mola hidatidosa
TRANSCRIPT
Mola Hidatidosa / Hamil Anggur
Mola Hidatidosa merupakan bagian dari penyakit tropoblas dan dimasukan dalam Gestasional Trophoblastic Disease. Sel trofoblas hanya ditemukan pada wanita hamil, apabila ditemukan pada wanita tidak hamil pada teratoma ovarium disebut Non Gestasional Trophoblastic Disease. Pada umumnya kehamilan diharapkan berakhir dengan sempurna tetapi sering kali terjadi kegagalan, maka dapat kita simpulkan bahwa penyakit trofoblas dimana Mola Hidatidosa termasuk di dalamnya pada hakekatnya adalah kegagalan konsepsi kehamilan.
Mola Hidatidosa yang dikenal awam sebagai hamil anggur, mempunyai frekuensi insiden yang cukup tinggi. Frekuensi insiden di Asia menunjukan lebih tinggi daripada di negara barat. Di Indonesia 1:51 sampai 1:141 kehamilan, di Jepang 1: 500 kehamilan, di USA 1:1450 sementara itu di Inggris 1:1500. Secara umum sebagian besar negara di dunia 1: 1000 kehamilan. Hal ini mungkin dikarenakan sebagian besar negara Asia mempunyai jumlah penduduk yang masih di bawah garis kemiskinan ( status sosio ekonomi yang rendah ) yang menyebabkan tingkat gizi yang rendah khususnya defisiensi protein, asam folat dan karoten. Menurut penelitian umur memegang peranan, umur di bawah 20 tahun dan diatas 40 tahun mempunyai resiko lebih tinggi menderita kehamilan mola ini.
Mola yang termasuk jinak dapat berubah menjadi tumor trofoblas yang ganas. Mola ini kadang masih mengandung vilus di samping trofoblas yang berproliferasi dan dapat mengadakan invasi yang umumnya bersifat lokal dan dinamakan mola destruens ( jenis vilosum ) selain itu, terdapat pula tumor trofoblas tanpa stroma yang umumnya tidak hanya berinvasi pada uterus saja tapi dapat menyebar ke organ lain dinamakan koriokarsinoma. Hal ini akan dijelaskan lebih lanjut.
Untuk mengetahui adanya mola hidatidosa harus dideteksi secara dini, perdarahan yang disertai dengan gelembung-gelembung, hiperemesis gravidarum atau pre-eklamsia –eklamsia sebelum 24 minggu, pemeriksaan penunjang USG dan kadar kuantitatif menentukan diagnosis lebih cepat dan prognosis yang lebih baik.
A. Definisi
Mola berasal dari bahasa latin yang berarti massa dan hidatidosa berasal dari kata Hydats yang berarti tetesan air.
Mola hidatidosa adalah kehamilan yang berkembang tidak wajar ( konsepsi yang patologis) dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalalami perubahan hidropik. Dalam hal demikian disebut Mola Hidatidosa atau Complete mole sedangkan bila disertai janin atau bagian janin disebut sebagai Mola Parsialis atau Partial mole.
B. Etiologi dan faktor resiko
Penyebab dari mola belum sepenuhnya diketahui dengan pasti tetapi ada beberapa dugaan yang bisa menyebabkan terjadinya mola :
1) Faktor ovum memang sudah patologik, tetapi terlambat untuk dikeluarkan
2) Imunoselektif dari trofoblas
3) Keadaan sosioekonomi yang rendah
4) Malnutrisi, defisiensi protein, asam folat, karoten, vitamin, lemak hewani
5) Paritas tinggi
6) Umur, resiko tinggi kehamilan dibawah 20 atau diatas 40 tahun
7) Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
8) Suku bangsa ( ras ) dan faktor geografi yang belum jelas
C. Patogenesis
Ada beberapa teori yang dapat menerangkan patogenesis penyakit ini.
1. Teori missed abortion.
Kematian mudigah pada usia kehamilan 3-5 minggu saat dimana seharusnya sirkulasi fetomaternal terbentuk menyebabkan gangguan peredaran darah. Sekresi dari sel-sel yang mengalami hiperplasia dan menghasilkan substansi-substansi yang berasal dari sirkulasi ibu diakumulasikan ke dalam stroma villi sehingga terjadi kista villi yang kecil-kecil. Cairan yang terdapat dalam kista tersebut menyerupai cairan ascites atau edema tetapi kaya akan HCG.
2. Teori neoplasma dari park
Teori ini mengemukakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel trofoblas, yang mempunyai fungsi yang abnormal pula, dimana terjadi resorpsi cairan yang berlebihan ke dalam vili sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah. Sebagian dari vili berubah menjadi gelembung-gelembung yang berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada janin, hanya pada mola parsial kadang-kadang ditemukan janin. Gelembung-gelembung ini sebesar butir kacang hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh kavum uterus.
D. Histopatologi
Pada mola komplit didapatkan gambaran histologi berupa pembengkakan stroma vili, avaskular vili, proliferasi trofoblas sedangkan pada mola parsial bisa didapatkan stroma vili yang
mengalami pembengkakan maupun stroma vili yang berukuran normal, fibrosis stroma vili-vili kecil dan invaginasi trofoblas ke dalam stroma vili.
E. Patofisiologi
Pada Mola Hidatidosa atau Complete mole tidak ada jaringan fetus/janin. 90% merupakan kromosom 46,XX dan 10% merupakan kromosom 46, XY. Semua kromosom berasal dari paternal. Sebuah enukliasi telur dibuahi oleh sperma haploid (yang kemudian berduplikasi menjadi masing-masing kromosom), atau sel telur dibuahi oleh dua sperma. Pada mola hidatidosa, vili korion menyerupai anggur dan hiperplasia trofoblastik muncul.
Pada Mola parsialis atau Partial mole jaringan fetus/janin dapat ditemukan. Eritrosit dan pembuluh darah janin pada vili dapat ditemukan. Komplemen kromosom nya 69,XXX atau 69 XXY. Kromosom tersebut merupakan hasil dari pembuahan sel telur haploid dan duplikasi dari kromosom haploid paternal. Seperti pada Complete mole, jaringan hiperplasia trofoblastik dan vili korion yang lunak pun muncul pada mola ini.
F. Klasifikasi
Ada 4 tipe Gestasional Trophoblastic Disease / Penyakit Trofoblas menurut ACS (American Cancer Society) yaitu:
1. Mola hidatidosa (komplit dan parsial)2. Mola invasiv / koriokarsinoma villosum3. koriokarsinoma / koriokarsinoma non villosum4. placental site trophoblastic disease
Ada berbagai macam klasifikasi dalam kepustakaan dunia, salah satu-nya adalah :
1. Penyakit trofoblas jinak 1. mola hidatidosa/komplit2. mola hidatidosa parsial
2. Penyakit trofoblas ganas
1. Non metastase2. Metastase
- Prognosis baik
- Prognosis buruk
Mola hidatidosa/komplet
Mola hidatidosa komplet lebih sering daripada mola hidatidosa parsial. Resiko untuk berkembang menjadi tumor trofoblas dari mola sekitara 20 %. Mola hidatidosa merupakan hasil konsepsi tanpa adanya embrio. Ditandai dengan gambaran seperti sekelompok buah anggur. Villi
khorialis yang berkembang menjadi massa vesikel yang jernih vesikel tersebut tumbuh besar dan mengisi seluruh cavum uteri
vesikel tersebut terdiri dari berbagai ukuran yang hampir tidak terlihat sampai beberapa centimeter diameternya struktur histologis nya bersifat
degenerasi hidropik dan edema/pembengkakan stroma villi tidak adanya pembuluh darah pada villi yang edema proliferasi dari epitel tropoblas mencapai beberapa tingkatan/derajat beragam tidak adanya fetus atau amnion
Berbagai penelitian sitogenetik terhadap kehamilan mola komplit, menemukan komposisi kromosom yang paling sering 46, XX, dengan kromosom sepenuhnya berasal dari ayah. Ovum dibuahi oleh sebuah sperma haploid yang kemudian mengadakan duplikasi kromosomnya sendiri setelah meiosis. Kromosom ovum bisa tidak terlihat atau tampak tidak aktif. Tetapi semua mola hidatidosa komplit tidak begitu khas dan kadang-kadang pola kromosom pada mola komplit bisa 46, XY. Dalam keadaan ini, dua sperma membuahi satu ovum yang tidak mengandung kromosom. Variasi lain juga pernah dikemukakan yaitu 45,X. Resiko neoplasia trofoblastik yang terjadi pada mola komplit kurang lebih sebesar 20%.
Mola hidatidosa parsial
Kalau perubahan hidatidosa bersifat fokal dan belum begitu jauh dan masih terdapat janin dan sedikitnya kantong amnion keadaan ini disebut sebagai mola parsialis. Pada sebagian villi yang biasanya avaskuler terjadi pembengkakan hidatidosa yang berjalan lambat sementara villi yang lainnya yang vaskuler dengan sirkulasi darah fetus plasenta yang berfungsi tidak mengalami perubahan .
