munsiah maha *, dan harsojo

11
Risalah Seminar Nasional Pengawetan Makanan Dengan Iradiasi, Jakarta, 6- 8 Juni 1983 PENINGKA TAN MUTU UDANG BEKU DENGAN IRADIASI Munsiah Maha *, dan Harsojo * ABSTRAK - ABSTRACT Peningkatan mutu udang beku dengan iradiasi. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan kondisi iradiasi yang terbaik dalam upaya meningkatkan mutu udang beku yang diproduksi di Indonesia, khususnya untuk kebutuhan ekspor. Bahan yang digunakan yaitu udang putih Pe- naeus marquensis) bekudalam kemasan komersial, diiradiasi dengan dosis 0,2,5, 5 dan 7,5 kGy, lalu disimpan pada suhu - 20°C. Perubahan mutunya diamati setiap 2 bulan dari penyim- panan 0 sampai 6 bulan secara subyektif dan mikrobiologi dengan parameter nilai organoleptik, angka total bakteri, jumlah bakteri berbentuk koli dan kemungkinan adanya bakteri Salmonel- la, Shigella dan Vibrio. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa rupa, rasa, warna dan tekstur udang tidak berubah setelah iradiasi sampai dosis 7,5 kGy. Perubahan hanya terdeteksi pada bau udang, yaitu pada dosis 7,5 kGy timbul bau asing, namun masih dapat diterima. Iradiasi dengan dosis 5 - 7,5 kGy ternyata dapat menurunkan jumlah cemaran bakteri sebesar 2 - 3 desimal. Penyimpanan yang lama dapat pula menurunkan jumlah cemaran bakteri. Setelah 6 bulan penyimpanan, udang yang tidak diiradiasi sudah mulai busuk, sedang yang diiradiasi se- mua masih sangat baik mutunya. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa dosis sekitar 5 kGy telah cukup efektif untuk meningkatkan higiene dan sekaligus daya awet udang beku yang diproduksi secara komersial tanpa mempengaruhi sifat organoleptiknya. Quality improvement of frozen shrimps by irradiation. This experiment was carried out to determine the optimum condition of irradiation treatment in an attempt to improve the hy- gienic quality of frozen shrimps produced in Indonesia, especially to those intended for export. The materials used, frozen banana prawn (Penaeus marquensis) in commercial package, were irradiated with doses of 0; 2.5; 5 and 7.5 kGy, then stored at - 20°C. The quality were eva- luated periodically every 2 months up to 6 months' storage, using subjective and microbiologi- cal tests. The parameters observed were organoleptic score, total bacterial count, number of coliform-bacteria and the detection of Salmonella, Shigella and Vibrio present in the product. The result showed that the appearance, taste, colour and texture of the shrimps were not affected by irradiation up to 7.5 kGy. Significant change in the odour of the shrimps was only detected when irradiated at 7.5 kGy, but this change was still acceptable. Irradiation with doses of 5 - 7.5 kGy could reduce the microbial load of the shrimps by 2 - 3 log cycles. Prolonged storage could also reduce the microbial load of frozen shrimps. After 6 months storage, signi- ficant reduction in quality of the unirradiated control has been observed, while irradiated samples were still in good quality. It could be concluded that a dose of about 5 kGy was suffi- cient to improve the hygienic condition as well as the storage life of commercially produced frozen shrimps without affecting their organoleptic properties. PENDAHULUAN Udang beku merupakan komoditi ekspor utama dad hasil perikanan Indonesia, karena baik dad segi volume maupun nilai menduduki tempat teratas (1). Tetapi dengan makin ketatnya persyaratan mutu yang dikeluarkan oleh negara pengimpor, sedng terjadi bahwa setibanya di negara tujuan komoditi tersebut ditolak dengan alasan karena kandungan bakterinya terlalu tinggi, mengandung Salmonella, atau sudah mulai busuk. Udang memerlukan penanganan yang baik dan cepat sebelum sampai ke konsu- men atau dlOlah menjadi produk beku atau produk olahan yang lain, karena bersifat sangat cepat rusak. Hal ini disebabkan karena udang telah tercemar bakteri dalam jumlah cukup tinggi dad lingkungan hidupnya, terutama dad perairan dekat pantai Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BAT AN . 169

Upload: dinhdung

Post on 11-Jan-2017

230 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Munsiah Maha *, dan Harsojo

