mukhtamar

6
1. Lihat : Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas, dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2004 M), halaman 15-17), Pengantar: Rais 'Am PBNU, DR.KH.MA Sahal Mahfudh, Penerbit Lajnah Ta'lif wan Nasyr (LTN) NU Jawa Timur dan Khalista, cet.III, Pebruari 2007. 2. Masalah Keagamaan Jilid 1 - Hasil Muktamar dan Munas Ulama Nahdlatul Ulama Kesatu/1926 s/d/ Ketigapuluh/2000, KH. A.Aziz Masyhuri, Penerbit PPRMI dan Qultum Media Muktamar NU ke-1 di Surabaya tanggal 13 Rabiuts Tsani 1345 H/21 Oktober 1926 Mencantumkan pendapat Ibnu Hajar al-Haitami dan menyatakan bahwa selamatan kematian adalah bid’ah yang hina namun tidak sampai diharamkan dan merujuk juga kepada Kitab Ianatut Thalibin. Namun Nahdliyin generasi berikutnya menganggap pentingnya tahlilan tersebut sejajar (bahkan melebihi) rukun Islam/Ahli Sunnah wal Jama’ah. Sekalipun seseorang telah melakukan kewajiban-kewajiban agama, namun tidak melakukan tahlilan, akan dianggap tercela sekali, bukan termasuk golongan Ahli Sunnah wal Jama’ah. Di zaman akhir yang ini dimana keadaan pengikut sunnah seperti orang ‘aneh’ asing di negeri sendiri, begitu banyaknya orang Islam yang meninggalkan kewajiban agama tanpa rasa malu, seperti meninggalkan Sholat Jum’at, puasa Romadhon,dll. Sebaliknya masyarakat begitu antusias melaksanakan tahlilan ini, hanya segelintir orang yang berani meninggalkannya. Bahkan non-muslim pun akan merasa kikuk bila tak melaksanakannya. Padahal para ulama terdahulu senantiasa mengingat dalil-dalil yang menganggap buruk walimah (selamatan) dalam suasana musibah tersebut. Dari sahabat Jarir bin Abdullah al-Bajali: “Kami (para sahabat) menganggap kegiatan berkumpul di rumah keluarga mayit, serta penghidangan makanan oleh mereka merupakan bagian dari niyahah (meratapi mayit)”. (Musnad Ahmad bin Hambal (Beirut: Dar al-Fikr, 1994) juz II, hal 204 & Sunan Ibnu Majah (Beirut: Dar al-Fikr) juz I, hal 514) MUKTAMAR I NAHDLATUL ULAMA (NU) KEPUTUSAN MASALAH DINIYYAH NO: 18 / 13

Upload: andri-gue

Post on 13-Apr-2015

20 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: mukhtamar

1. Lihat : Ahkamul Fuqaha,Solusi Problematika HukumIslam, Keputusan Muktamar,Munas, dan KonbesNahdlatul Ulama (1926-2004M), halaman 15-17),Pengantar: Rais 'Am PBNU,DR.KH.MA Sahal Mahfudh,Penerbit Lajnah Ta'lif wanNasyr (LTN) NU Jawa Timurdan Khalista, cet.III, Pebruari2007.2. Masalah Keagamaan Jilid 1 -Hasil Muktamar dan MunasUlama Nahdlatul UlamaKesatu/1926 s/d/Ketigapuluh/2000, KH.A.Aziz Masyhuri, PenerbitPPRMI dan Qultum Media

Muktamar NU ke-1 di Surabaya tanggal 13 Rabiuts Tsani 1345 H/21 Oktober 1926

Mencantumkan pendapat Ibnu Hajar al-Haitami dan menyatakan bahwa selamatan kematian adalah bid’ah yang hina namun tidak sampai diharamkan dan merujuk juga kepada Kitab Ianatut Thalibin.