Hiperplasia tropoblastik yang terjadi lebih bersifat fokal daripada generalisata, kariotipe secara khas triploid yang bisa 69,xxy atau 69,xyy dengan satu komplemen maternal tapi biasanya dengan dua komplemen haploid paternal. Janin secara khas menunjukan stigmata triploid yang mencakup malformasi kongenital multipel dan retardasi pertumbuhan. Resiko terjadinya koriokarasinoma sangatlah kecil
Tabel karakteristik mola hidatidosa komplet dan parsialis
Mola hidatidosa/komplet Mola hidatidosa parsialKariotipe Diploid(46,XX atau 46,XY) Triploid (69,XXX atau 69,
XXY)PatologiFetus Tidak ada kadang-kadang adaAmnion, sel darah merah janin
Tidak ada kadang-kadang ada
Edema villa Difus Bervariasi, fokalProliferasi trofoblastik Bervariasi, ringan sampai Bervariasi, fokal, ringan
berat sampai sedangGambaran klinisDiagnosis Kehamilan mola Missed AbortionUkuran uterus 50% lebih besar u/ umur
kehamilanKecil u/ umur kehamilan
Kista theca-lutein 25-30% JarangKomplikasi Sering terjadi JarangPenyakit post mola
β-Hcg20%
meningkat (> 50.000)< 5-10%
Meningkat sedikit (<50.000
(dari The American College of Obstetricians and Gynecologists 1993)
Mola invasiv / koriokarsinoma villosum
Mola invasiv merupakan bentuk mola hidatidosa yang menginvasi miometrium. Sel-sel trofoblas dengan vili korialis akan menyusup ke dalam miometrium kemudian tidak jarang mengadakan perforasi pada dinding uterus dan menyebabkan perdarahan intraabdominal. Dapat pula masuk ke dalam vena seperti vena uterina dan terus ke vena iliaka interna. Mola ini berkembang pada ± 20% wanita yang menderita mola hidatidosa komplet setelah dikuret. Resiko pada wanita ini meningkat bila :
- waktu yang lama (> 4 bulan) dari periode berhenti dan perawatan
- uterus menjadi sangat besar
- usia > 40 tahun
- mempunyai riwayat GTD sebelumnya
Apabila mola ini berkembang terus, dapat menyebabkan lubang di uterus dan berdarah dengan mudah. Mola ini dapat komplet atau parsial, terkadang dapat menghilang sendiri atau membutuhkan kemoterapi. Apabila disertai perdarahan abdomen sering dilakukan histerektomi. Pada 15% kasus tumor menyebar/metastasis melalui pembuluh darah ke organ lain, biasanya ke paru-paru.
Koriokarsinoma / koriokarsinoma non villosum
Penyakit ini merupakan jenis yang terganas dari penyakit trofoblas. Sebagian besar didahului oleh mola hidatidosa (83,3%) tetapi dapat juga didahului oleh abortus atau persalinan biasa (7,6%). Tumbuh sangat cepat dan sering menyebabkan metastasis ke organ-organ lain seperti
paru-paru, vulva, vagina, hepar dan otak. Bila setelah akhir suatu kehamilan terjadi perdarahan-perdarahan yang tidak teratur, disertai tanda subinvolusi uterus kita harus curiga adanya koriokarsinoma. Acosta Sison mengajukan istilah HBEs
- H à having expelled a product of conception
- Bà bleeding
- Es à Enlargement and softness of the uterus
Terlebih lagi apabila disertai kenaikan Hcg dan adanya metastasis.
Placental site trophoblastic disease
Merupakan bentuk yang jarang terjadi, berkembang ketika plasenta menyentuh uterus. Tumor ini biasanya berkembang setelah kehamilan normal atau abortus. Kebanyakan tidak menyebar ke organ lain dan tidak sensitif terhadap kemoterapi seperti jenis lain, oleh karena itu pada tipe ini memerlukan operasi sebagai penanganan.
Trofoblas non metastase
Pada jenis ini tidak terdapat penyebaran penyakit di luar uterus. Diagnosa biasanya dibuat selama follow up setelah penanganan kehamilan mola. Terapi untuk pasien ini ada dua pilihan yaitu kemoterapi dosis tunggal atau kombinasi kemoterapi dan histerektomi pada pasien yang tidak ingin mempertahankan fungsi reproduksinya lagi.
Dosis obat yang dianjurkan:
- MTX 30-60 mg/m2 IM 1 minggu sekali
- MTX 0,4 mg/kgbb/hari IV atau IM untuk 5 hari, ulangi tiap 14 hari
- MTX 1 mg/kgbb IM pada hari 1,3,5,7 dan asam folat 0,1 mg/kgbb IM pada hari 2,4,6,8
- Dactinomycin 1,25 mg/m2 IV setiap 14 hari
- Dactinomycin 10-12 μg/kg/hari IV untuk 5 hari, ulangi setiap 14 hari.
MTX kontraindikasi pada kelainan hepar atau ketika fungsi ginjal terganggu. Selama pengobatan, kadar β-hCG dan darah lengkap harus diperiksa. β-hCG harus diperiksa sekurang-kurangnya selama 12 bulan setelah kadarnya normal.
Trofoblas metastase / Koriokarsinoma klinik
Pada jenis ini terdapat penyebaran penyakit di luar uterus. Ada beberapa klasifikasi untuk penyakit trofoblas metastase.
Menurut National Cancer Institute, kategori ini dibagi dalam dua kelompok yaitu:
1. Kelompok Prognosis baik/Resiko rendah
- Kehamilan terakhir < 4 bulan
- Kadar βHCG < 40.000 mUI/mL
- Tidak terdapat metastase ke otak maupun hati
- Belum pernah dikemoterapi sebelumnya
2. Kelompok Prognosis buruk/Resiko tinggi
- Kehamilan terakhir > 4 bulan
- Kadar βHCG > 40.000 mUI/mL
- Terdapat metastase ke otak maupun hati
- Terdapat kegagalan kemoterapi sebelumnya
- Kehamilan sebelumnya aterm
Pada kelompok prognosis baik, kemoterapi dosis tunggal seperti pada trofoblas non metastase di atas biasanya berhasil dengan MTX sebagai obat pilihan. Dosis MTX 20 mg/hari selama 5 hari berturut-turut, berhenti satu minggu, kemudian diulangi kembali sampai kadar HCG mencapai nilai normal tiga kali berturut-turut. Keuntungan dosis tunggal ini adalah lebih sedikit toksik dibandingkan dengan dosis ganda.
Pada kelompok prognosis buruk, diberikan pengobatan kombinasi. Untuk mengurangi efek samping, diberikan leucovorin. Untuk kasus dengan pendarahan hebat atau uterus yang besar, histeroktomi masih mempunyai tempat, tetapi harus diteruskan dengan sitostatika. Harahap menganggap bahwa terapi gabungan antara histerektomi dan sitostatika memberikan hasil yang lebih baik. Hal ini dapat diterima bila penderita tidak muda lagi dan telah cukup mempunyai anak. Walaupun sitostatika ini sangat berharga dalam pengobatan koriokarsinoma, tetapi harus diinsyafi bahwa obat ini berbahaya bahkan dapat menimbulkan kematian kalau tidak diawasi dengan benar. Karena itu, sebelum dan sesudah pemberian sitostatika harus diperiksa sistem hemopoetis, fungsi hepar dan fungsi ginjal.
Dosis obat yang dianjurkan untuk penyakit trofoblas kelompok pognosis buruk/resiko tinggi : hari ke-
1. Etoposide 100mg/m2IV lebih dari 30 menit
Actinomycin D 0.5 mg IV bolus
Methotrexate2 100 mg/m2 IV bolus
200 mg/m2 IV lebih dari 12 jam
2. Etoposide 100 mg/m2 IV lebih dari 30 menit
Actinomycin D 0.5 mg IV bolus
Folinic acid 15 mg IM, IV atau oral setiap 12 jam untuk 4 dosis awal 24 jam setelah MTX diberikan.
8. Cyclophospamide 600 mg/m2 IV
Vincristine 1 mg/m2 IVbolus
Pilihan terbaik pada jenis ini adalah kemoterapi EMA/CO.
Klasifikasi WHO didasarkan pada beberapa parameter yang disebut WHO Scoring System.
Parameter 0 1 2 3Usia (thn)
Kehamilan sebelumnya
Interval (bln)
βHCG sebelum terapi
ABO maternal-paternal
Ukuran tumor terbesar (cm)
Lokasi metastase
Jumlah metastase
Kemoterapi terdahulu
< 39
Mola
< 4
< 1000
> 39
Abortus
4 – 6
1000 – 10000
OxA, AxO
3 – 5
Limpa, ginjal
1 – 4
Aterm
7 – 12
10000 – 100000
B, AB
> 5
GIT, hati
4 – 8
single
> 12
> 100000
Otak
> 8
> 2
Total score:
0 – 4 resiko rendah 5 – 7 resiko sedang > 8 resiko tinggi
Klasifikasi menurut FIGO (International Federation on Gynecology and Obstetrics), sistem stadium berdasarkan penyebaran dan keadaan dua faktor resiko berupa kadar βHCG dan jarak sejak kehamilan awal.
1. Stadium I : terbatas pada uterus2. Stadium II : metastatis ke parametrium, serviks dan vagina3. Stadium III : metastatis ke paru-paru4. Stadium IV : metastatis ke organ lain, seperti usus, hepar atau otak.