Risalah Seminar Nasional Pengawetan Makanan Dengan Iradiasi, Jakarta, 6 - 8 Juni 1983

PENINGKA TAN MUTU UDANG BEKU DENGAN IRADIASI

Munsiah Maha *, dan Harsojo *

ABSTRAK - ABSTRACT

Peningkatan mutu udang beku dengan iradiasi. Penelitian ini dilakukan untuk menentukankondisi iradiasi yang terbaik dalam upaya meningkatkan mutu udang beku yang diproduksi diIndonesia, khususnya untuk kebutuhan ekspor. Bahan yang digunakan yaitu udang putih Pe­

naeus marquensis) bekudalam kemasan komersial, diiradiasi dengan dosis 0,2,5, 5 dan 7,5kGy, lalu disimpan pada suhu - 20°C. Perubahan mutunya diamati setiap 2 bulan dari penyim­panan 0 sampai 6 bulan secara subyektif dan mikrobiologi dengan parameter nilai organoleptik,angka total bakteri, jumlah bakteri berbentuk koli dan kemungkinan adanya bakteri Salmonel­la, Shigella dan Vibrio. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa rupa, rasa, warna dan teksturudang tidak berubah setelah iradiasi sampai dosis 7,5 kGy. Perubahan hanya terdeteksi padabau udang, yaitu pada dosis 7,5 kGy timbul bau asing, namun masih dapat diterima. Iradiasidengan dosis 5 - 7,5 kGy ternyata dapat menurunkan jumlah cemaran bakteri sebesar 2 - 3desimal. Penyimpanan yang lama dapat pula menurunkan jumlah cemaran bakteri. Setelah 6bulan penyimpanan, udang yang tidak diiradiasi sudah mulai busuk, sedang yang diiradiasi se­mua masih sangat baik mutunya. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa dosis sekitar 5kGy telah cukup efektif untuk meningkatkan higiene dan sekaligus daya awet udang beku yangdiproduksi secara komersial tanpa mempengaruhi sifat organoleptiknya.

Quality improvement of frozen shrimps by irradiation. This experiment was carried out todetermine the optimum condition of irradiation treatment in an attempt to improve the hy­gienic quality of frozen shrimps produced in Indonesia, especially to those intended for export.The materials used, frozen banana prawn (Penaeus marquensis) in commercial package, wereirradiated with doses of 0; 2.5; 5 and 7.5 kGy, then stored at - 20°C. The quality were eva­luated periodically every 2 months up to 6 months' storage, using subjective and microbiologi­cal tests. The parameters observed were organoleptic score, total bacterial count, number ofcoliform-bacteria and the detection of Salmonella, Shigella and Vibrio present in the product.The result showed that the appearance, taste, colour and texture of the shrimps were notaffected by irradiation up to 7.5 kGy. Significant change in the odour of the shrimps was onlydetected when irradiated at 7.5 kGy, but this change was still acceptable. Irradiation with dosesof 5 - 7.5 kGy could reduce the microbial load of the shrimps by 2 - 3 log cycles. Prolongedstorage could also reduce the microbial load of frozen shrimps. After 6 months storage, signi­ficant reduction in quality of the unirradiated control has been observed, while irradiatedsamples were still in good quality. It could be concluded that a dose of about 5 kGy was suffi­cient to improve the hygienic condition as well as the storage life of commercially producedfrozen shrimps without affecting their organoleptic properties.

PENDAHULUAN

Udang beku merupakan komoditi ekspor utama dad hasil perikanan Indonesia,karena baik dad segi volume maupun nilai menduduki tempat teratas (1). Tetapidengan makin ketatnya persyaratan mutu yang dikeluarkan oleh negara pengimpor,sedng terjadi bahwa setibanya di negara tujuan komoditi tersebut ditolak denganalasan karena kandungan bakterinya terlalu tinggi, mengandung Salmonella, atausudah mulai busuk.

Udang memerlukan penanganan yang baik dan cepat sebelum sampai ke konsu­men atau dlOlah menjadi produk beku atau produk olahan yang lain, karena bersifatsangat cepat rusak. Hal ini disebabkan karena udang telah tercemar bakteri dalamjumlah cukup tinggi dad lingkungan hidupnya, terutama dad perairan dekat pantai

• Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BAT AN .

