morphologi- thinning dan thickening

28
1 Pengolahan Citra Digital I Gusti Ngurah Winanda Wijaksana (1091761004) I Gd. Agus Sucipta (1091761005) MORPHOLOGI Morphologi adalah teknik pengolahan citra digital dengan menggunakan bentuk (shape) sebagai pedoman dalam pengolahan. Nilai dari setiap pixel dalam citra digital hasil diperoleh melalui proses perbandingan antara pixel yang bersesuaian pada citra digital masukan dengan pixel tetangganya. Operasi morphologi bergantung pada urutan kemunculan dari pixel, tidak memperhatikan nilai numeric dari pixel sehingga teknik morphologi sesuai apabila digunakan untuk melakukan pengolahan binary image dan grayscale image. Dengan mengatur atau memilih ukuran dan bentuk dari matrik kernel (structuring element) yang digunakan maka kitadapat mengatur sensitivitas operasi morphologi terhadap bentuk tertentu (spesifik) pada citra digital masukan. Operasimorphologi standar yang dilakukan adalah proses erosi dan dilatasi. Dilatasi adalah proses penambahan pixel pada batasdari suatu objek pada citra digital masukan, sedangkan erosi adalah proses pemindahan/pengurangan pixel pada batasdari suatu objek. Jumlah pixel yang ditambahkan atau yang dihilangkan dari batas objek pada citra digital masukantergantung pada ukuran dan bentuk dari structuring element yang digunakan. Perbedaan antara pemrosesan citra secara morfologis dengan pemrosesan biasa yaitu terletak pada sudut pandang dari sebuah citra, pemrosesan biasa memandang sebuah citra sebagai suatu fungsi intensitas terhadap posisi (x,y), sedangkan dengan pendekatan morfologi memandang suatu citra

Upload: gus-plug

Post on 01-Jul-2015

1.414 views

Category:

Documents


80 download

TRANSCRIPT

Page 1: Morphologi- Thinning dan Thickening

1

I Gusti Ngurah Winanda Wijaksana (1091761004)I Gd. Agus Sucipta (1091761005)

MORPHOLOGI

Morphologi adalah teknik pengolahan citra digital dengan menggunakan bentuk

(shape) sebagai pedoman dalam pengolahan. Nilai dari setiap pixel dalam citra digital hasil

diperoleh melalui proses perbandingan antara pixel yang bersesuaian pada citra digital

masukan dengan pixel tetangganya. Operasi morphologi bergantung pada urutan

kemunculan dari pixel, tidak memperhatikan nilai numeric dari pixel sehingga teknik

morphologi sesuai apabila digunakan untuk melakukan pengolahan binary image dan

grayscale image.

Dengan mengatur atau memilih ukuran dan bentuk dari matrik kernel (structuring

element) yang digunakan maka kitadapat mengatur sensitivitas operasi morphologi terhadap

bentuk tertentu (spesifik) pada citra digital masukan. Operasimorphologi standar yang

dilakukan adalah proses erosi dan dilatasi. Dilatasi adalah proses penambahan pixel pada

batasdari suatu objek pada citra digital masukan, sedangkan erosi adalah proses

pemindahan/pengurangan pixel pada batasdari suatu objek. Jumlah pixel yang ditambahkan

atau yang dihilangkan dari batas objek pada citra digital masukantergantung pada ukuran

dan bentuk dari structuring element yang digunakan.

Perbedaan antara pemrosesan citra secara morfologis dengan pemrosesan biasa yaitu

terletak pada sudut pandang dari sebuah citra, pemrosesan biasa memandang sebuah citra

sebagai suatu fungsi intensitas terhadap posisi (x,y), sedangkan dengan pendekatan

morfologi memandang suatu citra sebagai himpunan.Pemrosesan citra secara morfologi

biasanya dilakukan terhadap citra biner (hanya terdiri dari 0 dan 1), walaupun tidak menutup

kemungkinan dilakukan terhadap citra dengan skala keabuan 0-255

Contoh citra masukan :

S A

Objek S dan A dapat direpresentasikan dalam bentuk himpunan dari posisi-posisi (x,y) yang

bernilai 1 (1=hitam/abu-abu, 0 = putih)

S = {(0,0),(0,1),(1,0)}A = {(0,0),(0,1),(0,2), (1,0),(1,1),(1,2), (2,0),(2,1),(2,2)}

Page 2: Morphologi- Thinning dan Thickening

2

I Gusti Ngurah Winanda Wijaksana (1091761004)I Gd. Agus Sucipta (1091761005)

Secara umum, pemrosesan citra secara morfologi dilakukan dengan cara mem-passing

sebuah structuring element terhadap sebuah citra dengan cara yang hampir sama dengan

konvolusi.Structuring element dapat diibaratkan dengan mask pada pemrosesan citra biasa

(bukan secara morfologi).

