modul panduan sosialisasi untuk pemilih perempuan
DESCRIPTION
Panduan sosialisasi kepentingan politik dalam pemilihan umumTRANSCRIPT
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut pemilu bukan sekedar ritual demokrasi
yang dilakukan secara berkala setiap 5 tahun sekali untuk memilih anggota lembaga
perwakilan rakyat atau pemimpin pemerintahan pada tingkat nasional dan lokal.
Pemilihan Umum merupakan sistem penyelenggaraan Negara yang sesuai dengan
amanat konstitusi yang menentukan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut UUD. Artinya rakyatlah yang memiliki kekuasaan yang
tertinggi untuk menentukan kebijakan negara, untuk menentukan kepemimpinan
politik yang akan mengendalikan lembaga pemerintahan (eksekutif) dan lembaga
perwakilan rakyat.
Pemilihan Umum sebagai sistem penyelenggaraan Negara yang demokrasi menjadi
urusan setiap warga Negara, baik laki-laki maupun perempuan. Demokrasi
mempersyaratkan diperkuatnya dukungan terhadap nilai-nilai persamaan, kebebasan
dan persaingan yang fair dalam praktek penyelenggaraan Negara. Ketentuan
konstitusi yang menjamin persamaan, kebebasan dan persaingan demokratis untuk
memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan harus diwujudkan secara
nyata.
B. Tujuan
Tujuan di terbitkanya pedoman sosialisasi pemilu ini adalah:
1. Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan perempuan akan pentingnya
Pemilihan Umum tahun 2014 dalam membangun kehidupan demokrasi berbangsa
dan bernegara
2. Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan perempuan tentang tahapan,
program, jadwal, waktu dan hasil Pemilihan Umum 2014.
3. Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan perempuan tentang beberapa hal
teknis dalam menggunakan hak politik dan hak pilihnya dengan benar.
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 2
4. Meningkatkan kesadaran masyarakat, khususnya pemilih perempuan untuk
berperan serta dalam setiap tahapan Pemilihan Umum tahun 2014.
5. Meningkatkan kesadaran masyarakat dan mendorong partisipasi pemilih
perempuan dalam menggunakan hak pilihnya dalam Pemilihan Umum tahun 2014.
C. Target Sosialisasi
1. Tersebarluasnya tema dan materi tentang penyelenggaraan Pemilu 2014
2. Tersebarluasnya informasi tentang penyelenggaraan Pemilu 2014, kepada
pemangku kepentingan.
3. Tersebarluasnya informasi mengenai tahapan, program, jadwal penyelenggaraan
dan hasil pemilu 2014, kepada masyarakat khususnya pemilih perempuan secara
integral/terpadu dengan mengikutsertakan para pemangku kepentingan.
4. Meningkatnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat khususnya pemilih
perempuan akan pentingnya Pemilu 2014 dalam membangun kehidupan
demokrasi
5. Meningkatnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat khususnya pemilih
perempuan tentang tahapan, program, jadwal penyelenggaraan dan hasil pemilu
2014.
6. Meningkatnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat khususnya pemilih
perempuan menyangkut beberapa hal teknis dalam menggunakan hak politik dan
hak pilihnya dengan benar.
7. Meningkatnya kesadaran masyarakat khususnya pemilih perempuan untuk
berperan serta dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu 2014.
8. Meningkatnya kesadaran dan partisipasi pemilih khususnya pemilih perempuan
dalam menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2014 dalam membangun kehidupan
demokrasi berbangsa dan berbegara.
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 3
BAB II
DEMOKRASI DAN PEMILU
A. Demokrasi dan Pemilu
Demokrasi menjadi salah satu sistem politik yang paling banyak dianut oleh negara-
negara di dunia. Namun demikian, implementasi demokrasi di setiap negara bisa
berbeda-beda. Bahkan tidak jarang, negara yang otoriter sekalipun, seperti di negara-
negara komunis atau negara yang didominasi militer, juga mengklaim sebagai negara
demokrasi. Secara formal, di negara tersebut memang ada ornamen demokrasi,
seperti partai politik, pemilu, organisasi kemasyarakatan, media massa dan parlemen.
Akan tetapi, kesemuanya itu berada di bawah kontrol kekuasaan yang sentralistik.
Indonesia merupakan salahsatu negara yang menjalankan sistem politik demokrasi
dalam proses penyelenggaraan pemerintahan. Terdapat beberapa pilar yang menjadi
prasyarat berjalannya sistem politik demokrasi, yaitu :
1. Adanya penyelenggaraan pemilu yang bebas dan berkala.
2. Adanya pemerintahan yang terbuka, akuntabel dan responsif.
3. Adanya perlindungan terhadap HAM.
4. Berkembangnya civil society dalam masyarakat.
Penyelenggaraan pemilu yang bebas dan berkala menjadi prasyarat sistem politik
demokrasi, karena pemilu merupakan salah satu sarana kedaulatan rakyat dimana
rakyat dapat memilih wakil dan pemimpin mereka untuk menjalankan
pemerintahan.
Selain ada kebebasan dalam beragama, berpendapat, berkumpul dan berserikat dan
sebagainya, Indonesia juga menjamin terselenggaranya pemilihan umum yang bebas,
jujur dan adil.
Penyelenggaraan pemilu yang bebas dan berkala menjadi prasyarat sistem politik
demokrasi, karena pemilu merupakan salah satu sarana kedaulatan rakyat dimana
rakyat dapat memilih wakil dan pemimpin mereka untuk menjalankan
pemerintahan. Tingkat demokrasi suatu negara, sering diukur dengan kualitas
penyelenggaraan pemilu di negara tersebut. Pemilu dan demokrasi memang memiliki
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 4
hubungan yang amat erat. Sulit membayangkan format politik yang demokratis tanpa
penyelenggaraan pemilu yang fair, jujur dan adil. Dan sebaliknya, sulit
mengharapkan pemilu yang berkualitas manakala sistem politiknya tidak demokratis.
Dalam demokrasi, pemilu sangat penting artinya. Tidak ada demokrasi tanpa
terselenggaranya pemilu yang jujur dan demokratis.
B. Pengertian Pemilu
Pemilu merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dimana rakyat dapat
memilih pemimpin politik secara langsung. Yang dimaksud dengan pemimpin politik
adalah wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat (parlemen) baik
di tingkat pusat maupun daerah dan pemimpin lembaga eksekutif atau kepala
pemerintahan seperti presiden, gubernur, atau bupati/walikota.
C. Manfaat Pemilu
Dalam perspektif demokrasi, pemilu memiliki beberapa manfaat. Pertama, pemilu
merupakan implementasi perwujudan kedaulatan rakyat. Asumsi demokrasi adalah
kedaulatan terletak di tangan rakyat. Karena rakyat yang berdaulat itu tidak bisa
memerintah secara langsung maka melalui pemilu rakyat dapat menentukan wakil-
wakilnya dan para wakil rakyat tersebut akan menentukan siapa yang akan
memegang tampuk pemerintahan.
Kedua, pemilu merupakan sarana untuk membentuk perwakilan politik. Melalui
pemilu, rakyat dapat memilih wakil-wakilnya yang dipercaya dapat
mengartikulasikan aspirasi dan kepentingannya. Semakin tinggi kualitas pemilu,
semakin baik pula kualitas para wakil rakyat yang bisa terpilih dalam lembaga
perwakilan rakyat.
Ketiga, pemilu merupakan sarana untuk melakukan penggantian pemimpin secara
konstitusional. Pemilu bisa mengukuhkan pemerintahan yang sedang berjalan atau
untuk mewujudkan reformasi pemerintahan. Melalui pemilu, pemerintahan yang
aspiratif akan dipercaya rakyat untuk memimpin kembali dan sebaliknya jika rakyat
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 5
tidak percaya maka pemerintahan itu akan berakhir dan diganti dengan
pemerintahan baru yang didukung oleh rakyat.
Keempat, pemilu merupakan sarana bagi pemimpin politik untuk memperoleh
legitimasi. Pemberian suara para pemilih dalam pemilu pada dasarnya merupakan
pemberian mandat rakyat kepada pemimpin yang dipilih untuk menjalankan roda
pemerintahan. Pemimpin politik yang terpilih berarti mendapatkan legitimasi
(keabsahan) politik dari rakyat.
Kelima, pemilu merupakan sarana partisipasi politik masyarakat untuk turut serta
menetapkan kebijakan publik. Melalui pemilu rakyat secara langsung dapat
menetapkan kebijakan publik melalui dukungannya kepada kontestan yang memiliki
program-program yang dinilai aspiratif dengan kepentingan rakyat. Kontestan yang
menang karena didukung rakyat harus merealisasikan janji-janjinya itu ketika telah
memegang tampuk pemerintahan.
D. Syarat Pemilu Yang Demokratis
Sebuah pemilu dikatakan demokratis jika memenuhi beberapa persyaratan sebagai
berikut:
1. Dilaksanakan oleh Lembaga Penyelenggara Pemilu yang independen, mandiri
dan bebas intervensi dari pihak manapun (pemerintah, parpol, kandidat dsb).
2. Dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
3. Adanya Lembaga Pengawas yang independen dan mandiri.
4. Semua elemen masyarakat yang berhak, memiliki akses untuk terlibat sebagai
peserta (calon), pemilih maupun pemantau.
5. Melindungi dan menjaga kesamaan hak pemilih untuk menggunakan pilihannya
dengan prinsip one man, one vote dan one value.
