naskah publikasi - umseprints.ums.ac.id/33759/6/2. naskah publikasi.pdf · 2015. 6. 29. · dampak...
TRANSCRIPT
1
DAMPAK PERTUMBUHAN PENDUDUK TERHADAP ALIH FUNGSI LAHAN
DI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2000 dengan 2013
NASKAH PUBLIKASI
Disusun Oleh :
Megarani Desianingtyas
NIM : E 100 090 042
FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
2
3
DAMPAK PERTUMBUHAN PENDUDUK TERHADAP
ALIH FUNGSI LAHAN
DI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2000 dengan 2013
IMPACT ON POPULATION GROWTH IN THE DISTRICT LAND CHANGES IN
SUKOHARJO YEAR 2000 WITH 2013
Megarani Desianingtyas
Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan, Surakarta 57102
Telp.(0271) 717417 ext. 151-153, Fax (0271)715448
Email: [email protected]
ABSTRACT
This research was conducted in Sukoharjo which covers 12 districts with the title
IMPACT ON POPULATION GROWTH IN THE DISTRICT LAND CHANGES IN
SUKOHARJO YEAR 2000 WITH 2013. This study aims to determine the rate of population
growth, identify patterns and distribution of land conversion, and analyze the impact of
population growth on the land conversion in Sukoharjo 2000 to 2013.
The method used is a method of quantitative analysis to determine the effect of
population growth rate to changes in land use. Comparative descriptive analysis was
conducted to analyze the pattern and distribution of land use in Sukoharjo.
In this study conducted data collection techniques are remote sensing and image
interpretation followed by field surveys. The image used is Landsat 7 ETM to determine land
use in 2000 and Landsat 8 to determine land use in 2013.
The results of the research that is exponential population growth rate in Sukoharjo
year 2000-2013 is 0.7 percent. Changes in land use in Sukoharjo there are increasing and
there are reduced. Extensive use of land to grow is to use garden soil mixed (4,586 ha),
rainfed (2,009 ha), and building (3,335 ha). While widespread use of reduced land is
residential (715 hectares), paddy irrigation (5385 ha), moor (134 ha), a body of water (1,695
ha), and forests (767 ha). The most landuse change which happen is from garden soil mixed
into residential, paddy irrigation, rainfed, moor, and forests.
From the research results can be analyzed quantitatively using statistics to determine
the effect / correlation of population growth on land conversion in Sukoharjo. Based on the
calculation of product moment correlation using SPSS 19 is known that r ahitung value of
0.075 which is in the interval from 0.00 to 0.199, indicating that there is a very weak
relationship between the rate of population growth on land conversion in Sukoharjo.
Contributions are donated by the population growth rate of the broad changes in land
conversion of only 0.6%.
Keywords: Land use, Population growth, Land changes.
4
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sukoharjo yang meliputi 12 kecamatan dengan
judul DAMPAK PERTUMBUHAN PENDUDUK TERHADAP ALIH FUNGSI LAHAN DI
KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2000 DENGAN 2013. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui laju pertumbuhan penduduk, mengidentifikasi pola dan sebaran alih fungsi lahan,
dan menganalisis dampak pertumbuhan penduduk terhadap alih fungsi lahan di Kabupaten
Sukoharjo tahun 2000 dengan 2013.
Metode yang digunakan adalah metode analisis kuantitatif untuk mengetahui
pengaruh laju pertumbuhan penduduk terhadap perubahan penggunaan lahan. Analisis
deskriptif komparatif dilakukan untuk menganalisis pola dan sebaran penggunaan lahan di
Kabupaten Sukoharjo.
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah interpretasi citra
penginderaan jauh dan dilanjutkan dengan survey lapangan. Citra yang digunakan adalah
citra Landsat 7 ETM untuk mengetahui penggunaan lahan tahun 2000 dan citra Landsat 8
untuk mengetahui penggunaan lahan tahun 2013.
