model topologi jaringan antena base transceiver …

158
MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER STATION BERBASIS RAMAH LINGKUNGAN DI KOTA MEDAN DISERTASI Oleh SINDAK HUTAURUK 118106001 Program Doktor (S3) Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016 Universitas Sumatera Utara

Upload: others

Post on 02-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER

STATION BERBASIS RAMAH LINGKUNGAN

DI KOTA MEDAN

DISERTASI

Oleh

SINDAK HUTAURUK

118106001

Program Doktor (S3)

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 2: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER

STATION BERBASIS RAMAH LINGKUNGAN

DI KOTA MEDAN

DISERTASI

SINDAK HUTAURUK

118106001

Program Doktor (S3)

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 3: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER

STATION BERBASIS RAMAH LINGKUNGAN

DI KOTA MEDAN

DISERTASI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

dalam program Doktor Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

SINDAK HUTAURUK

118106001

Program Doktor (S3)

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2016

Universitas Sumatera Utara

Page 4: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

P E N G E S A H A N

Judul Disertasi : MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE

TRANSCEIVER STATION BERBASIS RAMAH

LINGKUNGAN DI KOTA MEDAN

Nama Mahasiswa : Sindak Hutauruk

Nomor Pokok : 118106001

Program Studi : Doktor (S3) Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Herman Mawengkang

Promotor

Prof. Dr. Ir. Usman S. Ba’afai Prof. Dr. Nasruddin Noer, M.Eng.Sc.

Co-Promotor Co-Promotor

Ketua Program Studi, Direktur,

Dr. Delvian, SP, MP. Prof. Dr. Robert Sibarani, MS.

Tanggal Lulus : 29 Agustus 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 5: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

Diuji pada Ujian Disertasi Terbuka (Promosi)

Hari / Tanggal : Senin / 29 Agustus 2016

PANITIA PENGUJI DISERTASI

Pemimpin Sidang :

Prof. Dr, Runtung Sitepu, SH., M.Hum. (Rektor USU)

Ketua : Prof. Dr. Herman Mawengkang (Guru Besar USU)

Anggota : Prof. Dr. Robert Sibarani, MS (Direktur Sekolah Pascasarjana USU)

Prof. Dr. Usman S. Ba’afai (Guru Besar USU)

Prof. Dr. Nasruddin M.N., M.Eng.Sc. (Guru Besar USU)

Prof. Dr. Monang Sitorus, M.Si. (Guru Besar UHN)

Dr. Delvian, Sp., MP. (Ketua Prodi S2/S3 PSL USU)

Dr. dr. Wirsal Hasan, MPH. (Staf Pengajar USU)

Universitas Sumatera Utara

Page 6: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

PERNYATAAN

Judul Disertasi

“MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER STATION

BERBASIS RAMAH LINGKUNGAN DI KOTA MEDAN”

Dengan ini penulis menyatakan bahwa disertasi ini, yang disusun sebagai syarat untuk

memperoleh gelar Doktor (S3) Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Universitas

Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari

hasil karya orang lain dalam penulisan disertasi ini, telah penulis cantumkan sumbernya

secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian disertasi ini bukan

hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia

menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanki-sanksi lainnya

sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, 14 Agustus 2016

Penulis,

Sindak Hutauruk

Universitas Sumatera Utara

Page 7: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

i

A B S T R A K

Menara antena BTS (Base Transceiver Station) ditempatkan pada seluruh wilayah

kelurahan di kota Medan dengan jumlah keseluruhan hampir mencapai 5.000

antena. Antena-antena tersebut dibangun oleh operator-operator telepon selular

pada tempat yang berdekatan dengan pemukiman, pusat perbelanjaan, sekolah,

rumah sakit bahkan pada rumah ibadah. Antena BTS memancarkan sinyal

gelombang medan elektromagnetik (EMF, Electromagnetic Field)) yang dapat

mencapai radius 3 sampai 9 km. Bila power density (PD) dari EMF tersebut

melampaui nilai ambang batas (4,5 watt/m2 untuk frekuensi 900 MHz. dan 9

watt/m2 untuk frekuensi 1800 MHz.), maka akan menimbulkan efek negatif

terhadap lingkungan hidup yang berada pada coverage area (CA) BTS tersebut.

Lebih dari 80 % antena-antena BTS di kota Medan berada di atas nilai ambang

batas pada jarak sampai dengan sekitar 100 meter dari antena BTS. Sementara

Peraturan daerah kota Medan tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW)

tidak mengatur pembangunan antena BTS yang melindungi lingkungan hidup dari

paparan radiasi EMF antena BTS. Oleh sebab itu peneliti melakukan perlindungan

lingkungan hidup khususnya kesehatan masyarakat dari efek negatif radiasi EMF

yaitu dengan melakukan pemodelan topologi antena BTS berbasis ramah

lingkungan di kota Medan. Pemodelan dilakukan dalam bentuk matematis dengan

menggunakan Mixed-Integer Linear Programming (MILP). Model tersebut

menggabungkan masalah pemilihan lokasi BTS (BTSL), masalah ketersediaan

Frequency Channel Assigment (FCA), dan koneksi BTS ke jaringan yang

semuanya berbasis nilai ambang batas power density sehingga ramah terhadap

lingkungan hidup khususnya terhadap kesehatan masyarakat pada area CA BTS.

Model yang diperoleh ini dapat meminimalkan biaya, jaminan koneksitas, dan

perlindungan lingkungan hidup secara penuh terhadap bahaya radiasi EMF antena

BTS. Model ini dapat memberikan kontribusi sebagai masukan kepada pemerintah

kota Medan untuk membuat sebuah regulasi dalam menata menara antena BTS

telepon seluler berbasis ramah lingkungan di kota Medan.

Kata kunci : antena BTS, power density, lingkungan hidup, MILP.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

ii

A B S T R A C T

Antenna tower BTS (Base Transceiver Station) is placed on the entire territory of

the village in the city of Medan with a total of nearly 5,000 antennas. These

antennas were built by telephone cellular operators I n the space close to residential

areas, shopping centers, schools, hospitals and even houses of worship. BTS

antenna emits a signal of Electromagnetic Field (EMF) wave that can reach a

radius of 3 to 9 km. When the power density (PD) of the EMF exceeded the

threshold value (4.5 watts / m2 for a frequency of 900 MHz, and 9 watts / m2 for a

frequency of 1800 MHz.), It will have a negative effect on the environment which

are in the coverage area (CA) of BTS. More than 80 % of antennas of base stations

in the city of Medan is above the threshold value at a distance of about 100 meters

away from BTS antennas. While the Regulation of Spatial Plan of medan city does

not regulate the BTS antenna development that protects the environment from

exposure to EMF radiation BTS antennas. So researchers do environmental

protection, especially public health, from the negative effects of EMF radiation that

is by modeling the topology of the antenna BTS based on Eco-Friendly in the city

of Medan. Modelling done in mathematical form by using Mixed-Integer Linear

Programming (MILP). The model incorporates the BTS site selection problem

(BTSL), Channel Frequency availability problems assigment (FCA), and the

connection to the network base stations, all based power density threshold value

that is safer to the environment, especially on public health in the CA of BTS. The

model is to minimize the costs, guarantees connectivity, and full protection of the

environment against the dangers of EMF radiation BTS antennas. This model can

contribute to the Medan city government to create a regulation in managing the

environmental based BTS antenna tower-of cellular phone.

Keywords : BTS antenna, power density, environment, MILP.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

iii

RIWAYAT HIDUP

N a m a : Sindak Hutauruk

Tempat / Tgl. Lahir : Medan / 14 Agustus 1959

A l a m a t : Jl. Karya Rakyat No. 29 G

Kelurahan Sei Agul Medan 20117

Pendidikan,

1971 : Lulus SD Kartika Chandra Kirana Persit Kodam II BB

1974 : Lulus SMP PKM Methodist 1 Jalan Hang Tuah, Medan

1977 : Lulus SMA PKM Methodist 1 Jalan Hang Tuah, Medan

1984 : Sarjana Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Universitas

Trisakti, Jakarta.

1991 : Magister Teknik Elektro, Program Pascasarjana Institut Teknologi

Bandung (ITB).

Pekerjaan,

1986 - sekarang : Dosen Tetap Fakultas Teknik Universitas HKBP Nommensen.

1992 - 1994 : Kepala Pusat Sistem Informasi Universitas HKBP

Nommensen.

1994 - 1997 : Wakil Dekan I Fakultas Teknik Universitas HKBP

Nommensen.

2000 - 2004 : Dekan Fakultas Teknik Universitas HKBP Nommensen.

2005 - 2006 : Wakil Rektor III Universitas HKBP Nommensen.

2007 - 2011 : Ketua Prodi Tek. Elektro Fak. Teknik Universitas HKBP

Nommensen.

2013 - 2014 : Menajer Proyek PT. Kudaka Automation Indonesia untuk Area

Sumatera

2013 - 2016 : Menajer Proyek PT. Transdata Satkomindo untuk Area

Sumatera

2015 - 2017 : Kepala Pusat Sistem Informasi Universitas HKBP

Nommensen.

2015 - 2019 : Wakil Rektor III Universitas HKBP Nommensen, Perioda

tahun 2015 - 2019.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Disertasi

ini dengan judul “

Model Topologi Jaringan Antena Base Transceiver Station Berbasis Ramah

Lingkungan di Kota Medan”. Penyusunan Disertasi ini merupakan salah satu syarat

dalam rangka penyelesaian studi program Doktor pada Program Studi Pengelolaan

Sumber Daya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

Utara.

Pada kesempatan ini dengan rasa penuh hormat, penulis menyampaikan

ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak

membantu penulis sehingga Disertasi ini dapat penulis selesaikan dengan baik.

Ucapan terimakasih ini secara khusus penulis sampaikan kepada :

1. Prof. Dr, Runtung Sitepu, SH., M.Hum., Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Robert Sibarani, MS., Direktur Sekolah Pascasarjana USU.

3. Dr. Delvian, Sp., MP., Penguji dan juga Ketua Program Studi PSL USU yang

telah banyak membantu, memotivasi, memberikan masukan, dan memfasilitasi

penulis selama menempuh pendidikan Doktor.

4. Prof. Dr. Herman Mawengkang, Promotor yang telah banyak sekali

membimbing, mendorong, memotivasi, dan selalu menerima kedatangan

penulis dikantor dengan senyum lebar walaupun dalam kesibukannya.

5. Prof. Dr. Usman S. Ba’afai, Co-Promotor yang selalu menyediakan waktunya

memberikan masukan dan dorongan kepada penulis untuk kesempurnaan

Disertasi.

6. Prof. Dr. Nasruddin, M.N., M.Eng.Sc., Co-Promotor yang selalu dengan ramah

dan senang hati menerima penulis datang ke kantor untuk meminta masukan

dan bimbingan.

7. Dr. dr. Wirsal Hasan, MPH., Penguji yang selalu dengan ramahnya

memberikan masukan dan koreksi terhadap Disertasi penulis.

8. Prof. Dr. Monang Sitorus, M.Si., Penguji yang dalam kesibukannya selalu

dapat memberikan waktunya dalam memberikan masukan dan koreksi Disertasi

penulis.

9. Dr. Ir. Mukhlis, MS., Sekretaris Program Studi PSL USU beserta seluruh Staf

Adminstrasi yang banyak membantu penulis dalam menyelesaikan proses

administrasi dan menyediakan fasilitas selama menempuh pendidikan Doktor.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

v

10. Seluruh Dosen Pengajar pada Program Studi PSL USU yang telah membimbing dan mendidik penulis selama menempuh pendidikan Doktor.

11. Dr. Yolanda Sitompul, Sp.Rad, istri tercinta yang selalu memberikan dorongan,

semangat, dan doa selama masa studi dan sepanjang penulisan Disertasi ini.

12. Ananda Ricardo Marcelino Hutauruk dan Alaxander Dionisius Hutauruk

tercinta yang rela menerima dengan tulus dan ikhlas tersitanya waktu penulis

untuk selalu bersama mereka dikala mereka butuhkan.

13. Ir. Nurdin Tampubolon, ketua Yayasan Universitas HKBP Nommensen yang

telah memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan

Doktor.

14. Dr. Ir. Sabam Malau, Rektor Universitas HKBP Nommensen yang telah

memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan

pendidikan strata 3.

15. Dr. Haposan Siallagan, SH, MH. (Wakil Rektor 1 UHN), Drs. Charles Sianturi,

MSBA. (Wakil Rektor 2 UHN), Dr. Hilman Pardede, S.Pd., M.Pd. (Wakil

Rektor 4 UHN) yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis

dalam menyelesaikan pendidikan Doktor.

16. Dr. Richard Napitupulu, St., MT. (Dekan Fak. Teknik UHN), Ir. Jamser

Simanjutak, MT. (Ketua Program Studi Teknik Elektro UHN) dan seluruh staf

pengajar program studi Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas HKBP

Nommensen yang telah memberikan dorongan dan semangat kepada penulis

selama masa pendidikan Doktor.

17. Ir. Wiyanto Soegiarto dan pimpinan PT. Transdata Satkomindo Jakarta yang

telah banyak membantu penulis selama masa penelitian.

18. Ir. M.O. Hutauruk / br. Saragih dan keluarga besar Hutauruk Sipaettua kota

Medan yang selalu mendukung dan mendorong penulis dalam menyelesaikan

pendidikan Doktor.

19. Nyonya B.O. Sitompul br Pandiangan, Berto Sitompul, Lando Sitompul, Fayola

br. Sitompul, dan Yvonne br. Sitompul yang mendukung dan memberikan

semangat kepada penulis selama masa pendidikan Doktor.

20. Keluarga alm. Ir. Harun Simanjutak / alm. Sondang br. Hutauruk, keluarga alm.

Pdt. J. Aruan, S.Th. / Dra. S. br. Hutauruk Apt., MSi, keluarga alm. T.

Panggabean / alm. Y br. Hutauruk, S.Pd. serta seluruh keponakan yang telah

memberikan dukungan semangat kepada penulis selama masa pendidikan

Doktor.

21. Seluruh Staf Wakil Rektor III Universitas HKBP Nommensen yang telah

banyak membantu penulis dalam menyelesaikan pendidikan Doktor.

22. Seluruh rekan Alumni, dan rekan-rekan Mahasiswa Program Studi PSL USU

yang telah banyak memberikan semangat dan dorongan dalam menyelesaikan

pendidikan Doktor.

Penulis menyadari Disertasi ini masih banyak memiliki kekurangan dan

jauh dari sempurna, namum harapan penulis semoga disertasi ini dapat

Universitas Sumatera Utara

Page 12: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

vi

bermanfaat bagi masyarakat, operator telepon selular, dan pemerintah kota

Medan dalam menata menara antena BTS yang ramah lingkungan melalui

regulasi pemerintah kota Medan. Semoga kiranya Tuhan Yang Maha Esa

memberkati kita semua. Amin.

Medan, Agustus, 2016

Sindak Hutauruk

Universitas Sumatera Utara

Page 13: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

vii

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK …………………………………………………………………. i

ABSTRACT …………………………………………………………………. ii

RIWAYAT HIDUP ………………………………………………………… iii

KATA PENGANTAR ……………………………………………………… iv

DAFTAR ISI ……………………………………………………………...... vii

DAFTAR TABEL………………………………………………………….... x

DAFTAR GAMBAR ….…………………………………………………... xi

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….. xii

DAFTAR SINGKATAN ……………………………………………………. xiii

BAB I. PENDAHULUAN …………….…………………………………. 1

1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1

1.1.1. Efek negatif terhadap kesehatan masyarakat ................. 3

1.1.2. Efek negatif terhadap hewan dan tumbuhan .................. 5

1.1.3. Penolakan warga terhadap pembangunan antena BTS ... 6

1.2. Formulasi Masalah ................................................................... 7

1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................... 13

1.4. Manfaat Penelitian .................................................................... 13

1.5. Hasil Keluaran yang Diharapkan (Novelty) .............................. 13

1.6. Kerangka Berpikir .................................................................... 13

1.7. Batasan Masalah ........................................................................ 15

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………........................... 16

2.1. Jaringan Telepon Seluler ……………………………………... 16

2.2. Frequency Channel Assignment (FCA) ..................................... 17

2.3. Lokasi BTS …………………………………………………… 19

2.4. Radiasi Gelombang EMF …………………………………….. 24

2.4.1. Power density ………...................................................... 25

2.4.2. Pengaruh gelombag EMF terhadap lingkungan hidup … 28

2.4.2.1. Pengaruh gelombang EMF terhadap kesehatan

manusia ............................................................... 28

2.4.2.2. Pengaruh gelombang EMF terhadap kesehatan

hewan ................................................................. 30

2.4.3. Nilai ambang batas paparan radiasi EMF …………….… 31

2.4.4. Besarnya power density EMF yang dipancarkan

antena BTS …………………………………………….. 32

2.4.4.1. Pemodelan power density mengguakan

powersim ........................................................... 33

2.4.4.2. Pemodelan power density menggunakan

estimator ITU ..................................................... 35

2.5. Mitigasi Radiasi dari Antena BTS ……..……………………... 38

2.5.1. Menurunkan kekuatan pemancar ………………………. 38

Universitas Sumatera Utara

Page 14: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

viii

2.5.2. Menambah ketinggian antena ………………………….. 39 2.5.3. Menurunkan kemiringan (downtilt) VRP ….…………. 41

2.5.4. Mengatur directivity antena BTS ………..……………. 41

BAB III. METODE PENELITIAN …………………..…………….………. 43

3.1. Lokasi Penelitian ……………………..……………………… 43

3.2. Populasi dan Sampel ……………………………..…….…….. 43

3.3. Parameter yang di ukur …………..…………………….……. 43

3.4. Alat Ukur yang Digunakan ……..……………………….…… 43

3.5. Tahapan Penelitian ……………....…………………….…….. 43

3.6. Metode Pengukuran …………..……………………….……… 44

3.7. Rancangan Model …………..…………………….………….. 45

3.8. Program Linear …………..…………………..………………. 49

3.8.1. Program integer ……………………………………….. 50

3.8.2. Metode solusi dalam integer programming

Pendekatan Pembulatan………………………………… 51

3.8.3. Pendekatan Grafik …………………………………….. 54

3.8.4. Pendekatan Gomory …………………………………… 55

3.8.5. Kendala Gomory ( Pure Integer Programming ) …….... 56

3.8.6. Metode Branch dan Bound ……………………………. 56

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN …………….……………………. 62

4.1. Pemodelan Matematis .............................................................. 62

4.1.1. Model power density ……………………………………… 62

4.1.2. Hasil pengukuran EMF dan efek negatifnya terhadap

Lingkungan hidup …………………..……………………. 67

4.2. Konsep Dasar Model yang Digunakan ………..…….…….. 74

4.3. M o d e l ................................................................................. 78

4.3.1. Melakukan formulasi dari fungsi tujuan …………….. 80

4.3.1.a. Model biaya instalasi BTS …………………. 81

4.3.1.b. Model biaya koneksi BTS yang dipilih ke hub. 82

4.3.1.c. Model biaya koneksi BTS yang dipilih

dengan switch ……………………………….. 82

4.3.1.d. Model biaya koneksi hub dengan switch …….. 83

4.3.1.e. Model biaya pemindahan BTS ……………….. 83

4.4. Algoritma Penyelesaian Model …………….……..………… 90

4.5. Simulasi Model ……………………………………………... 91

4.5.1. Simulasi perlindungan lingkungan hidup pada

hubungan komunikasi antar MS pada BTS yang

berbeda dalam satu switch ………………………….... 92

4.5.2. Simulasi perlindungan lingkungan hidup pada

hubungan omunikasi antar MS pada BTS yang

berbeda dalam satu hub ………………………………. 93

4.5.3. Simulasi perlindungan lingkungan hidup pada

hubungan komunikasi antar MS dalam satu BTS

pada sel yang berbeda .……………………………….. 94

4.5.4. Simulasi perlindungan lingkungan hidup pada

Hubungan komunikasi antar MS dalam satu BTS

dan sel yang sama ……………………………………. 95

Universitas Sumatera Utara

Page 15: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

ix

4.6. Perlindungan Lingkungan Hidup Sebelum dan Sesudah Penerapan Model …………………………………………… 96

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ………….………………..……... 98

5.1. Kesimpulan …………….…………………………………… 98

5.2. Saran ………………..………………………………………. 99

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 101

Universitas Sumatera Utara

Page 16: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

x

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1.1. Persentase pengaruh power density dari antena BTS terhadap gender .. 5

1.2. Kasus penolakan warga terhadap pembangunan menara BTS ……….. 6 2.1. Rentang frekuensi spektrum gelombang EMF ………………………………. 24

2.2. Nilai ambang batas power density untuk beberapa negara …..……….. 31

2.3. Besarnya power density sebagai fungsi dari jarak menggunakan

powersim …………………………………………………………….... 35 2.4. Besarnya power density sebagai fungsi dari jarak menggunakan estimator … 36

3.1. Jumlah sampel antena BTS ……………………………………..……. 45

3.2. Tabulasi penyelesaian masalah program integer ……………………... 53

3.3. Optimum masalah LP dengan metoda Gomory ……………………… 56

4.1. Persentase jumlah PD di bawah batas ambang,batas …………..……... 70

4.2. Dampak EMF diatas nilai ambang batas terhadap lingkungan hidup .... 70

4.3. Rpeak terdekat dan terjauh ……………………………………..………. 74

4.4. Komunikasi MS antar BTS dalam satu switch berbasis perlindungan

lingkungan hidup …………………………………………………….... 92

4.5. Komunikasi MS antar BTS dalam satu hub berbasis perlindungan

lingkungan hidup ………………………………………………..….… 94

4.6. Komunikasi antar MS dalam satu BTS pada sel yang berbeda berbasis

perlindungan lingkungan hiudp …........................................................ 94

4.7. Komunikasi antar MS dalam satu BTS dan sel yang sama berbasis

perlindungan lingkungan hidup ………………………….. …………. 96

4.8. Perbandingan hasil simulasi model dengan kondisi riil lapangan …… 97

Universitas Sumatera Utara

Page 17: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

xi

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1.1. Coverage Area BTS ………………………………………………. 2

1.2. Kerangka berpikir …………………………………………………. 14

2.1. FCA pada sebuah jaringan telepon seluler ………………………... 16

2.2. Arsitektur UMTS tipe bintang 3 level …………………………….. 21

2.3. Power Density …………………………………………………….. 25

2.4. Pola radiasi Omnidirectional untuk antena vertikal ………………. 26

2.5. Pola radiasi spherical bersumber dari satu titik pancar …..………. 26

2.6. Paparan radiasi EMF dari antena BTS terhadap manusia ……….... 27

2.7. Diagram alir power density dari BTS ……………………………... 34

2.8. Diagram simpal kausal power density dari BTS ………………….. 34

2.9. Grafik power density sebagai fungsi dari jarak …………………… 35

2.10. Daya yang dipancarkan oleh sebuah antenna BTS ………….…….. 36

2.11. Power density dengan menggunakan software estimator ITU …..... 37

2.12. Kumulatif paparan dari 2 buah antena BTS ……….……………… 37

2.13. Korelasi power density dengan tinggi antena BTS ….…………….. 39

2.14. Distribusi power density untuk tinggi antena 20 m dan 35 m ..…….. 40

2.15. Distribusi power density dengan metode downlitlt VRP antena BTS . 41

2.16. Distribusi power density dengan gain antena yang berbeda ………. 42

3.1. Bagan alir fishbone metode penelitian …….………………………. 44

3.2. Hubungan antar BTS pada model .................................................... 46

3.3. Flowchart rancangan model ……………………………………… 48

3.4. Solusi grafik masalah ……………………………………………… 55

3.5. Hasil perhitungan dengan metoda Branch dan Bound ….…………. 61

4.1. Tiga zona power density pada antena parabolik …………………... 63

4.2. Grafik power density antena operator A untuk GSM 1800 Mhz. …. 67

4.3. Grafik power density antena operator A untuk GSM 900 Mhz. .….. 68

4.4. Grafik power density antena operator B untuk GSM 1800 Mhz. ….. 68

4.5. Grafik power density antena operator B untuk GSM 900 Mhz. ….... 69

4.6. Jarak batas aman power density operator A

pada frekuensi 1800 MHz. ………………………………………… 71

4.7. Jarak batas aman power density operator A

pada frekuensi 900 MHz. ………………………………………….. 72

4.8. Jarak batas aman power density operator B

pada frekuensi 1800 MHz.4.8. ……………………………………… 73

4.9. Jarak batas aman power density operator B

pada frekuensi 900 MHz. ………………………………………….. 73

4.10. Flowchart model yang diperoleh …………………………………. 88

4.11. Flowchart ketentuan yang dipersyaratkan pada model

yang diperoleh ………………………………………………..…… 89

Universitas Sumatera Utara

Page 18: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

xii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

A. Hasil Pengukuran Koordinat dan Power Density

BTS Operator A ……………………………………………..……… 113

B. Hasil Pengukuran Koordinat dan Power Density

BTS Operator B …………………………………………………….. 122

C. Data Keluhan Masyarakat yang Tinggal Dekat dengan Antena

BTS di Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan baru,

Kota Medan pada Tahun 2012 ………………………………………. 130

D.1. Dua belas Kendala pada Model yang diperoleh

Fischetti et. Al. (2001) ……………………………............................. 135

D.2. Sembilan Kendala pada Model yang diperoleh

Kalvenes et. Al (2005) ……………………………………………….. 138

Universitas Sumatera Utara

Page 19: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

xiii

DAFTAR SINGAKATAN

BTS = Base Transceiver Station

BTSL = Base Transceiver Station Location

CA = Coverage Area

CME = Civil, Mecahnical, Electric

CTND = Cellular Topological Network design

EMF = Electromagnetic Field

EMR = Electromagnetic Radiation

FAP = Frequency Assigment Problem

FCA = Frequency Channel Assigment

GPS = Global Positioning System

GSM = Global System for Mobile Communication

ICNIRP = International Commission on Non-Ionizing Radiation

Protection

IMB = Ijin Mendirikan Bangunan

IW = Ijin Warga

KKOP = Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan

LOS = Line of Sight

MILP = Mixed Integer Linear Programming

MS = Mobile Station

OTS = Operator Telepon Selular

PD = Power Density

PLCC = Program Linier Cacah Campuran

RF = Radio Frequency

RJPD = Rancangan Jaringan berbasis Power Density

RTJ = Rancangan Topologi Jaringan

SAR = Spesific Absortion Rate

SIR = Signal to Inteference Ratio

SIS = Site Investigation Survey

SITAC = Site Aquisition

TND = Topological Network Design

TP = Tower Provider

WHO = World Health Organization

Universitas Sumatera Utara

Page 20: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu kemajuan di bidang teknologi informasi pada dekade 80-an adalah

diciptakannya telepon selular. Tidak dapat dihindari dengan adanya jenis telepon

selular ini telah mengubah kehidupan manusia dan meningkatkan keterhubungan

antara seseorang dengan yang lain tanpa adanya keterbatasan lokasi. Pada tahun

2014, jumlah telepon selular yang aktif di Indonesia sebanyak 281.963.665

(snapshot, Indonesia) dan menurut data World Bank, pada tahun 2014 jumlah

telepon selular yang aktif di Indonesia sebanyak 126 per 100 penduduk

(http://data.worldbank.org/indicator/IT.CEL.SETS.P2), artinya jumlah telepon

selular di Indonesia sebanyak 126 % dari jumlah penduduk Indonesia yang pada

tahun 2014 berjumlah 252 juta penduduk (http://www.bps.go.id) atau sebasar 317,52

juta telepon selular. Hal demikian dapat menimbulkan pertanyaan apakah kemajuan

teknologi seperti ini baik atau buruk. Tidak dapat dipungkiri bahwa telepon selular

pada saat ini telah banyak membantu manusia dan lingkungan, namum bagaimana

dengan radiasi elektromagnetik (electromagnetic radiation, EMR) yang ditimbulkan

oleh perangkat telepon selular ini. Sangat banyak masyarakat menggunakan telepon

seluler untuk keperluan pekerjaan maupun untuk hal-hal lain dimanapun dia berada,

tetapi sangat sedikit sekali orang yang memiliki kepedulian terhadap implikasi

paparan radiasi EMF dari telepon seluler atau dari antena BTS terhadap lingkungan

hidup (Kaushal et al., 2012).

Daerah cakupan pada suatu jaringan seluler (Gambar 1.1) dibagi secara

geografis menjadi sejumlah sel dan topologi jaringannya diatur secara hierarkhi

Universitas Sumatera Utara

Page 21: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

2

untuk mengurangi biaya (Chamberland dan Pierre, 2005). Setiap sel dilengkapi

dengan antena Base Transceiver Station (BTS) yang mengandung gelombang radio

sebagai antarmuka udara (air interface) dengan telepon selular. Satu atau lebih BTS

dihubungkan dengan Base Station Controller (BSC) yang memfasilitasi beberapa

fungsi terkait dengan manajemen sumber daya dan mobilitas, demikian pula terhadap

operasi dan pemeliharaan untuk keseluruhan jaringan radio (Operation and

Maintenance, OM). Gelombang radio ini memiliki medan elektromagnetik yang

mengandung medan listrik dan medan magnet. Agar transmisi dari gelombang radio

ini dapat mencapai zona daerah cakupan maka pada umumnya antena BTS dipasang

pada suatu menara (Heriyanto, 2011).

Gambar 1.1. Daerah cakupan BTS

Sinyal medan elektromagnetik (electromagnetic field, EMF) yang

dipancarkan dari antena BTS menimbulkan EMR. Sinyal EMF dari antena BTS

dapat mencakup radius sampai dengan 9 km, tergantung pada besarnya daya yang

dipancarkan antena BTS tersebut. Jumlah BTS sangat tergantung pada jumlah

pemakaian telepon selular (Bikram, 2014). Di kota Medan, misalnya terdapat sekitar

7 (tujuh) operator telepon selular. Data sampai tahun 2012 jumlah antena operator

PT. Telkomsel di kota Medan (inner Medan) sebanyak 976 antena dan operator XL

memiliki antena 2G sebanyak 1.338 antena sedangkan antena 3G sebanyak 2.384

1200

1200

1200

300 300

(a) Omnidireksional (b) Sektoral

Universitas Sumatera Utara

Page 22: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

3

antena, sehingga seluruh operator di kota Medan diperkirakan memiliki lebih dari

5.000 antena.

Satu antena BTS digunakan untuk memancarkan sinyal EMF dengan EIRP

(Effective Isotropically Radiated Power) sebesar 200 sampai dengan 1.000 watt

tergantung dari luas daerah cakupan yang akan dicakup. Semakin besar daya yang

dipancarkan maka semakin luas daerah cakupan yang dapat dicakup sinyal tersebut.

1.1.1. Efek negatif terhadap kesehatan masyarakat

Paparan radiasi dari gelombang EMF yang dipancarkan oleh antena BTS ini

dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan hidup apabila telah

melampaui batas ambang yang diperbolehkan, khususnya bagi masyarakat dan

mahluk hidup lainnya yang berada pada daerah cakupan BTS tersebut (Berg-

Beckhoff et al., 2009; Frei et al., 2012; Kaushal et al., 2012; Bikram, 2014; Shahbazi-

Gahrouei et al., 2014; Mederiros dan Sanchez, 2015; Yadav et al., 2015). Tubuh

manusia akan lebih mudah menyerap radiasi EMF karena tubuh manusia

mengandung 70 persen air (Kaushal et al., 2012).

Penelitian yang dilakukan Kumar (2012) menyebutkan adanya ancaman

kanker untuk remaja dan anak-anak karena radiasi gelombang EMF disekitar menara

BTS. Paparan radiasi dari gelombang EMF yang berasal dari antena BTS dapat

meyebabkan masalah bagi lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat seperti

resiko tumor otak (Hardell et al., 2001,2005) dan semakin meningkatnya penderita

kanker disekitar BTS (Wolf, 2004). Efek thermal dari paparan radiasi gelombang

EMF dari BTS maupun telepon selular dialami oleh bagian sekitar kepala manusia.

Terjadi peningkatan temperatur dibagian otak manusia, tetapi aliran darah mampu

mengatur terjadinya peningkatan temperatur tersebut dengan meningkatkan aliran

darah. Sedangkan kornea mata tidak memiliki mekanisme tersebut sehingga

Universitas Sumatera Utara

Page 23: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

4

mengakibatkan bertambahnya temperatur pada bagian kornea mata (Ministry of

Communications and Information Technology Department of Telecommunications

India, 2010). Hal ini dapat mempercepat terjadinya katarak pada mata (Yadav et al.,

2015). Efek non thermal dari paparan radiasi gelombang EMF terhadap manusia

dapat mengakibatkan kelelahan, tidur terganggu, kesulitan konsentarsi, ingatan yang

berkurang, sakit kepala, jantung berdebar-debar, rasa kesemutan pada kulit kepala,

jumlah dan kualitas sperma yang menurun (Yadav et al., 2015), bangun pagi terasa

lelah, daya ingat yang menurun (Kaushal et al., 2012). Potensi gangguan kesehatan

dalam jangka panjang dapat terjadi pada berbagai sistem tubuh, antara lain sistem

darah, sistem reproduksi, sistem saraf, sistem kardiovaskular, sistem endokrin,

psikologis, dan fisiologis (Anies, 2007; Mahardika et al., 2008). Efek ini secara

signifikan akan berdampak negatif kepada orang-orang yang tinggal dalam radius

300 meter dari BTS, antara lain tendensi depressi, kelelahan otot, pola tidur

terganggu, dan kesulitan konsentrasi (Santini et al., 2002). Kesulitan tidur sering

terjadi pada usia 21 sampai dengan 31 tahun (Felix et al., 2014). Efek negatif lainnya

adalah depresi, sulit berkonsentrasi, masalah cardio vascular (Gerd et al., 2004),

kelelahan otot (Netherlands Organization for Applied Scientific Research, 2003;

Yadav et al., 2015). Pada jarak kurang dari 350 meter dari antena BTS, terjadi

peningkatan kanker terutama pada kaum wanita (Wolf dan Wolf, 2004). Orang yang

tinggal pada jarak sampai dengan 300 meter dari antena BTS akan berbahaya bagi

kesehatan manusia (Mamilus et al., 2012; Felix et al., 2014). Tingkat efek negatif

yang ditimbulkan terhadap suatu penyakit berbeda antara wanita dengan laki-laki

(Tabel 1.1.) demikian juga berbeda untuk golongan usia yang berbeda (Santini et al.,

2003), bahkan orang yang tinggal dalam radius 400 meter dari antena BTS akan

Universitas Sumatera Utara

Page 24: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

5

memiliki resiko kanker 3 kali lebih besar dibanding bila jauh dari antena BTS

(Kaushal et al., 2012).

Tabel 1.1. Persentase pengaruh power density dari antena BTS terhadap gender

No. Gejala Laki-laki (%) Wanita (%)

1 Kelelahan 41,4 57,5

2 Lekas marah 17,9 28,3

3 Sakit kepala (headaches) 14,4 45,6

4 Mual 0 5,9

5 Kehilangan nafsu makan 1,9 8

6 Gangguan tidur 45,4 61

7 Kecenderungan depresi 9,8 26,7

8 Merasa tidak nyaman 15 25,4

9 Kesulitan berkonsentrasi 18,4 21,6

10 Sering lupa 18 27,7

11 Masalah kulit 8 13,1

12 Ganguan penglihatan 12,2 22

13 Gangguan pendengaran 9,6 19

14 Pusing (dizziness) 6 9,8

15 Sulit bergerak 3,3 2,7

16 Masalah kardiovaskular 8,3 8,8

17 Menurunkan libido 18 12

Sumber : Santini et al., (2003)

1.1.2. Efek negatif terhadap hewan dan tumbuhan.

Paparan EMF juga akan memiliki efek kepada kehidupan lingkungan lainnya,

oleh sebab itu radiasi gelombang medan elektromagnetik saat ini dimasukkan

sebagai polutan dalam pengelolaan lingkungan hidup yang disebut

dengan“Electromagnetic Pollution” (Kumar et al., 2013). Radiasi EMF dari antena

BTS juga dapat mengakibatkan ancaman bagi kelangsungan kehidupan populasi

satwa burung dan juga menghilangnya kupu-kupu, lebah dan serangga lainnya dari

habitatnya di sekitar antena BTS (Gavin et al., 2000; Joris dan Birk, 2007; Andrew,

2007). Disebutkan juga bahwa burung-burung kehilangan kemampuan navigasinya

akibat mengalami disorientasi dalam menentukan arah sehingga burung-burung

tersebut salah arah untuk kembali ke sarangnya (Yadav et al., 2015; Goverment of

Universitas Sumatera Utara

Page 25: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

6

India Ministry of Communication & Information Technology Department of

Telecommunications, 2010). Radiasi elektromagnetik dari menara BTS

mempengaruhi burung, hewan, tumbuhan dan lingkungan (Goverment of India

Ministry of Communication & Information Technology Department of

Telecommunications, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Vijay et al. (2015)

menyebutkan bahwa sejumlah besar burung seperti merpati, burung pipit, angsa

tersesat karena gangguan dari "musuh yang tak terlihat", yaitu sinyal radiasi EMF

dari menara antena BTS. Penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa hewan yang

berada di dekat menara BTS rentan terhadap berbagai bahaya dan ancaman terhadap

kehidupan termasuk terjadi aborsi spontan, cacat lahir, masalah perilaku dan

penurunan kesehatan secara keseluruhan. Terlepas dari burung dan hewan, radiasi

elektromagnetik yang berasal dari menara BTS juga dapat mempengaruhi sayuran,

dan tanaman.

1.1.3. Penolakan warga terhadap pembangunan antena BTS.

Beberapa kasus terjadi penolakan warga terhadap pembangunan menara

antena BTS di Indonesia pada lokasi pemukiman masyarakat seperti pada Tabel 1.2.

Dari beberapa kasus keberatan dan penolakan warga pada Tabel 1.2. dapat

disimpulkan bahwa warga disekitar menara BTS khawatir akan efek negatif dari

radiasi EMF terhadap kesehatan masyarakat yang tinggal di dalam radius menara

antena BTS.

