada kelompok D1, D2 dan D5 aroma yang dihasilkan asam sedangkan D3 agak asam dan D4 sangat asam. Untuk sensori warna, pada kelompok D1, D2, D4 dan D5 berwarna bening sedangkan D3 berwarna putih agak bening. Untuk sensori tekstur, pada kelompok D1 dan D5 tidak kenyal, sedangkan D2 dan D4 kenyal dan D3 bertekstur agak kenyal.2. PEMBAHASAN

Nata de coco merupakan makanan pencuci mulut (dessert). Nata de coco adalah makanan yang banyak mengandung serat, mengandung selulosa kadar tinggi yang bermanfaat bagi kesehatan dalam membantu pencernaan. Kadungan kalori yang rendah pada Nata de coco merupakan pertimbangan yang tepat sebagai makan diet (Misgiyarta, 2007). Nata merupakan polisakarida yang memiliki bentuk seperti gel atau menyerupai gel yang terapung diatas permukaan media berupa substrat cair. Nata dihasilkan dari bantuan bakteri Acetobacter xylinum (Hamad et al., 2013). Selain itu, nata de coco dapat dijadikan sebagai media imobilisasi untuk yeast. Sel yeast tersebut akan menyerap bagian permukaan nata de coco, bagian dimana yeast itu dapat tumbuh adalah pada bagian yang bersifat hidrofilik dan kuat. Cara melakukan imobilisasi dilakukan dengan suspensi sel yang memiliki rata-rata densitas sel yang hidup adalah 232,1 1,5 cells/mL.

Pada praktikum ini akan dilakukan proses pembuatan nata de coco dengan bahan dasar air kelapa. Hal ini sesuai dengan pendapat Iguchi et al.(2000) bahwa, pembuatan nata dilakukan dengan menggunakan air kelapa sebagai medium pertumbuhan Acetobacter xylinum. Air kelapa yang digunakan untuk substrat cair memiliki sumber nutrisi cukup baik yang dibutuhkan oleh Acetobacter xylinum. Nutrisi tersebut antara lain kadar air, karbohidrat, vitamin C dan vitamin B kompleks, mineral serta kalori. Air kelapa masih berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan minuman ringan, alkohol, asam cuka dan nata de coco (Layuk, 2008).Langkah kerja untuk membuat nata de coco dalam praktikum ini adalah pertama-tama air kelapa yang akan digunakan disaring dengan kain saring (Suliantari, 1983). Kemudian hasil yang didapatkan ditambah dengan gula pasir sebanyak 10% dan diaduk sampai larut diatas kompor (direbus). Setelah itu ditambah dengan ammonium sulfat sebanyak 0,5%. Kemudian ditambahkan asam cuka glasial sampai pH mencapai 4-5 dengan pH meter. Penambahan cuka glasial tersebut untuk mengkondisikan keasaman dimana biang nata (starter) dapat hidup dan berkembang (Jagannath et al., 2008).

Gambar 1. Penyaringan air kelapa dengan kain saring

Gambar 2. Penambahan gula 10%

Gambar 3. Penambahan ammonium sulfat 0,5%

Gambar 4. Penambahan cuka glasial

Gambar 5. Pengukuran pH dengan pH meter

Kemudian setelah di saring, dipanaskan kembali sampai semua terlarut. Pemanasan dilakukan sampai gula dan sumber nitrogen tercampur merata (Jagannath et al., 2008). Langkah berikutnya dilakukan penyaringan. Setelah disaring disiapkan wadah plastik. Hasil dari penyaringan diambil sebanyak 200 ml dan masukkan dalam wadah plastik.

Gambar 6. Substrat cair yang sudah jadi diambil sebanyak 200 ml

Kemudian ditambahkan starter (biang nata) secara aseptis sebanyak 10% dari media yang digunakan dan digojog perlahan agar semua tercampur. Lalu, ditutup dengan menggunakan kertas coklat. Setelah itu dilakukan inkubasi selam 2 minggu dan selama penyimpanan jangan digoyang-goyang. Langkah terakhir dilakukan pengamatan nata de coco yang dihasilkan yaitu ketebalan lapisan nata pada hari ke 7 dan ke 14 serta % lapisan nata.