Hasil penelitian yaitu laju pertumbuhan penduduk eksponensial di Kabupaten
Sukoharjo tahun 2000-2013 adalah sebesar 0,7 persen. Perubahan penggunaan lahan di
Kabupaten Sukoharjo ada yang bertambah dan ada yang berkurang. Luas penggunaan lahan
yang bertambah adalah untuk penggunaan lahan kebun campur (4.586 Ha), sawah tadah
hujan (2.009 Ha), dan gedung (3.335 Ha). Adapun luas penggunaan lahan yang berkurang
adalah pemukiman (715 Ha), sawah irigasi (5.385 Ha), tegalan (134 Ha), tubuh air (1.695
Ha), dan hutan (767 Ha). Pola perubahan jenis penggunaan lahan yang paling banyak terjadi
adalah perubahan jenis penggunaan lahan kebun campur menjadi pemukiman, sawah irigasi,
sawah tadah hujan, tegalan, dan hutan.
Dari hasil penelitian dapat dianalisis secara kuantitatif menggunakan statistik untuk
mengetahui pengaruh/korelasi laju pertumbuhan penduduk terhadap alih fungsi lahan di
Kabupaten Sukoharjo. Berdasarkan hasil perhitungan korelasi product moment menggunakan
SPSS 19 diketahui bahwa nilai rhitung sebesar 0,075 yang berada pada interval 0,00-0,199,
sehingga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat lemah antara laju pertumbuhan
penduduk terhadap alih fungsi lahan di Kabupaten Sukoharjo. Kontribusi yang disumbangkan
oleh laju pertumbuhan penduduk terhadap perubahan luas alih fungsi lahan hanya sebesar
0,6%. Hal ini menunjukkan bahwa selain faktor laju pertumbuhan penduduk, terdapat faktor-
faktor lain yang memengaruhi perubahan luas alih fungsi lahan di Kabupaten Sukoharjo,
seperti faktor pertumbuhan ekonomi Kota Surakarta.
Kata Kunci : Penggunaan lahan, pertumbuhan penduduk, perubahan lahan.
PENDAHULUAN
Ditinjau dari segi unsur kekotaan
dan kedesaan, Kabupaten Sukoharjo
merupakan wilayah yang dapat
dikategorikan sebagai wilayah peri urban.
Menurut Yunus (2008), wilayah peri urban
adalah wilayah yang berada diantara
wilayah yang bersifat kekotaan
sepenuhnya (the real urban region) dan
wilayah yang bersifat kedesaan
sepenuhnya (the real rural region).
Diantara “the real urban land” dan “the
real rural land” inilah wilayah peri urban
berada yang di dalamnya terdapat
percampuran bentuk pemanfaatan lahan
kekotaan di satu sisi dan bentuk
pemanfaatan lahan agraris di sisi lain.
5
Walaupun secara ilmiah sangat
sulit untuk menentukan batas yang tepat
dari sebuah wilayah peri urban, namun
sebagai gambaran untuk identifikasi
wilayah peri urban tersebut pernah
diusulkan oleh McGee (1994, dalam
Yunus 2008). Selain itu, dia
mengemukakan pula bahwa batas terluar
dari wilayah peri urban adalah tempat
orang masih mau menglaju untuk bekerja
atau melakukan kegiatan ke kota.
Masalah yang seringkali melanda
wilayah peri urban adalah semakin
meningkatnya alih fungsi lahan pertanian
menjadi non-pertanian. Hilangnya lahan
pertanian, menurunnya produktivitas
pertanian, menurunnya komitmen petani
terhadap lahan maupun kegiatan
pertaniannya, hilangnya bidang pekerjaan
pertanian, ketidaksiapan petani masuk ke
sektor non-pertanian/kekotaan dan
hilangnya atmosfir kedesaan dalam
berbagai dimensi merupakan beberapa
contoh dampak negatif dalam skala lokal
dan regional yang secara langsung maupun
tidak langsung telah berpengaruh terhadap
peri kehidupan sektor kedesaan.
Kecenderungan tersebut jelas akan
mengakibatkan semakin lebarnya
disparitas (kesenjangan) antara
kemampuan menyediakan bahan pangan
dan meningkatnya tuntutan akan bahan
pangan atau disparitas antara produksi dan
konsumsi yang akan semakin lebar. Pada
saat ini saja permasalahan pemenuhan
bahan pangan sudah mulai terganggu,
sehingga pemerintah harus mengimport
dari negara lain. Dalam masa dimana
kemampuan ekonomi Indonesia memadai,
mengimport bahan pangan mungkin tidak
mendatangkan permasalahan yang berarti.
