modul 5 pendidikan pancasila dan kewarganegaraan … · kemerdekaan indonesia (bpupki) pertama,...
TRANSCRIPT
No Kode : DAR2/Profesional/027/5/2019
MODUL 5
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
KEGIATAN BELAJAR 4
PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN GLOBAL
Penulis:
Dr. MUHAMMAD HALIMI, M.Pd
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
2019
A. Pendahuluan
Dalam kegiatan belajar ke-4 ini Anda akan diajak untuk mempelajari materi
tentang Pancasila dan Kewarganegaraan Global. Materi ini sangat penting untuk Anda
kuasai dalam kedudukan Anda sebagai guru. Dengan memahami materi pada kegiatan
belajar ini, tentu saja akan menambah wawasan anda sebagai bekal untuk menanamkan
nilai-nilai Pancasila kepada setiap peserta didik di sekolah Anda.
Materi Pancasila dan Kewarganegaraan Global merupakan materi yang bersifat
mendasar dalam pembelajaran PPKN di SD. Oleh karena itu, penguasaan guru akan
substansi pada materi ini sangat penting sebagai bekal dalam mengelola kelas PPKN,
sehingga tujuan utama PPKN sebagai mata pelajaran yang mempersiapkan peserta didik
menjadi warga negara yang cerdas dan baik dapat tercapai.
B. Capaian Pembelajaran
Menguasai teori dan aplikasi mencakup muatan materi lima mata pelajaran
pokok di SD 1) Bahasa Indonesia terdiri atas Ragam Teks; Satuan Bahasa Pembentuk
Teks, Struktur, Fungsi, dan Kaidah Kebahasaan Teks Fiksi; Struktur, Fungsi, dan Kaidah
Kebahasaan Teks Nonfiksi, serta Apresiasi dan Kreasi Sastra Anak; 2) Matematika
terdiri atas Bilangan, Geometri dan Pengukuran, Statistik, dan Kapita Selekta; 3) Ilmu
Pengetahuan Alam terdiri atas Metode Ilmiah, Makhluk Hidup dan Proses Kehidupan,
Benda dan Sifatnya, Energi dan Perubahannya, Bumi dan Alam Semesta; 4) Ilmu
Pengetahuan Sosial terdiri atas Manusia, Tempat dan Lingkungan; Waktu,
Keberlanjutan, dan Perubahan; Sistem Sosial dan Budaya; Perilaku Ekonomi dan
Kesejahteraan; Fenomena Interaksi Dalam Perkembangan IPTEK dan Masyarakat
Global; dan 5) Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang terdiri atas Hak Asasi
Manusia; Persatuan dan Kesatuan Dalam Keberagaman Masyarakat Multikultur;
Konsep Nilai, Moral, dan Norma; Pancasila; serta Kewarganegaraan Global; termasuk
advance materials secara bermakna yang dapat menjelaskan aspek “apa” (konten),
“mengapa” (filosofi), dan “bagaimana” (penerapan) dalam kehidupan sehari-hari”
C. Sub Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari materi pada kegiatan belajar ini, diharapkan Anda mampu
menguasai materi tentang:
1. Sejarah perumusan Pancasila dan, nilai-nilai yang terkandung dalam sila
Pancasila, dan aplikasinya dalam pembelajaran di SD.
2. Hakikat kewarganegaraan global, tantangan di era globalisasi, dampak positif dan
negatif globalisasi, dan aplikasinya dalam pembelajaran di SD.
Agar Anda memperoleh hasil atau memiliki kompetensi yang diharapkan dalam
mempelajari materi pembelajaran pada kegiatan belajar ini, ikutilah petunjuk belajar
berikut ini.
1. Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan ini sampai Anda faham betul tentang
apa, untuk apa dan bagaimana mempelajari materi pada kegiatan belajar ini.
2. Bacalah sepintas bagian demi bagian dan temukan kata-kata kunci dan kata-kata
yang Anda anggap asing. Pelajarilah kata-kata tersebut dengan mencari makna atau
pengertiannya pada kamus yang Anda miliki.
3. Tangkaplah pengertian demi pengertian dari isi kegiatan belajar ini melalui
pemahaman sendiri, dan lakukan sharing pendapat dengan kolega yang juga
memperdalam materi atau dengan instruktur yang ditunjuk oleh lembaga.
4. Mantapkan pemahaman Anda melalui diskusi, dan menganalisis berbagai kasus
yang relevan dengan materi pada kegiatan belajar ini.
D. Uraian Materi
1. Pancasila dalam Kehidupan Bernegara
a. Sejarah Perumusan Pancasila
1) Asal Mula Pancasila
Tahukah Anda sejak kapan Pancasila itu mulai ada? Dalam berbagai pengajaran
telah disebutkan bahwa Pancasila merupakan ideologi yang nilai-nilai digali dari adat
istiadat, agama dan pandangan hidup yang telah melakat pada diri bangsa Indonesia
sejak lahirya bangsa Indonesia. Dengan kata lain nilai-nilai Pancasila sudah ada
sebelum negara Republik Indonesia merdeka. Nilai-nilai tersebut kemudian secara
formal diangkat dan dirumuskan oleh para pendiri negara untuk dijadikan sebagai dasar
filsafat negara Indonesia dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pertama, sidang panitia sembilan, sidang BPUPKI
kedua serta akhirnya disahkan secara yuridis sebagai dasar filsafat negara Republik
Indonesia. Oleh karena itu, pengkajian atau pembahasan mengenai Pancasila tidak bisa
terlepaskan dari periodesasi sejarah yang menyertai kehidupan bangsa Indonesia sejak
dahulu.
Proses terbentuknya bangsa dan negara Indonesia melalui suatu proses sejarah
yang panjang. Proses tersebut diawali ketika munculnya kehidupan di wilayah
Indonesia dan dipertegas ketika tumbuhnya kerajaan-kerajaan di nusantara, seperti
Kutai, Tarumanagara, Sriwjaya, Majapahit, kerajaan-kerajaan Islam dan sebagainya.
Kerajaan-kerajaan tersebut menggambarkan sebuah bentuk kehidupan yang diorganisir
oleh sebuah lembaga yang sifatnya sama dengan negara. Kerajaan-kerajaan di
Nusantara ternyata mewariskan nilai-nilai yang kemudian diangkat menjadi nilai-nilai
Pancasila secara formal, seperti nilai Ketuhanan, kemanusian, persatuan, kerakyatan
dan keadilan sosial. Dengan kata lain, nilai-nilai tersebut secara objektif telah dimiliki
bangsa Indonesia sejak dulu (Kaelan, 2012:46).
Kemudian, dasar-dasar nasionalisme bangsa Indonesia mulai tumbuh ketika
datangnya bangsa asing yang ingin menjajah bangsa Indonesia. Pada waktu itu hampir
semua kerajaan di nusantara mengadakan perlawanan untuk mengusir bangsa penjajah
tersebut meskipun perjuangannya masih bersifat kedaerahan. Arah perjuangan bangsa
Indonesia berubah total ketika dasar-dasar nasionalisme moderen ditanamkan mulai
tahun 1908. Sifat perjuangan tidak lagi bersifat kedaerahan, tetapi sudah mengarah pada
terciptanya persatuan dan kesatuan. Hal ini dipertegas dengan Sumpah Pemuda tahun
1928. Akhirnya perjuangan untuk menciptakan sebuah negara yang merdeka mencapai
puncaknya ketika diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus
1945. Mulai dari saat itulah secara formal nilai-nilai Pancasila berlaku dan dijadikan
falsafah serta pandangan hidup bangsa Indonesia.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jika ditinjau dari asal mulanya atau
sebab terjadinya, maka Pancasila telah memenuhi empat syarat sebab (kausalitas)
sebagaimana dikemukakan oleh Notonagoro (Kaelan, 2012:47-48), yaitu:
a) Causa Materialis (asal mula bahan)
Pada hakikatnya, nilai-nilai Pancasila merupakan nilai-nilai yang digali dari bangsa
Indonesia itu sendiri berupa nilai-nilai adat istiadat, nilai-nilai kebudayaan dan nilai-
nilai religius. Nilai-nilai tersebut terdapat dalam kehidupan sehari-hari bangsa
Indonesia. Dengan demikian, asal nahan Pancasila itu terdapat kehidupan bangsa
Indonesia sendiri.
b) Causa Formalis (asal mula bentuk)
Dalam hal ini, bagaimana bentuk Pancasila itu dirumuskan sebagaimana tercantum
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Asal mula bentuk Pancasila ialah ketika Soekarno bersama Mohammad Hatta serta
anggota BPUPKI lainnya merumuskan dan membahas Pancasila, terutama dalam
hal bentuk, rumusan, serta nama Pancasia.
c) Causa Efisien (asal mula karya)
Asal mula karya, yaitu asal mula yang menjadikan Pancasila dari calon dasar negara
menjadi dasar negara yang sah. Asal mula karya Pancasila ialah Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) sebagai pembentuk negara dan atas kuasa
pembentuk negara yang mengesahkan Pancasila menjadi dasar negara yang sah,
setelah melalui pembahasan baik dalam sidang-sidang BPUPKI maupun Panitia
Sembilan.
d) Causa Finalis (asal mula tujuan)
Pancasila dirumuskan dan dibahas dalam sidang-sidang BPUPKI dengan tujuan
menjadikan Pancasila sebagai dasar negara. Oleh karena itu, asal mula tujuan
tersebut ialah para anggota BPUPKI dan Panitia Sembilan menentukan tujuan
dirumuskannya Pancasila sebelum fitetapkan oleh PPKI sebagai dasar negara yang
sah. Demikian pula para pendiri negara yang berfungsi sebagai kausa sambangan,
karena yang merumuskan dasar filsafat negara.
2) Proses Perumusan Pancasila
Proses perumusan Pancasila sangat berkaitan erat dengan kekalahan penjajah
Jepang dalam Perang Pasifik. Hal tersebut membuat Jepang berada dalam posisi
terjepit. Nah, dalam keadaan terjepit inilah, Jepang berusaha memikat hati bangsa
Indonesia dengan memberikan janji akan memberikan kemerdekaan kepada bangsa
Indonesia di kemudian hari. Untuk melaksanakan janjinya tersebut, Jepang membentuk
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang
dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi Cosakai. Badan ini beranggotakan 62
orang yang diketuai oleh dr. Radjiman Wedyodiningrat.
Anggota BPUPKI dilantik pada tanggal 28 Mei 1945. Keesokan harinya,
tanggal 29 Mei 1945 seluruh anggota BPUPKI mulai bersidang. Acara sidang tersebut
membahas rumusan dasar negara Indonesia Merdeka dan rancangan Undang-Undang
Dasar. Sesuai dengan acaranya sidang berlangsung dalam dua gelombang. Berikut ini
uraian singkat siding BPUPKI sebagaimana dikutip oleh Pranarka (1985:25-50)
a) Sidang Gelombang Pertama
Sidang ini berlangsung dari tanggal 29 Mei 1945 sampai 1 Juni 1945, untuk
membahas rumusan dasar negara Indonesia merdeka. Pada kesempatan ini tampil
beberapa tokoh yang menyampaikan gagasannya mengenai dasar negara Indonesia
merdeka, diantaranya adalah Mr. Muhammad Yamin, Prof. Dr. Mr. Soepomo, dan Ir.
Soekarno.
Pada tanggal 29 Mei 1945 Muhammad Yamin mendapat kesempatan yang
pertama untuk mengemukakan pikirannya tentang dasar negara. Pidato Mr.
Muhammad Yamin berisikan lima asas dasar negara Indonesia Merdeka yang diidam-
idamkan. Kelima asas tersebut adalah.
(1) Peri Kebangsaan.
(2) Peri Kemanusiaan.
(3) Peri Ketuhanan.
(4) Peri Kerakyatan.
(5) Kesejahteraan Rakyat.
Setelah berpidato, Mr. Muhammad Yamin menyampaikan usulan secara
tertulis mengenai rancangan Undang-Undang Dasar (UUD) Republik Indonesia.