Beberapa operasi morfologi yang dapat kita lakukan adalah:

Dilasi, Erosi

Opening, Closing

Thinning, shrinking, pruning, thickening, skeletonizing

dll.

Page 3: Morphologi- Thinning dan Thickening

3

I Gusti Ngurah Winanda Wijaksana (1091761004)I Gd. Agus Sucipta (1091761005)

IMAGE-THINNING

1. Skeletonizing-Thinning

Pada dasarnya, proses skeletonizing dapat disamakan dengan proses thinning. Ada

beberapa sumber yang menyamakan kedua istilah tersebut. Sementara beberapa sumber

yang lainnya menyatakan bahwa thinning adalah salah satu metode yang dipakai dalam

melakukan skeletonizing (thinning adalah bagian dari skeletonizing). Akan tetapi untuk

mempermudah pembahasanmaka pada makalah ini, kami menggunakan persepsi bahwa arti

istilah “skeletonizing” adalah sama dengan istilah “thinning” untuk melakukan pembahasan

mengenai topik “thinning” ini.

Skeletonizinguntuk selanjutnya akan digunakan istilah “thinning” merupakan salah

satu pemrosesan citra (imageprocessing) yang digunakan untuk hal berikut.

a. Mengurangi suatu daerah (region) menjadi suatu grafik/kurva dengan memperoleh

kerangka (skeleton) dari daerah tersebut. Dengan demikian, image tersebut

ditransformasikan menjadi bentuk struktural.

b. Mengurangi suatu daerah yang tebal atau bergumpal menjadi unit-unit dengan pixel-

pixel tunggal. Dengan demikian, image tersebut ditransformasikan menjadi garis-garis

pixel.

Kedua butir di atas (a dan b) sebenarnya memiliki inti yang sama, yang secara umum

dapat disimpulkan sebagai berikut:

Thinning merupakan salah satu imageprocessing yang digunakan untuk mengurangi ukuran

dari suatu image (imagesize) dengan tetap mempertahankan informasi dan karakteristik

penting dari image tersebut. Hal ini diimplementasikan dengan mengubah image awal

dengan pola binary menjadi representasi kerangka (skeletal representation) image tersebut.

Thinning merupakan tahapan yang penting dalam proses imageprocessing. Hal ini

dikarenakan prosedur thinning memainkan peranan yang penting dalam suatu ruang

lingkup yang luas dari masalah yang timbul dalam imageprocessing. Ruang lingkup

tersebut dapat bermula dari pengawasan otomatis dari sirkuit yang dicetak sampai pada

penghitungan serat-serat asbes dalam penyaring udara.

Representasi kerangka dari suatu imagehasil dari proses thinningmemiliki sejumlah

sifat dan ciri-ciri yang bermanfaat, diantaranya ukurannya yang kecil (karena pengurangan

Page 4: Morphologi- Thinning dan Thickening

4

I Gusti Ngurah Winanda Wijaksana (1091761004)I Gd. Agus Sucipta (1091761005)

jumlah data dalam jumlah yang besar) dan pertahanan komponen struktur utama dari pola

tersebut (komponen-komponen tersebut dapat digunakan pada saat penganalisaan bentuk).

2. Metodologi Image-Thinning

Metodologi dari thinning diartikan sebagai algoritma-algoritma atau prosedur-

prosedur yang dapat digunakan untuk melakukan proses thinning tersebut. Suatu metode

(algoritma/prosedur) thinning yang baik seharusnya melindungi dan mempertahankan

topologi, panjang, dan orientasi dari image yang di-thinning. Sementara itu, hasil proses

thinning (skeletal representation) seharusnya mampu merepresentasikan fitur-fitur utama

seperti penggabungan, pojok (sudut), dan titik akhir.

Secara umum, image-thinning berguna untuk mengurangi tresholded citra output yang

dihasilkan dari edge detector, menjadi garis dengan ukuran ketebalan satu pixel saja. Untuk

mewujudkan kegunaan ini, terdapat algoritma sederhana yang dapat diaplikasikan, yakni

sebagai berikut:

Umpamakan semua piksel pada batas-batas daerah foreground (contohnya titik-titik

pada foreground hanya memiliki satu background neighbour. Hapus semua titik yang

memiliki foreground neighbour lebih dari satu. Lakukan berulang-ulang sampai konvergen.