E. Sistem Pemilu
Dalam ilmu politik dikenal beberapa sistem pemilu, akan tetapi umumnya berkisar
pada prinsip pokok, antara lain:
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 6
1. Sistem Distrik
Sistem distrik biasa disebut juga single-member constituency (tetapi ada juga
yang memakai istilah single-member-district untuk menyebut sistem ini). Pada
intinya, sistem distrik merupakan sistem pemilihan dimana suatu negara dibagi
menjadi beberapa daerah pemilihan (distrik) yang jumlahnya sama dengan
jumlah wakil rakyat yang akan dipilih dalam sebuah lembaga perwakilan. Dengan
demikian, satu distrik akan menghasilkan satu wakil rakyat. Kandidat yang
memperoleh suara terbanyak di suatu distrik akan menjadi wakil rakyat terpilih,
sedangkan kandidat yang memperoleh suara lebih sedikit, suaranya tidak akan
diperhitungkan atau dianggap hilang—sekecil apapun selisih perolehan suara
yang ada—sehingga dikenal istilah the winner-takes-all.
Kelebihan sistem distrik antara lain:
a. Karena kecil atau tidak terlalu besarnya distrik maka biasanya ada
hubungan atau kedekatan antara kandidat dengan masyarakat di distrik
tersebut. Kandidat mengenal masyarakat serta kepentingan yang
mereka butuhkan.
b. Sistem ini akan mendorong partai politik untuk melakukan
penyeleksian yang lebih ketat dan kompetitif terhadap calon yang akan
diajukan untuk menjadi kandidat dalam pemilihan.
c. Karena perolehan suara partai-partai kecil tidak diperhitungkan, maka
secara tidak langsung akan terjadi penyederhanaan partai politik. Sistem
dwipartai akan lebih berkembang dan pemerintahan dapat berjalan
dengan lebih stabil.
Kekurangan sistem distrik, antara lain:
a. Sistem ini kurang representatif karena perolehan suara kandidat yang
kalah tidak diperhitungkan sama sekali atau suara tersebut dianggap
hilang.
b. Partai-partai kecil atau golongan/kelompok minoritas/termarjinalkan
yang memperoleh suara yang lebih sedikit tidak akan terwakili (tidak
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 7
memiliki wakil) karena suara mereka tidak diperhitungkan. Dalam hal
ini, kaum perempuan memiliki peluang yang kecil untuk bersaing
mengingat terbatasnya kursi yang diperebutkan.
c. Wakil rakyat terpilih akan cenderung lebih memperhatikan
kepentingan rakyat di distriknya dibandingkan dengan distrik- distrik
yang lain.
2. Sistem Proporsional
Sistem proporsional lahir untuk menjawab kelemahan dari sistem distrik.Sistem
proporsional merupakan sistem pemilihan yang memperhatikan proporsi atau
perimbangan antara jumlah penduduk dengan jumlah kursi di suatu daerah
pemilihan. Dengan sistem ini, maka dalam lembaga perwakilan, daerah yang
memiliki penduduk lebih besar akan memperoleh kursi yang lebih banyak di suatu
daerah pemilihan, begitupun sebaliknya.
Sistem proporsional juga mengatur tentang proporsi antara jumlah suara yang
diperoleh suatu partai politik untuk kemudian dikonversikan menjadi kursi yang
diperoleh partai politik tersebut.Karena adanya perimbangan antara jumlah suara
dengan kursi, maka di Indonesia dikenal Bilangan Pembagi Pemilih (BPP).BPP
merefleksikan jumlah suara yang menjadi batas diperolehnya kursi di suatu daerah
pemilihan.
Partai politik dimungkinkan mencalonkan lebih dari satu kandidat karena kursi
yang diperebutkan di daerah pemilihan lebih dari satu.
Kelebihan sistem proporsional antara lain:
a. Menyelamatkan suara masyarakat pemilih dimana suara kandidat yang lebih
kecil dari kandidat yang lain tetap akan diperhitungkan sehingga sedikit suara
yang hilang.
b. Memungkinkan partai-partai yang memperoleh suara atau dukungan yang
lebih sedikit tetap memiliki wakil di parlemen karena suara mereka tidak
otomatis hilang atau tetap diperhitungkan.
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 8
c. Memungkinkan terpilihnya perempuan karena kursi yang diperebutkan dalam
satu daerah pemilihan lebih dari satu.
Kekurangan sistem proporsional antara lain:
a. Sistem ini cenderung menyuburkan sistem multipartai yang dapat
mempersulit terwujudnya pemerintahan yang stabil.
b. Biasanya antara pemilih dengan kandidat tidak ada kedekatan secara
emosional. Pemilih tidak atau kurang mengenal kandidat, dan kandidat juga
tidak mengenal karakteristik daerah pemilihannya, masyarakat pemilih dan
aspirasi serta kepentingan me-reka.Kandidat lebih memiliki keterikatan
dengan partai politik sebagai saluran yang mengusulkan mereka. Pada
akhirnya nanti, kandidat yang terpilih mungkin tidak akan memperjuangkan
dengan gigih kepentingan pemilih karena tidak adanya kedekatan emosional
tadi.
3. Sistem Campuran (Distrik dan Proporsional).
a. Menggabungkan 2 (dua) sistem sekaligus (distrik dan proporsional)
b. Setengah dari anggota Parlemen dipilih melalui sistem distrik dan setengahnya
lagi dipilih melalui proporsional.
c. Ada keterwakilan sekaligus ada kesatuan geografis.
F. Sejarah Pemilu
Sepanjang sejarah berdirinya NKRI, telah diselenggarakan 10 kali Pemilu anggota
lembaga legislatif yaitu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004,
dan 2009. Pemilu tersebut diselenggarakan sesuai dengan UUD 1945 yaitu:
Pasal 18 (3): Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota
memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih
melalui pemilihan umum.
Pasal 19 (1): AnggotaDewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan
umum.
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 9
Pasal 22C (1): Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi
melalui pemilihan umum; (2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap
provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan
Daerah itu tidak lebih dari seperti jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Berikut ini adalah pemilu-pemilu yang pernah berlangsung di Indonesia:
Pemilu 1955
Pemilu di Indonesia pertama kali berlangsung pada tahun 1955 dengan maksud
untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante. Pemilu di Indonesia
ini dilaksanakan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo.
Pemilu 1955 ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pertama adalah Pemilu
untuk memilih anggota DPR.
Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955, dan diikuti oleh 29
partai politik dan individu. Tahap kedua adalah Pemilu untuk memilih
anggota Konstituante. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 15 Desember
1955. Tiga besar partai yang menjadi pemenang dalam Pemilu ini adalah Partai
Nasional Indonesia, Masyumi dan Nahdlatul Ulama.
Patut dicatat dan dibanggakan bahwa pemilu yang pertama kali tersebut
berhasil diselenggarakan dengan aman, lancar, jujur dan adil serta sangat
demokratis. Pemilu 1955 bahkan mendapat pujian dari berbagai pihak,
termasuk dari negara-negara asing. Pemilu ini diikuti oleh lebih 30-an partai
politik dan lebih dari seratus daftar kumpulan dan calon perorangan.
Yang menarik dari Pemilu 1955 adalah tingginya kesadaran berkom-petisi
secara sehat. Misalnya, meski yang menjadi calon anggota DPR adalah perdana
menteri dan menteri yang sedang memerintah, mereka tidak menggunakan
fasilitas negara dan otoritasnya kepada pejabat bawahan untuk menggiring
pemilih yang menguntungkan partainya. Karena itu sosok pejabat negara tidak
dianggap sebagai pesaing yang menakutkan dan akan memenangkan pemilu
dengan segala cara. Karena pemilu kali ini dilakukan untuk dua keperluan,
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 10
yaitu memilih anggota DPR dan memilih anggota Dewan Kons-tituante, maka
hasilnya pun perlu dipaparkan semuanya.
Pemilu untuk anggota Dewan Konstituante dilakukan tanggal 15 Desember
1955. Jumlah kursi anggota Konstituante dipilih sebanyak 520, tetapi di Irian
Barat yang memiliki jatah 6 kursi tidak ada pemilihan. Maka kursi yang dipilih
hanya 514. Hasil pemilihan anggota Dewan Konstituante menunjukkan bahwa
PNI, NU dan PKI meningkat dukungannya, sementara Masyumi, meski tetap
menjadi pemenang kedua, perolehan suaranya merosot 114.267 dibanding-kan
suara yang diperoleh dalam pemilihan anggota DPR. Peserta pemilihan
anggota Konstituante yang mendapatkan kursi itu adalah sebagai berikut:
Sangat disayangkan, kisah sukses Pemilu 1955 akhirnya tidak bisa dilanjutkan
dan hanya menjadi catatan emas sejarah. Pemilu pertama itu tidak berlanjut
dengan pemilu kedua lima tahun beri-kutnya, meskipun tahun 1958 Pejabat
Presiden Sukarno sudah melantik Panitia Pemilihan Indonesia II.
Yang terjadi kemudian adalah berubahnya format politik dengan keluarnya
Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sebuah keputusan presiden untuk membubarkan
Konstituante dan pernyataan kembali ke UUD 1945 yang diperkuat angan-
angan Presiden Soekarno menguburkan partai-partai. Dekrit itu kemudian
mengakhiri rezim demokrasi dan mengawali otoriterianisme kekuasaan di
Indonesia, yang – meminjam istilah Prof. Ismail Sunny -- sebagai kekuasaan
negara bukan lagi mengacu kepada democracy by law, tetapi democracy by
decree.
