modul 5 pendidikan pancasila dan kewarganegaraan … · 4. mendiskusikan hasil membaca pada forum...
TRANSCRIPT
No Kode : DAR2/Profesional/027/5/2019
MODUL 5
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
KEGIATAN BELAJAR 1
HAK AZASI MANUSIA
Penulis:
Dr. MUHAMMAD HALIMI, M.Pd
.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
2019
A. Pendahuluan
Kegiatan belajar pada KB 1 ini membahas tentang materi Hak Asasi Manusia
(HAM). Mengapa para guru di sekolah dasar harus belajar dan membelajarkan HAM ?
HAM menjadi persoalan yang familiar dalam kehidupan di masyarakat. Persoalan HAM
sering sekali menjadi bahan pembicaraan atau diskusi di masyarakat baik yang berkaitan
dengan konsep HAM itu sendiri, penegakkan HAM maupun pelanggaran HAM yang
terjadi. Oleh karena itu, sudah seyogianya para siswa di sekolah sejak dini sudah
dikenalkan tentang HAM, supaya mereka mengetahui dan sadar akan hak dan kewajiban
asasi dirinya dan orang lain, sehingga mereka akan terbiasa untuk menghormati diri dan
hak asasi orang lain.
Setiap KB pada modul ini dikemas secara sistematis mulai dari: pendahuluan,
capaian pembelajaran, sub-capaian pembelajaran, uraian materi, rangkuman, dan tes
formatif. Materi utama terdiri dari uraian materi yang dikembangkan oleh penulis dalam
bentuk pdf, ppt, dan video, begitu juga materi penunjang terdiri dari uraian materi
berbentuk pdf, ppt, dan video menggunakan link terkait.
Proses pembelajaran untuk setiap KB pada modul ini memfasilitasi
berkembangnya kemandirian belajar sebagai penciri khas proses pembelajaran pada
program PPG. Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar, peserta harus
melakukan langkah-langkah berikut.
1. Memahami setiap komponen modul mulai dari komponen awal sampai akhir.
2. Memahami materi utama dan penunjang dengan membaca dan memaknainya.
3. Membaca berbagai sumber belajar lainnya yang relevan dengan materi yang
sedang dipelajari.
4. Mendiskusikan hasil membaca pada forum diskusi melalui fasilitas daring
bersama peserta lain dan instruktur.
5. Mengerjakan setiap tugas secara mandiri dan tes formatif melalui fasilitas daring.
6. Mempraktikkan pengetahuan yang didapatkan dari proses pembelajaran kedalam
praktik pembelajaran sehari-hari dan merefleksinya.
7. Menghubungi instruktur melalui fasilitas daring yang telah disediakan bila
menemui kesulitan.
B. Capaian Pembelajaran
Menguasai teori dan aplikasi mencakup muatan materi lima mata pelajaran
pokok di SD 1) Bahasa Indonesia terdiri atas Ragam Teks; Satuan Bahasa Pembentuk
Teks, Struktur, Fungsi, dan Kaidah Kebahasaan Teks Fiksi; Struktur, Fungsi, dan Kaidah
Kebahasaan Teks Nonfiksi, serta Apresiasi dan Kreasi Sastra Anak; 2) Matematika
terdiri atas Bilangan, Geometri dan Pengukuran, Statistik, dan Kapita Selekta; 3) Ilmu
Pengetahuan Alam terdiri atas Metode Ilmiah, Makhluk Hidup dan Proses Kehidupan,
Benda dan Sifatnya, Energi dan Perubahannya, Bumi dan Alam Semesta; 4) Ilmu
Pengetahuan Sosial terdiri atas Manusia, Tempat dan Lingkungan; Waktu,
Keberlanjutan, dan Perubahan; Sistem Sosial dan Budaya; Perilaku Ekonomi dan
Kesejahteraan; Fenomena Interaksi Dalam Perkembangan IPTEK dan Masyarakat
Global; dan 5) Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang terdiri atas Hak Asasi
Manusia; Persatuan dan Kesatuan Dalam Keberagaman Masyarakat Multikultur;
Konsep Nilai, Moral, dan Norma; Pancasila; serta Kewarganegaraan Global; termasuk
advance materials secara bermakna yang dapat menjelaskan aspek “apa” (konten),
“mengapa” (filosofi), dan “bagaimana” (penerapan) dalam kehidupan sehari-hari”.
C. Sub Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari materi pada kegiatan belajar ini, diharapkan Anda mampu
menguasai materi tentang:
1. Pengertian Hak Asasi Manusia
2. Gagasan Hak Asasi Manusia dalam UUD NRI 1945
3. Pelanggaran Hak Asasi Manusia
4. Upaya Pemajuan dan Penegakkan Hak Asasi Manusia di Indonesia
5. Aplikasi materi tentang Hak Asasi Manusia dalam pembelajaran SD
Agar Anda memperoleh hasil atau memiliki kompetensi yang diharapkan dalam
mempelajari materi pembelajaran pada kegiatan belajar ini, ikutilah petunjuk belajar
berikut ini.
1. Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan ini sampai Anda paham betul tentang
apa, untuk apa dan bagaimana mempelajari materi pada kegiatan belajar ini.
2. Bacalah sepintas bagian demi bagian dan temukan kata-kata kunci dan kata-kata
yang Anda anggap asing. Pelajarilah kata-kata tersebut dengan mencari makna atau
pengertiannya pada kamus yang Anda miliki.
3. Tangkaplah pengertian demi pengertian dari isi kegiatan belajar ini melalui
pemahaman sendiri, dan lakukan sharing pendapat dengan kolega yang juga
memperdalam materi atau dengan instruktur yang ditunjuk oleh lembaga.
4. Mantapkan pemahaman Andamelalui diskusi, dan menganalisis berbagai kasus
yang relevan dengan materi pada kegiatan belajar ini.
D. Uraian Materi
1. Pengertian Hak Asasi Manusia
Pada bagian ini Anda akan diajak untuk menelaah berbagai pengertian Hak
Asasi Manusia (HAM). Hal ini bertujuan supaya Anda dapat mendefinisikan dan
memaknai setiap hak yang dimiliki. Untuk dapat memahami pengertian HAM, ada
baiknya perhatikan hal-hal berikut dengan seksama.
a. Dalam Pembukaan UUD NRI 1945 aline pertama ditegaskan “Bahwa
sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh
sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena
tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan”.
b. Pasal 28 A UUD NRI 1945 menyatakan bahwa “Setiap orang berhak
untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya”.
c. Di dalam kehidupan masyarakat ada pandangan yang menyatakan
“Tiada seorang manusia pun yang hidup sengsara, ia akan selalu
berusaha mencapai kesejahteraan bagi dirinya lahir maupun batin”
Apa makna ketiga kalimat tersebut? Jika Anda menyimaknya dengan seksama,
maka dapat dipahami bahwa pada diri manusia selalu melekat tiga hal, yakni hidup,
kebebasan dan kebahagian. Ketiga hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat
mendasar yang harus dimiliki oleh manusia. Tanpa ketiga hal tersebut manusia akan
hidup tidak terarah bahkan tidak akan menjadi seutuhnya. Sesuatu hak yang mendasar
itu dalam pengertian lain disebut hak asasi. Dengan demikian secara sederhana hak
asasi manusia itu adalah hak dasar manusia menurut kodratnya.