Namun dalam masa terjadinya
konflik/ketegangan politik antara negara di
kawasan Asean, masalah ini akan menjadi
sangat krusial.
Sektor pertanian mempunyai peran
yang cukup besar terhadap PDRB
Sukoharjo. Pada Tahun 2013 sektor
pertanian memberikan kontribusi sebesar
18% terhadap pembentukan PDRB. Sektor
pertanian terdiri atas beberapa sub sektor,
yaitu : tanaman bahan makanan,
peternakan, perkebunan, kehutanan, dan
perikanan. Dari kelima sub sektor tersebut,
sub sektor tanaman bahan makanan
memberikan nilai tambah paling besar
dibandingkan sub sektor lainnya.
Dibandingkan tahun sebelumnya,
produksi padi sawah di Kabupaten
Sukoharjo turun 5,45% dari 346.039 Ton
menjadi 327.182 Ton pada tahun 2013.
Penurunan produksi tersebut dikaenakan
berkurangnya luas panen sebesar 8,19 %
dari 52.041 hektar menjadi 47.783 hektar.
Sementara dari sisi produktivitas padi
sawah terlihat adanya peningkatan
dibandingkan tahun 2012. Tercatat
produktivitas padi sawah sebesar 68,47
kuintal per hektar lebih tinggi dibanding
tahun sebelumnya sebesar 66,49 kuintal
per hektar. (Statistik Daerah Kabupaten
Sukoharjo 2014)
RUMUSAN MASALAH
Melihat pentingnya untuk mengetahui
dampak pertumbuhan penduduk terhadap
alih fungsi lahan di Kabupaten Sukoharjo,
maka dari itu dapat dirumuskan rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana laju pertumbuhan
penduduk di Kabupaten Sukoharjo
tahun 2000 dengan 2013?
2. Bagaimana pola dan sebaran alih
fungsi lahan yang terjadi tahun
2000 dengan 2013?
3. Bagaimana dampak pertumbuhan
penduduk terhadap alih fungsi
lahan di Kabupaten Sukoharjo?
TUJUAN PENELITIAN
1. Mengetahui laju pertumbuhan
penduduk di Kabupaten Sukoharjo
tahun 2000 dengan 2013.
2. Mengidentifikasi pola dan sebaran
alih fungsi lahan yang terjadi tahun
2000 dengan 2013.
3. Menganalisis dampak pertumbuhan
penduduk terhadap alih fungsi
lahan di Kabupaten Sukoharjo.
6
METODE PENELITIAN
Metode penelitian menggambarkan
tahapan dari penelitian yang akan
dilakukan, meliputi cara penentuan
variabel penelitian, perhitungan, dan
analisis variabel untuk menjawab
permasalahan yang ditanyakan dalam
pertanyaan penelitian. Dalam penelitian ini
teknik pengumpulan data yang dilakukan
adalah interpretasi citra penginderaan jauh
dan dilanjutkan dengan survey lapangan.
Metode analisis datanya menggunakan
metode analisis kuantitatif dan analisis
deskriptif komparatif berbasis keruangan.
Interpretasi citra penginderan jauh
dilakukan untuk mengetahui informasi
jenis penggunaan lahan aktual dan tahun
terdahulu berdasarkan nilai digital yang
terekam pada sensor satelit penginderaan
jauh. Survey lapangan dilakukan untuk
mengetahui keakuratan hasil interpretasi
jenis penggunaan lahan.
Metode analisis kuantitatif dilakukan
untuk mengetahui pengaruh laju
pertumbuhan penduduk terhadap
perubahan penggunaan lahan. Metode
analisis deskriptif komparatif dilakukan
untuk menganalisis pola dan sebaran
penggunaan lahan di Kabupaten
Sukoharjo.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Laju Pertumbuhan Penduduk
Kabupaten Sukoharjo Tahun 2000-
2013
Laju pertumbuhan penduduk adalah
perubahan jumlah penduduk di suatu
wilayah tertentu setiap tahunnya.