Atau dengan rumus sederhana:thin (i, j) = i – hit -dan-miss (i, j)

Algoritma ini tidak bisa memberikan efek pada pixel-pixel di akhir garis. Cara ini

dapat disempurnakan dengan cara melakukan hit-dan-miss dengan struktur elemen yang

dirotasikan 900. Namun, selain dari algoritma sederhana di atas, masih terdapat beberapa

jenis metodologi dari image-thinning yang diklasifikasikan sebagai berikut:

a. berdasarkan tipe image yang akan dilakukan proses thinning.

1. Binary ImageAlgorithm

2. Gray-scaleImageAlgorithm

b. berdasarkan unsur-unsur image yang dipertimbangkan untuk melakukan proses

thinning.

1. Local Algorithm

2. Non-localAlgorithm

Page 5: Morphologi- Thinning dan Thickening

5

I Gusti Ngurah Winanda Wijaksana (1091761004)I Gd. Agus Sucipta (1091761005)

c. berdasarkan algortima matematika yang diterapkan dan hasil proses thinning yang

dihasilkan.

1. Stentiford thinningAlgorithm

2. Zhang SuenthinningAlgorithm

3. SimpleEdge DetectionthinningAlgorithm

4. CannyEdge DetectionthinningAlgorithm

5. Combination

Dari tiga klassifikasi di atas, kami lebih menekankan proses thinning dengan

metodologi berdasarkan tipe image (yakni Binary ImageAlgorithm dan Gray-

scaleImageAlgorithm). Oleh karena itu, dalam makalah ini, kami akan membahas lebih

mendetil mengenai kedua algoritma tersebut. Selain itu, kami juga akan memperlihatkan

hasil proses thinning suatu image dengan mengimplementasikan kedua algoritma tersebut.

Adapun penjelasan dari tiap klasifikasi metodologi di atas adalah sebagai berikut:

A. Berdasarkan tipe image yang akan dilakukan proses thinning.

Binary Image Algorithm

Seperti halnya operator morfologi lainnya, operasi thinning dipengaruhi oleh suatu

struktur elemen. Struktur elemen biner yang digunakan dalam thinning adalah

transformasi hit-dan-miss. (Mengenai struktur elemen dan transformasi hit-dan-miss

akan dibahas pada bagian berikutnya).Proses thinning dari suatu image i, dengan

struktur elemen j, adalah:

thin (i, j) = i – hit -dan-miss (i, j)

dimana subtraksi (pengurangan) yang dilakukan disini adalah substraksi logik yang

didefinisikan sebagai X-Y = X ¿ NOT Y

Gray-scaleImageAlgorithm

Gray-scale Thinning Algorithm diimplementasikan berdasarkan analisa binary image.

Hal ini menyatakan bahwa untuk melakukan proses thinning pada gray-scale image,

hal pertama yang harus dilakukan adalah meng-convertgray-scale image tersebut

menjadi binary image terlebih dahulu. Proses ini dikenal dengan proses theresholding.

Setelah itu, baru dapat dilakukan proses thinning sama seperti proses thinning pada

binary image yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Dengan demikian:

Page 6: Morphologi- Thinning dan Thickening

6

I Gusti Ngurah Winanda Wijaksana (1091761004)I Gd. Agus Sucipta (1091761005)

gray-scale image algorithm = (gray-scale image convert to binary

imagetheresholding) + binary image algorithm

Dengan pendekatan ini(theresholding), algoritma penerapan thinning pada sebuah citra

gray-scale menjadi tidak jauh berbeda dengan penerapannya pada citra biner. Yang

membedakan keduanya hanyalah adanya proses thresholding pada tahap awal thinning

untuk terlebih dahulu mengubah citra gray-scale tersebut menjadi sebuah citra biner.

Pada proses thresholding, ditetapkan suatu nilai batas / ambang, dimana elemen-

elemen (piksel) pada citra yang nilainya lebih kecil daripada nilai batas tersebut

‘dimatikan’, dan elemen-elemen lainnya dianggap ‘menyala’, dan keduanya diubah

nilainya sesuai statusnya (seperti dijelaskan pada bagian sebelumnya, kedua status ini

hanya memiliki dua kemungkinan nilai, yaitu 0 atau 1).

Proses ini juga diterapkan dalam proses thinning citra berwarna, dengan terlebih

dahulu mengubah citra berwarna (RGB) tersebut menjadi citra gray-scale. Hal ini

dapat dilakukan dengan cara mengganti nilai setiap elemen dari citra berwarna dengan

nilai rata-rata komponen merah, hijau, dan biru dari elemen tersebut.