Darmodihardjo dalam Muladi (2007: 109) menyatakan bahwa HAM adalah hak-
hak dasar yang dibawa manusia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, yang sifatnya
tidak boleh dilanggar oleh siapapun, dan yang seolah-olah merupakan suatu holy area.
Perlu dipahami bahwa HAM tersebut tidaklah bersumber dari negara dan hukum, tetapi
semata-mata bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta alam semesta
beserta isinya, sehingga HAM itu tidak bisa dikurangi (non derogable right).
Menurut Undang-Undang RI Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM, khususnya
dalam Pasal 1 Ayat (1) menyatakan HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh
negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan
harkat dan martabat manusia. Selain itu, dalam Undang-Undang RI Nomor 39 tahun
1999 tentang HAM Pasal 1 ayat (2) juga dimuat tentang kewajiban dasar manusia, yaitu
seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan tidak dilaksanakan tidak
memungkinkan terlaksana dan tegaknya HAM.
Berdasarkan beberapa pemikiran tersebut, dapat disimpulkan bahwa hak asasi
manusia merupakan hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia yang merupakan
anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak dasar tersebut meliputi hak hidup, hak
kemerdekaan dan hak untuk mendapatkan kebahagian.
Dibandingkan dengan hak-hak yang lain, HAM memiliki ciri-ciri khusus, yaitu:
a. Kodrati, artinya hak asasi manusia merupakan pemberian dari Tuhan kepada
manusia agar hidup terhormat.
b. Hakiki, artinya hak asasi manusia adalah adalah hak asasi semua semua umat
manusia yang sudah ada sejak lahir.
c. Universal, artinya hak asasi manusia berlaku untuk semua orang tanpa memandang
status, suku bangsa, gender atau perbedaan lainnya.
d. Tidak dapat dicabut, artinya hak asasi manusia tidak dapat dicabut atau diserahkan
kepada pihak lain.
e. Tidak dapat dibagi, artinya semua orang berhak mendapatkan semua hak, apakah
hak sipil dan politik, atau hak ekonomi, sosial dan budaya.
2. Gagasan Hak Asasi Manusia dalam UUD NRI 1945
Kepentingan paling mendasar dari setiap warga negara adalah perlindungan
terhadap hak-haknya sebagai manusia. Oleh karena itu, hak asasi manusia (HAM)
merupakan materi inti dari naskah undang-undang dasar negara modern. Hal ini
menunjukkan adanya jaminan konstitusional atas HAM. Jaminan konstitusional atas
HAM meneguhkan pendirian bahwa negara bertanggung jawab atas tegaknya supremasi
hukum.
UUD 1945 di Indonesia, seperti UUD lain di dunia juga mencantumkan masalah
HAM. Walaupun UUD 1945 disusun sebelum adanya Declaration of Human Right,
ternyata telah banyak mencantumkan HAM dalam beberapa pasal (Joeniarto, 2001: 19).
Mohammad Hatta sebagai salah satu sosok yang gigih memperjuangkan HAM dalam
penyusunan UUD 1945. Masalah HAM memang menjadi perdebatan dalam sidang-
sidang pembahasan UUD. Soepomo yang menawarkan bentuk negara integralistik
menganggap bahwa HAM tersebut dianggap berlebihan, dibayangkan berdampak
negatif dan sebagai hak-hak perorangan yang selalu di bawah kepentingan bersama
(Soekarno, 1966: 78). Pendapat Soepomo didukung oleh Soekarno yang menganggap
bahwa individualistik inilah yang akan menimbulkan konflik di negara kita bila masalah
tersebut dimasukkan dalam UUD (Swasono, 1992: 261). Meskipun Hatta banyak
mendapat kritikan kawan-kawan politiknya, tetapi Hatta tetap konsisten dan tegar
membela prinsip-prinsip HAM yang berdasarkan termonologinya dianggap sangat
penting bagi pembangunan bangsa seutuhnya.
Hatta yang setelah sekian lama berkecimpung dalam pergerakan kemerdekaan
dan mengasah otaknya dengan menulis di berbagai media masa, menganggap bahwa
sangatlah penting untuk memasukkan hak-hak individu tersebut. Usul Mohammad
Hatta mendapat dukungan dari Mohammad Yamin.
Dengan dijiwai semangat kebersamaan, menghormati orang lain, dan kebenaran,
disepakati adanya ketentuan mengenai hak asasi manusia yang jumlah tidak terlalu
banyak di dalam UUD 1945. UUD 1945 memuat ketentuan mengenai HAM yang
terdapat dalam pasal 27 sampai 34 seperti di bawah ini.
a. Pasal 27 Ayat (1) yang berbunyi, ’Segala warga negara bersamaan kedudukannya
di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan
itu dengan tidak ada kecualinya’;
b. Pasal 27 Ayat (2) yang berbunyi, ‘Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan’;
c. Pasal 28 yang berbunyi, ‘Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan
pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang’;
d. Pasal 29 Ayat (2) yang berbunyi, ‘Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu’;
e. Pasal 30 Ayat (1) yang berbunyi, ‘Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam usaha pembelaan negara’;
f. Pasal 31 Ayat (1) yang berbunyi, ‘Tiap-tiap warga negara berhak mendapat
pengajaran’;
g. Pasal 34 yang berbunyi, ‘Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh
negara’.
Jaminan HAM dalam UUD 1945 mengalami perkembangan setelah Perubahan
Kedua UUD 1945 pada tahun 2000. Ketentuan mengenai hak asasi manusia dan hak-
hak warga negara dalam UUD 1945 telah mengalami perubahan yang sangat mendasar.
Materi yang semula hanya berisi tujuh butir ketentuan yang juga tidak seluruhnya dapat
disebut sebagai jaminan konstitusional hak asasi manusia, sekarang telah bertambah
secara sangat signifikan. Ketentuan baru yang diadopsikan ke dalam UUD 1945 setelah
Perubahan Kedua pada tahun 2000 termuat dalam Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J,
ditambah beberapa ketentuan lainnya yang tersebar di beberapa pasal. Karena itu,
perumusan tentang hak-hak asasi manusia dalam konstitusi Republik Indonesia dapat
dikatakan sangat lengkap dan menjadikan UUD 1945 sebagai salah satu undang-undang
dasar yang paling lengkap memuat ketentuan yang memberikan perlindungan terhadap
hak-hak asasi manusia.
Pasal-pasal tentang hak asasi manusia itu sendiri, terutama yang termuat dalam
Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J, pada pokoknya berasal dari rumusan TAP MPR
Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia yang kemudian isinya menjadi
materi UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu, untuk
memahami konsepsi tentang hak-hak asasi manusia itu secara lengkap dan historis,
ketiga instrumen hukum UUD 1945, TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998 dan UU
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia tersebut dapat dilihat dalam satu
kontinum dan penjabaran lebih rinci. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa
ketentuan-ketentuan tentang hak-hak asasi manusia yang telah diadopsikan ke dalam
sistim hukum dan konstitusi Indonesia itu berasal dari berbagai konvensi internasional
dan deklarasi universal tentang hak asasi manusia serta berbagai instrumen hukum
internasional lainnya.