Faktor resiko: -. βHCG . 100.000 mUI/ml
-. Jarak dari terminasi kehamilan awal ke diagnosis > 6 bulan
G. Diagnosis
Gejala Klinik
Perdarahan vaginal
Perdarahan vaginalmerupakan gejala yang mencolok dan dapat bervariasi mulai spotting sampai perdarahan yang banyak. Biasanya terjadi pada trisemester pertama dan merupakan gejala yang paling banyak muncul pada lebih dari 90% pasien mola. Tiga perempat pasien mengalami gejala ini sebelum usia kehamilan 3 bulan. Hanya sepertiga pasien yang mengalami perdarahan hebat. Sebagai akibat dari perdarahan tersebut, gejala anemia agak sering dijumpai lebih jauh. Kadang-kadang terdapat perdarahan tersembunyi yang cukup banyak di dalam uterus. Pembesaran uterus yang tumbuh sering lebih besar dan lebih cepat daripada kehamilan normal, hal ini ditemukan pada setengah kasus pasien mola. Adapula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama dengan besarnya kehamilan normal walaupun jaringan belum dikeluarkan.
Hiperemesis gravidarum
Pasien biasanya mengeluh mual muntah hebat. Hal ini akibat dari proliferasi trofoblas yang berlebihan dan akibatnya memproduksi terus menerus B HCG yang menyebabkan peningkatan B HCG hiperemesis gravidarum tampak pada 15 -25 % pasien mola hidatidosa. Walaupun hal ini sulit untuk dibedakan dengan kehamilan biasa. 10% pasien mola dengan mual dan muntah cukup berat sehingga membutuhkan perawatan di rumah sakit.
Ukuran uterus lebih besar dari usia kehamilan
Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tropoblastik yang berlebihan, volume vesikuler vilii yang besar rasa tidak enak pada uterus akibat regangan miometrium yang berlebihan. Pada sebagian besar pasien ditemukan tanda ini tetapi pada sepertiga pasien uterus ditemukan lebih kecil dari yang diharapkan.
Aktifitas janin
Meskipun uterus cukup besara untuk mencapai simfisis secara khas tidak ditemukan aktifitas janin sekalipun dideteksi dengan instrumen yang paling sensitif tidak teraba bagian janin dan tidak teraba gerakan janin.
Pre-eklamsia
Tanda tanda pre-eklamsia selama trisemester pertama atau awal trisemester kedua muncul pada 10-12%. Pada trisemester kedua sekitar 27 % pasien mola hidatidosa komplit berlanjut dengan toksemia yang dicirikan oleh tekanan darah > 140 /90 proteinuria > 300 mg/dl dan edema generalisata dengan hiperrefleksi. Pasien dengan konvulsi jarang.
Hipertiroid
Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering meningkat (10%), namun gejala hipertiroid jarang muncul. Terjadinya tirotoksikosis pada mola hidatidosa berhubungan erat dengan besarnya uterus. Makin besar uterus makin besar kemungkinan terjadi tirotoksikosis. Oleh karena kasus mola dengan uterus besar masih banyak ditemukan, maka dianjurkan agar pada setiap kasus mola hidatidosa dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif dan memerlukan evakuasi segera karena gejala-gejala ini akan menghilang dengan menghilangnya mola.
Mola yang disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang lebih buruk, baik dari segi kematian maupun kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya penderita meninggal karena krisis tiroid. Peningkatan tiroksin plasma mungkin karena efek dari estrogen seperti yang dijumpai pada kehamilan normal. Serum bebas tiroksin yang meningkat sebagai akibat thyrotropin – like effect dari Chorionic Gonadotropin Hormon. Terdapat korelasi antara kadar hCG dan fungsi endogen tiroid tapi hanya kadar hCG yang melebihi 100.000 iu/L yang bersifat tirotoksis. Sekitar 7 % mola hidatidosa komplit datang dengan keluhan seperti hipertensi, takikardi, tremor, hiperhidrosis, gelisah emosi labil dan warm skin
Kista teka lutein
Diameter kista ovarium lebih dari 6 cm dan menyertai pembesaran ovarium. Kista ini biasanya tidak dapat dipalpasi dengan manual tetapi diidentifikasi dengan USG pasien dapat memberikan tekanan dan nyeri pada pelvik karena peningkatan ukuran ovarium dapat menyebabkan torsi ovarium. Kista ini terjadi akibat respon BHCG yang sangat meningkat dan secara spontan mengalami penurunan (regresi) setelah mola dievakuasi, rangsangan elemen lutein yang berlebih oleh hormon korionik gonadotropin dalam jumlah besar yang disekresi oleh trofoblas yang berproliferasi.
Kista teka lutein multipel yang menyebabkan pembesaran satu atau kedua ovarium terjadi pada 15-30% penderita mola. Umumnya kista ini menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan tetapi ada juga kasus dimana kista lutein baru ditemukan pada saat follow up. Kasus mola dengan kista lutein mempunyai resiko 4 kali lebih besar untuk mendapatkan degenerasi keganasan di kemudian hari. Pada setengah jumlah kasus, kedua ovarium membesar dan involusi dari kista terjadi setelah beberapa minggu, biasanya seiring dengan penurunan kadar βHCG. Tindakan bedah hanya dilakukan bila ada ruptur dan perdarahan atau pembesaran ovarium tadi mengalami infeksi.
Embolisasi
Sejumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma vili keluar dari uterus ke vena pada saat evakuasi. Sebetulnya pada setiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke peredaran darah kemudian ke paru tanpa memberi gejala apapun. Tetapi pada kasus mola kadang-kadang sel trofoblas ini sedemikian banyak sehingga dapat menimbulkan emboli paru akut yang dapat menyebabkan kematian. Jumlah dan volume akan menentukan gejala dan tanda dari emboli paru akut bahkan akibat yang fatal, walaupun kefatalan jarang terjadi.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan
1. inspeksi
- muka dan kadang –kadang badan kelihatan pucat kekuning-kunigan yang disebut sebagai mola face
- gelembung mola yang keluar
2. palpasi
- uterus lembek dan membesar tidak sesuai kehamilan
- adanya fenomena harmonika kalau darah dan gelembung mola keluar maka tinggi fundus uteri akan turun lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru.
- Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen yang gerak janin
3. auskultasi
- Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin (pada mola hidatidosa parsial mungkin dapat didengar BJJ)
- Terdengar bising dan bunyi khas
4. pemeriksaan dalam
- Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta evaluasi keadaan serviks.
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Karakteristik yang terpenting pada penyakit ini adalah kemampuan dalam memproduksi hCG, sehingga jumlahnya meningkat lebih tinggi dibandingkan kadar β-hCG seharusnya pada usia kehamilan yang sama.
Hormon ini dapat dideteksi pada serum maupun urin penderita dan pemeriksaan yang lebih sering dipakai adalah β-hCG kuantitatif serum. Pemantauan secara hati-hati dari kadar β-hCG penting untuk diagnosis, penatalaksanaan dan tindak lanjut pada semua kasus penyakit trofoblastik. Jumlah β-hCG yang ditemukan pada serum atau pada urin berhubungan dengan jumlah sel-sel tumor yang ada.
Untuk pemeriksaan Gallli mainini 1/300 suspek mola hidatiosa dan jika 1/200 kemungkinan mola hidatidosa atau gemelli. Pengukuran β-hCG pada urin dengan kadar >100.000 mIU /ml/24 jam dapat dianggap sebagai mola.
Foto rontgen abdomen
Tidak tampaknya tulang janin pada kehamilan 3-4 bulan
USG
Gambaran berupa badai salju tanpa disertai kantong gestasi atau janin USG ini merupakan pemeriksaan penunjang yang spesifik antar kehamilan dengan mola hidatiosa.
Pada kelainan mola, bentuk karakteristik berupa gambaran seperti badai salju dengan atau tanpa kantong gestasi atau janin. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan pada setiap pasien yang pernah mengalami perdarahan pada trimester awal kehamilan dan memiliki uterus lebih besar dari usia kehamilan. USG dapat menjadi pemeriksaan yang spesifik untuk membedakan antara kehamilan normal dengan mola hidatidosa.
Pada 20-50% kasus dijumpai adanya massa kistik di daerah adneksa. Massa tersebut berasal dari kista teka lutein.
Amniografi
Penggunaan bahan radiopak yang dimasukkan ke dalam uterus secara trans abdominal akan memberikan gambaran radiografik khas pada kasus mola hidatidosa kavum uteri ditembus dengan jarum untuk amniosentesis. 20 ml Hypaque disuntikkan segera dan 5-10 menit kemudian dibuat foto anteroposterior. Pola sinar X seperti sarang tawon, khas ditimbulkan oleh bahan kontras yang mengelilingi gelombang-gelombang korion. Dengan semakin banyaknya sarana USG yang tersedia teknik pemeriksaan amniografi ini sudah jarang dipakai lagi. Bahan radiopaq yang dimasukan ke dalam uterus akan memberikan gambaran seperti sarang tawon.
Uji sonde Hanifa
Sonde dimasukan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan cavum uteri . bila tidak ada tahanan sonde diputar setelah ditarik sedikit bila tetap tidak ada tahanan maka kemungkinan adalah mola.