Kegunaannya adalah memprediksi jumlah
penduduk suatu wilayah di masa yang
akan datang. Laju pertumbuhan penduduk
eksponensial menggunakan asumsi bahwa
pertumbuhan penduduk berlangsung terus-
menerus akibat adanya kelahiran dan
kematian di setiap waktu.
Berdasarkan hasil perhitungan laju
pertumbuhan penduduk di Kabupaten
Sukoharjo seperti yang terlihat pada Tabel
2 diketahui bahwa laju pertumbuhan
penduduk terbesar adalah di wilayah
Kecamatan Grogol, yaitu 1,13% per tahun
dan termasuk dalam klasifikasi sedang.
Kecamatan lain di Kabupaten Sukoharjo
laju pertumbuhan penduduknya termasuk
rendah karena kurang dari dan sama
dengan 1%.
Tingginya laju pertumbuhan
penduduk di wilayah Kecamatan Grogol
ini disebabkan wilayah Kecamatan Grogol
merupakan kota kecamatan yang banyak
dijadikan tempat perpindahan dari
beberapa daerah. Hal ini terbukti dengan
banyaknya bermunculan perumahan-
perumahan dan semakin sedikitnya lahan
pertanian, sehingga hal itu menjadikan
wilayah Kecamatan Grogol menjadi lebih
padat.
Adapun wilayah di Kabupaten
Sukoharjo dengan laju pertumbuhan
penduduk paling rendah adalah di wilayah
Kecamatan Bulu yaitu sebesar 0,001,
artinya setiap tahun jumlah penduduk di
Kecamatan Bulu mengalami peningkatan
0,1%. Rendahnya laju pertumbuhan
penduduk di Kecamatan Bulu ini
disebabkan daerahnya yang kurang subur
untuk pertanian, tetapi juga masih minim
dalam pengembangan industri, sehingga
banyak penduduknya lebih memilih untuk
meninggalkan daerahnya dan merantau ke
daerah lain untuk mendapatkan kehidupan
yang lebih baik.
2. Pola dan Sebaran Perubahan
Penggunaan Lahan di Kabupaten
Sukoharjo Tahun 2000-2013
Berdasarkan informasi penggunaan
lahan hasil interpretasi citra, perubahan
jenis penggunaan lahan dikategorikan
menjadi dua, yaitu perubahan yang bersifat
bertambah dan perubahan yang bersifat
berkurang. Jenis penggunaan lahan yang
bertambah luas antara lain kebun campur
(4.586 Ha), sawah tadah hujan (2.009 Ha),
dan gedung (3.335 Ha), sedangkan jenis
penggunaan lahan yang berkurang adalah
pemukiman (715 Ha), sawah irigasi (5.385
Ha), tegalan (134 Ha), tubuh air (1.695
Ha), dan hutan (767 Ha). (Lihat Tabel 1)
7
Pola perubahan jenis penggunaan
lahan yang paling banyak terjadi adalah
perubahan jenis penggunaan lahan kebun
campur menjadi pemukiman, sawah
irigasi, sawah tadah hujan, tegalan, dan
hutan. Hal ini seperti yang terjadi di
Kecamatan Grogol dan Kecamatan Weru.
(Lihat Tabel 2).
Selanjutnya dihitung luasan serta
persentase dari setiap penggunaan
lahannya. Tabel 1 menyajikan luasan jenis
penggunaan lahan di lokasi penelitian.
Berdasarkan Tabel 1, tahun 2000 luasan
terbesar adalah penggunaan lahan sawah
irigasi yakni sebesar 18 persen atau seluas
8.601 Ha. Luasan yang paling kecil adalah
luas penggunaan lahan kebun campur,
yakni sebesar 6 persen atau sebesar 2.887
Ha. Pada tahun 2013, luas penggunaan
lahan sawah irigasi berkurang menjadi
sebesar 3.216 Ha atau berkurang sebesar
5.385 Ha. Luas penggunaan lahan terbesar
di tahun 2013 adalah penggunaan lahan
sawah tadah hujan, yakni sebesar 8.608 Ha
atau 18 persen. Adapun penggunaan lahan
terkecil adalah sawah irigasi, yakni sebesar
7 persen atau 3.216 Ha.