Setelah Perubahan Kedua pada tahun 2000, keseluruhan materi ketentuan hak-
hak asasi manusia dalam UUD 1945, yang apabila digabung dengan berbagai ketentuan
yang terdapat dalam undang-undang yang berkenaan dengan hak asasi manusia, dapat
kita kelompokkan dalam empat kelompok yang berisi 37 butir ketentuan. Diantara
keempat kelompok hak asasi manusia tersebut, terdapat hak asasi manusia yang tidak
dapat dikurangi dalam keadaan apapun atau non-derogable rights, yaitu:
a. Hak untuk hidup;
b. Hak untuk tidak disiksa;
c. Hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani;
d. Hak beragama;
e. Hak untuk tidak diperbudak;
f. Hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum; dan
g. Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.
Keempat kelompok hak asasi manusia terdiri atas; kelompok pertama adalah
kelompok ketentuan yang menyangkut hak-hak sipil yang meliputi:
a. Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan kehidupannya;
b. Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, perlakuan atau penghukuman lain
yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat kemanusiaan;
c. Setiap orang berhak untuk bebas dari segala bentuk perbudakan;
d. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya;
e. Setiap orang berhak untuk bebas memiliki keyakinan, pikiran, dan hati nurani;
f. Setiap orang berhak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum;
g. Setiap orang berhak atas perlakuan yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan;
h. Setiap orang berhak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut;
i. Setiap orang berhak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah;
j. Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan;
k. Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal di wilayah negaranya, meninggalkan,
dan kembali ke negaranya;
l. Setiap orang berhak memperoleh suaka politik;
m. Setiap orang berhak bebas dari segala bentuk perlakuan diskriminatif dan berhak
mendapatkan perlindungan hukum dari perlakuan yang bersifat diskriminatif
tersebut.
Kedua, kelompok hak-hak politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang meliputi:
a. Setiap warga negara berhak untuk berserikat, berkumpul dan menyatakan
pendapatnya secara damai dengan lisan dan tulisan;
b. Setiap warga negara berhak untuk memilih dan dipilih dalam rangka lembaga
perwakilan rakyat;
c. Setiap warga negara dapat diangkat untuk menduduki jabatan-jabatan publik;
d. Setiap orang berhak untuk memperoleh dan memilih pekerjaan yang sah dan layak
bagi kemanusiaan;
e. Setiap orang berhak untuk bekerja, mendapat imbalan, dan mendapat perlakuan
yang layak dalam hubungan kerja yang berkeadilan;
f. Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi;
g. Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak
dan memungkinkan pengembangan dirinya sebagai manusia yang bermartabat;
h. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi;
i. Setiap orang berhak untuk memperoleh dan memilih pendidikan dan pengajaran;
j. Setiap orang berhak mengembangkan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya untuk peningkatan kualitas hidup dan
kesejahteraan umat manusia;
k. Negara menjamin penghormatan atas identitas budaya dan hak-hak masyarakat
lokal selaras dengan perkembangan zaman dan tingkat peradaban bangsa-bangsa;
l. Negara mengakui setiap budaya sebagai bagian dari kebudayaan nasional;
m. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing, dan untuk beribadat menurut kepercayaannya itu.
Ketiga, kelompok hak-hak khusus dan hak atas pembangunan yang meliputi:
a. Setiap warga negara yang menyandang masalah sosial, termasuk kelompok
masyarakat yang terasing dan yang hidup di lingkungan terpencil, berhak mendapat
kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan yang sama;
b. Hak perempuan dijamin dan dilindungi untuk mendapai kesetaraan gender dalam
kehidupan nasional;
c. Hak khusus yang melekat pada diri perempuan yang dikarenakan oleh fungsi
reproduksinya dijamin dan dilindungi oleh hukum;
d. Setiap anak berhak atas kasih sayang, perhatian, dan perlindungan orangtua,
keluarga, masyarakat dan negara bagi pertumbuhan fisik dan mental serta
perkembangan pribadinya;
e. Setiap warga negara berhak untuk berperan-serta dalam pengelolaan dan turut
menikmati manfaat yang diperoleh dari pengelolaan kekayaan alam;
f. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat;
g. Kebijakan, perlakuan atau tindakan khusus yang bersifat sementara dan dituangkan
dalam peraturan perundang-undangan yang sah yang dimaksudkan untuk
menyetarakan tingkat perkembangan kelompok tertentu yang pernah mengalami
perlakuan diskriminatif dengan kelompok-kelompok lain dalam masyarakat, dan
perlakuan khusus tersebut tidak termasuk dalam pengertian diskriminasi.
Keempat, kelompok yang mengatur mengenai tanggung jawab negara dan
kewajiban asasi manusia yang meliputi:
a. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
b. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk pada
pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang dengan maksud semata-mata
untuk menjamin pengakuan dan penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain
serta untuk memenuhi tuntutan keadilan sesuai dengan nilai-nilai agama, moralitas,
dan kesusilaan, keamanan, dan ketertiban umum dalam masyarakat yang
demokratis;
c. Negara bertanggungjawab atas perlindungan, pemajuan, penegakan, dan
pemenuhan hak-hak asasi manusia;
d. Untuk menjamin pelaksanaan hak asasi manusia, dibentuk Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia yang bersifat independen dan tidak memihak yang pembentukan,
susunan, dan kedudukannya diatur dengan undang-undang.
Hak-hak tersebut di atas ada yang termasuk kategori hak asasi manusia yang
berlaku bagi semua orang yang tinggal dan berada dalam wilayah hukum Republik
Indonesia, dan ada pula yang merupakan hak warga negara yang berlaku hanya bagi
warga negara Republik Indonesia. Hak-hak dan kebebasan tersebut ada yang tercantum
dalam UUD 1945 dan ada pula yang tercantum hanya dalam undang-undang tetapi
memiliki kualitas yang sama pentingnya secara konstitusional sehingga dapat disebut
memiliki “constitutional importance” yang sama dengan yang disebut eksplisit dalam
UUD 1945. Sesuai dengan prinsip “kontrak sosial” (social contract), maka setiap hak
yang terkait dengan warga negara dengan sendiri bertimbal-balik dengan kewajiban
negara untuk memenuhinya. Demikian pula dengan kewenangan-kewenangan
konstitusional yang dimiliki oleh negara melalui organ-organnya juga bertimbal-balik
dengan kewajiban-kewajiban konstitusional yang wajib ditaati dan dipenuhi oleh setiap
warga negara.
3. Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)
Setiap hak asasi yang dimiliki oleh manusia dibatasi oleh hak asasi manusia
lainnya. Dengan demikian tidak ada seorang pun yang diperbolehkan melanggar hak
asasi orang lain. Akan tetapi dalam kenyataannya manusia suka lupa diri, bahwa di
sekitarnya terdapat manusia yang mempunyai kedudukan yang sama dengan dirinya.
Namun, manusia sering melanggar hak asasi sesamanya dengan alasan yang tidak jelas,
sehingga terjadilah pelanggaran HAM.
Bentuk pelanggaran HAM yang sering muncul biasanya terjadi dalam dua
bentuk, yaitu;
a. Diskriminasi, yaitu suatu pembatasan, pelecehan atau pengucilan yang langsung
maupun tidak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama,
suku, ras, etnik, kelompok, golongan, jenis kelamin, bahasa, keyakinan dan politik
yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan hak asasi manusia
dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik secara individual maupun kolektif
dalam semua aspek kehidupan.
b. Penyiksaan, adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan sengaja sehingga
menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat baik jasmani maupun rohani
pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang atau
orang ketiga.
