modul apf 2.pdf
TRANSCRIPT
BAB III
FUNGSI DISTRIBUSI DATA
A. Distribusi Data dan Histogram
Pengambilan data berulang akan memperoleh serentetan data hasil pengukuran.
Serentetan data tersebar atau terdistribusi disekitar nilai perkiraan terbaiknya. Semakin
banyak data yang diperoleh dari hasil pengukuran akan membingungkan pada saat
pencatatan dan menampilkan karena kondisi data tidak urut nilainya. Cara mengatasi
kesulitan ini menggunakan distribusi atau histogram. Sebagai contoh, pengukuran jarak dari
lensa sampai banyangan (x) diperoleh data yang terdistribusi sebagai berikut:
26,24,26,28,23,24,25,24,26,25
Data agar mudah dicatat ditampilkan mengunakan histogram. Tahap pertama untuk
menampilkan data dalam bentuk histogram adalah mengurutkan data dari terkecil ke terbesar.
Data hasil pengukuran jarak lensa kebayanga dapat ditampilkan menjadi:
23,24,24,24,25,25,26,26,26,28. pencatatan data ini akan lebih baik dibuat secara sederhanan.
Sebagai contah pencatatan data 26,26,26 yang ditulis sebanyak tiga kali disederhanakan. Kita
dapat mencatat nilai 26 dan jumlah ditemukannya nilai tersebut secara bersama-sama.
Pencatatan data ditampilkan dalam Tabel 3.1
Tabel 3.1: tabel frekuensi data
Nilai (xk) 23 24 25 26 27 28
Frekuensi (nk) 1 3 2 3 0 1
Pada tabel 3.1, nilai data ditunjukan dengan notasi (xk), dengan k = 1,2,3,.... Notasi (xk)
untuk menunjukan variasi perbedaan nilai yang ditemukan. Notasi (nk) menujukan jumlah
frekuensi nilai xk ditemukan, dengan k = 1,2,3,....
Nilai rata-rata dari data yang diperoleh dapat dihitung mengunakan persamaan sebagai
berikut:
N
X
X
N
ii
1,
sehingga dari tabel 3.1 diperoleh nilai rata-rata sebagai berikut:
10
28262626252524242423 x
Penghitungan nilai rata-rata juga dapat dilakukan menggunakan persamaan sebagai
berikut:
N
nx
x
N
kkk
1,
sehingga perhitungan diperoleh hasil sebagi berikut:
10
)128()326()225()324()123( x
Distribusi data hasil pengukuran dapat ditampilkan secara gafik dalam histogram. Pada
pembuatan grafik dalam bentuk histogram data yang diplot adalah nilai nk dengan nilai xk.
Contoh pembuatan grafik dalam bentuk histogram seperti ditunjukan oleh gambar 11. grafik
yang ditnjukan gambar 11 juga sisebut dengan bar histogram.
Gambar 11: Historgam dari 10 pengukuran panjang. Sumbu vertikal menujukan banyaknya
data nilai pengukuran xi .
xk
nk
22 23 24 25 26 27 28
1
2
3
4
Kadang kala, Hasil pengukuran dipenoleh nilai yang tidak bulat. Contoh data hasil
pengukuran jarak lensa dengan jarak banyangan yang tersebut sebelumnya merupakan data
yang nilainya bulat. Data yang berupa bilangan tidak bulat lebih cocok dibuat tepat dibuat
dalan range nilai kedalam bilangan yang sesuai dengan interval. Contoh data pengukuran
jarak lensa dengan bayangan adalah: 26,4; 23,9; 25,1; 24,6;22,7;23,8;25,1;23,9;25,3;25,4.
data ini akan lebih cocok ditampilkan dalam bentuk interval data. Tabel 2 menunjukkan
intelval data dan banyaknya data yang ada dalam interval tersebut.
Tabel 3.2: Interval data pengamatan
Interval 22-23 23-24 24-25 25-26 26-27 27-28
Banyaknya data 1 3 1 4 1 0
Gambar 12: interval histogram yang menunjukan bagian dari pengukuran.
Pengambilan data yang semakin banyak akan mengakibatkan tampilan data dalam
grafik lebih halus dan teratur. Data yang jumlahnya bayak dapat dibuat interval histogram
yang semakin sempit. Semakin sempitnya interval, histogram akan semakin halus dan teratur.