Dalam rancangan UUD itu tercantum pula rumusan lima asas dasar negara sebagai
berikut:
(1) Ketuhanan Yang Maha Esa
(2) Kebangsaan Persatuan Indonesia
(3) Rasa Kemanusian yang Adil dan Beradab
(4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/ perwakilan
(5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Pada keesokan harinya tepatnya tanggal 31 Mei 1945, Prof. Dr. Mr. Soepomo
tampil berpidato di hadapan sidang BPUPKI. Dalam pidatonya itu beliau
menyampaikan gagasannya mengenai lima dasar negara Indonesia merdeka yang
terdiri dari:
(1) Persatuan
(2) Kekeluargaan
(3) Keseimbangan lahir batin
(4) Musyawarah
(5) Keadilan rakyat
Kemudian, pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno menyampaikan pidatonya
di hadapan sidang BPUPKI. Dalam pidato tersebut diajukan oleh Ir. Soekarno secara
lisan usulan lima asas sebagai dasar negara Indonesia yang akan dibentuk. Rumusan
dasar negara yang diusulkan Ir. Soekarno tersebut adalah sebagai berikut.
(1) Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia
(2) Internasionalisme atau Perikemanusiaan
(3) Mufakat atau Demokrasi
(4) Kesejahteraan sosial
(5) Ketuhanan yang berkebudayaan
Lima asas di atas oleh Ir. Soekarno diusulkan agar diberi nama “Pancasila”.
Dikatakan oleh beliau istilah itu atas saran dari salah seorang ahli bahasa. Usul
mengenai nama “Pancasila” bagai dasar negara tersebut secara bulat diterima oleh
sidang. Selanjutnya beliau mengusulkan bahwa kelima sila tersebut dapat dipers
menjadi “Trisila” yaitu Sosio Nasionalisme, Sosio Demokrasi, dan Ketuhanan.
Berikutnya tiga hal ini menurutnya juga dapat diperas menjadi “Ekasila” yaitu Gotong
Royong.
Pada tanggal 22 Juni 1945 para anggota BPUPKI yang tergabung dalam Panitia
Sembilan mengadakan sidang khusus. Panitia Sembilan terdiri dari Ir. Soekarno, Drs.
Mohammad Hatta, Mr. A.A. Maramis, K.H. Wahid Hasjim, Abdoel Kahar Meozakir,
H. Agoes Salim, Abikeosno Tjokrosoejoso, Mr. Achmad Soebardjo dan Mr.
Muhammad Yamin. Sidang khusus ini berhasil menyusun suatu dokumen yang
terkenal dengan nama Piagam Jakarta atau Jakarta Charter. Nama tersebut
merupakan usulan dari Mr. Muhammad Yamin yang disetujui oleh semua anggota
Panitia Sembilan.
Naskah Piagam Jakarta ditandatangani oleh seluruh anggota Panitia Sembilan.
Di dalam Piagam Jakarta terdapat rumusan dasar negara Indonesia Merdeka, yaitu
sebagai berikut:
(1) Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya menurut dasar
(2) Kemanusiaan yang adil dan beradab
(3) Persatuan Indonesia
(4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan
(5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Isi Piagam Jakarta tersebut sekarang kita kenal dengan istilah Pancasila. Sila-
sila yang terdapat dalam Pancasila merupakan hasil musyawarah para tokoh pendiri
bangsa (founding fathers).
b) Sidang Gelombang Kedua
Persidangan BPUPKI yang kedua ini berlangsung antara 10 sampai 17 Juli
1945 untuk membahas penyusunan rancangan Undang-Undang Dasar. Pada tanggal
10 Juli 1945 dilakukan perumusan akhir isi dasar negara. Pada persidangan tersebut
juga dibahas Rancangan Undang-Undang Dasar, termasuk soal
pembukaannya/mukaddimah. Pembahasan tersebut dilakukan oleh Panitia Perancang
Undang-Undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Kemudian, keesokan harinya,
tanggal 11 Juli 1945, Panitia Perancang Undang-Undang Dasar dengan suara bulat
menyetujui isi Pembukaan Undang-Undang Dasar diambil dari Piagam Jakarta.
Pada tanggal 14 Juli 1945 Panitia Perancang Undang-Undang Dasar
melaporkan hasil kerjanya kepada seluruh anggota BPUPKI. Dalam kesempatan
tersebut, Ir. Soekarno selaku Ketua Panitia melaporkan tiga hal yang dihasilkan oleh
panitia, yaitu:
(1) Pernyataan Indonesia Merdeka yang rumusannya diambil dari tiga alinea pertama
Piagam Jakarta dengan sisipan yang panjang.
(2) Pembukaan Undang-Undang Dasar yang rumusannya diambil dari seluruh isi
Piagam Jakarta.
(3) Undang-Undang Dasar beserta batang tubuhnya.
Seluruh anggota BPUPKI menerima dengan bulat hasil kerja dari Panitia Perancang
Undang-Undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Soekarno.
Setelah berhasil menyusun rancangan Undang-Undang Dasar, maka selesailah
tugas dari BPUPKI. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Agustus 1945 badan tersebut
dibubarkan. Kemudian, Pemerintah Jepang membentuk Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Zyunby Inkai. Untuk keperluan
pembentukan panitia tersebut, pada tanggal 8 Agustus 1945, Ir Soekarno, Drs.
Mohammad Hata dan dr. Radjiman Wedyodiningrat berangkat ke Saigon untuk
memenuhi panggilan Jenderal Besar Terauchi. Dalam pertemuan tersebut Ir. Soekarno
diangkat sebagai Ketua PPKI, Drs. Mohammad Hatta sebagai wakil ketua dan dr.
Radjiman Wedyodiningrat sebagai anggota. PPKI mulai bekerja pada tanggal 9
Agustus 1945. Anggota PPKI sendiri terdiri dari 21 Orang.
Setelah pertemuan di Saigon terjadi dua peristiwa yang sangat bersejarah
dalam proses kemerdekaan Republik Indonesia. Pertama, tanggal 14 Agustus 1945
Jepang menyerah tanpa syarat. Kedua, pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia
memproklamirkan kemerdekaanya. Kemudian, pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI
bersidang dengan agenda utama mengesahkan rancangan Hukum Dasar dengan
pembukaannya serta memilih Presiden dan Wakil Presiden.
Dalam proses pengesahan Preambul, terjadi proses yang cukup panjang.
Sebelum mengesahkan Preambul, Mohammad Hatta terlebih dahulu mengemukakan
bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945 sore hari, sesaat setelah Proklamasi
Kemerdekaan, ada utusan dari Indonesia bagian Timur yang menemuinya. Intinya,
rakyat Indonesia bagian Timur mengusulkan agar pada alinea keempat preambul, di
belakang kata “ketuhanan” yang berbunyi “dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dihapus. Jika tidak maka rakyat Indonesia bagian
Timur lebih baik memisahkan diri dari negara RI yang baru saja diproklamasikan. Usul
ini oleh Mohammad Hatta disampaikan kepada sidang pleno PPKI, khususnya kepada
para anggota tokoh-tokoh Islam, antara lain kepada Ki Bagus Hadikusumo, KH.
Wakhid Hasyim dan Teuku Muh. Hasan. Mohammad Hatta berusaha meyakinkan
tokoh-tokoh Islam, demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Oleh karena pendekatan yang terus-menerus dan demi persatuan dan kesatuan,
mengingat Indonesia baru saja merdeka, akhirnya tokoh-tokoh Islam itu merelakan
dicoretnya “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”
di belakang kata Ketuhanan dan diganti dengan “Yang Maha Esa”. Pada akhirnya
semua anggota PPKI menyepakati rancangan Hukum Dasar beserta pembukaannya
disahkan menjadi hukum dasar tertulis yang kemudian disebut Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang didalam pembukaannya terdapat sila-sila
Pancasila.
Sejak saat itulah Pancasila telah resmi menjadi dasar negara Indonesia
merdeka. Walaupun dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah
Pancasila, namun yang dimaksudkan dasar negara Republik Indonesia adalah
Pancasila.
b. Nilai-Nilai Pancasila
1) Klasifikasi nilai-nilai Pancasila
Pancasila berakar pada pandangan hidup bangsa dan falsafah bangsa, sehingga
memenuhi prasyarat menjadi ideologi yang terbuka. Sekalipun Pancasila bersifat
terbuka, tidak berarti bahwa keterbukaannya adalah sebegitu rupa sehingga dapat
memusnahkan atau meniadakan jati diri Pancasila sendiri. Keterbukaan Pancasila
mengandung pengertian bahwa Pancasila senantiasa mampu berinteraksi secara
dinamis. Nilai-nilai Pancasila tidak berubah, namun pelaksanaannya disesuaikan
dengan kebutuhan dan tantangan nyata yang kita hadapi dalam setiap waktu. Hal ini
dimaksudkan untuk menegaskan bahwa ideologi Pancasila bersifat aktual, dinamis,
antisipatif dan senantiasa mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman,
ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas, ideologi Pancasila menurut Komalasari (2007:90)
mengandung nilai-nilai sebagai berikut:
a) Nilai Dasar, yaitu hakikat kelima sila Pancasila: Ketuhanan, Kemanusiaan,
Persatuan, Kerakyatan, Keadilan. Nilai-nilai dasar tersebut bersifat universal,
sehingga di dalamnya terkandung cita-cita, tujuan, serta nilai-nilai yang baik dan
benar. Nilai dasar ini bersifat tetap dan terlekat pada kelangsungan hidup negara.
Nilai dasar tersebut selanjutnya dijabarkan dalam pasal-pasal Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b) Nilai instrumental, yaitu penjabaran lebih lanjut dari nilai-nilai dasar ideologi
Pancasila. Misalnya program-program pembangunan yang dapat disesuaikan
dengan perkembangan zaman dan aspirasi masyarakat, undang-undang, dan
departemen-departemen sebagai lembaga pelaksana juga dapat berkembang. Pada
aspek ini senantiasa dapat dilakukan perubahan.
c) Nilai praksis, yaitu merupakan realisasi nilai-nilai instrumental dalam suatu
pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara. Dalam realisasi praksis inilah maka penjabaran nilai-nilai Pancasila
senantiasa berkembang dan selalu dapat dilakukan perubahan dan perbaikan
(reformasi) sesuai dengan perkembangan zaman dan aspirasi masyarakat. Inilah
sebabnya bahwa ideologi Pancasila merupakan ideologi yang terbuka.
Suatu ideologi selain memiliki aspek-aspek yang bersifat ideal yang berupa cita-
cita, pemikiran-pemikiran serta nilai-nilai yang dianggap baik, juga harus memiliki
norma yang jelas. Hal ini dikarenakan suatu ideologi harus mampu direalisasikan dalam
kehidupan nyata. Oleh karena itu, Pancasila sebagai ideologi terbuka secara struktural
memiliki tiga dimensi, yaitu:
a) Dimensi Idealisme
Dimensi ini menekankan bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila
yang bersifat sistematis, rasional dan menyeluruh itu, pada hakikatnya bersumber
pada filsafat Pancasila. Karena setiap ideologi bersumber pada suatu nilai-nilai
filosofis atau sistem filsafat. Dimensi idealisme yang terkandung dalam Pancasila
mampu memberikan harapan, optimisme serta mampu mendorong motivasi
pendukungnya untuk berupaya mewujudkan cita-citanya.
b) Dimensi normatif
Dimensi ini mengandung pengertian bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila
perlu dijabarkan dalam suatu sistem norma, sebagaimana terkandung dalam norma-norma
keagamaan. Dalam pengertian ini Pancasila terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan tertib hukum tertinggi
dalam negara Republik Indonesia serta merupakan staatsfundamentalnorm (pokok kaidah
negara yang fundamental). Dengan kata lain, Pancasila agar mampu dijabarkan ke dalam
langkah-langkah yang bersifat operasional, perlu memiliki norma atau aturan hukum yang
jelas.
c) Dimensi Realitas
Dimensi ini mengandung makna bahwa suatu ideologi harus mampu mencerminkan realitas
kehidupan yang berkembang dalam masyarakat. Dengan kata lain, Pancasila memiliki
keluwesan yang memungkinkan dan bahkan merangsang pengembangan pemikiran-
pemikiran baru yang relevan tentang dirinya, tanpa menghilangkan atau mengingkari
hakikat yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnya. Oleh karena itu, Pancasila harus
mampu dijabarkan dalam kehidupan masyarakatnya secara nyata baik dalam kehidupan
sehari-hari maupun dalam penyelenggaraan negara (Alfian dalam Komalasari, 2007:92).
Berdasarkan dimensi yang dimiliki oleh Pancasila, maka ideologi Pancasila:
a) Tidak bersifat utopis, yaitu hanya merupakan sistem ide-ide belaka yang jauh dari
kehidupan sehari-hari secara nyata
b) Bukan merupakan suatu doktrin belaka yang bersifat tertutup, melainkan suatu norma yang
bersifat idealis, nyata dan reformatif yang mamapu melakukan perubahan.
c) Bukan merupakan suatu ideologi yang pragmatis, yang hanya menekankan pada segi
praktis-praktis belaka tanpa adanya aspek idealisme.
2) Makna Nilai-nilai Pancasila
Diterimanya Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional membawa
konsekuensi logis bahwa nilai-nilai Pancasila dijadikan landasan pokok, landasan
fundamental bagi penyelenggaraan negara Indonesia. Pancasila berisi lima sila
yang pada hakikatnya berisi lima nilai dasar yang fundamental. Nilai-nilai dasar
dari pancasila tersebut adalah nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Nilai Kemanusiaan
Yang Adil dan Beradab, nilai Persatuan Indonesia, nilai Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalan permusyawaratan/perwakilan, dan nilai Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan kata lain,
nilai dasar Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai
persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
a) Nilai Ketuhanan
Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung arti adanya pengakuan dan
keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pancipta alam semesta. Nilai ini
menyatakan bangsa Indonesia merupakan bangsa yang religius bukan bangsa yang
atheis. Nilai Ketuhanan juga memilik arti adanya pengakuan akan kebebasan untuk
memeluk agama, menghormati kemerdekaan beragama, tidak ada paksaan serta
tidak berlaku diskriminatif antarumat beragama. Nilai Ketuhanan dijabarkan dalam
Pasal 29 UUD NRI 1945 dan peraturan perundang-undangan yang menjamin
kelangsungan hidup beragama seperti Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia.
b) Nilai Kemanusiaan
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung arti kesadaran sikap dan
perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan
hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya. Nilai
kemanusian dijabarkan dalam Pasal 26,27,28, 28A-J, 30, 31 dan 34 UUD NRI 1945
dan peraturan perundang-undangan lainnya.
c) Nilai Persatuan
Nilai persatuan Indonesia mengandung makna usaha ke arah bersatu dalam
kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Persatuan Indonesia sekaligus mengakui dan menghargai
sepenuhnya terhadap keanekaragaman yang dimiliki bangsa Indonesia. Nilai
persatuan dijabarkan dalam Pasal 1, 32, 35, 36 dan 36 A-C UUD NRI 1945 dan
peraturan perundang-undangan lainnya.
d) Nilai Kerakyatan
Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan mengandung makna suatu pemerintahan dari rakyat,
olehrakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui lembaga-
lembaga perwakilan. Nilai kerakyatan dijabarkan dalam Pasal 1 (ayat 2),
2,3,4,5,6,7,11,16,18,19,20,21,22,22 A-B dan 37 UUD NRI 1945 dan peraturan
perundang-undangan lainnya.
e) Nilai Keadilan
Nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung makna sebagai
dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat Indonesia yang adil dan
makmur secara lahiriah ataupun batiniah. Nilai persatuan dijabarkan dalam Pasal
27, 33 dan 34 UUD NRI 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Nilai-nilai dasar itu sifatnya abstrak dan normatif. Karena sifatnya abstrak dan
normatif, isinya belum dapat dioperasionalkan. Agar dapat bersifat operasional
dan eksplisit, perlu dijabarkan ke dalam nilai instrumental. Contoh nilai
instrumental tersebut adalah UUD NRI 1945 dan peraturan perundang-undangan
lainnya. Sebagai nilai dasar, nilai-nilai tersebut menjadi sumber nilai. Artinya, dengan
bersumber pada kelima nilai dasar diatas dapat dibuat dan dijabarkan nilai-nilai
instrumental penyelenggaraan negara Indonesia.
Kemudian, Pancasila mengandung nilai subjektif maupun objektif. Nilai-nilai
Pancasila itu bersifat subjektif, artinya nilai-nilai tersebut merupakan hasil pemikiran
bangsa Indonesia sendiri sepanjang sejarahnya. Nilai-nilai Pancasila yang bersifat
subjektif tersebut adalah sebagai berikut.
a) Nilai-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia sebagai hasil penilaian dan hasil
pemikiran bangsa Indonesia.
b) Nilai-nilai Pancasila merupakan pandangan hidup, pegangan hidup, pedoman
hidup, petunjuk hidup bangsa Indonesia.
c) Nilai-nilai Pancasila mengandung tujuh nilai kerohanian, yaitu nilai kebenaran,
keadilan, kebaikan, kebijaksanaan, etis, estetis dan religius yang perwujudannya
sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
Di samping itu, Pancasila juga mengandung nilai objektif, yakni nilai yang
diakui kebenaran dan keadilannya oleh bangsa-bangsa lain di dunia. Nilai-nilai objektif
yang terkandung dalam Pancasila adalah sebagai berikut.
a) Rumusan sila-sila Pancasila menunjukkan adanya sifat universal.
b) Nilai-nilai Pancasila terkait dengan hidup kemanusiaan yang mutlak (manusia
dengan Tuhan, antara manusia dengan sesamanya, dan antara manusia dengan
lingkungannya.
c) Pancasila dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945menurut ilmu hukum memenuhi syarat sebagai pokok kaidah negara
yang fundamental, tidak dapat diabaikan oleh setiap orang atau badan. Dengan
demikian nilai-nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang masa.
d) Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (yang
memuat jiwa Pancasila) secara hukum tidak dapat diubah oleh siapapun termasuk
MPR hasil pemilihan Umum. Mengubah Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berarti membubarkan negara Indonesia.
Dengan demikian Pancasila akan tetap ada.
e) Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945yang
mengandung makna tidak dapat diubah (tetap) karena kemerdekaan (yang di
dalamnya mengandung Pancasila) merupakan karunia Tuhan.
c. Kedudukan Pancasila
1) Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
Pembukaan UUD NRI 1945 memuat dasar negara Pancasila yang berbunyi “Maka
Disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia Itu Dalam Suatu Undang-Undang
Dasar Negara Indonesia,Yang Terbentuk Dalam Suatu Susunan Negara Republik
Indonesia Yang Berkedaulatan Rakyat Dengan Berdasar Kepada Ketuhanan Yang
Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab, Persatuan Indonesia Dan Kerakyatan
Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijiksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan,
Serta Dengan Mewujudkan Suatu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Indonesia.”
Pancasila itu merupakan landasan bagi penyelenggara negara dan pelaksanaan sistem
pemerintahan yang memiliki kedudukan tertinggi dan sebagai sumber dari segala
sumber hukum dalam ketatanegaraan di Indonesia, konsekuensinya segala peraturan
yang ada harus berdasar dan bersumberkan Pancasila. Hal ini sejalan dengan teori
Stufenbau menurut Hans Kelsen yang menyebutkan tentang kaidah hukum berjenjang,
artinya peraturan di bawah harus berpedoman dan tidak boleh bertentangan pada
peraturan di atasnya. Dalam konteks ketatanegaraan Indonesia, teori Stufenbau ini
diamanatkan dalam Undang-Undang RI No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan. Pada pasal 7 undang-undang ini, disebutkan bahwa
hirarki peraturan perundangan di Indonesia adalah sebagai berikut:
1) UUD NRI Tahun 1945;
2) Ketetapan MPR;
3) UU/Perpu
4) Peraturan Pemerintah (PP);
5) Peraturan Presiden (Perpres);
6) Peraturan Daerah Provinsi;
7) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
2. Pancasila sebagai Ideologi Nasional
Pancasila sebagai ideologi nasional dapat diartikan sebagai suatu pemikiran yang
memuat pandangan dasar dan cita-cita mengenai sejarah, manusia, masyarakat, hukum
dan negara Indonesia yang bersumber dari kebudayaan nasional. Pancasila menjadi
basis teori dalam penyelenggaran negara. Sebagai ideologi nasional, Pancasila
mencakup ideologi negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Sedangkan ideologi
dan pandangan hidup bangsa Indonesia adalah Pancasila itu sendiri. Jadi Pancasila
mempunyai tiga kedudukan yang istimewa secara sekaligus yaitu sebagai ideologi
nasional, ideologi negara dan pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia.
Pancasila pada hakekatnya bukan merupakan hasil perenungan atau pemikiran
seseorang atau kelompok orang seperti halnya ideologi lain di dunia. Akan tetapi,
Pancasila diangkat dari nilai-nilai adat-istiadat, nilai-nilai kebudayaan, serta nilai
religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum
membentuk negara. Dengan perkataan lain unsur-unsur yang menjadi bahan Pancasila
tidak lain diangkat dari pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri. Artinya, bangsa
Indonesia sendiri merupakan kausa materialis (asal bahan) Pancasila.
Unsur-unsur Pancasila tersebut kemudian diangkat dan dirumuskan oleh para pendiri
negara, sehingga Pancasila berkedudukan dan berfungsi sebagai dasar negara dan
ideologi bangsa dan negara Indonesia. Dengan demikian Pancasila sebagai ideologi
negara berakar pada pandangan hidup dan budaya bangsa Indonesia, dan bukan
mengangkat atau mengambil ideologi bangsa lain. Selain itu, Pancasila tidak hanya
merupakan ide-ide atau perenungan dari seseorang saja, melainkan Pancasila berasal
dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa, sehingga Pancasila pada hakekatnya
dirumuskan untuk seluruh lapisan serta unsur-unsur bangsa dan negara Indonesia. Oleh
karena itu, ciri khas Pancasila memiliki kesesuaian dengan kepribadian bangsa
Indonesia.
Sebagai ideologi nasional, Pancasila adalah cita-cita negara Republik Indonesia yang
menjadi dasar bagi teori dan praktek penyelenggaraan negara Republik Indonesia. Oleh
karena itu ideologi Pancasila pada hakekatnya merupakan asas kerohanian yang antara
lain memiliki derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan,
serta berkedudukan sebagai pandangan dunia, pandangan hidup, pedoman hidup, dan
pegangan hidup yang dipelihara, dikembangkan, diamalkan, dilestarikan,
diperjuangkan, dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban.
Pancasila sebagai ideologi nasional Republik Indonesia mengandung makna
yang begitu dalam. Adapun makna yang terkandung dalam Pancasila dalam
kedudukannya sebagai ideologi nasional, diantaranya:
1) Sebagai sumber motivasi, dengan karakteristik sebagai berikut:
a) Ideologi Pancasila mencerminkan cara berpikir masyarakat, bangsa maupun
negara.
b) Ideologi Pancasila memandu masyarakat menuju cita-citanya.
c) Ideologi Pancasila membimbing bangsa dan negara untuk mencapai tujuannya
melalui berbagai realisasi pembangunan.
2) Sebagai sumber semangat dalam berbagai kehidupan negara, dengan karakteristik
sebagai berikut:
a) Ideologi Pancasila akan menjadi realistis manakala terjadi orientasi yang bersifat
dinamis antara masyarakat dan ideologi Pancasila.
b) Ideologi Pancasila akan bersifat dinamis, terbuka dan antisipatif.
c) Ideologi Pancasila senantiasa mampu menyesuaikan diri dengan perubahan-
perubahan sesuai dengan aspirasi bangsanya.
Pancasila bersifat integralistik. Hal ini dikarenakan Pancasila mengandung semangat
gotong royong dan kekeluargaan dalam kebersamaan, memelihara persatuan dan
kesatuan dan mengutamakan musyawarah untuk mufakat. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa Pancasila juga merupakan ideologi persatuan, dimana Pancasila
mempersatukan seluruh rakyat Indonesia menjadi bangsa yang memiliki keperibadian
dan percaya pada diri sendiri.
Dalam kedudukannya sebagai ideologi nasional, secara politis Pancasila diharapkan
mampu mengikat semua kekuatan sosial-politik masyarakat untuk ikut bertanggung
jawab atas masa depan bangsa dan negaranya. Dengan demikian, Pancasila berfungsi
pula sebagai acuan bersama, baik dalam memecahkan masalah perbedaan serta
pertentangan politik diantara golongan dan kekuatan politik, maupun dalam memagari
seluruh unsur kekuatan politik untuk bermain di dalam lapangan yang disediakan
Pancasila. Artinya tidak keluar dari nilai-nilai yang telah digariskan oleh Pancasila.