Tabel. 1.2. Kasus penolakan warga terhadap pembangunan menara BTS

No. Tanggal Tempat Alasan Keberatan

1 26-03-2008 http://news.detik. com/

Akper Prima

Medan

Keberadaan tower itu dapat menimbulkan radiasi

gelombang elektromagnetik yang dapat berdampak

buruk bagi kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

7

Lanjutan Tabel. 1.2.

No. Tanggal Tempat Alasan Keberatan

2 23-05-2011 [email protected]

m

Lingkungan Jarum

RT 03 RW 01

Kelurahan/Kecama

tan Sidoharjo

1. Rasa tidak nyaman saat terjadi hujan lebat

disertai angin kencang dana diiringi

halilintar.

2. Menganggu siaran televisi

3. Udara di sekitar menara juga terasa panas.

3 27-05-2011 http://www.infowonogir

i.com/wp-

content/uploads/ 2011/05/

RT 1 RW 13, Desa

Wonokarto,

Kecamatan

Wonogiri

1. Pembangunan menara belum mengantongi

ijin lingkungan.

2. Merasa khawatir keamanan dan kenyamanan

di sekitar menara akan terganggu.

4 13-07-2011 http://www. infowonogiri.com

Wonogiri Ada dua warga yang belum setuju dengan

keberadaan pemancar BTS.

5 10-03-2014 http://citraindonesia.com /diresahkan-tower-

bts-warga-bekasi-

minta-tolong-jokowi/

RT 006/03

Kelurahan

Kaliabang Tengah,

Kec. Bekasi Utara

1. Berada ditengah pemukiman padat penduduk.

2. Dapat mengundang petir

3. Radiasi membahayakan kesehatan warga

4. Roboh akan menimpa rumah disekitarnya.

6 21-03-2014 http://radaronline.co.id/

category/lintas-daerah/

Mahasiswa UMT

di Tangerang

1. Tidak memiliki IMB 2. Dapat berdampak negatif terhadap lingkungan

7 22-05-2014 http://Kabarkota.com

Perumahan Graha

Palem Indah ,

Condong Catur,

Sleman

1. Petir yang bisa merusak barang elektronik

2. Radiasi yang bisa menyebabkan penyakit

3. Jika roboh membahayakan manusia.

8 20-07-2014 http://kedirijaya. com

Dusun Barengan,

Desa Kaloran,

Kecamatan

Ngronggot

1. Dampak radiasi membahayakan kesehatan.

2. Mengganggu sinyal televisi warga.

3. Bahaya petir bagi warga sekitar menara.

4. Bila roboh maka rumah warga akan hancur.

9 3-09-2014 http://tribun-

medan.com

Kel. Bahkapul,

Kec. Siantar

Sitalasari

Dapat membahayakan penduduk setempat karena

dibangun dekat dengan perumahan warga.

10 15-04-2015 http://harianandalas.co

m/kanal-ragam/warga-tolak-pembangunan-

bts-pt-tower-bersama-

group

Jalan Datuk Bandar

Kajum dan

Komplek

Perumahan

Bengawan

IndahTebing

Tinggi

1. Khawatir terjadi atau adanya radiasi terhadap

manusia serta barang elektronik dimiliki

2. Tidak memberikan jaminan kesehatan serta

sosialisasi tentang dampak yang timbul

terhadap antena tersebut kepada masyarakat.

11 30-07-2015 Koran Tribun Medan,

31 Juli 2015

Jln Bunga Raya II

Lingk. I Kel. Asam

Kumbang Kec.

Medan Selayang

1. Radiasi dan tegangannya akan

membahayakan kesehatan warga sekitarnya.

2. Tanpa seijin warga sekitar.

1.2. Formulasi Masalah

Lingkungan yang memiliki resiko paparan secara terus menerus dalam waktu

dan amplituda yang cukup lama adalah rumah sakit, sekolah, dan pemukiman

Universitas Sumatera Utara

Page 27: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

8

penduduk, sehingga tata letak atau topologi jaringan antena BTS yang berdekatan

dengan lingkungan tersebut harus menjadi regulasi dalam rencana pembangunan

antena BTS. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang ketentuannya dimuat pada

UU No. 26 Tahun 2007 mengatur bahwa rencana tata ruang wilayah yang

diantaranya memuat rencana struktur ruang, yang mencakup rencana sistem

perkotaan dan rencana sistem jaringan prasarana utama (transportasi, energi dan

kelistrikan, telekomunikasi, dan sumber daya air). Pemerintah menerbitkan

Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 sebagai amanat UU 26 Tahu 2007 yang

menetapkan RTRW Nasional, tetapi tidak menyinggung dan mengatur tentang

penempatan sebuah menara antena BTS. Demikian juga Perda Kota Medan No. 13

Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031

tidak menyinggung dan mengatur tentang penempatan menara antena BTS. Perda

RTRW kota Medan ini dalam strateginya menyebutkan peningkatan kualitas dan

jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, dan

sumber daya air yang terpadu serta merata di seluruh kawasan, yang salah satunya

meliputi mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi. Dalam Perda Kota

Medan, salah satu rencana struktur ruang wilayah kota meliputi rencana sistem

jaringan telekomunikasi. Pasal 26 menyebutkan bahwa sistem jaringan

telekomunikasi bertujuan untuk meningkatkan akses masyarakat dan dunia usaha

terhadap layanan telekomunikasi yang meliputi sistem kabel, sistem nirkabel, dan

sistem satelit, yang terdiri atas :

a. Rencana pengembangan infrastruktur dasar telekomunikasi berupa jaringan tetap

lokal, sambungan langsung jarak jauh, sambungan internasional dan tertutup serta

penempatan lokasi pusat automatisasi sambungan telepon di CBD (Central

Business District) Polonia.

Universitas Sumatera Utara

Page 28: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

9

b. Rencana penataan penempatan menara telekomunikasi Base Transceiver Station

(BTS) secara terpadu.

c. Rencana peningkatan pelayanan jaringan telekomunikasi di wilayah kota.

Pasal 56 ayat (2) pada tahap kedua diprioritaskan pada pengembangan dan

pemantapan jaringan telekomunikasi meliputi jaringan tetap dan bergerak. Pasal

26 butir b di atas dimaksudkan hanya penataan penempatan menara BTS secara

terpadu, yang artinya menggunakan menara bersama, tetapi tidak mengatur

penempatan BTS pada lokasi yang berbasis terhadap kepentingan yang ramah

terhadap lingkungan.

Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Menteri Kominfo Nomor :

02/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan

Menara Bersama Telekomunikasi, dalam konsiderannya menyebutkan harus

memperhatikan faktor keamanan lingkungan, kesehatan masyarakat dan estetika

lingkungan tetapi dalam keputusannya tidak ada pasal yang menyangkut

perlindungan lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat. Demikian juga pada Surat

Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri (No. 18 Tahun 2009), Menteri Pekerjaan

Umum (No. 07/PRT/M/2009), Menteri Komunikasi dan Informatika (No. 19/PER/

M.KOMINFO/03/2009), dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (No.

3/P/2009) tidak terdapat pada konsideran maupun pada pasal-pasal keputusan yang

menyangkut perlindungan lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat.

Regulasi yang dikeluarkan pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri

Komunikasi dan Informatika maupun melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) 3

menteri tentang peraturan menara bersama bahwa menara BTS dibangun oleh

perusahaan yang khusus bergerak dibidang usaha pendirian menara. Menara yang

dibangun tersebut harus dapat digunakan oleh beberapa perusahaan operator telepon

Universitas Sumatera Utara

Page 29: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

10

selular dengan sistem sewa, artinya menara BTS tersebut digunakan secara bersama-

sama (collocation) oleh beberapa operator telepon selular (tower sharing). Peraturan

tersebut mengharuskan setiap menara menampung beberapa antena dari operator

yang berbeda, sehingga banyak terdapat antena dalam sebuah menara. Hal ini akan

menambah besarnya EMR yang dipancarkan dari menara BTS tersebut, karena akan

terjadi akumulasi EMR (ITU K70, 2007) dari beberapa antena. Hal ini akan

menimbulkan efek negatif yang lebih besar bagi lingkungan hidup dan masyarakat

yang berdiam disekitarnya.

Pada awal adanya industri telepon selular, ijin regulasi pembangunan menara

hanya IMB (Ijin Mendirikan Bangunan) dan beberapa rekomendasi KKOP

(Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan) jika lokasi yang di tentukan radio

planning operator berdekatan dengan bandar udara. Namun sejak menjamur dan

tidak tertatanya pembangunan menara BTS yang terkesan menjadi hutan menara dan

keluhan dari pemerintah kabupaten/kota, maka terbitlah SKB 3 menteri dan

peraturan turunannya di tingkat kabupaten/kota seluruh Indonesia. Dalam semangat

penataan menara ini ijin regulasinya melebar menjadi ijin prinsip dan rekomendasi

cell plan. Cell plan sendiri di beberapa kabupaten/kota di buat guna penataan dan

pengendalian pembangunan menara di suatu kabupaten/kota. Adanya cell plan

dimaksudkan agar radio planning titik menara tidak asal berdiri. Pemkab/pemkot

dalam pelaksanaannya juga menerbitkan retribusi pengendalian menara 2,5 % tiap

tahun yang di atur dalam SKB 3 menteri tersebut. Namun seiring realita kebutuhan

mengatasi kemacetan lalulintas komunikasi data/suara diperkotaan dan pemenuhan

order dari operator kepada Tower Provider (TP), ketentuan cell plan yang sudah di

buat tidak jarang di abaikan dan di jadikan “transaksi” agar ijin regulasi pendirian

menara bisa di dapatkan. Meski operator menyewa menara dari para TP, tetapi

Universitas Sumatera Utara

Page 30: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

11

terkadang TP tetap diminta oleh operator tentang kelengkapan ijin dari pemerintahan

setempat agar tidak ada gangguan dalam proses “jualan” sinyal mereka. Akibat

dilema proses perijinan menara antena BTS tersebut, membuat pengaturan menara

bersama yang sudah di buat SKB nya tersebut tidak “bergigi” Sebab kepentingan

industri yang lebih di utamakan dengan mengedepankan kebutuhan komunikasi

masyarakat tanpa memperhatikan perlindungan lingkungan hidup dari paparan EMF

dengan power density yang dapat melebihi nilai batas ambang (4.5 watt/m2 untuk

frekuensi 900 MHz. dan 9 watt/m2 untuk frekuensi 1.800 MHz.). Dalam jangka

panjang perihal kesemerawutan tata letak menara dan perlindungan kesehatan

masyarakat akan jadi bom waktu bagi semua stake holder yang harus di carikan

solusi bersama, diantaranya :

1. Dari sisi pemerintah dan masyarakat harus segera ditemukan sebuah model untuk

menentukan lokasi menara antena BTS yang sesuai dengan tata ruang dan bebasis

perlindungan terhadap lingkungan hidup termasuk di dalamnya kesehatan

masyarakat.

2. Dari sisi para TP, tentu mereka ingin hubungan komunikasi dapat diandalkan

sehingga secara ekonomi dapat menguntungkan TP.

Secara realita di kota Medan, letak lokasi antena BTS tersebar dimana-mana

tanpa memperhatikan faktor yang dipersyaratkan pada kondisi setempat. Oleh karena

itu, tidaklah mengherankan apabila dikatakan bahwa telah tumbuh hutan menara

BTS di kota Medan. Hal demikian ini dapat terjadi karena tidak adanya rancangan

terpadu dalam membangun antena BTS, oleh sebab itu perlu dilakukan sebuah

jaringan antena BTS di kota Medan yang ramah terhadap lingkungan dengan

membuat sebuah model topologi jaringan antena BTS di kota Medan. Perencanaan

sel merupakan bagian yang sangat mendasar dari proses rancangan jaringan selular

Universitas Sumatera Utara

Page 31: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

12

(Singh dan kaur, 2013). Teknik baku yang dapat membantu untuk melokasikan

jumlah optimal sel di zona tertentu tidak ada, hal ini disebabkan lokasi pemakai yang

tidak seragam dan fluktuasi trafik telepon (Singh dan Sengupta, 2012). Tujuan utama

perencanaan topologi pemilihan letak BTS adalah memaksimumkan cakupan dengan

memperhatikan hal-hal yang mendasar, misalnya permintaan trafik untuk mencakup

daerah tertentu, ketersediaan tempat BTS, ketersediaan kapasitas saluran di setiap

BTS dan kualitas layanan pada Traffic Demand Area (TDA) yang potensial dan yang

terpenting adalah perlindungan lingkungan hidup pada daerah cakupan antena BTS.

Pada awal konsep selular diajukan, lokasi menara antena BTS biasanya

dipilih bersesuaian dengan pola pemakaian regular. Dengan semakin bertumbuhnya

teknologi selular, semakin tinggi pula kepentingan operator selular untuk memiliki

suatu jaringan yang tidak hanya lebih baik dalam hal kualitas pelayanan dari pada

pesaing tapi juga dapat memberikan keuntungan lebih tinggi. Biaya terkait dalam

pengadaan jaringan dan kualitas pelayanan yang ditawarkan berbanding langsung

dengan jumlah BTS yang diinstalasi. Semakin banyak BTS semakin tinggi biaya

namun semakin baik cakupan (Tutschku, 1998).

Dari uraian tersebut, jelas bahwa kota Medan memerlukan rancangan

topologi penempatan jaringan antena BTS. Rancangan ini bukan saja dibutuhkan

untuk kepentingan pemerintah kota tetapi juga terkait di dalammnya kepentingan

lingkungan hidup dan operator. Penelitian ini memfokuskan pada pembuatan

rancangan topologi jaringan antena BTS yang kualitas pelayanan terhadap pelanggan

tinggi, biaya yang dikenakan terhadap operator minimum dan pengaruh terhadap

lingkungan hidup yang minimum. Seperti yang telah diutarakan terdahulu bahwa

radiasi yang dipancarkan oleh BTS dapat memberikan akibat buruk terhadap

lingkungan hidup yang didalamnya tercakup kesehatan manusia. Oleh karena itu

Universitas Sumatera Utara

Page 32: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

13

ramah lingkungan yang dimaksud dalam penelitian ini berkaitan dengan lokasi

penempatan BTS dan batas power density yang aman bagi lingkungan hidup.

Penelitian ini mengajukan Rancangan Topologi Jaringan (RTJ) antena BTS

untuk telekomunikasi selular yang didalamnya tercakup penentuan lokasi BTS

(BTSL), frequency channel assigment (FCA), rancangan jaringan berbasis power

density (RJPD) untuk perlindungan lingkungan hidup.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh model topologi antena BTS

di kota Medan yang aman bagi lingkungan hidup termasuk di dalamnya kesehatan

masyarakat yang berada dalam radius daerah cakupan antena BTS.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini dapat dijadikan regulasi oleh pemerintah kota

Medan sebagai model dalam menata topologi menara BTS, baik yang dimiliki oleh

operator telepon selular maupun yang dimiliki oleh tower provider di kota Medan,

sehingga nantinya diharapkan dapat melindungi hal yang lebih penting yaitu

perlindungan lingkungan hidup.

1.5. Hasil Keluaran yang diharapkan (Novelty)

Power density gelombang EMF pada daerah cakupan antena BTS selalu

berada di bawah nilai ambang batas sehingga lingkungan hidup khususnya

masyarakat pada daerah cakupan BTS tersebut terhindar dari bahaya radiasi EMF

antena BTS.

1.6. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir pada penelitian ini disusun berdasarkan permasalahan dan

kerangka konsep untuk menghasilkan sebuah novelty seperti pada Gambar 1.2.

Universitas Sumatera Utara

Page 33: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

14

Gambar 1.2. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dibangun didasarkan kepada beberapa hal yaitu :

1. Dampak negatif dari EMR yang melebihi nilai ambang batas terhadap manusia.

2. Realita implementasi dan banyaknya antena BTS di kota Medan yang dibangun

tanpa memperhatikan koordinat menara yang berdekatan dengan lingkungan

hidup khususnya masyarakat yang berdiam disekitarnya (dampak negatif

terhadap kesehatan).

3. Tidak ada peraturan daerah ataupun peraturan pemerintah yang mengatur tata

letak antena BTS yang berdekatan dengan lingkungan hidup.

Antena BTS

Gel. EMF

Efek pada manusia

Fisiologis Psikologis

Non Thermal Thermal

Kota Medan, ± 5.000 antena BTS - Permen Kominfo No. 02/PER/M.KOMINFO/3/2008 -SKB 3 Menteri (Menara Bersama) - Perda Kota Medan No. 13 Tahun

2013tentang RT/RW Kota Medan T e m p a t : Diatas Gedung/Ruko (Roof Top) Diatas Tanah Penduduk (Green Field) Menara Rumah Ibadah (Kamuflase)

Lokasi

Pemukiman

P. Perbelanjaan

Rumah Sakit

Sekolah

Rumah Ibadah

Power Density Mitigasi Menara BTS

Model Matematis dari

Topologi antena BTS Batas Ambang

BTSL

FCA

Efek pada hewan Efek pada tumbuhan

Universitas Sumatera Utara

Page 34: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

15

4. Lokasi antena BTS di kota Medan yang berada di pemukiman penduduk, rumah

sakit, sekolah, dan rumah ibadah.

5. Tempat berdirinya menara BTS berada di atas atap rumah atau gedung (roof

top), di atas tanah (green field), dan menara rumah ibadah (kamuflase).

6. Menara bersama yang digunakan oleh beberapa operator telepon selular

menempatkan antenanya pada menara yang sama sehingga terjadi akumulasi

gelombang EMF yang terpapar pada radius pancar antena tersebut.

7. Batas ambang power density (PD) yang aman terhadap manusia (4,5 watt/m2

untuk frekuensi 900 Mhz, dan 9 watt/m2 untuk frekuensi 1800 Mhz.)

8. Mitigasi lokasi antena BTS (BTSL)

9. Menjamin koneksitas komunikasi mobile station (FCA)

10. Biaya pembangunan dan instalasi yang minimal

1.7. Batasan Masalah

Ruang lingkup dari perencanaan suatu jaringan telepon seluler sangat luas

dan meliputi banyak faktor, sehingga perlu dibuat batasan masalah pada disain

topologi antena BTS yang dilakukan ini yaitu :

1. Jenis menara antena BTS adalah macro cell untuk aplikasi outdoor.

2. Pemodelan hanya meliputi FCA, BTSL, dan PD.

3. Pengukuran besaran power density di lokasi BTS tanpa memperhatikan terjadinya

akumulasi radiasi EMF dari pemancar lain atau tidak.

4. Tidak melakukan observasi dan pendataan efek EMR terhadap kesehatan

masyarakat di kota Medan karena membutuhkan waktu yang cukup lama.

Universitas Sumatera Utara

Page 35: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

16

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jaringan Telepon Seluler

Sebuah jaringan komunikasi telepon selular GSM pada dasarnya (Smith dan

Collins, 2007) terdiri dari Mobile Station (MS), Base Transceiver Station (BTS),

Base Station Controller (BSC), dan Mobile Switching Center (MSC). Pada saat

berlangsung komunikasi, MS mengirim dan menerima sinyal ke dan dari BTS. BSC

mengontrol BTS dalam memproses bentuk panggilan, operation and maintenance

(O&M) dan menyediakan interface antara BSS dan MSC (A-interface). Sedangkan

fungsi utamanya adalah mengatur kanal radio dan mentransfer sinyal informasi dari

dan ke MS. BSC juga dapat berfungsi sebagai hub yang menghubungkan BTS

dengan BTS lainnya, atau BTS dengan switch. BTS menyediakan kanal radio (RF-

carriers) untuk suatu area cakupan. Kanal RF digunakan untuk hubungan antara MS

dan BSS (Air-interface). BTS mengandung transceiver radio yang menangani

sebuah sel dan hubungan dengan MS dengan menggunakan FCA seperti pada

Gambar 2.1.

sumber : Sanguthevar and Naik (2015)

Gambar 2.1. FCA pada sebuah jaringan telepon seluler

Universitas Sumatera Utara

Page 36: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

17

Komunikasi antara BTS dengan MS maupun sebaliknya dilakukan melalui

media transmisi udara dengan menggunakan gelombang radio sebagai media untuk

menyampaikan informasi berupa sinyal yang mengandung medan elektromagnetik

atau yang disebut dengan EMF (Electromagnetic Field) dengan besar daya yang

dipancarkan antena BTS antara 20-40 watt pada GSM 900 (Mamilus et al., 2012).

MSC merupakan inti dari jaringan GSM, fungsinya untuk menghubungkan MS

dengan pelanggan PSTN (Public Switched Telephone Network) atau ke MS lainnya.

MSC berfungsi sebagai switch yang menghubungkan BTS dengan BTS lainnya

dalam area MSC yang berbeda, atau menghubungkan BTS dengan fixed telepon pada

PSTN.

2.2. Frequency Channel Assignment (FCA)

Keberhasilan suatu hubungan komunikasi melalui telepon merupakan hal

yang sangat penting dan menjadi prioritas pertama, bila keberhasilan semakin tinggi

maka kegagalan panggilan akan semakin kecil, artinya komunikasi akan semakin

baik bila kegagalan panggilan semakin kecil (Gupta et al., 2012). Dalam dunia

telekomunikasi tingkat kegagalan ini disebut dengan Grade of Service (GOS),

sebagai contoh bila sebuah jaringan telepon memiliki GOS sebesar 2% artinya dalam

100 panggilan terjadi kegagalan panggilan sebanyak 2 panggilan. Kegagalan ini

disebabkan karena tidak adanya saluran yang dapat menerimanya.

Perlu diperhatikan bahwa penempatan BTS harus dapat melayani lalu lintas

permintaan dalam daerah cakupan BTS tersebut, berarti BTS harus menerima

sejumlah tertentu spektrum frekuensi. Dalam sistem selular yang berbasis teknologi

akses medium seperti Time Division Multiple Access (TDMA) dan Frequency

Division Multiple Access (FDMA) (Rappaport, 1966; Tanenbaum, 2011), spektrum

Universitas Sumatera Utara

Page 37: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

18

frekuensi yang tersedia dibagi diantara BTS oleh frequency chnannel (FC). Pada saat

spektrum frekuensi berkurang, frequency channel assigment (FCA) mencoba untuk

melayani permintaan jalur dari setiap BTS dan mempertahankan kualitas koneksi

dengan memperhatikan tingkat interferensi.

Smith et al. (1998) mengajukan model pewarnaan graph untuk

menyelesaikan persoalan FCA ini, namun cara demikian ini tidak dapat dipakai

untuk persoalan berskala besar (Garey dan Johson, 1979). Beberapa peneliti seperti

Floriani dan Mateus (1997), dan fischetti et al. (2003) mengajukan model program

linier cacah. Perbedaan utama dalam model yang mereka ajukan adalah pada kendala

interferensi.

Keberhasilan komunikasi melalui telepon ini sangat dipengaruhi oleh

Frequency Channel Assignment (FCA) yang diberikan kepada setiap sel dalam BTS

untuk melayani permintaan panggilan. Sementara jumlah FCA sangat tergantung

dari rentang frekuensi yang terbatas sehingga menurut Xu Ye et al. (2015),

pengendalian sel dan penjadwalan kestabilan maksimum dari jaringan sel harus

dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh jumlah frekuensi (FCA) maksimum

tanpa ada interferensi (Moradi, 2010), dengan demikian diperoleh penggunaan

frekuensi yang optimal (minimum). Sedangkan Moradi et al. (2010) melakukan

pengaturan FCA dengan algoritma dalam dua tahap yaitu tahap FCA yang tetap dan

tahap FCA dengan neural network, solusi yang diperoleh mendekati optimal.

Berbeda dengan yang dilakukan oleh Ngo et al. (1998), model yang dihasilkannya

untuk menghindari terjadinya konflik diantara FCA yang digunakan, maka dibuat

FCA seminimum mungkin dengan NP-hard memenuhi persyaratan permintaan

trafik telekomunikasi. Pendekatan ini terdiri dari genetic-fix algorithm dan

manipulasi secara individual dengan ukuran tetap.

Universitas Sumatera Utara

Page 38: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

19

Montemanni dan Smith (2010) mengelola FCA pada jaringan telepon seluler

dengan melakukan pemisahan frekuensi antar saluran untuk menghindari terjadinya

interferensi, tetapi pemisahan yang tidak perlu akan dapat mengakibatkan

kebutuhan/kelebihan spektrum, jadi menurut Montemanni dan Smith akan lebih baik

meminimalkan interferensi dan spektrum yang diperlukan dan ini dilakukan dengan

menggunakan algoritma tabu search. Sedangkan menurut Smith et al. (1997), untuk

meminimalkan terjadinya interferensi antar saluran dengan tingkat keberhasilan

hubungan komunikasi yang tinggi, makan dilakukan memodelkan FCA dengan

menggunakan nonlinear integer programming sebagai representasi baru dari static

channel assignment (SCA). Hal ini dilakukan dilakukan dengan menggunakan dua

model neural network yang berbeda, pertama menggunakan jaringan Hopfield dan

yang kedua menggunakan new neural network yang mampu mengorganisir diri

sendiri untuk memecahkan masalah FCA. Rajasekaran et al. (2015) menggunakan

algoritma pewarnaan untuk penetapan frekuensi FCA agar satu saluran dengan

saluran lainnya tidak terjadi interferensi, sedangkan Wang et al. (2002)

menggunakan algoritma genetic dari Ngo dan Li untuk FCA guna memenuhi

permintaan panggilan pada saluran yang terjadi dari tingkat gangguan interferensi

yang minimal. Menurut Pasapoor dan Bilstrup (2013) masalah FCA dapat

diselesaikan dengan metode ant colony optimization (ACO) sebagai sebuah metode

untuk memperoleh efesiensi FCA dengan interferensi minimal. Alokasi kanal

berbasis ACO ini memungkinkan untuk tidak tergantung terhadap jumlah cluster.

2.3. Lokasi BTS

Menetukan lokasi pembangunan sebuah menara antena BTS ditentukan oleh

beberapa faktor diantaranya adalah radio planning operator, ketersedian lahan, ijin

Universitas Sumatera Utara

Page 39: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

20

warga (Community Permit), dan regulasi pemerintah. Antena BTS harus ditempatkan

sedemikian rupa sehingga dapat mencakup daerah geografis yang memenuhi kualitas

layanan pemakai telepon selular. Namun pada umumnya dalam pemodelan BTSL

diformulasikan dengan meminimumkan biaya koneksi yang mencakup biaya

instalasi dan peralatan . Dalam beberapa literatur seperti, George dan Laurence

(1988), Mirchandani dan Francis (1990), dan Rappaport (1996) dapat diperoleh

secara rinci tentang optimasi jaringan. Model PLCC (Program Linier Cacah

Campuran) yang berkenaan dengan BTS diajukan oleh Mathar dan Niessem (2000).

Model tersebut menentukan optimalisasi lokasi base station untuk jaringan radio

seluler yang dapat dibuat sebagai masalah optimasi matematika, tergantung pada

kebijakan penetapan saluran, minimalisasi gangguan atau saluran yang diblokir.

Masing-masing memiliki keuntungan. Optimalisasi diformalkan sebagai program

linier integer dan pada optimasi ini digunakan teknik simulasi annealing sebagai

optimasi perkiraan .

Fischetti et al. (2001) menghasilkan sebuah model optimasi interkoneksi

jaringan pada sistem telepon seluler UMTS (Universal Mobile Telecommunications

Service) dengan menggunakan mixed integer linear programming yang dalam

prosedur mencari solusinya menggunakan branch and cut untuk memperoleh batas

bawah. Setiap BTS dikoneksikan melalui node inti yaitu CSS (Cell Site Switch) dan

setiap CSS dikoneksikan ke dalam jaringan melalui LE (Local Exchange) seperti

pada Gambar 2.2.

Ilustrasi dari sebuah arsitektur UMTS adalah seperti pada Gambar 2.2. dimana

terdapat 2 LE dan 4 CSS yang aktif dengan arsitektur tipe star untuk melayani 16

buah BTS.

Universitas Sumatera Utara

Page 40: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

21

Gambar 2.2. Arsitektur UMTS tipe bintang 3 level

Biaya yang diperkirakan untuk merealisasikan koneksi jaringan tersebut adalah :

1. Biaya untuk BTS :

a. Biaya peralatan,

b. Biaya koneksi aktual yang tergantung melalui CSS atau LE, biaya ini

diasumsikan linier dengan jumlah modul yang digunakan.

2. Biaya untuk CSS :

a. Biaya perencanaan, tergantung dari jenis peralatan dan lokasi

b. Biaya koneksi, tergantung hubungan dengan LE, biaya ini linier dengan jumlah

modul yang digunakan.

3. Biaya untuk LE

a. Biaya perencanaan yang tergantung pada lokasi

Model yang diperoleh Fischetti et al. (2001) untuk meminimalkan koneksi jaringan

tersebut adalah :

LE aktif

CSS aktif

BTS aktif

LE tdk aktif

CSS tdkaktif

CSS LE

BTS

Universitas Sumatera Utara

Page 41: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

22

∑ ∑ 𝑓𝑗𝐶𝑆𝑆−ℎ𝑦𝑗

𝐶𝑆𝑆−ℎ + ∑ 𝑓𝑘𝐿𝐸𝑦𝑘

𝐿𝐸 + ∑ ∑(𝑐𝑖𝑗𝐵𝑇𝑆−𝐶𝑆𝑆𝑒𝑖

𝐵𝑇𝑆 + 𝑓𝑖𝐵𝑇𝑆−𝐶𝑆𝑆)𝑥𝑖𝑗

𝐵𝑇𝑆−𝐶𝑆𝑆

𝑚

𝑗=1

𝑛

𝑖=1

𝑝

𝑗=1ℎ=1,2

𝑚

𝑗=1

+ ∑ ∑(𝑐𝑖𝑘𝐵𝑇𝑆−𝐿𝐸

𝑝

𝑘=1

𝑒𝑖𝐵𝑇𝑆 + 𝑓𝑖

𝐵𝑇𝑆−𝐿𝐸) 𝑥𝑖𝑘𝐵𝑇𝑆−𝐿𝐸 + ∑ ∑ 𝑐𝑗𝑘

𝐶𝑆𝑆−𝐿𝐸

𝑝

𝑘=1

𝑚

𝑗=1

𝑛

𝑖=1

𝑧𝑗𝑘𝐶𝑆𝑆−𝐿𝐸

dengan memenuhi ketentuan-ketentuan berupa 12 kendala seperti pada Lampiran

D.1.

Semua variabel dengan situasi yang tidak layak seperti koneksi yang terlalu

lama ditetapkan sebagai nol dan dikeluarkan dari model, dan ukuran minimal pada

model Fischetti ini adalah berdasarkan dengan lamanya waktu yang dibutuhkan

untuk terkoneksi.

Mixed integer programming juga digunakan oleh Yoshihiro dan Xu (2010)

untuk optimasi topologi dengan menggunakan optimasi topologi Robust truss yang

didesain untuk beban eksternal yang tidak dapat diprediksi sebelumnya atau beban

dalam ketidakpastian, tetapi model ini sulit dilakukan untuk skala besar.

Menurut Zdunek dan Ignor (2010) masalah menentukan lokasi BTS yang

optimal, pembawa daya (pilot power), dan channel assignment pada jaringan

telepon seluler UMTS merupakan masalah NP-hard. Oleh karenanya algoritma

optimasi mateheuristik banyak digunakan untuk menyelesaikan masalah optimasi

topologi antena BTS, akan tetapi mereka menggunakan sebuah algoritma yang relatif

baru yaitu algoritma Invasive Weed Optimazation (IWO) yang sukses pada beberapa

aplikasi. Algoritma ini lebih baik dibandingkan dengan algoritma Evolutionary

Strategies (ES) dan Genetic Algorithm (GA) untuk optimasi jaringan telepon seluler

UMTS, akan tetapi model yang dihasilkan tidak mencakup optimasi channel

assignment. Sedangkan Kalvenes et al. (2005) membuat sebuah model untuk

menentukan sebuah lokasi menara antena BTS dan service assignment pada

Universitas Sumatera Utara

Page 42: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

23

jaringan telepon seluler teknologi W-CDMA (Wideband Code Division Multiple

Access). Selain pemilihan lokasi menara BTS juga dilakukan analisis permintaan

pelanggan, dan jaminan kualitas pelayanan yang diukur berdasarkan sinyal-to-noise

ratio (S/N). Pemilihan lokasi menara antena BTS untuk melayani sejumlah

pelanggan pada coverage area dilakukan dengan biaya minimal dan keuntungan

yang besar. Model yang dihasilkan oleh Kalvenes et al. (2005) untuk memperoleh

keuntungan yang maksimal adalah sebagai berikut :

𝑟 ∑ ∑ 𝑥𝑚𝑙

𝑙𝐶𝑚

− ∑ 𝑎𝑙𝑦𝑙

𝑙𝐿𝑚𝑀

pendapatan biaya

dengan sembilan kendala seperti pada Lampiran D.2.

Model yang dihasilkan Kalvenes et al. (2005) ini adalah sebuah model topologi

menara BTS yang menghasilkan keuntungan yang besar dengan biaya minimal dan

jaminan kualitas layanan yang diukur berdasarkan SIR (Signal to Interference Ratio).

Beberapa penelitian terdahulu, telah banyak aspek dari keseluruhan persoalan

rancangan jaringan yang mengacu pada sejumlah metode operasi riset yang terkenal

(operations reserach). Metode ini antara lain partisi graph (Merchant dan Sengupta,

1994; Merchant dan Sengupta, 1995), atau persoalan lokasi p-fixed hubs (Kapov dan

Kapov, 1994; Alumur dan Kara, 2008). Singh dan Kaur (2013) mengajukan

pendekatan heuristic koloni lebah untuk lokasi BTS. Munene dan Kiema (2014)

mempergunakan Geographic Information System (GIS). Namun penelitian-

penelitian tersebut mengajukan rancangan topologi jaringan antena BTS hanya

berfokus pada meminimkan biaya. Rancangan topologi antena BTS yang

Universitas Sumatera Utara

Page 43: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

24

memfokuskan pada penghematan pemakaian energi, biaya operasi dan emisi CO2

diajukan oleh Diamantoulakis dan Karagiannidis (2013).

2.4. Radiasi Gelombang EMF

Gelombang EMF merupakan gelombang transversal, terbentuk dari medan

magnet dan medan listrik yang bergetar dalam arah yang saling tegak lurus (hukum

Faraday). Gelombang ini merambat dengan kecepatan yang nilainya ditentukan oleh

dua besaran yaitu permitivitas listrik dan permeabilitas magnetik. Kecepatan

rambatnya dalam ruang hampa udara mendekati 3 x 108 m/s. Frekuensi dari

setiap spektrum sumber gelombang elektromagnetik memiliki rentang frekuensi

yang berbeda-beda, seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Rentang frekuensi spektrum gelombang EMF

Spektrum Frekuensi (Hz.)

Sinar Gamma 1019 - 1025

Sinar X 1016 - 1020

Sinar Ultraviolet 1015 - 1018

Sinar Tampak 4 x 1014 – 7,5 x 1014

Sinar Infra Merah 1011 - 1014

Gelombang Radio 104 - 1012

Besar energi yang diradiasikan oleh suatu spektrum gelombang EMF,

menurut Planck akan memenuhi persamaan,

E = hv (joule) (2.1)

dimana,

h = konstanta Planck = 6,62 x 10-34 Js,

v = frekuensi dari gelombang EMF (Hz).

Energi yang diradiasikan oleh gelombang EMF akan diterima oleh benda-

benda disekitarnya. Intensitas radiasi yang diterima oleh benda-benda tersebut

bervariasi tergantung posisi benda tersebut dari sumber radiasi, intensitas radiasi

EMF ini disebut dengan power density yang diukur dalam satuan watt/m2.

Universitas Sumatera Utara

Page 44: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

25

2.4.1. Power density

Power density adalah besarnya daya dari EMF yang melewati luas area 1

meter persegi dalam satuan watt/m2 seperti yang terlihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Power density

Secara matematis, intensitas dari power density (PD) dirumuskan sebagai berikut :

= Pr

A (watt/m2) (2.2)

dimana,

= power desity, besar intensitas radiasi (W/m2),

Pr = besar daya yang diterima (W) dan,

A = luas permukaan yang terkena radiasi (m2).

Jika radiasi tersebut bersifat omnidirectional, maka intensitas radiasi yang

diterima akan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara benda yang menerima

radiasi dengan sumber radiasi, ~ 1

𝑟2. Semakin jauh jarak dengan sumber, maka

intensitas radiasi akan semakin berkurang, semakin dekat dengan sumber radiasi

maka intensitas yang diterima akan semakin besar. Intensitas radiasi atau yang

disebut dengan power density () dapat juga dikatakan sebagai besarnya daya yang

diterima pada satu titik per meter kuadrat yang dinyatakan dengan rumus berikut :

=E2

377 = 377 𝐻2 (2.3)

dimana, E = kuat medan listrik (V/m)

1m

Power

1

1

1

Power density W/m2

1m

1W

Universitas Sumatera Utara

Page 45: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

26

L

H = kuat medan magnet (A/m)

377 = impedansi pada ruang bebas (Ω)

Untuk pola radiasi horisontal omnidirectional pada antena vertikal (Gambar

2.4), power density dirumuskan (Marshall and Skitek, 1990) sebagai berikut :

=𝑃𝑡

2𝜋𝑅𝐿 𝑤𝑎𝑡𝑡/𝑚2 (2.4)

dimana R = Jari-jari coverage area (m)

L = Tinggi antena (m)

Gambar 2.4 Pola Radiasi Omnidirectional untuk

antena Vertikal

Untuk pola radiasi dari sebuah titik sumber radiasi dengan pola radiasi

spherical (Gambar 2.5.) dinyatakan dengan rumus berikut (ITU-R2005):

=𝑃𝑡 𝐺

4𝜋𝑅2 𝑤𝑎𝑡𝑡/𝑚2 (2.5)

dengan Pt = besarnya daya pada pemancar (W)

G = gain atau penguatan antena (dB)

R = radius coverage area (m)

Gambar 2.5. Pola radiasi spherical bersumber

dari satu titik pancar

Besarnya paparan radiasi yang diserap oleh tubuh manusia dinyatakan dengan

SAR (Spesific Absortion Rate) yang dinyatakan dengan rumus berikut :

𝑆𝐴𝑅 = 𝜎 |𝐸2|

𝑘 (2.6)

dimana,

σ = Conductivity (s/m)

k = Kerapatan massa (Kg/m3)

E = Kuat medan listrik (V/m)

Antena

L

R

R R

Universitas Sumatera Utara

Page 46: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

27

Secara garis besar, radiasi total yang diserap oleh tubuh manusia tergantung

dari beberapa hal, diantaranya :

1. Frekuensi dan panjang gelombang elektromagnetik

2. Polarisasi EMF

3. Jarak antara badan dan sumber radiasi EMF

4. Sifat-sifat elektrik tubuh, sangat tergantung pada kadar air di dalam tubuh,

radiasi akan lebih banyak diserap pada media dengan konstanta dielektrik

tinggi seperti otak, otot dan jaringan lainnya dengan kadar air tinggi.

