model pendugaan biomassa flora bakau baru

16
MODEL PENDUGAAN BIOMASSA FLORA BAKAU DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR RIAU* Oleh : Dr. Endang Hilmi, S.hut, M.Si ** dan Drs Asrul Sahri S, M.Si ** ABSTRACT Mangrove forest in Indragiri Hilir Riau is a forest type, which is influenced by sea water tides, freshwater, soil texture, and salinity. Mangrove forest in Indragiri Hilir Riau have high diversity both vegetation or fauna. The vegetation dominants in ecosystem mangrove are Bruguiera spp, Rhizophora spp, Avicennia spp, Soneratia spp, and than the fauna dominants are Macaca fascicularis and fisher eagle. The vegetations of mangrove forest have potency of byomass which as potency of organic matter of plant in the forest. The potency of byomass in mangrove forest is used as base to calculate potency of carbon of plant in the forest. Carbon content of mangrove vegetation can become as source of carbon emition or pollution if was burned. The aim of this research is to develop model estimation of mangrove byomass is developed by fuction between byomass and diameter of stem. Where as the variation of mangrove byomass is also influenced by part of trees, growth stage and characteristic habitat of mangrove. The result of this research are ; 1. estimation model of Bruguiera are : (a) Stem biomass = 0.9450903501 D 1.865827743 and (b) Total Biomass = 10.11259103 D 1.30096243 2. estimation model of Rhizophora apiculata are : (a) Stem biomass = 0.2109981916 D 2.453342882 and (b) Total Biomass = 0.7574460068 D 2.232516567 Key words: biomass, mangrove, Rh. apiculata and Bruguiera spp.

Upload: endanghilmi

Post on 09-Jun-2015

447 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

dr.endang hilmi

TRANSCRIPT

Page 1: Model Pendugaan Biomassa Flora Bakau Baru

MODEL PENDUGAAN BIOMASSA FLORA BAKAUDI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR RIAU*

Oleh :

Dr. Endang Hilmi, S.hut, M.Si ** dan Drs Asrul Sahri S, M.Si **

ABSTRACT

Mangrove forest in Indragiri Hilir Riau is a forest type, which is influenced by sea water tides, freshwater, soil texture, and salinity. Mangrove forest in Indragiri Hilir Riau have high diversity both vegetation or fauna. The vegetation dominants in ecosystem mangrove are Bruguiera spp, Rhizophora spp, Avicennia spp, Soneratia spp, and than the fauna dominants are Macaca fascicularis and fisher eagle.

The vegetations of mangrove forest have potency of byomass which as potency of organic matter of plant in the forest. The potency of byomass in mangrove forest is used as base to calculate potency of carbon of plant in the forest. Carbon content of mangrove vegetation can become as source of carbon emition or pollution if was burned.

The aim of this research is to develop model estimation of mangrove byomass is developed by fuction between byomass and diameter of stem. Where as the variation of mangrove byomass is also influenced by part of trees, growth stage and characteristic habitat of mangrove.

The result of this research are ;1. estimation model of Bruguiera are : (a) Stem biomass = 0.9450903501 D1.865827743

and (b) Total Biomass = 10.11259103 D 1.30096243

2. estimation model of Rhizophora apiculata are : (a) Stem biomass = 0.2109981916 D 2.453342882 and (b) Total Biomass = 0.7574460068 D 2.232516567

Key words: biomass, mangrove, Rh. apiculata and Bruguiera spp.

*) Makalah 2007

**) Staf Pengajar PSPK UNSOED Purwokerto

I. PENDAHULUAN

Hutan mangrove merupakan tipe hutan tropik yang khas tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai yang masih dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan banyak dijumpai di wilayah pesisir yang terlindung dari gempuran ombak. Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki wilayah mangrove seluas kurang lebih 3,7 juta ha yaitu 3,16 % dari luas total hutan (Dirjen INTAG, 1993). Potensi flora mangrove di Indonesia umumnya didominasi jenis Rhizophora spp. dan Bruguiera spp.