Berdasarkan sifatnya pelanggaran dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Pelanggaran HAM berat, yaitu pelanggaran HAM yang berbahaya dan mengancam
nyawa manusia. Jenis-jenis pelanggaran HAM berat meliputi kejahatan genosida
dan kejahatan kemanusian. Penanganan kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia
di atur dalam Undang-Undang RI Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
b. Pelanggaran HAM ringan, yaitu pelanggaran HAM yang tidak mengancam
keselamatan jiwa manusia, akan tetapi dapat berbahaya jika tidak segera
ditanggulangi. Misalnya, kelalaian dalam pemberian pelayanan kesehatan,
pencemaran lingkungan yang disengaja dan sebagainya.
Di Indonesia, meskipun pemerintah telah mengeluarkan peraturan perundang-
undangan mengenai HAM, namun pelanggaran HAM tetap selalu ada baik yang
dilakukan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat sendiri. Berikut ini beberapa kasus
pelanggaran HAM yang pernah terjadi di Indonesia:
a. Kerusuhan Tanjung Priok tanggal 12 September 1984. Dalam kasus ini 24 orang
tewas, 36 orang luka berat dan 19 orang luka ringan. Keputusan majelis hakim
kasus ini menetapkan 14 terdakwa seluruhnya dinyatakan bebas.
b. Penyerbuan Kantor Partai Demokrasi Indonesia tanggal 27 Juli 1996. Dalam kasus
ini lima orang tewas, 149 orang luka-luka dan 23 orang hilang. Keputusan majelis
hakim kasus ini menetapkan empat terdakwa dinyatakan bebas dan satu orang
terdakwa divonis 2 bulan 10 hari.
c. Penembakan mahasiswa Universitas Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998. Dalam
kasus ini korban yang meninggal adalah Hery Hartabto, Elang Mulya Lesmana,
Hendriawan, Hafidin Royan dan Alan Mulyadi. Mahkamah Militer yang
menyidangkan kasus ini memvonis dua terdakwa dengan hukuman 4 bulan penjara,
empat terdakwa divonis 2-5 bulan penjara dan 9 orang anggota Brimob dipecat dan
dipenjara 3-6 tahun.
d. Penculikan aktivis, pada bulan April 1997-April 1999. Dalam kasus ini 20 orang
aktivis dinyatakan hilang (9 orang diantaranya telah dibebaskan dan 11 orang
dinyatakan hilang). Mahkamah Militer memvonis komandan Tim mawar Kopassus
dengan 22 bulan penjara dan dipecat dari TNI, empat orang terdakwa dipecat dan
divonis 20 bulan penjara, tiga orang terdakwa divonis 16 bulan penjara dan tiga
orang terdakwa divonis 12 bulan penjara.
e. Tragedi Semanggi I pada tanggal 13 November 1998. Dalam kasus ini lima orang
korban meninggal, yaitu Bernadus Irmawan, Teddy Mahdani Kusuma, Sigit
Prsetyo, Muzamil joko Purwanto dan Abdullah. Kemudian terjadi lagi tragedi
Semanggi II pada tanggal 24 September 1999 yang memakan lima orang korban
meninggal yaitu Yap Yun Hap, Salim Ternate, Fadli, Denny Yulian dan Zainal.
Dalam kasus ini DPR membatalkan rekomendasi sebelumnya yang mendorong
penyelesaian melalui peradilan militer bukan peradilan peradilan HAM. Kemudian,
berkas penyelidikan Komnas HAM atas kasus Semanggi ini masih disimpan di
Kejaksaan Agung dan sampai sekarang belum ada langkah menyikapi hasil
penyelidikan itu.
f. Pelanggaran HAM Timor Timur. Peristiwa ini ditandai dengan terjadinya dua
serangan yaitu serangan ke kediaman Uskup Belo yang memakan korban tewas
sebanyak 25 orang dan serangan ke kediaman Manuel Carrascalao yang memakan
korban tewas sebanyak 12 orang. Dalam kasus ini majelis hakim menetapkan 18
terdakwa dinyatakan bebas, kecuali Eurico Guterres yang dinyatakan berasalah dan
divonis 10 tahun penjara.
g. Pembunuhan Ketua Presidium Dewan Papua, Theys Hiyo Eluay pada tanggal 10
November 2001. Dalam kasus ini empat dari tujuh anggota Kopassus yang menjadi
terdakwa divonis 2-3,5 tahun penjara dan dipecat dari dinas militer oleh Mahkamah
Militer III Surabaya.
h. Pembunuhan Munir, pada tanggal 7 September 2004. Munir tewas dalam
perjalanan udara dari Jakarta ke Amsterdam. Otopsi oleh Netherlands Forensic
Institute menyimpulkan munir tewas akibat racun arsenik. Dalam kasus ini,
putusan kasasi Mahkamah Agung menyatakan Pollycarpus tidak terbukti
membunuh. Ia hanya dihukum dua tahun penjara atas penggunaan surat palsu.
Kasus-kasus di atas merupakan contoh kasus pelanggaran HAM yang dianggap berat.
Negara kita selalu terfokus pada permasalahan HAM yang berat tadi. Akan tetapi
pelanggaran HAM yang sifatnya ringan, yang bisa menjadi berat ketika tidak dilakukan
upaya penyelesaian. Berikut ini merupakan kesaksian dari seorang ibu yang bernama
Eupeka dari Porsea Sumatera Utara, yang kesaksiannya mungkin menggambarkan
kegerahan dia atas tidak diperhatikan pelanggaran HAM yang menimpa dirinya dan
tetangganya.
.......Saya sedih melihat tetangga-tetangga meninggal akibat longsor,
menderita penyakit kulit kareana air tercemar limbah pabrik.... Selama
empat tahun terakhir pabrik ditutup, kami dapat menghirup udara segar
kembali, tanah kami menghasilkan panen yang baik. Saya betul-betul
tidak mengerti kenapa pemerintah mengizinkan pabrik beroperasi
kembali? Apa mereka tidak cukup melihat bahwa kami sudah cukup
menderita?
Kompas, 16 Desember 2006
Setelah Anda membaca kesaksian Ibu Eupeka di atas, bagaimana tanggapan Anda
mengenai hal-hal berikut:
a. Bagaimana perasaan Anda akan nasib yang dialami Ibu Eupeka dan tetangganya?
b. Menurut pendapat Anda bagaimana perasaan Ibu Eupeka dan tetangganya atas
nasib yang menimpanya?
c. Apakah mungkin nasib yang menimpa Ibu Eupeka dan tetangganya juga dialami
oleh warga negara Indonesia lainnya?
d. Bagaimana perasaan Anda jika mengalami nasib seperti yang dialami oleh Ibu
Eupeka dan tetangganya?
e. Menurut Anda benarkah pendapat Ibu Eupeka dan seandainya benar faktor apa yang
menyebabkan pemerintah mengabaikan hak Ibu Eupeka dan tetangganya?
f. Solusi seperti apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan yang
dialami oleh Ibu Eupeka dan tetangganya?