Setiap sinyal yang dipancarkan melalui antena pemancar BTS dari operator

telepon selular akan menghasilkan EMF. Penerima yang menggunakan telepon

selular yang berada pada suatu titik tertentu akan terpapar radiasi EMF yang berasal

dari BTS dan juga yang berasal dari telepon selular itu sendiri. Besarnya dapat diukur

dengan besaran PD dan radiasi yang diserap oleh tubuh dinyatakan dengan SAR.

Besarnya PD dan SAR diharapkan tidak melampaui nilai ambang batas yang

ditetapkan oleh ICNIRP (4,5 watt/m2 untuk frekuensi 900 Mhz. dan 9 watt/m2 untuk

frekuensi 1800 Mhz.) karena akan dapat menimbulkan efek negatif terhadap

lingkungan hidup khususnya kesehatan manusia (efek psikologi dan fisiologis).

Secara garis besar hubungan tersebut dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.6.

=PtGt

4πR2 → =E2

377≈ 377 H2 → SAR =

σ |E2|

k

Gambar 2.6. Paparan radiasi EMF dari antena BTS terhadap manusia

Pt = Daya yang pemancar (watt)

Gt = Gain antena

E = Kuat medan listrik (V/m)

H = Kuat medan magnet (A/m)

σ = Conductivity (s/m)

k = Kerapatan massa (Kg/m3)

Universitas Sumatera Utara

Page 47: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

28

2.4.2. Pengaruh gelombang EMF terhadap lingkungan hidup

Gelombang EMF yang dipancarkan oleh BTS mempunyai dampak negatif

terhadap lingkungan hidup terutama yang berada pada daerah cakupan antena BTS.

2.4.2.1. Pengaruh gelombang EMF terhadap kesehatan manusia

Secara garis besar radiasi gelombang elektromagnetik dibagi 2 (dua)

kelompok (The International EMF Project, May 1998) yaitu. :

1. Radiasi peng-ion (ionisasi)

2. Radiasi tidak peng-ion (non-ionisasi).

Perbedaan antara kedua kelompok radiasi gelombang elektromagnetik

tersebut terletak pada kemampuan radiasi gelombang elektromagnetik untuk

mengionisasi molekul, secara garis besar perbedaan tersebut adalah :

1. Kelompok gelombang elektromagnetik ionisasi dapat mengionisasi molekul

sehingga apabila terkena tubuh manusia, maka dapat menyebabkan efek akut

dan kronis. Efek akut yang terjadi dapat menyebabkan sindrom saraf pusat,

mual dan ingin muntah, tidak enak badan dan lesu, meningkatnya suhu tubuh

manusia. Sedangkan efek kronisnya dapat menyebabkan perubahan

genetika,kanker, katarak. Termasuk gelombang elektromagnetik ionisasi

adalah sinar x, sinar gamma, dan sebagian sinar ultra violet.

2. Kelompok gelombang elektromagnetik yang non-ionisasi adalah radiasi yang

tidak mampu meng-ionisasi molekul. Bila melampaui nilai batas tertentu

kelompok ini juga mempunyai dampak terhadap tubuh manusia seperti sakit

kepala, kelelahan mental, keguguran, sulit tidur, ganguan reproduksi, indikasi

tumor dan leukimia. Termasuk dalam kelompok ini adalah sinar tampak,sinar

infra merah, dan gelombang radio.

Universitas Sumatera Utara

Page 48: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

29

Efek gelombang medan elektromagnetik terhadap manusia memiliki 2 efek, yaitu :

1. Efek Bio : Mempengaruhi stimulus dan perubahan di atmosfer

2. Efek Kesehatan : Mempengaruhi kesehatan baik dalam jangka pendek maupun

dalam jangka panjang

Gelombang EMF yang dipacarkan oleh Jaringan Telepon Selular berdampak

negatif terhadap kesehatan manusia, dampak tersebut memiliki efek dalam jangka

waktu pendek dan dalam jangka waktu panjang (The International EMF Project, May

1998). Efek Jangka pendek dan jangkan panjangnya adalah sebagai berikut :

1. Efek Jangka Pendek

Pemanasan jaringan terjadi sebagai interaksi antara energi frekuensi radio dan

tubuh manusia, sebagian besar energi diserap oleh kulit dan jaringan permukaan

lainnya, sehingga terjadi kenaikan suhu pada otak atau organ-organ tubuh lainnya.

2. Efek Jangka Panjang

Potensi gangguan kesehatan dalam jangka panjang dapat terjadi pada berbagai

sistem tubuh, antara lain sistem darah, sistem reproduksi, sistem saraf, sistem

kardiovaskular, sistem endokrin, psikologis, dan fisiologis (I Putu Mahardika et

al., 2008). Menurut Anies (2007) gelombang EMF dapat mengakibatkan efek

negatif terhadap sistem reproduksi laki-laki, perubahan ritme jantung, sistem

saraf, sistem endokrin, dan hipersensitivitas. Efek ini secara signifikan akan

berdampak negatif kepada orang-orang yang tinggal dalam radius 300 meter dari

BTS. Efek ini antara lain tendensi depressi, kelelahan otot, pola tidur terganggu,

dan kesulitan konsentrasi (Santini et al., 2002), juga dapat menyebabkan sakit

kepala (Netherlands Organization for Applied Scientific Research, TNO 2003),

dan masalah pada cardiovascular (Oberfeld Gerd et. al. 2004). Meningkat

Universitas Sumatera Utara

Page 49: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

30

terjadinya kanker terutama pada kaum wanita (Ronni Wolf dan Danny Wolf,

2004).

Sedangkan menurut NPRB ( The National Radiological Protection Board)

UK, Inggris, efek yang ditimbulkan oleh radiasi gelombang elektromagnetik dari

jaringan telepon selular dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Efek fisiologis, merupakan efek yang ditimbulkan oleh radiasi gelombang

elektromagnetik yang mengakibatkan gangguan pada organ-organ tubuh

manusia berupa kanker otak dan pendengaran, tumor, perubahan pada

janringan mata termasuk retina dan lensa mata, gangguan pada reproduksi,

hilang ingatan, dan pusing kepala.

2. Efek psikologi, merupakan efek kejiwaan yang ditimbulkan oleh radiasi

tersebut misalnya stress dan ketidakyamanan karena terkena radiasi

berulang-ulang.

2.4.2.2. Pengaruh gelombang EMF terhadap hewan

Paparan gelombang EMF juga akan memiliki efek kepada kehidupan

lingkungan lainnya, oleh sebab itu radiasi gelombang medan elektromagnetik saat

ini dimasukkan sebagai polutan dalam pengelolaan lingkungan hidup yang disebut

dengan “Electro Pollution” .

Pada jarak sampai 200 meter dari antena BTS dapat mengakibatkan ancaman

bagi kelangsungan kehidupan populasi satwa burung dan juga menghilangnya kupu-

kupu, lebah dan serangga lainnya dari habitatnya di sekitar antenna BTS (Goverment

of India Ministry of Communication & Information Technology Department of

Telecommunications). Disebutkan juga bahwa burung-burung kehilangan

Universitas Sumatera Utara

Page 50: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

31

kemampuan navigasinya akibat mengalami disorientasi dalam menentukan arah

sehingga burung-burung tersebut salah arah untuk kembali ke sarangnya.

2.4.3. Nilai ambang batas paparan radiasi EMF

Nilai ambang batas yang ditetapkan oleh ICNIRP (International Commission

on Non-Ionizing Radiation Protection) yang diakui oleh WHO (World Health

Organisation) dan yang ditetapkan oleh IEEE (Institute of Electrical and Electronics

Engineers) berdasarkan besarnya power density dalam satuan watt/m2 dan

berdasarkan besarnya paparan radiasi yang diserap oleh tubuh manusia yang

dinyatakan dengan SAR (Spesific Absortion Rate) dalam satuan w/kg. ICNIRP dan

IEEE menetapkan batas ambang untuk PD pada frekuensi 900 MHz. adalah sebesar

4,5 watt/m2 dan pada frekuensi 1.800 MHz. adalah 9 watt/m2 (IEEE Std C95.1, 1999)

sedangkan nilai ambang batas SAR adalah 1,6 watt/kg. Pada beberapa negara, nilai

batas ambang ini ditetapkan lebih kecil dari pada yang ditetapkan oleh WHO, seperti

negara Switzerland/Schweizer Bunndesrat menetapkan nilai ambang batas PD untuk

900 MHz. maupun untuk 1.800 MHz. adalah sebesar 0,001 watt/m2. Tabel 2.2.

memperlihatkan nilai ambang batas power density untuk beberapa negara.

Tabel 2.2. Nilai ambang batas power density untuk beberapa negara

Nama Negara/ Organisasi Dokumen

900 MHz 1800 MHz

Power Density

(W/m2)

Power Density

(W/m2)

International commision of non

ionizing radiation protection ICNIRP, 1998 4,5 9,0

International Institute of Electrical

and Electronic Engineer

IEEE, 1999

USA

6,0 12

European/European Committe for

Electro technical Standardization

CENELEC,

1995

4,5 9,0

Australia/Standard Association of

Australia AS/NSZ, 1998

2,0 2,0

Hungary/Hungarian Standard

Institution

Hungary, 1986 0,1 0,1

Universitas Sumatera Utara

Page 51: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

32

Lanjutan Tabel 2.2.

Nama Negara/ Organisasi Dokumen

900 MHz 1800 MHz

Power Density

(W/m2)

Power Density

(W/m2)

Belgium Belgium 1,1 2,4

Italy/Ministry of Enviroment Italy 1, 1998 1,0 1,0

Italy/Ministry of Enviroment Italy 2, 1998 0,1 0,1

Switzerland/Schweizer Bunndesrat NISV, 1999 0,001 0,001

Austria Local S vorGW

1998

0,001 0,001

Sumber : Report of the inter-ministerial Committee on EMF Radiation, Government of India Ministry of

Communications & Information Technology Department of Telecommunications, 25th Nov,2010.

Pada beberapa negara dapat terjadi bahwa power density radiasi EMF dari

antena BTS 10 kali lebih besar dari yang direkomendasikan (Saeid, 2015). Ini terjadi

karena operator cenderung melakukan penambahan daya pemancar BTS dengan

tujuan memperluas daerah cakupan, dengan demikian akan menghemat dana untuk

pembangunan menara BTS sehingga akan meningkatkan profit perusahaan operator

telepon selular (Mamilus et al., 2012)

2.4.4. Besarnya power density EMF yang dipancarkan antena BTS

Besarnya daya yang dipancarkan oleh sebuah antena BTS tergantung dari

besarnya daya pada pemancar, rugi-rugi daya disepanjang saluran antena, dan

penguatan antena. sebagai contoh pemodelan power density dapat dilakukan dengan

menggunakan perangkat lunak powersim dan juga dapat dilakukan dengan

menggunakan perangkat lunak estimataor yang dikeluarkan oleh ITU.

Menara antena BTS yang dibangun oleh tower provider biasanya

disewakan untuk digunakan oleh beberapa operator telepon seluler, sehingga paparan

radiasi yang terjadi merupakan akumulasi power density dari beberapa antena BTS

tersebut. Menurut ITU-BS.1698 (2005) total power density yang dipancarkan dari

Universitas Sumatera Utara

Page 52: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

33

sebuah menara antena BTS yang memiliki beberapa buah antena BTS adalah jumlah

dari seluruh power density antena-antena BTS tersebut, total power density (t)

tersebut adalah :

𝑡

= ∑ i

𝑛

𝑖=1

(2 .7)

dimana i adalah power density pada frekuensi fi (i = 1,2, .....n) dengan kondisi :

∑i

Li

𝑛

𝑖=1

≤ 1 (2 .8)

dimana Li adalah level referensi power density pada frekuensi fi (i = 1,2, .....n).

2.4.4.1.Pemodelan power density mengguakan powersim.

Pemodelan sederhana power density dengan menggunakan perangkat lunak

simulasi powersim dapat digambarkan sebagai berikut : sebuah pemancar dari

operator telepon selular memiliki daya sebesar 20 Watt, dipancarkan melalui antena

BTS dengan penguatan (gain) antena sebesar 18 dB dan losses (rugi-rugi daya) yang

terjadi disepanjang saluran sebesar 6 dB, sedangkan jumlah sinyal carrier yang

digunakan sebanyak tiga kanal (2 TCH, 1 BCCH). Nilai konduktivitas cairan otak

adalah 2,2380 (s/m) dan kerapatan massa cairan otak adalah 1010 (Kg/m3) (Ali and

Sudhabindu 2011). Paparan radiasi medan elektromagnetik yang diterima otak

manusia yang berada disepanjang radius 100 meter dari antena BTS tersebut adalah

: Total losses yang terjadi pada perangkat antena BTS adalah gain antena dikurangi

losses saluran antena = 18 dB - 6 dB = 12 dB. Besarnya daya keluaran (EIRP-

Effective Isotropically Radiated Power) antena BTS : 10 𝐿𝑜𝑔𝑋

20= 12 𝑑𝐵 X = 20

x 101,2 = 316 watt untuk 1 kanal, sehingga untuk ketiga kanal, BTS memancarkan 3

Universitas Sumatera Utara

Page 53: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

34

x 316 watt = 948 Watt. Dengan menggunakan persamaan 2.3, 2.5, dan 2.6. yang

dimasukkan pada simulasi powersim maka diperoleh diagram alir dan simpal kausal

seperti pada Gambar 2.7. dan 2.8. dan besarnya power density sebagai fungsi dari

jarak diperlihatkan pada Tabel 2.3. dan Gambar 2.9.

Redam an_Saluran Penguatan_Antena

em pat_pikonstanta

K_C airan_otakKM_Cairan_otak

Daya_Pem ancar

Daya_Pancar_BTS

Total_Penguatan

Daya_BTS_2

Daya_Dens ity

Kuat_Medan_Lis trik

SAR

R

N

Gambar 2.7. Diagram alir power density dari BTS

dalam bentuk persamaan, init R = 1

flow R = +dt*N

aux N = PULSE(1,1,1)

aux Daya_BTS_2 = Daya_Pancar_BTS/empat_pi

aux Daya_Density = Daya_BTS_2*(1/R^2)

aux Daya_Pancar_BTS = Daya_Pemancar*10^(Total_Penguatan/10)*3

aux Kuat_Medan_Listrik = SQRT(Daya_Density*konstanta)

aux SAR = (K_Cairan_otak*Kuat_Medan_Listrik^2)/KM_Cairan_otak

aux Total_Penguatan = Penguatan_Antena-Redaman_Saluran

const Daya_Pemancar = 20

const empat_pi = 4*3.17

const K_Cairan_otak = 2.2380

const KM_Cairan_otak = 1010

const konstanta = 377

const Penguatan_Antena = 18

const Redaman_Saluran = 6

Total Penguatan BTS

Penguatan AntenaRedaman Saluran

-+

Daya Pancar BTS

Daya Pemancar

+

+

Daya Density

Jarak Lokasi

-

-

Medan Listrik

+

SAR

+

+

+

+

+

+

-

Gambar 2.8. Diagram simpal kausal power density dari BTS

Universitas Sumatera Utara

Page 54: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

35

Tabel 2.3. Besarnya power density sebagai fungsi

dari jarak menggunakan powersim

R Power density 1 74,99

2 72,55

3 68,88

4 56,80

5 45,50

6 35,20

7 25,30

8 16,20

9 12,30

10 8,21

Dari Tabel 2.3. power density memiliki nilai yang berubah sebagai fungsi

dari jarak atau radius dari antena BTS, artinya semakin dekat dengan antena maka

semakin besar paparan radiasi . Semakin besar daya pancar maka semakin jauh

paparan radiasinya.

Gambar 2.9. Grafik power density sebagai fungsi dari jarak

2.4.4.2. Pemodelan power density menggunakan estimator ITU

Misalkan daya pada pemancar adalah 20 watt dan losses pada saluran

disepanjang antena sebesar 6 dB, sedangkan penguatan antena 18 dB (Gambar 2.10).

Besarnya daya yang dipancarkan antena adalah : penguatan antena dikurangi losses

pada saluran antena yaitu 20 dB – 3 dB = 17 dB sehingga daya keluaran antena adalah

75.668.6

54.7

35.5

20.412.4 9.03 6.8 5.9 5.2

0

10

20

30

40

50

60

70

80

1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00

P

D

J a r a k (m)

Universitas Sumatera Utara

Page 55: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

36

10 Log Pout/30 = 17 dB Pout = 30 x 101,7 = 1.504 Watt untuk 1 kanal trafik. Bila

menggunakan 3 carrier maka besarnya EIRP (Effective Isotropically Radiated

Power) untuk 1 sektor BTS tersebut adalah 3 x 1.504 Watt = 4.512 Watt.

Gambar 2.10. Daya yang dipancarkan oleh sebuah antena BTS

Dengan menggunakan perangkat lunak EMF estimator yang dikeluarkan

oleh ITU (International Telecommunication Union) maka diperoleh power density

sebesar 10,265 w/m2 (melebihi nilai ambang batas) untuk HRP = 10 dB dan VRP =

10 V/V. pada jarak 100 meter. Tabel 2.4. memperlihatkan besarnya power density

sebagai fungsi dari jarak dan Gambar 2.10. memperlihatkan perhitungan power

density menggunakan software estimator dari ITU.

Tabel 2.4. Besarnya power density sebagai fungsi dari jarak menggunakan estimator

Jarak (m) 10 30 50 70 90 110 130 150 160

PD (w/m2) 64.79 45.33 28.32 18.12 12.24 8.71 6.47 4.98 4.41

Dari Tabel 2.4. dan Gambar 2.11. terlihat besarnya power density sebagai

fungsi dari jarak untuk sebuah sinyal dari antena BTS dengan daya pemancar 30 watt,

penguatan antena 20 dB., rugi-rugi pada saluran sebesar 3 dB., tinggi antena 42

meter, dan kemiringin antena sebesar 60 derajat. Pemanvar tersebut akan

BTS

TCH

TCH

BCCH

20 dBi Gain

3 dB Loss

1.504 W

GSM 900

3 Carriers

daya Tx = 30 W

1.504 W

1.504 W

Total EIRP

= 4.512 W

Universitas Sumatera Utara

Page 56: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

37

menghasilkan power density pada jarak 10 meter dari antenna BTS sebesar 64,79

watt/m2 dan pada jarak 150 meter sebesar 4,98 watt/m2. Hal ini masih melebihi nilai

ambang batas yang ditetapkan oleh ICNIRP sebesar 4,5 watt/m2. Ambang batas

power density akan terpenuhi mulai dari jarak 160 meter dari antena BTS.

Gambar 2.11. Power Density dengan menggunakan software estimator ITU

Gambar 2.12. Kumulatif Paparan dari 2 buah antena BTS

Universitas Sumatera Utara

Page 57: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

38

Akumulasi power density terjadi bila ada lebih dari satu carrier pada sebuah antena

BTS atau terdapat lebih dari satu antena BTS pada sebuah menara BTS, sehingga

paparan EMF akan semakin besar pada daerah cakupan dari BTS tersebut seperti

yang diperlihatkan pada Gambar 2.12.

Antena BTS dengan pola sektoral memiliki penguatan 10-20 dBi, ini artinya

daya yang dipancarkan dapat 10 sampai dengan 100 kali lebih kuat dibandingkan

bila menggunakan antena omnidirectional (Mamilus A. et al., 2012). Biasanya

sebuah antena memiliki 1-5 buah carrier dimana setiap carrier mentransmisikan

daya sebesar 10-20 watt, sehingga satu operator dapat mentransmisikan daya 50-100

watt dan bila ada 3-4 operator dalam sebuah menara BTS, maka total daya yang

ditransmisikan dapat berkisar 200-400 watt. Bila menggunakan antena sektoral

(directivity) dengan penguatan antena sebesar 17 dB (dalam numerik sama dengan

50) maka daya yang dipancarkan dapat dalam KW.

2.5. Mitigasi Radiasi dari Antena BTS

Beberapa metode teknik mitigasi untuk mengurangi tingkat radiasi EMF

terhadap lingkungan hidup yang berada pada daerah cakupan menara BTS telah

direkomendasikan oleh ITU dengan mengeluarkan rekomendasi K.70.

2.5.1. Menurunkan kekuatan pemancar

Metode paling sederhana untuk mengurangi tingkat radiasi EMF dari antena

BTS adalah dengan mengurangi kekuatan pemancar. Metode ini menurunkan

kekuatan pemancar yang akan secara linear akan menurunkan power density pada

daerah cakupan antena BTS. Hal ini juga akan menurunkan kuadrat dari besarnya

medan listrik E. Kelemahan dari metode ini adalah berkurangnya daerah cakupan

Universitas Sumatera Utara

Page 58: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

39

dari BTS tersebut. Metode ini hanya digunakan bila hanya jika metode lain tidak

dapat diterapkan dengan berbagai alasan.

2.5.2. Menambah ketinggian antena

Sebuah antena BTS dibangun dengan ketinggian h meter dengan sudut

elevasi Ө diamati dan dilakukan pengukuran power density pada jarak x dari antena

dengan ketinggian pengukuran h’ seperti pada Gambar 2.13.

Gambar 2.13. Korelasi Power Density dengan tinggi antena BTS

dimana,

h = tinggi antena (meter)

x = jarak titik pengukuran (meter)

R = Jarak antena ke titik pengukuran (meter)

h’’ = h – h’

Besarnya power density pada titik pengukuran x adalah :

= 2,56

4𝜋𝐹(𝛳)

𝐸𝐼𝑅𝑃

𝑋2+ℎ"2 (2.9)

dimana,

𝛳 = tan−1 (ℎ"

𝑥)

𝐹(𝛳) = [𝐶𝑜𝑠(

𝜋

2 𝑆𝑖𝑛 )2

𝐶𝑜𝑠Ө]

EIRP (Equivalent Isotropically Radiated Power) = Pt Gt (watt)

Pt = daya pemancar (watt)

Gt = penguatan antenna

Universitas Sumatera Utara

Page 59: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

40

Melalui persamaan (2.9) dapat dilihat bahwa bila tinggi antena dinaikkan, maka

power density akan berkurang sehingga paparan radiasi juga akan berkurang. Dapat

juga dinyatakan bila antena dinaikkan maka sudut elevasi antena akan bergerak

berpindah sehingga paparan radiasi pada titik pengukuran semula akan berkurang

tetapi radius paparan radiasi EMF akan bertambah. Penurunan radiasi EMF ini terjadi

karena sudut elevasi berpindah ke bagian lain dari VRP (Vertical Radiation Pattern)

antena pemancar. Metode ini hanya dapat diterapkan jika kemungkinan untuk

menambah tinggi antena dapat dilakukan. Gambar 2.14. adalah grafik power density

sebagai fungsi dari jarak yang berkurang bila dilakukan penambahan tinggi antena

BTS.

K.70(07)_F.D.1

50 100 150 200 350 400 450250 3000

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

1.40

1.60

1.80

2.00

500

EMF-estimator

BSant_height_35mBSant_height_20m

Distance [m]0

Equivalent plane-wave

power density [mW/m ]2

Sumber : telecommunication standardization sector of ITU K.70 (6/2007)

Gambar 2.14. Distribusi power density untuk tinggi antena 20 m dan 35 m.

Distribusi power density seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.14.

menunjukkan penambahan ketinggian antena dapat menurunkan tingkat radiasi.

Pada gambar terlihat pada jarak 0 meter dengan tinggi antena 35 meter akan

mengalami pengurangan power density sebesar 3 kali dibanding dengan ketinggian

antena 20 meter (dari 1,75 mW/m2 menjadi 0,52 mW/m2).

Universitas Sumatera Utara

Page 60: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

41

2.5.3. Menurunkan kemiringan (downtilt) VRP

Menurunkan kemiringan (downtilt) antena BTS akan menurunkan power

density pada daerah daerah cakupan yang jauh dari menara BTS, tetapi akan

meningkatkan power density pada jarak yang sangat dekat dengan menara BTS,

sebagai contoh pada Gambar 2.15. antena BTS diturunkan kemiringannya dari 0

derajat menjadi 10 derajat yang mengakibatkan naiknya power density pada jarak

sampai dengan 400 meter dari antena BTS pada ground level, dan akan turun pada

jarak di atas 400 meter. Kelemahan dari metoda ini adalah dengan menurunkan

kemiringan antena BTS akan mengakibatkan luas daerah cakupan antena BTS akan

menjadi berkurang dan kelemahan lainnya adalah sulitnya melihat secara visual

penurunan kemiringan antena tersebut sehingga harus dilakukan secara elektrik.

K.70(07)_F.D.2

0

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

1.40

1.60

1.80

2.00

50 100 150 200 350 400 450 500250 300

Distance [m]EMF-estimator

BSant_downtilt_0°BSant_downtilt_10°

0

Equivalent plane-wave

power density [mW/m ]2

Sumber : telecommunication standardization sector of ITU K.70 (6/2007)

Gambar 2.15. Distribusi power density dengan metode downlitlt VRP antena BTS.

2.5.4. Mengatur directivity antena BTS

Menambah gain antena berhubungan dengan directivity antena, yaitu

kemampuan untuk memancarkan lebih dalam arah yang diinginkan (terutama

terhadap horizontal) dan untuk membatasi radiasi dalam arah lain. Antena directivity

digunakan untuk mengurangi radiasi ke arah yang diakses orang. Antena directivity

Universitas Sumatera Utara

Page 61: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

42

terkait erat dengan horizontal (HRP) dan vertikal (VRP). Perubahan antena pemancar

HRP, dibuat untuk melindungi orang terhadap radiasi khususnya pada area yang

berada dekat dengan antena BTS, akan tetapi akan mengurangi area cakupan.

Sebagai contoh tinggi antena: 35 meter, frekuensi: 947,5 MHz, daya pemancar 50

W, total atenuasi 2.34 dB, EIRP = 1038 W, maka grafik distribusi power densisty

sebagai fungsi dari jarak diperlihatkan pada Gambar 2.16.

Distance [m]

K.70(07)_F.D.4

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

1.40

1.60

1.80

2.00

BSant_gain_18_dBi BSant_gain_15.5_dBi

EMF-estimator

0

Equivalent plane-wave

power density [mW/m ]2

Sumber : telecommunication standardization sector of ITU K.70 (6/2007)

Gambar 2.16. Distribusi power density dengan gain antena yang berbeda.

Distribusi power density dengan gain antena yang berbeda seperti yang

diperlihatkan pada Gambar 2.16. menunjukkan perbandingan distribusi power

density sebagai fungsi dari jarak ke antena untuk dua kasus, yaitu stasiun GSM 900

dengan gain antena sebesar 18,0 dBi dengan 7,5° VRP (garis sambung) dan stasiun

yang sama menggunakan gain antena sebesar 15,5 dBi dengan 13° VRP (garis putus-

putus).

Universitas Sumatera Utara

Page 62: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

43

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kota Medan dengan mengambil data populasi

menara BTS untuk menggambarkan pemetaan antena BTS di kota Medan.

3.2. Populasi dan Sampel

Ada dua operator telepon seluler di kota Medan yang memiliki menara antena

BTS yang banyak, sehingga populasi menara antena BTS yang digunakan pada

penelitian ini berdasarkan data dari dua operator tersebut. Populasi yang diambil

pada penelitian ini tidak termasuk antena micro indoor, hanya antena macro. Satu

sampel antena diambil dari setiap menara antena BTS.

3.3. Parameter yang di ukur

Besaran yang diukur adalah koordinat BTS dan power density pada coverage

area dari BTS tersebut.

3.4. Alat Ukur yang Digunakan

Alat ukur yang digunakan adalah GPS merek Garmin tipe GPS MAP 64s dan

alat ukur power density merek Lutron tipe EMF-819

3.5. Tahapan Penelitian

Bagan alir dari penelitian ini digambarkan dengan diagram fishbone seperti pada

Gambar 3.1. Proses penelitian ini secara garis besarnya dilakukan dalam tiga tahap

utama, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

Page 63: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

44

1. Melakukan pemetaan koordinat menara antena BTS, pengukuran power

density pada jarak sekitar 100 meter dari menara antena BTS tersebut.

2. Membuat parameter-parameter yang berhubungan dengan jaminan

koneksitas komunikasi mobile station, biaya pembangunan yang minimum,

dan pengalihan hubungan komunikasi terkait dengan ambang batas PD di

suatu BTS

3. Membuat model matematis topologi menara antena BTS dengan

mepertimbangkan ambang batas power density sebagai batasan syarat aman

terhadap lingkungan hidup khususnya terhadap kesehatan masyarakat.

Gambar 3.1. Bagan Alir Fishbone Metode Penelitian

3.6. Metode Pengukuran

Pengukuran dilakukan pada lokasi BTS sesuai dengan koordinat masing-

masing menara BTS yang digunakan oleh kedua operator telepon seluler. Besaran

yang diukur adalah kuat medan listrik (E) pada area menara antena BTS tersebut.

Hasil pengukuran tersebut dikonversikan kebesaran power density dengan

menggunakan rumus (2.3). Pengukuran dilakukan untuk satu buah antena directional

atau satu buah antena sektoral untuk masing-masing menara antena BTS setiap

operator, sehingga jumlah antena yang dilakukan pengukurannya untuk kedua

CTND-PD

Ambang batas PD

Model Topologi Jaringan Antena BTS Ramah

Lingkungan

Menara BTS F C A

Power density Meter, dan GPS

Power Density

Koordinat BTS

BTSL

Biaya minimal

Jaminan Koneksitas

Universitas Sumatera Utara

Page 64: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

45

operator seperti pada Tabel 3.1. Jumlah seluruh antena pada menara antena ke dua

operator sebanyak 2.498 antena dan jumlah seluruh sampel yang diambil dari kedua

operator adalah sebanyak 690 antena, dan antena pengukuran kuat medan dilakukan

pada seluruh antena sampel pada jarak sekitar 100 meter dari antena BTS.

Tabel 3.1. Jumlah sampel antena BTS

Operator GSM 900 GSM 1800

Real Sampel Real Sampel

A 614 186 546 183

B 816 229 522 92

Jumlah 1430 415 1068 275

3.7. Rancangan Model

Antena BTS harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga dapat mencakup

daerah geografis yang memenuhi kualitas layanan pemakai telepon selular. Namun

pada umumnya dalam pemodelan BTSL diformulasikan dengan meminimumkan

biaya, yang mencakup biaya instalasi dan peralatan. Dalam literatur, persoalan

penentuan lokasi BTS memiliki kesamaan dengan persoalan penempatan fasilitas,

oleh karena itu persoalan BTSL dapat dimodelkan sebagai persoalan Program Linier

Cacah Campuran (PLCC) BTSL atau yang dikenal dengan Mixed Integer Linear

Programming (MILP). Nilai cacah atau integer disini dikaitkan dengan variabel

bernilai 0-1. dengan pemahaman bahwa variabel bernilai 1 berarti di lokasi tersebut

dapat ditempatkan BTS, nilai 0 jika tidak. Dalam beberapa literatur seperti, George

dan Laurence (1988), Mirchandani dan Francis (1990), dan Rappaport (1996) dapat

diperoleh secara rinci tentang optimasi jaringan. Model PLCC yang berkenaan

dengan BTS diajukan oleh Mathar dan Niersen (2000).

Kata topologi jaringan mengandung konotasi bahwa BTS yang telah

ditempatkan harus dihubungkan dengan jaringan tetap, dalam model ia dinyatakan

Universitas Sumatera Utara

Page 65: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

46

dalam bentuk minimum biaya. Koneksi antara BTS dan jaringan tetap pada model

yang dibuat dapat terjadi melalui switch jaringan setelah melalui hub atau langsung

melalui switch seperti pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Hubungan antar BTS pada model

Koneksi antara BTS i dan BTS j dilakukan melalui hub atau melalui switch.

Jadi persoalan demikian ini juga dikenal sebagai persoalan Rancangan Jaringan (RJ)

yaitu memilih opsi dengan biaya minimum terhadap kumpulan BTS terlokasi (Dutta

dan Kubat, 1999; Kubat dan Smith, 2000).

Seperti yang telah disampaikan terdahulu bahwa tujuan dari rancangan

topologi jaringan (RTJ) adalah mampu mencakup daerah geografis sehingga dapat

memberi layanan berkualitas terhadap permintaan pemakai atau Frequency Channel

dengan mempertimbangkan perlindungan lingkungan hidup. Cakupan dipenuhi oleh

penempatan antena BTS untuk suatu daerah, yang dalam hal ini dinyatakan sebagai

persoalan BTSL. Jadi BTSL dapat didefenisikan sebagai persoalan pemilihan, dari

kelompok calon lokasi BTS, yaitu sub-kelompok berbiaya minimum yang mampu

mencakup semua daerah geografis dan aman terhadap lingkungan. Karena persoalan

RTJ mengemukakan persoalan BTSL dan RJPD, penyelesaiannya yang terkait

dengan variabel BTSL dinyatakan oleh keseimbangan antara biaya minimum sub-

kelompok BTS dan sub-kelompok BTS yang dapat terhubung dengan jaringan tetap

pada biaya minimum. Karena itu, biaya minimum sub-kelompok BTS yang

dihasilkan oleh penyelesaian RJPD tidak perlu sama seperti yang diberikan oleh

Hub

Switch

BTS BTS

3

2

2 1

Universitas Sumatera Utara

Page 66: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

47

penyelesaian BTSL, sehingga penyelesaian RJPD lebih baik atau setidak-tidaknya

sama dengan jumlah penyelesaian persoalan BTSL dan RJPD.

Dalam pemodelan ini, ada kaitan antara BTSL dengan FC, hal demikian perlu

dilakukan agar dapat tercapai pemenuhan kualitas layanan seperti yang diharapkan

pemakai. Jadi untuk tipe BTS terpilih harus dapat menerima FC yang cukup untuk

melayani permintaan. Persoalan demikian ini dinyatakan sebagai persoalan FCA,

yaitu membagi FC yang tersedia untuk seluruh sistem. Pada umumnya secara teoritis,

jumlah channel tidak cukup untuk melayani permintaan seluruh pemakai, berarti FC

harus dipakai ulang (reuse) dalam BTS berbeda. Namun pemakaian ulang frekuensi

mengakibatkan persoalan gangguan (interferensi) co-channel yang dapat terjadi

apabila BTS tetangga memakai FC yang sama, sehingga model yang dihasilkan harus

mampu mencegah gangguan co-channel dengan menghindari BTS tetangga

membagi channel frekuensi sama.

Terdapat hal lain selain gangguan co-channel, yaitu persoalan gangguan dari

channel terdekat dan untuk mengatasi ini, dalam model diajukan jarak frekuensi

tertentu antara pasangan FC yang diperuntukkan pada suatu BTS terpilih. Jadi secara

teoritis, untuk melayani permintaan FC yang diperlukan BTS maka diperlukan FCA

yang bertujuan untuk memaksimumkan pemakaian spektrum frekuensi dengan

mempertimbangkan tingkat gangguan yang masih dapat diterima. Pada dasarnya,

persoalan FCA dapat diselesaikan dalam suatu model tersendiri. Seperti yang

biasanya dilakukan oleh perusahaan telepon selular yaitu dengan cara membuat

model terpisah antara persoalan BTSL dan FCA, namun cara demikian dapat

menghasilkan penyelesaian RJ yang buruk.

Model jaringan telepon seluler yang dirancang, mempertimbangkan efesiensi

pemilihan lokasi BTS dengan tingkat keberhasilan koneksi yang optimal melalui

Universitas Sumatera Utara

Page 67: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

48

pengaturan FCA. Serta juga mepertimbangkan power density untuk perlindungan

lingkungan hidup pada daerah daerah cakupan menara antena BTS.

Gambar 3.3. Flowchart rancangan model

Flow chart blok rancangan model ini seperti pada Gambar 3.3. Pada

flowchart dapat dilihat bahwa awal terjadinya sebuah koneksi pada jaringan telepon

seluler antara BTS j dengan BTS i dilakukan dengan pemilihan BTS i. Kemudian

melakukan koneksi dengan hub j dengan pemilihan biaya yang efisien, bila BTS

yang dituju tidak berada pada lokasi hub j maka hub j melakukan koneksi dengan

ya

Power density

Inisialisasi

tdk

tdk tdk

ya ya

Pilih BTS i

Hub j

Switch k

R > Rpeak

i = i’

Drop Call

Selesai

Koneksi ke BTS j

BTSL j – BTS i = R

i’= i + 1 FCA

Universitas Sumatera Utara

Page 68: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

49

switch k dengan pemilihan biaya yang efisien. Memeriksa ketersediaan FCA

dilakukan setelah koneksi BTS i dengan hub j dan atau koneksi hub j dengan switch

k berhasil dilakukan. Kemudian menghitung jarak (R) BTS j dengan BTS i, bila

jarak tersebut lebih kecil dari Rpeak (jarak yang dilarang karena power density () nya

lebih besar dari nilai ambang batas, efek negatif terhadap lingkungan hidup) maka

dilakukan kembali pemilihan BTS pengganti BTS i yaitu BTS i’. Bila jarak BTS j

dengan BTS i lebih besar dari Rpeak (jarak yang diperbolehkan karena power density

() nya tidak melebihi nilai ambang batas, aman bagi lingkungan hidup) maka BTS

j terkoneksi dengan BTS i.