Luas lahan yang berkurang paling
besar adalah penggunaan lahan sawah
irigasi yaitu sebesar 5.835 Ha. Luas lahan
yang berkurang paling kecil adalah
penggunaan lahan tegalan sebesar 134 Ha.
Luas lahan yang bertambah paling besar
yaitu penggunaan lahan kebun campur
sebesar 4.586 Ha, sedangkan luas lahan
yang bertambah paling kecil adalah sawah
tadah hujan sebesar 2.009 Ha. Untuk
melihat penggunaan lahan pada tahun
2000 dan 2013 disajikan melalui peta
penggunaan lahan tahun 2000 dan 2013
pada Gambar 1 dan Gambar 2.
3. Dampak Pertumbuhan Penduduk
Terhadap Alih Fungsi Lahan
Untuk mengetahui hubungan antara
pertumbuhan penduduk dengan alih fungsi
lahan di Kabupaten Sukoharjo maka
dilakukan perhitungan hubungan antara
pertumbuhan penduduk dengan alih fungsi
lahan di Kabupaten Sukoharjo dengan
menggunakan rumus korelasi product
moment. (Lihat Tabel 3)
Berdasarkan hasil perhitungan statistik
deskriptif dapat dianalisis sebagai berikut :
Jumlah Kecamatan di Kabupaten
Sukoharjo ada 12 kecamatan
Rata-rata laju pertumbuhan
penduduk di Kabupaten Sukoharjo
sebesar 0,65% dengan standar
deviasi sebesar 0,36%.
Luas alih fungsi lahan pertanian ke
non pertanian rata-rata sebesar
118,50 Ha dengan standar deviasi
sebesar 1694,22 Ha.
Dari analisis korelasi menunjukkan
bahwa hubungan (korelasi) antara laju
pertumbuhan penduduk dengan perubahan
luas alih fungsi lahan di Kabupaten
Sukoharjo sangat lemah positif, yaitu
0,075. Arti positif adalah hubungan antara
variabel X (variabel pengaruh) dan
variabel Y (variabel terpengaruh) searah.
Maksud searah disini, semakin tinggi laju
pertumbuhan penduduk, maka akan
semakin besar pula perubahan luas alih
fungsi lahannya. Begitu juga sebaliknya,
semakin rendah laju pertumbuhan
penduduk maka akan semakin kecil pula
perubahan luas alih fungsi lahannya.
Sangat lemah disini berarti laju
pertumbuhan penduduk memiliki
dampak/pengaruh terhadap perubahan luas
alih fungsi lahan, tetapi sangat kecil. Ada
faktor-faktor lain yang lebih berpengaruh
terhadap perubahan luas alih fungsi lahan,
diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi
di Kabupaten Sukoharjo yang semakin
meningkat.
Berdasarkan analisis korelasi
didapatkan nilai sig sebesar 0,816. Pada
kasus ini nilai α = 0,05. Dari hasil
perbandingan antara nilai sig dan α
diperoleh sig = 0,816 > α = 0,05, sehingga
keputusannya Ho diterima. Artinya tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara
laju pertumbuhan penduduk dengan
perubahan luas alih fungsi lahan.
Adapun kontribusi yang diberikan
oleh laju pertumbuhan penduduk terhadap
8
perubahan luas alih fungsi lahan hanya
sebesar 0,6%. Ini berarti ada faktor lain
yang lebih berpengaruh terhadap
perubahan luas alih fungsi lahan.
Diantaranya adalah faktor pertumbuhan
ekonomi di Kabupaten Sukoharjo yang
meningkat dengan pesat, sebagai dampak
pertumbuhan ekonomi Kota Surakarta.
Pada tahun 2002 jumlah industri
sedang dan besar di Kabupaten Sukoharjo
sebanyak 109 industri dengan perincian 89
industri sedang dan 20 industri besar.
Jumlah industri terus meningkat hingga
ada tahun 2010 tercatat jumlah industri
sedang dan besar di Kabupaten Sukoharjo
sebanyak 285 industri dengan perincian
210 industri sedang dan 75 industri besar.