4. Upaya Pemajuan dan Penegakkan serta Penanganan Masalah Hak Asasi
Manusia di Indonesia
a. Pemajuan dan Penegakkan Hak Asasi Manusia di Indonesia
Semua negara di dunia sepakat menyatakan penghormatan terhadap nilai-nilai
hak asasi manusia yang universal. Akan tetapi, pelaksanaan hak asasi manusia dapat
saja berbeda antara satu negara dengan negara lain. Ideologi, kebudayaan dan nilai-nilai
khas yang dimiliki suatu bangsa akan mempengaruhi sikap dan perilaku hidup
berbangsa. Misalnya di Indonesia, semua perilaku hidup berbangsa diukur dari
kepribadian Indonesia yang tentu saja berbeda dari bangsa lain. Bangsa Indonesia akan
menyelesaikan permasalahannya dengan cara sendiri. Bangsa lain tidak dapat
memaksakan konsep hak asasi versi negaranya kepada bangsa kita, sebaliknya bangsa
kita pun tidak dapat memaksakan konsep hak asasi versi bangsa kita kepada bangsa lain.
Salah satu ciri negara hukum adalah adanya jaminan terhadap hak asasi manusia.
Ciri inilah yang membedakan antara negara otoriter dengan negara demokratis yang
menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Sebagai salah satu negara yang
mengaku sebagai negara hukum, Indonesia tentu saja berperan aktif dalam upaya
penegakan HAM.
Proses penegakan HAM di Indonesia mengacu kepada ketentuan-ketentuan
hukum internasional yang pada dasarnya memberikan wewenang luar biasa kepada
setiap negara. Berkaitan dengan hal tersebut, bangsa Indonesia dalam proses penegakan
HAM sangat mempertimbangkan dua hal di bawah ini:
1) Kedudukan negara Indonesia sebagai negara yang berdaulat baik secara hukum,
sosial, politik harus dipertahankan dalam keadaan apapun sesuai dengan prinsip-
prinsip yang dianut dalam piagam PBB.
2) Dalam pelaksanaannya, pemerintah harus tetap mengacu kepada ketentuan-
ketentuan hukum internasional mengenai HAM. Kemudian menyesuaikannya dan
memasukkannya ke dalam sistem hukum nasional serta menempatkannya
sedemikian rupa, sehingga merupkan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem
hukum nasional.
Pemerintah Indonesia dalam proses penegakan HAM ini telah melakukan
langkah-langkah strategis, yakni dengan membentuk produk hukum, pembentukan
lembaga independen yang keberadaannya dilandasi UU atau peraturan serta lembga-
lembaga swadaya masyarakat yang ikut mengawasi penegakkan HAM itu sendiri.
Berikut ini akan dibahas ketiga hal tersebut.
1). Pembentukan produk hukum yang mengatur tentang HAM sebagai
Penjabaran UUD 1945
Pembentukan produk hukum yang mengatur mengenai hak asasi manusia
(HAM) dimaksud untuk menjamin kepastian hukum dalam proses penegakan HAM.
Selain itu produk hukum tersebut memberikan arahan bagi pelaksanaan proses
penegakan HAM. Adapun produk hukum yang dibentuk untuk mengatur masalah HAM
adalah:
a) Pada amandemen kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 telah ditetapkan satu bab tambahan dalam batang tubuh yaitu bab X A yang
berisi mengenai hak asasi manusia, melengkapi pasal-pasal yang lebih dahulu
mengatur mengenai masalah HAM.
b) Dalam sidang istimewa MPR 1998 ditetap sebuah Ketetapan MPR mengenai hak
asasi manusia yaitu TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998.
c) Ditetapkannya Piagam HAM Indonesia pada tahun 1998.
d) Diundangkannya Undang-Undang RI Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, yang diikuti dengan dikeluarkannya PERPU Nomor 1 tahun 1999 tentang
pengadilan HAM yang kemudian ditetapakan menjadi sebuah undang-undang, yaitu
Undang-Undang RI Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
e) Meratifikasi instrumen HAM internasional selama tidak bertentangan dengan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. hal
ini diwujudkan dengan meratifikasi:
(1) Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment
or Punishment menjadi Undang-Undang RI Nomor 5 tahun 1998 tentang
Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang
Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia.
(2) International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights menjadi
Undang-Undang RI Nomor 12 tahun 2005 tentang Kovenan Internasional Hak-
hak Ekonomi, Sosial.dan Budaya
(3) International Covenant on Civil and Political Rights menjadi Undang-Undang
RI Nomor 11 tahun 2005 tentang Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil
dan Politik.
2). Terbentuknya lembaga - lembaga independen yang menangani masalah HAM
yang pembentukannya diatur UU
Lembaga bentukan pemerintah yang bersifat independen dan tidak memihak yang
pembentukan, susunan, dan kedudukannya diatur dengan undang-undang yang khusus
untuk menangani permasalahan HAM antara lain adalah :
(1). Pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
Komnas HAM dibentuk pada tanggal 7 Juni 1993 melalui Kepres Nomor 50
tahun 1993. keberadaan Komnas HAM selanjutnya diatur dalam Undang-Undang RI
Nomor 39 tahun1999 tentang Hak Asas Manusia pasal 75 sampai dengan pasal 99.
Selain ketentuan-ketentuan tersebut, tentu saja masih ada produk hukum tentang
HAM yang berlaku di Indonesia saat ini. Berkaitan dengan hal tersebut, coba
Anda identifikasi jenis-jenis produk hukum tentang HAM lainnya yang berlaku
di Indonesia! Silakan diskusikan dengan rekan Anda!
Komnas HAM merupakan lembaga negara mandiri setingkat lembaga negara lainnya
yang berfungsi sebagai lembaga pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan dan
mediasi HAM. Komnas HAM beranggotakan 35 orang yang dipilih oleh DPR
berdasarkan usulan Komnas HAM dan diresmikan oleh Presiden. Masa jabatan anggota
Komnas HAM selama lima tahun dan dapat diangkat lagi hanya untuk satu kali masa
jabatan.
Komnas HAM mempunyai wewenang sebagai berikut:
(a) melakukan perdamaian pada kedua belah pihak yang bermasalah
(b) menyelesaikan masalah secara konsultasi maupun negosiasi
(c) menyampaikan rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia
kepada pemerintah dan DPR untuk ditindak lanjuti.
(d) memberi saran kepada pihak yang bermasalah untuk menyelesaikan sengketa di
pengadilan.
Setiap warga negara yang merasa hak asasinya dilanggar boleh melakukan
pengaduan kepada Komnas HAM. Pengaduan tersebut harus disertai dengan alasan,
baik secara tertulis maupun lisan dan identitas pengadu yang benar.
(2). Pembentukan Pengadilan HAM
Pengadilan HAM dibentuk berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 26 tahun
2000. Pengadilan HAM adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran HAM berat
yang diharapkan dapat melindungi hak asasi manusia baik perseorangan maupun
masyarakat dan menjadi dasar dalam penegakan, kepastian hukum, keadilan dan
perasaan aman, baik perseorangan maupun masyarakat.