Namun Nahdliyin generasi berikutnya menganggap pentingnya tahlilan tersebut sejajar (bahkan melebihi) rukun Islam/Ahli Sunnah wal Jama’ah. Sekalipun seseorang telah melakukan kewajiban-kewajiban agama, namun tidak melakukan tahlilan, akan dianggap tercela sekali, bukan termasuk golongan Ahli Sunnah wal Jama’ah.

Di zaman akhir yang ini dimana keadaan pengikut sunnah seperti orang ‘aneh’ asing di negeri sendiri, begitu banyaknya orang Islam yang meninggalkan kewajiban agama tanpa rasa malu, seperti meninggalkan Sholat Jum’at, puasa Romadhon,dll.

Sebaliknya masyarakat begitu antusias melaksanakan tahlilan ini, hanya segelintir orang yang berani meninggalkannya. Bahkan non-muslim pun akan merasa kikuk bila tak melaksanakannya. Padahal para ulama terdahulu senantiasa mengingat dalil-dalil yang menganggap buruk walimah (selamatan) dalam suasana musibah tersebut.

Dari sahabat Jarir bin Abdullah al-Bajali: “Kami (para sahabat) menganggap kegiatan berkumpul di rumah keluarga mayit, serta penghidangan makanan oleh mereka merupakan bagian dari niyahah (meratapi mayit)”. (Musnad Ahmad bin Hambal (Beirut: Dar al-Fikr, 1994) juz II, hal 204 & Sunan Ibnu Majah (Beirut: Dar al-Fikr) juz I, hal 514)

MUKTAMAR I NAHDLATUL ULAMA (NU) KEPUTUSAN MASALAH DINIYYAH NO: 18 / 13 RABI’UTS TSAANI 1345 H / 21 OKTOBER 1926 DI SURABAYA

TENTANG KELUARGA MAYIT MENYEDIAKAN MAKAN KEPADA PENTAKZIAH

TANYA :

Bagaimana hukumnya keluarga mayat menyediakan makanan untuk hidangan kepada mereka yang datang berta’ziah pada hari wafatnya atau hari-hari berikutnya, dengan maksud bersedekah untuk mayat tersebut? Apakah keluarga memperoleh pahala sedekah tersebut?

JAWAB :

Menyediakan makanan pada hari wafat atau hari ketiga atau hari ketujuh itu hukumnya MAKRUH, apabila harus dengan cara berkumpul bersama-sama dan pada hari-hari tertentu, sedang hukum makruh tersebut tidak menghilangkan pahala itu.

Page 2: mukhtamar

KETERANGAN :

Dalam kitab I’anatut Thalibin Kitabul Janaiz:

“MAKRUH hukumnya bagi keluarga mayit ikut duduk bersama orang-orang yang sengaja dihimpun untuk berta’ziyah dan membuatkan makanan bagi mereka, sesuai dengan hadits riwayat Ahmad dari Jarir bin Abdullah al Bajali yang berkata: ”kami menganggap berkumpul di (rumah keluarga) mayit dengan menyuguhi makanan pada mereka, setelah si mayit dikubur, itu sebagai bagian dari RATAPAN (YANG DILARANG).”

Dalam kitab Al Fatawa Al Kubra disebutkan :

“Beliau ditanya semoga Allah mengembalikan barokah-Nya kepada kita. Bagaimanakah tentang hewan yang disembelih dan dimasak kemudian dibawa di belakang mayit menuju kuburan untuk disedekahkan ke para penggali kubur saja, dan TENTANG YANG DILAKUKAN PADA HARI KETIGA KEMATIAN DALAM BENTUK PENYEDIAAN MAKANAN UNTUK PARA FAKIR DAN YANG LAIN, DAN DEMIKIAN HALNYA YANG DILAKUKAN PADA HARI KETUJUH, serta yang dilakukan pada genap sebulan dengan pemberian roti yang diedarkan ke rumah-rumah wanita yang menghadiri proses ta’ziyah jenazah.