Gambar 7. Menambahkan biang nata dalam air kelapaProses pembuatan nata de coco tersebut sesuai dengan langkah kerja yang dilakukan oleh Rizal et al. (2013) yaitu, ada 6 tahapan yang dilakukan untuk membuat nata de coco adalah pengenceran dan penyaringan cairan, perebusan, inokulasi dengan menggunakan starter, fermentasi, pemanenan dan penetralan, tahap akhir adalah pengemasan. Selain dihitung tinggi ketebalan lapisan, juga dilakukan sensori aroma, tekstur dan warna pada nata de coco yang dihasilkan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya nata yang baik yaitu kuat, kenyal dan tebal adalah:a. Sterilisasi Peralatan

Peralatan yang digunakan untuk membuat nata perlu di bilas terlebih dahulu dengan air panas, kemudian dikeringkan dengan tissue maupun dengan kain bersih. Hal tersebut untuk mencegah terjadinya pencemaran karena adanya mikroba pengganggu.b. Penambahan bahan ke media

Adanya penambahan gula kedalam media sebagai sumber pertumbuhan Acetobacter xylinum. Selain gula, ditambahkan juga ammonium sulfat sebagai sumber nitrogen. Jika Acetobacter xylinum tumbuh sempurna, maka akan menghasilkan lapisan nata.c. Suhu inkubasi

Suhu inkubasi yang digunakan berkisar antara 28oC 30oC.d. pH

pH yang dianjurkan untuk pembuatan nata de coco adalah sekitar 4 4,5.e. Starter (Biang nata)

Biang yang digunakan adalah mikroba yang aktif yaitu bakteri pembentuk asam asetat yaitu Acetobacter xylinum.

(Rizal et al., 2013).Pada hasil pegamatan menunjukkan bahwa tinggi ketebalan nata dalam waktu 2 minggu mengalami peningkatan, kecuali pada kelompok D5. Pada kelompok D1 menunjukkan perubahan tinggi ketebalan nata dari 0,5 cm menjadi 0,7 cm. Kelompok D2 menunjukkan kenaikan tinggi ketebalan dari 0,5 cm menjadi 0,6 cm. Kelompok D3 menunjukkan kenaikan juga pada tinggi ketebalan nata yaitu dari 0,4 cm menjadi 0,5 cm. Kelompok D4 menunjukkan kenaikan tinggi ketebalan nata dari 0,4 cm menjadi 0,5 cm. Kenaikan ini terjadi mulai dari hari ke 0 sampai hari ke 14. Dimana nata yang dibentuk oleh biang nata masih terus berlangsung, bahkan terbentuknya lapisan nata ini mulai dapat dilihat dipermukaan setelah 24 jam inkubasi.