Gambar 14 menunjukan histogram dari data pengukuran yang jumlahnya banyak.
xk
nk
22 23 24 25 26 27 28
1
2
3
4
Gambar 14: Histogram dengan jumlah data yang banyak
Kurva yang terbentuk dari gambar 14 merupakan kurva kontinue. Semakin sempit lebar
histogram maka semakin halus kurva yang terbentuk. Kurva kontinue ini membentuk fungsi
tertentu ( )(xf ).
Gambar 15: kurva distribusi f(x).(a) setelah banyak pengukuran, bagian yang berada
diantara x dan x + dx adalah daerah f(x)dx potongan sempit. (b) bagian yang berada diantara
x = a dan x = b adalah daerah yang menaungi.
Daerah yang berada di daerah di antara nilai hasil pengukuran a dan b adalah
dxxfb
a
)( . Luas daerah dibawah kurva dxxfb
a
)( merupakan jumlah pengukuran yang
berada pada interval nilai a dan b. Pada jumlah pengukuran yang besar, dxxf )( adalah
peluang pengukuran tunggal x akan memberikan hasil antara x sampai dengan x+ dx . secara
sama, integral dxxfb
a
)( memberikan peluang pengukuran yang salaj satu pengukuran kan
berada pada x = a dan x = b. Apabila daerah pengukuran dari sampai dengan
maka peluang hasil pengukuran adalah sama dengan 1
1)( dxxf
Gambar 16: dua grafik distribusi, pertama untuk presisi yang tinggi dan yang kedua
untuk presisi yang rendah.
B. Distribusi Normal
Perbedaan tipe pengukuran mempunyai perbedaan curva distribusi. Tidak semua
curva distribusi mempunyai bell shape yang simetri. Distribusi binomila dan poisson sebagai
contoh distibusi yang tidak simetry. Namun demikian, banyak pengukuran yang memiliki
kurva bell shape yang simetri untuk pembatasan distribusinya.
Fungsi matematis yang mendiskripsikan kurva bell shape disebut distribusi normal
atau distribusi gauss. Bentuk Fungsi ini ditunjukan sebagai berikut
2
2
2
x
e
(3.1)
Ketika nilai x = 0, fungsi gauss bernilai 1. Nilai x yang bergerak dari salah satu arah
menjauh dari nilai nol (0), 2
2
2
x nilainya meningkat, secara cepat apabila nilai kecil
(sempit), dan lambat apabila lebar. Semakin menjauh perubahan nilai x dari nol maka
persamaan 2
2
2
x
e
mengecil kearah nol.
Gambar 17: Fungsi Gauss bell-shape dan berpusat pada x = 0. kurva bell-shape lebar
jika besar dan sempit jika kecil.
Fundi gauss dapat dirubah pusat curva beel shape dari x = 0 ke sembarang titik x = X.
kita merubah nilai x dalam persamaan (3.1) dengan x – X, sehingga fungsi maksimum pada x
= X dan simetri pada titik tersebut.
Gambar 18: fungsi gauss bell-shape (bentuk lonceng) dan berpusat pada X
Suatu fungsi harus ternormalisasi. Fungsi gauss juga harus ternormalisasi. Secara
umum funsi ternormalisasi memenuhi persamaaan sebagai berikut
1)( dxxf (3.2)
Kita misalkan 22 2/)()( XxNexf . Fungsi ini akan ternormalisasi jika
memenuhi persamaan (3.2), sehingga diperoleh persamaan:
1)(22 2/)(
dxNedxxf Xx (3.3)
Perhitungan persamaan 3.3 akan lebih sederhana apabila nilai x-X diubah menjadi y
dan dari casus persamaan ini dy = dx sehingga diperoleh
122 2/ dyeN y
(3.4)
kemudian mensubtitusi
y = z ( dalam casus ini dy = dz), sehingga diperoleh
12/2
dzeN z , untuk nilai 22/2
dze z
Hasil akhir perhitungan diperoleh
22/2
NdzeN z (3.5)
Berdasarkan persamaan 3.4 dan 3.5 diperoleh 12 N , sehingga nilai 2
1N
Dapat kita simpulkan, fungsi Gaus atau normal yang ternormalisasi adalah sebagai berikut:
2
2
2
)(
2
1)(
Xx
exf
(3.6)
Dengan x = besaran fisika yang diukur
X = nilai benar x yang dicari
f = frekuensi perolehan nilai x dalam pengukuran
2
1= nilai maksimum f
= parameter percobaan yang berkaitan dengan kehalusan alat ukur yang
digunakan
Nilai x = X benar hanya diperoleh jika cacah datanya =
Nilai x diperoleh setelah melakukan banyak percobaan. Nilai x diperoleh dengan
persamaan sebagai berikut:
dxxxfx )( , sehingga untuk distrbusi Gauss nilai x ditunjukan oleh:
dxxex
Xx
2
2
2
)(
2
1
(3.7)
Jika kita subtitusikan y = x – X atau x = y + X, kemudian dx=dy maka integral pada
persamaan (3.7) menjadi dua bagian.