Berdasarkan ketentuan Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 26 tahun 2000,
Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan perkara
pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Di samping itu, berwenang memeriksa dan
memutus perkara pelanggaran HAM yang dilakukan oleh warga negara Indonesia dan
terjadi di luar batas teritorial wilayah Indonesia. Adapun yang termasuk pelanggaran
HAM berat yang diatur dalam Pasal 7 sampai 9 Undang-Undang RI Nomor 26 tahun
2000 meliputi:
(a) Kejahatan genosida, yaitu setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras,
kelompok etnis, atau kelompok agama dengan cara membunuh anggota kelompok,
mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota
kelompok, menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan
kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya, dan memaksakan tindakan
yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok atau memindahkan secara
paksa anak-anak dari kelompok tertentu kepada kelompok yang lain.
(b) Kejahatan kemanusiaan, yaitu satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari
serangan yang meluas atau sistemik, yang diketahuinya bahwa serangan tersebut
ditujukan secara langsung kepada penduduk sipil. Kejahatan kemanusian berbentuk
pembunuhan, pemusnahan, penyiksaan, perbudakan, pengusiran, perampasan
kemerdekaan yang melanggara hukum internasional dan sebagainya.
Selain itu berbagai lembaga indipenden yang bentuk oleh pemerintah untuk mengatasi
permasalahan khusus di bidang anak, perempuan atau kasus khusus lainnya seperti
Komisi Perlindungan Anak Indonesia, disingkat KPAI, adalah lembaga independen
Indonesia yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak dalam rangka meningkatkan efektifitas penyelenggaraan
perlindungan anak. Keputusan Presiden Nomor 95/M/2004 merupakan dasar hukum
pembentukan lembaga ini; Demikian juga, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap
Perempuan, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dan lain lain.
3) Terbentuknya Lembaga Swadaya Masyarakat yang menangani HAM
Selain peraturan perundangan dan lembaga independen yang pembentukannya
melibatkan pemerintah, ada pula lembaga swadaya masyarakat yang lahir dan
berdirinya bersifat bottom up. Lembaga tersebut antara lain: Kontras (Komisi untuk
Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan
Hukum Indonesia), PBHI (Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Indonesia),
dan Elsam (Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat), BKBH (Biro Konsultasi
Bantuan Hukum) Perguruan Tinggi, dan lain-lain. Untuk lebih mendalami kinerja
masing masing, coba Anda cari informasi berkaitan dengan tugas dan kewenangan dari
lembaga-lembaga tersebut.
b. Penanganan Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Kasus pelanggaran HAM akan senatiasa terjadi jika tidak secepatnya ditangani.
Negara yang tidak mau menangani kasus pelanggaran HAM yang terjadi di negaranya
akan disebut sebagai unwillingness state atau negara yang tidak mempunyai kemauan
menegakan HAM. Kasus pelanggaran HAM yang terjadi di negara tersebut akan
disidangkan oleh Mahkamah Internasional. Hal tersebut tentu saja menggambarkan
bahwa kedaulatan hukum negara tersebut lemah dan wibawa negara tersebut jatuh di
dalam pergaulan bangsa-bangsa yang beradab.
Sebagai negara hukum dan beradab, tentu saja Indonesia tidak mau disebut
sebagai unwillingness state. Indonesia selalu menangani sendiri kasus pelanggaran
HAM yang terjadi di negaranya tanpa bantuan dari Mahkamah Internasional. Contoh-
contoh kasus yang dikemukakan pada bagian sebelumnya merupakan bukti bahwa di
negara kita ada proses peradilan untuk menangani masalah HAM terutama yang sifatnya
berat.
Sebelum berlakunya Undang-Undang RI Nomor 26 tahun 2000 tentang
pengadilan HAM, kasus pelanggaran HAM diperiksa dan diselesaikan di pengadilan
HAM ad hoc yang dibentuk berdasarkan keputusan presiden dan berada di lingkungan
peradilan umum. Setelah berlakunya undang-undang tersebut kasus pelanggaran HAM
di Indonesia ditangani dan diselesaikan melalui proses peradilan di Pengadilan HAM.
Penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat dilakukan berdasarkan ketentuan
Hukum Acara Pidana. Proses penyidikan dan penangkapan dilakukan oleh Jaksa Agung
dengan disertai surat perintah dan alasan penangkapan, kecuali tertatangkap tangan.
Penahanan untuk pemeriksaan dalam sidang di Pengadilan HAM dapat dilakukan paling
lama 90 hari dan dapat diperpenjang paling lama 30 hari oleh pengadilan negeri sesuai
dengan daerah hukumnya. Penahanan di Pengadilan Tinggi dilakukan paling lama 60
hari dan dapat diperpanjang paling lama 30 hari. Penahanan di Mahkamah Agung paling
lama 60 hari dan dapat diperpanjang paling lama 30 hari.
Adapun penyelidikan di terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat
dilakukan oleh Komnas HAM. Dalam melakukan penyelidikan, Komnas HAM dapat
membentuk Tim ad hoc yang terdiri dari Komnas Ham dan unsur masyarakat. Hasil
penyelidikan Komnas HAM yang berupa laporan pelanggaran hak asasi manusia,
diserahkan berkasnya kepada Jaksa Agung yang bertugas sebagai penyidik. Jaksa
Agung wajib menindak lanjuti laporan dari Komnas Ham tersebut. Jaksa Agung sebagai
penyidik dapat membentuk penyidik ad hoc yang terdiri dari unsur pemerintah dan
masyarakat.
Proses penuntutan perkara pelanggaran HAM berat dilakukan oleh Jaksa Agung.
Dalam pelaksanaan tugasnya, Jaksa Agung dapat mengangkat penuntut umum ad hoc
yang terdiri dari unsur pemerintah atau masyarakat. Setiap saat Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia dapat keterangan secara tertulis kepada Jaksa Agung mengenai
perkembangan penyidikan dan penuntutan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang
berat. Jaksa penuntut umum ad hoc sebelum melaksanakan tugasnya harus
mengucapkan sumpah atau janji.
Selanjutnya, perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat diperiksa dan
diputuskan oleh Pengadilan HAM yang dilakukan oleh Majelis Hakim Pengadilan
HAM paling lama 180 hari setelah berkas perkara dilimpahkan dari penyidik kepada
Pengadilan HAM. Majelis Hakim Pengadilan HAM yang berjumlah lima orang terdiri
atas dua orang hakim pada Pengadilan HAM yang bersangkutan dan tiga orang hakim
ad hoc yang diketuai oleh hakim dari Pengadilan HAM yang bersangkutan.
Dalam hal perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dimohonkan
banding ke Pengadilan Tinggi, maka perkara tersebut diperiksa dan diputus dalam
waktu paling lama 90 hari terhitung sejak perkara dilimpahkan ke Pengadilan Tinggi.