169

Page 2: Munsiah Maha *, dan Harsojo

yang mudah tercemar oleh bakteri dari tanah dan air limbah. Di samping itu, ke·nyataan menunjukkan bahwa daging udang merupakan media yang lebih baik untukpertumbuhan bakteri pembusuk bila dibandingkan dengan daging ikan, karena me·ngandung lebih banyak karbohidrat dan senyawa nitrogen yang dapat· terekstraksi,dengan pH lebih tinggi, yaitu sekitar 7 atau lebih (2).

Cara penanganan yang lazim dilakukan pada udang yang akan dibekukan ialahpendinginan 'dengan es segera setelah ditangkap; dan pada proses peneueian di pa­brik pembekuan telah diterapkan pula peneucian dengan air yang mengandungkhlor untuk mengurangi jumlah bakteri yang meneemarinya. Usaha demikian ter­nyata belum eukup aman untuk menghasilkan udang beku yang memenuhi persya­ratan ekspor yaitu dengan angka total bakteri maksimum 5xlOs per gram, bebasSal­monella dan E. coli, serta beberapa persyaratan lain. Hal ini terlihat dari jumlahudang beku ekspor yang ditolak FDA Amerika Serikat sampai saat ini. Sampaitahun 1982, nilai udang beku yang ditolak meneapai jutaan dollar setiap tahun (Ta­bell). Keadaan demikian perlu mendapat perhatian khusus, karena selain meng­akibatkan kerugian materi, dapat pula menimbulkan citra yang kurang baik akankomoditi Indonesia pad a umumnya di pasaran dunia.

Persoalan eemaran mikroba yang tinggi terutama bakteri patogen, pada bahanmakanan sumber protein hewani segar, tidak hanya dijumpai di Indonesia tetapibahkan di negara maju sekalipun. Proses pasteurisasi panas tidak dapat diterapkanpada daging atau udang segar karena akan mempengaruhi kesegarannya.

Di berbagai negara dewasa ini telah dikembangkan teknik pasteurisasi dingindengan menggunakan energi radiasi yang disebut proses radurisasi. Cara tersebutternyata eukup ampuh dan penggunaannya untuk beberapa komoditi telah dilegali­sasi, misalnya daging sapi, babi dan kelinci (Rusia), daging ayam (Rusia, Belanda,Afrika Selatan, Kanada dan Israel), udang (Australia danBelanda), dan paha kodok(Belanda) (3,4,5).

Berdasarkan latar belakang tersebut, proses iradiasi ini akan dieoba pula padaudang beku yang diproduksi seeara komersial di Indonesia.

BAHAN DAN TATA KERJA

Bahan dan Alat. Bahan pereobaan yang digunakan ialah udang putih atau jer­bung (Penaeus marquensis) berukuran antara 124 - 140 ekor per kg yang diambildari tambak di daerah Jawa Tengah, dan diproses menjadi udang beku berkualitasekspor oleh salah satu perusahaan pembekuan di Jakarta. Udang beku berukuran

komersial, yaitu masing-masing sekitar 1,8 kg berat bersih, dikemas dalam kantongplastik polietilen, lalu dimasukkan ke dalam dos karton berukuran 29 x 18,5 x 6,5em3. Selanjutnya dimasukkan ke dalam dos yang lebih besar yang dapat memuat 6dos keeil. Densitas udang beku sekitar 0,79.

Contoh udang beku dibawa ke laboratorium dalam wadah yang terbuat daribusa putih ("styrofoam") dan didinginkan dengan es. Selanjutnya disimpan padasuhu _20°C sebelum diiradiasi.

Iradiasidilakukan dalam iradiator panorama serba guna yang ada di Pusat Apli.kasi Isotop dan Radiasi, Pasar Jumat, Jakarta,dengan laju dosis 1,60 - 4,29 kGy/jam. Untuk pengujian mikrobiologi digunakan media dan senyawa pereaksi buatan

170

Page 3: Munsiah Maha *, dan Harsojo

Merck dan Difco.

Rancangan Percobaan. Percobaan dilakukan sebagai percobaan faktorial denganmenggunakan rancangan acak lengkap, dengan perlakuan dosis iradiasi 4 taraf danlama penyimpanan 4 taraf. Percobaan dilakukan dengan 2 ulangan.