Gambar 8. Hasil pengamatan nata de cocoKenaikan tinggi ketebalan terjadi karena biang nata tumbuh dengan baik. Pertumbuhannya yang baik dipengaruhi oleh adanya sumber tumbuhnya dari substrat yang berupa air kelapa. Selain itu menurut Prastyana (2002) dan Tari et al (2010), sumber nitrogen yang dapat ditambahkan pada pembuatan nata de coco adalah Zwafel Ammonium (ZA) sebanyak 0,4%. Dalam praktikum ini digunakan 0,5% ammonium sulfat. Hal tersebut sesuai dengan teori dan bahkan menghasilkan nata yang lebih banyak terutama pada kelompok D1 yang menunjukkan peningkatan mencapai 0,7 cm.Ketebalan nata de coco merupakan salah satu faktor penting untuk melihat hasil akhir. Penambahan bahan ke media merupakan faktor yang mempengaruhi terbentuknya nata. Bahan yang ditambahkan antara lain ammonium sulfat (Wowor et al., 2007). Nata yang terbentuk tersebut sering disebut dengan selulosa. Munculnya selulosa atau lapisan nata tersebut terbentuk karena adanya biang nata yang ditambahkan yaitu Acetobacter xylinum (Rizal et al., 2013) dan menurut Melliawati (2008) kumpulan dari lapisan (bioselulosa) tersebut akan membentuk nata de coco.Perbedaan ketebalan nata yang dihasilkan dari masing-masing kelompok dipengaruhi oleh pertumbuhan dari Acetobacter xylinum. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Acetobacter xylinum adalah sumber nitrogen, sumber karbon pH dan suhu. Pada kelompok D5 menunjukkan hasil yang tetap. Hal tersebut terjadi karena pH yang tidak sesuai, sumber yang sudah habis dan suhu inkubasi yang dapat meningkat karena iklim (Rizal et al., 2013).Proses terbentuknya Nata berawal dari saat biang nata dimasukkan kedalam air kelapa. Sel-sel dari Acetobacter xylinum akan menggunakan glukosa dari gula pasir yang ditambahkan dan akan bergabung dengan asam lemak. Dari hasil penggabungan tersebut menghasilkan prekursor. Prekursor pada jaringan sel tersebut bersama dengan enzim akan melakukan polimerisasi pada glukosa menjadi selulosa diluar sel Acetobacter xylinum. Aktivitas tersebut terjadi pada saat air kelapa memiliki pH mencapai 3,5 7,5. Nata akan banyak dihasilkan pada kondisi air kelapa dengan pH 4,5 dan pH optimum untuk membentuk nata terbaik adalah 4,0 pada media cair yaitu air kelapa (Novianti, 2003).Persen (%) lapisan nata yang diperoleh sebanding dengan tinggi ketebalan nata. Pada kelompok D1 menunjukkan % lapisan nata ikut meningkat dari 25% menjadi 35%. Kelompok D2 menunjukkan % lapisan nata dari 41,67% menjadi 50%. Kelompok D3 menunjukkan % lapisan nata meningkat dari 30,77% menjadi 38,46%. Kelompok D4 menunjukkan % lapisan nata meningkat dari 40% menjadi 50%. Sedangkan kelompok D5 menunjukkan % lapisan nata yang tetap yaitu 24%. Hal ini dapat dilihat pada hasil pengamatan, pada kelompok D1 sampai D4 menunjukkan peningkatan % lapisan nata. Kelompok D5 tidak menunjukkan peningkatan sama sekali. Hal tersebut karena tinggi ketebalan nata juga tidak menunjukkan kenaikan. Ketebalan nata yang tidak bertambah pada kelompok D5 dapat disebabkan karena zat gizi yang terdapat pada substrat yaitu air kelapa kurang. Memungkinkan kurang ratanya dan larutnya tambahan sumber nitrogen dan larutan cuka glasial yang digunakan untuk mengkondisikan asam dengan pH sebesar 4,5.Selain pengamatan dalam ketebalan nata, juga dilakukan analisis sensoris pada nata meliputi aroma, warna dan tekstur. Untuk sensori aroma, pada kelompok D1, D2 dan D5 aroma yang dihasilkan asam sedangkan D3 agak asam dan D4 sangat asam. Menurut pendapat yang disampaikan Astawan & Astawan (1991), aroma asam (seperti cuka) menunjukkan bahwa pada nata memiliki pH yang lebih asam dibanding yang tidak beraroma asam. Aroma asam tersebut juga mengindikasikan proses fermentasi yang telah berlangsung. Bau asam dari asam asetat glasial yang ditambahkan sebelumnya masih terasa. Menurut Halib et al. (2012) juga mengatakan bahwa, Acetobacter xylinum dapat mengubah gula menjadi selulosa dan asam asetat sehingga dapat menimbulkan aroma yang asam. Namun, aroma nata yang baik seharusnya tidak beraroma asam.