Pancasila merupakan sebuah sintesa atau perpaduan yang mempersatukan berbagai
sikap hidup yang berada di tanah air kita. Berbagai aliran dan pemikiran yang berbeda
dipersatukan dan dipertemukan dalam Pancasila. Pancasila merupakan “pagar” yang
disatu pihak memberikan keleluasaan bergerak, akan tetapi dilain pihak memberikan
batas-batas yang tidak boleh dilanggar. Pancasila dapat diinterpretasikan secara luas,
tetapi tidak diperkenankan menginterpretasikan secara salah, sehingga menimbulkan
pengertian yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila sendiri. Sebaliknya,
Pancasila tidak dapat dipersempit, sehingga menjadi monopoli golongan tertentu saja.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Pancasila merupakan ideologi nasional
yang meliputi dan memayungi segenap orientasi di dalamnya. Artinya, adanya berbagai
pandangan hidup dalam masyarakat diakui dan dibenarkan untuk berkembang, baik
dengan mengeksplisitkan potensi dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, maupun
melalui akulturasi. Di samping itu, berbagai pandangan hidup yang berkembang di
masyarakat diperlukan untuk mengisi dan memperkuat ideologi nasional dalam
menjalankan berbagai fungsinya, terutama untuk menggalang persatuan dan kesatuan
bangsa.
d. Pembelajaran Materi Pancasila di SD
1) Materi Pembelajaran Pancasila di SD
Berdasarkan ketentuan dalam Permendikbud Nomor 37 Tahun 2018 tentang
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar, terdapat beberapa Kompetensi Dasar yang
terkait dengan materi Pancasila dalam mata pelajaran PPKN di Sekolah Dasar seperti
dalam tabel berikut.
No Kelas Kompetensi Dasar
1. I 1.1 Mensyukuri ditetapkannya bintang, rantai, pohon
beringin, kepala banteng, dan padi kapas sebagai
gambar pada lambang negara “Garuda Pancasila”
2.1 Bersikap santun, rukun, mandiri, dan percaya diri
sesuai dengan sila-sila Pancasila dalam lambang negara
“Garuda Pancasila” dalam kehidupan sehari-hari
3.1 Mengenal simbol sila-sila Pancasila dalam lambang
negara “Garuda Pancasila”
4.1 Menceritakan simbol-simbol sila Pancasila pada
Lambang Garuda sila Pancasila
2. II 1.1 Menerima hubungan gambar bintang, rantai, pohon
beringin, kepala banteng, dan padi kapas
dan sila-sila Pancasila sebagai anugerah Tuhan Yang
Maha Esa
2.1 Bersikap bekerja sama, disiplin, dan peduli sesuai
dengan sila-sila Pancasila dalam lambang negara
“Garuda Pancasila dalam kehidupan sehari-hari
No Kelas Kompetensi Dasar
3.1 Mengidentifikasi hubungan antara simbol dan sila-sila
Pancasila dalam lambang negara “Garuda Pancasila”
4.1 Menjelaskan hubungan gambar pada lambang Negara
dengan sila-sila Pancasila
3. III 1.1 Menerima arti bintang, rantai, pohon beringin, kepala
banteng, dan padi kapas pada lambang
negara “Garuda Pancasila” sebagai anugerah Tuhan
Yang Maha Esa
2.1 Bersikap jujur, peduli, kasih sayang sesuai dengan sila-
sila Pancasila dalam lambang negara “Garuda
Pancasila”
3.1 Memahami arti gambar pada lambang negara “Garuda
Pancasila”
4.1 Menceritakan arti gambar pada lambang negara
“Garuda Pancasila”
4. IV 1.1 Menerima makna hubungan bintang, rantai, pohon
beringin, kepala banteng, dan padi kapas
pada lambang negara “Garuda Pancasila” sebagai
anugerah Tuhan Yang Maha Esa
2.1 Bersikap berani mengakui kesalahan, meminta maaf,
memberi maaf, dan santun sebagai perwujudan nilai
dan moral Pancasila.
3.1 Memahami makna hubungan simbol dengan sila-sila
Pancasila
4.1 Menjelaskan makna hubungan simbol dengan sila-sila
Pancasila sebagai satu kesatuan dalam kehidupan
sehari-hari
No Kelas Kompetensi Dasar
5. V 1.1 Bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas nilai-
nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari
2.1 Bersikap tanggung jawab, cinta tanah air, dan rela
berkorban sesuai nilai-nilai sila Pancasila
3.1 Mengidentifikasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari
4.1 Menyajikan hasil identifikasi nilai-nilai Pancasila
dalam kehidupan sehari-hari
6. VI 1.1 Bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas nilainilai
Pancasila secara utuh sebagai satu kesatuan dalam
kehidupan sehari-hari .
2.1 Bersikap penuh tanggung jawab sesuai nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
3.1 Menganalisis penerapan nilai-nilai Pancasila dalam
kehdupan sehari-hari
4.1 Menyajikan hasil analisis pelaksanaan nilai-
nilaiPancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Materi Pancasila diberikan di SD dibelajarkan secara terintegrasi dengan mata pelajaran
lain yang sudah ada melalui pendekatan tematik. Jika materi Pancasila diberikan
tersendiri dan menjadi mata pelajaran tersendiri maka akan terjadi penambahan mata
pelajaran lain. Hal ini akan menambah beban mata pelajaran bagi anak dan di luar
kemampuan anak. Pilihannya lebih baik diupayakan terintegrasi pada mata pelajaran
lain sehingga setiap mata pelajaran yang dipelajari anak akan lebih bermakna.
2) Perencanaan Pembelajaran Pancasila di SD
Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran Pancasila di SD sangat ditentukan oleh
perencanaan yang baik. Perencanaan tersebut akan membantu guru untuk melaksanakan
langkah-langkah pembelajaran secara sistematik. Langkah-langkah penyusunan
perencanaan pembelajaran adalah sebagai berikut.
a) Menganalisis substansi kajian kurikulum. Melalui analisis dapat diketahui
bahwa materi pokok Pancasila yang terintegrasi di dalam mata pelajaran
sebagaimana termuat di kurikulum dapat diketahui.
b) Hasil analisis kajian itu kemudian dimuat di dalam silabus yang dikembangkan.
Silabus tersebut berupa rencana kegiatan pembelajaran secara sistematis yang
memuat materi pokok, media, dan evaluasi serta alokasi waktu yang akan
dilaksanakan di dalam pembelajaran.
c) Pengembangan silabus disesuaikan dengan potensi anak, sarana dan prasarana
sekolah, serta kemampuan guru. Di dalam silabus kita dapat merencanakan
pembelajaran yang akan memberikan pengalaman belajar yang sesuai dengan
kurikulum dan potensi anak. Silabus adalah suatu rencana yang memuat pokok-
pokok pengalaman belajar yang akan diperoleh anak dalam pembelajaran.
Format silabus yang dikembangkan sangat bergantung pada guru, dan tidak ada
yang sama.
d) Berdasarkan silabus dapat dikembangkan rencana pembelajaran (RP). Rencana
pembelajaran adalah seperangkat langkah-langkah pembelajaran yang harus
diikuti guru dalam membelajarkan anak.
2. Kewarganegaraan Global
a. Pengertian Warga Negara Indonesia
Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau dari Sabang sampai Merauke. Masing-masing
pulau mempunyai ciri-ciri yang berbeda satu sama lain. Tidaklah heran bila Negara
Indonesia dihuni oleh banyak etnis dari keturunan yang berbeda dan tersebar di seluruh
pelosok. Setiap etnis atau suku bangsa dihuni oleh orang-orang yang disebut rakyat.
Salah satu syarat berdirinya negara adalah adanya rakyat. Tanpa adanya rakyat, negara
itu tidak mungkin terbentuk. Menurut Anda samakah pengertian rakyat dengan
penduduk dan juga warga negara. Jawabannya berbeda, satu dan yang lainnya
merupakan konsep yang serupa tapi tak sama. Masing-masing memiliki pengertian yang
berbeda. Rakyat sebuah negara dibedakan atas dua, yakni:
1) Penduduk dan bukan penduduk. Penduduk adalah orang yang bertempat tinggal
atau menetap dalam suatu Negara, sedang yang bukan penduduk adalah orang
yang berada di suatu wilayah suatu Negara dan tidak bertujuan tinggal atau
menetap di wilayah negara tersebut.
2) Warga Negara dan bukan warga Negara. Warga Negara ialah orang yang secara
hukum merupakan anggota dari suatu Negara, sedangkan bukan warga Negara
disebut orang asing atau warga negara asing.
Rakyat sebagai penghuni negara, mempunyai peranan penting dalam merencanakan,
mengelola dan mewujudkan tujuan negara. Keberadaan rakyat yang menjadi penduduk
maupun warga negara, secara konstitusional tercantum dalam pasal 26 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu:
1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-
orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di
Indonesia.
3) Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.
Kemudian siapakah yang menjadi warga negara Indonesia? Status warga negara
Indonesia telah diatur dalam undang-undang mengenai kewarganegaraan yang pernah
berlaku di Indonesia. Menurut Undang-Undang RI Nomor 12 tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia. Menurut pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 12
tahun 2006, yang dimaksud warga negara Indonesia adalah:
1) Setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau
berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum
Undang-Undang ini berlaku sudah menjadi Warga Negara Indonesia;
2) Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu Warga Negara
Indonesia;
3) Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara
Indonesia dan ibu warga negara asing;
4) Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing
dan ibu Warga Negara Indonesia;
5) Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara
Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara
asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut;
6) Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya
meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya Warga Negara Indonesia;
7) Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara
Indonesia;
8) Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing
yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan
pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun
atau belum kawin;
9) Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak
jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya;
10) Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia selama
ayah dan ibunya tidak diketahui;
11) Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya
tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya;
12) Anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah
dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak
tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;
13) Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan
kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum
mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
Kemudian dalam Pasal 5 undang-undang tersebut juga disebutkan selain orang-orang
yang disebutkan di atas, yang menjadi warga negara Indonesia adalah:
a) Anak Warga Negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum
berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya
yang berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia.
b) Anak Warga Negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima) tahun diangkat secara
sah sebagai anak olehwarga negara asing berdasarkan penetapan pengadilan tetap
diakui sebagai Warga Negara Indonesia
Dari uraian di atas menimbulkan suatu pertanyaan apakah setiap penduduk adalah
warga negara Indonesia? Jawabannya tentu saja tidak. Istilah penduduk lebih luas
cakupannya dari pada warga negara Indonesia. Pasal 26 ayat (2) menegaskan bahwa
penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di
Indonesia. Dengan demikian di Indonesia semua orang yang tinggal di Indonesia
termasuk orang asing pun adalah penduduk Indonesia. Konsekuensinya, orang asing
tersebut diperkenankan mempunyai tempat tinggal di Indonesia.
Perlu Anda ketahui bahwa di Indonesia banyak orang-orang asing atau warganegara
asing yang bertempat tinggal menjadi penduduk Indonesia. Mereka itu misalnya
anggota Corps Diplomatik dari negara-negara sahabat, pelajar atau mahasiswa asing
yang sedang menuntut ilmu, dan orang-orang asing yang bekerja di Indonesia.
Perhatikan contoh-contoh berikut !
1) Mr. Karl Stoltz orang Amerika yang bertugas di Kedutaan Besar Amerika Serikat
di Jakarta, sebagai Atase Kebudayaan. Dia tinggal bersama keluarganya sejak 1
tahun yang lalu.
2) Amelia adalah mahasiswa dari Amerika Serikat yang sedang kuliah di Universitas
Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Ia sekarang duduk di semester IV Jurusan
Pendidikan Matematika.
3) Bojan Malisic, pemain sepakbola dari Brasil yang pernah bermain di Persib
Bandung. Ia dikontrak selama 2 tahun untuk membela kesebelasan kebanggaan
warga kota kembang tersebut.
Berdasarkan pasal 26 ayat (2) tersebut, maka Mr. Karl Stoltz, Amelia dan Tuan Malisic
merupakan penduduk Indonesia, karena mereka menempati wilayah Indonesia dalam
jangka waktu yang relative lama.
Selain itu ada pula orang-orang asing yang datang ke Indonesia sebagai pelancong.