Perla/awn Iradiasi dan Penyimpanan. Udang beku diiradiasi dengan dosis 2,5;5 dan 7,5 kGy selama 2 jam tanpa pendinginan tambahan selama iradiasi. Distribusidosis radiasi :dalam. kemasan udang diukur dengan menempatkan dosimeter pers­peks pada tempat-tempat yang telah diketahui akan menerima radiasi paling rendahdan paling tinggi.

Setelah diiradiasi, udang disimpan.kembali dalam ruang beku bersana-samadengan contoh udang yang tidak diiradiasi untuk pembanding. Selanjutnya udangdiamati secara subjektif dan mikrobiologi setiap 2 bulan mulai dari penyimpanan asampai 6 bulan pada suhu - 20°C. Parameter yang diamati ialah angka total bak­teri, jumlah cemaran bakteri berbentuk koli, nilai organoleptik dan deteksi E. coU,

Salmonella, Shigella dan Vibrio.

Penentuan Salmonela, Shigela dan Vibrio. Suspensi bakteri diinokulasikan kedalam media "Bacto Selenic Broth" buatan Difco lalu dikocok dan dieram padasuhu 37°C selama 18 - 24 jam. Kemudian ditanam pada media agar Salmonella­Shigella (SS) buatan Difco dan dieram pada suhu 37°C selama 24 - 48 jam. Sal­monella akan membentuk koloni berwarna hitam di tengah, sedang Shigella tidak.Koloni yang tersangka selanjutnya ditanam pada media agar "Triple Sugar Iron"

(TS!), lalu diperiksa dengan uji pergerakan ("motility"), analisa biokimia uan sera­logi.

Bakteri Vibrio dideteksi dengan cara mengoleskan suspensi bakteri pada mediaagar "Thiosulfate Bile Salt Sucrose" (TCBS) buatan Difco, lalu dieram pada suhu37°C selama 24 jam. Koloni yang berwarna biru kehijauan pada bagian tengahnyaatau kuning kecoklat-coklatan dengan diameter 2 - 4 mm diisolasi lalu diidentifi­kasi dengan uji bio-kimia.

Pemeriksaan Subjektif Udang beku setelah dilelehkan dan dicuci dengan airmengalir, sebagian dicelupkan dalam air garam 5% lalu digoreng dan sisanya di­biarkan dalam keadaan mentah. Kemudian disuguhkan kepada 23 orang panelisuntuk dinilai mutunya sebelum dan sesudah digoreng dengan menggunakan skalahedonik. Contoh yang tidak diiradiasi dan yang diiradiasi diberi kode yang ber­lain-lainan. Parameter yang diamati ialah rupa, warna, bau, tekstur dan rasa.

HASIL

HasH uji mikrobiologi segera setelah iradiasi dan setelah penyimpanan sampai6 bulan pada suhu - 20°C diperlihatkan pada Tabel 2.

Terlihat bahwa iradiasi dengan dosis 5 - 7,5 kGy dapat menurunkan jumlahcemaran bakteri sebesar 2 - 3 desimal. Penyimpanan yang lamadapat pula me­nurunkan jumlah cemaran bakteri. Demikian pula jumlah cemaran bakteri koli me­nurun akibat iradiasi dan penyimpanan.

Salmonella, Shigella dan Vibrio tidak ditemukan pada semua contoh yang di-

171

Page 4: Munsiah Maha *, dan Harsojo

amati. E. coli hanya ditemukan pada kontrol yang tidak diiradiasi.

Hasil pengamatan subjektif menunjukkan bahwa rupa, rasa, warna dan teksturudang tidak berubah setelah diiradiasi sampai dosis 7,5 kGy. Perubahan yang dapatterdeteksi secara subjektif hanya pada bau udang, yaitu pada dosis 7,5 kGy mulaitimbul bau asing, namun masih dalam batas yang dapat diterima. Bau asing terse buttetap tercium, meskipun sudah disimpan sampai 6 bulan.

Setelah 6 bulan penyimpanan perbedaan mutu udang iradiasi dengan yangtidak diiradiasi sudah jelas terlihat. Kontrol mulai busuk dan berwarna hit am ke­merah-merahan, tekstur lembek, dan setelah digoreng warnanya tidak kuning ke·merahan seperti layaknya udang segar, tetapi merah keunguan. Semua contoh yangdiiradiasi masih dalam keadaan baik setelah penyimpanan 6 bulan.