3.8. Program Linear

Program Linear merupakan metode matematika untuk mengalokasikan

sumber daya yang biasanya terbatas supaya mencapai hasil yang optimal, misalnya

memaksimumkan keuntungan atau meminimumkan biaya. Oleh karena itu program

linear banyak dipergunakan dalam menyelesaikan masalah-masalah antara lain

ekonomi dan industri.

Para pengambil keputusan sering menghadapi masalah dalam menentukan

alokasi sumber daya yang terbatas karena mereka menginginkan hasil yang

seoptimal mungkin. Dengan menggunakan model program linear, para pengambil

keputusan dapat memprediksi hasil yang akan diperolehnya.

Bentuk umum model program linear adalah :

Max (min) Ž = ∑cj xj

Kendala ∑aj xj (≤,=,≥) bi, ( i=1,2….m)

xj ≥ 0, ( j=1,2….m)

dimana

xj : banyaknya kegiatan j (j=1,2…..n)

Universitas Sumatera Utara

Page 69: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

50

Ž : nilai fungsi tujuan

cj : sumber per unit kegiatan, untuk masalah memaksimalkan, cj menunjukkan

keuntungan per unit kegiatan, sedangkan untuk kasus meminimalkan, cj

menunjukkan biaya per unit perkegiatan

bi : besarnya sumber daya i (i = 1,2, …… ,m) aij

aij : banyaknya sumber daya i yang dipakai sumber daya j.

3.8.1. Program integer

Pada masalah program linear penyelesaian optimalnya dapat berupa bilangan

real yang berarti penyelesaian bisa berupa bilangan pecahan. Untuk penyelesaian

yang berbentuk pecahan jika mengalami pembulatan ke integer terdekat maka hasil

yang diperoleh bisa menyimpang jauh dari yang di harapkan. Akan tetapi banyak

permasalahan dikehidupan nyata yang memerlukan penyelesaian variabel,

keputusannya berupa integer sehingga harus dicari model penyelesaian masalah

untuk memperoleh penyelesaian integer yang optimum. Program integer

merupakan program pengembangan dari program linear dimana beberapa atau semua

variabel keputusannya harus berupa integer. Jika hanya sebagian variabel

keputusannya merupakan integer maka disebut program integer campuran (mixed

integer programming ) . Jika semua variabel keputusannya bernilai integer disebut

program integer murni (pure integer programming). Sedangkan Program integer 0-

1 merupakan bentuk program integer dimana sebuah variabel keputusannya harus

bernilai integer 0 atau 1 (binary)

Bentuk umum model program integer adalah :

Max(min) Ž = ∑ cj xj

Kendala ∑aij xj(≤,=,≥) bi, (i=1,2….m)

xj ≥ 0, (j=1,2….m)

xj bernilai integer untuk beberapa atau semua j

Universitas Sumatera Utara

Page 70: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

51

Bentuk umum model program integer 0-1 adalah :

Max(min) Ž = ∑ cj xj

Kendala ∑aij xj(≤,=,≥) bi, (i=1,2….m)

Xj = 0 atau xj = 1 , (j=1,2,,n)

Sedangkan bentuk umum dari model mixed integer linear programming (Hoffman

dan Ralphs, 2012) adalah :

Max ∑ 𝑐𝑗𝑥𝑗 + ∑ 𝑐𝑗

𝑗𝐼

𝑥𝑗 + ∑ 𝑐𝑗𝑥𝑗

𝑗𝑐𝑗𝐵

dengan batasan,

∑ 𝑎𝑖𝑗𝑥𝑗 + ∑ 𝑎𝑖𝑗𝑥𝑗 𝑗𝐼𝑗𝐵

+ ∑ 𝑎𝑖𝑗𝑥𝑗

𝑗𝑐

≤=≥

𝑏𝑖∀𝑖 𝑀

Kendala,

𝑙𝑗 ≤ 𝑥𝑗 ≤ 𝑢𝑗 ∀𝑗 𝑁 = 𝐵 ∪ 𝐼 ∪ 𝐶

𝑥𝑗 0,1 ∀𝑗 𝐵,

𝑥𝑗 ℤ ∀𝑗 𝐼, 𝑑𝑎𝑛

𝑥𝑗 ℝ ∀𝑗 𝐶.

3.8.2. Metode solusi dalam integer programming pendekatan pembulatan

Suatu metode yang sederhana dan kadang-kadang praktis untuk

menyelesaikan integer programming adalah dengan membulatkan hasil variabel

keputusan yang diperoleh melalui LP. Pendekatan ini mudah dan praktis dalam hal

usaha, waktu dan biaya yang diperlukan untuk memperoleh suatu solusi. Bahkan

pendekatan pembulatan dapat merupakan cara yang sangat efektif untuk masalah

integer programming yang besar dimana biaya-biaya hitungan sangat tinggi atau

untuk masalah nilai-nilai solusi variabel keputusan sangat besar.

Universitas Sumatera Utara

Page 71: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

52

Contoh : pembulatan nilai solusi jumlah pensil yang harus diproduksi dari 14.250,2

menjadi 14.250,0 semestinya dapat diterima. Namun demikian sebab utama

kegagalan pendekatan ini adalah bahwa solusi yang diperoleh mungkin bukan solusi

integer optimum yang sesungguhnya. Dengan kata lain, solusi pembulatan dapat

lebih jelek dibanding solusi integer optimum yang sesungguhnya atau mungkin

merupakan solusi tak layak. Ini membawa konsekuensi besar jika jumlah produk-

produk seperti pesawat angkut komersial atau kapal perang yang harus diproduksi

dibulatkan kebilangan bulat terdekat. Tiga masalah berikut disajikan untuk

mengilustrasikan prosedur pembulatan :

Masalah 1

Maksimumkan Ž=100X1 + 90 X2

Dengan syarat 10 X1 + 7 X2 ≤ 70

5 X1 + 10 X2 ≤ 50

X1 + X2 ≥ 0

Masalah 2

Minimumkan Ž = 200X1 + 400 X2

Dengan syarat 10 X1 + 25 X2 ≥ 100

3X1 + 2X2 ≥ 12

X1 ; X2 ≤ 0

Masalah 3

Maksimumkan Ž = 80 X1 + 100 X2

Dengan Syarat 4X1 + 2X2 ≤ 12

X1 + 5X2 ≤ 15

X1 + X2 ≤ 0

Universitas Sumatera Utara

Page 72: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

53

Perbandingan antara solusi dengan metode simplek tanpa pembatasan

bilangan bulat, pembulatan kebilangan bulat terdekat dan solusi integer optimum

yang sesungguhnya untuk ketiga masalah tersebut seperti pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Tabulasi penyelesaian masalah program integer

No. Masalah Solusi dengan metode simpleks

Dengan Pembulatan terdekat

Bulat Optimum yang sesungguhnya

1 Ž=100X1 + 90 X2 Syarat : 10 X1 + 7 X2 ≤ 70 5 X1 + 10 X2 ≤ 50 X1; X2 ≥ 0

X1 = 5,38 X2 = 2,31 Z = 746,15

X1 = 5 X2 = 2 Z = 680

X1 = 7 X2 = 0 Z = 700

2 Ž = 200X1 + 400 X2

Syarat : 10 X1 + 25 X2 ≥ 100 3X1 + 2X2 ≥ 12 X1 ; X2 ≥ 0

X1 = 1,82 X2 = 3,27 Z = 1.672,73

X1 = 2 X2 = 3 Z = tak layak

X1 = 3 , X2 = 3 X1 = 5, X2 = 2 Z = 1.800

3 Ž = 80 X1 + 100 X2 Syarat : 4X1 + 2X2 ≤ 12 3X1 + 5X2 ≤ 15 X1; X2 ≥ 0

X1 = 2,14 X2 = 1,71 Z = 343

X1 = 2 X2 = 2 Z = tak layak

X1 = 0 X2 = 3 Z= 300

Masalah pertama adalah masalah maksimasi, dimana solusi pembulatan

menghasilkan keuntungan 680, hanya lebih kecil 20 dibanding yang dihasilkan solusi

bulat optimum 700. Masalah kedua adalah masalah minimasi dimana solusi

pembulatan adalah tak layak. Ini menunjukkan bahwa meskipun pendekatan adalah

sederhana, namun kadang-kadang menyebabkan solusi tak layak. Untuk mencegah

ketidaklayakan, nilai solusi simplek dalam masalah minimasi harus dibulatkan ke

atas, misalnya pada masalah kedua jika solusi dibulatkan ke atas diperoleh X1 = 2

dan X2 = 4 dan merupakan solusi layak. Sebaliknya, pada masalah maksimasi nilai

solusi simplek semestinya dibulatkan ke bawah.

Pada masalah ketiga, solusi pembulatan juga tak layak. Namun, seperti dalam

masalah minimasi, jika solusi simpleknya X1 = 2,14 dan X2 = 1,71 dibulatkan ke

Universitas Sumatera Utara

Page 73: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

54

bawah menjadi X1 = 2 dan X2 =1, maka solusinya menjadi layak, ini dapat dibuktikan

dengan meneliti masing-masing kendala model dengan nilai variabel keputusan yang

dibulatkan ke bawah.

Suatu metode yang serupa dengan pendekatan pembulatan adalah prosedur

coba-coba (trial and error). Dengan menggunakan cara ini, pengambil keputusan

mengamati solusi Integer dan memilih solusi yang mengoptimumkan nilai fungsi

tujuan. Metode ini sangat tidak efektif jika masalahnya melibatkan sejumlah besar

kendala dan variabel, terlebih lagi memeriksa kelayakan setiap solusi yang

dibulatkan memakan banyak waktu.

3.8.3. Pendekatan Grafik

Masalah Integer Programming yang melibatkan hanya 2 (dua) variabel dapat

diselesaikan secara grafik. Pendekatan ini identik dengan metode grafik LP dalam

semua aspek, kecuali bahwa solusi optimum harus memenuhi persyaratan bilangan

bulat. Mungkin pendekatan termudah untuk menyelesaiakan masalah integer

programming dua dimensi adalah dengan menggunakan kertas grafik dan

menggambarkan sekumpulan titik-titik integer dalam ruang solusi layak. Masalah

berikut akan diselesaikan dengan pendekatan grafik.

Maksimumkan Z = 100X1 + 90X2

Dengan syarat 10X1 + 7X2 < 70

5X1 + 10X2 < 50

X1 ; X2 non negative integer

Model ini serupa dengan mode LP biasa. Perbedaannya hanya pada kendala terakhir

yang mengharapkan bahwa variabel terjadi pada nilai non negative integer. Solusi

grafik masalah ini ditunjukkan pada Gambar 3.4.

Universitas Sumatera Utara

Page 74: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

55

B

C

Gambar 3.4. Solusi Grafik Masalah

Ruang solusi layak adalah OABC. Solusi optimum masalah LP ditunjukkan pada

titik B, dengan X1 = 5,38 dan X2 = 2,31 serta Z =746,15. Untuk mencari solusi integer

optimum masalah ini, garis Z (slope = -9/10) digeser secara sejajar dari titik B

menuju titik asal. Solusi integer optimum adalah titik integer pertama yang

bersinggungan dengan garis Z. Titik itu adalah A, dengan X1 =7 dan X2 = 0 serta Z =

700.

3.8.4. Pendekatan Gomory

Suatu prosedur sistematik untuk memperoleh solusi integer optimum tehadap

pure integer programming pertama kali dikemukakan oleh R.E. Gomory . Ia

kemudian memperluas prosedur ini untuk menangani kasus yang lebih sulit yaitu

mixed integer programming. Langkah-langkah prosedur Gomory diringkas sebagai

berikut :

1. Selesaikan masalah integer programming dengan menggunakan metode simplek.

Jika masalah sederhana, dapat diselesaikan dengan pendekatan grafik, sehingga

pendekatan Gomory kurang efisien.

A

5

10

X2

X1 0 7 10

5 X1 + 10 X2 = 50

Z = 746,15

10 X1 + 7 X2 = 70

Z = 700

Universitas Sumatera Utara

Page 75: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

56

2. Periksa solusi optimum. Jika semua variabel basis memiliki integer, solusi

optimum integer optimum integer telah diperoleh dan proses telah berakhir. Jika

satu atau lebih variabel basis masih memiliki nilai pecah, teruskan ke tahap 3.

3. Buatlah suatu skala Gomory ( Suatu bidang pemotong atau cutting plane ) dan

cari solusi optimum melalui prosedur dual simplek, kembali ke tahap 2.

3.8.5. Kendala Gomory ( Pure Integer Programming )

Tabel 3.3. Optimum masalah LP dengan metoda Gomory

Basis Xi 1)

Xm Wj 2)

Wn solusi

Z 0… 0 C1…. Cn b0

Xi 1… 0 a11 a1n b1

Xm 0 1 am1 amn b1

1) Variabel Xi ( i = 1, ….., m) menunjukan variabel basis.

2) Variabel Wj ( j = 1, ….., n) adalah variabel non bebas

Pada persamaan ke i, variabel Xi diasumsikan bernilai non integer

Xi = bi - ∑aij wj, dimana b non integer.

Pisahkan bi dan aij menjadi bagian yang bulat dan bagian yang pecah non negative

seperti berikut :

bi = bi + fi jadi fi = bi – bi , dimana 0 < f i < 1

aij = aij + fij jadi fij = aij – aij , dimana 0 < f ij < 1

3.8.6. Metode Branch dan Bound

Metode Branch dan Bound merupakan kode komputer standar untuk integer

programming dan penerapan-penerapan dalam praktek tampaknya menyarankan

bahwa metode ini lebih efisien dibanding dengan pendekatan Gomory. Teknik ini

dapat diterapkan baik untuk masalah pure maupun mixed integer programming.

Universitas Sumatera Utara

Page 76: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

57

Langkah-langkah metode Branch dan Bound untuk masalah maksimasi dapat

dilakukan sebagai berikut :

1. Selesaikan masalah LP dengan metode simplek biasa tanpa pembatasan

bilangan bulat.

2. Teliti solusi optimumnya, jika variabel basis yang diharapakan bulat adalah

bulat, solusi optimum telah tercapai. Jika satu atau lebih variabel basis data yang

diharapkan bulat ternyata tidak bulat, lanjutkan ke langkah 3.

3. Nilai solusi pecah yang layak dicabangkan ke dalam sub-sub masalah.

Tujuannya adalah untuk menghilangkan solusi kontinyu yang tidak memenuhi

persyaratan bulat dalam masalah itu. Pencabangan itu dilakukan melalui

kendala-kendala mutually exclusive yang perlu untuk memenuhi persayaratan

bulat dengan jaminan tidak ada solusi bulat layak yang diikutsertakan.

4. Untuk setiap sub-masalah, nilai solusi optimum kontinyu fungsi tujuan

ditetapkan sebagai batas atas. Solusi bulat terbaik menjadi batas bawah (pada

awalnya, ini adalah solusi kontinyu yang dibulatkan ke bawah). Sub-sub

masalah yang memiliki batas kurang dari batas bawah yang ada tidak

diikutsertakan pada analisa selanjutnya. Suatu solusi bulat layak adalah sama

baik atau lebih dari batas atas untuk setiap sub masalah yang dicari. Jika solusi

yang demikian terjadi, suatu sub masalah dengan batas atas terbaik dipilih untuk

dicabangkan, kembali ke langkah 3.

Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang metode Branch dan Bound,

disajikan sebuah contoh masalah berikut,

Maksimumkan Z = 3X1 + 5X2

Dengan syarat 2X1 + 4X2< 25

X1< 8

Universitas Sumatera Utara

Page 77: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

58

2X2 <10

X1 ; X2 non negative integer

Solusi optimum kontinyu masalah ini adalah X1 =8, X2 = 2,26 dan Z =35,25. Solusi

ini menunjukkan batas awal. Batas bawah adalah solusi yang dibulatkan ke bawah

X1 =8, X2 = 2 dan Z = 34 dalam metode Branch dan Bound, masalah itu dibagi ke

dalam dua bagian untuk mencari nilai solusi bulat yang mungkin dibagi X1 dan X2.

Untuk melakukan ini, variabel dengan solusi pecah yang memiliki bagian pecah

terbesar dipilih. Karena pada solusi ini hanya X2 yang memiliki bagian pecahan, ia

dipilih. Untuk menghilangkan bagian pecah dari nilai X2 = 2,25, dua kendala baru

dibuat. Kendala-kendala ini mewakili dua bagian baru dari masalah itu. Dalam hal

ini, dua nilai bulat terdekat terhadap 2,25 adalah 2 dan 3. sehingga diperoleh dua

masalah baru melalui dua kendala mutually exclusive, X2 < 2 dan X2 > 3, yang akan

diuraikan berikut ini sebagai bagian dari A dan B. Kendala-kendala ini secara efektif

menghilangkan semua nilai pecah yang mungkin bagi X2, antara 2 dan 3.

Pengaruhnya mereka mengurangi ruang solusi layak sedemikian rupa sehingga

angka solusi bulat yang dievakuasi pada masalah ini semakin sedikit.

Bagian A

Maksimumkan Z = 3X1 + 5X2

Dengan syarat 2X1 + 4X2 < 25

X1 < 8

2X2 < 10 (berlebih)

X2 < 2

X1; X2 ≥ 0

Bagian B

Maksimumkan Z = 3X1 + 5X2

Dengan syarat 2X1 + 4X2 < 25

X1 < 8

2X2 < 10

Universitas Sumatera Utara

Page 78: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

59

X2 ≥ 3

X1; X2 ≥ 0

Bagian A : X1 = 8 ;X2 = 2 ; dan Z = 34,

Bagian B : X1 = 6, 5 ; X2 = 3 ; dan Z = 34, 5.

Bagian A menghasilkan suatu solusi yang semuanya bulat. Untuk bagian A batas

atas dan bawah adalah Z = 34. Solusi pecah bagian B membenarkan pencarian lebih

lanjut karena menghasilkan nilai fungsi tujuan yang lebih besar dari batas atas bagian

A. Sangat mungkin bahwa pencarian lebih lanjut dapat menghasilkan suatu solusi

yang semuanya bulat dengan nilai fungsi tujuan melebihi batas atas bagian A = 34.

Bagian B dicabangkan ke dalam dua sub bagian b1 dan b2 pertama dengan kendala

X1 ≤ 6 dan yang lainnya dengan X2 ≥ 7. Kedua sub masalahnya dinyatakan sebagai

berikut :

Sub bagian B1

Maksimumkan Z= 3X + 5X2

Dengan syarat 2X1 + 4X2 ≤ 25

X1 ≤ 8 (berlebih)

2X2 ≤ 10

X2 ≥ 3

X1 ≤ 6

X1 ; X2 ≥ 0

Sub Bagian B2

Maksimumkan Z = 3X1 + 5X2

Dengan syarat 2X1 + 4X2 ≤ 25

X1 ≤ 8

2X2 ≤ 10

X2 ≥ 3

X1 ≥ 7

X1 ;X2 ≥ 0

Solusi simpleksnya adalah :

Universitas Sumatera Utara

Page 79: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

60

Sub-bagian B1 : X1= 6 , X2 =3,25 dan Z = 34,25

Sub bagian B2 : tidak layak

Karena sub-bagian B1 menghasilkan nilai fungsi tujuan yang lebih besar dari

34 batas atas bagian A, maka harus dicabangkan lagi ke dalam dua sub

masalah, dengan kendala X2 ≤ 3 dan X2 ≥ 4. Kedua kendala sub masalah

diberi nama bagian B1a dan B1b

Bagian B1a

Maksimumkan Z = 3X1 + 5X2

Dengan Syarat 2X1 + 4X2 ≤ 25

X1 ≤ 8

2X2 ≤ 10

X2 ≥ 3

X1 ≤ 6

X1 ; X2 ≥ 0

Bagian B1b

Maksimumkan Ž=3X1 + 5X2

Dengan syarat 2X1 + 4X2 ≤ 25

2 X2 ≤ 10

X2 ≥ 3 (berlebih)

X2 ≥ 4

X1 ≤ 6

X1 ; X2 ≥ 0

Solusi optimum dengan metode simpleks adalah :

Sub Bagiab B1a ; X1 = 6, X2 = 3 dan Z = 33

Sub bagian B1b : X1 = 4,25, X2 = 4 dan Z = 33,5

Kedua solusi itu memiliki batas atas (Z = 33 dan Z = 33,5) yang lebih buruk

dibanding dengan solusi yang dihasilkan oleh bagian A. karena itu, solusi bulat

optimum adalah X1 = 8, X2 = 2 dan Z = 34 yang dihasilkan oleh bagian A.

Universitas Sumatera Utara

Page 80: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

61

Jika pencarian telah diselesaikan, solusi bulat dengan fungsi tujuan tertinggi

(dalam masalah maksimasi) dipilih solusi optimum. Hasil perhitungan di atas dapat

digambarkan pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5. Hasil Perhitungan dengan Metoda Branch dan Bound

Universitas Sumatera Utara

Page 81: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

62

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pemodelan Matematis

Kerangka dasar model yang dirumuskan untuk Cellular Topological

Network Design (desain topologi jaringan seluler) adalah dengan

mempertimbangkan power density (CTND - PD). Model yang dirumuskan dalam

penelitian ini didasarkan pada Mazzini et al. (2001) . Namun demikian, pada Model

yang mereka buat, hanya melakukan integrasi lokasi BTS , Frequency Channel

Assigment (FCA ) dan desain jaringan. Mereka tidak memasukkan pertimbangan

tentang efek radiasi EMF terhadap lingkungan hidup yang bersumber dari antena

BTS tersebut ke dalam model yang mereka lakukan.

4.1.1. Model power density

Pada Penelitian ini juga dilakukan penyelidikan banyaknya antena BTS di

kota Medan yang memiliki power density melebihi nilai ambang batas (4,5 watt/m2

untuk frekuensi 900 MHz. dan 9 watt/m2 untuk frekuensi 1.800 MHz.). Efek negatif

terhadap lingkungan hidup akan lebih berbahaya bila besarnya power density

melebihi nilai ambang batas. Bahaya yang dapat diakibatkan oleh power density yang

melebihi nilai ambang batas terhadap lingkungan hidup di kota Medan diantaranya

seperti yang tertera pada Tabel 4.2. dan besar, luas, serta banyaknya antena BTS

yang telah melampaui nilai ambang batas power density di kota Medan seperti yang

dapat dilihat pada Gambar 4.2., 4.3., 4.4., dan Tabel 4.1.

Ada tiga model numerik yang berhubungan dengan power density yang

dapat digunakan untuk menentukan zona eksklusi di sekitar BTS pada Global System

Universitas Sumatera Utara

Page 82: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

63

of Mobiles (GSM), yaitu model Far Field, model Silinder, dan model Non -

vanishing (Bikram, 2014). Menurut Komisi Internasional tentang Perlindungan

terhadap Non Radiasi Pengion (ICNIRP-International Commission on Non-Ionizing

Radiation Protection, 1998) radiasi yang dipancarkan dari BTS harus berada di

bawah nilai ambang batas power density ( < 4,5 watt/m2 untuk frekuensi 900 MHz.

dan < 9 watt/m2 untuk frekuensi 1.800 MHz.) radiasi tidak berbahaya bagi

lingkungan hidup. Dengan menggunakan model Far Field (Gambar 4.1), power

density (ρ) dapat dinyatakan sebagai berikut (ITU-K70, 2007) :

24

PG

R

watt/m2 (4.1.)

dimana,

ρ = power density (w/m2)

P = daya yang dipancarkan antena (watt)

G = penguatan antena

R = jarak dari antena (m)

sumber ITU-R BS.1698 (2005)

Gambar 4.1. Tiga zona power density pada antena parabolik

Pada model ini, dapat dikatakan bahwa radiasi medan elektromagnetik

yang dipancarkan antena BTS akan mencakup seluruh daerah R yang merupakan

radius atau jari-jari dari sinyal EMR yang dipancarkan antena BTS dengan pusat

pancaran adalah antena BTS itu sendiri. Model ini akan hanya berlaku untuk daerah

B1

C B A

Transition zone

D

Near field zone Far field zone

Feed

A = 0,25 D2/ B1 = 0,6 D2/ B = B1 - A C > B1

Universitas Sumatera Utara

Page 83: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

64

medan yang jauh (far field region) dengan jarak melebihi 2D2/λ, dimana D adalah

dimensi maksimum dari antena dan λ adalah panjang gelombang yang dipancarkan

antena BTS. Nilai ambang batas minimum dari power density dilakukan dengan

membatasi jarak dari antena BTS, dan ini merupakan zona eksklusi dimana bila

power density yang dimilikinya lebih tinggi dari nilai ambang batas (4,5 watt/m2

untuk frekuensi 900 MHz. dan 9 watt/m2 untuk frekuensi 1.800 MHz.) akan

menimbulkan resiko bahaya terhadap lingkungan hidup khususnya kesehatan

masyarakat.

Pada jarak kurang dari 2D2/λ dari titik antena BTS adalah daerah yang

sangat dekat dengan menara antena BTS. BTS tidak dapat diasumsikan menjadi

sumber titik dan daerah yang dicakup tidak dapat dianggap bulat. Untuk antena

vertical collinear dipole yang biasa digunakan dalam komunikasi selular dimana

pada model ini dianggap daerah silinder dekat dengan antena BTS untuk

memperkirakan besarnya PD. Dengan model ini, spasial rata-rata PD paralel dengan

antena dapat diperkirakan dengan membagi daya net input antena dengan luas

permukaan imajiner silinder disekitar panjang pancaran antena. Kemudian, nilai rata-

rata PD yang dekat dengan sekitar antena BTS dapat dihitung sebagai :

2

P

LR

watt/m2 (4.2.)

dimana L adalah tinggi antena. Untuk antena GSM tipe sektor, maka besarnya PD

dihitung berdasarkan rumus berikut :

180

BW

P

LR

watt/m2 (4.3.)

dimana θBW adalah azimuth 3 dB beam witdh dalam satuan derajat dan memiliki

sudut azimuth φ dalam arah OX. Dengan Bertambahnya jarak dari antena BTS,

maka dengan model ini akan terjadi over prediction terhadap level paparan radiasi

Universitas Sumatera Utara

Page 84: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

65

EMR karena kenyataannya total daya radiasi yang dipancarkan melalui permukaan

lateral dari silinder akan berkurang.

Jelas terlihat pada persamaan (4.2) dan (4.3) bahwa besarnya power density

sangat tergantung dari besarnya daya yang dipancarkan (P) dan jarak dari antena

BTS (R). Bila daya pemancar dibesarkan maka pada jarak yang sama, power density

akan semakin besar artinya radiasi EMF akan semakin besar, akibatnya efek negatif

terhadap lingkungan hidup juga akan semakin bertambah besar. Demikian juga

apabila daya yang dipancarkan tetap dan jarak semakin dekat dengan antena BTS,

maka power density akan semakin besar dan juga akan menambah besarnya efek

negatif terhadap lingkungan hidup disekitarnya.

Untuk model Far Field, R akan menjadi lebih kecil pada daerah spherical

sehingga iluminasi akan menjadi lebih kecil dan cenderung menjadi nol karena R

mendekati nol, tetapi dalam kenyataannya perilaku ini tidak benar karena dimensi

fisik antena adalah terbatas dan non vanishing . Kesalahan tersebut dapat dihilangkan

dengan formulasi berikut .

24 ( )4

PG

GR wh

watt/m2 (4.4.)

dimana h dan w adalah tinggi dan lebar dari antena, dan model ini disebut model

Vanishing (Bikram, 2014).

Besarnya puncak PD dapat dihitung (Kamo et al., 2011.; Miclaus dan Bechet,

2006.; Cicchetti dan Faraone, 2004.) dengan menggunakan model berikut :

23( / )

2

3

0

2( , )

1 2( )

dB

Peak rad

dB

WR

RRL

watt/m2 (4.5.)

Universitas Sumatera Utara

Page 85: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

66

dimana Wrad = ηPin; dengan η adalah efesiensi antena dan Pin adalah daya input pada

konektor antena.

30

6

dBAD L

(4.6.)

dimana DA adalah diameter antena

Jarak dari antena BTS adalah sebagai fungsi dari PD yang dapat ditentukan dengan

rumus berikut (Kamo et al., 2011.; Miclaus dan Bechet, 2006.; Cicchetti dan

Faraone, 2004).

024

2( )

1 (4 )

Peak Peak qR R

q

meter (4.7.)

Besarnya q dapat dihitung dengan rumus berikut :

23( )

2 2

3

3 2 dB

Rad

Peak

dB A

Wq

L D

(4.8.)

Dari persamaan (4.7), Rpeak adalah jarak terjauh dari antena BTS dimana

besarnya power density berada tepat pada nilai ambang batas (4,5 watt/m2 untuk

frekuensi 900 MHz. dan 9 watt/m2 untuk frekuensi 1.800 MHz.), atau dengan kata

lain nilai ambang batas power density berada pada jarak Rpeak.. Sepanjang jarak Rpeak

dari antena BTS akan memiliki power density diatas nilai ambang batas sehingga

akan berbahaya bagi lingkungan hidup yang berada disekitarnya.

Dalam rangka menjaga lingkungan hidup dan kondisi sehat orang-orang

yang tinggal di dekat antena BTS sebagai dampak EMR dari BTS, maka perlu untuk

merubah lokasi BTS yang dipilih sedemikian rupa sehingga jarak antara BTSi dan

BTSj lebih besar dari Rpeak. Dari Persamaan Rpeak di atas, maka dapat dengan mudah

dilihat bahwa Rpeak adalah merupakan fungsi dari power density ρPeak. Oleh karena

itu perlu dilakukan penetapan bahwa pada masalah lokasi antena BTS, lokasi antena

BTS yang dilarang adalah pada lokasi BTSj dalam jarak RPeak dari BTSi ( i j ).

Universitas Sumatera Utara

Page 86: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

67

4.1.2. Hasil pengukuran EMF dan efek negatifnya terhadap lingkungan hidup

Dari hasil pengukuran power density di lapangan pada menara-menara BTS

operator A (lampiran A) dan menara-menara BTS operator B (lampiran B) baik

untuk GSM dengan frekuensi kerja 900 MHz. maupun untuk GSM dengan frekuensi

kerja 1.800 MHz. dapat digambarkan dalam bentuk grafik.

Gambar 4.2. Grafik power density antena operator A untuk GSM 1.800 MHz.

Sebaran titik-titik sampel antena BTS operator A dengan jumlah 183 antena

BTS yang bekerja pada frekuensi 1.800 MHz seperti yang digambarkan pada

Gambar 4.2. Dari 183 antena BTS tersebut hanya ada 14 antena atau sebesar 8 persen

yang berada di bawah nilai ambang batas (garis X) power density (di bawah 9

watt/m2). Hal ini menyatakan bahwa pada jarak sampai dengan 100 meter dari

antena-antena BTS (untuk frekuensi 1.800 MHz.) yang dimiliki operator A, ada

sebanyak 92 persen antena BTS yang memiliki radiasi EMF yang berdampak negatif

terhadap lingkungan hidup di kota Medan.

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

0 50 100 150 200

X

Jumlah BTS

Universitas Sumatera Utara

Page 87: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

68

Gambar 4.3. Grafik power density antena operator A untuk GSM 900 MHz.

Sebaran titik-titik sampel antena BTS operator A dengan jumlah 186 antena

BTS yang bekerja pada frekuensi 900 MHz seperti yang digambarkan pada Gambar

4.3. Dari 186 antena BTS tersebut hanya ada 13 antena atau sebesar 7 persen yang

berada di bawah nilai ambang batas (garis X) power density (di bawah 4,5 watt/m2).

Hal ini menyatakan bahwa pada jarak sampai dengan 100 meter dari antena-antena

BTS (untuk frekuensi 900 MHz.) yang dimiliki operator A, ada sebanyak 93 persen

antena BTS yang memiliki radiasi EMF yang berdampak negatif terhadap

lingkungan hidup di kota Medan.

Gambar 4.4. Grafik power density antena operator B untuk GSM 1.800 Mhz.

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

0 50 100 150 200

0

2

4

6

8

10

12

14

16

0 20 40 60 80 100

X

Jumlah BTS

Jumlah BTS

X

Universitas Sumatera Utara

Page 88: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

69

Sebaran titik-titik sampel antena BTS operator B dengan jumlah 92 antena

BTS yang bekerja pada frekuensi 1.800 MHz seperti yang digambarkan pada

Gambar 4.4. Dari 92 antena BTS tersebut hanya ada 20 antena atau sebesar 21 persen

yang berada di bawah nilai ambang batas (garis X) power density (di bawah 9

watt/m2). Hal ini menyatakan bahwa pada jarak sampai dengan 100 meter dari

antena-antena BTS (untuk frekuensi 1.800 MHz.) yang dimiliki operator B, ada

sebanyak 79 persen antena BTS yang memiliki radiasi EMF yang berdampak negatif

terhadap lingkungan hidup di kota Medan.

Gambar 4.5. Grafik power density antena operator B untuk GSM 900 Mhz.

Sebaran titik-titik sampel antena BTS operator A dengan jumlah 229 antena

BTS yang bekerja pada frekuensi 900 MHz seperti yang digambarkan pada Gambar

4.5. Dari 229 antena BTS tersebut hanya ada 24 antena atau sebesar 10,5 persen

yang berada di bawah nilai ambang batas (garis X) power density (di bawah 4,5

watt/m2). Hal ini menyatakan bahwa pada jarak sampai dengan 100 meter dari

antena-antena BTS (untuk frekuensi 900 MHz.) yang dimiliki operator B, ada

sebanyak 89,5 persen antena BTS yang memiliki radiasi EMF yang berdampak

negatif terhadap lingkungan hidup di kota Medan.

0

2

4

6

8

10

12

0 50 100 150 200 250

X

Jumlah BTS

Universitas Sumatera Utara

Page 89: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

70

Tabel 4.1. Persentase jumlah PD di bawah nilai ambang batas

Operator GSM 900 GSM 1.800

Sampel

% < nilai ambang

batas PD Sampel

% < nilai ambang

batas PD

A 186 7 (13) 183 8 (14)

B 229 10,5 (24) 92 21 (20)

Jumlah 415 17,5 (37) 275 29 (34)

Catatan : nilai ambang batas PD 4,5 watt/m2 untuk frekuensi 900 MHz. dan 9 watt/m2

untuk frekuensi 1.800 MHz.

Dari total sampel antena BTS sebanyak 690 (Tabel 4.1) hanya 71 buah atau

sebanyak 10,2 persen antena BTS yang berada di bawah nilai ambang batas power

density (4,5 watt/m2 untuk frekuensi 900 MHz. dan 9 watt/m2 untuk frekuensi 1.800

MHz.). Kondisi demikian sangat berisiko terhadap lingkungan hidup khususnya

terhadap kesehatan masyarakat yang berdomisili disekitar menara antena BTS.

Mengingat lebih dari 80 persen antena BTS dari dua operator pada jarak 100 meter

yang ada dikota Medan memiliki power density EMF di atas nilai ambang batas. Efek

negatif yang terjadi terhadap kesehatan masyarakat dikelurahan Padang Bulan,

kecamatan Medan Baru, kota Medan juga dinyatakan oleh Nasution F.K.T. (2012),

adanya keluhan gangguan kesehatan berupa sakit kepala, gangguan tidur, gangguan

konsentrasi, keletihan, sakit pada otot, dan rasa mual dengan persentase di atas 60

persen (data pada lampiran C). Tabulasi dampak yang terjadi terhadap lingkungan

hidup akibat level EMF di atas nilai ambang batas diperlihatkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Dampak EMF diatas nilai ambang batas terhadap lingkungan hidup

Level Power Density EMF Dampak Lingkungan Hidup

f = 900 MHz. f = 1.800 MHz. Kesehatan Manusia Hewan

> 4,5 watt/m2 > 9 watt/m2

Kelelahan *) Hilang kemampuan navigasi

Lekas marah Ancaman kelangsungan

Sakit kepala (headaches) *) populasi unggas

Mual *) Tersesat kembali ke habitatnya

Kehilangan nafsu makan Aborsi spontan

Universitas Sumatera Utara

Page 90: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

71

Lanjutan Tabel 4.2.

Level Power Density EMF Dampak Lingkungan Hidup

f = 900 MHz. f = 1.800 MHz. Kesehatan Manusia Hewan

Gangguan tidur *) Cacat lahir

Kecenderungan depresi Masalah prilaku

Merasa tidak nyaman

Kesulitan berkonsentrasi *)

Sering lupa

Masalah kulit

Ganguan penglihatan

Gangguan pendengaran

Pusing (dizziness)

Sakit pada otot *)

Masalah kardiovaskular

Indikasi Kanker

Katarak

Depressi

Sistem Reproduksi

Menurunkan libido

Catatan : *) data penelitian di kota medan yang dilakukan Nasution F.K.T. (2012)

Dengan demikian model yang dibuat pada penelitian ini menjadi solusi untuk

melindungi lingkungan hidup khususnya kesehatan masyarakat di kota Medan dari

bahaya radiasi EMF antena BTS.

Gambar 4.6. Jarak batas aman power density operator A pada

frekuensi 1.800 MHz.

Besarnya power density yang dicatat pada pengukuran dilokasi BTS adalah

pengukuran power density yang tertinggi (ρpeak) dilokasi BTS. Gambar 4.6.

menggambarkan jarak aman dari setiap antena BTS yang diukur dimana pada jarak

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

0 50 100 150 200

Jumlah BTS

Universitas Sumatera Utara

Page 91: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

72

tersebut (Rpeak) besarnya power density berada pada nilai ambang batas yaitu 9 w/m2

untuk frekuensi 1.800 Mhz. Besarnya Rpeak dihitung berdasarkan rumus (4.7). Untuk

operator A diperoleh jarak terdekat lingkungan hidup yang aman terhadap radiasi

EMF adalah sebesar 425 meter. Jarak terjauh lingkungan hidup yang aman terhadap

radiasi EMF adalah 780 meter dari antena BTS.