Mereka melakukan semua itu tujuannya hanya sekedar melaksanakan kebiasaan penduduk setempat sehingga bagi yang tidak mau melakukannya akan dibenci oleh mereka dan ia akan merasa diacuhkan. Kalau mereka melaksanakan adat tersebut dan bersedekah tidak bertujuaan (pahala) akhirat, maka bagaimana hukumnya, boleh atau tidak?

Apakah harta yang telah ditasarufkan, atas keingnan ahli waris itu masih ikut dibagi/dihitung dalam pembagian tirkah/harta warisan, walau sebagian ahli waris yang lain tidak senang pentasarufan sebagaian tirkah bertujuan sebagai sedekah bagi si mayit selama satu bulan berjalan dari kematiannya. Sebab, tradisi demikian, menurut anggapan masyarakat harus dilaksanakan seperti “wajib”, bagaimana hukumnya.”

Beliau menjawab bahwa semua yang dilakukan sebagaimana yang ditanyakan di atas termasuk BID’AH YANG TERCELA tetapi tidak sampai haram (alias makruh), kecuali (bisa haram) jika prosesi penghormatan pada mayit di rumah ahli warisnya itu bertujuan untuk “meratapi” atau memuji secara berlebihan (rastsa’).

Dalam melakukan prosesi tersebut, ia harus bertujuan untuk menangkal “OCEHAN” ORANG-ORANG BODOH (yaitu orang-orang yang punya adat kebiasaan menyediakan makanan pada hari wafat atau hari ketiga atau hari ketujuh, dst-penj.), agar mereka tidak menodai kehormatan dirinya, gara-gara ia tidak mau melakukan prosesi penghormatan di atas.

Dengan sikap demikian, diharapkan ia mendapatkan pahala setara dengan realisasi perintah Nabi terhadap seseorang yang batal (karena hadast) shalatnya untuk menutup hidungnya dengan tangan (seakan-akan hidungnya keluar darah). Ini demi untuk menjaga kehormatan dirinya, jika ia berbuat di luar kebiasaan masyarakat.

Tirkah tidak boleh diambil / dikurangi seperti kasus di atas. Sebab tirkah yang belum dibagikan mutlak harus disterilkan jika terdapat ahli waris yang majrur ilahi. Walaupun ahli warisnya sudah pandai-pandai, tetapi sebagian dari mereka tidak rela (jika tirkah itu digunakan sebelum dibagi kepada ahli waris).

[Buku "Masalah Keagamaan" Hasil Muktamar/ Munas Ulama NU ke I s/d XXX (yang terdiri dari 430 masalah) oleh KH. A. Aziz Masyhuri ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma'ahid Islamiyah dan Pengasuh Ponpes Al Aziziyyah Denanyar Jombang. Kata Pengantar Menteri Agama Republik Indonesia : H. Maftuh Basuni]

Keterangan lebih lengkapnya lihat dalam Kitab I’anatut Thalibin Juz 2 hal. 165 -166 , Seperti terlampir di bawah ini :

Page 3: mukhtamar

: بقوله - - مات قد له ابن في يعزيه بعضأصحابه إلى عنه الله رضي الشافعي االمام أرسل وقدوال * * * * ميته بعد بباق المعزى فما الدين سنة ولكن الخلود، من ثقة على إني ال معزيك إني : من والتحذير االجر، بوعد عليه والحمل بالصبر، االمر هي والتعزية حين إلى عاشا ولو المعزي : أجرك، الله أعظم فيها فيقال المصيبة، بجبر وللحي بالمغفرة للميت والدعاء بالجزع، الوزر . المسلم تعزية في وهذا ذلك نحو أو أخلفعليك، أو معصيتك، وجبر لميتك، وغفر عزاءك، وأحسن.بالمسلم