Nilai organoleptik udang beku sebelum dan sesudah iradiasi dan penyimpanandiperlihatkan pada Tabel 3. Terlihat bahwa setelah penyimpanan 6 bulan nilaiudang yang tidak diiradiasi sudah menurun sangat nyata sedang yang diiradiasihampir tidak berubah.

Hasil pengukuran dosimeter udang beku menunjukkan bahwa keseragamandosis radiasi yang terse rap dalam bahan makin baik bila contoh diletakkan padajarak yang makin jauh dari sumber radiasi. Atau dengan perkataan lain, keseragam­an dosis dalam bahan makin baik pada daerah dengan laju dosis yang makin rendah.Keseragaman dosis radiasi ditentukan dari perbandingan harga dosis maksimum dandosis minimum yang terse rap dalam bahan (Tabel 4).

PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa dosis sekitar 2,5 - 3 kGy telah dapatmenurunkan angka total bakteri sampai jauh di bawah 10s per gram yang merupa­kan batas maksimum yang diperbolehkan untuk komoditi ekspor. Tetapi dosis seki­an belum aman untuk menghilangkan Salmonella at au bakteri patogen lain yangmungkin ada, karena menurut LICCIARDELLO dkk. dan ANELLIS dkk. yang di­kutip oleh WILLS (6), pada keadaan beku, resistensi sebagian besar bakteri terha­dap radiasi hampir 2 kali lebih tinggi daripada suhu kamar atau suhu rendah. Hal inidisebabkan karena pada keadaan beku, difusi molekuler radikal bebas yang ter­bentuk terhambat, sehingga efek tidak langsung radiasi pada mikroba hampir selu­ruhnya terhambat. Demikian pula perubahan kimia pada konstituen bahan pangan,misalnya protein, akan kecil sekali bila iradiasi dilakukan pada keadaan beku sepertiyang dilaporkan oleh TAVB dkk. (7).

Menurut KAMPELMACHER (8), untuk menghilangkan bakteri patogen yangtidak berspora pada bahan pangan beku diperlukan dosis 5 kGy. MOSSEL (9)menganjurkan dosis 6 - 8 kGy untuk menghilangkan Salmonella pada daging ayambeku. LEY (10) telah membuktikan pula bahwa dosis 6,5 kGy dapat menurunkanjumlah cemaran jenis Salmonella yang paling tahan radiasi pada daging beku sebesar6 desimal, sehingga dosis terse but dianggap cukup efektif untuk menghilangkanSalmonella yang mencemari daging secara alamiah.

Hasil penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan pula bahwa dosis 4kGy cukup efektif untuk menghilangkan Salmonella parathyphi B yang diinokulasi­kan pada paha kodok beku (11 ).

172

Page 5: Munsiah Maha *, dan Harsojo

Dosis inidiasi yang telah dHegalisasi dan digunakan secara kornersial pada be·berapa produk beku di negara lainpun urnurnnya 5 kGy atau lebih. Misalnya diIsrael 7 kGy untuk daging ayarn (3), di Australia 6 - 8 kGy untuk udang beku(6), di Kanada 7 kGy untuk daging ayam (3) di Rusia 6 kGy untuk daging ayam(12) dan WHO rnenganjurkan dosis rnaksirnurn 7 kGy. HasH uji toksikologi yang di·lakukan oleh LOGTEN dkk (1972) yang dikutip oleh WILLS (6) rnenyimpulkanbahwa udang yang diiradiasi dengan dosis pasteurisasi dan bahkan dengan dosissterilisasi sarnpai 56 kGy pun tidak rnenimbu1kan efek keracunan atau berbahayapada hewan percobaan yang rnernakannya.

KESIMPULAN

Secara keseluruhan dapat disirnpulkan bahwa iradiasi dengan dosis sekitar 5kGy telah cukup arnpuh untuk rneningkatkan higiene udang beku yang diproduksisecara kornersial di Indonesia sehingga dapat rnernenuhi persyaratan untuk ekspor.Dengan perlakuan dernikian daya simpan udang beku dapat diperpanjang sampailebih dari 6 bulan, sedang yang tidak diiradiasi hanya tahan rnaksimal sarnpai 6bulan.