(Sukoharjo Dalam Angka Tahun 2002-
2010)
Tabel 1. Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Sukoharjo
Jenis Penggunaan
Lahan
Luas (Ha)
Perubahan
(Ha)
2000 % 2013 %
1 2 3 4 5 6 (4-2)
Kebun Campur 2887 6 7473 15 4586
Pemukiman 7074 15 6360 13 -715
Sawah Irigasi 8601 18 3216 7 -5385
Sawah Tadah Hujan 6599 14 8608 18 2009
Tegalan 6983 15 6849 14 -134
Tubuh Air 5862 12 4166 9 -1695
Gedung 3863 8 7198 15 3335
Hutan 5599 12 4832 10 -767
Sumber : Hasil Analisis Citra Landsat
Tabel 2. Matrik Pola Perubahan Jenis Penggunaan Lahan Tahun 2000-2013
2013 kbc pmk swi std teg air gd ht
2000
Kbc
Pmk
Swi
Std
Teg
Air
Gd
Ht
Sumber : Hasil Interpretasi Citra dan Uji Lapangan 2015
9
Tabel 3. Laju Pertumbuhan Penduduk dan Perubahan Luas Alih Fungsi Lahan di Kabupaten
Sukoharjo
Kecamatan Laju Pertumbuhan (%) Alih Fungsi Lahan (Ha)
{1} {2} {3}
010. Weru 0,31 751
020. Bulu 0,10 760
030. Tawangsari 0,38 -1020
040. Sukoharjo 0,93 -2991
050. Nguter 0,08 1263
060. Bendosari 0,75 -272
070. Polokarto 0,52 -2805
080. Mojolaban 0,96 1687
090. Grogol 1,13 2326
100. Baki 0,88 -377
110. Gatak 0,89 563
120. Kartasura 0,94 1537
Sumber : Hasil Analisis Data
Gambar 1. Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Sukoharjo Tahun 2000
10
Gambar 2. Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Sukoharjo Tahun 2013
Secara umum, faktor-faktor
penyebab terjadinya alih fungsi lahan di
Kabupaten Sukoharjo dapat diuraikan
sebagai berikut :
1. Kabupaten Sukoharjo merupakan
daerah penyangga Kota Surakarta,
sehingga ketika Kota Surakarta
sudah stagnan dan tidak bisa
dikembangkan lagi, maka
pengembangan beralih ke daerah
penyangga, yaitu Kabupaten
Sukoharjo.
2. Laju pertumbuhan penduduk di
Kabupaten Sukoharjo rata-rata
sebesar 0,7%.
3. Pertumbuhan perekonomian di
Kabupaten Sukoharjo meningkat.
4. Lahan menjadi kurang subur
disebabkan kawasan permukiman
dan industri didirikan di tengah-
tengah areal persawahan, sehingga
sawah yang ditanami padi tidak
memberi hasil yang optimal.
5. Petani pemilik lahan terdesak oleh
kebutuhan ekonomi yang semakin
meningkat.
6. Produksi padi tidak mencukupi
untuk menutup pajak bumi dan
bangunan yang tinggi karena
kepemilikan lahan sawah.
7. Regulasi yang tidak tegas di tingkat
daerah. Dalam Perda Kabupaten
Sukoharjo terdapat RUTRK
(Rencana Umum Tata Ruang Kota)
dan RTRW (Rencana Tata Ruang
Wilayah) yang melindungi lahan-
lahan produktif berupa sawah agar
tidak dialihfungsikan. Namun, pada
kenyataannya Perda tersebut tidak
dapat dijalankan secara optimal.
Daerah yang paling cepat beralih
fungsi adalah daerah di bagian Utara
Kabupaten Sukoharjo yang berbatasan
langsung dengan Kota Surakarta.
Kecamatan yang berbatasan langsung
dengan Kota Surakarta adalah Kecamatan
11
Kartasura, Grogol, dan Mojolaban. Di
ketiga kecamatan ini, pertumbuhan
ekonomi meningkat sangat pesat dan
mengakibatkan multi player effect.
Penguasaan lahan oleh para konglomerat
Cina menjadikan lahan produktif berupa
sawah beralihfungsi menjadi kawasan
pusat berbelanjaan seperti yang terjadi di
kawasan Solo Baru, Kecamatan Grogol.