: الكفر يغفر ال الله الن لميتك، وغفر فيها يقال فال بالكافر المسلم تعزية .وأما

. أهل جميع بها يعم أن ويسن مضيها بعد وتكره الموت، من أيام ثالثة مضي قبل وهيمستحبةمحارمهما، إال يعزيهما فال حسنا، وأمرد شابة إال وامرأة، ورجل صغيروكبير، الميتمن . الجلوسللتعزية،. الميت الهل ويكره أقرب الحرمة بل بالتعزية، لهما أجنبي ابتداء ويكره وزوجهما : نعد كنا قال البجلي، الله عبد بن جرير عن أحمد روى لما الناسعليه، يجمعون طعام وصنعولو - الميت أهل لجيران ويستحب النياحة، من دفنه بعد الطعام الميتوصنعهم أهل إلى االجتماعيصنعوا - - - - - أن الميت بلد بغير كانوا وإن االباعد وأقاربه جيرانا يكونوا لم وإن ومعارفهم أجانب . على إعانة النه للنائحة، صنعه ويحرم االكل في عليهم يلحوا وأن وليلة، يوما يكفيهم طعاما الهله.معصية

. وجواب الطعام الميتمن أهل يفعله فيما المشرفة مكة لمفاتي رفع اطلعتعلىسؤال وقدلذلك .منهم

.(وصورتهما)

بلدة الخاصفي العرف في االيام، مدى لالنام نفعهم دام الحرام بالبلد الكرام المفاتي قول ماجرى العزاء، وجيرانه معارفه وحضر الجزاء، دار إلى انتقل الشخصإذا االشخاصأن من بها لمنويهيئون التام، التكلف يتكلفون الميت أهل على الحياء غلبة ومن الطعام، ينتظرون بأنهم العرف - . من له بما رئيسالحكام أراد لو فهل الشديدة بالمشقة لهم ويحضرونها عديدة، أطعمة لهمبالسنة - التمسك إلى ليعودوا بالكلية القضية هذه بمنع االهالي على والشفقة بالرعية، الرفق : طعاما جعفر آلل اصنعوا حيثقال وسالما، صالة ربه عليه وإلى البرية خير عن المأثورة السنية،

ومسطور منقول هو بما بالجواب أفيدوا ؟ المذكور المنع هذا على .يثاب

( وحده لله نهجهم (الحمد والسالكين وصحبه آله وعلى محمد علىسيدنا وسلم الله وصلىللصواب. الهداية أسألك اللهم .بعده

يثابعلى التي المنكرة البدع من الطعام، الميتوصنع أهل عند االجتماع الناسمن يفعله ما نعم،والمسلمين االسالم به وأيد الدين قواعد به الله ثبت االمر، والي .منعها

- - :( الميت ( أي أهله لجيران ويسن المنهاج لشرحك المحتاج تحفة في حجر بن أحمد العالمة قال . ما جاءهم فقد طعاما جعفر آلل اصنعوا الصحيح للخبر وليلتهم، يومهم يشبعهم طعام تهيئةيشغلهم

.

. إعانة النه للنائحات تهيئه ويحرم لفرطجزع أو حياء، يتركونه قد النهم ندبا، االكل في عليهم ويلحكإجابتهم - مكروهة بدعة الناسإليه، ليدعوا الميتطعاما أهل جعل من اعتيد وما معصية، على . دفنه بعد الطعام الميتوصنعهم أهل إلى االجتماع نعد كنا عنه الله رضي جرير عن صح لما لذلك،

النياحة .من

الحزن بأمر االهتمام منشدة فيه ما النياحة من عده .ووجه

فمن حوائجهم، في ينصرفوا أن ينبغي بل بالعزاء، ليقصدوا الميت أهل اجتماع كره ثم ومنعزاهم .صادفهم

.اه

: : يفعله ما فعلها والمكروه المنكرة البدع ومن المنهج علىشرح الجمل العالمة وفيحاشيةميتعليه من أو محجور، مال من كان إن حرام ذلك كل بل واالربعين، الوحشةوالجمع الناسمن

ذلك نحو أو ضرر، يترتبعليه أو .دين،

: ( سنتيقد. ( من سنة أحيا من بالل يا عنه الله الحرثرضي بن لبالل ص الله رسول قال وقد اه