Selanjutnya, untuk analisis sensori warna, pada kelompok D1, D2, D4 dan D5 berwarna bening sedangkan D3 berwarna putih agak bening. Pada kelompok D3, hasil ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa nata de coco memiliki bentuk yang padat, kuat, kokoh, dan memiliki warna yang putih (Santosa et al, 2012). Warna pada nata yang dihasilkan memang tidak putih bening melainkan sedikit keruh, sebab pada air kelapa yang ditumbuhi Acetobacter xylinum dapat memberikan warna sedikit keruh akibat fermentasi, gula dan kandungan asam (Astawan & Astawan, 1991). Acetobacter xylinum dapat memberikan kekeruhan karena dapat membentuk endapan dengan mendegradasi substrat tersebut. Selain itu, menurut Rahman (1992), gula yang beraksi dengan nitrogen juga dapat menentukan kekeruhan.Pada pendapat Mashudi (1993) mengatakan bahwa, jika glukosa yang digunakan banyak maka reaksi browning akan mudah terjadi terutama saat pemanasan sambil ditambah gula. Jika pada proses browning berlangsung, nata akan memiliki warna yang semakin gelap. Teori ini diperkuat oleh pendapat Arsatmodjo (1996) bahwa selama pemasakan dengan gula, gula terserap ke jaringan selulosa atau antarserat sehingga turut menentukan warna nata de coco.

Tekstur nata adalah kekuatan struktur yang stabil pada nata. Tekstur nata banyak dipengaruhi oleh kadar air dan kadar serat (Tari et al., 2010). Untuk pengamatan sensori tekstur, pada kelompok D1 dan D5 tidak kenyal, sedangkan D2 dan D4 kenyal serta pada kelompok D3 bertekstur agak kenyal. Hasil ini menunjukkan bahwa tekstur nata yang dihasilkan cenderung kenyal, sehingga sesuai dengan pendapat Santosa et al., (2012) bahwa nata de coco memiliki bentuk yang padat, kuat, kokoh, warna dan kenyal. Sedangkan menurut Arsatmodjo (1996), kekenyalan nata ditentukan komponen serat atau selulosa dimana jika semakin banyak selulosa, nata akan meningkat kekenyalan dan ketebalannya. Jika selulosa semakin tebal, maka air yang menuju rongga selulosa semakin banyak juga. Akibatnya, kekenyalan semakin tinggi dan kekenyalan ini akan berbanding lurus terhadap ketebalan (Anastasia & Afrianto, 2008).3. KESIMPULAN

Nata dihasilkan dengan proses fermentasi menggunakan biang nata (starter) yaitu Acetobacter xylinum. Air kelapa yang digunakan memiliki sumber nutrisi yang dibutuhkan oleh Acetobacter xylinum. Tahapan yang dilakukan untuk membuat nata de coco adalah pengenceran dan penyaringan cairan, perebusan, inokulasi dengan menggunakan starter, fermentasi, pemanenan dan penetralan dan pengemasan. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya nata yang baik yaitu sterilisasi alat, penambahan bahan ke media, suhu inkubasi, pH, dan biang nata yang digunakan. Lapisan nata akan banyak dihasilkan pada pH asam yaitu 4,5.

Lapisan nata terbentuk karena aktivitas Acetobacter xyllinum. Persen (%) lapisan nata yang diperoleh sebanding dengan tinggi ketebalan nata. Banyaknya selulosa akan meningkatkan ketebalan dan kekenyalan pada nata. Adanya gula dan asam dapat menyebabkan warna nata menjadi keruh.

Nata yang baik seharusnya tidak beraroma asam.

Semarang, 7 Juli 2015

Praktikan,Asisten Dosen

Wulan Apriliani Nies MayangsariCristina Sella Haryanti

4. DAFTAR PUSTAKAAnastasia, N. dan Afrianto, E. (2008). Mutu Nata de Seaweed dalam Berbagai Konsentrasi Sari Jeruk Nipis. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi II. Universitas Lampung.

Arsatmodjo, E. (1996). Formulasi Pembuatan Nata de Pina. IPB. Bogor.[Skripsi]

Astawan, M. dan M.W. Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Nabati Tepat Guna Edisi Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.