Pertumbuhan jenis Rhizophora spp. dan Bruguiera spp. dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, diantaranya adalah salinitas air, tekstur tanah dan kandungan bahan organik tanah. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi proses

Page 2: Model Pendugaan Biomassa Flora Bakau Baru

fotosintesis yang hasilnya tersimpan dalam bentuk biomassa pohon. Biomassa pohon di hutan mangrove merupakan suatu hasil akhir dari proses pertumbuhan hutan mangrove.

Besarnya potensi biomassa dipengaruhi oleh kemampuan pohon tersebut untuk menyerap karbon dari lingkungan melalui proses fotosintesis, yang dikenal dengan proses sequestration. Hasil proses fotosintesis dikurangi respirasi tersebut terakumulasi di dalam biomassa pohon. Besarnya biomassa pohon tersebut dapat mempengaruhi nilai kandungan karbon dari pohon tersebut.

Model pendugaan biomassa dibuat untuk membantu dalam menduga berapa besarnya nilai biomassa vegetasi mangrove, yang diduga dengan membuat hubungan antara diameter dengan biomassa. Hal ini bermanfaat untuk membantu memprediksikan berapa tingkat produktivitas vegetasi yang terdapat di ekosistem mangrove.

Tujuan penelitian ini adalah menentukan besarnya biomassa di hutan mangrove dan membangun model hubungan antara diameter dengan biomassa di hutan mangrove

METODE PENELITIANWaktu dan Tempat Penelitian

Pengambilan sampel biomassa vegetasi mangrove dilakukan di hutan alam mangrove PT. Asri Nusa Mandiri Prima Pekanbaru Riau sebanyak tiga tahap, yaitu (a) survey pada bulan Agustus 2001, (b) pengambilan biomassa pada bulan Maret – April 2002, (c) pengambilan biomassa pada bulan Juni – Juli 2002.

Variabel PenelitianVegetasi mangrove diambil dengan kriteria : (a) semai dengan tinggi < 1,5 m, (b)

pancang dengan diameter < 10 cm, (c) tiang dan pohon dengan diameter > 10 cm. Variabel yang diamati adalah (a) jenis, dan jumlah individu untuk semai dan pancang; (b) jenis, jumlah individu, diameter, dan tinggi untuk tiang dan pohon; (c) biomassa batang dan cabang, biomassa akar dan biomassa daun, biomassa bunga dan buah dan biomassa berdasarkan tahapan pertumbuhan. Variabel lingkungan yang diamati adalah (a) tekstur tanah, kadar karbon tanah, dan kadar karbon air tanah; (b) salinitas tanah dan air laut pada setiap zonasi tegakan.

Teknik Penarikan ContohPenentuan jumlah pohon jenis Rhizophora spp. (Rh. mucronata dan Rh.

apiculata) dan Bruguiera spp. dilakukan dengan metode acak berlapis berdasarkan faktor salinitas, substrat tanah dan kelas diameter pohon. Variabel yang diukur adalah sifat dasar fisik bagian pohon, potensi biomassa dan kandungan karbon dari pohon jenis Rhizophora spp. (Rh. mucronata dan Rh. apiculata) dan Bruguiera spp.

Jumlah blok pada daerah penelitian dibagi menjadi : (a) blok 1 adalah blok sungai Alay dengan salinitas 10–20 %o, (b) blok 2 adalah blok Batang Rimba dengan salinitas 20–30 %o, dan (c) blok 3 adalah blok Pulau Cawan dengan salinitas 30–40 %o. Setiap blok dibuat 5 petak, dan setiap petak dibuat 5 anak petak. Setiap anak petak dibuat plot berukuran 20 X 20 m. Variabel yang diukur adalah jumlah individu setiap jenis, diameter, tinggi pohon, sampel tanah, sampel air, salinitas dan biomassa pohon.