Gambar 4.7. Jarak batas aman power density operator A pada

frekuensi 900 MHz.

Jarak aman minimal dari antena BTS (Rpeak) operator A untuk frekuensi

900 Mhz adalah seperti yang terlihat pada Gambar 4.7. dengan nilai ambang batas

power density 4,5 w/m2. Dari hasil pengukuran, jarak terdekat lingkungan hidup yang

aman terhadap radiasi EMF adalah sebesar 175 meter. Jarak terjauh lingkungan

hidup yang aman terhadap radiasi EMF adalah sebesar 475 meter dari antena BTS.

Jarak aman minimal dari radiasi EMF antena BTS (nilai ambang batas

power density 9 w/m2) terhadap lingkungan hidup (Rpeak) operator B untuk frekuensi

1.800 Mhz adalah seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.8.

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

0 50 100 150 200

Jumlah BTS

Universitas Sumatera Utara

Page 92: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

73

Dari hasil pengukuran, jarak aman lingkungan hidup dengan antena

BTS yang terdekat adalah sebesar 290 meter. Jarak aman lingkungan hidup dengan

antena BTS yang terjauh adalah sebesar 685 meter.

Gambar 4.9. Jarak batas aman power density operator B pada frekuensi 900 MHz.

Jarak aman minimal dari radiasi EMF antena BTS (nilai ambang batas power

density 4,5 w/m2) terhadap lingkungan hidup (Rpeak) operator B untuk frekuensi 900

Mhz adalah seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.9. Dari hasil pengukuran, jarak

aman lingkungan hidup dengan antena BTS yang terdekat adalah sebesar 150 meter.

Jarak aman lingkungan hidup dengan antena BTS yang terjauh adalah sebesar 495

meter.

0

100

200

300

400

500

600

700

800

0 20 40 60 80 100

0

100

200

300

400

500

600

0 50 100 150 200 250

Jumlah BTS

Jumlah BTS

Gambar 4.8. Jarak batas aman power density operator B pada frekuensi 1.800 MHz.

Universitas Sumatera Utara

Page 93: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

74

Dari data yang diperoleh pada Gambar 4.6, 4.7, 4.8, dan 4.9. dapat diambil

sebuah gambaran bahwa jarak aman terdekat lingkungan hidup dari radiasi EMF

antena BTS di kota Medan adalah 150 sampai dengan 175 meter dari antena BTS.

Jarak aman terjauh lingkungan hidup dari radiasi EMF antena BTS di kota Medan

adalah 685 meter sampai dengan 780 meter dari antena BTS seperti yang tertera pada

Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Rpeak terdekat dan terjauh

J a r a k (m) Operator A Operator B

900 Mhz. 1.800 Mhz. 900 Mhz. 1.800 Mhz.

Terdekat 175 425 150 290

Terjauh 475 780 495 685

4.2. Konsep Dasar Model yang Digunakan

Masalah dalam menentukan BTSL (BTS Location) adalah menemukan F

sedemikian rupa sehingga BTS ini akan mampu mencakup seluruh area dalam sistem

dengan biaya yang minimum. Memilih lokasi site yang baik akan dapat mengurangi

jumlah BTS dan masih memiliki kualitas layanan yang baik terhadap pengguna.

Masalah untuk memilih lokasi tertentu dapat dilakukan dengan cara kombinasi

optimasi. Dalam literatur Mathar dan Niessem (2000), Amadi dan Capone (2003),

Amadi et al. (2006, 2008), Mazzini dan Mateus (2001a) menggunakan model mixed

integer programming untuk memecahkan masalah BTSL. Erradi et al. (2013)

mengusulkan sebuah model pemrograman matematika untuk masalah BTSL, dan

kemudian hasilnya didapatkan dengan menggunakan model algoritma genetika.

Zdunek dan Ignor (2010) menggunakan Optimization Weed Invasif untuk

menemukan lokasi terbaik BTS. Sementara Gonzales et al. (2010) menggunakan

Universitas Sumatera Utara

Page 94: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

75

pemrograman stokastik, di mana diharapkan pengguna menggunakan distribusi

untuk optimasi BTSL.

Seperti disebutkan sebelumnya bahwa permintaan untuk komunikasi

selular sangat banyak, khususnya di kota Medan. Tingkat kenaikan dalam

penggunaan telepon selular memiliki konsekuensi serius, ketersediaan frekuensi

yang dapat digunakan yang diperlukan untuk komunikasi antara pengguna ponsel

dan BTS pada jaringan radio selular telah melebihi lebar pita frekuensi yang

disediakan. Perencanaan yang memerlukan kehati-hatian dalam merancang jaringan

diperlukan untuk memastikan penggunaan yang efisien dari sumber daya frekuensi

yang terbatas. Salah satu isu yang paling penting pada desain jaringan radio selular

untuk menentukan alokasi spektrum adalah efisien dan bebas dari konflik saluran

antar sel, sementara juga dapat melayani baik permintaan trafik dan kendala

kompatibilitas elektromagnetik (EMC). Hal ini biasanya disebut sebagai Channel

Assigment atau Frequency Assignment Problem (FAP). Masalah FAP pertama sekali

muncul pada tahun 1960 (Metzger et al.,1970). Pengembangan layanan nirkabel baru

seperti jaringan telepon selular menyebabkan kelangkaan frekuensi yang dapat

digunakan dalam spektrum radio. Frekuensi yang diberikan atau yang dilisensi oleh

pemerintah kepada operator dikenakan biaya untuk penggunaan setiap frekuensi

tunggal secara terpisah. Ini menandakan agar operator dapat mengembangkan

rencana kebutuhan frekuensi yang tidak hanya untuk menghindari tingkat gangguan

yang tinggi, tetapi juga meminimalkan biaya lisensi.

Kebutuhan alokasi frekuensi merupakan masalah assignment, dimana hal

ini dapat diatasi dengan menggunakan model optimasi kombinatorial. Oleh karena

itu masalah ini dapat dirumuskan sebagai masalah Assigning Frequency Channels

yang dibutuhkan oleh BTS yang dipilih dan juga untuk mengatasi kendala gangguan

Universitas Sumatera Utara

Page 95: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

76

frekuensi. Fungsi dari pemecahan masalah ini dapat bervariasi sesuai dengan konteks

masalah. Ketika Assignment didasarkan pada variabel ukuran spektrum frekuensi,

maka biasanya bertujuan untuk meminimalkan jumlah kanal frekuensi yang

digunakan (Smith dan Palaniswani, 1998., Jaimes et al., 1996). Karena permintaan

komunikasi seluler meningkat, maka untuk mendapatkan kanal yang bebas

interferensi akan sulit atau tidak ada frekuensi yang tersedia. Tujuan dari

meminimalkan jumlah frekuensi adalah juga untuk meminimalkan interferensi, dan

terpenuhinya permintaan dalam spektrum frekuensi tetap (Aardal, 2007.; Ngo et al.,

1998.). Beberapa pendekatan heuristik telah diusulkan untuk memecahkan berbagai

versi dari FAP, seperti Neural Networks (Ngo et al., 1998.; Smith dan Palaniswani,

1998.; Moradi, 2010.), genetik dan evolusi algoritma (Wang, 2002.; Fu et al., 2006.;

Acan et al., 2003.; Aizaz et al., 2012.; Chia et al., 2012), teknik Local Search (Amadi

dan Capone, 2003), Particle Swarm Optimization (Hasselbach et al., 2008.;

Mundada, 2011.), Ant Colony Optimization (Parsapoor dan Bilstrup, 2013.).

Telah disebutkan tentang bagaimana untuk menentukan lokasi menara

antena BTS yang dirancang dengan jaringan yang efisien dan dari sumber daya

frekuensi yang terbatas. Agar fungsi ponsel seperti yang diharapkan, maka perlu

merancang konfigurasi topologi untuk menghubungkan kandidat BTS untuk jaringan

telepon tetap. Masalah rancangan ini telah dibahas dalam literatur sebagai Topology

Network Design (TND) (Dutta dan Kubat, 1999.; Kubat dan Smith, 2000.). Karena

ini adalah masalah untuk merancang topologi konfigurasi, maka umumnya itu

termasuk optimasi kombinatorial juga. Masalah ini dapat dirumuskan sebagai

rancangan topologi jaringan yang mampu menghubungkan kandidat BTS untuk

jaringan telepon yang tetap sehingga meminimalkan biaya. Beberapa fitur yang dapat

dipertimbangkan dalam perumusan masalah ini adalah penggunaan hub, berbagai

Universitas Sumatera Utara

Page 96: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

77

jenis media, dan kapasitas link yang tersedia. Desain topologi jaringan adalah salah

satu masalah klasik yang telah dieksplorasi dalam konteks jaringan lainnya, dan pada

umumnya adalah masalah NP-hard.

Sinyal medan elektromagnetik (EMF) yang dipancarkan oleh antena BTS

menimbulkan Radiasi elektromagnetik (EMR). Sinyal ini dapat mencakup hingga

radius 9 km jaraknya dari BTS, tergantung pada kekuatan daya yang dipancarkan

oleh BTS. Jumlah BTS sangat tergantung pada jumlah pengguna seluler (Bikram,

2014). Di kota Medan, misalnya, ada tujuh operator telepon selular, akibatnya

banyak orang yang terkena paparan gelombang medan elektromagnetik yang

dipancarkan antena BTS. Santini et al. (2003), Abde-Rassoul et al. (2007), Shahbazi-

Gahrouei et al. (2014) membuat laporan tentang efek kesehatan bagi masyarakat

yang tinggal di dekat antena BTS. Sementara Government of India Ministry of

Communications & Information Technology Department of Telecommunications

(2010) membuat sebuah laporan bahwa radiasi EMF dari antena BTS berdampak

negatif terhadap lingkungan hidup (manusia, hewan, dan tumbuhan). Oleh karena itu

pada penelitian ini bukan saja hanya berfokus pada masalah merancang topologi

konfigurasi jaringan sistem selular, tetapi juga bertujuan mengurangi dampak negatif

EMR dari antena BTS terhadap lingkungan hidup disekitar antena BTS. Penelitian

ini bertujuan untuk mendapatkan sebuah model matematis yang disebut Cellular

Topological Network Design (CTND) yang ramah lingkungan, dalam hal ini

digunakan faktor power density untuk mengukur besaran EMR.

Cellular topological network design (CTND) adalah merupakan masalah

optimasi kombinasi dengan skala yang sangat besar yang didalamnya juga termasuk

masalah BTSL, FCA dan masalah TND. Oleh karena itu, CTND adalah masalah NP-

hard selama BTSL, FCA dan masalah TND merupakan NP-hard. Sangat mudah

Universitas Sumatera Utara

Page 97: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

78

untuk mengetahui bahwa masalah CTND dapat diselesaikan secara terpisah

(separately) atau terpadu (integratedly). Banyak formulasi pemrograman

matematika telah diusulkan untuk menyelesaikan secara terpisah masing-masing

masalah ini, dan keduanya menghasilkan yang sama baik dengan menggunakan

teknik yang sesuai. Namun, tampaknya intuitif yang baik untuk kedua masalah FCA

dan TND tergantung pada solusi masalah BTSL, sesuai dengan solusi terbaik mereka

masing-masing. Analisis komputasi sebelumnya dilaporkan dalam Mazzini et al.

(2003) yang menunjukkan bahwa ada trade off antara BSL dan FCA dan antara

BTSL dan masalah TND. Untuk menunjukkan hubungan ini, para penulis

memecahkan masalah CTND untuk sebuah contoh kecil. Masalah ini diselesaikan

baik secara terpisah maupun secara terpadu.

Penelitian ini menyajikan model mixed integer linear programming

(MILP) untuk memecahkan masalah desain jaringan seluler untuk jaringan generasi

kedua. Pada penelitian ini diperluas model yang dilakukan oleh Gonzales et al.

(2010) dengan memberlakukan pembatasan jarak antara BTS di lokasi yang dipilih

karena efek radiasi EMF terhadap orang-orang di sekitarnya.

4.3. M o d e l

Pada pemodelan ini mencakup kandidat BTS yang akan dipilih / dibangun.

BSC yang berfungsi sebagai hub yang menghubungkan antara BTS asal MS dengan

BTS dimana MS yang dituju berada. MSC berfungsi sebagai switch yang

menghubungkan antara MS pada sebuah BTS dengan MS yang berada pada BSC

yang berbeda. Pada model ini juga harus diperhitungkan interferensi antar BTS, dan

lokasi BTS yang dilarang. Pada arsitektur jaringan telepon seluler, BSC berfungsi

sebagai hub yang menghubungkan BTS dengan BTS yang dituju, dan juga dapat

Universitas Sumatera Utara

Page 98: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

79

menghubungkan BTS dengan MSC (switch). Sedangkan switch dapat

menghubungkan antara BSC (hub) dengan BSC (hub) yang dituju, dan juga dapat

menghubungkan antara BSC (hub) dengan PSTN . Set dari notasi-notasi yang

digunakan adalah sebagai berikut :

Set

I : set dari kandidat base transceiver station (BTS)

J : set dari hub

K : set of switch

L : set dari titik yang diinginkan

M : set dari frequency channels (FCs)

Ni : set dari interferensi antara BTS-BTS ke BTS i

F : Set dari BTS dalam lokasi yang dilarang

1,..., N n adalah satu set lokasi menara antena BTS dan F N adalah satu

set calon lokasi menara antena BTS yang akan diinstalasi antena BTS. Setiap j lokasi

pada N memiliki permintaan panggilan trafik tertentu.

Parameter-parameter yang digunakan pada pemodelan ini khususnya untuk

meminimalkan biaya lokasi BTS adalah untuk instalasi BTS, koneksi BTS dengan

hub, koneksi BTS dengan switch, koneksi hub dengan switch, dan biaya

memindahkan BTS i ke BTS i’ karena tidak terpenuhinya power density. Parameter-

parameter biaya tersebut adalah :

i : biaya untuk instalasi BTS i ∀𝑖 ∈ 𝐼

ij : biaya untuk menghubungkan BTS i dengan hub j ∀𝑖 ∈ 𝐼, ∀𝑗 ∈ 𝐽

ik : biaya untuk menghubungkan BTS i dengan switch k ∀𝑖 ∈ 𝐼, ∀𝑘 ∈ 𝐾

jk : biaya untuk menghubungkan hub j dengan switch k ∀𝑗 ∈ 𝐽, ∀𝑘 ∈ 𝐾

'ii : biaya untuk memindahkan BTS i ke i’ ∀𝑖 ∈ 𝐼, ∀𝑖′ ∈ 𝐼

Universitas Sumatera Utara

Page 99: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

80

sedangkan parameter lainnya adalah memaksimumkan agar koneksi dapat

berlangsung tanpa terjadinya drop call , parameter tersebut adalah :

𝜅i : Jumlah maksimum MS dari titik-titik yang dapat dilayani oleh BTS i ∀𝑖 ∈ 𝐼

λi : Jumlah maksimum dari FC yang dapat di digunakan oleh BTS i ∀𝑖 ∈ 𝐼

pl : Jumlah kanal komunikasi pada titik l yang diminta ∀𝑙 ∈ 𝐿

σ : Jumlah saluran komunikasi yang dibawa oleh FC

d : Jarak minimum frekuensi orthogonal antara FCs yang berdekatan

ρ : Power density

𝜇𝑖𝑗 = 1 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝐵𝑇𝑆 𝑖 𝑚𝑒𝑙𝑖𝑝𝑢𝑡 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑗0 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑙𝑎𝑖𝑛𝑛𝑦𝑎

∀𝑖 ∈ 𝐼, ∀𝑙 ∈ 𝐿

dan variabel-variabel biner ditetapkan sebagai berikut :

𝑦𝑖 = 1 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝐵𝑇𝑆 𝑖 𝑑𝑖𝑝𝑖𝑙𝑖ℎ 0 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑙𝑎𝑖𝑛𝑛𝑦𝑎

∀𝑖 ∈ 𝐼

𝑞𝑖𝑗 = 1 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝐵𝑇𝑆 𝑖 𝑑𝑖ℎ𝑢𝑏𝑢𝑛𝑔𝑘𝑎𝑛 𝑘𝑒 ℎ𝑢𝑏 𝑗0 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑙𝑎𝑖𝑛𝑛𝑦𝑎

∀𝑖 ∈ 𝐼, 𝑖 ∉ 𝐹, ∀𝑗 ∈ 𝐽

𝑟𝑖𝑘 = 1 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝐵𝑇𝑆 𝑖 𝑑𝑖ℎ𝑢𝑏𝑢𝑛𝑔𝑘𝑎𝑛 𝑘𝑒 𝑠𝑤𝑖𝑡𝑐ℎ 𝑘0 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑙𝑎𝑖𝑛𝑛𝑦𝑎

∀𝑖 ∈ 𝐼, 𝑖 ∉ 𝐹, ∀𝑘 ∈ 𝐾

𝑢𝑗𝑘 = 1 𝑗𝑖𝑘𝑎 ℎ𝑢𝑏 𝑗 𝑑𝑖ℎ𝑢𝑏𝑢𝑛𝑔𝑘𝑎𝑛 𝑘𝑒 𝑠𝑤𝑖𝑡𝑐ℎ 𝑘0 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑙𝑎𝑖𝑛𝑛𝑦𝑎

∀𝑗 ∈ 𝐽, ∀𝑘 ∈ 𝐾

𝑣𝑖𝑚 = 1 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝐹𝐶 𝑚 𝑑𝑖𝑏𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑘𝑒 𝐵𝑇𝑆 𝑖 0 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑙𝑎𝑖𝑛𝑛𝑦𝑎

∀𝑖 ∈ 𝐼, 𝑖 ∉ 𝐹, ∀𝑚 ∈ 𝑀

Variabel kontiniu :

ilx tingkat liputan permintaan l yang dilayani oleh BTS I dimana ∀𝑖 ∈ 𝐼, ∀𝑙 ∈ 𝐿

Besaran ilx berada diantara 0 dan 1

4.3.1. Melakukan formulasi dari fungsi tujuan

Secara umum, tujuan dari jaringan distribusi adalah untuk meminimalkan

biaya. Oleh karena itu, akan sama halnya untuk kasus cellular topology network

design dengan mempertimbangkan power density (CTND-PD). Tujuan CTND-PD

meliputi tiga hal yaitu :

Universitas Sumatera Utara

Page 100: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

81

1. Biaya instalasi BTS,

2. Biaya untuk menghubungkan BTS ke jaringan telepon tetap,

3. Biaya mengubah lokasi BTS karena tidak terpenuhi nilai ambang batas power

density (4,5 watt/m2 untuk frekuensi 900 MHz. dan 9 watt/m2 untuk frekuensi

1.800 MHz.).

Model dari meminimalkan biaya untuk BTSL dapat dilakukan dengan

menjumlahkan model biaya minimal untuk instalasi atau penempatan BTS, biaya

minimal untuk koneksi BTS yang dipilih dengan hub, biaya minimal koneksi BTS

dengan switch, biaya minimal koneksi hub dengan switch, dan biaya minimal

pemindahan BTS i ke BTS i’. Diagram alir dari model meminimalkan biaya ini dapat

dilihat pada Gambar 4.10.

4.3.1.a. Model biaya instalasi BTS

Biaya instalasi BTS dimodelkan sebagai berikut :

𝐶1 = ∑ 𝛼𝑖𝑦𝑖 (4.9)𝑖∈𝐼

Model yang diperoleh pada persamaan 4.9. menyatakan bahwa biaya instalasi

seluruh BTS-BTS yang dipilih merupakan jumlah dari setiap biaya instalasi BTS

yang dipilih dimana BTS-BTS tersebut merupakan kumpulan BTS yang

direncanakan pada sebuah jaringan telepon seluler. Kumpulan BTS i yang

direncanakan ini adalah kumpulan BTS dengan biaya instalasi yang minimal dengan

memperhatikan besarnya power density. BTS i dipilih bila power density nya berada

di bawah nilai ambang batas (4,5 watt/m2 untuk frekuensi 900 MHz. dan 9 watt/m2

untuk frekuensi 1.800 MHz.). C1 mengandung variabel yi , yang menyatakan bahwa

BTS yang dipilih memiliki power density di bawah nilai ambang batas, artinya

Universitas Sumatera Utara

Page 101: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

82

lingkungan hidup pada daerah tersebut sudah terlindungi dari bahaya radiasi EMF

dari antena BTS tersebut.

4.3.1.b. Model biaya koneksi BTS yang dipilih ke hub

Biaya koneksi BTS yang dipilih untuk terhubung dengan hub dapat ditulis

sebagai :

𝐶2 = ∑ 𝛽𝑖𝑗 ∑ 𝑞𝑖𝑗

𝑗∈𝐽𝑖∈𝐼

atau

𝐶2 = ∑ ∑ 𝛽𝑖𝑗𝑞𝑖𝑗

𝑗∈𝐽𝑖∈𝐼

(4.10)

Model yang diperoleh pada persamaan 4.10. menyatakan biaya minimum

untuk melakukan koneksi antara BTS i yang dipilih dengan hub j dimana BTS i tidak

berada pada lokasi yang dilarang dalam arti lokasi yang tidak melebihi nilai ambang

batas power density (4,5 watt/m2 untuk frekuensi 900 MHz. dan 9 watt/m2 untuk

frekuensi 1.800 MHz.). Koneksi BTS i dengan hub ini dilakukan untuk

menghubungkan BTS i dengan BTS lainnya yang berada dalam satu hub dengan BTS

i. dalam hal ini BSC berlaku sebagai hub pada jaringan telepon seluler.

4.3.1.c. Model biaya koneksi BTS yang dipilih dengan switch

Biaya koneksi untuk setiap BTS yang dipilih dengan switch, ditulis sebagai

berikut :

𝐶3 = ∑ 𝛾𝑖𝑘 ∑ 𝑟𝑖𝑘

𝑘∈𝐾𝑖∈𝐼

atau

𝐶3 = ∑ ∑ 𝛾𝑖𝑘𝑟𝑖𝑘

𝑘∈𝐾𝑖∈𝐼

(4.11)

Universitas Sumatera Utara

Page 102: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

83

Model yang diperoleh pada persamaan 4.11. adalah biaya minimal koneksi

antara BTS i yang dipilih dengan switch dimana lokasi BTS i tidak berada pada lokasi

yang dilarang. Pada jaringan telepon seluler, switch dapat berupa MSC sebagai

media untuk menghubungkan BTS i yang dipilih melalui BSC (hub) dengan BTS

yang dituju melalui BSC (hub) lainnya atau menghubungkan BTS i yang dipilih

melalui BSC (hub) dengan jaringan telepon tetap PSTN.

4.3.1.d. Model biaya koneksi hub dengan switch

Biaya koneksi hub dengan switch:

𝐶4 = ∑ 𝛿𝑗𝑘 ∑ 𝑢𝑗𝑘

𝑘∈𝐾𝑗∈𝐽

atau

𝐶4 = ∑ ∑ 𝛿𝑗𝑘𝑢𝑗𝑘

𝑘∈𝐾𝑗∈𝐽

(4.12)

Model yang diperoleh pada persamaan 4.12. adalah biaya minimal koneksi

antara hub dengan switch. Koneksi ini terjadi karena BTS yang dituju oleh BTS i

berada pada kelompok BTS di bawah koordinasi BSC (hub) yang berbeda dengan

BTS i. Pada jaringan seluler hub dapat berupa BSC dan switch dapat berupa MSC

dimana hubungan koneksi keduanya dapat dilakukan melalui media transmisi udara

(microwave link) atau dapat juga dilakukan menggunakan media transmisi kabel

fiber optic (FO).

4.3.1.e. Model biaya pemindahan BTS

Biaya pemindahan BTS dari i ke i’:

𝐶5 = ∑ 𝜂𝑖𝑖′ ∑ 𝑦𝑖𝑖′

𝑖′∈𝐼,𝑖′∉𝐹𝑖∈𝐼

atau

Universitas Sumatera Utara

Page 103: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

84

𝐶5 = ∑ ∑ 𝜂𝑖𝑖′𝑦𝑖𝑖′

𝑖′∈𝐼,𝑖′∉𝐹𝑖∈𝐼

(4.13)

Model yang diperoleh pada persamaan 4.13. menyatakan biaya untuk

melakukan pemindahan BTS dari lokasi i ke lokasi yang baru yaitu lokasi i’.

pemindahan ini dilakukan karena pada lokasi BTS i dinyatakan tidak layak atau tidak

memenuhi syarat perlindungan lingkungan hidup (melebihi nilai ambang batas

power density) sehingga harus dipindahkan ke lokasi yang baru.

Model akhir yang dihasilkan pada penelitian ini merupakan biaya minimum

untuk penentuan lokasi BTS (BTS Location) yang aman bagi kesehatan lingkungan

hidup dan jaminan ketersediaan FCA untuk melayani hubungan komunikasi telepon

seluler. Model yang dihasilkan merupakan penjumlahan dari model biaya instalasi

BTS (C1), model biaya koneksi BTS yang dipilih ke hub (C2), model biaya koneksi

BTS yang dipilih dengan switch (C3), model biaya koneksi hub dengan switch (C4),

dan model biaya pemindahan BTS (C5). Model yang dihasilkan untuk pemecahan

masalah ini dapat dinyatakan sebagai meminimalkan biaya sebagai berikut :

𝑴𝒊𝒏 𝒁 = 𝑪𝟏 + 𝑪𝟐 + 𝑪𝟑 + 𝑪𝟒 + 𝑪𝟓 (4.14)

Model tersebut menjamin terjadinya hubungan komunikasi telepon seluler

pada sebuah jaringan telepon seluler dengan melakukan pemilihan BTS di dalam

kelompok BTS yang dibangun yang pada saat terjadinya koneksi memiliki power

density yang aman terhadap kesehatan manusia yang berada pada lokasi l, jaminan

koneksi ini dinyatakan dengan ketersediaan FCA. Ada beberapa ketentuan yang

perlu dilakukan untuk menjamin kelayakan desain jaringan BTSL, FCA dan desain

jaringan seluler berbasis power density (PD-CND), yaitu :

Universitas Sumatera Utara

Page 104: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

85

Pertama, merumuskan masalah BTSL, seperti biasanya dalam masalah

lokasi perlu menjamin bahwa setiap titik permintaan dilayani oleh antena BTS.

Dengan kata lain, kita perlu memastikan bahwa untuk BTS yang dipilih benar-benar

dapat melayani (mencakup) permintaan, asalkan BTS tidak berada di lokasi

terlarang. Untuk hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

∑ 𝜇𝑖𝑙𝑥𝑖𝑙 𝑖𝐼,𝑖𝐹

≥ 1, ∀ 𝑙 𝐿 (4.15)

Lokasi terlarang adalah lokasi dimana power density nya berada diatas nilai

ambang batas (4,5 watt/m2 untuk frekuensi 900 MHz. dan 9 watt/m2 untuk frekuensi

1.800 MHz.) sehingga tidak boleh ada BTS yang dipilih pada lokasi tersebut. Jarak

lokasi yang dipilih harus berada lebih besar dari Rpeak artinya lokasi antena BTS yang

dilarang adalah pada lokasi BTSj dalam jarak RPeak dari BTSi ( i j ).

Model 4.15. menyatakan bahwa BTS i yang dipilih benar-benar dapat

melayani permintaan koneksi pada titik l sehingga komunikasi itu dapat berlangsung

dengan baik. Selanjutnya, dalam model ini harus dijamin bahwa calon lokasi BTS

yang tidak dipilih tidak harus melayani permintaan setiap titik, dan harus ada batas

atas untuk jumlah poin yang dilayani oleh BTS yang dipilih, kondisi ini dinyatakan

pada (4.16).

∑ µ𝑖𝑙𝑥𝑖𝑙 ≤ 𝐾𝑖𝑌𝑖 ,𝑙=𝐿

∀𝑖 𝐼 (4.16)

Model 4.16. menyatakan bahwa bahwa BTS i yang dipilih melayani

permintaan koneksi dari titik l dengan batasan jumlah maksimum K yang dapat

dilayani. Set titik-titik L sebagai mewakili permintaan area layanan jaringan selular.

Parameter il mewakili wilayah cakupan dari masing-masing base station. Akhirnya,

Universitas Sumatera Utara

Page 105: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

86

variabel linear xil didefinisikan sebagai berapa banyak titik l dilayani oleh base

station i. Jika xil = 1, berarti base station i berfungsi sepenuhnya (100%) melayani

permintaan dari titik l. Jika bervariasi antara 0 dan 1, BTS i ( )i F hanya melayani

sebahagian dari permintaan titik l. Dalam hal ini, ketentuan (4.15) menjamin bahwa

BTS lainnya melayani permintaan yang tersisa yang tidak dilayani oleh BTS i. Jika

xil = 0, titik l tidak dilayani oleh BTS i.

Kedua, untuk masalah CTND . Untuk menjamin kelayakan masalah

CTND, model harus memastikan bahwa semua BTS yang dipilih dan jaringan tetap

(fixed network) terhubung dengan baik . Ketentuan (4.17) merupakan jaminan untuk

semua BTS bahwa jika BTS i dipilih yang tidak berada pada lokasi terlarang ( )i F

, harus terhubung setidaknya ke hub atau switch, hal ini dilakukan agar BTS yang

dipilih dapat melakukan koneksi dengan BTS yang dituju melalui hub atau melalui

switch.

∑ 𝑞𝑖𝑗

𝑗𝐽

+ ∑ 𝑟𝑖𝑘

𝑘𝐾

≥ 𝑦𝑖 , ∀𝑖 𝐼, 𝑖 𝐹 (4.17)

Sedangkan Persamaan ( 4.18) sebagai jaminan untuk semua hub bahwa jika ada base

station yang dipilih, yang tidak di lokasi terlarang terhubung ke hub j dan harus

terhubung setidaknya untuk switch k.

∑ µ𝑗𝑘

𝑘𝐾

≥ 𝑞𝑖𝑗 , ∀𝑖 𝐼, 𝑖 𝐹, ∀𝑗 𝑣 𝐽 (4.18)

Untuk masalah FCA, kelayakan masalah tergantung pada gangguan

saluran, permintaan dan keterbatasan kapasitas. Ketentuan set FCA yang diwakili

oleh rumus (4.19) melalui (4.22). Persamaan (4.19) menjamin bahwa kanal frekuensi

yang berdekatan yang diberikan ke BTS yang sama akan dipisahkan satu sama lain

Universitas Sumatera Utara

Page 106: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

87

oleh setidaknya d kanal frekuensi orthogonal, ini dilakukan dengan maksud agar

tidak terjadi interferensi terhadap kanal yang berdekatan (co-channel interference).

∑ 𝑣𝑖𝑚

𝘨+𝑑

𝑚=1

≤ 1, ∀𝑖 𝐼, ∀𝘨 1, … , 𝑀 − 𝑑 (4.19)

Ketentuan (4.20.) adalah untuk memastikan bahwa jika kanal frekuensi m diberikan

ke BTS i, maka tidak boleh diberikan untuk salah satu dari BTS-BTS yang memiliki

set interferensi Ni. Set interferensi Ni diperoleh untuk setiap BTS i dan BTS lainnya

yang menyebabkan gangguan saluran frekuensi, artinya frekuensi kanal tidak akan

diberikan kepada BTS yang sedang mengalami interferensi.

𝑣𝑖𝑚 + ∑ 𝑣𝘨𝑚 ≤ 1,

𝘨𝑁𝑖

∀𝑖 𝐼, ∀𝑚 𝑀 (4.20)

Persamaan (4.21) menyatakan bahwa jumlah kanal frekuensi yang diberikan ke BTS

i sudah cukup untuk melayani permintaan dari titik-titik yang dilayani oleh base

station. Parameter σ didefinisikan sebagai berapa banyak saluran komunikasi dapat

dibawa oleh kanal frekuensi. Dalam hal teknologi FDMA sudah di-set menjadi 1,

sementara itu dapat di-set menjadi 3 dalam kasus teknologi TDMA.

∑ 𝑣𝑖𝑚

𝑚𝑀

≥ ∑ 𝑝𝑙

𝑙𝐿

𝑥𝑖𝑗 , ∀𝑖 𝐼, (4.21)

Sedangkan set ketentuan pada (4.22) menjamin bahwa kanal frekuensi dapat

diberikan ke BTS i hanya pada base station dipilih, dan masih sebagai penyebab

terikatnya pada jumlah maksimum kanal frekuensi yang diberikan ke BTS i.

∑ 𝑣𝑖𝑚

𝑚𝑀

≤ 𝜆𝑖𝑦𝑖 , ∀𝑖 𝐼 (4.22)

Universitas Sumatera Utara

Page 107: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

88

Ketentuan pada persamaan (4.23) dan (4.24) dinyatakan dalam biner dan variabel-

variabel kontiniu, masing-masing sebagai berikut :

𝑦𝑖, 𝑣𝑖𝑚, 𝑞𝑖𝑗 , 𝑟𝑖𝑘, 𝑢𝑗𝑘 0,1, ∀𝑖𝐼, ∀𝑚𝑀, ∀𝑗𝐽, ∀𝑘𝐾 (4.23)

0 ≤ 𝑥𝑖𝑙 ≤ 1, ∀𝑖 𝐼, ∀𝑙𝐿, (4.24)

Gambar 4.10. Flowchart model yang diperoleh

Set notasi :

I, J, K, L, M, Ni, F

Parameter biaya :

i ’ ij’ ik , jk

’ 'ii

Variabel biner :

𝑦𝑖, 𝑞𝑖𝑗, 𝑟𝑖𝑘, 𝑢𝑗𝑘, 𝑣𝑖𝑚

𝐶1 = ∑ 𝛼𝑖𝑦𝑖

𝑖∈𝐼

𝐶2 = ∑ ∑ 𝛽𝑖𝑗𝑞𝑖𝑗

𝑗∈𝐽𝑖∈𝐼

𝐶3 = ∑ ∑ 𝛾𝑖𝑘𝑟𝑖𝑘

𝑘∈𝐾𝑖∈𝐼

𝐶4 = ∑ ∑ 𝛿𝑗𝑘𝑢𝑗𝑘

𝑘∈𝐾𝑗∈𝐽

𝐶5 = ∑ ∑ 𝜂𝑖𝑖′𝑦𝑖𝑖′

𝑖′∈𝐼,𝑖′∉𝐹𝑖∈𝐼

𝑀𝑖𝑛 𝑍 = 𝐶1 + 𝐶2 + 𝐶3 + 𝐶4 + 𝐶5

Model biaya instalasi BTS

Model biaya koneksi BTS

Yang dipilih ke hub

Model biaya koneksi BTS

Yang dipilih ke switch

Model biaya koneksi hub

Dengan switch

Model biaya pemindahan BTS

Model yang dihasilkan

Universitas Sumatera Utara

Page 108: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

89

Gambar 4.11. Flowchart ketentuan yang dipersyaratkan pada model yang diperoleh

Secara ringkas, model yang diperoleh dapat digambarkan dengan flowchart

seperti pada Gambar 4.10. dengan beberapa ketentuan yang juga dapat digambarkan

dengan flowchart seperti pada Gambar 4.11. Ketentuan-ketentuan yang

dipersyaratkan pada model yang diperoleh harus terpenuhi. Hal ini terlihat pada

flowchart Gambar 4.11., bahwa pemilihan atau instalasi BTSL harus memenuhi nilai

BTSL

CTND

FCA

Parameter koneksitas :

𝜅i , λi, pj, σ, d

𝜇𝑖𝑗

Parameter power density :

ρ

Variabel kontiniu :

Dengan beberapa ketentuan model

:

∑ 𝜇𝑖𝑙𝑥𝑖𝑙

𝑖𝐼,𝑖𝐹

≥ 1

∑ µ𝑖𝑙𝑥𝑖𝑙 ≤ 𝐾𝑖𝑌𝑖

𝑙=𝐿

Variabel biner :

𝑦𝑖, 𝑞𝑖𝑗, 𝑟𝑖𝑘, 𝑢𝑗𝑘, 𝑣𝑖𝑚

0,1

∑ 𝑞𝑖𝑗

𝑗𝐽

+ ∑ 𝑟𝑖𝑘

𝑘𝐾

≥ 𝑦𝑖

∑ µ𝑗𝑘

𝑘𝐾

≥ 𝑞𝑖𝑗

∑ 𝑣𝑖𝑚

𝘨+𝑑

𝑚=1

≤ 1

𝑣𝑖𝑚 + ∑ 𝑣𝘨𝑚 ≤ 1

𝘨𝑁𝑖

∑ 𝑣𝑖𝑚

𝑚𝑀

≥ ∑ 𝑝𝑙

𝑙𝐿

𝑥𝑖𝑗

∑ 𝑣𝑖𝑚

𝑚𝑀

≤ 𝜆𝑖𝑦𝑖

Universitas Sumatera Utara

Page 109: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

90

ambang batas power density (4,5 watt/m2 untuk frekuensi 900 MHz. dan 9 watt/m2

untuk frekuensi 1.800 MHz.). Demikian juga pada perancangan jaringan telepon

selular (CTND) memasukkan power density sebagai parameter yang harus terpenuhi.

Hal ini juga terjadi pada pemberian FCA ke kanal BTS yang harus memenuhi nilai

ambang batas power density. Dengan demikian pemilihan BTS, pemberian FCA

pada perancangan CTND memenuhi nilai ambang batas power density dengan

tujuan memberikan jaminan perlindungan lingkungan hidup dari bahaya paparan

radiasi EMF antena BTS.

4.4. Algoritma Penyelesaian Model

Penelitian ini mengadopsi uji pendekatan untuk mengurangi masalah di

mana sebagian besar variabel-variabel bilangan integer adalah tetap konstan dan

hanya sebagian kecil diperbolehkan bervariasi dalam langkah-langkah diskrit.

Langkah-langkah prosedur dapat diringkas sebagai berikut :

Langkah 1. Memecahkan masalah dengan mengabaikan persyaratan integral .

Langkah 2. Memperoleh (sub-optimal) solusi bilangan integer yang layak,

menggunakan pembulatan heuristik dari solusi berkelanjutan .

Langkah 3. Membagi set I dari variabel integer ke dalam set I1, pada batas-batas

dimana yang nonbasic pada solusi kontiniu, dan set 2I , 1 2I I I .