Otoriterianisme pemerintahan Presiden Soekarno makin jelas ketika pada 4
Juni 1960 ia membubarkan DPR hasil Pemilu 1955, setelah sebelumnya dewan
legislatif itu menolak RAPBN yang diajukan pemerintah. Presiden Soekarno
secara sepihak dengan senjata Dekrit 5 Juli 1959 membentuk DPR-Gotong
Royong (DPR-GR) dan MPR Sementara (MPRS) yang semua anggotanya
diangkat presiden.
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 11
Pengangkatan keanggotaan MPR dan DPR, dalam arti tanpa pemi-lihan,
memang tidak bertentangan dengan UUD 1945. Karena UUD 1945 tidak
memuat klausul tentang tata cara memilih anggota DPR dan MPR. Tetapi,
konsekuensi pengangkatan itu adalah terkooptasi-nya kedua lembaga itu di
bawah presiden. Padahal menurut UUD 1945, MPR adalah pemegang
kekuasaan tertinggi, sedangkan DPR neben atau sejajar dengan presiden.
Sampai Presiden Soekarno diberhentikan oleh MPRS melalui Sidang Istimewa
bulan Maret 1967 (Ketetapan XXXIV/MPRS/ 1967) setelah meluasnya krisis
politik, ekonomi dan sosial pascakudeta G 30 S/PKI yang gagal semakin luas,
rezim yang kemudian dikenal dengan sebutan Demokrasi Terpimpin itu tidak
pernah sekalipun menyelenggarakan pemilu. Malah tahun 1963 MPRS yang
anggotanya diangkat menetapkan Soekarno, orang yang mengangkatnya,
sebagai presiden seumur hidup. Ini adalah satu bentuk kekuasaan otoriter
yang mengabaikan kemauan rakyat tersalurkan lewat pemilihan berkala.
Pemilu 1971
Pemilu berikutnya diselenggarakan pada tanggal 3 Juli 1971. Pemilu diikuti oleh
9 Partai politik dan 1 organisasi masyarakat. Tiga besar partai pemenang dalam
Pemilu ini adalah Golongan Karya, Nahdlatul Ulama dan Parmusi.
Hal yang sangat signifikan yang berbeda dengan Pemilu 1955 adalah bahwa
para pejebat negara pada Pemilu 1971 diharuskan bersikap netral. Sedangkan
pada Pemilu 1955 pejabat negara, termasuk perdana menteri yang berasal dari
partai bisa ikut menjadi calon partai secara formal. Tetapi pada prakteknya
pada Pemilu 1971 para pejabat pemerintah berpihak kepada salah satu peserta
Pemilu, yaitu Golkar. Jadi sesungguhnya pemerintah pun merekayasa
ketentuan-ketentuan yang menguntungkan Golkar seperti menetapkan
seluruh pegawai negeri sipil harus menyalurkan aspirasinya kepada salah satu
peserta Pemilu itu.
Dalam hubungannya dengan pembagian kursi, cara pembagian yang
digunakan dalam Pemilu 1971 berbeda dengan Pemilu 1955. Dalam Pemilu 1971,
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 12
yang menggunakan UU No. 15 Tahun 1969 sebagai dasar, semua kursi terbagi
habis di setiap daerah pemilihan. Cara ini ternyata mampu menjadi
mekanisme tidak langsung untuk mengurangi jumlah partai yang meraih kursi
dibandingkan penggunaan sistem kombinasi. Tetapi, kelemahannya sistem
demiki-an lebih banyak menyebabkan suara partai terbuang percuma.
Jelasnya, pembagian kursi pada Pemilu 1971 dilakukan dalam tiga tahap, ini
dalam hal ada partai yang melakukan stembus accoord. Tetapi di daerah
pemilihan yang tidak terdapat partai yang melakukan stembus acccord,
pembagian kursi hanya dilakukan dalam dua tahap.
Tahap pembagian kursi pada Pemilu 1971 adalah sebagai berikut. Pertama,
suara partai dibagi dengan kiesquotient di daerah pemi-lihan. Tahap kedua,
apabila ada partai yang melakukan stembus accoord, maka jumlah sisa suara
partai-partai yang menggabungkan sisa suara itu dibagi dengan kiesquotient.
Pada tahap berikutnya apabila masih ada kursi yang tersisa masing-masing
satu kursi diserahkan kepada partai yang meraih sisa suara terbesar, termasuk
gabungan sisa suara partai yang melakukan stembus accoord dari perolehan
kursi pembagian tahap kedua. Apabila tidak ada partai yang melakukan
stembus accoord, maka setelah pembagian pertama, sisa kursi dibagikan
langsung kepada partai yang memiliki sisa suara terbesar.
Namun demikian, cara pembagian kursi dalam Pemilu 1971 menyebabkan
tidak selarasnya hasil perolehan suara secara nasional dengan perolehan
keseluruhan kursi oleh suatu partai. Contoh paling gamblang adalah bias
perolehan kursi antara PNI dan Parmusi. PNI yang secara nasional suaranya
lebih besar dari Parmusi, akhirnya memperoleh kursi lebih sedikit
dibandingkan Parmusi. Sekedar untuk perbandingan, seandainya pembagian
kursi peroleh-an suara partai-partai pada Pemilu 1971 dilakukan dengan sistem
kombinasi sebagaimana digunakan dalam Pemilu 1955, dengan
mengabaikan stembus accoord 4 partai Islam yang mengikuti Pemilu 1971,
hasilnya akan terlihat seperti pada tabel di bawah ini.
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 13
Dengan cara pembagian kursi seperti Pemilu 1955 itu, hanya Murba yang tidak
mendapat kursi, karena pada pembagian kursi atas dasar sisa terbesar pun
perolehan suara partai tersebut tidak mencukupi. Karena peringkat terbawah
sisa suara terbesar adalah 65.666. PNI memperoleh kursi lebih banyak dari
Parmusi, karena suaranya secara nasional di atas Parmusi.
Pemilu 1977-1997
Setelah 1971, pelaksanaan Pemilu yang periodik dan teratur mulai terlaksana.
Pemilu ketiga diselenggarakan 6 tahun lebih setelah Pemilu 1971, yakni tahun
1977, setelah itu selalu terjadwal sekali dalam 5 tahun. Dari segi jadwal sejak
itulah pemilu teratur dilaksanakan.
Satu hal yang nyata perbedaannya dengan Pemilu-pemilu sebelumnya adalah
bahwa sejak Pemilu 1977 pesertanya jauh lebih sedikit, dua parpol dan satu
Golkar. Ini terjadi setelah sebelumnya pemerintah bersama-sama dengan DPR
berusaha menyederhanakan jumlah partai dengan membuat UU No. 3 Tahun
1975 tentang Partai Politik dan Golkar. Kedua partai itu adalah Partai
Persatuan Pembangunan atau PPP dan Partai Demokrasi Indonesia atau PDI)
dan satu Golongan Karya atau Golkar. Jadi dalam 5 kali Pemilu, yaitu Pemilu
1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 pesertanya hanya tiga tadi.
Hasilnya pun sama, Golkar selalu menjadi pemenang, sedangkan PPP dan PDI
menjadi pelengkap atau sekedar ornamen. Golkar bahkan sudah menjadi
pemenang sejak Pemilu 1971. Keadaan ini secara lang-sung dan tidak langsung
membuat kekuasaan eksekutif dan legislatif berada di bawah kontrol Golkar.
Pendukung utama Golkar adalah birokrasi sipil dan militer. Berikut ini
dipaparkan hasil dari 5 kali Pemilu tersebut secara berturut-turut.
Hasil Pemilu 1977
Pemungutan suara Pemilu 1977 dilakukan 2 Mei 1977. Cara pembagian kursi
masih dilakukan seperti dalam Pemilu 1971, yakni mengikuti sistem
proporsional di daerah pemilihan. Dari 70.378.750 pemilih, suara yang sah
mencapai 63.998.344 suara atau 90,93 persen. Dari suara yang sah itu Golkar
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 14
meraih 39.750.096 suara atau 62,11 persen. Namun perolehan kursinya
menurun menjadi 232 kursi atau kehilangan 4 kursi dibandingkan Pemilu 1971.
Pada Pemilu 1977 suara PPP naik di berbagai daerah, bahkan di DKI Jakarta
dan DI Aceh mengalahkan Golkar. Secara nasional PPP berhasil meraih
18.743.491 suara, 99 kursi atau naik 2,17 persen, atau bertambah 5 kursi
dibanding gabungan kursi 4 partai Islam dalam Pemilu 1971. Kenaikan suara
PPP terjadi di banyak basis-basis eks Masjumi. Ini seiring dengan tampilnya
tokoh utama Masjumi mendukung PPP. Tetapi kenaikan suara PPP di basis-
basis Masjumi diikuti pula oleh penurunan suara dan kursi di basis-basis NU,
sehingga kenaikan suara secara nasional tidak begitu besar.
PPP berhasil menaikkan 17 kursi dari Sumatera, Jakarta, Jawa Barat dan
Kalimantan, tetapi kehilangan 12 kursi di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur
dan Sulawesi Selatan. Secara nasional tambahan kursi hanya 5.
PDI juga merosot perolehan kursinya dibanding gabungan kursi partai-partai
yang berfusi sebelumnya, yakni hanya memperoleh 29 kursi atau berkurang 1
kursi di banding gabungan suara PNI, Parkindo dan Partai Katolik.