)(2
1 2
2
2
2
22 dyeXdyyex
yy
(3.8)
Nilai 02
2
2
dyye
y
dan 22
2
2
dye
y
, sehingga persamaam 3.8
dapat diperoleh hasil sebagai berikut:
2..2
1Xx
sehingga hasil akhir diperoleh Xx
Nilai standar deviasi ( x ) diperoleh dari persamaan berikut ini:
dxxfxxx )()( 22
, dengan cara perhitungan yang sama dengan
perhitungan x diperoleh nilai 22 x .
C. Integral kebolehjadian dan tingkat kepercayaan
Batas distribusi (f(x)) dari pengukuran beberapa besar x menggambarkan peluang perolehan
dari nilai x. Secara kushus, peluang pengukuran yang memberikan hasil dalam range a≤x≤b
ditunjukan aleh persamaan 3.8.
b
a
dxxfP )( (3.8)
Apabila grafik distribusi data berupa distribusi gaussian maka integral dapat dihitung.
peluang pengukuran yang berada dalam range satu standar deviasi ( ) dari nilai sebenarnya
X adalah:
dxe
dxxfP
X
X
Xx
x
x
2
2
2
)(
2
1
)(
Gambar 19: daerah yang dinaungi antara X ± adalah peluang pengukuran dalam satu
standar deviasi dari X.
Peluang hasil pengukuran untuk sebaran data dari x1 = -x dan x2 = x dapat dicari
nilainya. Pada kasus ini, simpangan data pengukuran adalah xx = d. Nilai d dapat
dinyatakan dalam standar deviasi ( ) yaitu: d = xx = n . Pada tabel nilai distribusi
normal atau gaussian n = z, sehingga d = z
x2 = x x x2 = -x
f(x)
Gambar 20: sebaran titik data dari –x sampai dengan x
Perlu diingat bahwa nilai z =
x atau zx
dengan x = nilai keboleh jadian yang dicari
= nilai rata-rata
= standar deviasi
Hasil pengukuran yang berada dalam rentang x1 = -x sampai dengan x2 = x yang sudah
diganti dengan -z sampai dengan z dapat ditunjukan pada gambar berikut:
Gambar 21: sebaran titik data dari μ-zσ sampai dengan μ+zσ
Nilai pengukuran untuk z =1 dapat dihitung sebagai berikut:
dxxfP )( , nilai ini dapat diketahui dengan melihat tabel distribusi gaussian
atau normal. Bedasarkan nilai tabel distribusi gaussian diperoleh nilai P = 0,68 = 68%. Hasil
pengukuran yang berada di xxx dapat dikatakan mempunyai peluang atau
keboleh jadian 68 %. Hasil suatu pengukuran biasanya dituliskan dalam bentuk xsx .
z x z
f(x)
Biasanya sx = , sehingga hasil ukur yang dinyatakan dengan xsx memiliki
kebolehjadian pengukuran sebesar 68%. Nilai sx bisa saja tidak = , tetapi sx bisa bernilai
2 , 3 , 4 , dan seterusnya. Nilai z yang digunakan untuk mengetahui peluang hasil
pengukuran. Kebolehjadian dari masing-masing nilai z dapat dilihat pada tabel 3.3.
Gamabr 22: keboleh jadian untuk nilai z = 1
x
f(x)
P = 68% untuk z=1
Gambar 23: Full Width at Half Maximum = 2,35 dan Half Width at Half
Maximum = 1,17
Perlu diingat bahwa nilai kebolehjadian terbesar adalah sama dengan 1. Besar peluang
hasil pengukuran lebih dari x yang ditunjukan gambar 23 dapat dihitung sebagai
berikut:
2
1 tPP
dengan P = peluang hasil pengukuran x lebih dari x
Pt = Peluang hasil ukur dari x < x < x berdasar tabel
Gambar 24: nilai data (x) < x dan x > x
Tabel 3.3: tabel distribusi gaussian
z x z
f(x)
P
D.