Langkah 4. Melakukan pencarian pada fungsi tujuan, menjaga variabel dalam

nonbasic I1 dan memperbolehkan hanya perubahan diskrit dalam nilai-

nilai dari variabel dalam I2.

Langkah 5. Melakukan pengurangan biaya dalam variabel I1. jika ada harus

dibebaskan dari batasan, dan tambahkan ke set I2 dan ulangi dari

langkah 4 , jika tidak maka akhiri.

Universitas Sumatera Utara

Page 110: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

91

Perlu dicatat bahwa prosedur di atas memberikan kerangka untuk

pengembangan strategi khusus untuk masalah klasifikasi tertentu. Hasil bilangan

integer disimpan dalam variabel superbasic. Kemudian melakukan pencarian garis

bilangan integer untuk meningkatkan solusi bilangan integer yang layak

(Mawengkang H. et al. 2012) .

Model mitigasi antena BTS untuk melindungi kesehatan masyarakat yang

ada pada rekomendasi ITU-T K70 (2007) dilakukan dengan perlakuan antena BTS

itu sendiri baik dengan cara merubah besaran daya maupun merubah arah fisik

antena tanpa merelokasi antena BTS itu sendiri. Ini dilakukan untuk melindungi

sebahagian kecil daerah dari daerah cakupan seluruhnya. Demikian juga dengan

penelitian lainnya yang telah dilakukan sebagaimana uraian pada tinjauan pustaka

mencari lokasi antena BTS dengan tujuan untuk meminimalkan jumlah pemakaian

FCA. Juga ada dengan tujuan meminimalkan cost pembangunan sebuah jaringan

BTS dengan cara meminimalkan jumlah BTS dalam sebuah jaringan telepon selular.

Sedangkan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti berupa model matematis

adalah membangun jaringan BTS dengan biaya koneksi yang minimal, keberhasilan

hubungan komunikasi yang maksimal dengan melakukan manajemen pengaturan

pemakaian FCA, dan melakukan perlindungan kesehatan masyarakat melalui

pertimbangan power density.

4.5. Simulasi Model

Simulasi model topologi antena BTS ini dalam melakukan perlindungan

lingkungan hidup pada hubungan komunikasi telepon selular antar MS dapat

dilakukan dengan simulasi beberapa kemungkinnan hubungan komunikasi, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

Page 111: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

92

1. Perlindungan lingkungan hidup pada hubungan komunikasi antar MS pada BTS

yang berbeda dalam satu switch.

2. Perlindungan lingkungan hidup pada hubungan komunikasi antar MS pada BTS

yang berbeda dalam satu hub yang sama

3. Perlindungan lingkungan hidup pada hubungan komunikasi antar MS dalam satu

BTS pada sel yang berbeda

4. Perlindungan lingkungan hidup pada hubungan komunikasi antar MS dalam satu

BTS dan sel yang sama

4.5.1. Simulasi perlindungan lingkungan hidup pada hubungan komunikasi

antar MS pada BTS yang berbeda dalam satu switch

Pada model yang diperoleh, simulasi perlindungan lingkungan hidup

dalam hubungan komunikasi yang dibangun untuk menghubungkan MS A dengan

MS B pada BTS berbeda yang berada dalam satu switch dilakukan seperti pada Tabel

4.4.

Tabel 4.4. Komunikasi MS antar BTS dalam satu switch berbasis perlindungan

lingkungan hidup.

Frekuensi 900 MHz

ASAL HUB SWITCH

TUJUAN

MS

BTS

1

BTS

2

BTS

3 MS

BTS

11 BTS 12

BTS

13

A

PD > 4,5 < 4,5 < 4,5 + +

B

PD > 4,5 < 4,5 < 4,5

FCA - - + + + FCA - + -

BTSL + + - + + BTSL + - +

Keterangan : tanda (+) pada baris FCA menyatakan ketersediaan kanal, tanda (-) sebaliknya.

tanda (-) pada baris BTSL menyatakan biaya yang minimum, tanda (+) sebaliknya

tanda (+) pada kolom hub dan switch menyatakan hub dan switch dapat melayani

dengan baik

Pada hubungan komunikasi tersebut MS A di cakup oleh BTS 1, BTS 2,

dan BTS 3, akan tetapi hanya BTS 2 dan BTS 3 yang memiliki power density < 4,5

watt/m2, artinya BTS 2 dan BTS 3 memenuhi syarat perlindungan lingkungan hidup.

Universitas Sumatera Utara

Page 112: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

93

Selanjutnya dapat dilihat bahwa ketersediaan kanal (FCA) hanya ada pada BTS 3,

kemudian dapat dilihat bahwa biaya koneksi BTSL juga lebih minimum pada BTS

3. Maka yang menangani MS A pada daerah asal adalah BTS 3. Dengan demikian

MS A sudah terlindungi dari bahaya radiasi EMF antena BTS asal karena power

density yang berada pada lokasi MS A telah berada di bawah nilai ambang batas (<

4,5 watt/m2) . Pada hubungan komunikasi ini diasumsikan bahwa hub dan switch

dapat melaksanakan koneksi antar BTS tersebut dengan baik. Hal yang sama

dilakukan pada daerah tujuan (MS B), BTS 12 yang memenuhi syarat perlindungan

lingkungan hidup karena memiliki power density dibawah nilai ambang batas (< 4,5

watt/m2), juga FCA tersedia, dan biaya koneksi BTSL minimum. Dengan demikian

komunikasi MS A dengan MS B dilakukan melalui BTS 3 dan BTS 12. Dapat

disimpulkan bahwa dengan model ini, hubungan komunikasi antar MS pada BTS

yang berbeda dalam satu switch dapat melakukan perlindungan lingkungan hidup

dari paparan radiasi EMF antena BTS, baik pada daerah asal MS maupun pada

daerah tujuan MS.

4.5.2. Simulasi perlindungan lingkungan hidup pada hubungan komunikasi

antar MS pada BTS yang berbeda dalam satu hub

Pada hubungan komunikasi ini, hampir sama dengan pembahasan butir 4.5.1.

di atas, yang berbeda cuma hubungan komunikasi ini tidak melalui switch tetapi

hanya melalui hub saja, seperti yang terlihat pada Tabel 4.5. Perlindungan

lingkungan hidup pada kasus ini sama dengan penjelasan butir 4.5.1. di atas, yang

menangani MS A pada daerah asal adalah BTS 3 karena terpenuhinya syarat

perlindungan lingkungan hidup dimana power density BTS 3 berada dibawah nilai

batas ambang (< 4,5 watt/m2). Disamping itu juga adanya ketersediaan kanal FCA,

dan biaya koneksi BTS yang minimum. Hal yang sama dilakukan pada daerah

Universitas Sumatera Utara

Page 113: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

94

tujuan, BTS 12 memenuhi syarat perlindungan lingkungan hidup karena power

density yang dimiliki BTS 12 berada di bawah nilai ambang batas (< 4,5 watt/m2).

dan juga adanya FCA yang tersedia, dan biaya koneksi BTS yang minimum.

Tabel 4.5. Komunikasi MS antar BTS dalam satu hub berbasis perlindungan

lingkungan hidup

Frekuensi 900 MHz.

ASAL HUB

TUJUAN

MS

BTS

1 BTS 2

BTS

3 MS

BTS 11 BTS 12 BTS 13

A

PD > 4,5 < 4,5 < 4,5 +

B

PD > 4,5 < 4,5 < 4,5

FCA - - + + FCA - + -

BTSL + + - + BTSL + - +

Keterangan : tanda (+) pada baris FCA menyatakan ketersediaan kanal, tanda (-) sebaliknya.

tanda (-) pada baris BTSL menyatakan biaya yang minimum, tanda (+) sebaliknya

tanda (+) pada kolom hub menyatakan hub dapat melayani dengan baik

Dengan demikian yang melayani hubungan komunikasi MS A dengan MS B adalah

BTS 3 pada daerah asal dan BTS 12 pada daerah tujuan.

4.5.3. Simulasi perlindungan lingkungan hidup pada hubungan komunikasi

antar MS dalam satu BTS pada sel yang berbeda.

Pada model yang diperoleh, simulasi perlindungan lingkungan hidup

dalam hubungan komunikasi yang dibangun untuk menghubungkan MS A dengan

MS B dalam satu BTS pada sel yang berbeda dilakukan seperti pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Komunikasi antar MS dalam satu BTS pada Sel yang berbeda berbasis

perlindungan lingkungan hidup

Frekuensi 900 MHz.

ASAL (BTS 1) TUJUAN (BTS 1)

MS SEL 1 SEL 2 SEL 3 MS SEL 1 SEL 2 SEL 3

A

PD < 4,5 < 4,5 > 4,5

B

PD > 4,5 < 4,5 < 4,5

FCA + - + FCA + + +

BTSL - + - BTSL - + -

Keterangan : tanda (+) pada baris FCA menyatakan ketersediaan kanal, tanda (-) sebaliknya.

tanda (-) pada baris BTSL menyatakan biaya yang minimum, tanda (+) sebaliknya

Universitas Sumatera Utara

Page 114: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

95

Pada simulasi hubungan komunikasi tersebut MS A di cakup oleh Sel 1 ,

Sel 2, dan Sel 3. Hanya Sel 1 dan Sel 2 yang memiliki power density < 4,5 watt/m2,

artinya hanya Sel 1 dan Sel 2 yang memenuhi syarat perlindungan lingkungan hidup.

Selanjutnya dapat dilihat bahwa ketersediaan kanal (FCA) hanya ada pada Sel 1, dan

biaya koneksi BTS juga lebih minimum pada Sel 1. Maka yang menangani MS A

pada daerah asal adalah Sel 1. Dengan demikian MS A sudah terlindungi dari bahaya

radiasi EMF antena BTS asal karena power density yang berada pada lokasi MS A

telah berada di bawah nilai ambang batas (< 4,5 watt/m2). Hal yang sama dilakukan

pada daerah tujuan, Sel 3 yang memenuhi syarat perlindungan lingkungan hidup

karena power density pada Sel 3 berada dibawah nilai ambang batas (< 4,5 watt/m2).

Disamping itu adanya ketersediaan FCA, dan biaya koneksi BTS yang minimum.

Dalam hal ini hubungan komunikasi MS A dengan MS B dilakukan melalui sel 1

pada daerah asal dan sel 3 pada daerah tujuan. Dapat disimpulkan bahwa dengan

model ini, hubungan komunikasi antar MS pada BTS yang sama dapat melakukan

perlindungan lingkungan hidup dari paparan radiasi EMF antena BTS, baik pada

daerah asal MS maupun pada daerah tujuan MS.

4.5.4. Perlindungan lingkungan hidup pada hubungan komunikasi antar MS

dalam satu BTS dan sel yang sama.

Pada model yang diperoleh, simulasi perlindungan lingkungan hidup

dalam hubungan komunikasi yang dibangun untuk menghubungkan MS A dengan

MS B pada BTS dan sel yang sama dilakukan seperti pada Tabel 4.7.

Pada Tabel 4.7. kolom Sel 1a dan Sel 1b berada pada Sel yang sama, akan

tetapi untuk membedakan pengurangan power density akibat pengurang daya

Universitas Sumatera Utara

Page 115: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

96

pemancar antena BTS maka sel 1a dibedakan dengan sel 1b hanya untuk kejelasan

dari uraian penjelasan.

Tabel 4.7. Komunikasi antar MS dalam satu BTS dan Sel yang sama berbasis

perlindungan lingkungan hidup.

Frekuensi 900 MHz.

ASAL (BTS 1) TUJUAN (BTS 1)

MS SEL 1a SEL 1b MS SEL 1a SEL 1b

A

PD > 4,5 < 4,5

B

PD < 4,5 > 4,5

FCA + + FCA + +

BTSL - - BTSL - -

Keterangan : tanda (+) pada baris FCA menyatakan ketersediaan kanal, tanda (-) sebaliknya.

tanda (-) pada baris BTSL menyatakan biaya yang minimum, tanda (+) sebaliknya

Pada hubungan komunikasi tersebut, MS A di cakup oleh sel 1 pada BTS

1 yang dalam hal ini disebut sel 1a. Sel 1a memiliki power density di atas nilai

ambang batas (> 4,5 watt/m2), maka untuk melakukan perlindungan lingkungan

hidup pada daerah Sel 1a, daya (P) yang dipancarkan oleh antena BTS 1 (persamaan

4.2) dikurangi sampai menghasilkan power density di bawah nilai ambang batas (<

4,5 watt/m2), dan sel ini dinyatakan sebagai sel 1b. Dalam hal ini diasumsikan

ketersediaan kanal (FCA) dan koneksi BTS yang minimum terpenuhi. Hal yang

sama dilakukan pada daerah tujuan, dan yang memenuhi syarat perlindungan

lingkungan hidup adalah sel 1a karena memiliki power density di bawah nilai

ambang batas (< 4,5 watt/m2). Dengan demikian hubungan komunikasi antar MS

dalam satu sel tersebut dinyatakan telah memenuhi syarat perlindungan lingkungan

hidup dari paparan radiasi EMF antena BTS 1.

4.6. Perlindungan Lingkungan Hidup Sebelum dan Sesudah Penerapan Model.

Hasil simulasi penerapan model menunjukkan hasil yang signifikan dalam

melakukan perlindungan lingkungan hidup terhadap paparan gelombang EMF yang

Universitas Sumatera Utara

Page 116: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

97

dipancarkan oleh antena BTS, hal ini diperlihatkan pada pembahasan butir 4.5. di

atas. Perbandingan hasil simulasi model dengan paparan gelombang EMF hasil

pengukuran di kota Medan (Tabel 4.1.) seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8. Perbandingan hasil simulasi model dengan kondisi riil di lapangan

Power Density Kondisi di lapangan Simulasi Model Jarak dari antena BTS (m)

PD > NAB 89,8 % 0 % 100

PD < NAB 10,2 % 100 % 100

Pada Tabel 4.8. dapat dilihat bahwa pada jarak 100 meter dari antena BTS,

perlindungan lingkungan hidup hasil simulasi model dapat dilakukan dengan sangat

baik (100 %) dibandingkan dengan kondisi riil lapangan yang hanya sebesar 10,2

%. Hal ini menyatakan bahwa model yang diperoleh dapat melakukan perlindungan

lingkungan hidup dari paparan gelombang EMF yang dipancarkan oleh antena BTS.

Universitas Sumatera Utara

Page 117: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

98

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dituangkan pada Disertasi ini, dapat disimpulkan

hal-hal sebagai berikut :

1. Paparan radiasi EMF yang bersumber dari menara antena BTS di kota Medan

memiliki resiko terhadap lingkungan hidup khususnya kesehatan masyarakat yang

berada pada jarak sampai dengan 500 meter dari antena BTS. Pada jarak sampai

dengan 100 meter, lebih dari 80 % antena BTS tersebut memiliki power density

yang melebihi nilai batas ambang, sehingga sangat berbahaya bagi lingkungan

hidup yang berada pada radius tersebut. Paparan radiasi ini lebih besar pada

menara antena BTS yang menggunakan menara bersama (tower sharing) karena

terjadinya kumulatif power density yang dihasilkan oleh beberapa antena BTS

dari operator telepon selular yang berbeda.

2. Penelitian ini telah berhasil memberikan suatu model jaringan topologi antena

(BTS) yang dapat memberikan perlindungan penuh terhadap lingkungan hidup

khususnya kesehatan masyarakat dari bahaya paparan radiasi EMF antena BTS,

dengan demikian novelty dari penelitian ini tercapai.

3. Model ini memberikan perlindungan penuh terhadap lingkungan hidup berbasis

Rpeak dan ambang batas power density.

4. Model ini juga menjamin koneksitas komunikasi melalui FCA dengan biaya yang

minimal sehingga pembangunan jaringan antena BTS akan lebih menguntungkan

Universitas Sumatera Utara

Page 118: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

99

operator telepon selular dan juga perlindungan lingkungan hidup khususnya

terhadap kesehatan masyarakat.

5. Model ini peneliti sebut sebagai model Cellular Topological Network Design

(CTND) ramah lingkungan. Model dibangun berdasarkan gabungan antara

persoalan penentuan lokasi BTS, persoalan Frequency Channel Assignment

(FCA) dan rancangan topologi jaringan (TND) yang semuanya berbasis power

density dan ini berarti berbasis ramah lingkungan hidup.

6. Secara optimisasi, model ini termasuk dalam bentuk Mixed-Integer programming

problem dengan metode pencarian sekitar (Neighborhood Search Method) yang

dikembangkan untuk menyelesaikan model yang diperoleh.

5.2. Saran

Untuk menjaga keamanan, kenyamanan, estetika, dan lingkungan hidup

khususnya kesehatan masyarakat di kota Medan, maka disarankan beberapa hal

berikut :

1. Adanya regulasi pemerintah kota Medan yang mengatur tata letak BTS agar

memasukkan perlindungan lingkungan hidup sebagai syarat utama dalam

perencanaan dan pembangunan menara antena BTS.

2. Pemerintah kota Medan harus melakukan pengawasan secara terus menerus

terhadap besarnya paparan radiasi EMF pada lingkungan hidup yang memerlukan

perlindungan dari paparan radiasi EMF antena BTS.

3. Meninjau ulang regulasi pemerintah tentang menara bersama (tower sharing) yang

dapat menyebabkan terjadinya akumulasi paparan radiasi EMF pada coverage

area BTS.

Universitas Sumatera Utara

Page 119: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

100

4. Ijin warga yang dipersyaratkan pada pembangunan menara antena BTS harus

diperluas sampai dengan jarak Rpeak dari antena BTS, karena power density

disepanjang jarak tersebut berada diatas nilai ambang batasnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 120: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

101

DAFTAR PUSTAKA

Aardal, K. I., van Hoesel, S. P. M., Koster, A. M. C. A., Mannino, C. dan Sassano,

A. 2007. Models an d solution techniques for frequency assignment

problems. Annals Op. Res. 153(1) : 79-120.

Abdel-Rassoul, G., El-Fateh, O.A., Salem, M.A., Michael, A., Farahat, F., El-

Bataroung, M. dan Salem, E. 2007. Neurobehavioral effects among

inhabitants around mobile phone base stations. Neurotoricology. 28(2) :

434-440.

Acan, A., Altinacy, H., Tekol, Y. dan Uveren, A. 2003. A genetic algorithm with

multiple crossover operator for optimal frequency assignment problem. The

2003 Congress on Evolutionary Computing [CEC]. 1 : 256-263.

Adey, W.R., Byus, C.V., Cain, C.D., Higgins, R.J., Jones, R.A., Kean, C.J., Kuster,

N., Mac Murray, A., Stagg, R.B., Zimmerman, G., Phillips, J.L. dan Haggren,

W. 1999. Spontaneous and nitrosoureainduced primary tumors of the central

nervous system in Fischer 344 rats chronically exposed to 836 MHz

modulated microwaves. Radiat Res. 152 : 293-302.

Aizaz, Z., Tirmizi, A. dan Raeen, S. 2012. Implementation of genetic algorithm in

dynamic channel allocation. International Journal os Scientific Engineering

and Technology [IJSET]. 1(2) : 108-111.

Al-khlaiwi Thamir dan Meo Sultan, A. 2004. Association of mobile phone radiation

with fatigue, headache, dizziness, tension and sleep disturbance in Saudi

population. Saudi medical journal, 25(6) : 732-736.

Ali Faruk Md dan Sudhabindu, R. 2011. SAR analysis in a realistic grounded human

head for radiating dipole antenna. 2011. National Conference on

Communication, IEEE. pp. :1-5.

Alumur Sibel dan Kara Bara, Y. 2008. Network hub location problem : The state of

the art. European journal of operational research. 190 : 1-21.

Amadi, E., Capone, A., Cesana, Filippini, I. dan Malucelli, F.2008. Optimization

models and methods for planning wireless mesh networks. Computer

networks. 52(11) : 2159-2171.

Amadi, E. dan Capone, A. 2003. Planning UMTS base station location: Optimization

models with power control and algorithms. IEEE Transactions on Wireless

Communications. 2(5).

Universitas Sumatera Utara

Page 121: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

102

Amadi, E., Belotti, P., Capone, A. dan Malucelli, F. 2006. Optimizing base station

location and configuration in UMTS networks. A.Oper. Res. DOI

10.1007/s10479-006-0046-3.

Anies. 2003. Pengendalian dampak kesehatan akibat radiasi medan elektromagnetik.

Jurnal media medika Indonesia. 38(4) : 213-219.

Anies. 2007. Mengatasi gangguan kesehatan masyarakat akibat radiasi

elektromagnetik dengan manajemen berbasis lingkungan. Pidato pengukuhan

Guru Besar kesehatan masyarakat. Universitas Dipanegoro [UNDIP].

Anu Karinen, Sirpa Heinävaara, Reetta Nylund dan Dariusz Leszczynski. 2008.

Mobile phone radiation might alter protein expression in human skin. BMC

Genomics. 9 : 77.

[ATSI] Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia. 2012. Menara telekomunikasi

menjamur tahun Ini.http://fokus.news.viva.co.id/news/read/ 279808-menara-

bts-menjamur-di-tahun-ini. [10 Agustus 2015].

Berg-Beckhoff, G., Blettner, M., Kowallb, Breckenkamp, J., Schlehofer, B.,

Schniedel, S., Borrkessel, C., Reis, U., Potthoff, P. dan Schuz, J. 2009.

Mobile phone base stations and adverse health effects : Phase 2 of a Cross-

Sectional Study With Measured Radio Frequency Electromagnetic Fields.

Occup. Environ. Med. 66(2): 124-130.

Bikram, A.N. 2014. Electromagnetic radiation compatibility survey and safety

analysis around mobile base transceiver stations: Case studies around

Kathmandu Valley. Research Journal of Engineering Sciences. 3(8): 11-17.

Calegari, P., Giudec, F. dan Kuonen, P. 1996. Paralel genetic approach to transceiver

placement optimization. SIPAR Workshop ’96 : Paralel Distributed Systems.

Laussane, Switzerland. : 21-24.

Castillo, E., Conejo, A.J., Pedregal, P., Garc´ia, R. dan Alguacil, N. 2002. Building

and solving mathematical programming models in engineering and science,

pure and applied mathematics series. Wiley, New York, John Wiley and

Sons, Inc.

Cember, H. 1983. Pengantar fisika kesehatan. Pergamon Press. New York . pp: 198-

202.

Chamberland, S. dan Pierre, S. 2005. On the design problem of cellular wireless

networks. Wireless Networks. 11: 489-496.

Chan, P. T., Palaniswani, M. dan Everitt, D. 1994. Neural network-based dynamic

channel assignment for cellular mobile communication systems. IEEE

Transactions on Vehicular Technology. 43(3) : 279-288.

Universitas Sumatera Utara

Page 122: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

103

Chia, Y. S., Siew, Z.W., Yew, H.T., Yang, S.S. dan Teo, K.T.K. 2012. An

evolutionary algorithm for channel assignment problem in wireless mobile

networks. ICTACT Journal on Communication Technology. 03(04) : 613-

618.

Cicchetti, R. dan Faraone, A. 2004. Estimation of the peak power density in the

vicinity of cellular and radio base station antennas. IEEE Trans. On

Electromagnetic Compatibility. 46(2): 275-290.

Diamantoulakis, P.D. dan Karagiannidis, G.K. 2013. On the design of an optimal

hybrid system for base tranceiver stations. Journal of Green Engineering.

3(2): 127-146.

[Dirjen] Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi. 2005. Keputusan Direktur

Jenderal Pos dan Telekomunikasi No. 193/Dirjen/2005 tentang persyaratan

teknis alat dan perangkat komunikasi radio microwave link. Jakarta : Dirjen

Pos dan Telkom.

Dutta, A. dan Kubat, P. 1999. Design of partially survivable networks for cellular

telecommunication systems. European Journal of Operational

Research.118: 52-64.

Erradi, N., Alami, F.T., Aknin, N. dan El Moussaoui, A. 2013. Genetic algorithms

to optimize base station sitting in WCDMA networks. International Journal

of Advanced Computer Science [IJACSA]. 4(3) : 218-220.

Felix Opara, K., Gabriel Adigwe, U. dan Emmanuel Agbaraji, C. 2014. Investigation

and analysis on electromagnetic radiation from cellular Base Station

Transmitters and the Implications to human body. Macrothink Institute,

Journal of Environment and Ecology. 5(1) : 46-60.

Fischetti Matteo, Romanin GiorgioJacur dan Gonzalez, J.J.S. 2003. Discrete

optimization of the interconnecting network of a UMTS radio mobile

telephone system. European Journal of Operational Research. 144 : 56–67.

Floriani, L. C. P. dan Mateus, G. R. 1997. Optimization models for effective cell

planning design. Proceedings of the First international workshop on discrete

algorithms and methods for mobilie computing and communications.

Budapest, Hungary.

Frei, P., Mohler, E., Burgi, A., Frohlich, J., Neubauer, G., Braun-Fahrlander, C. dan

Rossli, M. 2009. A prediction model for personal radio frequency

electromagnetic field exposure. Sci. Total Environ. 408 (1) : 102-108.

Frei, P., Mohler, E., Braun-Fahrlander, C., Frohlich, J., Neubauer, G. dan Roosli, M.

2012. Cohort study on the effects of everyday life radio frequency

electromagnetic field exposure on non-specific symptoms tinnitus. Environ

Int.38(1) : 29-36.

Universitas Sumatera Utara

Page 123: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

104

Fu, X., Bourgeois, A.G., Fan, P. dan Pan, P. 2006. Using a genetic algorithm

approach to solve the dynamic channel-assignment problem. Int. Journal

Mobile Communications. 4(3) : 333-353.

Fügenschuh Armin, E. dan Fügenschuh Marzena. 2008. Integer linear programming

models for topology optimization in sheet metal design. 2008. Journal

mathematical methods of operations research. 68: 313-331.

Garey, M. R. dan Johnson, D. S. 1979. Computers and intractability: A guide to the

theory of NP-completeness. A series of books in the mathematical sciences.

San Francisco, Calif.

Gavin, G. Shire, Karen Brown dan Gerald Winegrad. 2000. Communication Tower

: A Deadly Hazard to Bird. http://www.abcbirds.org

George, L. Nemhauser, Laurence, A. dan Wolsey. 1988. Integer and combinatorial

optimization. Wiley-Interscience Series in Discrete Mathematics and

Optimization, New York.

Gerd, O., Navarro, A., Enrique, Portoles Manual, Maestu Ceferine dan Gomez-

Perretta Claudi. 2004. The Microwave Syndrome. Further aspect of Spanish

Study.

Gholamali Jelodar, Saeed Nazifi dan Milad Nuhravesh. 2011. Effect of

electromagnetic field generated by BTS on hematlogical parameters and

cellular composition of bone marrow in rat. Journal Comparative

Haematology International - Comp Haematol Int. 19(4) : 1-5.

Goldsworthy Endrew. 2007. Biological Effect of Weak Electromagnetic Fields.

http:www. hese‐uk/en/papers/goldsworthy_bio_weak_em_07.pdf. [17 Desember 2015]

Gonzales-Brevis, P., Gondzio, J., Fan, Y., Poor, H.V., Thomson, J., Krikidis, J. dan

Chung, P. 2010. Base station location for minimal energy consumption in

wireless networks. Technocal Report ERGO 10-002, School of Mathematics,

University of Edunburgh.

Gornick dan Larry. 2005. Kartun Fisika. Jakarta, KPG., pp.: 149-156, 117-122.

Government of India Ministry of Communications & Information Technology

Department of Telecommunications. 25th Nov., 2010. Report of The Inter-

Ministerial Committee on EMF Radiation.

Gupta, V.K., Ali Muntaser Abdelsalam Faraj dan Mohamed Seidi Ahmed Hmadi.

2012. Grade service in end-to-end service quality of service broadband

networks. International journal of advanced research in computer science

and software engineering. 2(12): 148-151.

Universitas Sumatera Utara

Page 124: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

105

Hamilton Janice. 1996. Electromagnetic interference can cause hospital device to

malfunction. McGill Group Warns. Can Med Assoc Journal. 154(3) : 373-

375.

Hardjono dan Isna Qadrijati. 2004. Pengaruh paparan medan elektromagnetik

terhadap kecemasan penduduk. Nexus medicus. 16 : 68-78.

Hardell, L., Hansson Mild, K., Pahlson, A. dan Hallquist, A. 2001. Ionizing

radiation, celluler telephones and the risk for brain tumours”, European

journal of cancer prevention. 10 : 523-529.

Hardell, L., Carlberg, M. dan Hansson Mild, K. 2005. Use of cellular telephones and

brain tumour risk in urban and rural areas. Journal of Occup Environ Med.

62. : 390-394.

Hasselbach, P. P., Klei, A. dan Gaspard, I. 2008. Dynamic resource assignment

(DRA) with minimum outage in cellular mobile radio networks. COST 2100

TD (08) 429, Wroclaw, Poland.

Hendra Rahmatullah. 2009. Pengaruh Gelombang Elektromagnetik Frekuensi

Ekstrim Rendah terhadap Kadar Trigliserida Tikus Putih (rattus norvegicus).

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Heryanto, I. 2011. Perencanaan BTS (Base Transceiver Station) di wilayah layanan

operasi seluler GSM. Jurnal Mediatel. 2(1) : 1-10.

Hoffman Karla, L. dan Ralphs, T.K. 2012. Integer and Combinatorial Optimization,

Industrial and Systems Engineering, Computational Optimization Research

at Lehigh. Technical Report 12T-020.

Hruby, R., Neubauer, G., Kuster, N. dan Frauscher, M. 2008. Study on potential

effects of 902-MHz GSM-type wireless communication signals on DMBA-

induced mammary tumours in Sprague-Dawley rats. Mutat Res. 649: 34-44.

[IEEE] Institute of Electrical and Electronics Engineering. 1999. IEEE Standard for

Safety Level with Respect to Human Exposure to Radio Frequency

Electromagnetic Field, 3 kHz to 300 GHz. (IEEE Std. C95.1.)

[IEEE] Institute of Electrical and Electronics Engineering. 2005. IEEE Standard for

Safety Level with Respect to Human Exposure to Radio Frequency

Electromagnetic Field, 3 kHz to 300 GHz. (IEEE Std. C95.1.)

[IEGMP] Independent Expert Group on Mobile Phone. 2000. Mobile Phones and

Health. Report of Stewart Group, pp.: 120-121.

[ITU] International Telecommunication Union. 2005. Evaluating fields from

terrestrial broadcasting transmitting systems operating in any frequency band

for assessing exposure to non-ionizing radiation. Recommendation ITU-R

BS.1698.

Universitas Sumatera Utara

Page 125: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

106

[ITU] International Telecommunication Union. 2007. Mitigation technique to limit

human exposure to EMFs in the vicinity of radiocommunication stations.

recommendation K70.

[ITU] International Telecommunication Union. 2013. ICT Facts and Figures,

Geneva-Switzerland.

[IARC] International Agency for Research on Cancer. 2010. Interphone study report

on mobile phone use and brain cancer risk. WHO : Press Realease N0 200.

[ICNIRP] International Commission On Non-Ionizing Radiation Protection

Guidelines . 1998. For limiting exposure to time-varying electric, magnetic

and electromagnetic fields (Up To 300 GHz.). Health Physics, 74 (4): 494-

522.

International EMF Project. 2005. “Electromagnetic field and public health effects

of EMF on enviroment.Information sheet. http://www.who.int/peh-

emf/project/en/ [20 Januari 2015].

International EMF Alliance. 2013. Workshop on risk communication-

electromagnetic fields and human health. Brussel.

Ismail, A., Din, N.M., Jamaluddin, M.Z. dan Balasubramaniam, N. 2009.

Electromagnetic assessment for mobile phone base stations at major cities in

Malaysia. Communications (MICC), IEEE 9th Malaysia International

Conference on, 15-17 Dec. 2009, pp : 150-153.

Jaimes-Romero, F. J., D. Munoz-Rodriguez dan Tekinay, S. 1996. Channel

assignment in cellular system using genetic algorithm. In: Proceedings of the

46th IEEE Vehicular Technology Conference, Atlanta USA, pp. : 741-745.

Joris Everaest dan Birk Banwens. 2007. Possible effect of electromagnetic radiation

from mobile phone base station on the number of breeding house sparrow.

http://.www. informaworld.com [11 Oktober 2015]

Kapov Darko Skorin dan Kapov Jadranka Skorin. 1994. On tabu search for location

of interacting hub facilities. Eropean Journal of Operational Research. 73

(3): 502-509.

Kalvenes Joakim, Jeffery Kennington dan Eli Olinick. 2005. Base station location

and service assignment in W-CDMA network. Informs Journal on

Computing. 18(3) : 366-376.

Kamo, B., Miho ,R., Vladi, V., Cela, S. dan Lala, A. 2011. Estimation of peak power

density in the vicinity of cellular base stations, FM, UHF and WiMAX

antennas.Int. J. of Engineering & Technology IJET-IJENS. 11(2) : 58-64.

Universitas Sumatera Utara

Page 126: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

107

[Kemeninfo] Kementrian Informasi dan Informatika Indonesia. 2008.

Permenkominfo RI No.02/Per/M.Kominfo/3/2008 tentang Pedoman

Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi.

Kubat, P. dan Smith, J. M. 2000. A multi-period network design problem for cellular

telecommunications systems. Technical report, Department of Mechanical

and Industrial Engineering, University of Massachusetts, Amherst

Massachusetts 01003.

Kumar Neha dan Kumar Girish. 2009. Biological effect of cell tower radiation on

human body”. International Symposium on Microwave and Optical

Technology [ISMOT] 09/C/318, pp. : 1365 – 1368.

Kumar Neha. 2011. Biological effect of electromagnetic radiation.

http://www.slideshare.net/ nehakumar01/biological-effects-of-emr.

Kumar Giris. 2012. Better Radiation Norms for Cell Phones/Cell Towers. Presentasi

Lokakarya di Associated Chambers of Commerce & Industry of India

[ASSOCHAM] EMF,New Delhi, [email protected]

Kumar Amit dan Tanvir Singh; Vasishath Kaushal; Divya Khurana; JNV Theog;

Shimla. 2013. Electromagnetic pollution : Experimental comparison of 2G

and 3G wireless communication networks. 2013. Proceeding of conference

on emerging trends in engineering and technology. Association of Computer

Electronics and Electrical Engineers. 559-564.

Kaushal Mohit, Singh Tanvir dan Kumar Amit. 2012. Effects of mobile tower

radiations &case studies from different countries pertaining the issue.

International journal of applied engineering research, ISSN 0973-4562.

7(11) : 1252-1255.

Krewski Daniel. 2001. Report on the potential health risk of radiofrequency fields

from wireless telecommunication devices 1999. Journal of Toxicology &

Enviromental Health. Part B. 4-4.

Linet, M.S., Hatch, E.E., Kleinerman, R.A., Robison, L.L., Kaune, W.T., Friedman,

D.R., Severson, R.K., Haines, C.M., Hartsock, C.T., Niwa, S.,Wacholder. S.

dan Tarone,R.E. 1997. Residential exposure to magnetic fields and acute

lymphoblastic leukemia in children. N Engl J Med. 337 : 1-7.

Mamilus, A., Ahaqneku, Anthony, N. dan Nzeako. 2012. GSM Base Station

Radiation Level : A case study of university of Nigeria environment.

International Journal ofg Scientific & Technology Research. 1: 102-107.

Mahardika Putu, I. Efek Radiasi Gelombang Elektromagnetik Ponsel Terhadap

Kesehatan Manusia.

https://mahardikaholic.files.wordpress.com/2009/12/efek-radiasi-gelom

bang-elektromagnetik-pada-ponsel.pdf [10 Mei 2015].

Universitas Sumatera Utara

Page 127: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

108

Marshall Stanley, V. dan Skitek Gabriel, G. 1990. Electromagnetic concepts and

applications. Third edition, Prentice-Hall International Editions.

Mathar, R. dan Niessem, T. 2000. Optimum position of base stations for cellular

radio networks. Wireless Networks. 6 : 421–428.

Matthias Otto dan Karl Ernst von Műhlendahl. 2007. Electromagnetic field (EMF) :

Do they play a role in children’s environmental health (CEH) ?. International

Journal of Hygiene and Enviromental Health. 210(5) : 635-644.

Mathar, R. dan Schmeink, M. 2000. Optimal base station positioning and channel

assignment for 3G mobile networks by integer programming. Technical

report, RWTH Aachen, RWTH Aachen, W¨ullnerstr. 3, D-52056 Aachen.

Mawengkang, H., Guno, M.M., Hartama Dedy, Siregar, A.S., Adam, H.A. dan

Alfina, O. 2012. An improved direct search approach for solving mixed-

integer nonlinear programming problems. Accepted to be published in Global

Journal of Technology and Optimization.

Mazzini, F. F. dan Mateus, G. R. 2001a. A mixed-integer programming model for

the cellular telecommunication network design. Proceedings ofthe 5th

international workshop on Discrete algorithms and methods for mobile

computing and communications. ACM Press. pp. 68–76.

Mazzini, F. F. 2001b. Modelos e algoritmos para o projeto de redes celulares.

[Master’s thesis]. Departamento de Ciˆencia da Computac ao, Universidade

Federal de Minas Gerais, Belo Horizonte, MG.

Mazzini, F. F., Mateus, G. R. dan Luna, H. P. L. 2001c. Cellular telecommunication

network design.in ALGOTEL’2001 - Actes 3`emes rencontres francophones

sur les Aspects Algoritmiques des T´el´ecommunications. Saint Jean de Luz,

France.

Mazzini, F. F., Mateus, G. R. dan Smith, J. M. 2003. Lagrangean based methods for

solving large-scale cellular network design problems. Wireless Networks. 9 :

659-672.

Mederiros Luisa Nascimento dan Sanchez Tanit Ganz. 2015. Tinnitus and cell phone

: the role of electromagnetic radiofrequency radiation. Brazilian Journal of

Otorhinolary ngology. 82(1) : 97-104.

Merchant, A. dan Sangupta, B. 1994. Multiway graph partitioning with applications

to PCS network. 13th Proceeding of IEEE Networking for Global

Communications, INFOCOM. 2: 593-600.