Prosedur Penelitiana. Penentuan Komposisi Jenis Pohon Mangrove

2

Page 3: Model Pendugaan Biomassa Flora Bakau Baru

Penentuan jenis pohon dominan dilakukan dengan menggunakan metode indeks nilai penting (INP). INP tersusun oleh nilai frekuensi, dominansi dan kerapatan. Jenis-jenis pohon dominan dijadikan sebagai unit contoh vegetasi yang akan di ukur biomassa dan kadar karbonnya.

b. Model Pendugaan Biomassa Pohon Jenis Rhizophora spp. dan Bruguiera spp

Untuk membangun model potensi biomasa dilakukan berdasarkan tahapan sebagai berikut : penentuan tinggi pohon, diameter, panjang sortimen dan diameter pangkal sortimen.

c. Pengukuran Biomassa Bagian Pohon dan Pertumbuhan

Biomassa vegetasi Rhizophora spp terdiri dari batang dan cabang, akar, daun, bunga dan buah. Pengukuran biomassa dilakukan dengan cara menebang (destruktif). Pohon yang ditebang pada ketinggian 10 cm diatas permukaan tanah, kemudian dibagi menjadi beberapa segmen. Pada setiap segmen diukur biomassa cabang dan batang, akar, daun, bunga dan buah.

Pengukuran biomassa vegetasi di dasarkan pada prosedur stratified clipping technique sebagai berikut : batang, ranting dan cabang yang ditebang dibuat menjadi beberapa sortimen batang dengan ukuran sortimen 100 - 200 cm. Setelah itu diukur diameter pangkal, ujung dan segmen batang tersebut. Setelah itu batang dibersihkan dari cabang, akar dan daun, lalu ditimbang. Berat batang, cabang dan ranting pada setiap sortimen dinyatakan sebagai berat biomasa batang, cabang dan ranting.

Sampel akar diambil melalui dua cara yaitu digali dari dalam tanah dan memotong akar yang ada di atas (akar tunjang). Akar yang telah dikumpulkan kemudian ditimbang, dan dinyatakan sebagai biomassa akar. Sampel daun harus dipisahkan dari ranting dan cabang. Kemudian daun yang dibersihkan ditimbang beratnya dan dinyatakan sebagai biomassa daun. Untuk menghitung biomasa total setiap pohon adalah total biomasa etiap sortimen dari vegetasi tersebut.

d. Pembentukan Model Penduga Biomassa Rhizophora spp. dan Bruguiera spp.

Model hubungan antara biomassa dengan dimensi pohon yang diukur berdasarkan tinggi dan diameter setinggi dada, dengan menggunakan persamaan

Biomassa (B) = fungsi dari diameter dan tinggi. Biomassa = a (Diamater b)

a, b = konstanta

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi Jenis Pohon. Komposisi jenis pada hutan mangrove yang didasarkan pada zona salinitas air

laut dan tekstur tanah yang berbeda, dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan data pada Tabel 1, Rh. apiculata, Rh. mucronata, dan Bruguiera spp. dapat tumbuh dan berkembang pada daerah yang memiliki salinitas antara 10 – 40 %o. Habitat tempat tumbuh tersebut memiliki kelas tekstur tanah yang umumnya didominasi oleh liat dan debu yang masuk ke dalam kelas tekstur tanah liat sampai liat berdebu. Pada umumnya Rhizophora spp. dan Bruguiera spp. dapat tumbuh baik pada areal yang memiliki salinitas antara 28 – 34 %o, namun populasi jenis Bruguiera spp. di areal hutan

3

Page 4: Model Pendugaan Biomassa Flora Bakau Baru

mangrove di Indragiri Hilir tidak terlalu dominan, karena kalah bersaing dengan Rh. apiculata, yang memiliki habitat yang sama dengan jenis Bruguiera spp.

Menurut Hutching and Saenger (1987) dan Waston (1928), Rh. mucronata dan Rh. apiculata dapat tumbuh pada kondisi habitat yang agak basah, dan salinitas 10 – 30 %o, sedangkan khusus untuk Rh. mucronata, umumnya dapat ditemukan di pinggir-pinggir sungai. Pada areal yang memiliki salinitas mendekati 10 %o, biasanya merupakan blok yang berbatasan dengan hutan rawa dan pantai, akan terjadi asosiasi antara jenis-jenis pohon dominan di ekosistem hutan rawa dengan jenis Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp.Tabel 1. Komposisi Jenis Pohon pada Hutan Mangrove di Kabupaten Indragiri Hilir

Blok Salintas(%o)

Tekstur tanah (%) Kelas tekstur tanah

JenisNilai besaran kuantitatif vegetasi

Pasir Debu Liat DR

(%)

KR

(%)

FR

(%)

INP

(%)

1 10-20 0,4 39,4 60,2 Liat

Xg 44,66 36,77 25,00 106,43Ra 38,98 51,47 25,00 115,45Rm 2,98 2,94 25,00 30,92Bp 0,54 1,47 12,50 14,51Bg 12,84 7,35 12,50 32,69

total 100 100 100 300

2 20 – 30 4,33 49,67 46 Liat berdebu

Ra 95,85 95,79 54,55 246,18Bg 2,61 3,01 36,36 41,99Rm 1,54 1,20 9,09 11,83

Total 100 100 100 300

3 30-40 1,8 47,4 50,8 Liat berdebu

Ra 98,66 96,88 66,67 262,21Bg 1,34 3,12 33,33 37,79

total 100 100 100 300

Keterangan : Xg = Xylocarpus granatum DR = Dominasi RelatifRa = Rhizophora apiculata KR = Kerapatan RelatifRm = Rhizophora mucronata FR = Frekuensi RelatifBp = Bruguiera parviflora INP = Indeks Nilai PentingBg = Bruguiera gymnorrhiza

Blok 1 merupakan blok yang berbatasan dengan perkebunan kelapa yang ditanam pada daerah yang dulunya merupakan ekosistem hutan rawa. Karakteristik habitat berupa tekstur liat, salinitas rendah dan jarang tergenang pasang merupakan habitat yang sesuai bagi jenis Xylocarpus spp. untuk tumbuh, sehingga akan mengurangi tingkat dominasi Rh. apiculata. Menurut Waston (1928), zonasi paling belakang dari hutan mangrove dikuasai oleh Bruguiera gymnorrhiza sampai adanya peralihan hutan mangrove ke hutan dataran yang ditandai dengan hadirnya Xylocarpus moluccensis dan Lumnitzera racemosa.

Blok 2 dan blok 3 merupakan blok yang paling sesuai untuk tempat tumbuhnya Rhizophora spp., terutama bagi jenis Rh. apiculata. Blok tersebut memiliki karakteristik tekstur tanah berupa lumpur yang tidak dalam yang didominasi oleh liat (46 – 50 %) dan debu (47 – 49 %), serta salinitas antara 20 – 35 %o. Menurut Waston (1928) dan

4

Page 5: Model Pendugaan Biomassa Flora Bakau Baru

Hutchings and Saenger (1987), areal ini cocok untuk tumbuh dan berkembangnya Rhizophora spp., khususnya Rh. apiculata.

Blok 3 memiliki karakteristik habitat yang mirip dengan blok 2, yaitu dengan kelas tekstur tanah berupa liat berdebu (liat sekitar 50,6 % dan debu sekitar 47,4 %), dengan kisaran salinitas antara 29 – 32 %o. Rh. apiculata pada blok 3 ini sangat dominan dibandingkan jenis lainnya, karena pada blok tersebut, aliran sungai mulai bercampur dengan air laut, sehingga Rh. mucranata dan jenis Bruguiera spp. jarang ditemukan. Hal ini disebabkan karena daerah tersebut bukan merupakan tempat yang cocok bagi tumbuh dan berkembangnya jenis tersebut. Blok 3 memiliki karakteristik tekstur tanah yang lunak dengan proporsi liat dan debu cukup tinggi. Kondisi ini tidak cocok untuk tempat tumbuh jenis Bruguiera spp. yang membutuhkan tanah bertekstur agak keras.

Tingginya kandungan salinitas pada blok 2 dan 3, dan tidak adanya kelenjar pengeluaran garam dari jenis Rh. apiculata, Rh. mucranata dan Bruguiera spp. menyebabkan tanaman tersebut melakukan adaptasi melalui cara : (1) mensekresikan kadar garam (extruction), (2) mengambil air tapi mencegah masuknya garam (exclusion), dan (3) mengembangkan toleransi yang tinggi terhadap kadar garam dan mengakumulasikan kadar garam ke dalam jaringan (accumulation) (Jenning, 1968 dalam Hutching and Saenger, 1987).Kandungan Bahan Organik Pohon dari Rhizophora spp. dan Bruguiera spp. dan Biomassa Tegakan

Potensi biomassa yang dimaksud adalah total berat bahan organik dalam suatu komunitas, atau spesies utama dalam suatu komunitas. Pendugaan biomassa dapat dijadikan sebagai penduga kasar dari laju produktivitas suatu individu jenis atau komunitas (Hutching and Saenger, 1987). Kandungan Bahan Organik Pohon Berdasarkan Bagian Pohon

Blok penelitian di Indragiri Hilir merupakan habitat yang cukup sesuai bagi pertumbuhan Rh. apiculata. Hal ini dapat dilihat dari potensi bahan organik pohon jenis Rh. apiculata yang umumnya lebih tinggi dibandingkan jenis lainnya (Tabel 3).

Pada setiap kelas diameter pohon, bahan organik batang merupakan bahan organik yang terbesar, sedangkan yang terendah adalah pada bunga dan buah. Bahan organik pohon tersebut akan terakumulasi pada batang, terutama pada segmen batang yang pertama. Hal ini disebabkan karena bahan organik pohon terdiri dari 60 – 65 % bahan organik batang (White, 1991). Dalam penelitian ini, bahan organik batang untuk Rhizophora spp. mencapai rata-rata sekitar 57 – 61 % dari total bahan organik keseluruhan sedangkan Bruguiera spp. berkisar antara 40 – 53 %.

Tabel 2. Potensi Bahan Organik pada Jenis Bruguiera spp. Dan Rhizophora spp.

JenisKelas

diameter(cm)

Bagian pohonBerat bahan organik

(Kg)

Persen bahan organik terhadap berat total

(%)

Rh. apiculata 10 - 20

Batang 318,14 59.31Cabang 84.30 15.72Ranting 35.20 6.56

Akar 67.20 12.53Daun 25.25 4.71

5

Page 6: Model Pendugaan Biomassa Flora Bakau Baru

Bunga dan buah 6.312 1.18Total 536.40 100.00

20 - 30

Batang 413,70 57.33Cabang 129.80 17.99Ranting 42.32 5.86

Akar 78.80 10.92Daun 45.63 6.32

Bunga dan buah 11.40 1.58Total 721.67 100.00

30 - 40

Batang 1446,00 61.98Cabang 200.00 8.57Ranting 63.00 2.70

Akar 540.00 23.15Daun 67.20 2.88

Bunga dan buah 16.80 0.72Total 2333.00 100.00

Rh. mucronata 10 - 20

Batang 216,00 57.45Cabang 60.00 15.96Ranting 35.00 9.31

Akar 30.00 7.98Daun 28.00 7.45

Bunga dan buah 7.00 1.86Total 376.00 100.00

20 - 30

Batang 492,50 54.69Cabang 156.00 17.32Ranting 114.00 12.66

Akar 96.00 10.66Daun 33.60 3.73

Bunga dan buah 8.40 0.93Total 900.50 100.00

Bruguiera spp. 10 - 20

Batang 131,10 39.97Cabang 27.25 8.31Ranting 41.75 12.73

Akar 95.00 28.96Daun 26.40 8.05

Bunga dan buah 6.50 1.98Total 328.00 100.00

20 - 30

Batang 286,00 52.36Cabang 41.25 7.55Ranting 44.00 8.05

Akar 140.00 25.63Daun 28.00 5.13

Bunga dan buah 7.00 1.28Total 546.25 100.00

Berat bahan organik pada akar juga cukup besar, terutama pada pohon-pohon yang besar. Jenis Rhizophora spp. memiliki berat bahan organik akar sebesar 8 – 23 %,

6

Page 7: Model Pendugaan Biomassa Flora Bakau Baru

sedangkan Bruguiera spp. sebesar 23 – 29 %. Hal ini disebabkan karena akar pada jenis Rh. apiculata dan Bruguiera spp. sangat penting untuk menopang tubuh dari pohon, terutama untuk mencegah tumbangnya batang. Menurut Hutching and Snedeker (1987), habitat hidup Rh. apiculata dan Bruguiera spp. adalah areal yang berlumpur, sehingga membutuhkan sistem akar yang banyak dan besar, untuk menopang tubuh pohon tersebut. Faktor lainnya karena mangrove merupakan tipe hutan yang memiliki tingkat oksigen rendah (an aerob) sehingga sistem perakarannya membentuk sistem perakaran lateral (kabel kecil) dan akar jangkar.