Hasil Pemilu 1982
Pemungutan suara Pemilu 1982 dilangsungkan secara serentak pada tanggal 4
Mei 1982. Pada Pemilu ini perolehan suara dan kursi secara nasional Golkar
meningkat, tetapi gagal merebut kemenangan di Aceh. Hanya Jakarta dan
Kalimantan Selatan yang berhasil diambil Golkar dari PPP. Secara nasional
Golkar berhasil merebut tambahan 10 kursi dan itu berarti kehilangan masing-
masing 5 kursi bagi PPP dan PDI Golkar meraih 48.334.724 suara atau 242
kursi. Adapun cara pembagian kursi pada Pemilu ini tetap mengacu pada
ketentuan Pemilu 1971.
Hasil Pemilu 1987
Pemungutan suara Pemilu 1987 diselenggarakan tanggal 23 April 1987 secara
serentak di seluruh tanah air. Dari 93.737.633 pemilih, suara yang sah
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 15
mencapai 85.869.816 atau 91,32 persen. Cara pembagian kursi juga tidak
berubah, yaitu tetap mengacu pada Pemilu sebelumnya.
Hasil Pemilu kali ini ditandai dengan kemerosotan terbesar PPP, yakni
hilangnya 33 kursi dibandingkan Pemilu 1982, sehingga hanya mendapat 61
kursi. Penyebab merosotnya PPP antara lain karena tidak boleh lagi partai itu
memakai asas Islam dan diubahnya lambang dari Ka'bah kepada Bintang dan
terjadinya penggembosan oleh tokoh- tokoh unsur NU, terutama Jawa Timur
dan Jawa Tengah.
Sementara itu Golkar memperoleh tambahan 53 kursi sehingga menjadi 299
kursi. PDI, yang tahun 1986 dapat dikatakan mulai dekat dengan kekuasaan,
sebagaimana diindikasikan dengan pembentukan DPP PDI hasil Kongres 1986
oleh Menteri Dalam Negeri Soepardjo Rustam, berhasil menambah perolehan
kursi secara signifikan dari 30 kursi pada Pemilu 1982 menjadi 40 kursi pada
Pemilu 1987 ini.
Hasil Pemilu 1992
Cara pembagian kursi untuk Pemilu 1992 juga masih sama dengan Pemilu
sebelumnya. Hasil Pemilu yang pemungutan suaranya dilaksanakan tanggal 9
Juni 1992 ini pada waktu itu agak mengagetkan banyak orang. Sebab,
perolehan suara Golkar kali ini merosot dibandingkan Pemilu 1987. Kalau pada
Pemilu 1987 perolehan suaranya mencapai 73,16 persen, pada Pemilu 1992
turun menjadi 68,10 persen, atau merosot 5,06 persen. Penurunan yang
tampak nyata bisa dilihat pada perolehan kursi, yakni menurun dari 299
menjadi 282, atau kehilangan 17 kursi dibanding pemilu sebelumnya.
PPP juga mengalami hal yang sama, meski masih bisa menaikkan 1 kursi dari
61 pada Pemilu 1987 menjadi 62 kursi pada Pemilu 1992 ini. Tetapi di luar Jawa
suara dan kursi partai berlambang ka’bah itu merosot. Pada Pemilu 1992 partai
ini kehilangan banyak kursi di luar Jawa, meski ada penambahan kursi dari
Jawa Timur dan Jawa Tengah. Malah partai itu tidak memiliki wakil sama
sekali di 9 provinsi, termasuk 3 provinsi di Sumatera. PPP memang berhasil
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 16
menaikkan perolehan 7 kursi di Jawa, tetapi karena kehilangan 6 kursi di
Sumatera, akibatnya partai itu hanya mampu menaikkan 1 kursi secara
nasional. Yang berhasil menaikkan perolehan suara dan kursi di berbagai
daerah adalah PDI. Pada Pemilu 1992 ini PDI berhasil meningkatkan perolehan
kursinya 16 kursi dibandingkan Pemilu 1987, sehingga menjadi 56 kursi. Ini
artinya dalam dua pemilu, yaitu 1987 dan 1992, PDI berhasil menambah 32
kursinya di DPRRI.
Hasil Pemilu 1997
Sampai Pemilu 1997 ini cara pembagian kursi yang digunakan tidak berubah,
masih menggunakan cara yang sama dengan Pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, dan
1992. Pemungutan suara diselenggarakan tanggal 29 Mei 1997. Hasilnya
menunjukkan bahwa setelah pada Pemilu 1992 mengalami kemerosotan, kali
ini Golkar kembali merebut suara pendukungnnya. Perolehan suaranya
mencapai 74,51 persen, atau naik 6,41. Sedangkan perolehan kursinya
meningkat menjadi 325 kursi, atau bertambah 43 kursi dari hasil pemilu
sebelumnya. PPP juga menikmati hal yang sama, yaitu meningkat 5,43 persen.
Begitu pula untuk perolehan kursi. Pada Pemilu 1997 ini PPP meraih 89 kursi
atau meningkat 27 kursi dibandingkan Pemilu 1992. Dukungan terhadap partai
itu di Jawa sangat besar.
Sedangkan PDI, yang mengalami konflik internal dan terpecah antara PDI
Soerjadi dengan Megawati Soekarnoputri setahun menjelang pemilu,
perolehan suaranya merosot 11,84 persen, dan hanya mendapat 11 kursi, yang
berarti kehilangan 45 kursi di DPR dibandingkan Pemilu 1992.
Pemilu kali ini diwarnai banyak protes. Protes terhadap kecurangan terjadi di
banyak daerah. Bahkan di Kabupaten Sampang, Madura, puluhan kotak suara
dibakar massa karena kecurangan penghitungan suara dianggap keterlaluan.
Ketika di beberapa tempat di daerah itu pemilu diulang pun, tetapi pemilih,
khususnya pendukung PPP, tidak mengambil bagian.
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 17
Pemilu 1999
Pemilu di Indonesia ini dilangsungkan pada tahun pada tanggal 7 Juni 1999 di
bawah pemerintahan Presiden BJ Habibie dan diikuti oleh 48 partai politik.
Pemilu ini juga menandai berakihrnya rezim orde baru.Tiga besar Pemilu 1999
adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan
Pembangunan.
Walaupun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menjadi partai pemenang,
namun ketua umum partainya, Megawati Soekarnoputri, gagal menjadi
presiden.Di zaman ini presiden masih dipilih oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat.Musyawarah di MPR memutuskan mengangkat Abdurrahman Wahid
dari Partai Kebangkitan Bangsa sebagai presiden dengan Megawati sebagai
wakil presiden.
Pemilu 2004
Pemilu 2004 berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Selain memilih
anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, rakyat juga dapat
memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). DPD adalah lembaga
perwakilan baru yang ditujukan untuk mewakili kepentingan daerah. Pemilu
tahun ini memilih presiden secara langsung.
Pemilu 2009
Pemilu tahun 2009 berlangsung pada 8 Juli 2009. Capres Susilo Bambang
Yudhoyono yang diusung oleh Partai Demokrat bersama cawapresnya
Boediono, berhasil menjadi pemenang dalam satu putaran langsung. Mereka
memperoleh suara 60,80%. Mereka mengalahkan pasangan capres-cawapres
Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Muhammad Jusuf Kalla-
Wiranto.
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 18
BAB III
PENYELENGGARAAN PEMILU
Sejak tahun 2004, penyelenggaraan Pemilu terdiri atas 3 (tiga) macam pemilu, yaitu
pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD, Presiden dan Wakil Presiden, serta Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah. Sedangkan, sebelum tahun 2004, Presiden dan wail presiden
serta kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh DPR dan DPRD.
A. Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD.
Berdasarkan ketentuan umum pasal 1 UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu
Anggota DPR, DPD, dan DPRD, yang dimaksud dengan Pemilu Anggota DPR, DPD
dan DPRD adalah pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD dan DPRD provinsi dan
DPRD kabupaten/kota dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
1. Peserta Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupaten/ Kota adalah parpol peserta pemilu yang telah memenuhi persyaratan :
a. berstatus badan hukum; sesuai dengan Undang-Undang tentang Partai Politik
b. memiliki kepengurusan di 2/3 (dua pertiga) jumlah provinsi;
c. memiliki kepengurusan di 2/3 (dua pertiga) jumlah kabupaten/kota di provinsi
yang bersangkutan;
d. menyertakan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan
perempuan pada kepengurusan parpol tingkat pusat;
e. memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) orang atau 1/1.000 (satu
perseribu) dari jumlah penduduk pada setiap kepengurusan parpol yang
dibuktikan dengan kepemilikan kartu tanda anggota;
f. mempunyai kantor tetap untuk kepengurusan;
g. mengajukan nama dan tanda gambar parpol kepada KPU sesuai dengan
ketentuan Perundang-undangan (UU No.10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan
Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah);
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 19
2. Peserta pemilu untuk memilih anggota DPD adalah Perseorangan yang telah me-
menuhi Persyaratan dan mendapat dukungan minimal dari pemilih dari daerah
pemilihan yang bersangkutan;
a. Dukungan
Jumlah Penduduk Dukungan (paling sedikit)
Sampai dengan 1.000.000 1.000 pemilih
Lebih dari 1.000.000 - 5.000.000 2.000 pemilih
Lebih dari 5.000.000 - 10.000.000 3.000 pemilih
Lebih dari 10.000.000 - 15.000.000 4.000 pemilih
Lebih dari 15.000.000 5.000 pemilih
b. Dukungan dimaksud tersebar di paling sedikit 50% dari jumlah
kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan.
c. Persyaratan dimaksud dibuktikan dengan daftar dukungan yang dibubuhi
tanda tangan atau cap jempol dan dilengkapi fotokopi KTP setiap pendukung.
3. Tahapan penyelenggaraan Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD;
a. Pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih;
b. Pendaftaran peserta pemilu;
c. Penetapan peserta pemilu;
d. Penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan;
e. Pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota;
f. Masa kampanye;
g. Masa tenang;
h. Pemungutan dan penghitungan suara;
i. Penetapan hasil Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Provinsi serta DPRD
Kabupaten/Kota;
j. Pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD, dan DPRD Provinsi sert DPRD
Kabupaten/Kota terpilih.
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 20
B. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
Sejak Pemilu Tahun 2004, presiden atau wakil presiden dipilih secara langsung oleh
rakyat, sebelum Pemilu Tahun 2004 presiden atau wakil presiden dipilih oleh anggota
DPR/MPR. Pemilu presiden dan wakil presiden adalah pemilu untuk memilih
pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh parpol atau
gabungan parpol secara berpasangan :
1. Peserta pemilu presiden dan wakil presiden adalah pasangan calon yang
diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang telah memenuhi
persyaratan yang memperoleh jumlah kursi paling sedikit 20% (dua puluh
persen) dari jumlah kursi di DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen)
dari suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan (UU No.42 Tahun 2008 tentang
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden).
2. Penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan setelah
pelaksa-naan pemilihan umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD.
3. Tahapan penyelenggaraan pemilu presiden dan wakil presiden:
a. Penyusunan daftar pemilih;
b. Pendaftaran bakal pasangan calon;
c. Penetapan pasangan calon;
d. Masa kampanye;
e. Masa tenang;
f. Pemungutan dan penghitungan suara;
g. Penetapan hasil pemilu presiden dan wakil presiden;
h. Pengucapan sumpah/janji presiden dan wakil presiden terpilih.
C. Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2004 secara langsung telah
mengilhami dilaksanakannya pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
(Pilkada) secara langsung pula.Hal ini didukung pula dengan semangat otonomi
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 21
daerah yang telah digulirkan pada tahun 1999.Oleh karena itulah, sejak tahun 2005,
telah diselenggarakan Pilkada secara langsung, baik di tingkat provinsi maupun
kabupaten/kota. Penyelenggaraan ini diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan bahwa “Kepala daerah dan wakil
kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara
demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil”.
Pasangan calon yang akan berkompetisi dalam Pilkada adalah pasangan calon yang
diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik.
Pilkada masuk dalam rezim Pemilu setelah disahkannya UU Nomor 22 Tahun 2007
tentang Penyelenggara Pemilihan Umum sehingga sampai saat ini Pemilu Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah lebih dikenal dengan istilah Pemilukada. Pada
tahun 2008, tepatnya setelah diberlakukannya UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
Pasangan Calon yang dapat turut serta dalam Pemilukada tidak hanya pasangan
calon yang diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik, tetapi juga dari
perseorangan.
1. Asas Pemilukada
Pemilukada dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur
dan adil.
2. Dasar Hukum
a. UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah
ter-akhir dengan UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
b. UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu.
c. PP Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan
Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana diubah
terakhir dengan PP Nomor 49 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga Atas PP
Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan
Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 22
3. Badan Penyelenggara
Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur diselenggarakan oleh KPU Provinsi,
sedangkan Pemilu Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota
oleh KPU Kabupaten/ Kota.
4. Peserta
Peserta Pemilukada adalah Pasangan Calon dari:
a. Partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh kursi paling
rendah 15% (lima belas perseratus) dari jumlah kursi DPRD di daerah
bersangkutan atau memperoleh suara sah paling rendah 15% (lima belas
perseratus) dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilu Anggota DPRD
di daerah bersangkutan.
b. Perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang yang telah memenuhi
persyaratan secara berpasangan sebagai satu kesatuan, dengan syarat
dukungan sejumlah:
Jumlah Dukungan
sekurang-
kurangnya:
Jumlah Penduduk
Provinsi Kabupaten/Kota
6,5 % sampai dengan 2
juta jiwa
sampai dengan 250 ribu
jiwa
5 % lebih dari 2 juta - 6
juta jiwa
lebih dari 250 ribu - 500
ribu jiwa
4 % lebih dari 6 juta - 12
juta jiwa
lebih dari 500 ribu - 1 juta
jiwa
3 % lebih dari 12 juta jiwa lebih dari 1 juta jiwa
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 23
BAB IV
PEREMPUAN DAN PEMILU
A. Arti Penting Perempuan dalam Pemilu
Hak dipilih dan hak memilih adalah hak setiap warga negara tanpa memandang latar
belakang sosial, latar belakang ekonomi, bahkan latar belakang jenis kelamin dalam
pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang
langsung, umum bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Di Kabupaten Tasikmalaya dari DPT yang baerjumlah
1.349.870 jiwa hampir 50 % nya adalah pemilih perempuan dengan totalnya mencapai
670.420 jiwa pemilih. Hal ini menunjukan betapa suara perempuan sangat penting
dalam mengatur negeri ini melalui pemilu. Bahkan dalam politik, perempuan
mendapatkan afirmasi melalui UU Partai Politik dimana Parpol diminta untuk
mencalonkan perempuan minimal 30% dari seluruh calon yang diusung oleh masing-
masing partai politik. Namun demikian dalam pemilu-pemilu sebelumnya kebijakan
afirmative action bagi perempuan dalam politik, keterwakilan perempuan dalam
lembaga legislatif masih belum terwujud.
Hak untuk dipilih dan memilih berdasarkan persamaan hak merupakan perintah UU
yang harus dipatuhi. Artinya peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
Pemilu wajib hak yang sama antara laki-laki dan perempuan untuk menikmati hak
sipil dan politik. Hambatan bagi partisipasi perempuan dalam kehidupan politik
tidak boleh ditolerir, karena dapat menghambat pertumbuhan kesejahteraan
keluarga dan masyarakat dan mempersulit perkembangan potensi perempuan dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Sementara itu kaum perempuan perlu mengkonsolidasikan potensinya, menggalang
dukungan untuk meraih simpati dan secara sistematis menempa diri agar memiliki
kapasitas, kapabilitas serta akseptabilitas untuk memainkan peranan lebih besar
dalam kancah politik demi kesejahteraan seluruh rakyat. Urusan politik dalam
Negara demokratis adalah urusan laki-laki dalam Negara demokratis adalah urusan
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 24
laki-laki dan perempuan. Laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan tanggung
jawab yang sama untuk membangun bangsanya.
Sejarah perjuangan kaum wanita Indonesia telah mencatat nama-nama wanita yang
turut andil dalam aktivitas politik. Perjuangan fisik melawan mengabadikan nama-
nama seperti Cut Nyak Dien, Martha Tiahahu, Yolanda Maramis dsb. Dalam
pergerakan nasional muncul nama Rasuna Said dan Trimurti. Sedangkan RA Kartini
dan Dewi Sartika, telah terpahat nama-nama mereka sebagai orang yang
memperjuangkan hak hak wanita untuk memperoleh pendidikan yang setara dengan
pria. Era Orde Baru telah melempangkan jalan bagi para wanita untuk aktif berkiprah
dalam segala aspek kehidupan termasuk politk. Berbagai bentuk perjuangan politik
telah digeluti para wanita, seperti di parlemen, kabinet, partai politik, LSM dan
sebagainya.
Salah satu upaya untuk peningkatan keterwakilan perempuan adalah adanya
peraturan perundang-undangan yang dapat memberikan jaminan terhadap proses
politik yang memastikan peningkatan keterwakilan perempuan pada tingkat yang
diharapkan. Undang-Undang Partai Politik dan Pemilu adalah salah satu indikator
yang sangat penting untuk menjamin peningkatan keterwakilan perempuan yang
duduk di DPR. Undang-Undang (UU) Partai Politik dan Pemilu menjadi ukuran
untuk melihat bagaimana respon negara terhadap indikator kesetaraan gender.
Undang-Undang Pemilu dapat memberikan jaminan bagi perempuan untuk dapat
mengikuti proses pencalonan sampai terpilihnya dalam pemilu.
Di Indonesia, sejak diberlakukannya pasal 65 Undang-Undang Pemilu No.12 Tahun
2003 tentang kuota perempuan 30% pada pemilu 2004 secara terus-menerus
dibutuhkan penguatan terhadap UU tersebut dan evaluasi di setiap Pemilihan Umum
(pemilu). UU Pemilu ini telah diubah menjadi UU No.8 Tahun 2008, dengan
mencantumkan nomor urut 1 sampai 3 harus ada calon perempuan. Sementara UU
No.31 Tahun 2002 tentang Partai Politik belum mencantumkan masalah kuota secara
tegas telah diperbaiki dengan UU No.2 Tahun 2008.
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 25
B. Keterwakilan Perempuan dalam Politik
Keterlibatan perempuan untuk berpartisipasi dalam pemerintahan dan lembaga
penentu kebijakan berkesesuaian dengan sejumlah peraturan perundang-undangan.
Artinya, upaya untuk mendorong peningkatan keterwakilan perempuan di parlemen
hingga mencapai angka kritis 30% telah diterima sebagai norma hukum yang menjadi
dasar pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Perjuangan keterwakilan perempuan dalam politik memiliki dua makna. Pertama,
untuk mewujudkan pemenuhan Hak Politik Perempuan dalam tatanan kehidupan
Demokrasi-yaitu Hak memilih dan dipilih serta hak untuk ikut serta dalam
perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan publik . Kedua ditujukan unuk
mewujudkan keadilan gender secara substantif (Subatantive Equality), yaitu keadilan
bagi laki-laki dan perempuan dalam pembangunan, yaitu keadilan dalam
menjangkau (akses), ikut serta (partisipasi) , dan pengambilan keputusan (kontrol)
dalam pembangunan serta keadilan dalam penguasaan dan penikmatan hasil-hasil
pembangunan. Dengan demikian maka keadilan yang diperjuangkan oleh gerakan
perempuan, merupakan keadilan dari sisi proses dan hasil. Bukan sekedar
memperjuangkan jumlah dan proses.
Perjuangan gerakkan perempuan mendorong terwujudnya keterwakilan perempuan
ini, sejalan dengan watak gerakan perempuan di berbagai negara di dunia yang
bersifat transformative, atau bertujuan membuat suatu keadaan menjadi lebih baik,
lebih adil dan lebih demokratis.
Dalam konteks politik Indonesia, perjuangan keterwakilan politik perempuan, masih
sangat relevan. Hak untuk memilih memang telah berhasil diperjuangkan oleh
Kongres Perempuan Indonesia formal maupun informal pada tahun 1939 - 1945,
hingga akhirnya sejak pemilu pertama di Indonesia (tahun 1955) perempuan
Indonesia sudah memiliki hak pilih. Namun hak pilih perempuan tersebut tidak serta
merta menghasilkan keterwakilan yang seimbang dalam lembaga perwakilan rakyat.
Jumlah perempuan di DPR/DPRD tetap saja rendah. Kurang dari 30% dari seluruh
jumlah anggota parlemen. Hal ini terjadi karena berbagai hambatan structural dan
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 26
cultural yang dihadapi oleh perempuan. Hambatan structural, terutama disebabkan
oleh jumlah calon anggota perempuan dalam daftar calon
partai (saat ini Daftar Calon Tetap), sangat rendah. Sedangkan hambatan cultural
terutama disebabkan oleh kurangnya dukungan keluarga dan kurangnya kepercayaan
masyarakat pada kepemimpinan politik perempuan, terutama karena adanya
anggapan, bahwa dunia politik adalah dunia kaum laki-laki.
Anggota DPR Berdasarkan Jenis Kelamin, 1955-2009
Periode Jumlah Anggota
DPR
Perempuan Laki-laki
1950 – 1955* 245 Orang 9 Orang 3,70% 236 Orang 96,30%
1955 – 1960 289 orang 17 orang 5,90% 272 orang 94,10%
1956 – 1959 ** 513 orang 25 orang 4,90% 488 orang 95,10%
1971 – 1977 496 orang 36 orang 7,30% 460 orang 92,70%
1977 – 1982 489 orang 29 orang 5,90% 460 orang 94,10%
1982 – 1987 499 orang 39 orang 7,80% 460 orang 92,20%
1987 – 1992 565 orang 65 orang 11,50% 500 orang 88,50%
1992 – 1997 562 orang 62 orang 11,00% 500 orang 89,00%
1997 – 1992 554 orang 54 orang 9,70% 500 orang 90,30%
1999 – 2004 546 orang 46 orang 8,40% 500 orang 91,60%
2004 – 2009 550 orang 63 orang 11,50% 487 orang 88,50%
2009 – 2014 560 orang 101 orang 18,04% 459 orang 81,96%
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 27
BAB V
MENJADI PEMILIH CERDAS
Hasil pemilu yang berkualitas tidak hanya ditunjang oleh penyelenggara pemilu yang
baik dan berkualitas, namun juga ditunjang oleh pemilih yang cerdas pula. Bagaimana
pemilih perempuan menjadi pemilih yang cerdas? Ada beberapa tips untuk pemilih
perempuan, yaitu:
1. Memastikan diri sudah terdaftar
Sikap pro aktif dibutuhkan sebagai salah satu bentuk partisipasi dalam pemilu.
Diantaranya adalah memastikan dirinya masuk dalam daftara pemilih tetap (DPT).
Nama dapat dilihat di kelurahan/Desa atau dapat dilihat melalui situs Komisi
Pemilihan Umum (KPU) di http://www.kpu.go.id
2. Kenali Calon
Sebelum memilih pastikan rekam jejak calon yang akan dipilih agar tidak menyesal di
kemudian hari. Banyak cara untuk mengetahuinya, diantaranya memanfaatkan
informasi dan media seperti TV, Radio, koran, internet, atau cek profil calon anggota
legislatif di situs KPU.
Menentukan pilihan tanpa mengetahui dan mengenal sang calon merupakan
tindakan beresiko, karena mereka akan membawa aspirasi lima tahun kedepan,
sehingga dengan amengenal calon maka akan memperkecil penyalahgunaan
kepercayaan yang sudah diberikan oleh para pemilih.
3. Ketahui Program, Visi dan Misi dari calon dan partai politik
Sebelum menentukan pilihan di dalam pemilihan umum jangan lupa juga mengenal
dan mengetahui riwayat hidup calon dan partai politiknya. Riwayat hidup calon dapat
berhuibungan dengan latar belakang pendidikan, pekerjaan, aktivitas dalam
bermasyarakat, kemungkinan terkena tindak kriminal atau pidana, pelanggaran HAM
dan lain-lain.
Riwayat partai politik dapat berhubungan dengan sejarah pendirian partai, para
pengurus, rekam jejaknya di pemilu dan pemerintahan sebelumnya apabila itu bukan
partai politik baru. Dengan melihat tiga hal itu maka dapat dinilai realistis tidaknya
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 28
program partai dan sejauh mana mengakomodir aspirasi masyarakat sehingga
menjadi lebih kritis dan yakin pada calon yang akan dipilih.
4. Diskusikan pilihanmu dengan pelbagai unsur masyarakat
Setelah memperoleh invormasi yang cukup mengenai visi, Misi, dan program partai
politik serta data dan riwayat hidup calon, maka untuk mengenal lebih dalam
informasi yang telah diperoleh dapat didiskusikan dengan pelbagai unsur di
masyarakat. Data dan informasi itu akan makin diperkaya sehingga menjadi dasar
yang kuat dalam menentukan pilihan.
Dalam menentukan calon yang akan dipilih tetap dibutuhkan sikap yang rasional
seperti apakah program yang akan diusung sesuai kebutuhan masyarakat atau tidak,
dan apakah sosok yang akan dipilih merupakan orang yang tepat dan dapat dipercaya
dalam menjalankan program tersebut.
Selain langkah-langkah diatas, untuk dapat mengahasilkan pemilu yang berkualitas
diperlukanya peningkatan kualitas dan kuantitas partisipasi pemilih khususnya pemilih
perempuan, untuk itu banyak hal teknis yang mesti diketahui masyarakat khususnya
pemilih perempuan sebagai pengetahuan dasar mengenai pemilu 2014, antara lain :
1) Mengetahui Tahapan Pemilu, yaitu
a. perencanaan program dan anggaran, serta penyusunan peraturan
pelaksanaan penyelenggaraan Pemilu;
b. emutakhiran data Pemilih dan penyusunan daftar Pemilih;
c. pendaftaran dan verifikasi Peserta Pemilu;
d. penetapan Peserta Pemilu;
e. penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan;
f. pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota;
g. masa Kampanye Pemilu;
h. Masa Tenang;
i. pemungutan dan penghitungan suara;
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 29
j. penetapan hasil Pemilu; dan
k. pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota
2) Memastikan seseorang yang memenuhi syarat pemilih terdaftar sebagai pemilih yaitu
Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur
17 (tujuh belas) tahun atau lebih
atau sudah/pernah kawin Pemilih yang berhak memberikan suara di TPS, adalah:
a. Pemilih yang terdaftar dalam DPT (daftar pemilih tetap)
b. Pemilih yang terdaftar dalam DPTb (daftar pemilih tambahan)
c. Pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT dan DPTb yang meliputi:
Pemilih khusus yang terdaftar dalam DPK (daftar pemilih khusus)
Pemilih khusus tambahan yang terdaftar dalam DPKTb (daftar pemilih
khusus tambahan)
3) Mengetahui bahwa Pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD,
DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
4) Mengetahui bahwa Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota dilaksanakan dengan system proporsional terbuka
5) Mengetahui bahwa Pemilu untuk memilih anggota DPD dilaksanakan dengan sistem
distrik berwakil banyak
6) Mengetahui bahwa peserta pemilu untuk anggota DPD adalah perseorangan, yang
untuk provinsi Jawa Barat telah ditetapkan sejumlah 36 orang, yaitu :