Merchant, A. dan Sangupta, B. 1995. Assignment of cells to switches in PCS

networks. IEEE/ACM Transactions on networking. 3(5) : 521-526.

Universitas Sumatera Utara

Page 128: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

109

Metzger, B. H. 1970. Spectrum management technique. Presentation at 38th National

ORSA Meeting (Detroit, MI).

Miclaus, S.; Bechet, P. 2006. Estimated and measured values of the radiofrequency

radiation power density around cellular base station. 7th International Balkan

Workshop on Applied Physics, 5 – 7 July 2006, Romania.

Ministry of Communications and Information Technology Department of

Telecommuni cations India. 2010. Report of The Inter-Ministerial Committee

on EMF Radiation. Bombay, India.

Mirchandani dan Francis, R. 1990. Discrete Location Theory. Wiley, New York.

Moradi, O. 2010. Fixed channel assignment and neural network algorithm for

channel assignment problem in cellular radio networks. Computer and

Information Science. 3(4) : 93-103.

Montemanni Roberto dan Smith Derek, H. 2010. Heuristic manipulation, tabu search

and frequency assignment. Computer & Operations Research. 37(3) : 543-

551.

Mouly Michel dan Pautet Marie-Bernadette. 1992. The GSM system for mobile

communications. Palaiseau.

Mundada, G. S., Chaudhari, B.S. dan Lohiya, P.M. 2011. Nover channel allocation

scheme for mobile cellular networks. International Journal of Advanced

Engineering Technology. 2(4) : 218-225.

Munene, E.N. dan Kiema, J.B.K. 2014. Optimizimg the location of base transceiver

stations in mobile communication network planning : cae stydy of the Nairobi

central business district, Kenya. International Interdisciplinary Journal of

Science Research. 1(2).

[NASA] National Aeronautics and Space Administration Occupational Health

Conference. July 25, 2007. Radio Frequency Radiation Safety Program.

Denver Colorado.

Nasution, F.T.K. 2012. Besar frekuensi gelombang elektromagnetik dari base

transceiver station (BTS) dan gejala hipersensitifitas di kelurahan padang

bulan kecamatan medan baru. [Skripsi]. Medan : Universitas Sumatera Utara,

Fakultas Kesehatan Masyarakat.\

Ngo Chiu Y., Victor, O.K. dan Li. 1998. Fixed channel assignment in cellular

networks using modified genetic algorithm. IEEE Transactions on Vehicular

Technology. 47:163-171.

[NOASR] Netherlands Organization for Applied Scientific Research, TNO. 2003.

Studied the effect of Global Communications System radio.

Universitas Sumatera Utara

Page 129: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

110

Parsapoor Mahmoobeh dan Bilstrup Urban. 2013. Ant colony optimization for

channel assignment problem in a clustered mobile ad hoc network.

proceeding of The 4th International Conference, ICSI. 7928 : 314-322.

Peraturan daerah kota Medan No. 13 Tahun 2011. Rencana Tata Ruang Wilayah

Kota Medan Tahun 2011-2031.

Rajasekaran Sanguthevar, Naik, K. dan Wei David. 2015. On frequency assignment

in cellular networks. http://www.engr.uconn.edu/~rajasek/Cmobile2.pdf. [2

September 2014]

Rappaport, T. S. 1996. Wireless Communications. Principles & Practice, Prentice

Hall PTR.

Reyes, C. dan Ramos, B. 2010. Mitigation of radiation levels for Base Transceiver

Stations based on ITU-T Recommendation K.70.World Academy of Science,

Engineering and Technology. 45: 743 – 749.

Richa Chitranshi, Kumar Rakesh Mehrotra dan Prakash Pancoli. 2014. Analysis of

cell tower radiation, RF safety and practical realization of compliance

distance. International Journal of Scientific and Research Publications. 4 :

1- 6.

Rika Sustika. 2007. Analisis aspek-aspek perencanaan BTS pada sistem

telekomunikasi seluler berbasis CDMA. 2007. Jurnal INKOM. 1 : 31-38.

Roy Rakhi dan Saha Himadri Subrah. 2012. Mitigation of the excessive non-

ionized radiation of Base Transceiver in developing countries. International

Journal of Information & Network Security (IJINS). 1(4) : 321-329.

Saeid Sabah Hawar. 2015. Comparative study of radio frequency radiations from

GSM base stations in residential areas. International Journal of Engineering

and Innovative Technology (IJEIT). 4 :1-5.

Santini, R., Santini, P., Danze, J. M., Le Ruz, P. dan Seigne, M. 2002. Investigation

on the health of people living near mobile telephone relay stations.

Incidence according to distance and sex, Pathol. Biol. (Paris). 50(6): 369-

373.

Santini R., Santini P., Le Ruz, Danze J.M. dan Seigne M. 2003. Survey study of

people living in the vicinity of cellular phone base stations. Electromagnetic

Biology and Medicine. 22: 41-49.

Shahbazi-Gahrouei, D., Karbalae, M., Moradi, H. A. dan Baradaran-Ghahfarokhi,

M. 2014. Health effects of living near mobile phone base transceiver station

(BTS) antenna. A report from Isfahan, Iran, Electromagn. Biol. Med., Sep.

33(3): 206-210.

Universitas Sumatera Utara

Page 130: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

111

Simko, M. 2007. Cell type specific redox status is responsible for diverse

electromagnetic field effect. Current Medicinal Chemistry. 14 : 1141-1152.

Singh, S. dan Kaur, K. 2013. Base station localization using artificial bee colony

algorithm. International journal of computer applications. 64 (9).

Singh, W. dan Sengupta, J. 2012. An optimized approach for selecting an optimal

number of cell site locations in cellular networks. International journal of

computer applications. 40(8) : 10-16.

Smith, K. dan Palaniswani, M. 1997. Static and dynamic channel assignment using

neural networks. IEEE Journal on Selected Areas in Communications. 15(2)

: 238-249.

Smith Clin dan Collins Daniel. 2007. 3G Wireless Networks. McGraw-Hill

Telecom.

Soetrisno. 1979. Fisika Dasar Gelombang dan Optik. Bandung. ITB. pp : 22-26.

Surat Keputusan Menteri Kominfo [No : 02/PER/M.KOMINFO/3/2008] tentang

Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi.

Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri [No. 18 Tahun 2009], Menteri

Pekerjaan Umum [No. 07/PRT/M/2009], Menteri Komunikasi dan

Informatika [No. 19/PER/M.KOMINFO/03/2009], dan Kepala Badan

Koordinasi Penanaman Modal [No. 3/P/2009].

Swamardika, I.B.A. 2009. Pengaruh radiasi gelombang elektromagnetik terhadap

kesehatan manusia (Suatu Kajian Pustaka). Teknik Elektro. 8 (1) : 106-109.

Tanenbaum, A.S. dan Wetherall, D.J. 2011. Computer Network. Fifth edition.

Printice Hall.

Taufiqurahman dan Mohammad Arief. 2000. Teratogenitas embrio tikus setelah

paparan medan listrik frekuensi rendah. Nexus. 13:2-62.

The International EMF Project [fact Sheet N183. Reviewed May 1998]. 2011.

Electromagnetic fields and public health, health effects of radio frequency

fields. http://www.who.int.[24 Juni 2015]

The International EMF Project [Fact Sheet N181]. May 1998. Electromagnetic field

and public health.

The Royal Society of Canada. 2001. Recent advances in research on radio frequency

fields and health : 2001-2003. Report on the potential health risk of radio

frequency fields from wireless telecommunication device. Journal of

toxicology & enviromental health, part B. 4-4.

Universitas Sumatera Utara

Page 131: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

112

Tutschku, K. 1998. Demand-based radio network planning of celluar mobile

communication systems. Proceeding INFOCOM’98. Seventeenth annual

joint conference of the IEEE computer and communications societies. 3 :

1054-1061.

Vijay Suchetha, Hegde Asha dan Sushma. 2015. Study on electromagnetic radiation

from cell phone towers and their effects on animals, plants and environment.

International Journal of Innovative Research in Computer and

Communication Engineering. 3 : 370-374.

Wang Lipo, Arunkumaar, S. dan Wen Gu. 2002. Genetic algorithm for optimal

channel assignment in mobile communications. Proceedings of the 9th

International Conference on Neural Information Processing [ICONIP]. 3 :

1221-1225.

Wolf Ronni, MD. dan Wolf Danny, MD. 2004. Increased incidence of cancer near

a cell phone transmitter station. Int. J Cancer Prev.1:1213-128.

Xu Ye dan Sakho Ibrahima. 2015. Frequencies assignment in cellular networks,

maximum stable approach. 2015. Intelligent information and database

system. Springer international publishing Switzerland. 9011: 211-220.

Yadav Karan, Neelam, R. dan Prakash. 2015. Harmful effects of electromagnetic

field (EMF) radiation from mobile towers and handsets on humans : A

Review. International Journal of Engineering, Busines and Enterprise

Applications (IJEBEA). 7(11): 99-103.

Yoshihiro Kanno dan Xu Guo. 2010. A Mixed integer programming for Robust truss

topology optimization with stress constraints. Journal numerical methods in

engineering. 83(13) : 1675-1699.

Zdunek, R. dan Ignor, T. 2010. Umts base station location planning with invasive

weed optimization. Proceedings of the 10th international conference on

Artical intelligence and soft computing. Part II. Berlin, Heidelberg. Springer-

Verlag. pp. 698–705.

Zhang, Y. dan O’Brien, G.C. 2005. Fixed channel assignment in cellular radio

networks using particle swarm optimization. Proceedings of the IEEE

International Symposium on Industrial Electronics ISIE. 4 : 1751-1756.

Zook, B.C. dan Simmens, S.J. 2001. The effects of 860 MHz radio frequency

radiation on the induction or promotion of brain tumors and other

neoplasms in rats. Radiat Res.155: 572-583.

Universitas Sumatera Utara

Page 132: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

113

Lampiran A.

Tabel A. Hasil Pengukuran Power Density Antena BTS Operator A

No BTS Longitude Latitude Tipe Sel PD (w/m2) Rpeak

1 1 98.685050 3.586780 Macro 1800 11.60 580

2 2 98.674400 3.587467 Macro 1800 10.40 520

3 3 98.651580 3.577650 Macro 1800 10.40 520

4 4 98.658056 3.757306 Macro 1800 11.20 560

5 5 98.645083 3.609833 Macro 1800 10.80 540

6 6 98.708500 3.540900 Macro 1800 10.20 510

7 7 98.688620 3.607320 Macro 1800 9.80 490

8 8 98.717883 3.587833 Macro 1800 11.05 553

9 9 98.669550 3.541017 Macro 1800 8.90 445

10 10 98.700967 3.627800 Macro 1800 9.70 485

11 11 98.668920 3.583060 Macro 1800 11.20 560

12 12 98.686990 3.577200 Macro 1800 10.90 545

13 13 98.605800 3.531760 Macro 1800 8.90 445

14 14 98.639230 3.522240 Macro 1800 10.20 510

15 15 98.701567 3.568233 Macro 1800 10.40 520

16 16 98.681610 3.680000 Macro 1800 9.50 475

17 17 98.687675 3.587800 Macro 1800 9.80 490

18 18 98.705550 3.597217 Macro 1800 12.50 625

19 19 98.675067 3.576767 Macro 1800 10.50 525

20 20 98.626583 3.591867 Macro 1800 11.40 570

21 21 98.679700 3.540630 Macro 1800 9.20 460

22 22 98.710934 3.598438 Macro 1800 11.60 580

23 23 98.633217 3.555717 Macro 1800 11.40 570

24 24 98.669014 3.675080 Macro 1800 10.40 520

25 25 98.620990 3.572310 Macro 1800 9.80 490

26 26 98.694470 3.648080 Macro 1800 11.50 575

27 27 98.684422 3.585488 Macro 1800 12.40 620

28 28 98.685817 3.538617 Macro 1800 9.80 490

29 29 98.730011 3.682080 Macro 1800 9.60 480

30 30 98.698968 3.560562 Macro 1800 11.40 570

31 31 98.646000 3.605170 Macro 1800 11.50 575

32 32 98.668617 3.570733 Macro 1800 10.20 510

33 33 98.683275 3.600410 Macro 1800 11.20 560

34 34 98.656446 3.552680 Macro 1800 10.90 545

35 35 98.697117 3.784167 Macro 1800 11.40 570

36 36 98.660667 3.580483 Macro 1800 11.40 570

37 37 98.680090 3.606120 Macro 1800 9.80 490

38 38 98.663950 3.703260 Macro 1800 9.50 475

39 39 98.660533 3.602517 Macro 1800 9.80 490

40 40 98.669194 3.720722 Macro 1800 11.40 570

41 41 98.656006 3.529710 Macro 1800 10.20 510

Universitas Sumatera Utara

Page 133: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

114

Lanjutan Tabel A.

No BTS Longitude Latitude Tipe Sel PD (w/m2) Rpeak

42 42 98.660833 3.626883 Macro 1800 10.50 525

43 43 98.623400 3.538650 Macro 1800 9.20 460

44 44 98.665570 3.684320 Macro 1800 10.40 520

45 45 98.717867 3.556733 Macro 1800 11.20 560

46 46 98.674630 3.580710 Macro 1800 10.90 545

47 47 98.683817 3.573083 Macro 1800 10.50 525

48 48 98.643967 3.591200 Macro 1800 10.20 510

49 49 98.695483 3.583500 Macro 1800 11.40 570

50 50 98.675283 3.597167 Macro 1800 9.50 475

51 51 98.694420 3.598260 Macro 1800 9.80 490

52 52 98.678250 3.592283 Macro 1800 8.50 425

53 53 98.692067 3.586683 Macro 1800 8.90 445

54 54 98.661567 3.554817 Macro 1800 12.40 620

55 55 98.667220 3.600130 Macro 1800 11.60 580

56 56 98.653034 3.598664 Macro 1800 9.80 490

57 57 98.653150 3.590040 Macro 1800 9.70 485

58 58 98.684472 3.591530 Macro 1800 10.50 525

59 59 98.670870 3.590940 Macro 1800 11.50 575

60 60 98.692280 3.581220 Macro 1800 12.50 625

61 61 98.703778 3.579611 Macro 1800 11.05 553

62 62 98.680017 3.576183 Macro 1800 12.40 620

63 63 98.679200 3.653000 Macro 1800 12.50 625

64 64 98.652183 3.566350 Macro 1800 11.20 560

65 65 98.685283 3.597700 Macro 1800 10.90 545

66 66 98.673333 3.644400 Macro 1800 10.40 520

67 67 98.703150 3.595700 Macro 1800 12.50 625

68 68 98.689720 3.567490 Macro 1800 11.40 570

69 69 98.677879 3.723788 Macro 1800 9.50 475

70 70 98.628417 3.573383 Macro 1800 9.80 490

71 71 98.673733 3.748067 Macro 1800 12.50 625

72 72 98.691920 3.638780 Macro 1800 15.60 780

73 73 98.660040 3.595860 Macro 1800 10.50 525

74 74 98.707944 3.563028 Macro 1800 9.20 460

75 75 98.669850 3.575630 Macro 1800 11.60 580

76 76 98.697520 3.589770 Macro 1800 12.40 620

77 77 98.675389 3.571056 Macro 1800 11.60 580

78 78 98.672833 3.601306 Macro 1800 10.50 525

79 79 98.677060 3.583826 Macro 1800 12.40 620

80 80 98.620915 3.563640 Macro 1800 12.10 605

81 81 98.690750 3.546833 Macro 1800 11.40 570

82 82 98.693722 3.621667 Macro 1800 9.80 490

83 83 98.645389 3.568417 Macro 1800 8.90 445

84 84 98.643830 3.582910 Macro 1800 8.90 445

Universitas Sumatera Utara

Page 134: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

115

Lanjutan Tabel A.

No BTS Longitude Latitude Tipe Sel PD (w/m2) Rpeak

85 85 98.642150 3.576880 Macro 1800 8.80 440

86 86 98.634194 3.585278 Macro 1800 9.50 475

87 87 98.655306 3.594194 Macro 1800 9.60 480

88 88 98.715861 3.573889 Macro 1800 9.40 470

89 89 98.689260 3.613850 Macro 1800 8.90 445

90 90 98.672590 3.613620 Macro 1800 10.40 520

91 91 98.664139 3.614806 Macro 1800 9.50 475

92 92 98.652310 3.613180 Macro 1800 9.80 490

93 93 98.637583 3.599611 Macro 1800 10.50 525

94 94 98.631750 3.606167 Macro 1800 12.40 620

95 95 98.745250 3.530750 Macro 1800 13.40 670

96 96 98.666800 3.655500 Macro 1800 9.20 460

97 97 98.721750 3.614583 Macro 1800 11.60 580

98 98 98.611056 3.539361 Macro 1800 9.80 490

99 99 98.718972 3.533722 Macro 1800 9.40 470

100 100 98.683110 3.768350 Macro 1800 9.80 490

101 101 98.622944 3.615806 Macro 1800 11.50 575

102 102 98.663389 3.523917 Macro 1800 12.60 630

103 103 98.615889 3.579500 Macro 1800 9.80 490

104 104 98.650667 3.520611 Macro 1800 9.60 480

105 105 98.652917 3.539472 Macro 1800 10.50 525

106 106 98.688450 3.583610 Macro 1800 11.50 575

107 107 98.692522 3.593298 Macro 1800 12.40 620

108 108 98.696333 3.569972 Macro 1800 10.50 525

109 109 98.710840 3.592810 Macro 1800 11.50 575

110 110 98.706348 3.575773 Macro 1800 10.50 525

111 111 98.697167 3.607056 Macro 1800 11.50 575

112 112 98.675800 3.606810 Macro 1800 12.40 620

113 113 98.656083 3.573278 Macro 1800 12.50 625

114 114 98.694778 3.563778 Macro 1800 10.50 525

115 115 98.695194 3.554611 Macro 1800 12.60 630

116 116 98.662056 3.565806 Macro 1800 12.40 620

117 117 98.639100 3.563750 Macro 1800 11.40 570

118 118 98.712111 3.579556 Macro 1800 9.60 480

119 119 98.719056 3.582639 Macro 1800 12.40 620

120 120 98.686490 3.620230 Macro 1800 10.50 525

121 121 98.700750 3.601670 Macro 1800 11.50 575

122 122 98.706954 3.612513 Macro 1800 10.50 525

123 123 98.653722 3.604417 Macro 1800 11.50 575

124 124 98.662310 3.608690 Macro 1800 11.80 590

125 125 98.636111 3.529056 Macro 1800 9.80 490

126 126 98.630280 3.515917 Macro 1800 10.50 525

Universitas Sumatera Utara

Page 135: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

116

Lanjutan Tabel A.

No BTS Longitude Latitude Tipe Sel PD (w/m2) Rpeak

127 127 98.619240 3.605340 Macro 1800 11.50 575

128 128 98.687083 3.594300 Macro 1800 11.60 580

129 129 98.611417 3.518556 Macro 1800 15.60 780

130 130 98.686070 3.578360 Macro 1800 14.50 725

131 131 98.664320 3.588520 Macro 1800 9.80 490

132 132 98.704700 3.588389 Macro 1800 12.50 625

133 133 98.679963 3.709988 Macro 1800 10.50 525

134 134 98.685820 3.687720 Macro 1800 9.80 490

135 135 98.676140 3.666430 Macro 1800 9.60 480

136 136 98.656472 3.710722 Macro 1800 8.90 445

137 137 98.668111 3.607056 Macro 1800 8.80 440

138 138 98.690222 3.591083 Macro 1800 8.70 435

139 139 98.711000 3.550180 Macro 1800 9.80 490

140 140 98.672028 3.594528 Macro 1800 9.70 485

141 141 98.684443 3.582450 Macro 1800 10.50 525

142 142 98.665020 3.584040 Macro 1800 10.40 520

143 143 98.728639 3.577361 Macro 1800 11.00 550

144 144 98.657790 3.644560 Macro 1800 12.40 620

145 145 98.680811 3.583635 Macro 1800 10.50 525

146 146 98.633600 3.590360 Macro 1800 10.50 525

147 147 98.666093 3.594854 Macro 1800 12.60 630

148 148 98.677170 3.618180 Macro 1800 11.60 580

149 149 98.722020 3.601740 Macro 1800 14.50 725

150 150 98.712640 3.784560 Macro 1800 11.50 575

151 151 98.730250 3.591670 Macro 1800 9.80 490

152 152 98.680890 3.550610 Macro 1800 12.40 620

153 153 98.646417 3.551444 Macro 1800 10.50 525

154 154 98.657150 3.689540 Macro 1800 9.80 490

155 155 98.717140 3.635720 Macro 1800 10.40 520

156 156 98.694635 3.673078 Macro 1800 10.40 520

157 157 98.713983 3.689880 Macro 1800 12.50 625

158 158 98.669203 3.621394 Macro 1800 12.40 620

159 159 98.671500 3.586860 Macro 1800 11.05 553

160 160 98.610590 3.572090 Macro 1800 12.40 620

161 161 98.635400 3.616400 Macro 1800 11.20 560

162 162 98.722583 3.566972 Macro 1800 11.20 560

163 163 98.645330 3.599720 Macro 1800 10.90 545

164 164 98.637056 3.539889 Macro 1800 10.50 525

165 165 98.614528 3.592000 Macro 1800 10.20 510

166 166 98.626300 3.599750 Macro 1800 13.50 675

167 167 98.681095 3.637871 Macro 1800 12.50 625

168 168 98.701042 3.547847 Macro 1800 15.40 770

169 169 98.698278 3.634806 Macro 1800 9.80 490

Universitas Sumatera Utara

Page 136: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

117

Lanjutan Tabel A.

No BTS Longitude Latitude Tipe Sel PD (w/m2) Rpeak

170 170 98.662386 3.575919 Macro 1800 9.50 475

171 171 98.699060 3.538990 Macro 1800 11.50 575

172 172 98.696209 3.775921 Macro 1800 9.80 490

173 173 98.663134 3.634185 Macro 1800 9.60 480

174 174 98.655920 3.619310 Macro 1800 12.40 620

175 175 98.700880 3.585600 Macro 1800 9.40 470

176 176 98.653380 3.547700 Macro 1800 9.50 475

177 177 98.651520 3.558600 Macro 1800 9.70 485

178 178 98.659396 3.664036 Macro 1800 8.70 435

179 179 98.740650 3.619420 Macro 1800 8.60 430

180 180 98.619260 3.598690 Macro 1800 9.40 470

181 181 98.649160 3.700340 Macro 1800 10.20 510

182 182 98.633570 3.504020 Macro 1800 10.50 525

183 183 98.661684 3.560269 Macro 1800 8.50 425

184 1 98.685050 3.586780 Macro 900 4.50 225

185 2 98.651580 3.577650 Macro 900 6.80 340

186 3 98.705517 3.589117 Macro 900 7.60 380

187 4 98.658056 3.757306 Macro 900 4.60 230

188 5 98.645083 3.609833 Macro 900 5.40 270

189 6 98.708500 3.540900 Macro 900 4.60 230

190 7 98.688620 3.607320 Macro 900 4.60 230

191 8 98.717883 3.587833 Macro 900 4.80 240

192 9 98.669550 3.541017 Macro 900 6.50 325

193 10 98.700967 3.627800 Macro 900 6.80 340

194 11 98.668920 3.583060 Macro 900 5.40 270

195 12 98.686990 3.577200 Macro 900 6.50 325

196 13 98.701567 3.568233 Macro 900 6.90 345

197 14 98.621833 3.521350 Macro 900 6.80 340

198 15 98.705550 3.597217 Macro 900 6.80 340

199 16 98.675067 3.576767 Macro 900 7.50 375

200 17 98.677100 3.588190 Macro 900 4.50 225

201 18 98.626583 3.591867 Macro 900 6.60 330

202 19 98.679700 3.540630 Macro 900 4.20 210

203 20 98.710934 3.598438 Macro 900 4.10 205

204 21 98.633217 3.555717 Macro 900 5.40 270

205 22 98.694470 3.648080 Macro 900 5.80 290

206 23 98.685817 3.538617 Macro 900 6.10 305

207 24 98.698968 3.560562 Macro 900 5.70 285

208 25 98.647620 3.574330 Macro 900 5.70 285

209 26 98.668617 3.570733 Macro 900 5.60 280

210 27 98.683275 3.600410 Macro 900 5.90 295

211 28 98.631100 3.596270 Macro 900 6.70 335

Universitas Sumatera Utara

Page 137: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

118

Lanjutan Tabel A.

No BTS Longitude Latitude Tipe Sel PD (w/m2) Rpeak

212 29 98.697117 3.784167 Macro 900 7.50 375

213 30 98.660667 3.580483 Macro 900 4.80 240

214 31 98.680090 3.606120 macro 900 7.80 390

215 32 98.663950 3.703260 Macro 900 4.60 230

216 33 98.660533 3.602517 Macro 900 6.90 345

217 34 98.669194 3.720722 Macro 900 5.70 285

218 35 98.656006 3.529710 Macro 900 6.40 320

219 36 98.660833 3.626883 Macro 900 5.40 270

220 37 98.623400 3.538650 Macro 900 5.70 285

221 38 98.665570 3.684320 Macro 900 6.70 335

222 39 98.717867 3.556733 Macro 900 5.70 285

223 40 98.674630 3.580710 Macro 900 4.10 205

224 41 98.683817 3.573083 Macro 900 4.50 225

225 42 98.643967 3.591200 Macro 900 4.20 210

226 43 98.695483 3.583500 Macro 900 4.10 205

227 44 98.675283 3.597167 Macro 900 5.70 285

228 45 98.694420 3.598260 Macro 900 4.60 230

229 46 98.690090 3.563470 Macro 900 7.40 370

230 47 98.678250 3.592283 Macro 900 5.70 285

231 48 98.692067 3.586683 Macro 900 5.70 285

232 49 98.661567 3.554817 Macro 900 7.60 380

233 50 98.667220 3.600130 Macro 900 7.80 390

234 51 98.653034 3.598664 Macro 900 5.70 285

235 52 98.653150 3.590040 Macro 900 6.50 325

236 53 98.670870 3.590940 Macro 900 4.50 225

237 54 98.692280 3.581220 Macro 900 4.20 210

238 55 98.703778 3.579611 Macro 900 4.10 205

239 56 98.680017 3.576183 Macro 900 5.70 285

240 57 98.679200 3.653000 Macro 900 6.80 340

241 58 98.652183 3.566350 Macro 900 7.50 375

242 59 98.685283 3.597700 Macro 900 7.60 380

243 60 98.673333 3.644400 Macro 900 7.40 370

244 61 98.703150 3.595700 Macro 900 6.70 335

245 62 98.689720 3.567490 Macro 900 5.70 285

246 63 98.677879 3.723788 Macro 900 6.80 340

247 64 98.628417 3.573383 Macro 900 7.60 380

248 65 98.678750 3.614990 Macro 900 4.50 225

249 66 98.673733 3.748067 Macro 900 4.60 230

250 67 98.691920 3.638780 Macro 900 8.70 435

251 68 98.680740 3.627030 Macro 900 7.50 375

252 69 98.660040 3.595860 Macro 900 4.60 230

253 70 98.707944 3.563028 Macro 900 8.90 445

254 71 98.669850 3.575630 Macro 900 8.70 435

Universitas Sumatera Utara

Page 138: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

119

Lanjutan Tabel A.

No BTS Longitude Latitude Tipe Sel PD (w/m2) Rpeak

255 72 98.697520 3.589770 Macro 900 5.80 290

256 73 98.675389 3.571056 Macro 900 5.40 270

257 74 98.672833 3.601306 Macro 900 8.70 435

258 75 98.677060 3.583826 Macro 900 8.40 420

259 76 98.620915 3.563640 Macro 900 5.90 295

260 77 98.690750 3.546833 Macro 900 8.70 435

261 78 98.693722 3.621667 Macro 900 8.40 420

262 79 98.689560 3.630580 Macro 900 6.70 335

263 80 98.645389 3.568417 Macro 900 5.80 290

264 81 98.643830 3.582910 Macro 900 5.70 285

265 82 98.642150 3.576880 Macro 900 6.70 335

266 83 98.634194 3.585278 Macro 900 4.70 235

267 84 98.655306 3.594194 Macro 900 5.80 290

268 85 98.715861 3.573889 Macro 900 5.70 285

269 86 98.689260 3.613850 Macro 900 5.60 280

270 87 98.672590 3.613620 Macro 900 6.70 335

271 88 98.664139 3.614806 Macro 900 6.40 320

272 89 98.652310 3.613180 Macro 900 5.60 280

273 90 98.637583 3.599611 Macro 900 7.80 390

274 91 98.631750 3.606167 Macro 900 9.50 475

275 92 98.745250 3.530750 Macro 900 8.60 430

276 93 98.666800 3.655500 Macro 900 7.60 380

277 94 98.721750 3.614583 Macro 900 5.80 290

278 95 98.611056 3.539361 Macro 900 4.70 235

279 96 98.718972 3.533722 Macro 900 4.90 245

280 97 98.683110 3.768350 Macro 900 4.80 240

281 98 98.622944 3.615806 Macro 900 6.70 335

282 99 98.663389 3.523917 Macro 900 6.70 335

283 100 98.615889 3.579500 Macro 900 8.90 445

284 101 98.650667 3.520611 Macro 900 5.40 270

285 102 98.652917 3.539472 Macro 900 8.90 445

286 103 98.679722 3.588889 Macro 900 5.90 295

287 104 98.688450 3.583610 Macro 900 6.20 310

288 105 98.690889 3.573111 Macro 900 8.50 425

289 106 98.692522 3.593298 Macro 900 8.70 435

290 107 98.696333 3.569972 Macro 900 7.90 395

291 108 98.710840 3.592810 Macro 900 4.50 225

292 109 98.706348 3.575773 Macro 900 4.60 230

293 110 98.697167 3.607056 Macro 900 4.40 220

294 111 98.675800 3.606810 Macro 900 4.70 235

295 112 98.656083 3.573278 Macro 900 3.80 190

296 113 98.694778 3.563778 Macro 900 3.50 175

297 114 98.695194 3.554611 Macro 900 3.90 195

Universitas Sumatera Utara

Page 139: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

120

Lanjutan Tabel A.

No BTS Longitude Latitude Tipe Sel PD (w/m2) Rpeak

298 115 98.662056 3.565806 Macro 900 3.70 185

299 116 98.639100 3.563750 Macro 900 4.80 240

300 117 98.712111 3.579556 Macro 900 4.70 235

301 118 98.719056 3.582639 Macro 900 4.20 210

302 119 98.686490 3.620230 Macro 900 4.60 230

303 120 98.700750 3.601670 Macro 900 5.80 290

304 121 98.706954 3.612513 Macro 900 5.70 285

305 122 98.653722 3.604417 Macro 900 5.90 295

306 123 98.662310 3.608690 Macro 900 6.30 315

307 124 98.636111 3.529056 Macro 900 5.70 285

308 125 98.630280 3.515917 Macro 900 4.70 235

309 126 98.669840 3.629430 Macro 900 5.70 285

310 127 98.619240 3.605340 Macro 900 6.40 320

311 128 98.687083 3.594300 Macro 900 6.10 305

312 129 98.611417 3.518556 Macro 900 6.20 310

313 130 98.686070 3.578360 Macro 900 6.40 320

314 131 98.679963 3.709988 Macro 900 7.10 355

315 132 98.685820 3.687720 Macro 900 7.20 360

316 133 98.676140 3.666430 Macro 900 5.60 280

317 134 98.656472 3.710722 Macro 900 7.80 390

318 135 98.619000 3.585556 Macro 900 9.50 475

319 136 98.668111 3.607056 Macro 900 8.60 430

320 137 98.690222 3.591083 Macro 900 7.60 380

321 138 98.711000 3.550180 Macro 900 5.90 295

322 139 98.672028 3.594528 Macro 900 6.70 335

323 140 98.684443 3.582450 Macro 900 4.50 225

324 141 98.665020 3.584040 Macro 900 6.80 340

325 142 98.728639 3.577361 Macro 900 4.50 225

326 143 98.657790 3.644560 Macro 900 6.50 325

327 144 98.680811 3.583635 Macro 900 5.50 275

328 145 98.633600 3.590360 Macro 900 5.40 270

329 146 98.677170 3.618180 Macro 900 5.40 270

330 147 98.722020 3.601740 Macro 900 5.90 295

331 148 98.712640 3.784560 Macro 900 6.20 310

332 149 98.730250 3.591670 Macro 900 8.50 425

333 150 98.680890 3.550610 Macro 900 8.70 435

334 151 98.646417 3.551444 Macro 900 7.90 395

335 152 98.657150 3.689540 Macro 900 7.70 385

336 153 98.717140 3.635720 Macro 900 6.10 305

337 154 98.694635 3.673078 Macro 900 6.20 310

338 155 98.713983 3.689880 Macro 900 5.80 290

339 156 98.671500 3.586860 Macro 900 5.40 270

340 157 98.610590 3.572090 Macro 900 6.70 335

Universitas Sumatera Utara

Page 140: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

121

Lanjutan Tabel A.

No BTS Longitude Latitude Tipe Sel PD (w/m2) Rpeak

341 158 98.635400 3.616400 Macro 900 5.70 285

342 159 98.722583 3.566972 Macro 900 4.50 225

343 160 98.645330 3.599720 Macro 900 4.50 225

344 161 98.637056 3.539889 Macro 900 5.70 285

345 162 98.614528 3.592000 Macro 900 5.70 285

346 163 98.626300 3.599750 Macro 900 8.20 410

347 164 98.681095 3.637871 Macro 900 5.90 295

348 165 98.701042 3.547847 Macro 900 8.90 445

349 166 98.698278 3.634806 Macro 900 4.80 240

350 167 98.662386 3.575919 Macro 900 5.60 280

351 168 98.699060 3.538990 Macro 900 5.80 290

352 169 98.696209 3.775921 Macro 900 7.60 380

353 170 98.663134 3.634185 Macro 900 6.50 325

354 171 98.655920 3.619310 Macro 900 6.70 335

355 172 98.700880 3.585600 Macro 900 6.80 340

356 173 98.653380 3.547700 Macro 900 7.60 380

357 174 98.651520 3.558600 Macro 900 6.80 340

358 175 98.659396 3.664036 Macro 900 5.80 290

359 176 98.740650 3.619420 Macro 900 4.60 230

360 177 98.619260 3.598690 Macro 900 5.60 280

361 178 98.649160 3.700340 Macro 900 7.80 390

362 179 98.633570 3.504020 Macro 900 9.50 475

363 180 98.675750 3.737340 Macro 900 8.70 435

364 181 98.675750 3.737340 Macro 900 5.80 290

365 182 98.675750 3.737340 Macro 900 8.60 430

366 183 98.606535 3.546869 Macro 900 7.90 395

367 184 98.661684 3.560269 Macro 900 8.70 435

368 185 98.717643 3.541347 Macro 900 8.90 445

369 186 98.626143 3.557174 Macro 900 8.70 435

Universitas Sumatera Utara

Page 141: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

122

Lampiran B

Tabel B. Hasil Pengukuran Power Density Antena BTS Operator B

No BTS Longitude Latitude Tipe Sel PD (w/m2) Rpeak

1 1 98.5512 3.58917 DCS1800 9.7 485

2 2 98.5993 3.48081 DCS1800 8.7 435

3 3 98.6082 3.52022 DCS1800 5.8 290

4 4 98.6444 3.59956 DCS1800 9.9 495

5 5 98.6446 3.59966 DCS1800 9.6 480

6 6 98.6461 3.5845 DCS1800 9.8 490

7 7 98.6468 3.56375 DCS1800 9.6 480

8 8 98.6472 3.61645 DCS1800 8.9 445

9 9 98.6477 3.55339 DCS1800 11.5 575

10 10 98.6561 3.61014 DCS1800 11.5 575

11 11 98.6564 3.60058 DCS1800 12.8 640

12 12 98.6609 3.71103 DCS1800 12.6 630

13 13 98.6621 3.58966 DCS1800 8.9 445

14 14 98.6632 3.59211 DCS1800 9.3 465

15 15 98.6651 3.58622 DCS1800 10 500

16 16 98.6671 3.59094 DCS1800 10.5 525

17 17 98.6672 3.58472 DCS1800 10.1 505

18 18 98.669 3.58967 DCS1800 10.4 520

19 19 98.6708 3.61989 DCS1800 9.6 480

20 20 98.6719 3.57169 DCS1800 9.5 475

21 21 98.6719 3.58286 DCS1800 9.4 470

22 22 98.6721 3.58317 DCS1800 10.8 540

23 23 98.6721 3.58647 DCS1800 12.3 615

24 24 98.6721 3.6165 DCS1800 8.9 445

25 25 98.6734 3.58414 DCS1800 9.8 490

26 26 98.6735 3.5895 DCS1800 9.5 475

27 27 98.6745 3.58401 DCS1800 9.5 475

28 28 98.675 3.62289 DCS1800 11.5 575

29 29 98.6756 3.59647 DCS1800 12.1 605

30 30 98.6761 3.56639 DCS1800 9 450

31 31 98.6764 3.58283 DCS1800 11.8 590

32 32 98.6768 3.59111 DCS1800 9.8 490

33 33 98.6773 3.58564 DCS1800 8.8 440

34 34 98.6782 3.58856 DCS1800 9.7 485

35 35 98.6787 3.5865 DCS1800 9.8 490

36 36 98.6787 3.58839 DCS1800 12.5 625

37 37 98.6788 3.59381 DCS1800 11.5 575

38 38 98.6789 3.65092 DCS1800 13.5 675

39 39 98.6794 3.6058 DCS1800 13.5 675

40 40 98.6801 3.51739 DCS1800 9.9 495

Universitas Sumatera Utara

Page 142: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

123

Lanjutan Tabel B.