Pemeriksaan perkara pelanggaran HAM di Pengadilan Tinggi dilakukan oleh majelis
hakim yang terdiri atas dua orang hakim Pengadilan Tinggi yang bersangkutan dan
tigaorang hakim ad hoc. Kemudian, dalam hal perkara pelanggaran hak asasi manusia
yang berat dimohonkan kasasi ke Mahkamah Agung, perkara tersebut diperiksa dan
diputus dalam waktu paling lama 90 hari terhitung sejak perkara dilimpahkan ke
Mahkamah Agung. Pemeriksaan perkara pelanggaran HAM berat di Mahkamah Agung
dilakukan oleh majelis hakim terdiri atas dua orang Hakim Agung dan tiga orang hakim
ad hoc. Hakim ad hoc di Mahkamah Agung diangkat oleh Presiden selaku Kepala
Negara atas usulan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
5. Aplikasi Materi tentang Hak Asasi Manusi dalam Pembelajaran di Sekolah
Dasar (SD)
a. Prinsip Pembelajaran HAM di SD
Sesuai dengan hakikat anak SD dan pendekatan pembelajaran, maka prinsip yang
digunakan dalam pembelajaran HAM dikembangkan sesuai dengan karakteristik belajar
anak. Pertama, anak SD belajar secara konkrit sehingga pembelajaran HAM
diupayakan secara konrkit pula. Implikasi dari prinsip ini maka pembelajaran HAM
bagi anak SD menuntut guru untuk selalu menggunakan media dan sumber
pembelajaran yang bersifat konkrit dan dapat ditangkap secara inderawi. Media dan
sumber pembelajaran yang dimaksud dapat berupa media dan sumber pembelajaran
yang dirancang dan tidak dirancang untuk pembelajaran. Media dan sumber yang
direncanakan adalah media dan sumber yang memang dengan sengaja dibuat untuk
kepentingan pembelajaran. Sedangkan media dan sumber pembelajaran yang tidak
direncanakan adalah segala sumber yang memang tidak disengaja untuk kepentingan
pembelajaran. Misalnya jalan raya, pasar, stasiun, dan terminal. Media dapat juga yang
bersifat alami dan buatan.
Kedua, pembelajaran HAM menggunakan prinsip bermain sambil belajar dan
belajar seraya bermain. Bermain akan membuat anak berinteraksi dan belajar
menghargai hak orang lain. Pola bermain dapat dibedakan menjadi tiga: (a) bermain
bebas, (b) bermain dengan bimbingan, dan (c) bermain dengan diarahkan (Sumiarti
Padmonodewo, 1995). Bermain bebas adalah suatu bentuk kegiatan bermain yang
memberikan kebebasan kepada anak untuk melakukan berbagai pilihan alat dan
menggunakannya. Bermain dengan bimbingan adalah suatu kegiatan bermain dengan
cara guru memilihkan alat-alat permainan dan anak diharapkan dapat
menemukan pengertian tertentu. Bermain dengan diarahkan adalah suatu bentuk
permainan dengan guru mengajarkan cara menyelesaikan tugas tertentu. Bermain dapat
menggunakan alat permainan ataupun tanpa alat permainan. Berbagai permainan dapat
digunakan di dalam pembelajaran HAM.
Ketiga, pembelajaran HAM di SD menggunakan prinsip active learning.
Pembelajaran aktif memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada anak untuk aktif
mencari dan memaknai nilai-nilai HAM. Seluruh anggota tubuh dan psikologis anak
bekerja baik melalui belajar individual maupun bekerja sama dalam
kelompok. Problem solving akan memberikan tantangan pada anak untuk aktif
menyelesaikan masalah tersebut.
Keempat, pembelajaran HAM di SD dilaksanakan dalam suasana yang
menyenangkan. Joyfull learning akan sangat menyenangkan dan membuat belajar anak
menjadi ceria, tanpa tekanan, dan menarik. Guru dapat membuat pembelajaran menjadi
menyenangkan dengan memberikan sentuhan akrab, ramah, sambil bernyanyi, dengan
gambar, dan lain sebagainya.
Kelima, pembelajaram HAM di SD berpusat pada anak. Artinya anak menjadi
subjek pelaku yang aktif di dalam belajar. Guru hanya berperan sebagai fasilitator dalam
membantu anak mudah mempelajari nilai-nilai HAM. Pembelajaran HAM perlu
mempertimbangkan aspek kemampuan dan potensi anak, suasana psikologis dan moral
anak.
Keenam, pembelajaran HAM di SD memberikan kesempatan kepada anak untuk
mengalami, bukan saja melihat atau mendengar melainkan seluruh panca inderanya dan
mental psikologis anak aktif mengalami sendiri dalam kegiatan yang memuat nilai-nilai
HAM. Pembelajaran HAM memberikan kesempatan seluas-luasnya pada anak untuk
bereksperimen (mencoba) mengalami berbagai kegiatan pembelajaran HAM.
Pembelajaran HAM di SD dapat mengembangkan keterampilan sosial, kognitif,
emosional serta spiritual. Multiple intelligence dapat ditumbuhkembangkan dalam
pembelajaran HAM sehingga pembelajaran tersebut akan lebih bermakna bagi
kehidupan anak.
b. Pendekatan Pembelajaran HAM di SD
Pembelajaran HAM di SD bukan saja menyampaikan materi tentang nilai-nilai
HAM tetapi pembelajarannya sendiri harus sesuai dan dijiwai dengan HAM. Jika tidak,
maka anak akan mengalami suatu keadaan paradoksal atau inkonsistensi yaitu
bagaimana ia dapat memahami materi HAM yang diterima ketika pembelajarannya
sendiri melanggar HAM?
Pendidikan mengandung unsur-unsur HAM dan demokrasi. Mendidik anak akan
mengembangkan inteligensi dan karakternya. Hal ini tidak akan terjadi manakala anak
hanya belajar secara tekstual dalam buku dan ditentukan oleh guru. Individu hanya akan
terdidik dan memiliki kesadaran tentang HAM ketika ia memiliki kesempatan untuk
mengalami sendiri HAM dan menyumbangkan sesuatu yang berguna dari
pengalamannya tersebut. Misalnya, anak diajak secara langsung ikut membersihkan
lingkungan sekolah. Pengalaman ini akan memberikan pengalaman pada anak bahwa ia
telah membantu menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat.
Berbagai pendekatan dapat digunakan dalam pembelajaran HAM di SD.
Pendekatan tersebut antara lain adalah sebagai berikut.
1) Pendekatan induktif yaitu suatu pendekatan yang digunakan dalam
pembelajaran dengan dimulai dari contoh-contoh, peristiwa-peristiwa, kasus-kasus
dan fenomena sejenis untuk ditarik kesimpulan umum.
2) Pendekatan deduktif dimulai dari konsep umum menuju penarikan kesimpulan
khusus.
3) Pendekatan kontekstual yaitu suatu pendekatan pembelajaran yang digunakan guru
sesuai dengan konteks kehidupan sehari-hari anak. Pembelajaran kontekstual
tersebut memudahkan anak memaknai nilai-nilai HAM yang dipelajarinya.
4) Pendekatan kooperatif (cooperative learning) yaitu pendekatan pembelajaran
dengan memberikan kesempatan pada anak untuk bekerja sama dalam belajar.
Misalnya, belajar kelompok, belajar dengan model Jigsaw, diskusi kelompok, dan
tugas kelompok.
5) Pendekatan inquiry yaitu pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan
ksempatan pada anak untuk mencari penyelesaian sendiri terhadap masalah yang
dihadapinya. Anak belajar mengamati fenomena, menemukan masalah, dan
menyelidiki kemungkinan-kemungkinan penyelesaian masalah sendiri.
6) Pendekatan discovery yaitu pendekatan pembelajaran yang memberikan
kesempatan kepada siswa menjelajah untuk menemukan sesuatu yang sudah ada.