Foto thorax
Untuk melihat metastase.
T3dan T4
Untuk membuktikan gejala tirotoksikosis.
H. Diagnosis banding
1. Abortus2. Kehamilan ganda3. Kehamilan dengan mioma4. Hidramnion
I. Penanganan
Terapi mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap yaitu
1. Perbaiki keadaan umum2. Pengeluaran jaringan mola3. Terapi dengan profilaksis dengan sistostatika4. Follow up
Ad.1 Perbaiki keadaan umum
Yang termasuk usaha ini misalnya koreksi dehidrasi, transfusi darah pada anemia berat (jika <8 gr %) atau karena terjadi syok, dan menghilangkan atau mengurangi penyulit seperti preeklampsia dan tirotoksikosis. Preeklampsia diobati seperti pada kehamilan biasa, sedangkan untuk tirotoksikosis diobati sesuai protokol penyakit dalam misalnya propiltiourasil 3 x 100 mg oral dan propanolol 40-80 mg.
Ad. 2 Pengeluaran jaringan mola
1. Kuretase
Dilakukan jika pemeriksaan DPL kadar β-hCG serta foto thorax selesai
bila kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan pemasangan laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian. Sebelum kuretase dengan kuret tumpul terlebih dahulu siapkan darah 500 cc dan pasang infus dengan tetesan oxitocyn 10 mIU dalam 500 cc Dextrose 5 % dan seluruh jaringan hasil kerokan di PA. Tujuh sampai 10 hari sesudah kerokan itu dilakukan kerokan ulangan dengan kuret tajam, agar ada kepastian bahwa uterus betul-betul kosong dan untuk memeriksa tingkat proliferasi sisa-sisa trofoblas yang dapat ditemukan. Makin tinggi tingkat itu, makin perlu untuk waspada terhadap kemungkinan keganasan.
2. Histerektomi
Untuk mengurangi frekuensi terjadinya penyakit tropoblas ganas sebaiknya histerektomi dilakukan pada
- wanita diatas 35 tahun
- anak hidup di atas 3 orang
- wanita yang tidak menginginkan anak lagi
Apabila ada kista teka lutein maka saat histerektomi, ovarium harus dalam keadaan baik, karena akan menjadi normal lagi setelah kadar β-HCG menurun.
3. Histerotomi
Tidak lagi menjadi metode pilihan.
Ad.3 Terapi profilaksis dengan sitostatika
Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadi keganasan, misalnya pada umur tua (35 tahun), riwayat kehamilan mola sebelumnya dan paritas tinggi yang menolak untuk dilakukan histerektomi, atau kasus dengan hasil histopatologi yang mencurigakan.Biasanya diberikan methotrexat atau actinomycin D. Tidak semua ahli setuju dengan cara ini, dengan alasan jumlah kasus mola menjadi ganas tidak banyak dan sitostatika merupakan obat yang berbahaya. Goldstein berpendapat bahwa pemberian sitostatika profilaksis dapat menghindarkan keganasan dengan metastase, serta mengurangi koriokarsinoma di uterus sebanyak 3 kali.
Kadar β-hCG di atas 100.000 IU/L praevakuasi dianggap sebagai resiko tinggi untuk perubahan ke arah ganas, pertimbangkan untuk memberikan methotrexate (MTX) 3×5 mg sehari selama 5 hari dengan interval 2 minggu sebanyak 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan actinomycin D 12 µg/kgBB/hari selama 5 hari.
Ad .4 Follow up
Lama pengawasan berkisar antara satu atau dua tahun, mengingat kemungkinan terjadi keganasan setelah mola hidatidosa (± 20%). Untuk tidak mengacaukan pemeriksaan selama periode ini pasien dianjurkan untuk tidak hamil dulu, dengan pemakaian alat kontrasepsi.
Selama pengawasan, secara berkala dilakukan pemeriksaan ginekologik, kadar β-hCG dan radiologi. Pemeriksaan ginekologi dimulai satu minggu setelah pengeluaran jaringan mola. Pada pemeriksaan ini dinilai ukuran uterus, keadaan adneksa serta cari kemungkinan metastase ke vulva, vagina, uretra dan cervix. Sekurang-kurangnya pemeriksaan diulang setiap 4 minggu.
Cara yang paling peka saat ini adalah dengan pemeriksaan β-hCG yang menetap untuk beberapa lama. Jika masih meninggi, hal ini berarti masih ada sel-sel trofoblas yang aktif. Cara yang umum dipakai sekarang ini adalah dengan radioimmunoassay terhadap β-HCG sub unit. Pemeriksaan kadar β-HCG dilakukan setiap minggu atau setiap 2 minggu sampai kadar menjadi negatif lalu diperiksa ulang sebulan sekali selama 6 bulan, kemudian 2 bulan selama 6 bulan. Seharusnya kadar β-HCG harus kembali normal dalam 14 minggu setelah evakuasi.
Pemeriksaan foto toraks dilakukan tiap 4 minggu, apabila ditemukan adanya metastase penderita harus dievaluasi dan dimulai pemberian kemoterapi.
Apabila Pemeriksaan fisik, foto toraks dan kadar β-HCG dalam batas normal, follow up dapat dihentikan dan ibu diperbolehkan hamil setelah 1 tahun. Bila selama masa observasi kadar β-HCG menetap atau bahkan cenderung meningkat atau pada pemeriksaan klinis.
Pemakaian IUD merupakan kontraindikasi. Pil KB kombinasi tidak hanya memperlambat penurunan titer β-HCG namun juga dapat menstimulasi neoplasia trofoblas dan pil KB kombinasi ini dapat digunakan bila β-HCG negatif. Anjuran sterilisasi biasa dilakukan pada penderita usia tua ataupun penderita yang telah memiliki cukup anak.
J. Komplikasi
1. 1. Komplikasi non maligna
Perforasi uterus
Selama kehamilan kadang-kadang terjadi dan jika terjadi perforasi uterus , kuretase harus dihentikan. Laparoskopi atau laparotomi harus dilakukan untuk mengetahui tempat terjadinya perforasi.
Perdarahan
Merupakan komplikasi yang terjadi sebelum selama dan bahkan setelah tindakan kuretase. Oleh karena itu oksitosin intravena dilakukan sebelum memulai tindakan kuretase sehingga mengurangi kejadian perdarahan ini.
DIC
Faktor yang dilepaskan jaringan mola mempunyai aktivitas fibinolitik. Semua pasien di-skreening untuk melihat adanya koagulopati.
Embolisme tropoblastik
Dapat menyebabkan insufisiensi pernapasan akut. Faktor resiko terbesar terjadi pada uterus yang lebih besar dari yang diharapkan pada usia gestasi 16 minggu. Keadaan ini bisa fatal.
Infeksi pada sevikal atau vaginal.
Perforasi pada dinding uterus yang tipis selama evakuasi mola dapat menyebabkan penyebaran infeksi. Ruptur uteri spontan bisa terjadi pada mola benigna dan mola maligna.
1. 2. Komplikasi maligna
mola invasif atau koriokarsinoma berkembang pada 20 % kasus mola dan identifikasi pasien penting untuk tindakan selanjutnya setelah mola komplit invasi uteri terjadi pada 15 % pasien dan metastase 4 pasien. Tidak terdapat kasus koriokarsinoma yang dilaporkan selah terjadi mola incomplete meskipun ada juga yang menjadi penyakit tropoblastik non metastase yang menetap yang membutuhkan kemoterapi.
K. Prognosis
Karena diagnosis yang dini dan pengobatan yang tepat mortalitas akibat mola hidatidosa pada dasarnya tidak terjadi. Sekitar 20 % mola komplet berkembang menjadi keganasan trofoblas. Anjuran untuk memberikan kemoterapi pada pasien pasca mola hidatidosa untuk 20 % belum dapat diterima semua pihak untuk mencegah keganasan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi
Anatomi
Uterus adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pear, terletak dalam rongga
panggul kecil di antara kandung kemih dan anus, ototnya desebut miometrium dan selaput lendir
yang melapisi bagian dalamnya disebut endometrium. Peritonium menutupi sebagian besar
permukaan luar uterus, letak uterus sedikit anteflexi pada bagian lehernya dan anteversi (meliuk
agak memutar ke depan) dengan fundusnya terletak di atas kandung kencing. Bagian bawah
bersambung dengan vagina dan bagian atasnya tuba uterin masuk ke dalamnya. Ligamentum
latum uteri dibentuk oleh dua lapisan peritoneum, di setiap sisi uterus terdapat ovarium dan tuba
uterina. Panjang uterus 5 – 8 cm dengan berat 30 – 60 gram (Verrals, Silvia, 2003).
Uterus terbagi atas 3 bagian yaitu :
1. Fundus : bagian lambung di atas muara tuba uterina
2. Badan uterus : melebar dari fundus ke serviks
3. Isthmus : terletak antara badan dan serviks
Bagian bawah yang sempit pada uterus disebut serviks. Rongga serviks bersambung
dengan rongga badan uterus melalui os interna (mulut interna) dan bersambung dengan rongga
vagina melalui os eksterna
Ligamentum teres uteri : ada dua buah kiri dan kanan. Berjalan melalui annulus
inguinalis, profundus ke kanalis iguinalis. Setiap ligamen panjangnya 10 – 12,5 cm, terdiri atas
jaringan ikat dan otot, berisi pembuluh darah dan ditutupi peritoneum. Peritoneum di antara
kedua uterus dan kandung kencing di depannya, membentuk kantong utero-vesikuler. Di bagian
belakang, peritoneum membungkus badan dan serviks uteri dan melebar ke bawah sampai fornix
posterior vagina, selanjutnya melipat ke depan rectum dan membentuk ruang retri-vaginal.