Prinsip algoritma gray-scale thinning:

Kebanyakan gray-scale thinning algorithm dibangun untuk meng-extract objek dan

menipiskannya untuk memisahkan dari image background. Berikut adalah algoritma

thinning untuk gray-scale image:

1. Layer Processing

Dalam hal ini kita anggap bahwa gray-scale image sebagai suatu set of layer dan

proses dari setiap layer adalah binary image. Jika seluruh layer diproses secara

sequential dari atas ke bawah maka hasil dari pemrosesan layer terakhir akan

berkorespondensi terhadap pemrosesan seluruh gray-scale image.

2. Image Iteration

Imagethinning terdiri dari 4 standard iterasi yaitu:

a. Utara

b. Selatan

c. Timur

d. Barat

Page 7: Morphologi- Thinning dan Thickening

7

I Gusti Ngurah Winanda Wijaksana (1091761004)I Gd. Agus Sucipta (1091761005)

3. Pixel Processing

Selama pixelprocessing, kita melakukan dua operasi utama yaitu: pixelanalysis

(bagaimana menganalisa pixel dan tetangganya) dan pixel value changing (bagaimana

mengubah central pixel value).

PixelAnalysis

Thinning algorithm terdiri dari:

a. utara

b. selatan

c. timur

d. barat.

Kita gunakan kondisi berikut untuk iterasi. Pixel diubah jika terjadi kondisi berikut:

pi adalah 8 tetangga

Tergantung dari sejumlah tetangganya, pixel yang menghasilkan gray skeleton masing-

masing dikelompokkan sebagai end points, normal points dan branch points. End

points dan branch points disebut feature point. Himpunan bagian dari skeleton yang

dibatasi oleh feature points disebut dengan skeleton branch. Jika skeleton branch

termasuk dalam end point maka itu disebut open branch, sedangkan yang lain disebut

dengan closed branch. Ketika pixelanalysis telah dilakukan, nilainya sebaiknya

diubah, ini dapat dilakukan secara sequential maupun pararel.

PixelChanging

Page 8: Morphologi- Thinning dan Thickening

8

I Gusti Ngurah Winanda Wijaksana (1091761004)I Gd. Agus Sucipta (1091761005)

Dalam bentuk ini, citra diproses dari layer dengan nilai maksimal ke yang lebih

minimal. Pixel untuk masing-masing layer memiliki lebih dari sebuah ambang yang

ditentukan sebagi skeleton pixel, selain itu pixel ini termasuk dari background.

Algorithma ini menghasilkan kualitas skeleton/kerangka yang bagus. Hasilnya bisa

dilhat sebagai berikut:

Pixel changing in parallel layer processing

Pendekatan ini didasarkan pada proses yang secara serempak pada seluruh image

latyer. Dalam kasus ini, pixel yang memenuhi kondisi diatas menurun 1. Hal ini

menyebabkan penghilangan edge pixel dari setiap iterasi. Pengulangan dari iterasi ini,

menghasilkan penurunan lapisan-lapisan ketika ini bukan skeleton element. Efek ini

datang dari perbedaan kecepatan thinninglayer. Hasilnya bisa dilihat sebagai berikut:

Page 9: Morphologi- Thinning dan Thickening

9

I Gusti Ngurah Winanda Wijaksana (1091761004)I Gd. Agus Sucipta (1091761005)

4. Skeleton binarisation

Pengubahan kerangka dalam bentuk binary dilakukan dalam satu image scan. Jika

pixel yang dianalisa minimal memiliki satu dari empat neighbours-nya (p0, p2, p4,

p6) dengan nilai kurang dari nilai gray masing-masing atau seluruh 8 tetangganya

adalah kurang dari nilai gray nya, maka nilai binernya berubah menjadi 1 atau berubah

menjadi 0.

B. Berdasarkan unsur-unsur image yang dipertimbangkan untuk melakukan proses

thinning.

Local-algorithm merupakan metode, yang dalam implementasinya, hanya

mempertimbangkan jendela ketetanggaan yang kecil dari suatu pixel. Selanjutnya,

berdasarkan pandangan yang terbatas tersebut, algoritma ini akan memutuskan

keberadaan dari pixel tersebut (apakah pixel tersebut dibuang atau dipertahankan).

Sebagian besar dari metodologi (algoritma) dalam melakukan proses thinning, dapat

dikategorikan sebagai local-algorithm ini.