Daun umumnya tersusun oleh banyak rongga stomata yang menyebabkan struktur daun menjadi kurang padat dan kurang berat. Berat bahan organik pada daun umumnya hanya memiliki kisaran sebesar 3 – 6 %. Menurut White (1991), kisaran bahan organik dari daun adalah sekitar 6 % .

Berat bahan organik pohon total dari jenis Rh. apiculata adalah sebesar 536.40 – 2.333,00 kg per pohon. Pada dasarnya tingkat produktivitas jenis Rh. apiculata termasuk rendah. Hal ini disebabkan karena habitatnya memiliki kondisi tanah tergenang, ada pengaruh pasang surut, draeinase dan areasinya spesifik (termasuk buruk), kandungan oksigen rendah, dan tanah jenuh air. Kondisi tanah yang banyak didominasi liat menyebabkan laju infiltrasi tanah rendah, rembesan lateral rendah, porositas rendah, permeabilitas rendah, dan kapasitas memegang airnya tinggi (Hutching and Saenger, 1987). Sedangkan nilai total bahan organik pohon pada Rh. mucronata relatif tinggi yang berkisar antara 376 kg – 900,50 kg. Salah satu faktornya adalah karena habitatnya di daerah pinggir sungai menyebabkan jenis Rh. mucronata mendapatkan banyak masukan air tawar yang akan membantu perkembangan dari jenis-jenis mangrove (Hutching and Saenger, 1987).

Jenis Bruguiera spp. merupakan jenis pohon mangrove yang satu suku dengan Rhizophora spp, yang masuk ke dalam suku Rhizoporaceae, memiliki habitat setelah habitat Rhizophora spp. Biasanya Bruguiera spp. tumbuh pada habitat tanah yang relatif lebih keras, dan kadar garam yang relatif lebih rendah dibandingkan Rhizophora spp. Menurut Aksornkoae (1993) dan Hutching and Saenger (1987), kadar garam habitat tempat tumbuh Bruguiera spp. adalah 0,5 kali kadar garam tempat tumbuh Rh. apiculata.

Kandungan Bahan Organik Berdasarkan Tahapan PertumbuhanBerdasarkan tahapan pertumbuhan dari jenis Rh. apiculata didapatkan prediksi

bahwa semakin besar diameter maka berat bahan organik pohon akan makin meningkat. Seperti pada kelas diameter 10 – 20 cm, total bahan organik pohon hanya sebesar 536,40 kg. Sedangkan untuk diameter 20 –30 cm, total bahan organik pohon meningkat 1.5 kali lipat, yakni sebesar 721,66 kg. Peningkatan sampai 3,2 kali lipat terjadi untuk bahan organik pohon dengan kelas diameter 30 – 40 cm yakni sebesar 2.333,00 kg.

Kandungan bahan organik pohon dari jenis Rh. mucronata pada kelas diameter 20 – 30 cm lebih tinggi 2,5 kali dibandingkan bahan organik pada kelas diameter 10 – 20 cm. Pada kelas-kelas diameter 20 – 30 cm, pohon Rh. mucronata masih melakukan pertumbuhan dimensi yang cepat dan umumnya masih memiliki laju pertumbuhan yang tinggi.

7

Page 8: Model Pendugaan Biomassa Flora Bakau Baru

Tabel 3. Kandungan bahan organik Rh. mucronata, Rh. apiculata dan Bruguiera spp. Berdasarkan Tahapan Pertumbuhan.