Ligamentum latum uteri : Peritoneum yang menutupi uterus, di garis tengh badan uterus
melebar ke lateral membentuk ligamentum lebar, di dalamnya terdapat tuba uterin, ovarium
diikat pada bagian posterior ligamentum latum yang berisi darah dan saluran limfe untuk uterus
maupun ovarium.
Fisiologi
Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan sebutir ovum, sesudah
keluar dari overium diantarkan melalui tuba uterin ke uterus (pembuahan ovum secara normal
terjadi dalam tuba uterin) sewaktu hamil yang secara normal berlangsung selama 40 minggu,
uterus bertambah besar, tapi dindingnya menjadi lebih tipis tetapi lebih kuat dan membesar
sampai keluar pelvis, masuk ke dalam rongga abdomen pada masa fetus.
Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang sempurna. Tetapi
dalm kenyataannya tidak selalu demikian. Sering kali perkembangan kehamilan mendapat
gangguan. Demikian pula dengan penyakit trofoblast, pada hakekatnya merupakan kegagalan
reproduksi. Di sini kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan
berkembang menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan,
berupa degenerasi hidrifik dari jonjot karion, sehingga menyerupai gelembung yang disebut
”mola hidatidosa”. Pada ummnya penderita ”mola hidatidosa akan menjadi baik kembali, tetapi
ada diantaranya yang kemudian mengalami degenerasi keganasan yang berupa karsinoma
(Wiknjosastro, Hanifa, 2002).
2.2 Definisi
2.2.1 Mola hidatidosa
Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda
berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah
anggur atau mata ikan.Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. (Mochtar, Rustam,
dkk, 1998).
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka,
vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar
dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah
anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002).
Mola hidatidosa merupakan penyimpangan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan
yang tidak disertai janin dan seluruh vili korealis mengalami perubahan hidropik. Karena
mengalami perubahan hidropik disertai pengeluaran hormon gonadotropin, mola hidatidosa
dapat menimbulkan gejala klinis yang bervariasi. Disamping itu infiltrasi sel trofoblas dapat
merusak pembuluh darahyang menimbulkan perdarahan, menyebabkan kedatangan untuk
memeriksa diri.
2.2.2 koriokarsinoma
“Korio” adalah istilah yang diambil dari vili korionik yaitu salah satu jenis selaput pada
rahim manusia. Istilah “Karsinoma” merupakan kanker yang berasal dari sel-sel epithelial.
Karena kanker ini merupakan kanker yang berasal dari salah satu plasenta yaitu korion maka
salah satu ciri khusus dari kanker ini adalah menghasilkan hormon hCG (Human Chorionic
Gonadothropin) yang sangat tinggi bahkan melebihi kadar hCG pada wanita hamil.
Koriokarsinoma bisa menyerang semua wanita yang pernah hamil termasuk wanita yang pernah
mengalami mola hidatidosa. Tidak seperti mola hidatidosa, korikarsinoma bisa menyerang
banyak organ dalam tubuh, seperti hati, limpa, paru-paru, tulang belakang, otak juga dinding
rahim.
Koriokarsinoma adalah penyakit ganas yang dikarakterisasi oleh hiperplasia trofoblas
abnormal dan anaplasia, ketiadaan vili korion, pendarahan, dan nekrosis, dengan invasi langsung
ke miometrium dan invasi vaskular yang menghasilkan penyebaran ke tempat-tempat jauh,
biasanya ke paru-paru, otak, hati, pelvis dan vagina, ginjal, usus, dan limpa. (J Lurain, 2010)
Secara makroskopis, jaringan korio-karsinoma terlihat lunak, berwarna ungu, dan sangat
hemoragik. Koriokarsinoma dilaporkan terjadi berkaitan dengan berbagai kejadian kehamilan.
Kurang lebih 25% kasus terjadi setelah aborsi atau kehamilan di tuba, 25% berkaitan dengan
kehamilan term atau preterm, dan 40-80% berasal dari mola hidatidosa, walaupun hanya 2-3%
mola hidatidosa menjadi koriokarsinoma.2,13 Melalui teknik genetika molekuler, termasuk
restriction frangment-length polymorphism assays, diperoleh fakta bahwa koriokarsinoma
setelah mola hidatidosa komplit adalah androgenetik, sedangkan yang berkembang dari
kehamilan normal adalah biparental.
2.3 Etiologi
2.3.1 Mola Hidatidosa
Penyebab pasti mola hidatidosa tidak diketahui. Faktor-faktor penyebab kehamilan ini, meliputi:
1. Ovum : ovum sudah patologis sehingga mati, namun terlambat dikeluarkan
2. Imunoselektif dari trofoblas
3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
4. Paritas tinggi
5. Kekurangan protein
6. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
2.3.2 koriokarsinoma
Etiologi terjadinya koriokarsinoma belum jelas diketahui. Trofoblas normal cenderung
menjadi invasive dan erosi pembuluh darah berlebih-lebihan. Metastase sering terjadi lebih dini
dan biasanya sering melalui pembuluh darah jarang melalui getah bening. Tempat metastase
yang paling sering adalah paru- paru ﴾75% ﴿ dan kemudian vagina ﴾50%﴿. Pada beberapa kasus
metastase dapat terjadi pada vulva, ovarium, hepar, ginjal, dan otak ﴾Cunningham, 1990﴿.
Sumber degenerasi ganas koriokarsinoma
1. 50% berasal dari mola hidatidosa
2. 15% berasal dari kehamilan aterm
3. 25% berasal dari abortus
Mola hidatidosa yang mengalami degenerasi ganas adalah sekitar10-15% . Degenerasi
ganas yang berasal dari kehamilan aterm hanya dapat menjadi koriokarsinoma atau placental site
trophoblastic tumor.
2.4 Patofisiologi
2.4.1 mola hidatidosa
Jonjot-jonjot korion yang tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan kista-
kista kecil seperti anggur. Biasanya di dalamnya tidak berisi embrio. Secara histopatologik,
kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Selain itu, dapat
terjadi kehamilan ganda mola, yaitu satu janin tumbuh dan yang lainnya menjadi molahidatidosa.
Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai berdiameter lebih dari 1cm.
Mola parsialis diketahui jika dijumpai janin dan gelembung-gelembung mola.
Secara mikroskopik, terlihat trias yang mencakup:
1. Proliferasi dari trofoblas
2. Degenerasi hidropik dari stroma vili dan kesembapan
3. Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma
Sel-sel langans tampak seperti sel prolidral dengan inti terang dan adanya sel sinsisial giantik.
Pada kasus mola, banyak kita jumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau
lebih. Kista lutein akan berangsur-angsur mengecil, kemudian hilang setelah mola hidatidosa
sembuh.
2.4.2 koriokarsinoma
Bentuk tumor trofoblas yang sangat ganas ini dapat dianggap sebagai suatu karsinoma
dari epitel korion, walaupun perilaku pertumbuhan dan metastasisnya mirip dengan sarkoma.
Faktor-faktor yang berperan dalam transformasi keganasan korion tidak diketahui. Pada
koriokarsinoma, kecenderungan trofoblas normal untuk tumbuh secara invasif dan menyebabkan
erosi pembuluh darah sangatlah besar. Apabila mengenai endometrium, akan terjadi perdarahan,
kerontokan dan infeksi permukaan. Masa jaringan yang terbenam di miometrium dapat meluas
keluar , muncul di uterus sebagai nodul-nodul gelap irreguler yang akhirnya menembus
peritoneum. (Cunningham, 2005)
Gambaran diagnostik yang penting pada koriokarsinoma, berbeda dengan mola
hidatidosa atau mola invasif adalah tidak adanya pola vilus. Baik unsur sitotrofoblas maupun
sinsitium terlibat, walaupun salah satunya mungkin predominan. Dijumpai anplasia sel, sering
mencolok, tetapi kurang bermanfaat sebagai kriteria diagnostik pada keganasan trofoblas
dibandingkan dengan pada tumor lain. Pada pemeriksaan hasil kuretase uterus, kesulitan evaluasi
sitologis adalah salah satu faktor penyebab kesalahan diagnosis koriokarsinoma. Sel-sel trofoblas
normal di tempat plasenta secara salah di diagnosis sebagai koriokarsinoma. Metastasis sering
berlangsung dini dan umumnya hematogen karena afinitas trofoblas terhadap pembuluh darah.