Sementara itu, dalam non-local algorithm, unsur-unsur yang dipertimbangkan

mencakup ruang lingkup yang lebih luas. Adapun ciri khas dari pengimplementasian

metodologi non-local ini adalah sebagai berikut:

a. secara khusus mengkomputasi suatu representasi kerangka dari suatu kontur atau

run-length encoding dari suatu image;

b. mengaplikasikan suatu kombinasi dari informasi kerangka dan kontur;

c. mempertimbangkan jendela ketetanggaan dari suatu pixel dalam memutuskan

keberadaan dari pixel tersebut;

d. mengaplikasikan suatu representasi grafik/ kurva.

C. Berdasarkan algortima matematika yang diterapkan dan hasil proses thinning

yang dihasilkan.

Stentiford dan Zhang Suen thinningAlgorithm sama-sama menghasilkan garis-garis

pixel pada pusat dari suatu daerah yang tebal (image yang akan diterapkan proses

thinning).

Stentiford thinningAlgorithm merupakan metode yang cenderung menghasilkan

garis-garis yang mengikuti (sesuai dengan) kurva dengan baik, sehingga menghasilkan

vektor-vektor yang secara akurat merefleksikan suatu image asli.

Page 10: Morphologi- Thinning dan Thickening

10

I Gusti Ngurah Winanda Wijaksana (1091761004)I Gd. Agus Sucipta (1091761005)

Zhang Suen thinningAlgorithm merupakan metode yang cenderung memiliki kinerja

yang lebih baik pada saat mengektrak garis-garis lurus dari suatu raster, sehingga

dapat menghasilkan vektor-vektor yang bermanfaat dari suatu image asli. Vektor-

vektor tersebut secara utama terdiri dari garis-garis lurus.

Simple dan CannyEdge DetectionthinningAlgorithm menghasilkan garis-garis pixel

pada ujung (tepi) dari suatu daerah yang tebal. Simple dan CannyEdge

DetectionthinningAlgorithm sama-sama merupakan metode yang melakukan deteksi

terhadap ujung (tepi) dari suatu image. Secara prinsip, kedua metode ini memiliki

persamaan-persamaan dalam melakukan proses thinning.

Adapun beberapa persamaan tersebut antara lain:

1. Kedua Edge DetectionthinningAlgorithm ini sama-sama merupakan metode yang

melakukan proses thinning dengan terlebih dahulu mencari ujung (tepi) dari suatu

obyek.

2. Kedua Edge DetectionthinningAlgorithm ini sama-sama sangat berguna dan

sesuai untuk diterapkan pada image fotografik atau image yang terdiri dari daerah

padat (tebal), dimana kita hanya ingin meng-vektor-kan garis besar (sketsa) dari

image tersebut.

3. Kedua Edge DetectionthinningAlgorithm ini sama-sama memiliki kinerja terbaik

ketika diimplementasikan pada image yang memiliki tepi dengan perbedaan yang

tinggi.

4. Kedua Edge DetectionthinningAlgorithm ini sama-sama—pada saat implementasi

—tidak melakukan proses thinning pada suatu image secara penuh. Hal ini

mengakibatkan kita perlu melakukan metode lainnya (Stentiford, Zhang Suen,

atau kombinasi thinningAlgorithm)—setelah melakukan metode Edge Detection

—untuk dapat melengkapi proses thinning pada image tersebut.

Sementara perbedaan kedua metode Edge Detection ini antara lain adalah:

1. CannyEdge DetectionthinningAlgorithm memerlukan tambahan memory saat

melakukan proses thinning, sementara metode Simple tidak memerlukannya.

Metode Canny menggunakan memory dalam jumlah yang besar selama

pemrosesan, sehingga metode ini tidak sesuai untuk raster1 yang sangat besar

atau keadaan dimana ukuran memory kecil.

2. CannyEdge DetectionthinningAlgorithm menerapkan lebih banyak operasi

matematikam dibandingkan metode Simple dan mempunyai setting optional yang

Page 11: Morphologi- Thinning dan Thickening

11

I Gusti Ngurah Winanda Wijaksana (1091761004)I Gd. Agus Sucipta (1091761005)

dapat meningkatkan hasil thinning. (metode Canny jauh lebih rumit dibandingkan

metode Simple).

Combination thinning algorithm menggunakan beberapa teori dari metode Stentiford

dan Zhang Suen. Metode ini cenderung lebih baik diimplementasikan pada sudut yang

bersiku-siku dibandingkan metode Steintiford dan Zhang Suen, dengan tetap

mempertahankan pengenalan garis lurus yang baik dan kurva yang halus. Metode

thinning ini akan memperpendek beberapa garis, yang mungkin akan kurang

mendukung untuk citra-citra tertentu.