Mereka itu berlibur untuk jangka waktu tertentu, paling lama sebulan sampai dua bulan,
tidak sampai menetap satu tahun lamanya. Oleh karena itu tidak dapat disebut sebagai
penduduk Indonesia. Akan tetapi ada juga di antara orang-orang asing yang telah masuk
menjadi WNI atau kerurunan orang-orang asing yang telah turun-temurun bertempat
tinggal di Indonesia dan telah menjadi orang-orang Indonesia. Oleh karena itu Anda
dapat menyaksikan adanya WNI keturunan Tionghoa, Belanda, Arab, India dan lain-
lain. Di antara WNI keturunan itu, WNI keturunan Tionghoa-lah yang paling banyak
jumlahnya.
Sebagai penduduk Indonesia yang sah, setiap orang harus memiliki surat keterangan
penduduk. Surat keterangan tersebut di negara kita dikenal dengan nama KTP (Kartu
Tanda Penduduk). Surat keterangan penduduk itu sangat penting, oleh karena itu apabila
Anda sudah dewasa kelak (sudah mencapai usia 17 tahun), Anda diwajibkan memiliki
KTP. Mengapa KTP itu sangat penting ? Sebagai contoh: bahwa hanya mereka yang
memiliki KTP yang dapat memilih dan dipilih dalam Pemilu (Pemilihan Umum).
Demikian pula, hanya mereka yang memiliki KTP-lah yang dapat memperoleh Surat
Izin Mengemudi (SIM).
b. Makna dan Karakteristik Warga Negara Global
Warga negara global adalah warga negara yang bertanggungjawab untuk memenuhi
persyaratan institusional dan kultural demi kebaikan yang lebih besar bagi masyarakat
(Korten, 1993). Sementara itu, Mansbach (1997) menggunakan istilah global actors
yang membedakannya menjadi dua macam, yaitu intergovernmental organization
(IGO) dan international nongovernmental organization (INGO). Menurutnya, kedua
aktor ini memiliki peran yang sangat penting dan telah banyak terlibat dalam kehidupan
kewarganegaraan. Lebih lanjut Mansbach (1997) menyatakan terdapat tiga alasan yang
berpengaruh terhadap terbentuknya masyarakat global, yakni:
1) Secara historis, kelompok-kelompok organisasi itu telah ada sejak lama
2) Aktor-aktor global tersebut dituntut berbuat lebih banyak pada pasca era
Perang Dingin.
3) Ada beberapa organisasi regional, ada yang bersifat global dengan tujuan
ganda.
Ketiga alasan ini yang menjadikan warga negara atau masyarakat global ada sampai
saat ini, termasuk di Indonesia. Untuk menjadi seorang warga negara global, terlebih
dahulu seseorang harus menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab di
negaranya. Sifat yang menjadi ciri khas dari seorang warga negara yang bertanggung
jawab adalah adanya komitmen terhadap nilai integratif dan penerapan aktif kesadaran
kitisnya, yaitu kemampuan untuk berpikir mandiri, kritis, dan konstruktif, kemampuan
melihat masalah dalam konteks jangka panjang, dan untuk membuat penilaian
berdasarkan suatu komitmen kepada kepentingan masyarakat jangka panjang. Sarana
yang dipergunakan unuk menetapkan identitas dan pengakuan sah adalah organisasi
sukarela.
Cogan (1999) mengidentifkasi karakteristik warga negara yang dikaitkan dengan
kecenderungan global saat ini, yaitu:
1) Mendekati masalah dari sudut pandang masyarakat global
2) Bekerja bersama dengan orang lain.
3) Bertanggung jawab terhadap peran dan tanggung jawab masyarakat.
4) Berpikir secara kritis dan sistematis.
5) Menyelesaikan konflik dengan tanpa kekerasan.
6) Mengadopsi cara hidup yang melindungi lingkungan.
7) Menghormati dan mempertahankan hak asasi.
8) Berpartisipasi dalam masalah publik pada semua tingkat pembelajaran dan
memanfaatkan teknologi berbasis informasi
Sementara itu, Kanter, dalam Komalasari & Syaifullah (2009) menyatakan terdapat tiga
ciri manusia kelas dunia (world class), yaitu:
1) Konsep, berkaitan dengan kemampuan mengembangkan pengetahuan dan
gagasan- gagasan mutakhir
2) Kompetensi, berkenaan dengan pengembangan kemampuan untuk bekerja
secara multidisiplin.
3) Koneksi, berhubungan dengan pengembangan jaringan sosial untuk melakukan
kerjasama secara informal
Selanjutnya Wisnubrata (2001) menambahkan dua syarat lagi untuk melengkapi syarat
manusia kelas dunia, yaitu kredibilitas dan kepedulian. Kredibilitas disini berkaitan
dengan integritas yang terdiri atas sikap jujur, perlakuan adil, sehingga akan
membangun rasa percaya dan hormat dari orang lain. Kepedulian atau peka dan tanggap
terhadap keperluan dan kondisi orang lain, memberi yang terbaik tanpa pamrih, berbagi
pengetahuan dan informasi dalam rangka memperkaya wawasan dan mentalitas.
c. Kompetensi Kewarganegaraan untuk Warga Negara Global
Kata kompetensi diartikan sebagai kemampuan yang harus dikuasai seorang peserta
didik. Gordon (1988:43) mengemukakan bahwa kompetensi meliputi ”pengetahuan,
pemahaman, keterampilan, nilai, sikap, dan minat”. Dalam pengertian yang lebih
konseptual, McAsham (Komalasari, 2009) merumuskan kompetensi sebagai berikut:
”Competency is knowledge, skills, and abilities that a person can learn and develop,
which become parts of his or her being ti the extent he or she can satisfactorily perform
particular cognitive, affective, and psychomotor behavior”. Pengertian di atas sejalan
dengan pendapat Debling (1995:80), Kupper dan Palthe (Wolf, 1995:40) yang
mengatakan bahwa esensi dari pengertian kompetensi “is the ability to perform”.
Debling (1995:80) mengatakan “competence pertains to the ability to perform the
activities within a function or an occupational area to the level of performance expected
in employment”. Kupper dan Palthe (Wolf, 1995:40) mengatakan “competencies as the
ability of a student/worker enabling him to accomplish tasks adequately, to find
solutions and to realize them in work situations.
Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
kompetensi adalah pengetahuan, nilai dan sikap, serta keterampilan siswa yang berguna
untuk kehidupannya di masyarakat. Kompetensi ini diantaranya dihasilkan dari proses
pembelajaran di sekolah. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (civic education)
menghasilkan kompetensi kewarganegaraan (civic competences) yang memberikan
bekal menuju “to be a good citizens” (terbentuknya warga negara yang baik). Dengan
demikian kompetensi kewarganegaraan adalah pengetahuan, nilai dan sikap, serta
keterampilan siswa yang mendukungnya menjadi warga negara yang partisipatif dan
bertanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Branson (1999:8-9) menegaskan tujuan civic education adalah partisipasi yang
bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat di era global.
Partisipasi semacam itu memerlukan kompetensi kewarganegaraan sebagai berikut: (1)
penguasaan terhadap pengetahuan dan pemahaman tertentu; (2) pengembangan
kemampuan intelektual dan partisipatoris; (3) pengembangan karakter atau sikap mental
tertentu; dan (4) komitmen yang benar terhadap nilai dan prinsip fundamental
demokrasi konstitusional.
Terkait dengan hal di atas, Center for Civic Education (1994:45-56)
merumuskan komponen-komponen utama civic competences yang merupakan tujuan
civic education meliputi:
1) Pengetahuan Kewarganegaraan (Civic Knowledge)
Pengetahuan Kewarganegaraan (Civic knowledge) berkaitan dengan materi substansi
yang seharusnya diketahui oleh warga negara berkaitan dengan hak dan kewajibannya
sebagai warga negara. Pengetahuan ini bersifat mendasar tentang struktur dan sistem
politik, pemerintah dan sistem sosial yang ideal sebagaimana terdokumentasi dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara serta nilai-nilai universal dalam masyarakat
demokratis serta cara-cara kerjasama untuk mewujudkan kemajuan bersama dan hidup
berdampingan secara damai dalam masyarakat global.
2) Keterampilan Kewarganegaraan (Civic Skills)
Keterampilan Kewarganegaraan (civic skills) merupakan keterampilan yang
dikembangkan dari pengetahuan kewarganegaraan, agar pengetahuan yang diperoleh
menjadi sesuatu yang bermakna, karena dapat dimanfaatkan dalam menghadapi
masalah-masalah kehidupan berbangsa dan bernegara. Civic skills mencakup intelectual
skills (keterampilan intelektual) dan participation skills (keterampilan partisipasi).
3) Watak Kewarganegaraan (Civic Disposition)
Komponen mendasar ketiga dari kompetensi kewarganegaraan adalah watak
kewarganegaraan (civic disposition). Quigley, Buchanan, dan Bahmueller (1991: 11)
merumuskan civic disposition adalah “…those attitudes and habit of mind of the citizen
that are conducive to the healthy functioning and common good of the democratic
system” atau sikap dan kebiasaan berpikir warga negara yang menopang
berkembangnya fungsi sosial yang sehat dan jaminan kepentingan umum dari sistem
demokrasi.
Dalam konteks Indonesia, Winataputra (2001:492-493) mengemukakan butir-butir
kompetensi kewarganegaraan bagi warga negara global yang dikembangkan melalui
Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah dengan mendasarkan pada asumsi sebagai
berikut:
1) Kurikulum pendidikan persekolahan (SD sampai dengan SMA) untuk mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan suatu kesatuan utuh yang
tertuju pada pencapaian kebulatan penguasaan kompetensi kewarganegaraan
yang ditata secara artikulatif.
2) Butir kompetensi kewarganegaraan yang diperlukan untuk dunia persekolahan
adalah butir kompetensi yang secara psikologis dan pedagogis sesuai dengan
perkembangan anak usia sekolah, dan secara kontekstual sesuai dengan lingkup
kehidupan usia itu.
3) Setiap butir kompetensi kewarganegaraan pada dasarnya memiliki substansi
yang mendukung proses pembentukan kompetensi itu yang dapat diungkapkan
dalam bentuk rumusan pokok materi atau tema atau generalisasi.
Bertolak dari ketiga asumsi tersebut, selanjutnya Winataputra (2001:493-504)
mengemukakan butir-butir substansi Pendidikan Kewarganegaraan yang penulis
ringkas dan kembangkan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 4.1 Butir-Butir Kompetensi Kewarganegaraan
dalam Rangka Pendidikan Kewarganegaraan di Persekolahan
Civic Knowledge Civic Dispositions Civic Skills
1. Manusia sebagai makhluk
Tuhan Y.M.E dan sebagai
makhluk sosial
2. Manusia sebagai individu
yang memiliki hak asasi
yang harus dilindungi dan
diwujudkan secara
bertanggung jawab
3. Landasan dan sumber hak
asasi manusia
4. Pelanggaran terhadap hak
asasi manusia
5. Jaminan dan perlindungan
atas hak asasi manusia
6. Perkembangan demokrasi
sebagai suatu sistem
pemerintahan
1. Kepedulian terhadap
masalah-masalah
personal dan sosial
kultural antar
warganegara dan antara
warganegara dengan
lembaga-lembaga
negara.
2. Toleansi terhadap
perbedaan personal,
sosial,
ekonomi,kultural, dan
spiritual
3. Penghormatan terhadap
hak hidup, hak
kebebasan, dan hak
milik orang lain atas
1. Berkomunikasi
secara
argumentataif
dalam bahasa
Indonesia yang
baik dna benar
atas dasar
tanggung jawab
sosial
2. Berorganisasi
dalam
lingkungannya
dengan penuh
kesadaran dan
tanggung jawab
personal dan
sosial.
Civic Knowledge Civic Dispositions Civic Skills
7. Kelebihan dan kekurangan
dari sistem demokrasi dari
pada sistem lain
8. Demokrasi dalam
kehidupan keluarga
9. Demokrasi dalam
kehidupan di sekolah
10. Demokrasi dalam
lingkungan
lokal/institusional
11. Demokrasi dalam
kehidupan berbangsa dan
bernegara
12. Kedudukan dan pentingnya
konstitusi dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara
13. Ketuhanan Y.M.E sebagai
nilai dasar dan landasan
demokrasi di Indonesia
14. Konstitusi sebagai landasan
jaminan dan perlindungan
hak asasi manusia
15. Secara konstitusional
kedaulatan adalah di tangan
rakyat
dasar keimnana dan
ketakwaan terhadap
Tuhan Y.M.E.