Koriokarsinoma dapat terjadi setelah mola hidatidosa, abortus, kehamilan ektopik atau
kehamilan normal. tanda tersering, walaupun tidak selalu ada, adalah perdarahan irreguler
setelah masa nifas dini disertai subinvolusi uterus. (Cunningham, 2005)
Perdarahan dapat kontinyu atau intermitten, dengan perdarahan mendadak dan kadang-
kadang masif. Perforasi uterus akibat pertumbuhan tumor dapat menyebabkan perdarahan
intraperitonium. Pada banyak kasus, tanda pertama mungkin adalah lesi metatatik. Mungkin
ditemukan tumor vagina atau vulva. Wanita yang bersangkutan mungkin mengeluh batuk dan
sputum berdarah akibat metastasis di paru. Pada beberapa kasus, di uterus atau pelvis tidak
mungkin dijumpai koriokarsinoma karena lesi aslinya telah lenyap, dan yang tersisa hanya
metastasis jauh yang tumbuh aktif.
Apabila tidak di terapi, koriokarsinoma akan berkembang cepat dan pada mayoritas kasus
pasien biasanya akan meninggal dalam beberapa bulan. Kausa kematian tersering adalah
perdarahan di berbagai lokasi. Pasien di golongkan beresiko tinggi jiika penyakit lebih dari 4
bulan, kadar gonadotropin serum lebih dari 40.000 mIU/ml, metastasis ke otak atau hati, tumor
timbul setelah kehamilan aterm, atau riwayat kegagalan kemoterapi, namun menghasilkan
anagka kesembuhan tertinggi dengan kemoterapi kombinasi yanitu menggunakan etoposid,
metotreksat, aktinomisin, siklofosfamid, dan vinkristin (Schorage et al, 2000).
2.5 Klasifikasi
2.5.1 Mola hidatidosa
Terdapat dua jenis mola hidatidosa,
a. Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin. Villi korealis diubah menjadi
masa gelembung-gelembung bening yang besarnya berbeda-beda. Masa tersebut dapat tumbuh
membesar sampai mengisi uterus yang sama besarnya dengan kehamilan normal lanjut.
1. seluruh vili korialis mengalami regenerasi hidropik, hiperplasia
2. tidak dijumpai pembuluh darah, pembuluh darah janin hilang
3. tidak dijumpai janin
4. degenerasi ganas 15-20%
5. usia kehamilan 8-16 minggu
b. Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin.
Bila perubahan mola hanya lokal dan tidak berlanjut dan terdapat janin atau setidaknya kantung
amnion, keadaan tersebut digolongkan mola hidatidosa parsial. Terdapat pembengkakan vili
yang yang kemajuannya lambat, sedangkan villi yang mengandung pembuluh darah yang lain
yang berperan dalam sirkulasi fito placenta, jarang hiperflasi trofoblas hanya lokal tidak
menyeluruh (Jacobs, 1982).
2.5.2 koriokarsinoma
Koriokarsinoma dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam bentuk, yaitu:
1. Koriokarsinoma Villosum
Penyakit ini termasuk ganas tetapi derajat keganasannya lebih rendah. Sifatnya seperti mola,
tetapi dengan daya penetrasi yang lebih besar. Sel- sel trofoblas dengan villi korialis akan
menyusup ke dalam miometrium kemudian tidak jarang mengadakan perforasi pada dinding
uterus dan menyebabkan perdarahan intra abdominal. Walaupun secara lokal mempunyai daya
invasi yang berlebihan, tetapi penyakit ini jarang disertai metastasis. Invasive mola berasal dari
mola hidatidosa
2. Koriokarsinoma Non Villosum
Penyakit ini merupakan yang terganas dari penyakit trofoblas. Sebagian besar didahului oleh
mola hidatidosa (83,3%) tetapi dapat pula didahului abortus atau persalinan biasa masing-masing
7,6%. Tumbuhnya sangat cepat dan sering menyebabkan metastasis ke organ-organ lain, seperti
paru-paru, vulva, vagina, hepar dan otak. Apabila tidak diobati biasanya pasien meninggal dalam
1 tahun.
3. Koriokarsinoma Klinis
Apabila setelah pengeluaran jaringan mola hidatidosa kadar hCG turun lambat apalagi
menetap atau meningkat, maka kasus ini dianggap sebagai penyakit trofoblas ganas. Artinya ada
sel-sel trofoblas yang aktif tumbuh lagi di uterus atau di tempat lain (metastasis) dan
mengahasilkan hCG. Diagnosis keganasan tidak ditentukan oleh pemeriksaan histopatologik
tetapi oleh tingginya kadar HCG dan adanya metastasis.
Apabila dibandingkan dengan jenis kanker ginekologik lainnya, koriokarsinoma
mempunyai sifat yang berbeda, misalnya:
1. Koriokarsinoma mempunyai periode laten yang dapat diukur, yaitu jarak waktu antara akhir
kehamilan dan terjadinya keganasan
2. Sering menyerang wanita muda
3. Dapat sembuh secara tuntas tanpa kehilangan fungsi reproduksi, dengan pengobatan sitos
2.6 Manifestasi Klinis
2.6.1 mola hidatidosa
Permulaan degenerasi mola hidatidosa tidak banyak perbedaan gejala seperti hamil muda,
yaitu perasaan enek, mual, muntah, pusing, hanya kadang-kadang berlansung lebih hebat.
Perkembangan hamil selanjutnya menunjukkan pembesaran rahim yang pesat disertai
pengeluaran hormon semakin meningkat. Infiltrasi sel trofoblas yang merusak pembuluh darah
menimbulkan gejala pendarahan sedikit demi sedikit sampai perdarahan banyak dan pengeluaran
gelembung mola. Pengeluaran gelembung mola libih dikenal di masyarakat sebagai hamil
anggur.
Gejala perdarahan dapat menyebabkan keadaan anemia sampai terjadi syok. Tinggi
fundus uteri pada penderita mola hidatidosa dapat lebih tinggi dari umur kehamilan sebenarnya.
1. Perdarahan per vagina, terutama pada trimester pertama
2. Hiperemesis
3. Pembesaran uterus yang berlebihan dibandingkan dengan usia kehamilan
4. Tidak adanya bunyi jantung janin
5. Tidak dapat terpalpasi bagian-bagian janin
6. Peningkatan kadar hCG melebihi kadar seharusnya dalam kehamilan dan periode pascapartum
2.6.2 koriokarsinoma
Gambaran klinis yang harus diketahui adalah:
1. Trias acosta sison
a. Riwayat mola hidatidosa 50%, hamil aterm 15%, abortus 25%
b. Perdarahan setelah dilakukan terapi
c. Pelunakan uterus
d. Pembesaran uterus asimetris, terjadi perforasi dan perdarahan intra abdominal
2. Metastase jauh karena sifat metastasenya hematogen
a. Paru 60-95%
b. Vagina 40-50%
c. Vulva, serviks 10-15%
d. Otak 5-15%
e. Hati 5-15%
f. Ginjal 0-5%
g. Limpa 0-5%
h. Usus 0-5%
3. Metastase pada hati dan otak tergolong mempunyai resiko tinggi karena kemoterapi tidak
mampu mencapainya.
4. Metastase vagina dianggap ”patognomonis” untuk koriokarsinoma, sekalipun masih dalam
bentuk mola hidatidosa.
5. Konsentrasi beta hCG tinggi, di atas 100.000 mIU/ml dalam urin 24 jam dan dalam serum
lebih dari 40.000 mIU/ml.
2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 mola hidatidosa
1. Pembedahan
Pembedahan termasuk evakuasi uterus, dilatasi, dan kuretase merupakan terapi primer bagi
pasien molahidatidosa. Kuretase suksion dilakukan sebanyak 2 kai dengan perlindungan
oksitosin drip, diikuti kuretase tajam-tumpul, jaringan semuanya dilakukan pemeriksaan PA.
Interval kuretase sekitar 7-10 hari. Mola hidatidosa akan remisi sekitar 80% spontan
2. Kemoterapi
Terapi dengan agens antineoplastik digunakan pada wanita dengan mola hidatidosa yang
menunjukkan peningkatan atau tetap tingginya titer B-hCG mingguan pascaevakuasi. Agens
yang palin efektif diantaranya adalah metotreksat, dengan atau tanpa pemberian leukovorin,
aktinomisin D, dan klorambusil. Terapi lainnya adalah kombinasi antarametotreksat, sisplatin,
vinkristin, atau vinblastin, bleomisin, dan etoposid.
3. Terapi radiasi
Terapi radiasi diberikan kepada pasien-pasien yang mengalami metastase atau menunjukkan
paningkatan hCG dalam cairan serebrosspinal. Lesi metastatik ke hati dapat diterapi dengan
terapi radiasi.
Respon terapi
Pada pasien dengan metastasis, kadar B-hCg di evaluasi sebelum dilakukannya tahapan
terapi. Jika kadar B-hCG telah kembali normal dan tetap normal selama 3 minggu, dilakukan
pemantauan setiap bulan yang dijalankan selama 1 tahun. Rekomendasi terbaru adalah mencegah
kehamilan selama periode 1 tahun pemantauan.
2.7.2 koriokarsinoma
Penatalaksanaan koriokarsinoma tergantung dari metastase yang terjadi
1. Pada koriokarsinoma tanpa metastase
a. Histerektomi
Indikasi histerektomi:
Resisten terhadap kemoterapi
Grande multipara/umur di atas 40 tahun
b. Bilateral ooforektomi
c. Tambahan kemoterapi
d. Reseksi yang dilakukan secara lokal, pada kasus yang resisten terhadap kemoterapi
1.) metastase pada hati, paru, dan ginjal
2.) metastase pada otak jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial akibat perdarahan atau edema
sistem saraf pusat.