Pada pernakaian dosis iradiasi di atas 7 kGy, dapat timbul bau asing yang dapatterdeteksi oleh konsurnen. Oleh karena itu, dosis sekitar 5 - 7 kGy dapat dianjur­kan sebagai dosis terbaik untuk udang beku.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terirnakasih disarnpaikan kepada Saudara Kicky LTK beserta staf Fasi­litas !radiator PAIR yang telah rnernbantu dalam pengukuran dosirnetri.

Ucapan yang sarna disarnpa:.kan pula kepada Saudara Cecep M. Nurcahya danSuryono at as bantuannya dalam rnelaksanakan penelitian ini.

PUSTAKA

1. SOFY AN ILYAS, "Memperkembangkan metode pengolahan tradisional hasH perikananIndonesia", Laporan Loka Karya Teknologi Pengolahan Ikan Secara Tradisional, Jakarta26 Februari - Mart (1979) 38.

2. HOUWING, H., Technical, Economic and Organizational Conditions for an IndustrialPlant for Irradiation Preservation of Shrimps (Technical and Economic Report ITE No.85), Commission of the European Communities, Eurisotop Office (1974).

3. Food irradiation Newsletter 1 3 (1977) 37.4. MUNSIAH MAHA, Prospek penggunaan tenaga nuklir dalam bidang teknologi pangan,

Majalah BATAN III 2 (1982) 26.5. Food Irradiation Newsletter 62 (1982) 49.6. WILLS P.A., "Commercial application of freezing-irradiation combination process for

pasteurization of two specific batches of cooked, peeled shrimps", Combination Processesin Food Irradiation (proc. Symp. Colombo, 1980), IAEA, Vienna (1981), 291.

7. TAUB, LA., KAPRIELIAN, R.A., and HALLIDAY, J.W., "Radiation chemistry of highprotein foods irradiated at low temperature", Food Preservation by irradiation, Vol. I(proc. Symp. Wageningen, 1977), IAEA, Vienna (1978) 371.

8. KAMPELMACHER, E.H., "Prospects of eliminating pathogens by the process of food irra·diation", Combination Processes in Food Irradiation (Proc. Symp. Colombo, 1980),IAEA, Vienna (1981) 265.

9. MOSSEL, D.A.A., "Prospectives for the use of ionizing radiation in the decontamination(Salmonella radicidation) of some proteinaceous foods and dry mixed ingredients", FoodIrradiation (Proc. Symp. Karlsruhe, 1966), IAEA, Vienna (1966) 365.

173

Page 6: Munsiah Maha *, dan Harsojo

10. LEY, F.J., "Ionizing radiation for the elimination of Salmonella from frozen meat", Eli·mination of Harmful Organisms from Food and Feed by Irradiation (Proc. Panel Zeist,1967), lAEA, Vienna (1968) 29.

11. PERANGINANGIN, R., dan TAMBUNAN, P.R., "Penggunaan iradiasi untuk mendekon­taminasi Salmonella dari paha kodok", Kolokium Aplikasi Teknik Nuklir di Bidang Per­tanian dan Biologi, Jakarta, BATAN (1982).

12. KAMPELMACHER, E.H., Irradiation for control of Salmonella and other patogens inpoultry and fresh meats, Food Techno!. 37 2 (1983) 117.

Tabell. Nilai udang beku ekspor Indonesia yang ditolak FDA Amerika Serikat.

Tahun

197419751976197719781979198019811982

Sumber: Kedutaan Besar RI di Amerika Serikat dan BPEN

174

Nilai (US $)

1.212.590,07341.354,48389.133,00200.671,80

37.160,003.017.868,205.046.064,091.203.484,001.070.407,00

Page 7: Munsiah Maha *, dan Harsojo

Tabel 2. Hasil penentuan angka total bakteri dan bakteri berbentuk koli pada udangbeku.

Masa simpan(bulan)

Angka total bakteri (selIg)

Dos i s (kGy)

Bakteri berbentuk koli (JPT/g)

o 2,5 5 7,5 o 2,5 5 7,5

o2

46

(0,36 - 5,83) 10·(3,50 - 6,40) 10'(1,25 - 4,75) 10·(1,8 - 4,1 ) 10·

(3,35 - 8,38) 10·(1,40 - 6,50) 10·(2,45 - 4,60) 103(1,2 - 3,1 ) 103

(4,38 - 7,68) 103(1,50 - 2,60) 103(0,8 - 2,0 ) 10'

50 - 100

(1,48 - 2,80) 103(1,0 -2,3) 10320 - 457 - 14

4646

0,7 - 2,80-0,3

21 - 24 2,3 - 6,4 1,4 - 2,15-211,4-2,80,9-1,4

0,3 - 0,4 0 0000

-.JU>

HasH daTi 2 ulangan percobaan.