Pemerintah pun turut berpartisipasi
dalam memberikan kemudahan izin
pendirian pusat perbelanjaan dan kawasan
industri bagi para investor dan pemilik
modal. Pemerintah tidak berpihak pada
petani pemilik lahan karena membebankan
pajak bumi dan bangunan yang tinggi atas
kepemilikan lahan sawah. Petani yang
tidak mampu untuk membayar pajak dan
terdesak oleh kebutuhan ekonomi akhirnya
lebih memilih untuk menjual lahannya
kepada para investor.
Beberapa kecamatan di Kabupaten
Sukoharjo bagian Utara yang tidak
berbatasan langsung dengan Kota
Surakarta, seperti Kecamatan Baki, Gatak,
dan Polokarto juga terkena dampak
pemekaran Kota Surakarta. Lahan sawah
di Kecamatan Polokarto beralih fungsi
menjadi industri pembuatan alkohol
berkadar 97% sebagai bahan baku industri
farmasi.
Kecamatan Sukoharjo merupakan
ibukota Kabupaten Sukoharjo. Sukoharjo
memiliki gaya penarik yang besar karena
merupakan ibukota Kabupaten sehingga
semua kegiatan birokrasi terpusat di
Sukoharjo. Meskipun begitu, nampaknya
jarak ke Kota Surakarta yang cukup jauh
membuat Kecamatan Sukoharjo tidak
semenarik Kecamatan Grogol dan
Kartasura.
Di Kabupaten Sukoharjo bagian
Selatan, seperti di Kecamatan Bendosari,
Nguter, Bulu, dan Tawangsari,
pertumbuhan ekonomi berjalan lambat.
Meskipun telah dibangun Kawasan
Industri Nguter di Kabupaten Nguter,
namun sampai sekarang belum ada
investor yang berani untuk membangun
pabrik di kawasan industri ini. Beberapa
hal yang menjadi penyebabnya menurut
Sutanta (2010) antara lain adalah :
1. Faktor aksesibilitas yaitu lebar dan
kapasitas jalan penghubung
Kawasan Industri Nguter dengan
jalan arteri primer, stasiun kereta
api, dan bandara sebagian besar
tidak memenuhi standar.
2. Faktor ketersediaan prasarana yaitu
ketersediaan listrik di Kawasan
Industri Nguter belum mencukupi
untuk melayani konsumsi industri.
3. Kebijakan pemerintah juga kurang
mendukung dengan adanya
penetapan lokasi industri lain, tidak
adanya badan pengelola kawasan,
dan kurangnya promosi.
Pembukaan areal pertanian baru atau
ekstensifikasi pertanian sangat sulit
dilakukan di daerah bagian Selatan
Kabupaten Sukoharjo. Hal ini dikarenakan
sebagian besar wilayahnya berupa
perbukitan kapur dan tidak produktif
ditanami padi. Jika aksesibilitas menuju ke
Kota Surakarta dipermudah dengan
membangun infrastruktur berupa jalan
arteri primer yang mendukung transfer
barang, tentunya pertumbuhan ekonomi di
Kabupaten Sukoharjo dapat didorong
untuk tumbuh di bagian Selatan dan tidak
perlu mengalihfungsikan lahan pertanian
produktif di kawasan Kabupaten
Sukoharjo sebelah Utara.
Usaha intensifikasi pertanian seperti
pembangunan embung-embung yang
berfungsi untuk menampung air hujan di
Kabupaten Sukoharjo bagian Selatan
sudah banyak dilakukan. Namun, hal ini
juga belum banyak membantu untuk
meningkatkan produksi pertanian karena
curah hujan masih tergolong rendah.
Hal ini menyebabkan pertumbuhan
ekonomi masih terpusat di Kabupaten
Sukoharjo bagian Utara karena memiliki
kemudahan aksesibilitas menuju Kota
Surakarta yang merupakan penyebab
meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi
di Kabupaten Sukoharjo.
12
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian
tentang dampak pertumbuhan penduduk
terhadap alih fungsi lahan di Kabupaten
Sukoharjo dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Laju pertumbuhan penduduk
eksponensial Kabupaten Sukoharjo
tahun 2000-2013 adalah sebesar 0,7
persen. Dengan demikian, prediksi
jumlah penduduk di Kabupaten
Sukoharjo pada tahun 2020 adalah
907.067 jiwa.