Untuk perdarahan lokal dilakukan angiografi, dengan disertai embolisasi arteri/vena sehingga
pembuluh darahnya tertutup.
2. Radioterapi
Dapat diberikan pada metastase sistem saraf pusaat. Diberikan 3000 cgy selama 3 minggu.
Radiasi pada metastase hati sudah jarang dilakukan.
3. Kemoterapi
Pada umumnya kesembuhan koriokarinoma dengan kemoterapi mendekati 90%. Kemoterapi
agen tunggal menggunakan obat metotreksat, metotreksat (MTX) dan asam folat (FA),
aktinomisin D, 5-fluorourasil, etoposid.
2.8 Komplikasi
2.8.1 mola hidatidosa
1. Perdarahan yang hebat sampai syok
2. Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemi
3. Infeksi sekunder
4. Perforasi karena tindakan atau keganasan
Menurut wiknjosastro, 1999. Koplikasi dari kehamilan mola hidatidosa adalah PTG (penyakit
Trofoblas Ganas)
2.8.2 koriokarsinoma
Komplikasi yang terjadi biasanya disebabkan karena metastase jauh karena sifat metastasenya
hematogen
1. Paru 60-95%
Meliputi gejala 50% paru buram dan tak berfungsi, anemia, nyeri pada dada
2. Vagina 40-50%
3. Vulva, serviks 10-15%
4. Otak 5-15%
5. Hati 5-15%
Dapat mengakibatkan gangguan fungsi hati dan perdarahan mendadak sampai fatal
6. Ginjal 0-5%
7. Limpa 0-5%
8. Usus 0-5%
2.9 Stadium dan Prognosis
Pembagian stadium untuk tumor trofoblastik gestasional menurut FIGO
Stadium I terbatas di corpus uteri
Stadium II menyebar ke adnexe, di luar uterus, terbatas di struktur gebital
Stadium III meluas ke paru dengan atau tanpa gangguan di traktus genitalis
Stadium IV semua tempat metastase lainnya lainnya
Substadium yang dipakai pada setiap stage adalah:
A. Tidak ada faktor risiko
B. Satu faktor risiko
C. Kedua faktor risiko
Faktor risiko yang digunakan untuk menetapkan substadium:
1. hCG serum praterapi > 100.000 mIU/ml
2. lama penyakit > 6 bulan
pada umumnya kesembuhan koriokarsinoma, dengan kemoterapi mendekati 90%, sedangkan
yang kesembuhannya kurang dari 50% dianggap mempunyai masalah dan digolongkan menjadi
1. koriokarsinoma dengan metastase tergolong risiko tinggi.
2. Pengobatannya sulit dan memerlukan kombinasi beberapa kemoterapi.
Faktor yang dapat dimasukkan ke dalam kategori risiko tinggi adalah
1. Hcg urin/24 jam lebih dari 100.000 IU
2. Penyakit telah melebihi 4 bulan
3. Metastase pada hati dan otak
4. Pengobatan terdahulu gagal
5. Terjadi pada kehamilan aterm
6. Serum hCG lebih dari 40.000 mIU/ml
2.10 pemeriksaan diagnostik
2.10.1 mola hidatidosa
Pada 50% kasus mola hidatidosa, terjadi perdarahan yang disertai oleh ekspansi gelembung
mola hidatidosa sehingga diagnosisnya sangat jelas. Pada 50% kasus terjadiperdarahan pada
hamil muda sehingga mola diduga abortus iminen. Untuk menegakkan diagnostik, gejala ini
perlu dikonfirmasikan dengan melakukan pemeriksaan ultrasonografi.
Diagnosa mola hidatidosa berdasarkan:
1. gejala hamil muda yang sangat menonjol
a. emesis gravidarum-hiperemesis gravidarum
b. terdapat komplikasi
1.) tirotoksikosis (2-5%)
2.) hipertensi-preeklamsia (10-15%)
3.) anemia akibat perdarahan
4.) perubahan hemodinamik kardiovaskuler berupa:
a. gangguan fungsi jantung
b. gangguan fungsi paru akibat edema atau emboli paru
2. pemeriksaan palpasi
a. uterus
1.) lebih besar dari usia kehamilan (50-60%)
2.) besarnya sama dengan usia kehamilan (20-25%)
3.) lebih kecil dari usia kehamilan(5-10%)
b. palpasi lunak seluruhnya
1.) tidak teraba bagian janin
2.) terdapat bentuk asimetris, bagian menonjol agak padat- mola destruen
3. pemeriksaan USG seri tunggal
a. sudah dapat dipastikan mola hidatidosa tampak seperti TV rusak
b. tidak terdapat janin
c. tampak sebagian plasenta normal dan kemungkinan tampak janin
4. pemeriksaan laboratorium
a. Beta hCG urin tinggi lebih dari 100.000 mIU/ml
b. Beta hCG serum di atas 40.000 IU
Pemeriksaan lain yang dapat dipergunakan adalah:
1. Memasukkan sonde intrauteri-tanpa tahanan-Hanifa positif. Hal ini berarti, mola hidatidosa.
2. Penyuntikan bahan kontras secara intrauteri- foto abdomen- akan tampak gambaran seperti
sarang tawon.
2.10.2 Koriokarsinoma
1. Pemeriksaan laboratorium penunjang
a. Darah lengkap
b. Urine lengkap
c. Golongan darah dan persiapan darah
d. Pemeriksaaan beta hCG meningkat dengan batas minimal 82,5 IU/24 jam
2. Biopsi dungkul vagina
3. Foto thoraks minimal
4. Bila dicurigai metastase jauh, dilakukan CT scan sesuai dengan tempatnya untuk menetapkan
terapi dan tatalaksana selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, F. Gary,Gant. 2005. Obstetri williams vol2. Jakarta: EGC
Soekimin. 2005. Penyakit Trofoblas Ganas. Sumatera: Fakultas Kedokteran USU.
Wiknjosastro, Hanifa, et al,. 2005.Ilmu Kandungan edisi kedua. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid I. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius.
Manuaba, IBG, Chandranita Manuaba, Fajar Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta
: EGC.
Bintang, Andhika. 2010. Pengaruh hormon estrogen dan hCG serum pada hiperemesis
gravidarum. http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?
page=Pengaruh+Hormon+Estrogen+dan+HCG+Serum+pada+Hiperemesis+Gravidarum.
Diakses tanggal 4 Oktober 2012.
Millati, nida. 2010. Mola Hidatidosa. http://akd3b.wordpress.com/2010/06/18/mola-hidatidosa/.
Diakses tanggal 4 Oktober 2012.
MOLAHIDATIDOSA
MOLAHIDATIDOSA
A. Definisi
Mola hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang tumbuh berganda berupa
gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur
atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Kelainan ini meupakan
neoplasma jinak. (Mochtar, 1998)
Mola hidatidosa adalah kelainan abnormal dengan cirri-ciri stoma vilus kapilaris langka
vaskularisasi dan edematous. Janin biasanya meninggal dan tepi vilus-vilusnya membesar dan
mengalami udematus, tetap hidup dan tembuh terus. Vilus-vilus ini di gambarkan dalam bentuk
gugusan anggur, jaringan troboflas vilus kadang-kadang berpolarisasi ringan, kadang-kadang
keras dan mengeluarkan hormone HCG dalam jumlah yang sangat besar dari kehamilan biasa.
(Purwaningsih, dkk. 2010).
Molahidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di mana tidak
ditemukan janin dan hampir seluruh vili koriolis mengalami perubahan berupa degenerasi
hidropik. (Prawihardjo, 2009)
Dari pengertian di atas dapat disimpulan bahwa molahidatidosa atau hamil anggur adalah
kehamilan abnormal dimana terjadi kematian janin tetapi villus-villusnya terus membesar dan
tetap hidup sehingga membentuk gelembung-gelembung yang berisi cairan yang disertai dengan
pembesaran uterus dan peningkatan kadar HCG.
B. Anatomi fisiologi
1. Anatomi
Uterus adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pear, terletak dalam rongga
panggul kecil di antara kandung kemih dan anus, ototnya disebut miometrium dan selaput lendir
yang melapisi bagian dalamnya disebut endometrium. Peritonium menutupi sebagian besar
permukaan luar uterus, letak uterus sedikit anteflexi pada bagian lehernya dan anteversi (meliuk
agak memutar ke depan) dengan fundusnya terletak di atas kandung kencing. Bagian bawah
bersambung dengan vagina dan bagian atasnya tuba uterin masuk ke dalamnya. Ligamentum
latum uteri dibentuk oleh dua lapisan peritoneum, di setiap sisi uterus terdapat ovarium dan tuba
uterina. Panjang uterus 5 – 8 cm dengan berat 30 – 60 gram. (Verrals, Silvia, 2003 : 164)
Uterus terbagi atas 3 bagian yaitu :
a) Fundus : bagian lambung di atas muara tuba uteri.
b) Badan uterus : melebar dari fundus ke servik.
c) Isthmus : terletak antara badan dan serviks
Bagian bawah serviks yang sempit pada uterus disebut serviks. Rongga serviks
bersambung dengan rongga badan uterus melalui os interna (mulut interna) dan bersambung
dengan rongga vagina melalui os eksterna
Ligamentum pada uterus :
Ligamentum teres uteri : ada dua buah kiri dan kanan. Berjalan melalui annulus inguinalis,
profundus ke kanalis iguinalis. Setiap ligamen panjangnya 10 – 12,5 cm, terdiri atas jaringan ikat
dan otot, berisi pembuluh darah dan ditutupi peritoneum.