Page 8: Munsiah Maha *, dan Harsojo

Tabe13. Nilai organoleptik udang beku iradiasi dan non-iradiasi selama penyimpan-oan pada suhu - 20 C.

Masa simpan(bulan)

o246

Dosis (kGy)

0

2,557,5

70a

7,1 a7,2a7,2a6:7ab

6,9a6,9a6,6a64ab

7,2a7,2a6,6a, 5,6c 6,7a7,Oa7,1 a

a,b,c: Nilai rata-rata yang t~rdapat dalarn kolorn atau baris yang sarna, yang tidakditandai dengan huruf yang sarna berarti berbeda nyata (p <0,05).

Tabel4. Hasil pengukuran dosimeter udang beku.

Dosis yang di­

inginkan (kGy)

2,55,07,5

176

Dosis terse rap (kGy)

Drnin Drnaks

2,63 3,194,75 5,976,20 8,58

1,2141,2581,385

Page 9: Munsiah Maha *, dan Harsojo

DlSKUSI

P. LOAHARANU:

I. What is the percentage of rejection of frozen shrimp in the USA to total exportvalue of shrimp from Indonesia ?

2. What are the main ,causes: of FDA rejection of frozen shrimp from Indonesia?

Comments

Irradiation can not and should not be used as a replacement of good handling andsanitary practice in processing. Irradiation should be used only for treating goodquality products to eliminate any residual contamination especially by certain pa­thogenic microorganisms.

MUNSIAH MAl-IA:

I. In 1979, about 34%.

2. High bacterial load, Salmonella, Arizona, decomposed and unlabelled.

T. KAWABATA:CommentsWe know that the irradiation treatment is effective to decrease bacterial number.

Judging from high levels of initial bacterial contents of frozen shrimp, Volatile BaseNitrogen (VBN) level must be high, and irradiation treatment never affect to de­crease the VBN of the product. In this meaning, we should pay much attention tokeep good sanitary handling of raw material before freezing.

MUNSIAH MAHA:

Thank you for your comments.

NELLY:

I. Kalau saya tidak salah tangkap, tujuan iradiasi pada udang beku hanya mengu­rangi jumlah mikroba. Apabila produk yang dihasilkan telah baik, apa masihperlu untuk diiradiasi, atau dengan kata lain apakah tetap dianjurkan agar se­mua produk udang beku harus diiradiasi.

2. Apabila organoleptik akan berubah bila diiradiasi pada 7 kGy, demikian pulatekstur, apakah telah diteliti juga kemungkinan adanya toksin-toksin akibat ira­diasi tadi.

3. Apakah temperatur yang rendah misalnya _20°C tidak cukup untuk memati­kan ataupun untuk mencegah pertumbuhan jenis-jenis mikroba tertentu? Apa­lagi pada temperatur lebih rendah'(dengan "dry ice").

4. Apakah penurunan jumlah mikroba dengan lamanya penyimpanan merupakanhubungan yang linier ?

MUNSIAH MAHA:

I . Kalau produk yang dihasilkan sudah dipastikan baik mutunya dan dapat me­menuhi persyaratan untuk ekspor, tidak perlu diiradiasi. Tetapi kenyataan yangdialami sampai saat ini, mutu udang beku Indonesia masih belum memuaskan

importir terutama FDA Amerika Serikat sehingga banyak yang ditolak. Jadi

177

Page 10: Munsiah Maha *, dan Harsojo

masih perlu perbaikan cara pengolahannya, dan iradiasi merupakan salah satucara yang dapat dianjurkan.

2. Hasil penelitian di luar negeri menunjukkan bahwa iradiasi pada kondisi bekudapat mencegah atau mengurangi perubahan kimia yang dapat menurunkannilai gizi makanan atau pembentukan senyawa yang bersifat toksik, demikianpula sifat organoleptiknya.

3. Kenyataan menunjukkan bahwa pembusukan tetap terjadi pada kontrol padasuhu - 20De meskipun jumlah kandungan bakterinya makin menu run selamapenyimpanan. Dengan iradiasi, bakteri gram negatif yang memang merupakanbakteri pembusuk dapat dibunuh dengan dosis yang relatif rendah karena pekaterhadap iradiasi, sehingga daya awet udang iradiasi lebih lama.