2. Pola perubahan jenis penggunaan lahan
yang paling banyak terjadi adalah jenis
penggunaan lahan kebun campur
menjadi pemukiman, sawah irigasi,
sawah tadah hujan, tegalan, dan hutan.
Hal ini seperti yang terjadi di
Kecamatan Grogol dan Kecamatan
Weru.
3. Berdasarkan hasil perhitungan korelasi
product moment diperoleh nilai rhitung
sebesar 0,075 yang berada pada
interval 0,00–0,199, sehingga
menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang sangat lemah antara
pertumbuhan penduduk dengan alih
fungsi lahan di Kabupaten Sukoharjo.
Adapun kontribusi yang diberikan oleh
laju pertumbuhan penduduk terhadap
perubahan luas alih fungsi lahan hanya
sebesar 0,6%. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa selain faktor laju
pertumbuhan penduduk, terdapat
faktor-faktor lain yang memengaruhi
perubahan luas alih fungsi lahan di
Kabupaten Sukoharjo, seperti faktor
pertumbuhan ekonomi Kota Surakarta.
SARAN
Adanya berbagai kekurangan dari
hasil pelaksanaan penelitian ini, maka
penulis memberikan saran sebagai berikut:
1. Pemerintah harus lebih tegas dalam
memberikan izin mendirikan bangunan
(IMB), apalagi pendirian suatu
industri, pabrik atau usaha padat karya
lainnya yang sesuai dengan
pertimbangan tata letak ruang
khususnya di atas lahan pertanian. Hal
ini tujuannya adalah agar Kabupaten
Sukoharjo terus mampu memberikan
kontribusi dari lahan pertanian bagi
masyarakat di Provinsi Jawa Tengah.
Selain itu juga agar mampu menjaga
ekosistem alam dan tetap menjaga
kesuburan tanah dan terjauh dari
limbah industri.
2. Pemerintah perlu mengembangkan dan
memberikan penyuluhan kepada para
petani yang ada di Kabupaten
Sukoharjo untuk melakukan
diversifikasi lahan pertanian sebagai
upaya untuk mengoptimalkan lahan
dan hasil pertanian yang semakin lama
semakin menurun luasnya.
3. Adanya keterbatasan waktu dan
sumber data dalam penelitian ini,
sehingga diharapkan pada penelitian
selanjutnya data tahunan yang
digunakan bisa lebih banyak dan bisa
memasukkan variabel-variabel yang
lebih kompleks serta bisa menganalisis
lebih jauh terhadap alih fungsi lahan di
Kabupaten Sukoharjo, terutama
mengenai dampak pertumbuhan
ekonomi Kota Surakarta.
13
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2000-2014. Sukoharjo Dalam
Angka Tahun 2000-2014.
Badan Pusat Statistik
Kabupaten Sukoharjo.
Mantra, Ida Bagoes. 2009.
Demografi Umum. Yogyakarta
: Pustaka Pelajar.
Pasaribu, A. 1981. Pengantar
Statistik. Edisi revisi. Jakarta :
Ghalia Indonesia.
Pemerintah Kabupaten Sukoharjo.
2013. Laporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintahan
Pemerintah Kabupaten
Sukoharjo Tahun 2012.
Sukoharjo : Pemerintah
Kabupaten Sukoharjo.
Siregar, Syofian. 2013. Statistik
Parametrik Untuk Penelitian
Kuantitatif. Jakarta : Bumi
Aksara.
Sutanta. 2010. Faktor-Faktor Tidak
Berkembangnya Kawasan
Industri Nguter Kabupaten
Sukoharjo. Tesis. Program
Pascasarjana Magister Teknik
Pembangunan Wilayah dan
Kota UNDIP Semarang.
Yunus, Hadi Sabari. 2010.
Metodologi Penelitian Wilayah
Kontemporer. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Yunus, Hadi Sabari. 2008. Dinamika
Wilayah Peri Urban –
Determinan Masa Depan Kota.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Yunus, Hadi Sabari. 1991. Konsepsi
Wilayah dan Prinsip
Pewilayahan. Yogyakarta :
Fakultas Geografi Universitas
Gadjah Mada.