Peritoneum di antara kedua uterus dan kandung kencing di depannya, membentuk kantong utero-
vesikuler. Di bagian belakang, peritoneum membungkus badan dan serviks uteri dan melebar ke
bawah sampai fornix posterior vagina, selanjutnya melipat ke depan rectum dan membentuk
ruang retri-vaginal.
Ligamentum latum uteri : Peritoneum yang menutupi uterus, di garis tengah badan uterus
melebar ke lateral membentuk ligamentum lebar, di dalamnya terdapat tuba uterin, ovarium
diikat pada bagian posterior ligamentum latum yang berisi darah dan saluran limfe untuk uterus
maupun ovarium.
2. Fisiologi
Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan sebutir ovum, sesudah
keluar dari ovarium diantarkan melalui tuba uterin ke uterus (pembuahan ovum secara normal
terjadi dalam tuba uterin) sewaktu hamil yang secara normal berlangsung selama 40 minggu,
uterus bertambah besar, tapi dindingnya menjadi lebih tipis tetapi lebih kuat dan membesar
sampai keluar pelvis, masuk ke dalam rongga abdomen pada masa fetus.
Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang sempurna. Tetapi
dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Sering kali perkembangan kehamilan mendapat
gangguan. Demikian pula dengan penyakit trofoblast, pada hakekatnya merupakan kegagalan
reproduksi. Di sini kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan
berkembang menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan,
berupa degenerasi hidrifik dari jonjot karion, sehingga menyerupai gelembung yang disebut
”mola hidatidosa”. Pada umumnya penderita ”mola hidatidosa akan menjadi baik kembali, tetapi
ada diantaranya yang kemudian mengalami degenerasi keganasan yang berupa karsinoma.
(Wiknjosastro, Hanifa, 2002)
C. Etiologi
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah :
1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan.
2. Imunoselektif dari trofoblast.
3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah.
4. Paritas tinggi.
5. Kekurangan protein.
6. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas. (Mochtar, Rustam ,1998)
D. Epidemiologi
Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dibandinkan
dengan negara-negara Barat. Di negara-negara Barat dilaporkan 1:200 atau 2000 kehamilan. Di
negara-negara berkembang 1:100 atau 600 kehamilan. Soejoenoes dkk.(1967) melaporkan 1:85
kehamilan; RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta 1:31 persalinan dan 1:49 kehamilan; Luat A.
Siregar (medan) tahun 1982: 11-16 per 1000 kehamilan; Soetomo (Surabaya): 1:80 persalinan;
Djamhoer Martaadisoebrata (bandung): 9 -21 per 1000 kehamilan. Biasanya dijumpai lebih
sering pada umur reproduktif (15-45); dan pada multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas
kemungkinan menderita mola akan lebih banyak. (Mochtar, Rustam. 1998)
E. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan biasanya
terjadi pada minggu ke 14 - 16 dimana ukuran rahim lebih besar dari kehamilan biasa,
pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta
keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam. Tanda dan gejala serta komplikasi mola :
1. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS.
2. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar).
3. Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang tidak
dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab.
4. Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai, peningkatan
tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni).
F. Patofisiologi
Ovum Y telah dibuahi mengalami proses segmentasi terjadi blastomer kemudian terjadi
pembelahan dan sel telur membelah menjadi 2 buah sel. Masing-masing membelah lagi menjadi
4,8,16,32, dan seterusnya hingga membentuk kelompok sel yang disebut morula. Morula
bergerak ke cavum uteri kurang lebih 3 hari. Sel-sel morula terbagi dalam 2 jenis yaitu trofoblas
(sel yang berada disebelah luar yang merupakan dinding sel telur) sel kedua yaitu bintik atau
nodus embrionale (sel yang terdapat disebelah dalam yang akan membentuk bayi). Pada fase ini
sel seharusnya mengalami nidasi tetapi karena adanya poliferasi dari trofoblas atau
pembengkakan vili atau degenerasi hidrifilik dari stroma vili dan hilangnya pembuluh darah
stroma vili maka nidasi tidak terjadi. Trofoblas kadang berfoliferasi ringan kadang keras
sehingga saat proliferasi keras uterus menjadi semakin besar. Selain itu trofoblas juga
mengeluarkan hormone HCG yang akan mengeluarkan rasa mual dan muntah. Pada
molahidatidosa tidak jarang terjadi pendarahan pervagina, ini juga dikarenakan proliferasi
troboflas yang berlebihan. Pengeluaran darah ini kadang disertai gelembung vilus yang dapat
memastikan diagnose molahidatidosa. (Purwaningsih, 2010).
G. Klasifikasi
1. Komplet atau klasik.
Merupakan kehamilan abnormal tanpa embrio yang seluruh vili korialisnya mengalami
degenerasi hidropik yang menyerupai anggur.
2. Inkomplet atau parsial.
Seperti pada Mola hidatidosa komplet, tetapi masih ditemukan embrio yang biasanya mati
pada masa dini.
3. Neoplasia trofoblastik gestasional.
4. Non metastatik
5. Metastatik.
H. Komplikasi
Komplikasi pada Ibu dengan mola hidatidosa adalah :
1. perdarahan yang hebat sampai syok,kalau tidak segera ditolong dapat berakibat fatal.
2. perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia,
3. infeksi sekunder,
4. perforasi karena keganasan dan karena tindakan,
5. menjadi gansa (PTG) pada kira-kira 18-20% kasus,akan menjadi mola destruens atau
koriokarsinoma. (Mochtar, Rustam. 1998)
I. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah :
1. Serum ß-hCG untuk memastikan kehamilan dan pemeriksaan ß-hCG serial (diulang pada
interval waktu tertentu).
2. Ultrasonografi (USG). Melalui pemeriksaan USG kita dapat melihat adakah janin di dalam
kantung gestasi (kantung kehamilan) dan kita dapat mendeteksi gerakan maupun detak
jantung janin. Apabila semuanya tidak kita temukan di dalam pemeriksaan USG maka
kemungkinan kehamilan ini bukanlah kehamilan yang normal.
3. Foto thoraks.
Ada gambaran emboli udara.
4. Tes Acosta Sison.
Dengan tang abortus, gelembung mola dapat dikeluarkan.
5. Pemeriksaan Sonde Uterus (Hanifa), menunjukkan gambaran badai salju (snow flake
pattern).
6. Peningkatan kadar HCG darah atau urine.
J. Penatalaksanaan Medis
Penanganan yang biasa dilakukan pada mola hidatidosa adalah :
1. Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis
2. Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan di mana sumber
daya sangat terbatas, dapat dilakukan : Evaluasi klinik dengan fokus pada : Riwayat haid
terakhir dan kehamilan Perdarahan tidak teratur atau spotting, pembesaran abnormal uterus,
pelunakan serviks dan korpus uteri. Kajian uji kehamilan dengan pengenceran urin. Pastikan
tidak ada janin (Ballottement) atau DJJ sebelum upaya diagnosis dengan perasat Hanifa
Wiknjosastro atau Acosta Sisson
3. Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera
4. Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus)
5. Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun. Selain dari penanganan di atas, masih
terdapat beberapa penanganan khusus yang dilakukan pada pasien dengan mola hidatidosa,
yaitu : Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi berlangsung
berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes per
menit (sebagai tindakan preventif terhadap perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi
terhadap pengosongan uterus secara tepat). Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman
dari kuretase tajam. Bila sumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan AVM
minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian hingga pengosongan kavum uteri
selesai. Kenali dan tangani komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid baik sebelum,
selama dan setelah prosedur evakuasi. Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600
mg/hari, untuk anemia berat lakukan transfusi. Kadar hCG diatas 100.000 IU/L praevakuasi
menunjukkan masih terdapat trofoblast aktif (diluar uterus atau invasif), berikan kemoterapi
MTX dan pantau beta-hCG serta besar uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu. Selama
pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi hormonal (apabila masih
ingin anak) atau tubektomy apabila ingin menghentikan fertilisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim A, 2011. http://lecturef.wordpress.com/2011/03/23/molahidatidosa/
Anonim B, 2008. http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/05/10/askep-mola-hidatidosa/
Anonim C, 2009. http://cahrun.blogspot.com
Anonim D, 2008. http://syariar-yusrina.blog.friendster.com/2008/08/askep-mola-hidatidosa/
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid 1: Obstetri Fisiologi dan Obstetri Patologi.
Jakarta : EGC.
NANDA internasional. 2010. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasiikasi 2009-2011.
Jakarta : EGC.
Purwaningsih, Wahyu dan Siti Fatmawati. 2010. Asuhan Keperawatan Maternitas.
Yogyakarta : Nuha Medika.
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Tailor, Cynthia M & Sheila Sparks Ralph. 2011. Diagnosa Keperawatan dengan Rencana
Asuhan. Jakarta : EGC.