Halib, N.; Mohd, C.I.M.A. and Ishak, A. (2012). Physicochemical Properties and Characterization of Nata de Coco from Local Food Industries as a Source of Cellulose. Sains Malaysiana Journal 41(2)(2012): 205211.

Hamad, Alwani dan Kristiono. (2013). Pengaruh Penambahan Sumber Nitrogen Terhadap Hasil Fermentasi Nata De Coco.Momentum, Vol. 9, No. 1, Hal 62-65.

Iguchi, M., Yamanaka, S. & Budhiono, A. (2000). Bacterial Cellulose A Masterpiece Of Nature's Arts. Journal Of Material Science 35 261 - 270.

Jagannath, A., Kalaiselvan, A., Manjunatha, S. S., Raju, P. S. & Bawa, A. S. (2008). The Effect Of Ph, Sucrose And Ammonium Sulphate Concentrations On The Production Of Bacterial Cellulose (Nata-De-Coco) By Acetobacter Xylinum. World J Microbiol Biotechnol , 24, 2593 - 2599.

Layuk, Payung; H. Salamba, R. Djuri. (2008). Perbaikan Teknologi Pengolahan Nata De Coco Di Tingkat Petani. Perbaikan Teknologi Pengolahan Nata De Coco Di Tingkat Petani. Sulawesi Utara.

Mashudi. (1993). Mempelajari Pengaruh Penambahan Amonium Sulfat dan Waktu Penundaan Bahan Baku Air Kelapa Terhadap Pertumbuhan dan Struktur Gel Nata de coco. Jurusan Teknologi Pandan dan Gizi, Fateta. IPB. Bogor.[ Skripsi].

Melliawati, Ruth. (2008). Kajian Bahan Pembawa Untuk Meningkatkan Kualitas Inokulum Pasta Nata de Coco. Biodiversitas Vol. 9 Nomor 4.

Misgiyarta. (2007). Teknologi Pembuatan Nata de Coco. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor.Novianti ,Hendrizon, (2003). Pembuatan Nata de Soya dari Limbah Cair Pabrik Tahu. Teknik Kimia Universitas Sriwijaya. hal.9-19.

Prastyana, F. (2002). Pembuatan Nata de Aqua, Tinjauan dari Jenis dan Konsentrasi Sumber Nitrogen (Urea, NPK, ZA). Skripsi, Universitas Brawijaya Malang.

Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. ARCAN Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Bandung.

Rizal, Hardi Mey, Dewi Masria Pandiangan, Abdullah Saleh. (2013). Pengaruh Penambahan Gula, Asam Asetat dan Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Nata De Corn. Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 19.

Santosa, B.; Ahmad, K.; and Domingus, T. (2012). Dextrin Concentration and Carboxy Methyl Cellulosa (CMC) in Makingof Fiber-Rich Instant Baverage from Nata de Coco. IEESE International Journal of Science and Technology (IJSTE) Vol. 1:6-11.

Suliantari. (1983). Nata De Coco. Journal of Buletin Pusbangtepa Vol. 5 No. 16

Tari, A. Intan. Niken.; Catur, Budi dan Sri, Hartati. (2010). Pembuatan Nata de Coco: Tinjauan Sumber Nitrogen Terhadap Sifat Fisiko-Kimianya. Journal of Widyatama Vol 19 No. 2

Wowor, Liana Y., Mufidah Muis, dan Abd Rahman Arinong. (2007). Analisis Usaha Pembuatan Nata De Coco Dengan Menggunakan Sumber dan Kandungan N Yang Berbeda. Journal Agrisistem Vol. 3 No. 2.

5. LAMPIRAN

5.1. Perhitungan

Rumus: Persentase Lapisan Nata =

Kelompok D1

H7 ( H14 ( Kelompok D2

H7 ( H14 ( Kelompok D3

H7 ( H14 ( Kelompok D4

H7 ( H14 ( Kelompok D5

H7 ( H14 ( 5.2. Report Viper

5.3. Laporan Sementara

5.4. Jurnal (Abstrak)

15