1. H. ACENG HOLIK MUNAWAR FIKRI, S.Ag.
2. ASEP SYARIPUDIN
3. Drs. ASRIL DAS
4. Ir. H. AYI HAMBALI
5. DENI JASMARA
6. DENI SAEFUL HAYAT
7. DJUMONO
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 30
8. ELANG RAJA LUQMAN ZULKAEDIN, S.H.
9. Dr. H. EMAN SURYAMAN, M.M.
10. Dra. Ir. Hj. ENI SUMARNI, M.Kes.
11. Hj. EUIS ATIKAH, S.Sos.
12. Dr. H. GUNAWAN UNDANG, M.Si.
13. H. HASAN ZAINAL ABIDIN EZ, S.E., M.M.
14. HUSNI F. MUBAROK, S.Ag., M.Si.
15. JULIANDA BARUS, M.M., M.B.A.
16. Drs. H. K. EDI PERMADI, M.Pd.
17. H. M. YOS FAISAL HUSNI, M.H., M.Hum.
18. K.H. MOH. ATHOILLAH MURSJID, S.E., M.Si.
19. MUHAMMAD HAFIDZ
20. NACE PERMANA, S.E.
21. NAZAR HARIS
22. Drs. H. NU'MAN ABDUL HAKIM
23. ODIK SODIKIN
24. ONI SUWARMAN, A.Md.
25. Dra. Hj. R. ELLA M.GIRIKOMALA, M.Pd.
26. RATU RAJA ARIMBI NURTINA, S.T.
27. H. RUDI HARSA TANAYA
28. Drs. H. RUKMAN HERYANA, M.M.
29. Dr. H. SUHAELI, M.Si.
30. SUHARNA SURAPRANATA
31. H. SYARIF BASTAMAN, S.H.
32. SYIFA HANANTA
33. TRI WURYANTORO, S.E.
34. H. TUBAGUS DASEP, M.Sc.
35. UNANG MARGANA, S.H
36. Drs. H. UU RUKMANA
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 31
7) Mengetahui bahwa peserta pemilu 2014 dari partai politik ada 15 partai, 12 parpol
berskala nasional dan 3 parpol merupakan parpol local Aceh, yaitu :
1. NasDem – Partai Nasional Demokrat
2. PKB – Partai Kebangkitan nasional
3. PKS – Partai Keadilan Sejahtera
4. PDI-P – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
5. Golkar – Partai Golongan Karya
6. Gerindra – Partai Gerakan Indonesia Raya
7. PD – Partai Demokrat
8. PAN – Partai Amanat Nasional
9. PPP – Partai Persatuan Pembangunan
10. Hanura – Partai Hati Nurani Rakyat
11. PDA – Partai Damai Aceh (partai politik baru, hanya bersaing di Aceh)
12. PNA – Partai Nasional Aceh (partai politik baru, hanya bersaing di Aceh)
13. PA – Partai Aceh (hanya bersaing di Aceh)
14. PBB – Partai Bulan Bintang
15. PKPI – Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia
8) Mengetahui daerah pemilihan dan alokasi kursi masing masing daerah pemilihan,
dimana Jumlah kursi anggota DPR ditetapkan sebanyak 560 (lima ratus enam puluh)
dan Jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPR paling sedikit 3 (tiga) kursi
dan paling banyak 10 (sepuluh) kursi.
Jumlah kursi DPRD provinsi ditetapkan paling sedikit 35 (tiga puluh lima) dan paling
banyak 100 (seratus) dan Jumlah kursi DPRD kabupaten/kota ditetapkan paling
sedikit 20 (dua puluh) dan paling banyak 50 (lima puluh). Jumlah kursi setiap daerah
pemilihan anggota DPRD Provinsi dan kabupaten/kota paling sedikit 3 (tiga) kursi
dan paling banyak 12 (dua belas) kursi.
Adapun daerah pemilihan Kabupaten Tasikmalaya untuk DPR masuk dalam dapil
JAWA BARAT 10 (meliputi Kab Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya dan Kabupaten Garut)
dengan alokasi 10 kursi. Daerah pemilihan untuk anggota DPD adalah provinsi.
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 32
jumlah kursi anggota DPD untuk setiap provinsi ditetapkan 4 (empat) kursi.Daerah
pemilihan Kab Tasikmalaya untuk DPRD provinsi masuk dalam dapil JAWA BARAT
12 (meliputi Kab Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya dan Kabupaten Garut) dengan
alokasi 11 kursi.
Daerah pemilihan untuk DPRD Kabupaten Tasikmalaya dibagi menjadi 7 (tujuh)
dapil, yaitu:
1. Tasikmalaya 1 dengan alokasi 8 Kursi, yang terdiri dari kecamatan Singaparna,
Mangunreja, Sukarame, Cigalontang, Tanjungjaya dan Sariwangi
2. Tasikmalaya 2, dengan alokasi 8 Kursi, yang terdiri dari kecamatan, Leuwisari,
Padakembang, Sukaratu, Cisayong, Sukahening dan Rajapolah
3. Tasikmalaya 3, dengan alokasi 7 Kursi, yang terdiri dari kecamatan Jamanis,
Ciawi, Kadipaten, Pagerageung dan Sukaresik
4. Tasikmalaya 4, dengan alokasi 7 Kursi, yang terdiri dari kecamatan Salopa,
Jatiwaras, Cineam, Karangjaya, Manonjaya dan Gunungtanjung
5. Tasikmalaya 5, dengan alokasi 7 Kursi, yang terdiri dari kecamatan
Cikalong,Karangnunggal, Pancatengah dan Cikatomas
6. Tasikmalaya 6, dengan alokasi 7 Kursi, yang terdiri dari kecamatan Cipatujah,
Cibalong, Parungponteng, Bantarkalong, Bojongasih, Culamega dan Sukaraja
7. Tasikmalaya 7, dengan alokasi 6 Kursi, yang terdiri dari kecamatan
Bojonggambir, Taraju, Sodonghilir, Puspahiang dan Salawu
Daftar bakal calon memuat paling banyak 100% (seratus persen) dari jumlah kursi
pada setiap daerah pemilihan. Daftar bakal calon harus memuat paling sedikit 30%
(tiga puluh persen) keterwakilan perempuan dan Nama-nama calon dalam daftar
bakal calon disusun berdasarkan nomor urut yang di dalam daftar bakal calon
setiap 3 (tiga) orang bakal calon terdapat sekurang-kurangnya 1 (satu) orang
perempuan
9) Mengetahui hal hal yang berkaitan dengan kampanye, antara lain soal larangan
kampanye dan orang yang dilarang terlibat dalam kampanye
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 33
Larangan dalam Kampanye.
Pelaksana, peserta, dan petugas Kampanye Pemilu dilarang:
a. mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
b. melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
c. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau Peserta Pemilu
yang lain;
d. menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat;
e. mengganggu ketertiban umum;
e. mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan
kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau Peserta
Pemilu yang lain;
f. merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye Peserta Pemilu;
g. menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan;
i. membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut selain dari tanda
gambar dan/atau atribut Peserta Pemilu yang bersangkutan; dan
j. menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta
Kampanye Pemilu
Pelaksana kampanye dalam kegiatan Kampanye Pemilu dilarang mengikutsertakan:
a. Ketua, Wakil Ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah Agung, dan
hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim
konstitusi pada Mahkamah Konstitusi;Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Badan
Pemeriksa Keuangan;
b. Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia;
c. direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan badan usaha milik
negara/badan usaha milik daerah;
d. pegawai negeri sipil;
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 34
e. anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
f. kepala desa; dan
g. perangkat desa.
10) Mengetahui bahwa dalam pemilu 2014 memilih dengan cara MENCOBLOS, dan
11) Mengetahui kriteria surat suara sah, dan penetapan calon terpilih yaitu :
Suara untuk Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota
dinyatakan sah apabila:
a. surat suara ditandatangani oleh ketua KPPS; dan
b. tanda coblos pada nomor atau tanda gambar partai politik dan/atau nama calon
anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota berada pada kolom
yang disediakan; atau
c. tanda coblos pada tanda gambar partai politik berada pada kolom yang
disediakan.
Suara untuk Pemilu anggota DPD dinyatakan sah apabila:
a. surat suara ditandatangani oleh ketua KPPS; dan
b. tanda coblos terdapat pada 1 (satu) calon perseorangan
Hasil Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota terdiri atas
perolehan suara partai politik serta perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD
provinsi, dan DPRD abupaten/kota.
Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-
kurangnya 3,5% (tiga koma lima persen) dari jumlah suara sah secara nasional untuk
diikutkandalam penentuan perolehan kursi anggota DPR. Penentuan perolehan jumlah
kursi anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota Partai Politik Peserta
Pemilu didasarkan atas hasil penghitungan seluruh suara sah dari setiap Partai Politik
Peserta Pemilu.
Dari hasil penghitungan seluruh suara sah ditetapkan angka BPP (Bilangan Pembagi
Pemilihan ) yaitu bilangan yang diperoleh dari pembagian jumlah suara sah dengan
jumlah kursi di suatu daerah pemilihan untuk menentukan jumlah perolehan kursi Partai
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 35
Politik Peserta Pemilu dan terpilihnya anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD
kabupaten/kota.
BPP = SUARA SAH : KURSI
Penetapan calon terpilih anggota DPD didasarkan pada : nama calon yang memperoleh
suara terbanyak pertama, kedua, ketiga, dan keempat di provinsi yang bersangkutan.
Selain mengetahui hal – hal teknis, guna meningkatkan kualitas Pemilu dan kuantitas
partisipasi pemilih, pemilih pada umumnya harus memastikan beberapa hal :
1. Mengetahui Visi, Misi, dan Program dari setiap Peserta Pemilu
2. Mengenali Riwayat Hidup Calon dan Partai Politiknya
3. Setelah melakukan penilaian, memastikan bahwa Pemilih pada saat masuk ke TPS
sudah punya pilihan, dan
4. Memastikan setiap Pemilih dapat memberikan Suaranya Dengan Benar, Sah dan
sesuai pilihannya
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 36
BAB VI
PERAN DAN STRATEGI KPU DALAM MENINGKATKAN
PARTISIPASI PEMILIH PEREMPUAN
A. Peran KPU
Peran KPU, khususnya KPU Kabupaten Tasikmalaya dalam meningkatkan partisipasi
masyarakat, tidak bisa dilepaskan dari fungsi dan kewenangan KPU sebagai salah satu
penyelenggara Pemilu di Indonesia.