4. Kalau dicari persamaan regresinya, mungkin linier atau kuadratik. Kami tidakmenghitung karena informasi demikian tidak terlalu perlu untuk penelitian ini.

S. JONI MUNARSO:

Disebutkan bahwa kriteria untuk pemilihan dosis terbaik adalah dari segi mikrobio­logi, segi organoleptik dan segi bakteri patogen. Yang saya tanyakan: Bisakah di­tambahkan bahwa segi ekonomi (penghematan) juga berpengaruh pada pemilihandosis 5 kGy sebagai dosis yang terbaik? Sebab jika dari ketiga segi di atas sudah baiktetapi ternyata biaya pemakaian dosis 5 at au 7,5 kGy sarna besarnya, maka dosis7,5 kGy akan lebih baik. Sedang jika dosis 7,5 kGy lebih mahal, maka pemilihananda pad a 5 kGy adalah sudah cukup baik. Jika memang demikian, kiranya per­tanyaan saya ini bisa dipakai sebagai saran/tambahan.

MUNSIAH MAHA:

Memang benar bahwa pemilihan dosis akan menentukan pulasegi ekonominya.Makin tinggi dosis, makin mahal biaya radiasi karena makin lama waktu yang di­perlukan untuk mencapainya. Di samping kurang ekonomis, pada dosis 7,5 kGymulai timbul bau asing yang dapat mempengaruhi penerimaan konsumen.

YANUARSO EDDY H.:

Saya belum mengerti tentang iradiasi.1. Dapatkah teknik iradiasi dipakai untuk membunuh/menghambat pertumbuhan

bakteri patogen (seperti: Salmonella, Shigella spp., Hemophilus gallinarum,dll.) pada ternak hidup yang sakit?

2. Adakah efek buruk teknikiradiasi tersebut terhadap produksi ternak (telur,daging, susu)? .

MUNSIAH MAHA:

1. Semua jenis bakteri termasuk bakteri patogen dapat dibunuh dengan iradiasi.Tetapi ivadiasi tidak dapat dilakukan pada hewan/ternak hidup karena hewan­nya sendiri akan ikut terbunuh. Biasanya iradiasi digunakan pada daging hewanpotong untuk membunuh bakteri patogen yang mencemarinya.

2. Efek radiasi terhadap produksi ternak yang diiradiasi tidak dipelajari karenabukan bidang kami.

178

Page 11: Munsiah Maha *, dan Harsojo

SOEWARDJO ADIKOESOEMO:

I. Dalam penelitian ini hanya menggunakan 3 variableangka total bakterikandungan bakteri colinilai organoleptik

Tetapi titik optimalnya dicapai pada 5 kGy tidak saya lihat dari grafik parabo­lis (presentasi tidak menunjukkan). Mohon dijelaskan.

2. Di Amerika (Australia) pada penelitian yang sarna terdapat optimalisasi pada6 - 8 kGy. Untuk penelitian anda menyebutkan antara 5 - 7,5 kGy. Tapi pada7,5 kGy radiasi menu rut anda terjadi bau, meski masih segar. Oleh karena ituapa tidak sebaiknya optimasi yang terbaik adalah dalam "range" misalnya 5-7kGy. Mohon penjelasan.

MUNSIAH MAHA:

I. Dalam penelitian ini hanya digunakan 3 parameter. Tetapi dalam mengambilkesimpulan, perlu ditinjau parameter lain yang sudah banyak dipelajari penelitilain yaitu kemungkinan adanya bakteri patogen misalnya Salmonella yang me­nurut pus taka, dapat dibunuh dengan dosis 5 kGy atau lebih. Untuk mendapat­kan kondisi optimum, hasil pengamatan tidak perlu hams selalu dibuat dalambentuk grafik. Dari segi mikrobiologi, dosis minimum supaya aman dari ke­mungkinan adanya bakteri patogen sekitar 5 kGy. Dari segi organoleptik, dosisyang digunakan hams <7,5 kGy. Bila disesuaikan dengan pustaka dan anjuranWHO, maka dapat disimpulkan yang terbaik sekitar 5 - 7 kGy.

2. Memang.demikian, dosis terbaik sekitar 5 - 7 kGy.

179