4. Penghormatan terhadap
kedudukan dan
lembaga-lembaga
politik/kenegaraan,
ekonomi, kebudayaan,
kemasyarakatan atas
dasar tanggung jawab
sosial politik sebagai
warga negara.
5. Penghormatan terhadap
kedudukan, peran, dan
tanggung jawab orang
lain yang memegang
jabatan kenegaraan,
profesi, bisnis, dan
kemasaarkatan atas
dasar tanggung jawab
sosial-politik
warganegara.
6. Penghormatan terhadap
bangsa dan negara lain
atas dasar persamaan
derajat, persahabatan,
3. Berpartisipasi
dalam
lingkungan
sekolah atau
masyarakat
secara cerdas dan
penuh tanggung
jawab personal
dan sosial.
4. Mnegambil
keputusan
individual dan
atau kelompok
secara cerdas dan
bertanggung
jawab.
5. Melaksanakan
keputusan
individual dan
atau kelompok
sesuai dengan
konteksnya
secara
bertanggung
jawab.
6. Berkomunikasi
secara cerdas dan
Civic Knowledge Civic Dispositions Civic Skills
16. Demokrasi menuntut
kecerdasan warganegara
17. Demokrasi menuntut
pemisahan kekuasaan
18. Demokrasi dengan
perwujudan otonomi dalam
konteks negara kesatuan
19. Indonesia sebagai negara
hukum dan
karaktersitiknya.
20. Peradilan yang bebas dan
tidak memihak
21. Visi, misi, dan tanggung
jawab negara dalam
meningkatkan
kesejahteraan rakyat
22. Visi, misi, dan tanggung
jawab negara dalam
memelihara dan
menegakkan keadilan dan
kebenaran
23. Kdudukan, peran, dan
fungsi lembaga-lembaga
demokrasi
24. Mekanisme konstitusional
dan praksis demokrasi
perdamaian, dan prinsip
saling menghormati.
7. Penghormatan terhadap
hak cipta/karya orang
lain dalam berbagai
bidang atas dasar
tanggung jawab sosial
profesional.
8. Komitmen terhadap
keputusan bersama
yang diambil secara
benar, jujur dan adil
sesuai dengan konsep,
prinsip, dan semangat
demokrasi
konstitusional yang
berlaku
9. Kemauan dan kesiapan
menerima pendapat,
komentar, dan kritik
orang lain tentang
penampilan, pendirian,
keyakinan sendri atas
dasar kesadaran bahwa
setiap orang memiliki
cara pandang dan
etis sesuai
dengan
konteksnya.
7. Mempengaruhi
kebijakan umum
sesuai dnegan
nora yang
berlaku dan
konteks sosial
budaya
lingkungan.
8. Membangun
kerjasama
dengan dasar
toleransi, slaing
pengertian, dan
kepentingan
bersama.
9. Berlomba-lomba
untuk berprestasi
lebih baik dan
lebih bermanfaat.
10. Turut serta secara
aktif membahas
masalah sosial
secara cerdas dan
Civic Knowledge Civic Dispositions Civic Skills
dalam berbagai bidang
kehidupan
25. Dinamika penerapan
konsep, prinsip, nilai, dan
cita-cita demokrasi dalam
masyarakat yang
berbhineka tunggal ika
26. Makna pelaksanaan
kewajiban dan hak
warganegara dalam
berbagai bidang kehidupan
27. Interaksi fungsional hak,
kewajiban, dan tanggung
jawab warganegara dalam
berbagai konteks kehidupan
28. Makna dan pentingnya
partisipasi warganegara
secara cerdas dan
bertanggung jawab
29. Pentingnya pemberdayaan
warganegara dalam
memperkokoh persatuan
dan kesatuan bangsa
30. Pentingnya wawasan
kesejagatan dalam berbagai
bidang kehidupan bagi
warga negara
keyakinan yang
berbeda.
10. Sikap kritis terhadap
segala sesuatu yang
datang dari luar atas
dasar kesadaran bahwa
dalam kehidupan sosial
tidak ada yang mutlak,
selain kebenaran
menurut agama.
11. Keterbukaan terhadap
kemungkinan pengujian
ulang atas suatu
keputusan atas dasar
keyakinan bahwa setiap
orang memiliki
kelemahan.
12. Komitmen terhadap
kedudukan, peran, dan
tanggung jawab yang
dipikul atas dasar
hukum, kesepakatan,
atau kesediaan sendiri.
13. Kejujuran terhadap
kesalahan sendiri selaku
individu/warga negara
bertanggung
jawab.
11. Menentang
berbagai bentuk
pelecehan
terhadap hak
asasi manusia
dengan cara yang
dapat diterima
secara sosial-
budaya.
12. Turut serta
mengatasi
konflik sosial
dengan cara yang
baik dan dapat
diterima.
13. Menganalisis
masalah sosial
secara kritis
dengan
menggunakan
aneka sumber
yang ada.
14. Memimpin
kegiatan
kemasyarakatan
Civic Knowledge Civic Dispositions Civic Skills
31. Peran keluarga sebagai
lembaga yang paling dini
dalam pemberdayaan
individu sebagai anggota
masyarakat
32. Peran Organisasi massa
(Ormas)
33. Peran LSM
34. Peran Organisasi
pelajar/mahasiswa/pemuda
35. Peran Koperasi dan
lembaga kewirausahaan
36. Peran Organisasi profesi
37. Fungsi Partai politik
38. Fungsi Pemilu
39. Fungsi Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR)
40. Fungsi Dewan Perwakilan
Daerah (DPD)
41. Fungsi Pemerintah
42. Fungsi Mahkamah Agung
(MA)
43. Fungsi Jaksa Agung
44. Fungsi Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK)
45. Fungsi Kabinet
14. Kesediaan “saling asah,
asih, dan asuh” atas
dasar kesadaran dan
tanggung jawab sosial
sebagai warga negara,
makhluk sosial, dan
insan Tuhan Y.M.E.
15. Toleansi terhadap
perasaan orang lain atas
dasar kesadaran sosial
sebagai warga negara.
16. Komitmen terhadap
norma yang berlaku atas
dasar kesadaran dan
tanggung jawab sosial.
17. Kesediaan menjadi
calon/wakil rakyat atas
dasar kesadaran
terhadap amanat dna
tanggung jawab.
18. Kejujuran dalam
pikiran, ucapan, dan
perbuatan atas dasar
tanggung jawab
personal, sosial,
spiritual sebagai
secara
bertanggung
jawab.
15. Memberikan
dukungan yang
sehat dan penuh
tanggung jawab
kepada calon
pemimpin dalam
lingkungannya.
16. Memberikan
dukungan yang
sehat dan tulus
terhadap
pimpinan yang
terpilih secara
demokratis.
17. Menunaikan
berbagai
kewajiban sosial
sebagai anggota
masyarakat
dengan penuh
kesadaran.
18. Membangun
saling pengertian
antar suku,
Civic Knowledge Civic Dispositions Civic Skills
46. Fungsi Presiden sebagai
kepala negara dan kepala
pemerintahan
47. Lembaga-lembaga negara
non-departemenal
48. Pemerintah Daerah
49. Peran Lembaga-lembaga
ekonomi dan keuangan
50. Peran media massa
individu, warga negara,
dan insan Tuhan Y.M.E.
19. Kemauan dan kesediaan
untuk berubah menuju
hari esok yang lebih
baik.
20. Komitmen untuk belajar
sepanjang hayat yang
dilandasi keyakinan.
agama, ras, dan
golongan guna
memelihara
keutuhan dan
semangat
kekeluargaan.
19. Berusaha
membangun
saling pengertian
antar bangsa
melalui berbagai
media
komunikasi yang
tersedia.
20. Berusaha untuk
meningkatkan
kemampuan
pribadi dan
kegiatan sosial
kultural dengan
kesadaran untuk
berbuat lebih
baik.
c. Globalisasi
1) Pengertian Globalisasi
Kata globalisasi sekarang ini sudah menjadi bahasa sehari-hari. Akan tetapi tidak semua
orang tahu makna kata globalisasi ini. Anda mungkin sudah merasakan adanya gejala-
gejala globalisasi dalam kehidupan masyarakat bahkan dalan kehidupan Anda sendiri.
Apa saja gejala-gejala yang menjadi tanda dari globalisasi? Pada umumnya globalisasi
ditunjukkan dengan gejala-gejala:
a) meningkatnya perdagangan global
b) meningkatnya aliran modal internasional, diantaranya investasi langsung luar
negeri
c) meningkatnya aliran data lintas batas, misalnya penggunaan internet, satelit
komunikasi dan telepon
d) adanya desakan berbagai pihak untuk mengadili para penjahat perang internasional
di Mahkamah Internasional
e) adanya gerakan untuk memperjuangkan keadilan internasional
f) meningkatnya pertukaran budaya internasional, misalnya pertukaran film-film
Hollywood dan Bollywood
g) menyebarluarnya multikulturalisme dan semakin besarnya akses individu terhadap
berbagai macam budaya
h) meningkatkan perjalanan dan turisme lintas negara
i) berkembangnya infrastruktur telekomunikasi global
j) berkembangnya sistem keuangan global
k) meningkatnya aktivitas perekonomian dunia yang dikuasai oleh perusahaan
multinasional
l) meningkatnya peran organisasi-organisasi internasional seperti IMF, WTO, Wordl
Bank yang berurusan dengan transaksi-transaksi internasional.
Nah, dari gejala-gejala tersebut, kita bisa merumuskan sendiri makna dibalik kata
globalisasi. Secara etimologis, menurut Komalasari (2008:104) kata "globalisasi"
diambil dari kata globe yang artinya bola bumi tiruan, dunia tiruan. Kemudian kata
globe ini menjadi global, yang maknanya ialah universal, keseluruhan yang saling
berkaitan. Sebagai hal yang baru, globalisasi belum memiliki definisi yang mapan,
kecuali sekadar definisi kerja, sehingga tergantung dari sisi mana orang melihatnya.
Berkaitan dengan hal tersebut, banyak sekali pandangan yang mencoba memberikan
rumusan tentang pengertian golobaliasi. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses
sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan
negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru.
Michael Haralambos dan Martin Holborn (Komalasari, 2008:105) mengatakan
bahwa globalisasi adalah suatu proses yang didalamnya batas-batas negara luluh dan
tidak penting lagi dalam kehidupan sosial. Dengan kata lain setiap orang di semua
belahan dunia dapat berhubungan dan berkomunikasi tanpa dibatasi oleh perbedaan
waktu dan negara, sehingga kehidupan sosial mereka seolah-olah tidak terpisahkan oleh
batas-batas negara.
International Monetary Fund (IMF) merumuskan globalisasi sebagai gejala
meningkatnya kesalingtergantungan ekonomi antara negara-negara di dunia yang
ditandai dengan meningkat dan beragamnya volume transaksi barang dan jasa lintas
negara dan penyebaran teknologi yang meluas dan cepat.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa globalisasi itu
menunjukkan adanya suatu proses pembentukan suatu tatanan masyarakat dengan
segala perangkat peraturannya yang bersifat universal atau menyeluruh tanpa
memperhatikan batas-batas wilayah negara.