Jenis Tahapan pertumbuhan Kelas diameter (cm) Bahan organik (Kg)

Rh. apiculata Pohon 10 – 20 536.4020 – 30 721.6630 – 40 2333.00

pancang 2.65Semai 0.39

Rh. mucronata Pohon 10 – 20 376.0020 – 30 900.50

pancang 2.73Semai 0.45

Bruguiera spp. Pohon 10 - 20 328.0020 - 30 546.25

pancang 2.11Semai 0.42

Bahan organik pohon dari jenis Bruguiera spp. pada kelas diameter 20 – 30 cm adalah 1,5 kali lipat dibandingkan bahan organik pohon pada kelas diameter 10 – 20 cm. Namun pada dasarnya laju pertumbuhan pohon Bruguiera spp. relatif lebih rendah dibandingkan dengan laju pertumbuhan Rhizophora spp. Biomassa Tegakan Jenis Rhizophora spp. dan Bruguiera spp.

Biomassa tegakan diukur untuk menentukan berapa tingkat produktivitas hutan dari jenis Rhizophora spp. dan Bruguiera spp. pada blok-blok tersebut Besarnya biomassa pada masing-masing blok akan dipengaruhi oleh kerapatan pohon, rata-rata tinggi dan diameter dari jenis-jenis yang dominan. Pada dasarnya faktor lingkungan berkorelasi positif dengan potensi biomassa tegakan dari masing-masing jenis tersebut.

Biomassa tegakan di masing-masing blok dan jenis pohon dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan data pada Tabel 4 ini dapat dilihat bahwa nilai biomassa tegakan akan bervariasi berdasarkan variasi zonasi salinitas dan tekstur tanah. Berat bahan organik perpohon dari Bruguiera spp cukup besar pada blok 1 ini disebabkan karena blok tersebut memiliki tekstur tanah yang agak lebih keras, dengan kadar salinitas tanah yang relatif lebih rendah. Jenis Bruguiera spp. pada blok 1 ini umumnya hidup bergerombol sehingga jenis lain sulit untuk mengekspansi.

Blok 2 merupakan blok yang paling sesuai untuk tempat tumbuhnya jenis Rhizophora spp. terutama Rhizophora apiculata. Potensi biomassa tegakan jenis Rh. apiculata pada blok ini merupakan potensi biomassa tegakan yang terbesar dibandingkan blok-blok lainnya, yaitu sebesar 381.457,8 kg/ha dengan berat bahan organik rata-rata perpohon adalah 594,2 kg. Biomassa tegakan untuk Bruguiera spp. pada blok 2 adalah sebesar 32.880,5 kg/ha dengan nilai berat bahan organik perpohon adalah 438,4 kg, sedangkan nilai biomassa tegakan dari Rh. mucronata pada blok 2 ini adalah 10.637,5 kg/ha dengan berat bahan organik perpohon sebesar 625,7 kg. Tabel 4. Biomassa Tegakan Jenis Rhizophora spp. dan Bruguiera spp. berdasarkan

Bagian-bagian Pohon

Blok JenisKerapatan (ind/ha)

Biomassa tegakan (Kg/ha)

8

Page 9: Model Pendugaan Biomassa Flora Bakau Baru

Perbedaan potensi pada setiap blok tersebut, disebabkan karena adanya pengaruh kadar garam dan tekstur tanah. Kadar garam dapat mempengaruhi enzim metabolik dan mempengaruhi proses-proses vital seperti respirasi, fotosintesis dan sintesa protein. Hal ini disebabkan karena kadar garam yang tinggi dapat menghambat enzim riboluse difosfat karboksilasi yang menyebabkan aktivitas enzim malic dehidrogenese menjadi rendah. Faktor ini mengakibatkan terjadinya reduksi dari sintesa protein (Hutching and Saenger, 1987). Sehingga jika suatu jenis dapat beradaptasi pada habitat tersebut, maka produktivitasnya lebih tinggi dibandingkan jenis yang kurang mampu beradaptasi.

Berat biomassa pohon untuk Rh. apiculata pada blok 2, baik biomassa pohon, tegakan maupun berat bahan organik perpohon merupakan potensi biomassa terbesar. Hal ini disebabkan karena pada areal blok 2 tersebut, tingkat pertumbuhan pohon dan tingkat kerapatan pohon jenis Rh. apiculata cukup tinggi. Pada areal blok 2 ini, pohon Rh. apiculata umumnya terdapat pada selang diameter antara 20 – 40 cm.