Ada beberapa komponen penting yang perlu diketahui dan dipahamai dalam

melakukan proses thinning, seperti struktur elemen (kernel) dan tranformasi hit-dan-miss

(hit-and-miss

transformation).

A. Struktur elemen

Struktur elemen atau biasa disebut sebagai kernel, berisi pola yang mengkhususkan

koordinat dari beberapa titik yang memiliki relatifitas yang sama ke suatu pusat (origin).

Biasanya direpresentasikan menggunakan koordinat kartesian untuk setiap elemensebagai

kotak-kotak kecil. Contoh berbagai ukuran dari beberapa struktur elemen:

Origin tidak perlu harus di tengah, namun biasanya di tengah.

Struktur elemen dengan ukuran 3 x 3 adalah yang paling banyak digunakan.

Setiap titik bisa memiliki nilai. Umumnya untuk mengoperasikan suatu binary image seperti

erosion, keseluruhan element hanya memiliki sebuah nilai, yaitu 1 (satu). Pada thinning atau

grayscalemorphological operations dapat memiliki nilai yang lain.

Pada kotak-kotak yang kosong, yang artinya tidak memiliki nilai, biasanya dire-

presentasikan dengan menggunakan 0 (nol).

Page 12: Morphologi- Thinning dan Thickening

12

I Gusti Ngurah Winanda Wijaksana (1091761004)I Gd. Agus Sucipta (1091761005)

Ketika morphological operation dilakukan, origin dari structuring elements diposisikan

pada setiap pixel pada citra input, lalu nilai dari structuring elements yang bersesuaian

dibandingkan dengan nilai dari pixel citra. Detil dari perbandingan ini dan efeknya

tergantung dari jenis operator, pada hal ini adalah structuring elements yang digunakan.

B. Transformasi hit -dan-miss

Transformasi hit-dan-miss adalah operasi morfologi yang umum yang dapat digunakan

untuk memisahkan pola pixel-pixel foreground dan background pada suatu citra.

Operasi hit -dan-miss dilakukan dengan mentranslasikan struktur elemen ke seluruh pixel

pada citra, kemudian membandingkan struktur elemen dengan pixel dari citra di bawahnya.

Jika pixel-pixelforeground dan background pada struktur elemen cocok (match) dengan

pixel-pixelforeground dan background pada citra, maka pixel yang berada di bawah struktur

elemen di-set menjadi warna foreground. Jika tidak cocok, maka pixel tersebut dijadikan

warna background. Pixelforeground dinyatakan dengan angka 1 dan pixelbackground

dinyatakan dengan angka 0.

Contoh: struktur elemen berikut:

dapat digunakan untuk menemukan posisi sudut kanan (right angle convex corner) dari

suatu citra. Untuk dapat menemukan semua sudut dalam citra biner, kita harus melakukan

transformasi hit-dan-miss sebanyak empat kali dengan empat elemen berbeda yang

merepresentasikan empat jenis sudut yang ditemukan dalam citra biner tersebut. Empat

bentuk elemen tersebut adalah:

Page 13: Morphologi- Thinning dan Thickening

13

I Gusti Ngurah Winanda Wijaksana (1091761004)I Gd. Agus Sucipta (1091761005)

Setelah menemukan lokasi dari setiap orientasi sudut, kita kemudian melakukan operasi OR

dari semua citra untuk mendapat hasil akhir yang menunjukkan lokasi dari semua sudut

kanan pada orientasi apapun.

Citra dibawah ini menunjukkan proses hit-dan-miss yang dilakukan pada suatu citra biner

sederhana.

3. Contoh Hasil Algoritma Binary Image dan Gray-Scale Image

A. Citra Biner

Page 14: Morphologi- Thinning dan Thickening

14

I Gusti Ngurah Winanda Wijaksana (1091761004)I Gd. Agus Sucipta (1091761005)

Tahap 1. Citra biner Tahap 2. Citra setelah proses

thinning

B. Citra Gray-scale

Tahap 1. Citra Grayscale sebuah sirkuit Tahap 2. Citra yang sudah di-threshold

dengan ambang threshold = 200

Tahap 3. Citra hasil setelah dilakukan proses thinning

Page 15: Morphologi- Thinning dan Thickening

15

I Gusti Ngurah Winanda Wijaksana (1091761004)I Gd. Agus Sucipta (1091761005)

II. IMAGE-THICKENING

Penebalan adalah operasi morfologis yang digunakan untuk menumbuhkan (grow)

daerah terpilih dari piksel foreground dalam gambar biner, agak mirip seperti dilatasi atau

menutup. Ini memiliki beberapa aplikasi, termasuk menetapkan convex hull perkiraan

bentuk, dan menentukan kerangka dengan zona pengaruh. Penebalan biasanya hanya

diterapkan pada gambar biner dan menghasilkan gambar biner lain sebagai output.