2) Karakteristik Globalisasi
Pada bagian sebelumnya dikatakan bahwa gejala globalisasi sudah dirasakan dalam
kehidupan sehari-hari. Bukan sesuatu yang salah selain merasakan gejala-gejala
tersebut. Gejala-gejala tersebut selain menunjukkan makna globalisasi itu sendiri, juga
bisa menunjukkan karakteristik atau ciri-ciri dari globalisasi. Berikut ini di paparkan
beberapa contoh yang menunjukan gejala globalisasi!
a) Ucok seorang pengusaha minyak dari Medan. Dia dalam setiap bulannya
mempunyai satu hari untuk makan pagi di Jakarta, makan siang di Kualalumpur
dilanjutkan dengan belanja keperluan pribadi di Singapura dan diakhiri dengan
acara makan malam dengan rekan bisnisnya di Tokyo. Setelah makan malam dia
kembali ke Medan untuk melanjutkan pekerjaannya esok hari.
b) Kakeknya Asep pergi naik haji pada tahun 1955 dengan menggunakan kapal laut
dan memakan waktu perjalanan antara 2-3 bulan. Pada tahun 2019, giliran ayah dan
ibunya yang pergi naik haji, mereka berangkat ke Arab Saudi dari Jakarta dengan
menggunakan pesawat terbang, dan delapan jam kemudian tiba di Bandara King
Abdul Aziz, Jeddah, Arab Saudi.
c) Pada tahun 2018 di Rusia diadakan kejuaran dunia sepakbola. Meskipun tidak
datang ke Jerman, akan tetapi Mang Ikin bisa mengetahui hasil-hasil dari kejuaran
tersebut. Ternyata Mang Ikin juga bisa menikmati kejuaran sepakbola tersebut
dengan menonton siaran langsung pertanding sepakbola di televisi. Selain
menonton, Mang Ikin juga membaca koran untuk mendapatkan informasi
mengenai kejuaran dunia sepak bola tersebut.
Contoh-contoh di atas jika Anda cermati mengandung beberapa karakteristik
globalisasi. Berkaitan dengan hal tersebut, berikut ini beberapa ciri yang menandakan
semakin berkembangnya fenomena globalisasi di dunia menurut Komalasari
(2008:105).
a. Perubahan dalam konsep ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang seperti
telepon genggam, televisi satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi
global terjadi demikian cepatnya, sementara melalui pergerakan massa semacam
turisme memungkinkan kita merasakan banyak hal dari budaya yang berbeda.
b. Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling
bergantung. Hal ini sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional,
peningkatan pengaruh perusahaan multinasional (seperti PT Feeport dan Exxon
Mobil di Indonesia), dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization
(WTO).
c. Peningkatan interaksi budaya melalui perkembangan media massa (terutama
televisi, film, musik, dan transmisi berita serta olah raga internasional). Saat ini,
kita dapat mengkonsumsi dan mengalami gagasan atau pengalaman baru mengenai
hal-hal yang melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion
(pakaian), literatur, dan makanan.
d. Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, masalah
pemanasan bumi, masalah pencemaran, memberantas terorisme. Masalah-masalah
tersebut memerlukan penanganan bersama. Maka diadakanlah kerja sama
internasional, baik kerja sama bilateral maupun multilateral.
3) Pengaruh Positif Globalisasi bagi Indonesia
Masuknya globalisasi ke Indonesia tentu saja secara langsung akan membawa pengaruh
baik yang positif maupun yang negatif ke dalam kehidupan bangsa Indonesia. Untuk
lebih jelasnya, berikut ini akan dipaparkan pengaruh-pengaruh dari globalisasi tersebut
terhadap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
a) Aspek Politik
Tidak kita pungkiri bahwa globalisasi terlah berhasil menanamkan nilai-nilai dalam
kehidupan politik bangsa Indonesia yang selama ini dianggap tabu. Globalisasi telah
menjadikan nilai-nilai seperti keterbukaan, kebebasan dan demokrasi berpengaruh kuat
terhadap pikiran maupun kemauan bangsa Indonesia. Dengan adanya keterbukaan,
dimungkinkan akan dapat dicegahnya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme sehingga
dapat dicapai pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Dengan adanya pemerintahan
yang demokratis, sangat dimungkinkan akan meningkatnya kualitas dan kuantitas
partisipasi politik rakyat dalam penentuan kebijakan publik oleh pemerintah. Sementara
itu dengan adanya kebebasan dalam arti kebebasan yang bertanggung jawab, maka
setiap orang dapat meningkatkan kualitas dirinya dengan berkreatifitas dalam
kehidupannya tentu saja dalam hal-hal positif. Dengan dilaksanakannya nilai-nilai
globalisasi tersebut, dengan sendirinya akan menjadi alat kontrol yang efektif dan
efisien terhadap keberlangsungan suatu pemerintahan, sehingga pada akhirnya akan
tercipta pemerintahan yang bersih, jujur, adil dan aspiratif.
Selain itu, pada saat ini di Indonesia semakin banyak lahir partai politik, lembaga
swadaya masyarakat dan oraganisasi lainnya. Hal tersebut berpengaruh pada
perwujudan supremasi hukum, jaminan hak asasi manusia, demokratisasi, perlindungan
lingkungan dan sebagainya.
b) Aspek Ekonomi
Pengaruh positif globalisasi bagi kehidupan ekonomi yang dapat kita ambil diantaranya:
(1) Makin meningkatnya investasi asing atau penanaman modal asing di negara kita.
(2) Makin terbukanya pasar internasional bagi hasil produksi dalam negeri
(3) Mendorong para pengusaha untuk meningkatkan efisiensi dan menghilangkan
biaya tinggi.
(4) Meningkatkan kesempatan kerja dan devisa negara.
(5) Meningkatkan kemakmuran masyarakat
(6) Menyediakan dana tambahan untuk pembangunan ekonomi
c) Aspek Sosial Budaya
Kecanggihan alat komunikasi yang ditandai dengan munculnya internet secara langsung
telah mempermudah kita untuk memperoleh informasi dari belahan bumi lainnya,
sehingga kita secara tidak langsung telah melakukan proses tranformasi ilmu yang
sangat bermanfaat bagi kita. Selain itu juga, dengan adanya informasi tersebut kita bisa
mencontoh atau belajar banyak dari tata nilai sosial budaya, cara hidup, pola berpikir
yang baik,maupun ilmu pengetahuan dan teknologi dari bangsa lain yang telah maju
untuk kemajuan dan kesejahteraan kita. Misalnya kita bisa mencontoh etos kerja dan
semangat kerja keras yang ditampilkan oleh orang lain untuk kita terapkan dalam
kehidupan kita.
d) Aspek Hukum, Pertahanan dan Keamanan
Pengaruh positif globalisasi dalam bidang hukum, pertahanan dan keamana yang dapat
kita ambil diantaranya:
(1) Semakin menguatnya supremasi hukum, demokratisasi dan tuntutan terhadap
dilaksanakannya hak asasi manusia
(2) Menguatnya regulasi hukum dan pembuatan peraturan perundang-undangan yang
memihak dan bermanfaat untuk kepentingan rakyat banyak.
(3) Semakin menguatnya tuntutan terhadap tugas-tugas penegak hukum (polisi, jaksa
dan hakim) yang lebih profesional, tranparan dan dapat dipertanggungjawabkan.
(4) Menguatnya supremasi sipil dengan mendudukan tentara dan polisi sebatas penjaga
keamanan, kedaulatan dan ketertiban negara
4) Pengaruh Negatif bagi Indonesia
Selain mempunyai pengaruh yang positif, globalisasi juga melahirkan pengaruh yang
negatif bagi kehidupan kita. Diantara pengaruh negatif tersebut, seperti dalam aspek
berikut ini:
a) Aspek Politik
Globalisasi untuk sementara telah mampu meyakinkan kepada masyarakat Indonesia
bahwa liberalisme dapat membawa manusia kearah kemajuan dan kemakmuran. Hal ini
akan mempengaruhi pikiran mereka untuk berpaling dari ideologi Pancasila dan
mencari alternatif ideologi lain seperti halnya liberalisme.
Selain itu, nilai-nilai yang dibawa globalisasi seperti keterbukaan, kebebasan dan
demokratisasi tidak menutup kemungkinan akan disalah artikan oleh masyarakat
Indonesia. Sehingga jika hal tersebut terjadi, akan menimbulkan terganggunya stabilitas
politik nasional seiring dengan terjadinya tindakan-tindakan anarki sebagai reaksi
terhadap sikap pemerintah yang menurut mereka tidak terbuka, tidak memberikan
kebebasan dan tidak demokratis kepada rakyatnya. Hal ini akan senantiasa terjadi jika
antara rakyat dan pemerintah belum menemukan kesamaan dalam memahami nilai-nilai
yang dibawa globalisasi tersebut.
b) Aspek Ekonomi
Globalisasi memberikan pengaruh negatif terhadap kehidupan ekonomi seperti berikut
ini:
(1) Indonesia akan dibanjiri oleh barang-barang dari luar seiring dengan adanya
perdagangan bebas yang tidak mengenal adanya bataa-batas negara. Hal ini
mengakibatkan semakin terdesaknya barang-barang lokal terutama yang
tradisional, karena kalah bersaing dengan barang-barang dari luar negeri.
(2) Cepat atau lambat perekonomian negara kita akan dikuasai oleh pihak asing, seiring
dengan semakin mudahnya orang asing menanamkan modalnya di Indonesia, yang
pada akhirnya mereka dapat mendikte atau menekan pemerintah atau bangsa kita.
Dengan demikian bangsa kita akan dijajah secara eknomi oleh negara investor.
(3) Akan timbulnya kesenjangan sosial yang tajam sebagai akibat dari adanya
persaingan bebas. Persaingan bebas tersebut akan menimbulkan adanya pelaku
ekonomi yang kelah dan yang menang. Yang menang akan dengan leluasa
memonopoli pasar, sedangkan yang kalah akan menjadi penonton yang senantiasa
tertindas.
(4) Pemerintah hanya sebagai regulator pengaturan ekonomi yang mekanismenya akan
ditentukan oleh pasar.
(5) Sektor-sektor ekonomi rakyat yang diberikan subsidi semakin berkurang, koperasi
semakin sulit berkembang dan penyerapan tenaga kerja dengan pola padat karya
semakin ditinggalkan.
(6) Memperburuk prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Apabila hal-hal
yang dinyatakan di atas berlaku dalam suatu negara, maka dalam jangka pendek
pertumbuhan ekonominya menjadi tidak stabil. Dalam jangka panjang kondisi yang
seperti ini akan mengurangi lajunya pertumbuhan ekonomi. Pendapatan nasional
dan kesempatan kerja akan semakin lambat pertumbuhannya dan masalah
pengangguran tidak dapat diatasi atau malah semakin memburuk. Pada akhirnya,
apabila globalisasi menimbulkan efek buruk kepada prospek pertumbuhan ekonomi
jangka panjang suatu negara, distribusi pendapatan menjadi semakin tidak adil dan
masalah sosial-ekonomi masyarakat semakin bertambah buruk
(7) Memperburuk neraca pembayaran. Globalisasi cenderung menaikkan barang-
barang impor. Sebaliknya, apabila suatu negara tidak mampu bersaing, maka
ekspor tidak berkembang. Keadaan ini dapat memperburuk kondisi neraca
pembayaran. Efek buruk lain dari globaliassi terhadap neraca pembayaran adalah
pembayaran neto pendapatan faktor produksi dari luar negeri cenderung mengalami
defisit. Investasi asing yang bertambah banyak menyebabkan aliran pembayaran
keuntungan (pendapatan) investasi ke luar negeri semakin meningkat. Tidak
berkembangnya ekspor dapat berakibat buruk terhadap neraca pembayaran
c) Aspek Sosial Budaya
Globalisasi dapat melahirkan pengaruh negatif bagi perilaku masyarakat, seperti berikut
ini:
(1) Munculnya gaya hidup konsumtif dan selalu mengkonsumsi barang-barang dari
luar negeri.
(2) Munculnya sifat hedonisme, yaitu kenikmatan pribadi dianggap sebagai suatu nilai
hidup tertinggi. Hal ini membuat manusia suka memaksakan diri untuk mencapai
kepuasan dan kenikmatan pribadinya tersebut, meskipun harus melanggar norma-
norma yang berlaku di masyarakat. Seperti mabuk-mabukan, seks bebas, foya-foya
dan sebagainya.
(3) Adanya sikap individualisme, yaitu sikap selalu mementingkan diri sendiri serta
memandang orang lain itu tidak ada dan tidak bermakna. Sikap seperti ini dapat
menimbulkan ketidakpedulian terhadap orang lain.
(4) Munculnya gejala westernisasi, yaitu gaya hidup yang selalu berorientasi kepada
budaya barat tanpa diseleksi terlebih dahulu, seperti meniru model pakain yang
biasa dipakai orang-orang barat yang sebenarnya bertentangan dengan nilai dan
norma-norma yang berlaku misalnya memakai rok mini, lelaki memakai anting-
anting dan sebagainya.
(5) Semakin memudarnya semangat gotong royong, solidaritas, kepedulian dan
kesetiakawanan sosial.