Page 4: mukhtamar

شيئا أجورهم ينقصمن ال بها، عمل من مثل االجر من له كان بعدي، .أميتتمن

أوزارهم ينقصمن ال بها، عمل من مثل عليه كان ورسوله، الله يرضاها ال ضاللة بدعة ابتدع ومن :( للخير،. ( مفتاحا الله جعله لعبد فطوبى مفاتيح، الخزائن لتلك خزائن، الخير هذا إن ص وقال شيئا

. للخير مغالقا للشر، مفتاحا الله جعله لعبد وويل للشر .مغالقا

من لكثير وفتح للبدعة، وإماته للسنة، إحياء فيه المنكرة البدعة هذه الناسمن منع أن شك والذلك يكون أن إلى يؤدي كثيرا، تكلفا الناسيتكلفون فإن الشر، أبواب من لكثير وغلق الخير، أبواب . أعلم وتعالى سبحانه والله محرما .الصنع

- - : الله غفر المحمية بمكة الشافعية مفتي دحالن زيني بن أحمد الغفران ربه المرتجيمن كتبهوالمسلمين ومشايخه، ولوالديه، .له،

( لله . - (الحمد االجر، له الله ضاعف االمر والي يثاب نعم، والعون التوفيق أستمد الكون ممد منالجمهور - عند المستقبحة البدع من التيهي االمور تلك عن منعهم على بتأييده .وأيده

: : ( أهل ( لجيران ويستحب الفتح في قال نصه ما المختار الدار تحتقول المحتار رد في قال :( جعفر ( آلل اصنعوا ص لقوله وليلتهم، يومهم يشبعهم لهم طعام تهيئة االباعد، واالقرباء الميت،

طعاما

( . الحاكم وصححه الترمذي، حسنه يشغلهم ما جاءهم فقد .ما

. وقال حينئذ فيضعفون ذلك، من يمنعهم الحزن الن االكل، في عليهم ويلح ومعروف، بر والنه . االمام: روى بدعة وهي السرور، في شرع النه الميت، أهل من الطعام من الضيافة ويكره أيضا : الميت أهل إلى االجتماع نعد كنا قال الله، عبد بن جرير عن صحيح، بإسناد ماجه وابن أحمد

. اه النياحة من الطعام .وصنعهم

: القبر إلى الطعام ونقل االسبوع، وبعد والثالث االول اليوم في الطعام اتخاذ ويكره البزاز وفي . . . الشريعة خادم كتبه أعلم وتعالى سبحانه والله فليراجع شاء فمن فيه، وتمامه إلخ المواسم فيحامدا: - لهما الله كان المكرمة مكة مفتي الحنفي، سراج، الله عبد بن الرحمن عبد والمنهاج

مسلما مصليا

Terjemahan kalimat yang telah digaris bawahi atau ditulis tebal di atas, di dalam Kitab I’anatut Thalibin :

1. Ya, apa yang dikerjakan orang, yaitu berkumpul di rumah keluarga mayit dan dihidangkannya makanan untuk itu, adalah termasuk Bid’ah Mungkar, yang bagi orang yang melarangnya akan diberi pahala.

2. Dan apa yang telah menjadi kebiasaan, ahli mayit membuat makanan untuk orang-orang yang diundang datang padanya, adalah Bid’ah yang dibenci.

3. Dan tidak diragukan lagi bahwa melarang orang-orang untuk melakukan Bid’ah Mungkarah itu (Haulan/Tahlilan : red) adalah menghidupkan Sunnah, mematikan Bid’ah, membuka banyak pintu kebaikan, dan menutup banyak pintu keburukan.

4. Dan dibenci bagi para tamu memakan makanan keluarga mayit, karena telah disyari’atkan tentang keburukannya, dan perkara itu adalah Bid’ah. Telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Majah dengan sanad yang Shahih, dari Jarir ibnu Abdullah, berkata : “Kami menganggap berkumpulnya manusia di rumah keluarga mayit dan dihidangkan makanan , adalah termasuk Niyahah”

5. Dan dibenci menyelenggarakan makanan pada hari pertama, ketiga, dan sesudah seminggu dst.