Seperti operator morfologi lain, perilaku operasi penebalan ditentukan oleh elemen

struktur. Elemen-elemen struktur biner digunakan untuk penebalan adalah dari jenis

diperpanjang dijelaskan di bawah hit-dan-miss transform (yaitu mereka dapat berisi baik

satu dan nol).

Operasi penebalan berkaitan dengan hit-dan-miss transform dan dapat dinyatakan

cukup sederhana dalam hal itu. Penebalan gambar dengan elemen penataan J adalah:

Jadi penebalan gambar terdiri dari gambar asli ditambah piksel foreground tambahan

dihidupkan oleh hit-dan-miss transform.

Dalam istilah sehari-hari, penebalan operasi dihitung dengan menerjemahkan asal dari

elemen struktur untuk setiap posisi piksel dalam gambar, dan pada posisi masing-masing

dibandingkan dengan pixel gambar yang mendasarinya. Jika piksel latar depan (foreground)

dan latar belakang yang persis elemen struktur yang sama dengan latar depan pixel dan

gambar latar belakang, piksel gambar di bawah pengaturan asli dari elemen diatur ke latar

Page 16: Morphologi- Thinning dan Thickening

16

I Gusti Ngurah Winanda Wijaksana (1091761004)I Gd. Agus Sucipta (1091761005)

depan (satu). Jika dibiarkan tidak berubah. Perhatikan bahwa struktur elemen selalu harus

memiliki nol atau kosong dalam asal-usulnya jika memiliki efek apapun.

Pilihan elemen penataan menentukan dalam keadaan apa piksel latar belakang akan

berangkat, dan karena itu menentukan aplikasi untuk operasi penebalan.

Kami telah menggambarkan efek dari single pass dari operasi penebalan di atas

gambar. Bahkan, operator biasanya diterapkan berulang kali sampai tidak menyebabkan

perubahan selanjutnya ke gambar (yaitu sampai konvergensi). Atau, dalam beberapa

aplikasi, operasi hanya dapat diterapkan untuk sejumlah iterasi.

Penebalan adalah ganda menipis, yaitu penipisan latar depan setara dengan

penebalan latar belakang. Bahkan, dalam banyak kasus penebalan dilakukan oleh menipis

latar belakang.

Kami akan menggambarkan penebalan dengan dua aplikasi, menentukan convex

hull, dan menemukan kerangka dengan zona pengaruh atau SKIZ.

Convex hull berbentuk biner dapat dilihat dengan mudah oleh peregangan

membayangkan sebuah pita elastis di sekitar citra. Band elastis akan mengikuti bentuk

kontur cembung, tetapi akan `jembatan 'kontur cekung. Bentuk yang dihasilkan tidak akan

memiliki concavities dan berisi bentuk asli. Di mana gambar berisi beberapa bentuk

terputus, algoritma convex hull akan menentukan convex hull setiap bentuk, tapi tidak akan

terhubung bentuk terputus, kecuali hulls cembung mereka terjadi tumpang tindih (misalnya

dua bertautan `U'-bentuk).

Sebuah convex hull perkiraan dapat dihitung dengan menggunakan penebalan

dengan elemen struktur yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 Convex hull dihitung

menggunakan metode ini sebenarnya pendekatan `45 ° convex hull ', di mana batas-batas

convex hull harus memiliki orientasi yang kelipatan 45 °. Perhatikan bahwa perhitungan ini

bisa sangat lambat.

Gambar 2.1 Penataan elemen untuk menentukan convex hull menggunakan penebalan.

Page 17: Morphologi- Thinning dan Thickening

17

I Gusti Ngurah Winanda Wijaksana (1091761004)I Gd. Agus Sucipta (1091761005)

Pada setiap iterasi penebalan tersebut, setiap elemen harus digunakan secara

bergantian, dan kemudian di masing-masing diputar 90 ° , memberikan 8 elemen struktur

yang efektif secara total. Penebalan dilanjutkan sampai tidak ada perubahan lebih lanjut

terjadi, di mana titik convex hull selesai.

Gambar berikut ini

adalah gambar yang berisi sejumlah objek biner berbentuk salib. Penerapan algoritma

convex hull 45 ° yang dijelaskan di atas manghasilkan seperti dibawah :

Proses ini mengambil cukup banyak waktu - lebih dari 100 melewati penebalan

dengan masing-masing dari delapan elemen struktur!