(6) Semakin lunturnya nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan bermasyarakat, namun
di sisi lain ada sebagian orang yang justru mencari nilai nilai agama untuk
menanggulangi dampak globalisasi ini.
d) Aspek Hukum, Pertahanan dan Keamanan
Dampak negatif yang timbul dari globalisasi dalam aspek ini akan terjadi jika hal-hal
positif yang disebutkan di atas tidak terwujud. Jika hal-hal positif dari globalisasi pada
bidang ini tidak terwujud, akan menimbulkan tindakan anarkis dari masyarakat yang
dapat mengganggu stabilitas nasional, ketahanan nasional bahkan persatuan dan
kesatuan bangsa. Misalnya: dampak isu negatif di Malang, Surabaya, dan Papua yang
disebarkan melalui media sosial dapat cepat merebak dan menimbulkan tindakan
anarkhis yang melanggar hukum yang pada gilirannya mengganggu keamanan dan
ketertiban masyarakat.
5) Sikap terhadap Pengaruh Globalisasi
Globalisasi dengan segala pengaruhnya telah masuk secara bebas melewati batas-batas
kenegaraan. Tidak ada satupun negara di dunia yang kuasa menahan laju globalisai
supaya tidak masuk ke dalam negaranya. Begitu pun dengan bangsa Indonesia, sebagai
bagian dari masyarakat global, Indonesia tidak bisa begitu terlepas dari implikasi atau
pengaruh globalisasi. Semua negara meskipun tidak bisa menahan laju globalisasi, akan
tetapi harus menentukan posisi terhadap pengaruh/implikasi globalisasi. Bagi bangsa
Indonesia menentukan posisi terhadap implikasi globalisasi adalah suatu keharusan.
Posisi yang diambil bangsa Indonesia, tentu saja harus berdasarkan ideologi negara kita,
yaitu Pancasila.
Tidak ada satupun negara bangsa di dunia ini yang bisa lepas dari pengaruh globalisasi.
Meskipun negara tersebut dikenal sebagai negara adidaya atau negara maju, tetap saja
tidak bisa melepaskan diri dari globalisasi. Terlebih lagi Indonesia yang baru disebut
sebagai negara berkembang, akan sangat sulit bagi negara kita untuk mengelak dari
pengaruh atau implikasi globalisasi. Akan tetapi, meskipun demikian, Indonesia sebagai
bangsa yang besar harus mempunyai sikap yang tegas terhadap globalisasi ini.
Ada tiga alternatif sikap yang bisa diambil oleh bangsa kita dalam mengahadapi
globalisasi ini. Pertama, menolak dengan tegas semua pengaruh globalisasi dalam
semua aspek kehidupan. Untuk era sekarang, hal ini tidak mungkin. Yang bisa
dilakukan bungkin hanya mengurangi dampak negatifnya saja. Kedua, menerima
sepenuhnya pengaruh tersebut tanpa disaring terlebih dahulu. Ketiga, bersikap selektif
terhadap pengaruh tersebut, yaitu kita mengambil hal-hal positif dari globalisasi dan
membuang hal-hal negatifnya. Dari ketiga alternatif tersebut, sikap terbaik yang mesti
kita ambil adalah sikap selektif. Dengan sikap seperti itu kita dapat mengambil
keuntungan dari globalisasi dan terhindar dari dampak buruknya, karena semua
pengaruh globalisasi yang kita terima telah melalui proses penyaringan terlibah dahulu.
Adapun alat penyaringnya adalah Pancasila. Bagaimana caranya? Selalu menganalisis
dan menilai apakah berita, sikap dan tindakan tertentu itu sesuai dengan nilai ketuhanan,
apakah tindakan merusak itu sesuai dengan nilai kemanusiaan yang beradab, apakah
perilaku kita itu tidak merusak persatuan dan kesatuan Indonesia, dan seterusnya. Nilai-
nilai Pancasila merupakan cerminan dari nilai-nilai budaya bangsa yang dapat diterima
oleh semua kalangan, sehingga dapat dijadikan benteng yang kokoh dalam menghadang
pengaruh negatif dari globalisasi.
d. Pembelajaran Materi Globalisasi di SD
Materi pembelajaran tentang kewarganegaraan global yang didalamnya
merupakan kajian terhadap fenomena globalisasi secara tersurat tercantum dalam
Kurikulum SD versi 2006 atau yang sering dikenal dengan KTSP. Materi tentang
globalisasi dibelajar di kelas IV semester 2.
Bagaimana model pembelajaran yang relevan untuk membelajarkan materi ini di
jenjang sekolah dasar? Berkaitan dengan pertanyaan tersebut, dari sekian banyak model
pembelajaran, yang paling sesuai adalah model pembelajaran koperatif dengan teknik
make a match.
Pembelajaran kooperatif atau pembelajaran gotong royong adalah sistem pengajaran
yang memberi kesempatan siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-
tugas yang terstruktur (Lie 2010: 12). Menurut Slavin (2010: 8) dalam pembelajaran
kooperatif para siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan empat
orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru. Dari pendapat para ahli di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran
yang menggunakan sistem gotong royong sebagai strategi pembelajarannya sehingga
mampu memotivasi siswa untuk aktif dalam pembelajaran di kelas.
Pada hakikatnya, model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang
menggunakan strategi pembelajaran gotong royong yang konsepnya hampir sama
dengan metode pembelajaran kelompok. Namun, ada unsur-unsur yang membedakan
pembelajaran kooperatif dengan motode pembelajaran kelompok. Pada metode
pembelajaran kelompok, siswa diperintahkan oleh guru untuk mengerjakan suatu
pekerjaan secara bersama-sama dengan teman sekelompoknya tanpa bimbingan guru.
Sedangkan pada pembelajaran kooperatif, guru ikut berperan dalam mengelola kelas
sehingga menuntut guru untuk bekerja lebih efektif. Lima unsur pembelajaran
kooperatif menurut Roger dan David Johnson (Lie 2010: 31) yaitu: (1) saling
ketergantungan positif, (2) tanggung jawab perseorangan, (3) tatap muka, (4)
komunikasi antaranggota, (5) evaluasi proses kelompok.
Menurut Stahl (Isjoni 2010: 24) melalui pembelajaran kooperatif siswa dapat
memperoleh pengetahuan, kecakapan sebagai pertimbangan untuk berpikir dan
menentukan serta berbuat dan berpartisipasi sosial. Sedangkan menurut Harmin (Isjoni
2010: 24), pembelajaran kooperatif dapat memberikan berbagai pengalaman. Mereka
lebih banyak mendapat kesempatan berbicara, inisiatif, menentukan pilihan dan secara
umum mengembangkan kebiasaan yang baik. Selain itu, pembelajaran kooperatif dapat
memperbaiki prestasi belajar siswa di sekolah. Pembelajaran kooperatif ternyata dapat
mengangkat siswa yang belum berani menunjukkan kemampuannya di kelas.
Pelaksanaan pembelajaran kooperatif di kelas juga tidak memandang siswa berdasarkan
ras, budaya, atau kelas sosial. Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif memiliki banyak tujuan, baik tujuan sosial maupun tujuan dari
hasil belajar akademik.
Aplikasi pembelajaran kooperatif dapat dilakukan dengan teknik make a match. Teknik
belajar make a match atau mencari pasangan menjadi salah satu teknik dalam
pembelajaran kooperatif yang dapat mengembangkan kemampuan siswa. Teknik
belajar make a match ini pertama kali dikembangkan oleh Lorna Curran pada tahun
1994 (Lie 2010: 55). Salah satu unggulannya yaitu siswa mencari pasangan sambil
belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Teknik
ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan semua tingkatan usia siswa. Guru
dapat merancang teknik belajar make a match dalam suasana bermain sambil siswa
belajar sesuatu.
Teknik make a match membawa beberapa manfaat bagi siswa, yaitu: (1) teknik
pembelajaran make a match mampu menciptakan suasana belajar yang aktif dan
menyenangkan, (2) materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian
siswa, dan (3) mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Pada penerapan teknik make a
match diperoleh beberapa temuan bahwa teknik make a match dapat memupuk kerja
sama dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokan kartu yang ada di tangan
mereka, proses belajar lebih menarik dan nampak sebagian besar siswa lebih antusias
dalam proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali pada saat siswa mencari
pasangan kartunya masing-masing (Tarmizi 2008).
Teknik make a match memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan teknik make a
match yaitu: (1) dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif
maupun fisik; (2) karena ada unsur permainan, model ini menyenangkan; (3)
meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari; (4) dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa; (5) efektif sebagai sarana melatih keberanian
siswa untuk tampil presentasi; dan (6) efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai
waktu untuk belajar. Sedangkan kelemahan make a match yaitu: (1) jika guru tidak
merancangnya dengan baik, maka akan banyak waktu yang terbuang; (2) pada awal
penerapan teknik ini, banyak siswa bisa yang malu berpasangan dengan lawan jenisnya;
(3) jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, saat presentasi banyak siswa yang
kurang memperhatikan; (4) guru harus hati-hati dan bijaksana saat memberi hukuman
pada siswa yang tidak mendapat pasangan karena mereka bisa malu; dan (5)
menggunakan teknik ini secara terus menerus akan menimbulkan kebosanan (Amin
2011).
Langkah-langkah dalam menerapkan pembelajaran kooperatif teknik make a match
adalah sebagai berikut:
a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang
cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian yang lain kartu jawaban.
b. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu.
c. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya,
pemegang kartu PENGERTIAN GLOBALISASI akan berpasangan dengan PROSES
MASUKNYA SESUATU KE RUANG LINGKUP DUNIA.
d. Siswa juga dapat bergabung dengan dua atau tiga siswa lain yang memegang
kartu yang cocok. Misalnya, pemegang kartu HAMBURGER akan membentuk
kelompok dengan pemegang kartu PIZZA HUT (Lie 2010: 55).
Daftar Pustaka
Amin, Zainul Ittihad. (2008). Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Branson, M. (1999). Belajar Civic Education dari Amerika, Yogyakarta: Lembaga
Kajian Islam dan Sosial
Center for Civic Education. (1994). Civitas: National Standards for Civics and
Government, Calabasas: CCE
Cogan, J.J. and Derricott, R. (1998). Citizenship for The 21st Century: An
International Perspective on Education, London: Kogan Page.
__________. (1999). Developing the Civic Society: The Role of Civic Education,
Bandung: CICED.
Debling, G. (1991). “Developing Standards”, dalam Competence Based Assessment.
Buckingham: Open University Press
Gordon, V. N. (1988). “Developmental Advising” dalam The Status and Future of
Academic Advising: Problems and Promise. Iowa City, IA: American College
Testing Program
Isjoni. (2010). Cooperative Learning Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Bandung:
Alfabeta
Kaelan. 2012. Problem Epistemologis Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara.
Yogyakarta: Paradigma
Komalasari, Kokom. (2007). Pendidikan Pancasila: Panduan bagi Para Politisi.
Surabaya: Lentera Cendikia
_________ . (2008). Memahami Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: CV
Armico
__________. (2009). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual Dalam Pendidikan
Kewarganegaraan Terhadap Kompetensi Kewarganegaraan Siswa SMP.
Disertasi SPS UPI: Tidak diterbitkan.
Korten, David. (1993). Getting to the Twenty Firts Century: Voluntary Action and
The Global Agenda. Alih Bahasa: Lilian Tejasudhana. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia dan Pustaka Sinar Harapan.
Lie, Anita. (2010). Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning di
Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: Garsindo.
Pranarka, A.W. (1985). Sejarah Pemikiran Pancasila. Jakarta: Yayasan Proklamasi
CSIS
Republik Indonesia.(2002). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Jakarta: Sinar Grafika
_________. (2006). Undang-Undang RI 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia . [Online]. Tersedia: http://www.dpr.go.id. Html [2 Oktober 2019]
Slavin, Robert E. (2010). Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Bandung:
Nusa Media
Winataputra, U.S. (2001). Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana
Sistemik Pendidikan Demokrasi: Suatu Kajian Konseptual Dalam Konteks
Pendidikan IPS. Disertasi PPS UPI: tidak diterbitkan.
Wuryan, Sri dan Syaifullah. (2008). Ilmu Kewarganegaraan (Civics). Bandung:
Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pendidikan Indonesia.