Menurut UU No.15 tahun 2011 salah satunya adalah menyelenggarakan sosialisasi
penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU
Kabupaten/kota kepada masyarakat. Jika melihat substansi pasal tadi, tidak bisa
dipungkiri KPU Kabupaten/Kota berkewajiban mensosialisasikan pelaksanaan dan
tahapan Pemilu Legislatif tahun 2014. Oleh karenanya berbagai program kegiatan
KPU antara lain diprioritaskan untuk melakukan sosialisasi berbagai tahapan
tersebut, sesuai dengan sosio-kultural di daerahnya masing-masing.
Berbagai kegiatan KPU Kabupaten Tasikmalaya dalam melakukan upaya sosialisasi
ini dilakukan melalui dua mode utama, yakni pertama, melakukan implementasi
program yang sudah digariskan dari KPU RI seperti sosialisasi Pemilu Legislatif
dengan memprioritaskan 5 segmen utama masyarakat Indonesia seperti Kelompok
Pemilih Pemula, Kelompok Keagamaan, Kelompok Masyarakat Marginal, Kelompok
Disabilitas dan Kelompok Perempuan. Pelaksanaan teknis sosialisasi dilakukan secara
variatif dan kreatif sesuai dengan kondisi di daerah.
Selain itu juga KPU Kabupaten Tasikmalaya membentuk Relawan Demokrasi sesuai
Surat Edaran (SE) KPU Nomor : 609/kpu/IX/2013 tentang Penyampaian Petunjuk
Pelaksanaan Program Relawan Demokrasi Pemilu 2014. Menurut KPU RI relawan
demokrasi merupakan program gerakan sosial yang dimaksudkan untuk
meningkatkan partisipasi dan kualitas pemilih dalam menggunakan hak pilih dan
kualitas pemilih dalam menggunakan hak pilih. Program ini melibatkan peran serta
masyarakat, termasuk segmen pemilih pemula, keagamaan dan kelompok
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 37
perempuan. Saat ini telah terpilih 30 orang relasi yang mewakili lima segmen yang
telah disebutkan di atas.
Kedua, program yang dilakukan oleh KPU Kabupaten Tasikmalaya berdasarkan
anggaranyang ada. Kegiatan tersebut seperti dikemas dalam bentuk ceramah,
penyuluhan, diskusi publik, diskusi kelompok terarah (FGD), pelatihan dan model
kegiatan lainnya.
Selama tahun 2013 KPU Kabupaten Tasikmalaya telah melakukan sosialisasi melalui
HNSI dan masyarakat adat Kampung Naga sebagai perwakilan masyarakat
terpinggirkan, Kelompok pemilih pemula dengan mengundang perwakilan
SMA/SMK se Kabupaten Tasikmalaya dalam bentuk ceramah dan diskusi publik,
melakukan sosialisasi di Kelompok Perempuan dengan diskusi mendatangkan
pembicara tokoh perempuan, diskusi publik tentang pentingnya partisipasi kelompok
keagamaan dengan mendatangkan nara sumber pimpinan pesantren dan
mengundang pimpinan-pimpinan pesantren se Kabupaten Tasikmalaya. Kegiatan
tersebut dilaksanakan di berbagai tempat dan kondisi dengan sumber anggaran
berasal dari DIPA tahun 2013.
Selain itu sosialisasi juga dilakukan lewat koordinasi dengan stakeholder terkait, via
web site KPU Kabupaten Tasikmalaya, media cetak, elektronik dan berbagai alat
peraga seperti spanduk, stiker, dan peraga lainnya. Berbagai kegiatan lainnya seperti
sosialisasi langsung dan monitoring ke daerah juga dilakukan untuk lebih
memasifkan informasi tentang pelaksanaan Pemilu Legislatif tahun 2014.
B. Strategi penyampaian sosialisasi
Strategi yang dapat dilakukan dalam penyampaian sosialisasi kepadapemilih
perempuan meliputi:
a. Terpadu, sistematis dan komprehensif.
1) Terpadu, penyelenggaraan sosialisasi dilakukan secara simultan dengan
pembagian peran diantara penyelenggara guna mencapai tujuan.
2) Sistematis, penyampaian materi sosialisasi secara runtut dan tepat sasaran.
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 38
3) Komprehensif, penyampaian materi dengan menggunakan metode, bahan,
dan media tepat sasaran.
b. Materi yang sesuai dengan kebutuhan kelompok sasaran dengan dukungan
metode yang memadai.
c. Penggalangan dukungan pemangku kepentingan.
C. Metode Sosialisasi
a. Metode Sosialisasi Pemilu 2014 meliputi :
1) Komunikasi melalui Tatap Muka;
2) Komunikasi melalui media massa cetak dan elektronik;
3) Komunikasi melalui mobilisasi massa;
4) Komunikasi melalui media sosial.
b. Media yang digunakan meliputi :
1) Media Luar Ruang dan Bahan Cetak;
2) Media Cetak dan Elektronik;
3) Media Tradisional;
4) Media Jejaring Sosial;
c. Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan Sosialisasi, KPU Kabupaten
Tasikmalaya membentuk kelompok kerja Sosialisasi pada setiap tingkatan dan
tahapan Pemilu 2014.
D. Rincian Jenis Kegiatan Dan Media Sosialisasi
1) Metode Sosialisasi Pemilu 2014 meliputi :
a) Komunikasi Tatap Muka
Dalam metode ini dapat dilakukan beberapa bentuk kegiatan antara lain :
(1) Bimbingan Teknis;
(2) Ceramah;
(3) Simulasi;
(4) Seminar;
(5) Diskusi;
(6) Sarasehan.
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 39
b) Komunikasi melalui media massa cetak dan elektronik
Dalam metode ini dapat dilakukan beberapa bentuk kegiatan antara lain :
(1) Iklan di media cetak, radio, dan audio visual;
(2) Tulisan di media cetak;
(3) Dialog interaktif di radio;
(4) Dialog interaktif di televisi;
(5) Paparan Visi misi pasangan calon di TV lokal;
(6) Informasi berkala Pemilu 2014 bagi wartawan.
c) Komunikasi melalui mobilisasi massa
Dalam metode ini dapat dilakukan beberapa bentuk kegiatan dengan
melibatkan masyarakat khusunya pemilih perempuan dan peran serta
pemangku kepentingan antara lain:
(1) Lomba cerdas cermat Siswi SLTA Se-Kabupaten Tasikmalaya;
(2) Lomba cerdas cermat Santri Putri Se-Kabupaten Tasikmalaya
(3) Sosialisasi melalui Kesenian tradisional;
(4) Sosialisasi melalui Kesenian kontemporer;
(5) Sosialisasi melalui komunitas masyarakat;
(6) Sosialisasi melalui mimbar keagamaan;
d) Komunikasi melalui media sosial
Dalam metode ini dapat dilakukan beberapa bentuk kegiatan dengan
melibatkan masyarakat khususnya pemilih perempuan dan peran serta
pemangku kepentingan antara lain:
(1) Penyebarluasan informasi melalui Web KPU Kabupaten Tasikmalaya;
(2) Penyebarluasan informasi melalui Facebook;
(3) Penyebarluasan informasi melalui Twitter;
(4) Penyebarluasan informasi melalui SMS Broadcast;
(5) Membangun komunikasi internal penyelenggara melalui SMS Center
Internal;
(6) Membangun komunikasi internal penyelenggara melalui Milis Internal;
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 40
(7) Membuka layanan SMS Pengaduan.
2) Media yang digunakan meliputi :
b) Media Komunikasi Tatap Muka
Dalam metode ini dapat dilakukan melalui media antara lain :
1) Bimbingan Teknis;
2) Ceramah;
3) Simulasi;
4) Seminar;
5) Diskusi;
6) Sarasehan.
c) Komunikasi melalui media massa cetak dan elektronik
Dalam metode ini dapat dilakukan melalui media antara lain :
1) Surat Kabar;
2) Radio;
3) Televisi;
4) Majalah;
5) Tabloid;
6) Majalah/Buletin Pemerintah Daerah/Instansi lainnya;
7) Buku Pedoman.
d) Komunikasi melalui mobilisasi massa
Dalam metode ini dapat dilakukan melalui media antara lain:
1) Baliho;
2) Spanduk;
3) Poster;
4) Leaflet;
5) Sticker;
6) Buku Panduan;
7) Buku Pedoman;
8) Lomba;
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 41
9) Kesenian tradisional;
10) Kesenian kontemporer;
11) Mimbar Keagamaan;
12) Layar tancap;
13) Mobil Penerangan.
e) Komunikasi melalui media sosial
Dalam metode ini dapat dilakukan melalui media antara lain:
2) Web/Blog KPU Kabupaten Tasikmalaya;
3) Facebook;
4) Twitter;
5) SMS Broadcast;
6) SMS Center Internal;
7) Milis Internal;
8) SMS Pengaduan;
9) Buku Pedoman.
E. Kelompok Sasaran
a. Masyarakat Umum Khusunya Pemilih Perempuan;
b. Pemilih Pemula Perempuan (pelajar dan mahasiswa);
c. Komunitas Perempuan (PKK, Kelompok Pengajian, dan lain-lain;
d. Pengemuka pendapat (tokoh masyarakat, tokoh agama, dan seniman);
e. Petani, buruh dan kelompok pekerja lainnya (pedagang, nelayan,dan lainnya);
f. Wartawan dan kelompok media lainnya (media cetak, elektronik,radio, dan
komunitas);
g. Partai politik;
h. Pemerintah Daerah, TNI/Polri;
i. Pengawas dan Pemantau;
j. LSM/Ormas ;