Bagi jenis Bruguiera spp. blok 1 dan 2 merupakan habitat yang relatif sesuai bagi pertumbuhannya, sehingga pada blok 1 dan 2 tersebut tingkat kerapatan pohon dan nilai biomassa tegakan dari jenis Bruguiera spp. cukup besar, sehingga berat biomassa tegakan dari Bruguiera spp. pada blok 1 dan 2 tetap lebih tinggi dibandingkan pada blok 3. Model Pendugaan Biomassa Dan Karbon Hutan Mangrove

Model pendugaan biomassa hutan mangrove dapat dilihat pada Tabel 5. Model ini dibangun berdasarkan persamaan nilai biomassa dengan diameter.

Tabel 5. Model Pendugaan Biomassa dan karbon Rhizophora spp dan Bruguiera spp.

No Bagian Model R2 (%) Standar deviasi

Rhizophora apiculata1. Batang ρ*k*0.21 D 2.45 97.93 56.53

2. Cabang ρ*k*2.13 D 0.69 85.30 19.79

3. Daun ρ*k*0.64 D1.34 66.40 13.81

4. Buah Tidak bisa dibangun model5. Ranting ρ*k*5.59D 0.69 68.30 7.14

6. Akar ρ*k*0.0078 D 3.09 94.11 36.98

7. Total ρ*k*0.75D 2.23 98.38 78.51

Rhizohora mucronata1. Batang ρ*k*0.47D 2.15 90.79 43.92

2. Cabang ρ*k*0.031 D 2.64 90.04 15.23

3. Daun ρ*k*2.19D 0.86 98.54 0.86

4. Buah ρ*k*0.52 D 0.87 98.39 0.22

5. Ranting ρ*k*0.00070 D 3.73 90.79 11.51

6. Akar ρ*k*0.00080 D 3.64 90.66 9.71

7. Total ρ*k*0.50 D 2..32 90.38 83.74

Bruguiera spp.

9

Page 10: Model Pendugaan Biomassa Flora Bakau Baru

1. Batang ρ*k*0.95 D 1.87 98.74 9.43

2. Cabang ρ*k*4.82D 0.71 88.98 2.23

3. Daun ρ*k*5.52 D 0.56 60.98 3.17

4. Buah ρ*k*1.45 D 0.54 45.03 0.96

5. Ranting ρ*k*6.33 D 0.58 90.92 1.50

6. Akar ρ*k*6.5D 1.00 97.93 3.82

7. Total ρ*k*10.11D 1..30 98.63 15.38

KESIMPULAN

Kandungan bahan organik Rhizophora spp di Indragiri Hilir lebih tinggi dibandingkan dengan Bruguiera spp. Hal ini disebabkan karena habitat tempat tumbuh pada ekosistem mangrove di Indragiri Hilir lebih cocok untuk Rhizophora spp dibandingkan dengan jenis Bruguiera spp.

Model pendugaan biomassa bagi jenis Rhizophora spp maupun Bruguiera spp berkorelasi positif membentuk hubungan eksponensial dengan diameter sebagai penduga. Model hubungan ini dapat digunakan dalam menentukan nilai biomassa Rhizophora spp dan Bruguiera spp untuk kelas diameter 10 – 40 cm, dengan menggunakan diameter sebagai faktor penduga.DAFTAR PUSTAKA

Aksornkoae, S. 1993. Ecology and Management of Mangrove. IUCN Wetland Program. Bangkok.

Hutchings, P and P. Saenger. 1987. Ecology of Mangrove. University of Queensland Press. New York.

Waston, J.G. 1928. Mangrove forest on Malay Penninsula. Malay Record. 6 : 1 – 127.

White, L.P., L.G. Plaskett. 1981. Biomass as Fuel. A Subsidiary of Harcourt Brace Jovanovich, Publishers. London, New York, Torronto, Sidney, San Fransisco.

10