No BTS Longitude Latitude Tipe Sel PD (w/m2) Rpeak

41 41 98.6807 3.58636 DCS1800 8.7 435

42 42 98.6822 3.58337 DCS1800 8.9 445

43 43 98.6822 3.59814 DCS1800 8.7 435

44 44 98.6826 3.58114 DCS1800 8.9 445

45 45 98.683 3.58622 DCS1800 10.2 510

46 46 98.6831 3.60053 DCS1800 11.5 575

47 47 98.6833 3.5825 DCS1800 11.6 580

48 48 98.6849 3.5833 DCS1800 10.2 510

49 49 98.6853 3.58042 DCS1800 9.9 495

50 50 98.686 3.57831 DCS1800 10.5 525

51 51 98.6869 3.58836 DCS1800 10.5 525

52 52 98.6869 3.59869 DCS1800 11.4 570

53 53 98.6873 3.57753 DCS1800 12.4 620

54 54 98.6883 3.58152 DCS1800 10.4 520

55 55 98.6883 3.59792 DCS1800 11.2 560

56 56 98.6896 3.58403 DCS1800 11.5 575

57 57 98.6915 3.56669 DCS1800 13.7 685

58 58 98.6921 3.59997 DCS1800 11.4 570

59 59 98.6924 3.56558 DCS1800 10.6 530

60 60 98.6942 3.55704 DCS1800 11.5 575

61 61 98.6953 3.55764 DCS1800 12.3 615

62 62 98.697 3.5793 DCS1800 11.2 560

63 63 98.6975 3.58747 DCS1800 8.9 445

64 64 98.7036 3.58205 DCS1800 9.8 490

65 65 98.7048 3.5845 DCS1800 9.7 485

66 66 98.7056 3.59744 DCS1800 9.6 480

67 67 98.7081 3.54417 DCS1800 9.5 475

68 68 98.7105 3.49206 DCS1800 11.5 575

69 69 98.7122 3.78483 DCS1800 11.2 560

70 70 98.7137 3.55894 DCS1800 6.8 340

71 71 98.7159 3.51517 DCS1800 11.5 575

72 72 98.7162 3.53458 DCS1800 12.4 620

73 73 98.7171 3.58644 DCS1800 9.8 490

74 74 98.7171 3.58645 DCS1800 10.2 510

75 75 98.7172 3.59339 DCS1800 8.6 430

76 76 98.7175 3.66209 DCS1800 8.9 445

77 77 98.7206 3.55134 DCS1800 8.5 425

78 78 98.7243 3.56828 DCS1800 7.8 390

79 79 98.7284 3.61486 DCS1800 9.8 490

80 80 98.7286 3.57764 DCS1800 9.3 465

Universitas Sumatera Utara

Page 143: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

124

Lanjutan Tabel B.

No BTS Longitude Latitude Tipe Sel PD (w/m2) Rpeak

81 81 98.7286 3.59786 DCS1800 12.3 615

82 82 98.7342 3.53422 DCS1800 11.3 565

83 83 98.7371 3.58619 DCS1800 11.2 560

84 84 98.7387 3.60547 DCS1800 11.6 580

85 85 98.7481 3.56958 DCS1800 11.5 575

86 86 98.7504 3.59852 DCS1800 8.9 445

87 87 98.7524 3.61958 DCS1800 8.9 445

88 88 98.7524 3.61958 DCS1800 9.8 490

89 89 98.7524 3.66563 DCS1800 10.5 525

90 90 98.7559 3.53181 DCS1800 9.4 470

91 91 98.7562 3.58544 DCS1800 8.9 445

92 92 98.7622 3.68341 DCS1800 8.9 445

93 1 98.551 3.52981 GSM900 5.4 270

94 2 98.5512 3.58917 GSM900 5.6 280

95 3 98.5515 3.55747 GSM900 4.6 230

96 4 98.5557 3.59924 GSM900 4.2 210

97 5 98.5729 3.58908 GSM900 4.9 245

98 6 98.5743 3.49916 GSM900 4.5 225

99 7 98.5808 3.60094 GSM900 4.7 235

100 8 98.5808 3.61608 GSM900 4.9 245

101 9 98.5883 3.56125 GSM900 4.8 240

102 10 98.5888 3.52058 GSM900 5.6 280

103 11 98.5935 3.64972 GSM900 5.4 270

104 12 98.5945 3.63136 GSM900 5.8 290

105 13 98.5946 3.58522 GSM900 5.7 285

106 14 98.5957 3.66808 GSM900 5.9 295

107 15 98.596 3.61131 GSM900 5.8 290

108 16 98.5979 3.59883 GSM900 5.7 285

109 17 98.5989 3.70031 GSM900 5.4 270

110 18 98.6002 3.49033 GSM900 5.8 290

111 19 98.6038 3.56086 GSM900 5.7 285

112 20 98.6053 3.52675 GSM900 6 300

113 21 98.6054 3.61819 GSM900 6.1 305

114 22 98.6067 3.54197 GSM900 6.4 320

115 23 98.6094 3.60856 GSM900 6.5 325

116 24 98.6121 3.55452 GSM900 6.8 340

117 25 98.6149 3.58464 GSM900 4.5 225

118 26 98.6149 3.72717 GSM900 5.5 275

119 27 98.6156 3.51058 GSM900 4.6 230

120 28 98.6165 3.56961 GSM900 5.4 270

121 29 98.6187 3.59408 GSM900 5.6 280

122 30 98.6192 3.61824 GSM900 6.2 310

123 31 98.6212 3.54153 GSM900 6.3 315

Universitas Sumatera Utara

Page 144: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

125

Lanjutan Tabel B.

No BTS Longitude Latitude Tipe Sel PD (w/m2) Rpeak

124 32 98.6223 3.57683 GSM900 5.3 265

125 33 98.6244 3.52644 GSM900 5.4 270

126 34 98.6256 3.57047 GSM900 5.2 260

127 35 98.6262 3.58555 GSM900 5.6 280

128 36 98.6264 3.60692 GSM900 5.1 255

129 37 98.6279 3.56244 GSM900 5.8 290

130 38 98.6283 3.59717 GSM900 5.7 285

131 39 98.6298 3.55319 GSM900 5 250

132 40 98.632 3.57858 GSM900 5.9 295

133 41 98.6331 3.61014 GSM900 4.5 225

134 42 98.6337 3.59075 GSM900 3.5 175

135 43 98.6341 3.70321 GSM900 3.5 175

136 44 98.6345 3.61603 GSM900 4 200

137 45 98.6348 3.51078 GSM900 5.4 270

138 46 98.6356 3.60066 GSM900 5.6 280

139 47 98.6361 3.54736 GSM900 6.4 320

140 48 98.6361 3.58419 GSM900 6.8 340

141 49 98.6377 3.57103 GSM900 4.7 235

142 50 98.6378 3.53981 GSM900 5 250

143 51 98.6379 3.52883 GSM900 7 350

144 52 98.639 3.59428 GSM900 5.4 270

145 53 98.6394 3.56397 GSM900 5.2 260

146 54 98.6409 3.71075 GSM900 6.6 330

147 55 98.6416 3.54736 GSM900 3.5 175

148 56 98.6426 3.59025 GSM900 3 150

149 57 98.6433 3.57808 GSM900 3.8 190

150 58 98.6434 3.68733 GSM900 4.9 245

151 59 98.6461 3.60489 GSM900 4.8 240

152 60 98.647 3.70039 GSM900 4.7 235

153 61 98.6477 3.55339 GSM900 5.7 285

154 62 98.6478 3.57222 GSM900 5.1 255

155 63 98.6481 3.59486 GSM900 4.6 230

156 64 98.6494 3.51142 GSM900 4.8 240

157 65 98.6496 3.53561 GSM900 6.5 325

158 66 98.6521 3.52806 GSM900 5.7 285

159 67 98.6527 3.57756 GSM900 5.7 285

160 68 98.6527 3.59047 GSM900 4.8 240

161 69 98.6533 3.54733 GSM900 4.7 235

162 70 98.6544 3.46697 GSM900 3.8 190

163 71 98.6551 3.58547 GSM900 5.4 270

164 72 98.6557 3.53934 GSM900 5.4 270

165 73 98.6558 3.56172 GSM900 5.2 260

166 74 98.6563 3.68686 GSM900 5 250

Universitas Sumatera Utara

Page 145: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

126

Lanjutan Tabel B.

No BTS Longitude Latitude Tipe Sel PD (w/m2) Rpeak

167 75 98.6564 3.60058 GSM900 5.4 270

168 76 98.6564 3.66756 GSM900 4.6 230

169 77 98.6566 3.56986 GSM900 5.6 280

170 78 98.6573 3.62033 GSM900 4.5 225

171 79 98.6576 3.65614 GSM900 4 200

172 80 98.6587 3.59128 GSM900 3.5 175

173 81 98.6596 3.64436 GSM900 3.8 190

174 82 98.6597 3.59486 GSM900 3.9 195

175 83 98.6606 3.62564 GSM900 4.1 205

176 84 98.6608 3.57847 GSM900 4.2 210

177 85 98.6617 3.56539 GSM900 4.4 220

178 86 98.6619 3.55897 GSM900 4.7 235

179 87 98.6625 3.5325 GSM900 4.5 225

180 88 98.6628 3.52392 GSM900 4.6 230

181 89 98.6629 3.69772 GSM900 4.4 220

182 90 98.6634 3.59867 GSM900 4.7 235

183 91 98.6634 3.69075 GSM900 5.8 290

184 92 98.6635 3.48967 GSM900 6 300

185 93 98.6642 3.54189 GSM900 7 350

186 94 98.6642 3.61247 GSM900 7 350

187 95 98.6648 3.62119 GSM900 5.4 270

188 96 98.6649 3.5915 GSM900 8 400

189 97 98.6649 3.60342 GSM900 8 400

190 98 98.6653 3.57506 GSM900 4.6 230

191 99 98.6656 3.65778 GSM900 4.2 210

192 100 98.6659 3.58206 GSM900 4.3 215

193 101 98.6665 3.66092 GSM900 4.8 240

194 102 98.6671 3.56969 GSM900 4.7 235

195 103 98.6677 3.51603 GSM900 4.5 225

196 104 98.6677 3.58872 GSM900 5.4 270

197 105 98.6681 3.60678 GSM900 5.6 280

198 106 98.6682 3.67525 GSM900 5.4 270

199 107 98.6682 3.68503 GSM900 4.5 225

200 108 98.6684 3.59981 GSM900 5.6 280

201 109 98.6686 3.59386 GSM900 6.4 320

202 110 98.6687 3.57942 GSM900 5.6 280

203 111 98.6689 3.54701 GSM900 5.6 280

204 112 98.6698 3.62244 GSM900 6.9 345

205 113 98.6703 3.63153 GSM900 6.8 340

206 114 98.6706 3.5045 GSM900 7.1 355

207 115 98.6706 3.64508 GSM900 6.5 325

208 116 98.6711 3.59206 GSM900 5.9 295

209 117 98.6728 3.60228 GSM900 7.4 370

Universitas Sumatera Utara

Page 146: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

127

Lanjutan Tabel B.

No BTS Longitude Latitude Tipe Sel PD (w/m2) Rpeak

300 118 98.6732 3.72967 GSM900 5.8 290

301 119 98.6732 3.72967 GSM900 6.7 335

302 120 98.6732 3.72967 GSM900 6.8 340

303 121 98.6734 3.53674 GSM900 5.4 270

304 122 98.6734 3.59025 GSM900 7.5 375

305 123 98.6735 3.586 GSM900 5.6 280

306 124 98.6735 3.60756 GSM900 4.6 230

307 125 98.6736 3.62836 GSM900 4.9 245

308 126 98.6744 3.58075 GSM900 4.8 240

309 127 98.6755 3.59214 GSM900 6.4 320

310 128 98.6759 3.52744 GSM900 7.3 365

311 129 98.6759 3.58786 GSM900 7.5 375

312 130 98.676 3.58997 GSM900 7.8 390

313 131 98.6762 3.74898 GSM900 5.5 275

314 132 98.6771 3.69469 GSM900 5.8 290

315 133 98.6777 3.6675 GSM900 6.4 320

316 134 98.6778 3.59889 GSM900 6.5 325

317 135 98.6779 3.62303 GSM900 4.5 225

318 136 98.6785 3.58758 GSM900 5.6 280

319 137 98.68 3.58311 GSM900 6.1 305

320 138 98.6801 3.57653 GSM900 6.3 315

321 139 98.6802 3.76396 GSM900 6.5 325

322 140 98.6806 3.55558 GSM900 5.6 280

323 141 98.6811 3.47797 GSM900 7.9 395

324 142 98.6813 3.61242 GSM900 7.8 390

325 143 98.6814 3.63136 GSM900 6.8 340

326 144 98.6816 3.64103 GSM900 6.8 340

327 145 98.6817 3.58986 GSM900 5.6 280

328 146 98.682 3.54781 GSM900 4.5 225

329 147 98.6821 3.58106 GSM900 4.6 230

330 148 98.6826 3.71011 GSM900 4.8 240

331 149 98.6828 3.58442 GSM900 4.2 210

331 150 98.6833 3.49341 GSM900 4.6 230

332 151 98.6843 3.58925 GSM900 5.1 255

333 152 98.6847 3.585 GSM900 5.3 265

334 153 98.685 3.59586 GSM900 5.3 265

335 154 98.6851 3.53722 GSM900 5.4 270

336 155 98.6851 3.77941 GSM900 5.4 270

337 156 98.6852 3.61919 GSM900 5.6 280

338 157 98.6853 3.58286 GSM900 5.7 285

339 158 98.6855 3.60759 GSM900 5.8 290

340 159 98.6857 3.5795 GSM900 6.1 305

341 160 98.6858 3.59214 GSM900 6.4 320

Universitas Sumatera Utara

Page 147: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

128

Lanjutan Tabel B.

No BTS Longitude Latitude Tipe Sel PD (w/m2) Rpeak

342 161 98.6861 3.78394 GSM900 7.2 360

343 162 98.6863 3.67897 GSM900 6.8 340

344 163 98.6872 3.56867 GSM900 5.7 285

345 164 98.6879 3.58236 GSM900 5.6 280

346 165 98.6879 3.58803 GSM900 5.5 275

347 166 98.6881 3.57561 GSM900 7.8 390

348 167 98.6886 3.55064 GSM900 5.4 270

349 168 98.689 3.59289 GSM900 6.8 340

350 169 98.6891 3.52619 GSM900 5.4 270

351 170 98.6891 3.62864 GSM900 7.8 390

352 171 98.6893 3.56167 GSM900 5.8 290

353 172 98.6903 3.63745 GSM900 9.3 465

354 173 98.6908 3.50788 GSM900 8.4 420

355 174 98.6914 3.6088 GSM900 8.5 425

356 175 98.6915 3.58167 GSM900 5.4 270

357 176 98.6916 3.61608 GSM900 5.6 280

358 177 98.6918 3.58656 GSM900 4.6 230

359 178 98.6921 3.53839 GSM900 4.5 225

360 179 98.6923 3.65478 GSM900 4.6 230

361 180 98.6923 3.68922 GSM900 4.5 225

362 181 98.6935 3.56986 GSM900 5.6 280

363 182 98.6944 3.78064 GSM900 3.9 195

364 183 98.6946 3.59775 GSM900 3.8 190

365 184 98.6951 3.57593 GSM900 4.1 205

366 185 98.6958 3.58372 GSM900 4.2 210

367 186 98.6961 3.59214 GSM900 7 350

368 187 98.6963 3.54606 GSM900 5.8 290

369 188 98.6967 3.56497 GSM900 8 400

370 189 98.6969 3.62219 GSM900 8 400

371 190 98.6992 3.63439 GSM900 4.6 230

372 191 98.6992 3.63439 GSM900 4.8 240

373 192 98.6997 3.58683 GSM900 4.9 245

374 193 98.6999 3.59958 GSM900 7.8 390

375 194 98.7002 3.57322 GSM900 7.5 375

376 195 98.7004 3.61397 GSM900 7.4 370

377 196 98.7009 3.60853 GSM900 4.5 225

378 197 98.7011 3.59494 GSM900 5.9 295

379 198 98.7012 3.53419 GSM900 6.8 340

380 199 98.7017 3.55241 GSM900 6.7 335

381 200 98.7019 3.58225 GSM900 6.6 330

382 201 98.7027 3.56286 GSM900 6.4 320

383 202 98.7029 3.517 GSM900 9.9 495

384 203 98.7038 3.56867 GSM900 6.8 340

Universitas Sumatera Utara

Page 148: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

129

Lanjutan Tabel B.

No BTS Longitude Latitude Tipe Sel PD (w/m2) Rpeak

385 204 98.7044 3.58553 GSM900 6.9 345

386 205 98.706 3.59256 GSM900 6.8 340

387 206 98.7063 3.57533 GSM900 5.6 280

388 207 98.7073 3.58211 GSM900 5.6 280

389 208 98.7073 3.63317 GSM900 5.8 290

390 209 98.7081 3.62636 GSM900 7.4 370

391 210 98.7082 3.59861 GSM900 5.8 290

392 211 98.7091 3.58655 GSM900 6.7 335

393 212 98.7125 3.60836 GSM900 6.8 340

394 213 98.7132 3.50328 GSM900 5.6 280

395 214 98.7137 3.55894 GSM900 5.6 280

396 215 98.7148 3.57856 GSM900 5.6 280

397 216 98.7149 3.54481 GSM900 5 250

398 217 98.7152 3.58287 GSM900 6.4 320

399 218 98.7155 3.61433 GSM900 6.5 325

400 219 98.7161 3.64011 GSM900 6.1 305

401 220 98.7202 3.574 GSM900 7.3 365

402 221 98.7224 3.58248 GSM900 7.5 375

403 222 98.7248 3.542 GSM900 7.8 390

404 223 98.7377 3.62417 GSM900 5.5 275

405 224 98.7394 3.51142 GSM900 5.7 285

406 225 98.7419 3.69408 GSM900 9.8 490

407 226 98.7481 3.56958 GSM900 5.8 290

408 227 98.7519 3.64042 GSM900 5.5 275

409 228 98.7673 3.60892 GSM900 4.5 225

500 229 98.7699 3.59581 GSM900 4.2 210

Universitas Sumatera Utara

Page 149: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

130

Lampiran C

Data Keluhan Masyarakat yang Tinggal Dekat dengan Antena BTS di Kelurahan

Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru, Kota Medan pada Tahun 2012 Sumber : Nasution F.T.K. (2012)

C.1. Hipersensitifitas Berupa Gangguan Sakit Kepala

Tabel C.1. Distribusi responden berdasarkan gangguan hipersensitifitas sakit kepala

No Keluhan Hipersensitifitas Berupa

Gangguan Sakit Kepala

Jumlah

(orang)

Persentase

(%)

1

2

Ada

Tidak Ada

17

10

62,9

37,1

Jumlah 27 100,0

Tabel C.2. Keluhan hipersensitiftas sakit kepala berdasarkan umur

No Kelompok

Umur

Keluhan Hipersensitifitas Berupa Sakit Kepala

Ada Tidak Ada

n % Jumlah

(Orang) %

Jumlah

(Orang) %

1

2

3

20 – 30 Tahun

31 – 41 Tahun

42 – 52 Tahun

4

11

2

57,1

68,8

50

3

5

2

42,9

31,2

50

7

16

4

100

100

100

Total 17 62,9 10 37,1 27 Org (100%)

Tabel C.3. Keluhan hipersensitiftas sakit kepala berdasarkan lama bermukim

No Lama Bermukim

Keluhan Hipersensitifitas Berupa Sakit Kepala

Ada Tidak Ada

n % Jumlah

(Orang) %

Jumlah

(Orang) %

1

2

2 – 12 Tahun

13 – 23 Tahun

11

6

73,3

50

4

6

26,7

50

15

12

100

100

Total 17 62,9 10 37,1 27 Org (100%)

C.2. Keluhan Hipersensitifitas Berupa Gangguan Tidur

Tabel C.4. Ditribusi responden berdasarkan gangguan hipersensitifitas gangguan tidur

No Keluhan Hipersensitifitas Berupa

Gangguan Tidur

Jumlah

(orang)

Persentase

(%)

1

2

Ada

Tidak Ada

15

12

88,5

11,5

Jumlah 27 100,0

Universitas Sumatera Utara

Page 150: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

131

Tabel C.5. Keluhan hipersensitiftas gangguan tidur berdasarkan umur

No Kelompok

Umur

Keluhan Hipersensitifitas Berupa Gangguan Tidur

Ada Tidak Ada

n % Jumlah

(Orang) %

Jumlah

(Orang) %

1

2

3

20 – 30 Tahun

31 – 41 Tahun

42 – 52 Tahun

1

13

1

14,3

81,2

25

6

3

3

85,7

18,8

75

7

16

4

100

100

100

Total 15 55,5 12 44,5 27 Org (100%)

Tabel C.6. Keluhan hipersensitiftas gangguan tidur berdasarkan lama bermukim

No Lama Bermukim

Keluhan Hipersensitifitas Berupa Gangguan Tidur

Ada Tidak Ada

n % Jumlah

(Orang) %

Jumlah

(Orang) %

1

2

2 – 12 Tahun

13 – 23 Tahun

7

8

46,7

66,7

8

4

53,3

33,3

15

12

100

100

Total 15 55,5 12 44,5 27 Org (100%)

C.3. Keluhan Hipersensitifitas Berupa Gangguan Konsentrasi

Tabel C.7. Keluhan hipersensitifitas gangguan konsentrasi

No Keluhan Hipersensitifitas Berupa

Gangguan Konsentrasi

Jumlah

(orang)

Persentase

(%)

1

2 Ada

Tidak Ada

14

13

51,9

48,1

Jumlah 27 100,0

Tabel C.8. Keluhan hipersensitiftas gangguan konsentrasi berdasarkan umur

No Kelompok

Umur

Keluhan Hipersensitifitas Berupa Gangguan Konsentrasi

Ada Tidak Ada n % Jumlah

(Orang) %

Jumlah

(Orang) %

1

2

3

20 – 30 Tahun

31 – 41 Tahun

42 – 52 Tahun

8

4

2

50

57,1

50

8

3

2

50

42,9

50

16

7

4

100

100

100

Total 14 51,9 13 48,1 27 Orang (100%)

Universitas Sumatera Utara

Page 151: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

132

Tabel C.9. Keluhan hipersensitiftas gangguan konsentrasi berdasarkan lama bermukim

No Lama Bermukim

Keluhan Hipersensitifitas Berupa Gangguan Konsentasi

Ada Tidak Ada n % Jumlah

(Orang) %

Jumlah

(Orang) %

1

2

2 – 12 Tahun

13 – 23 Tahun

11

3

33,3

25

4

9

26,7

75

15

12

100

100

Total 14 51,9 13 48,1 27 Orang (100%)

C.4. Keluhan Hipersensitifitas Berupa Keletihan Konstan

Tabel C.10. Keluhan hipersensitifitas berupa keletihan konstan

No Keluhan Hipersensitifitas Berupa

Keletihan Konstan

Jumlah

(orang)

Persentase

(%)

1

2

Ada

Tidak Ada

24

3

88,9

11,1

Jumlah 27 100,0

Tabel C.11. Keluhan hipersensitiftas keletihan konstan berdasarkan umur

No Kelompok

Umur

Keluhan Hipersensitifitas Berupa Keletihan Konstan

Ada Tidak Ada

n % Jumlah

(Orang) %

Jumlah

(Orang) %

1

2

3

20 – 30 Tahun

31 – 41 Tahun

42 – 52 Tahun

5

15

3

71,4

93,7

100

2

1

1

7

6,3

0

12

16

4

100

100

100

Total 24 88,9 3 11,1 27 Orang (100%)

Tabel C.12. Keluhan hipersensitiftas keletihan konstan berdasarkan lama bermukim

No Lama Bermukim

Keluhan Hipersensitifitas Berupa Keletihan Konstan

Ada Tidak Ada

n % Jumlah

(Orang) %

Jumlah

(Orang) %

1

2

2 – 12 Tahun

13 – 23 Tahun

12

12

80

100

3

0

20

0

15

12

100

100

Total 24 88,9 3 11,1 27 Orang (100%)

Universitas Sumatera Utara

Page 152: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

133

C.5. Keluhan Hipersensitifitas Berupa Sakit Pada Otot

Tabel C.13. Keluhan hipersensitifitas sakit pada otot

No Keluhan Hipersensitifitas

Berupa Sakit Pada Otot

Jumlah

(orang)

Persentase

(%)

1

2

Ada

Tidak Ada

25

2

92,6

7,4

Jumlah 27 100,0

Tabel C.14. Keluhan hipersensitiftas sakit otot berdasarkan umur

No Kelompok

Umur

Keluhan Hipersensitifitas Berupa Sakit Otot

Ada Tidak Ada n % Jumlah

(Orang) %

Jumlah

(Orang) %

1

2

3

20 – 30 Tahun

31 – 41 Tahun

42 – 52 Tahun

6

15

3

86,7

93,7

92,8

1

1

1

14,3

6,3

7,2

7

16

4

100

100

100

Total 25 92,6 2 7,4 27 Orang (100%)

Tabel C.15. Keluhan hipersensitiftas sakit otot berdasarkan lama bermukim

No Lama Bermukim

Keluhan Hipersensitifitas Berupa Sakit Otot

Ada Tidak Ada n % Jumlah

(Orang) %

Jumlah

(Orang) %

1

2

2 – 12 Tahun

13 – 23 Tahun

14

11

93,3

91,7 1

1

6,7

8,3

15

12

100

100

Total 25 92,6 2 7,4 27 Orang (100%)

C.6. Keluhan Hipersensitifitas Berupa Mual

Tabel C.16. Keluhan hipersensitifitas mual

No Keluhan Hipersensitifitas

Berupa Mual

Jumlah

(orang)

Persentase

(%)

1

2

Ada

Tidak Ada

5

22

18,5

81,5

Jumlah 27 100,0

Universitas Sumatera Utara

Page 153: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

134

Tabel C.17. Keluhan hipersensitiftas mual berdasarkan umur

No Kelompok

Umur

Keluhan Hipersensitifitas Berupa Mual

Ada Harian Tidak Ada

n % Jumlah

(Orang) %

Jumlah

(Orang) %

1

2

3

20 – 30 Tahun

31 – 41 Tahun

42 – 52 Tahun

0

5

0

0

31,2

0

7

11

4

100

68,8

100

7

16

4

100

100

100

Total 5 18,5 22 81,5 27 Orang (100%)

Tabel C.18. Keluhan hipersensitiftas mual berdasarkan lama bermukim

No Lama Bermukim

Keluhan Hipersensitifitas Berupa Mual

Ada Tidak Ada

n % Jumlah

(Orang) %

Jumlah

(Orang) %

1

2

2 – 12 Tahun

13 – 23 Tahun

2

3

13,3

25,0

13

9

86,7

75,0

15

12

100

100

Total 5 18,5 22 81,5 27 Orang (100%)

Universitas Sumatera Utara

Page 154: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

135

Lampiran D.1.

Dua belas Kendala pada Model yang diperoleh Fischetti et al. (2001)

Kendala (1) : setiap BTS terkoneksi dengan CSS atau LE,

1. ∑ 𝑥𝑖𝑗𝐵𝑇𝑆−𝐶𝑆𝑆 + ∑ 𝑥𝑖𝑘

𝐵𝑇𝑆−𝐿𝐸 = 1

𝑝

𝑘=1

𝑚

𝑗=1

untuk i = 1, ........., n,

Kendala (2) : batasan trafik yang diberikan CSS,

2. ∑ 𝑇𝑖𝐵𝑇𝑆

𝑛

𝑖=1

𝑥𝑖𝑗𝐵𝑇𝑆−𝐶𝑆𝑆 ≤ ∑ 𝑇𝑗

𝐶𝑆𝑆−ℎ

ℎ=1,2

𝑦𝑗𝐶𝑆𝑆−ℎ

untuk j = 1, ........., m,

Kendala (3) : membuat jumlah BTS terkoneksi sejumlah yang disediakan oleh CSS,

3. ∑ 𝑥𝑖𝑗𝐵𝑇𝑆−𝐶𝑆𝑆

𝑛

𝑖=1

≤ ∑ 𝑁𝑗𝐶𝑆𝑆−ℎ

ℎ=1,2

𝑦𝑗𝐶𝑆𝑆−ℎ

untuk j = 1, ........., m,

Kendala (4) : batasan jumlah modul terkoneksi sesuai dengan yang disediakan oleh

CSS,

4. ∑ 𝑒𝑖𝐵𝑇𝑆𝑥𝑖𝑗

𝐵𝑇𝑆−𝐶𝑆𝑆

𝑛

𝑖=1

≤ ∑ 𝐸𝑗𝐶𝑆𝑆−ℎ𝑦𝑗

𝐶𝑆𝑆−ℎ

ℎ=1,2

untuk j = 1, ........., m,

Kendala (5) : hubungan kesesuaian antara variabel 𝑥𝑗𝑘𝐶𝑆𝑆−𝐿𝐸 dan juga 𝑧𝑗𝑘

𝐶𝑆𝑆−𝐿𝐸

sebagai batasan jumlah modul yang terhubung sesuai dengan yang disediakan CSS

5. ∑ 𝑑𝑖𝐵𝑇𝑆𝑥𝑖𝑗

𝐵𝑇𝑆−𝐶𝑆𝑆 ≤ 𝑄 ∑ 𝑧𝑗𝑘𝐶𝑆𝑆−𝐿𝐸

𝑝

𝑘=1

𝑛

𝑖=1

untuk j = 1, ........., m,

Universitas Sumatera Utara

Page 155: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

136

Kendala (6) : 𝑧𝑗𝑘𝐶𝑆𝑆−𝐿𝐸 akan nol bila 𝑥𝑗𝑘

𝐶𝑆𝑆−𝐿𝐸 berharga nol, besaran Mjk merupakan

batas atas jumlah modul diantara j dan k,

6. 𝑧𝑗𝑘𝐶𝑆𝑆−𝐿𝐸 ≤ 𝑀𝑗𝑘𝑥𝑗𝑘

𝐶𝑆𝑆−𝐿𝐸

untuk j = 1, ........., m, k = 1, ........., p,

Kendala (7) : batasan yang digunakan untuk arus trafik sesuai dengan yang diberikan

oleh LE,

7. ∑ 𝑤𝑗𝑘𝐶𝑆𝑆−𝐿𝐸 + ∑ 𝑇𝑖

𝐵𝑇𝑆

𝑛

𝑖=1

𝑚

𝑗=1

𝑥𝑖𝑘𝐵𝑇𝑆−𝐶𝑆𝑆 ≤ 𝑇𝑘

𝐿𝐸𝑦𝑘𝐿𝐸

untuk k = 1, ........., p,

Kendala (8) : seluruh trafik yang masuk ke CSS harus didistribusikan ke LE,

8. ∑ 𝑇𝑖𝐵𝑇𝑆

𝑛

𝑖=1

𝑥𝑖𝑗𝐵𝑇𝑆−𝐶𝑆𝑆 = ∑ 𝑤𝑗𝑘

𝐶𝑆𝑆−𝐿𝐸

𝑝

𝑘=1

untuk j = 1, ........., m,

Kendala (9) : 𝑥𝑗𝑘𝐶𝑆𝑆−𝐿𝐸 akan nol bila 𝑤𝑗𝑘

𝐶𝑆𝑆−𝐿𝐸 berharga nol (besaran Fjk akan

memberikan batas atas pada arus trafik diantara j dan k ),

9. 𝑤𝑗𝑘𝐶𝑆𝑆−𝐿𝐸 ≤ 𝐹𝑗𝑘𝑥𝑗𝑘

𝐶𝑆𝑆−𝐿𝐸

untuk j = 1, ........., m, k = 1, ........., p,

Kendala (10) : batasan jumlah modul yang terkoneksi dengan LE yang diberikan,

10. ∑ 𝑧𝑗𝑘𝐶𝑆𝑆−𝐿𝐸

𝑚

𝑗=1

+ ∑ 𝑒𝑖𝐵𝑇𝑆

𝑛

𝑖=1

𝑥𝑖𝑘𝐵𝑇𝑆−𝐶𝑆𝑆 ≤ 𝐸𝑘

𝐿𝐸 𝑦𝑘𝐿𝐸

untuk k = 1, ........., p,

Kendala (11) : hanya satu CSS yang dapat aktif sesuai dengan lokasi yang diberikan,

11. ∑ 𝑦𝑖𝐶𝑆𝑆−ℎ

ℎ=1,2

≤ 1

untuk j = 1, ........., m,

Universitas Sumatera Utara

Page 156: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

137

Kendala (12) : membuat aktif setiap CSS yang terkoneksi dengan LE,

12. ∑ 𝑥𝑗𝑘𝐶𝑆𝑆−𝐿𝐸

𝑝

𝑘=1

= ∑ 𝑦𝑗𝐶𝑆𝑆−ℎ

ℎ=1,2

untuk j = 1, ........., m,

𝑦𝑗𝐶𝑆𝑆−ℎ 0,1 untuk j = 1, ........., m, h = 1,2

𝑦𝑘𝐿𝐸 0,1 untuk k = 1, ........., p,

𝑥𝑖𝑗𝐵𝑇𝑆−𝐶𝑆𝑆 0,1 untuk i = 1, ........., n, j = 1, ........., m,

𝑥𝑖𝑘𝐵𝑇𝑆−𝐿𝐸 0,1 untuk i = 1, ........., n,k = 1, ........., p,

𝑥𝑗𝑘𝐶𝑆𝑆−𝐿𝐸 0,1 untuk j = 1, ........., m,k = 1, ........., p,

𝑧𝑗𝑘𝐶𝑆𝑆−𝐿𝐸 ≥ 0 dan integer untuk j = 1, ........., m,k = 1, ........., p,

Universitas Sumatera Utara

Page 157: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

138

Lampiran D.2.

Sembilan Kendala pada Model yang diperoleh Kalvenes et al. (2005)

kendala pertama : memastikan bahwa pelanggan dapat dilayani hanya jika ada

menara yang mencakup permintaan tersebut,

𝑥𝑚𝑙 ≤ 𝑑𝑚𝑦𝑙 ∀ 𝑚 M, 𝑙 Cm

kendala kedua : memastikan bahwa tidak ada satupun yang bisa melayani lebih

banyak pelanggan di lokasi untuk melayani permintaan yang datang,

∑ 𝑥𝑚𝑙 ≤ 𝑑𝑚 ∀ 𝑚 M 𝑙𝐶𝑚

Batasan minimum layanan dapat dilakukan dengan tiga set kendala, yaitu : set

pertama menyatakan bahwa pelanggan tidak dapat dilayani di lokasi m jika tidak ada

menara yang dibangun dapat menjangkau daerah permintaan m , set kedua

menyatakan jika ada setidaknya satu menara yang dapat menjangkau daerah m ,

maka pelanggan di lokasi ini dapat dilayani, dan set ketiga memastikan bahwa

layanan yang tersedia didaerah permintaan yang memiliki setidaknya proporsi (persyaratan minimum yang dilayani) dari semua pelanggan total area layanan

operator. Catatan, namun yang ada tidak harus menjadi cukup kapasitasnya untuk

melayani semua pelanggan yang dapat dicapai dengan jaringan dan ini sebagai set

kendala ketiga, keempat, dan kelima:

𝑞𝑚 ≤ ∑ 𝑦𝑙

𝑙𝐶𝑚

∀ 𝑚 𝑀,

𝑞𝑚 ≥ 𝑦𝑙 ∀ 𝑚 𝑀, 𝑙 𝐶𝑚 ,

∑ 𝑑𝑚𝑞𝑚 ≥ ∑ 𝑑𝑚,𝑚𝑀𝑚𝑀

Set kendala berikutnya memberlakukan pembatasan layanan kualitas sinyal yang

diterima di lokasi menara l ∈ L , pelanggan yang berkontribusi dengan gangguan di

lokasi adalah orang-orang yang menerima layanan dari menara. Jadi, bukan

menghitung gangguan total pada menara l dari semua pelanggan yang dilayani,

hanya menghitung gangguan yang dihasilkan oleh pelanggan pada lokasi m yang

telah ditentukan menara untuk layanan, yaitu , Xml ≥ 1. sehingga set kendala keenam

dan ketujuh dapat ditulis sebagai berikut :

∑ ∑𝑔𝑚𝑙

𝑔𝑚𝑗𝑥𝑚𝑗

𝑗𝐶𝑚𝑚𝑀

= ∑𝑔𝑚𝑙

𝑔𝑚𝑙𝑚𝑀𝑙𝐶𝑚

𝑥𝑚𝑙 + ∑ ∑𝑔𝑚𝑙

𝑔𝑚𝑗 𝑥𝑚𝑗

𝑗𝐶𝑚𝑙𝑚𝑀

∀ 𝑙 𝐿

Universitas Sumatera Utara

Page 158: MODEL TOPOLOGI JARINGAN ANTENA BASE TRANSCEIVER …

139

dimana Cm adalah BTS yang potensial untuk melayani pelanggan m, dan gm adalah

faktor redaman dari pelanggan pada lokasi m terhadap lokasi menara l. Dengan

kondisi ini dapat dinyatakan bahwa telah dilakukan pemisahan gangguan yang

disebabkan oleh pelanggan yang dilayani oleh menara dari gangguan yang

disebabkan oleh pelanggan lain. Dengan mengobservasi,

𝑔𝑚𝑗 ≥ 0 ∀ 𝑚 𝑀, 𝑗 𝐿, 𝑑𝑎𝑛 𝑥𝑚𝑙 ℕ

maka dapat diperoleh sebagai set kendala ke delapan :

∑ 𝑥𝑚𝑙 ≤ ∑ ∑𝑔𝑚𝑙

𝑔𝑚𝑙𝑗𝐶𝑚𝑚𝑀𝑚𝑃𝑙

𝑥𝑚𝑗 ∀ 𝑙 𝐿

dengan demikian setelah ketidaksetaraan valid maka dapat ditambahkan

keformulasi berikut sebagai set kendala kesembilan :

∑ 𝑥𝑚𝑙 ≤ 1 + 1

𝑆𝐼𝑅𝑚𝑖𝑛 ∀ 𝑙 𝐿.

𝑚𝑃𝑙

dimana SIR adalah signal to interference ratio sebagai perbandingan kuat sinyal

yang diterima dengan interferensi yang diterima.

Universitas Sumatera Utara