Penerapan lain dari penebalan adalah untuk menentukan kerangka zona pengaruh,

atau SKIZ. The SKIZ adalah struktur kerangka yang membagi sebuah gambar menjadi

bagian-bagian, masing-masing berisi hanya salah satu objek yang berbeda dalam gambar.

Batas-batas ditarik sedemikian rupa sehingga semua titik dalam batas tertentu lebih dekat ke

objek biner yang terkandung dalam batas-batas dari yang lain. Seperti dengan kerangka

normal, berbagai metrik jarak yang dapat digunakan. Para SKIZ juga kadang-kadang

disebut diagram Voronoi.

Salah satu metode untuk menghitung SKIZ adalah untuk pertama menentukan

kerangka latar belakang, dan kemudian prune ini sampai konvergensi untuk menghapus

semua cabang kecuali yang membentuk loop tertutup, atau mereka memotong batas gambar.

Kedua konsep-konsep ini dijelaskan (diterapkan pada objek latar depan) di bawah menipis.

Karena penebalan adalah ganda menipis, kita dapat mencapai hal yang sama menggunakan

penebalan. Elemen-elemen struktur yang digunakan dalam dua proses diperlihatkan pada

Gambar 2.2

Page 18: Morphologi- Thinning dan Thickening

18

I Gusti Ngurah Winanda Wijaksana (1091761004)I Gd. Agus Sucipta (1091761005)

Gambar 2 2 Penataan Elemen yang digunakan dalam menentukan SKIZ. 1a dan 1b

digunakan untuk melakukan skeletonization latar belakang. Perhatikan bahwa elemen ini

hanya duals dari skeletonization terkait dengan menipisnya elemen. Pada setiap iterasi

penebalan, setiap elemen digunakan pada gilirannya, dan dalam setiap 90 perusahaan °

rotasi. Penebalan dilanjutkan sampai konvergensi. Bila ini selesai, penataan elemen 2a dan

2b digunakan dalam cara yang sama untuk memangkas kerangka sampai konvergensi dan

meninggalkan di belakang SKIZ.

Kami menggambarkan SKIZ menggunakan gambar awal yang sama seperti untuk convex

hull.

menampilkan foto setelah kerangka latar belakang ditemukan.

Karena SKIZ menganggap masing-masing pixel foreground sebagai objek yang akan

menetapkan zona pengaruh, itu agak sensitif terhadap noise. Jika kita, misalnya,

menambahkan beberapa noise `garam 'dengan gambar di atas, kita mendapatkan

Page 19: Morphologi- Thinning dan Thickening

19

I Gusti Ngurah Winanda Wijaksana (1091761004)I Gd. Agus Sucipta (1091761005)

Gambar hasil dari SKIZ sebagai berikut :

Sekarang, kita tidak hanya memiliki zona pengaruh untuk setiap salib, tetapi juga untuk

masing-masing poin noise.

Karena penebalan adalah ganda (dual) untuk menipis, dapat diterapkan untuk rentang yang

sama tugas seperti menipis. Operator yang digunakan tergantung pada polaritas gambar,

yaitu jika objek diwakili dalam hitam dan latar belakang adalah putih, tipis operator

penebalan objek.

Referensi

A.Nedzved’, S.Ablameyko. Morphological segmentation of histology cell images. Diakses

dari http://poseidon.csd.auth.gr/papers/PUBLISHED/CONFERENCE/pdf/ Nedzved00a.pdf.

Diakses pada tanggal 15 Maret 2011.

Hoffman, Mark E. Image thinning approach uses most prominent ridge line.

Diakses dari http://www.spie.org/web/oer/november/nov98/eitg.html. Diakses pada tanggal

15 Maret 2011.

Fisher,Bob, Simon Perkins, Ashley Walker dan Erik Wolfart. Thinning. Diakses dari

http://www.cee.hw.ac.uk/hipr/html/thin.html. Diakses pada tanggal 15 Maret 2011.

Anonim. Open GL Image Processing Source Code. . Diakses dari http://www.newcyber-

3d.com/world/products/en_nc03.htm. Diakses pada tanggal 15 Maret 2011.

Page 20: Morphologi- Thinning dan Thickening

20

I Gusti Ngurah Winanda Wijaksana (1091761004)I Gd. Agus Sucipta (1091761005)

R. Fisher, S. Perkins, A. Walker and E. Wolfart. Diakses dari

http://homepages.inf.ed.ac.uk/rbf/HIPR2/thick.htm. Diakses pada tanggal 16 Maret 2011.