7) Pendekatan konstruktivistik yaitu suatu pendekatan yang memberikan kesempatan
kepada anak untuk menyusun sendiri konsep-konsep HAM berdasarkan kehidupan
sehari-hari anak.
8) Pendekatan behavioristik dengan menciptakan lingkungan yang kondusif anak
belajar HAM.
c. Materi Pembelajaran HAM di SD
Materi HAM di SD dikembangkan sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan
perkembangan anak. Materi tersebut disajikan secara menarik dalam bentuk yang
mudah dipahami oleh anak. Kalimat yang digunakan sederhana, lugas, dan jelas. Kalau
perlu materi disertai gambar dan ilustrasi menarik dan menyenangkan. Unsur
problematik dalam materi HAM juga akan membuat sajian materi tidak monoton dan
menjemukan, tetapi menantang penalaran kritis anak. Supaya memiliki kebermaknaan
pada anak, materi HAM diangkat dari realitas kehidupan anak sehari-hari. Dengan
demikian materi yang dikembangkan disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan
anak.
Berdasarkan ketentuan dalam Permendikbud Nomor 37 Tahun 2018 tentang
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar, terdapat beberapa Kompetensi Dasar yang
terkait dengan materi HAM dalam mata pelajaran PPKN di Sekolah Dasar seperti dalam
tabel berikut.
No Kelas Kompetensi Dasar
1. III 1.2 Menghargai kewajiban dan hak sebagai anggota keluarga
dan warga sekolah sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan
Yang Maha Esa
2.2 Melaksanakan kewajiban dan hak sebagai anggota keluarga
dan warga sekolah
3.2 Mengidentifikasi kewajiban dan hak sebagai anggota
keluarga dan warga sekolah
4.2
Menyajikan hasil identifikasi kewajiban dan hak sebagai
anggota keluarga dan warga sekolah
2. IV 1.2 Menghargai kewajiban dan hak warga masyarakat dalam
kehidupan sehari-hari dalam menjalankan agama
2.2 Menunjukkan sikap disiplin dalam memenuhi kewajiban
dan hak sebagai warga masyarakat sebagai wujud cinta tanah
air
3.2 Mengidentifikasi pelaksanaan kewajiban dan hak sebagai
warga masyarakat dalam kehidupan sehari-hari
4.2 Menyajikan hasil identifikasi pelaksanaan kewajiban dan
hak sebagai warga masyarakat dalam kehidupan sehari-hari
3. V 1.2 Menghargai kewajiban, hak, dan tanggug jawab sebagai
warga masyarakat dan umat beragama dalam kehidupan
sehari-hari
2.2 Menunjukkan sikap tanggung jawab dalam memenuhi
kewajiban dan hak sebagai warga masyarakat dalam
kehidupan sehari-hari
3.2 Memahami hak, kewajiban dan tanggung jawab sebagai
warga masyarakat dalam kehidupan sehari-hari
4.2 Menjelaskan hak, kewajiban dan tanggung jawab sebagai
warga masyarakat dalam kehidupan sehari-hari
4. IV 1.2 Menghargai hak, dan tanggung jawab sebagai warga negara
dalam menjalankan agama
2.2 Melaksanakan kewajiban, hak, dan tanggung jawab sebagai
warga negara sebagai wujud cinta tanah air
3.2 Menganalisis pelaksanaan kewajiban, hak, dan tanggung
jawab sebagai warga negara beserta dampaknya dalam
kehidupan sehari-hari
4.2 Menyajikan hasil analisis pelaksanaan kewajiban, hak, dan
tanggung jawab sebagai warga negara beserta dampaknya
dalam kehidupan sehari-hari
Materi HAM diberikan di SD dibelajarkan secara terintegrasi dengan mata
pelajaran lain yang sudah ada melalui pendekatan tematik. Jika materi HAM diberikan
tersendiri dan menjadi mata pelajaran tersendiri maka akan terjadi penambahan mata
pelajaran lain. Hal ini akan menambah beban mata pelajaran bagi anak dan di luar
kemampuan anak. Pilihannya lebih baik diupayakan terintegrasi pada mata pelajaran
lain sehingga setiap mata pelajaran yang dipelajari anak akan lebih bermakna.
d. Perencanaan Pembelajaran HAM di SD
Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran HAM di SD sangat ditentukan oleh
perencanaan yang baik. Perencanaan tersebut akan membantu guru untuk melaksanakan
langkah-langkah pembelajaran secara sistematik. Langkah-langkah penyusunan
perencanaan pembelajaran adalah sebagai berikut.
1) Menganalisis substansi kajian kurikulum. Melalui analisis dapat diketahui bahwa
materi pokok HAM yang terintegrasi di dalam mata pelajaran sebagaimana termuat
di kurikulum dapat diketahui.
2) Hasil analisis kajian itu kemudian dimuat di dalam silabus yang dikembangkan.
Silabus tersebut berupa rencana kegiatan pembelajaran secara sistematis yang
memuat materi pokok, media, dan evaluasi serta alokasi waktu yang akan
dilaksanakan di dalam pembelajaran.
3) Pengembangan silabus disesuaikan dengan potensi anak, sarana dan prasarana
sekolah, serta kemampuan guru. Di dalam silabus kita dapat merencanakan
pembelajaran yang akan memberikan pengalaman belajar HAM yang sesuai dengan
kurikulum dan potensi anak. Silabus adalah suatu rencana yang memuat pokok-
pokok pengalaman belajar yang akan diperoleh anak dalam pembelajaran. Format
silabus yang dikembangkan sangat bergantung pada guru, dan tidak ada yang sama.
4) Berdasarkan silabus dapat dikembangkan rencana pembelajaran (RP). Rencana
pembelajaran adalah seperangkat langkah-langkah pembelajaran yang harus diikuti
guru dalam membelajarkan anak.
5) Perencanaan pembelajaran HAM di SD dikembangkan berdasarkan:
a) pembelajaran sesuai dengan standar kompetensi dan komptensi dasar yang akan
dicapai,
b) berpusat pada anak,
c) pembelajaran memperhatikan pertumbuhan dan kebutuhan anak SD,
d) pembelajaran menghargai dan memberdayakan hak anak,
e) mampu mengembangkan seluruh potensi anak,
f) mengembangkan active learning,
g) mendorong berpikir kritis dan kreatif anak,
h) sesuai dengan potensi sekolah dan guru, dan
i) memungkinkan anak dapat mengakses sumber belajar yang ada.
Daftar Pustaka
El-Muhtaj, M. (2007). Hak Asasi Manusi dalam Konstitusi Indonesia. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Joeniarto. (2001). Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Ketetapan MPR RI No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
Muladi. (2007). Hak Asasi Manusia; Hakekat, Konsep dan Aplikasinya dalam
Perspektif Hukum dan Masyarakat. Bandung: Refika Aditama
Soekarno. (1966). Indonesia dan Masyarakat baru Indonesia. Jakarta: PP dan K.
Swasono, Sri Edi. (1992). Demokrasi Ekonomi: Keterkaitan Usaha Partisipatif VS
Konsentrasi Ekonomi. Jakarta: Perum Percetakan Negara
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang RI No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-Undang RI No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM