model pendeteksian fraudulent financial...
TRANSCRIPT
MODEL PENDETEKSIAN FRAUDULENT FINANCIAL STATEMENT
MENGGUNAKAN ANALISIS FRAUD PENTAGON
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Ahmad Al Badrus
NIM. 1113082000014
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017 M
ii
1
iii
2
iv
3
v
4
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama lengkap : Ahmad Al Badrus
2. Tempat, tanggal lahir : Tangerang, 22 Januari 1995
3. Alamat : Jl. Raden Fatah, Kp. Parung Serab, Gg. –
Masjid 2 RT. 001 RW. 08 Sudimara
Selatan, No. 11 Ciledug-Tangerang
4. Telepon : 08973274818
5. Email : [email protected]
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. SDN Sudimara 04 Ciledug Tahun 2001-2007
2. MTS Al-Islamiyah Ciledug Tahun 2007-2010
3. SMAN 13 Tangerang Tahun 2010-2013
4. S1 Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013-2017
III. PENDIDIKAN NON FORMAL
1. Pelatihan Microsoft Excel oleh LiSEnSi & Microsoft User Group
Indonesia di UIN Jakarta tahun 2015.
2. Pelatihan iLearn@america: Grammar and Punctuation, UC Irvine oleh
@america di UIN Jakarta tahun 2016.
3. Pelatihan Audit "Forensic Audit to Enhance Accountability in the
Public Sector" di Universitas Indonesia tahun 2016.
4. Pelatihan "Working with Financial Statement" oleh PT Pelabuhan
Indonesia III (PERSERO) di PPM Management tahun 2016.
5. Workshop Aplikasi Akuntansi Zahir oleh HMJ Akuntansi di UIN
Jakarta tahun 2016.
6. Pelatihan Penelitian oleh FReSH UIN Jakarta di UIN Jakarta tahun
2016.
vii
7. Pelatihan Volunteer dalam Volunteer Camp oleh Masyarakat Relawan
Indonesia-Aksi Cepat Tanggap tahun 2016.
IV. PENGHARGAAN
1. National Audit Competition ATV di Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Indonesia sebagai Semifinalist tahun 2015 & 2015.
2. Awardee Full Scholarship Bank Indonesia tahun 2015-2017.
V. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Galeri Investasi UIN Jakarta sebagai Kepala Divisi Pengembangan
Sumber Daya Mahasiswa periode 2015-2016.
2. Generasi Baru Indonesia (Gen-BI) UIN Jakarta sebagai staf divisi
pendidikan periode 2015-2016.
3. Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Syahid UIN Jakarta sebagai Staf
Humed (Humas dan Media) periode 2015-2016.
4. Masyarakat Relawan Indonesia-Aksi Cepat Tanggap (MRI-ACT)
sebagai Koordinator Wilayah (KoorWil) UIN Jakarta periode 2016-
sekarang.
5. Tax Center UIN Jakarta sebagai Ketua Umum periode 2016-2017.
VI. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Abdul Murod
2. Ibu : Aliyah
3. Alamat : Jl. Raden Fatah, Kp. Parung Serab, Gg.-
Masjid 2 RT. 001 RW. 08 Sudimara
Selatan, No. 11 Ciledug-Tangerang
viii
DETECTING MODEL FRAUDULENT FINANCIAL STATEMENT USED
FRAUD PENTAGON ANALYSIS
ABSTRACT
This study aimed to create detecting model fraudulent financial statement
on public companies in Indonesia. This study examined fraud pentagon theory
with financial targets, external pressure, ineffective monitoring, rationalization,
capability/competence, and arrogance as independent variable on its ability in
detecting fraudulent financial statement as dependent variable. This study used
fraud companies sample that faced sanction and cases by Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) that related on OJK’s rules no. VIII G. 7 and IX. E. 2 in 2011 to 2015. The
sample was consisted from 26 fraud companies and 26 non-fraud companies. This
study used purposive sampling with judgment sampling technique, while data
processing methods were Wilcoxon Signed-Rank Test, Logistic Regression
Analysis, and Discriminant Analysis with Cross-validation Method.
This study showed that financial targets, ineffective monitoring, and
rationalization passed from Wilcoxon Signed-Rank Test. Then, in the logistic
regression analysis, ineffective monitoring could detected fraudulent financial
statement. Further, in the discriminant analysis (cross-validation method),
ineffective monitoring could be reasonably in construct detecting model
fraudulent financial statement with overall classification (59,6%), and successly
on predicting fraud and non-fraud companies with repectively, fraud (43,1%) and
non-fraud (76,2%).
Keywords: fraudulent financial statement, fraud pentagon, financial targets,
external pressure, ineffective monitoring, rationalization,
capability/competence, arrogance
ix
MODEL PENDETEKSIAN FRAUDULENT FINANCIAL STATEMENT
MENGGUNAKAN ANALISIS FRAUD PENTAGON
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk membuat model dalam pendeteksian
fraudulent financial statement pada perusahaan publik di Indonesia. Penelitian ini
menguji teori fraud pentagon dengan financial targets, external pressure,
ineffective monitoring, rationalization, capability/competence, dan arrogance
sebagai variabel independen terhadap kemampuan mendeteksi fraudulent
financial statement sebagai variabel dependen. Penelitian ini menggunakan
sampel perusahaan fraud yang terkena sanksi dan kasus Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) terkait dengan peraturan OJK VIII G. 7 dan IX. E. 2 pada tahun 2011-2015.
Sampel perusahaan terdiri dari 26 perusahaan fraud dan 26 perusahaan non-fraud.
Penelitian ini menggunakan purposive sampling dengan teknik judgment
sampling, sedangkan metode pengolahan data menggunakan wilcoxon signed-
rank test, analisis regresi logistik, dan analisis diskriminan dengan cross-
validation method.
Penelitian ini menunjukkan bahwa financial targets, ineffective
monitoring, dan rationalization lolos dalam wilcoxon signed-rank test. Kemudian,
dalam analisis regresi logistik, ineffective monitoring mampu mendeteksi
fraudulent financial statement. Selanjutnya, dalam analisis diskriminan (cross-
validation method), ineffective monitoring dianggap layak dalam membentuk
model pendeteksian fraudulent financial statement dengan overall classification
sebesar 59,6% dan sukses dalam memprediksi perusahaan fraud dan non-fraud
yaitu sebesar, fraud (43,1%) dan non-fraud (76,2%).
Kata kunci: fraudulent financial statement, fraud pentagon, financial targets,
external pressure, ineffective monitoring, rationalization,
capability/competence, arrogance
x
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-
nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul “Model Pendeteksian Fraudulent Financial Statement Menggunakan
Analisis Fraud Pentagon”. Kemudian, tak lupa shalawat dan salam penulis
haturkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW. Penyusunan skripsi ini
dimaksudkan untuk memenuhi sebagian syarat-syarat guna meraih gelar Sarjana
Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada:
1. Kedua orang tua yang telah memberikan semangat dan do’a yang tak henti-
hentinya kepada penulis.
2. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc., M.si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Yessi Fitri, M.Si., Ak, selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Hepi Prayudiawan, SE., MM., Ak., CA, selaku Wakil Ketua Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Yulianti, SE., M.Si, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing penulis selama proses
penulisan skripsi ini.
6. Ibu Zuwesty Eka Putri, SE., M.Ak. selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang telah membimbing penulis selama proses perkuliahan.
7. Seluruh dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah sabar mengajari penulis dan berbagi ilmunya kepada
penulis.
8. Seluruh kakak kandung penulis, yaitu Sri Sukanti, Siti Nursaleha, dan
Hisbul Wahid yang telah memberikan semangat dan terus memotivasi
penulis dalam perjalanan menuntut ilmu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
xi
9. Seluruh staf karyawan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
membantu penulis selama menuntut ilmu di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
10. Teman-teman Akuntansi angkatan 2013 yang telah memberikan semangat
dan motivasi dalam menyelesaikan proses perkuliahan.
11. Teman-teman organisasi, yaitu anggota Koperasi Mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Lembaga Dakwah Kampus UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Galeri Investasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tax Center UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, MRI UIN Jakarta, dan Generasi Baru Indonesia
(Gen-BI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah ikut membantu proses
kedewasaan penulis, serta membagi pengalaman dan semangatnya kepada
penulis.
12. Teman-teman dan pihak-pihak lain di luar yang telah disebutkan di atas
yang turut membantu dalam pembuatan skripsi ini dan memberikan
semangat serta motivasi kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
berbagai pihak untuk menyempurnakan skripsi ini.
Jakarta, 31 Mei 2017
Ahmad Al Badrus
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ....................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ....................................................... iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH .................................v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................... vi
ABSTRACT ........................................................................................................... viii
ABSTRAK ............................................................................................................. ix
KATA PENGANTAR .............................................................................................x
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................xv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
A. Latar Belakang Penelitian ......................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................................ 15
C. Tujuan dan Manfaat ................................................................................ 16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................18
A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel yang Diambil ........................... 18
1. Teori Keagenan ( Agency Theory ) .................................................. 18
2. Pendeteksian Fraud ......................................................................... 19
3. Fraud (Kecurangan) ........................................................................ 31
4. Jenis Fraud ...................................................................................... 33
5. Fraudulent Financial Statements ..................................................... 38
6. Fraud Triangle Theory .................................................................... 42
xiii
7. Fraud Diamond Theory ................................................................... 53
8. Fraud Pentagon Theory ................................................................... 58
9. Peraturan OJK .................................................................................. 60
B. Penelitian Sebelumnya ............................................................................ 62
C. Kerangka Berpikir ................................................................................... 72
D. Hipotesis ................................................................................................. 73
1. Financial Targets dan Fraudulent Financial Statement .................. 73
2. External Pressure dan Fraudulent Financial Statement ................. 74
3. Ineffective Monitoring dan Fraudulent Financial Statement .......... 74
4. Rationalization dan Fraudulent Financial Statement ...................... 75
5. Capability/competence dan Fraudulent Financial Statement ......... 76
6. Arrogance dan Fraudulent Financial Statement ............................. 78
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..........................................................79
A. Ruang Lingkup Penelitian....................................................................... 79
B. Metode Penentuan Sampel ...................................................................... 80
C. Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 81
D. Metode Analisis Data .............................................................................. 82
1. Wilcoxon Signed-Rank Test ............................................................ 82
2. Analisis Regresi Logistik ................................................................. 83
3. Analisis Diskriminan (Cross-validation Method) ............................ 87
E. Operasionalisasi Variabel Penelitian ...................................................... 88
1. Variabel Dependen .......................................................................... 88
2. Variabel Independen ........................................................................ 90
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN .......................................................97
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ........................................... 97
1. Deskripsi Objek Penelitian .............................................................. 97
2. Deskripsi Sampel Penelitian .......................................................... 100
B. Hasil Uji Instrumen Penelitian .............................................................. 102
1. Wilcoxon Signed-Rank Test (Sales dan Asset) ............................... 102
2. Wilcoxon Signed-Rank Test Variabel ............................................ 104
xiv
3. Hasil Uji Analisis Regresi Logistik ............................................... 110
4. Hasil Uji Analisis Diskriminan (Cross-validation Method) .......... 117
C. Pembahasan........................................................................................... 120
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................128
A. Kesimpulan ........................................................................................... 128
B. Saran ..................................................................................................... 129
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................130
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penelitian-Penelitian Sebelumnya ................................................. 63
Tabel 3.1 Operasional Variabel ..................................................................... 96
Tabel 4.1 Daftar Industri terkena Sanksi dan Kasus OJK 2011-2015 ........... 98
Tabel 4.2 Perbandingan Asset dan Sales Perusahaan fraud & non-fraud ... 101
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Sampel ....................................................... 103
Tabel 4.4 Hasil Wilcoxon Signed-Rank Test (asset dan net sales) ............. 104
Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Variabel .................................................... 105
Tabel 4.6 Hasil Wilcoxon Signed-Rank Test Variabel Independen ............. 106
Tabel 4.7 Hasil Identifikasi Data ................................................................ 111
Tabel 4.8 Hasil Data yang Diproses ........................................................... 111
Tabel 4.9 Hasil Uji Hosmer and Lemeshow ............................................... 112
Tabel 4.10 Hasil Uji Keseluruhan Model (Block Number = 0) .................... 113
Tabel 4.11 Hasil Uji Keseluruhan Model (Block Number = 1) .................... 114
Tabel 4.12 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) ......................................... 115
Tabel 4.13 Hasil Uji Signifikansi Koefisien Regresi ................................... 117
Tabel 4.14 Model Fraudulent Financial Statement ..................................... 118
Tabel 4.15 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) – ineffective monitoring .. 119
Tabel 4.16 Hasil Uji Hosmer and Lemeshow – ineffective monitoring ......... 119
Tabel 4.17 Hasil Uji Analisis Diskriminan .................................................. 119
Tabel 4.18 Perbandingan Hasil Analisis Diskriminan .................................. 127
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Kategori Risiko Fraud-Frekuensi.................................................... 4
Gambar 1.2 Kategori Risiko Fraud-Median Loss ............................................... 4
Gambar 1.3 Organisasi Fraud-Frekuensi & Median Loss .................................. 8
Gambar 2.1 Fraud Tree .................................................................................... 34
Gambar 2.2 Fraud Triangle Theory .................................................................. 53
Gambar 2.3 Fraud Diamond Theory ................................................................. 57
Gambar 2.4 Fraud Pentagon Theory ................................................................ 59
Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran ...................................................................... 72
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Kertas Kerja (worksheet) Penelitian ............................................ 136
Lampiran 2: Output Hasil Pengujian Data ....................................................... 144
Lampiran 3: Surat Penelitian ............................................................................ 157
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Perusahaan sebagai sebuah lembaga profesional yang didirikan oleh
seorang pemilik atau pemodal sudah tentu mempunyai banyak kompleksitas
kegiatan dan risiko bisnis yang besar. Salah satu risiko bisnis yang harus
ditanggung oleh para pemodal atau pemilik, dan juga harus dihadapi oleh
manajemen adalah risiko fraud. Fraud adalah salah satu kejahatan yang
mengagetkan dan mengacaukan dunia (Vasiu, et., al., 2003:971). Risiko fraud
sudah menjadi skandal utama seperti penyakit menular yang menjangkit hampir
seluruh perusahaan di dunia. Penelitian mengindikasikan bahwa organisasi swasta
dan publik mempunyai pengalaman menjadi korban dari perilaku fraud
(Ruankaew, 2016:474). Semua perusahaan/organisasi berpotensi menjadi
korban/sasaran dari fraud (Purba, 2015:3). Dari adanya fraud, perusahaan juga
bisa mengalami kerugian besar, bukan hanya kerugian keuangan, namun juga
kerugian penurunan nama baik perusahaan. Fraud dapat mengurangi nama baik
atau reputasi perusahaan atau dapat mengurangi kemampuan perusahaan dalam
mempertahankan kelangsungan bisnisnya (Priantara, 2013:211).
Fraud merupakan sebuah risiko bisnis yang harus ditanggung oleh
perusahaan akibat dari aktivitas bisnis-nya, tergantung dari ukuran perusahaan
tersebut. Tidak ada satupun perusahaan/organisasi yang kebal terhadap fraud
(Purba, 2015:3). Organisasi yang berbeda ukuran cenderung mempunyai
perbedaan risiko fraud (ACFE, 2016:4). Menurut informasi yang dikeluarkan
2
oleh Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), 2016 dalam laporannya
yang berjudul “Report to the Nations on Occupational Fraud and Abuse”,
dilaporkan bahwa organisasi-organisasi di dunia merugi 5 persen dari
pendapatannya dalam tahun berjalan sebagai hasil adanya fraud. Fakta tersebut
didapat dari kegiatan penelitian ACFE tehadap 114 negara-negara berbeda di
seluruh dunia yang diinvestigasi dari Januari 2014 sampai Oktober 2015, yaitu
United States, Sub-Saharan Africa, Asia-Pacific, Latin America & the Carribean,
Western Europe, Eastern Europe & Western/Central Asia, Southern Asia, Canada,
dan Middle East & North Africa, yang hasilnya didapat 2410 kasus fraud. Total
kerugian yang terjadi dari kasus-kasus fraud dari penelitian ACFE tersebut
melampaui $6.3 billion, dengan rata-rata kerugian per kasus yaitu $2.7 million
(ACFE, 2016:4).
Fraud sudah menjadi masalah serius yang harus segera diselesaikan.
Fraud merupakan masalah organisasi yang dapat menyebar dan mempengaruhi
organisasi lintas industri dan lintas waktu tanpa memperhatikan besar kecilnya
organisasi (Purba, 2015:23). Kegagalan menerapkan upaya pembersihan fraud
yang tepat dapat menyebabkan kebangkrutan organisasi (Purba, 2015:23). Fraud
bukan-lah sebuah fenomena baru (Awang, et., al., 2015:457). Kasus fraud dalam
dunia usaha sudah banyak yang terungkap dan mengakibatkan kerugian bagi
banyak pihak, dan yang paling populer di dunia, yaitu kasus Enron dan
WorldCom (Suyanto, 2009:118).
Fraud merupakan suatu fenomena yang tidak bisa diukur dari penampilan
luar perusahaan. Dengan sangat alaminya, fraud tidak bisa secara akurat diteliti
3
atau diukur, fraud secara umum tersembunyi (Awang, et., al, 2015:456). Kasus
skandal terbesar tahun 2015 bisa menjadi contoh. Kasus tersebut menarik salah
satu perusahaan kelas dunia yang mempunyai nama baik di kalangan investor
maupun stakeholder lainnya, yaitu Thosiba Corporation. Kasus ini menarik bagi
banyak pihak, khususnya para investor, akan praktik creative accounting yang
diterapkan oleh Toshiba Corporation. Pasalnya, sebelum peristiwa ini terjadi,
Toshiba Corporation belum pernah mengalami skandal fraudulent financial
statement dan selalu mendapatkan opini wajar dari auditor eksternal yaitu
Ernst&Young. Toshiba Corporation dalam skandal ini menggelumbungkan laba
usaha sebesar ¥151,8 milliar (setara dengan Rp15,85 trilliun) sejak 2008 hingga
2014. Praktik penggelembungan harta itu diungkap oleh regulator keamanan
Jepang. Skandal ini melibatkan CEO perusahaan yang menerapkan adanya
“tantangan” atas target laba yang tinggi atas setiap unit bisnisnya, sehingga
manajer pada tingkat unit bisnis mengalami pressure yang cukup kuat, dan tidak
bisa dielakkan lagi skandal ini. Lucunya, target laba yang tinggi ini, tidak sesuai
dengan situasi usaha dari Toshiba Corporation pada saat itu dan juga keadaan
ekonomi aktual yang sedang mengalami krisis (Independent Investigation
Committe, 2015).
Fraud dalam beberapa literatur akuntansi digambarkan menjadi tiga
bagian besar. Seperti yang dijelaskan oleh Tuanakotta (2012:197), occupational
fraud digambarkan dalam bentuk fraud tree yang mempunyai tiga cabang yaitu,
kecurangan laporan keuangan (fraudulent financial statement), penyalahgunaan
4
86,7%
33,4%
7,6%
85,4%
36,8%
9,0%
83,5%
35,4%
9,6%
Asset
Missappropriation
Corruption Financial statement
fraud
Per
sen
tase
Ka
sus
Tipe Kecurangan
201220142016
aset (asset misappropriation), dan korupsi (corruption). Setiap cabang dari fraud
memiliki cabang lainnya yang digambarkan dalam Tuanakotta (2012:197).
Sumber: Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), 2016
Dalam gambar 1.1. laporan ACFE, 2016 menjelaskan bahwa dari tiga tipe fraud
dalam fraud tree terdapat tipe fraud dengan frekuensi kasus terbesar yang terjadi
di 114 negara di dunia yang menjadi objek penelitian untuk tahun 2016, yaitu
asset missappropriation dengan 83.5%. Kemudian, secara berturut-turut kedua
dan ketiga, yaitu corruption 35.4%, dan fraudulent financial statement 9.6%.
Gambar 1.1
Kategori Risiko Fraud - Frekuensi
$120.000
$250.000
$1.000.000
$130.000
$200.000
$1.000.000
$125.000
$200.000
$975,000
Asset Missappropriation
Corruption
Financial StatementFraud
Median Loss
Tip
e F
rau
d
2016 2014 2012
Gambar 1.2
Kategori Risiko Fraud - Median Loss
Sumber: Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), 2016
5
Hasil berbeda dijelaskan pada gambar 1.2. laporan ACFE, 2016 berdasarkan
median loss-nya. Kerugian atas tiga tipe fraud terbesar atas 114 negara di dunia
terjadi pada tipe fraudulent financial statement dengan $975.000. Kemudian,
diikuti berturut-turut untuk posisi kedua dan ketiga, yaitu corruption sebesar
$200.000 dan asset missappropriation $125.000.
Dari fakta di atas bisa didapat kesimpulan bahwa fraudulent financial
statement merupakan tipe fraud yang merugikan bagi pihak perusahaan, karena
melibatkan kerugian yang cukup besar jumlahnya bagi perusahaan. Hal ini perlu
mendapat perhatian serius, dikarenakan fraudulent financial statement ini banyak
dilakukan oleh profesional yang mempunyai capability, sehingga kasus fraudulent
financial statement ini lebih sulit untuk diungkap. Banyak orang mengasosiasikan
fraud dengan white collar crime, karena fraud dan white collar crime dilakukan
oleh orang terdidik, terpandang, dan memiliki jabatan (Priantara, 2013:5). Posisi
atau fungsi seseorang dalam perusahaan boleh jadi memberikan keleluasaan bagi
seseorang untuk memanfaatkan sebuah peluang fraud, yang tidak bisa dilakukan
oleh yang lain (Wolfe dan Hermanson, 2004:39).
Pencegahan dan pendeteksian fraud mutlak diperlukan dalam
meminimalisasi dampak fraud yang akan terjadi pada perusahaan. Namun,
pendeteksian fraud masih sulit dikarenakan kekurangan pendefinisian yang dapat
diterima dan yang masuk akal, terbatasnya metode audit, dan keterdesakan biaya
(Spathis, 2002 dan Hogan, et., al, 2008). Dalam profesi auditor, pendeteksian
fraud pada laporan keuangan sudah menjadi tuntutan tugas yang meningkat
(Huang, et, al, 2016). Dalam bukunya, Karyono (2013:5) menjelaskan bahwa
6
fraud mempunyai tiga aksioma dasar, yaitu tersembunyi, bukti sebalik, dan jenis-
jenis fraud. Pada aksioma pertama, fraud itu tersembunyi dan pelaku berusaha
untuk menutupi perbuatannya. Inilah yang menjadi kesulitan dalam pendeteksian
fraud, karena sifatnya fraud yang tersembunyi.
Kemudian, karena sifatnya yang tersembunyi, mendeteksi fraud dalam
manajemen merupakan sesuatu tugas yang sulit jika menggunakan prosedur audit
tradisional dan terdapat beberapa alasan (Huang, et., al, 2016). Pertama,
kekurangan pengetahuan yang dibutuhkan mengenai karakteristik pengelolaan
yang sesuai atas fraud. Kedua, manipulasi kecurangan dari data akuntansi itu
sangat jarang, sebagian besar auditor kurang mempunyai pengalaman yang cukup
dan latar belakang yang dibutuhkan untuk mendeteksi fraud dalam cara yang
efektif. Terakhir, manajer bisa secara sengaja mencoba menipu auditor. Saat
mengetahui keterbatasan dari sebuah audit, keuangan, dan akuntansi, manajer
sudah memastikan bahwa prosedur-prosedur audit tradisional dan berstandar
tidak akan cukup untuk mendeteksi fraud (Huang, et., al, 2016).
Fraudulent financial statement merupakan kesalahan yang disengaja atas
pengungkapan laporan keuangan yang dibuat untuk membohongi pengguna
laporan keuangan dimana dampaknya menyebabkan laporan keuangan tidak
ditampilkan dalam hal yang material, sesuai dengan GAAP (SAS No. 99,
2002:1722). Laporan keuangan merupakan unsur terpenting dalam kejahatan
fraudulent financial statement. Secara normatif, laporan keuangan hendaknya bisa
memberikan informasi yang berguna bagi para calon investor dan kreditor
maupun yang sudah ada dan para pengguna lainnya dalam membuat keputusan
7
investasi, pemberian kredit, dan keputusan-keputusan lain yang serupa secara
rasional. Kemudian, pelaporan keuangan hendaknya memberikan informasi
mengenai kinerja keuangan perusahaan selama periode tersebut (Riahi &
Belkaoui, 2011:233-234). Namun dalam praktiknya, fraudulent financial
statement dapat memalsukan laporan keuangan yang meliputi manipulasi
komponen-komponen seperti, melebihkan aset, penjualan dan laba, atau
merendahkan kewajiban, beban, atau kerugian (Dalnial, et., al, 2014:18).
Fraudulent financial statement dapat menyebabkan kerusakan pada level
perusahaan, lembaga, dan organisasi lainnya. Fraud dapat mendatangkan
malapetaka yang tidak terbayangkan–tanpa memandang ukuran atau jenis usaha/
organisasi–bisa terjadi di segala tempat dan tingkatan, mulai dari tingkat
administrasi/tata usaha sampai ke tingkat pimpinan/direksi (Purba, 2015:3).
Fraudulent financial statement juga bukan lagi hal yang baru dalam dunia
akuntansi dan sudah menjadi konsep terbuka yang dipraktikan dalam sebuah
perusahaan. Fraud adalah konsep hukum yang luas dan auditor tidak membuat
ketentuan hukum apakah fraud telah terjadi (SAS No.99, 2002:1721).
Semua perusahaan bisa menjadi korban dari fraud (Purba, 2015:3). Fraud
bisa terjadi di perusahaan besar, kecil, swasta, negeri, maupun organisasi non-
profit. Namun, banyak perusahaan/organisasi tidak menyadari atau meremehkan
ancaman/bahaya dari fraud yang dapat terjadi setiap saat (Purba, 2015:3). Sebuah
penelitian dari ACFE tahun 2016 bisa menjelaskan hal ini. Penelitian ini
menggambarkan bahwa fraud sudah terjadi di banyak level organisasi, seperti
perusahaan swasta, perusahaan publik, pemerintahan, not-for-profit, dan lain-nya.
8
37,7% 28,6%
18,7% 10,1%
5,0%
$180.000 $178.000
$109.000
$100.000 $92.000
Private Company Public Company Government Not-for-Profit other
Sumber: Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), 2016
Fakta dalam penelitian ACFE yang ditunjukan dalam gambar 1.3 di atas
menjelaskan bahwa perusahaan swasta mempunyai signifikansi kasus yang lebih
banyak di antara tipe organisasi lainnya pada tahun 2016 yaitu sebesar 37.7%. Di
bawahnya yaitu perusahaan publik sebesar 28.6%, pemerintahan 18.7%, not-for-
profit 10.1%, dan lainnya 5%. Kemudian, untuk besarnya median loss, perusahaan
swasta $180.000, perusahaan publik $178.000, pemerintahan $109.000, not-for-
profit $100.000, dan lainnya $92.000.
Fakta penelitian ACFE (2016) tersebut menarik perhatian penelitian ini
dalam membangun perumusan masalah. Di mana, pada perusahaan publik
terdapat jumlah kasus yang cukup banyak dalam persentasenya, dan median-loss
yang cukup besar pula, bahkan hampir sebanding dengan perusahaan swasta yang
memiliki kasus fraud lebih banyak. Secara normatif, seharusnya perusahaan
publik akan lebih transparan dan akuntabel dalam mengungkapkan laporan
% : frekuensi
$ : median loss
Gambar 1.3
Organisasi Fraud - Frekuensi dan Median Loss
9
keuangan-nya sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada para investor dan
stakeholders lainnya. Namun, pada kenyataannya perusahaan publik yang
seharusnya memberikan informasi yang transparan dan akuntabel kepada pihak
luar, terkadang masih menyembunyikan fakta dan informasi yang memiliki
pengaruh buruk terhadap reputasi perusahaan mereka (Sukirman dan Sari,
2013:202).
Perusahaan publik di Indonesia dalam melaksanakan kegiatan bisnisnya
sudah diatur dan diawasi khusus oleh lembaga independen, yang disebut Otoritas
Jasa Keuangan (OJK). OJK sendiri sudah mengeluarkan beberapa peraturan atas
penyajian laporan keuangan, seperti peraturan no. IX.E.2 tentang ketentuan
mengenai Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha Utama dan
peraturan no. VIII.G.7 mengenai Penyajian dan Pengungkapan Laporan
Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik. Peraturan no. IX.E.2 diperlukan
dalam rangka memberikan kemudahan bagi emiten atau perusahaan publik dalam
memperoleh akses pendanaan yang termasuk dalam kriteria transaksi material
dengan tetap memperhatikan perlindungan kepada investor (Bapepam-LK, 2011).
Sedangkan, peraturan no. VIII.G.7 dipandang perlu dikarenakan faktor perubahan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dalam rangka program
konvergensi PSAK ke International Financial Reporting Standard (IFRS) serta
guna memberikan kepastian hukum bagi emiten dan perusahaan publik dalam
penyajian dan pengungkapan laporan keuangan (Bapepam-LK, 2012).
Fraud memang suatu gejala yang tidak mudah untuk dihilangkan, bahkan
sudah menjadi penyakit serius pada perusahaan. Fraud adalah salah satu
10
kejahatan yang mengagetkan dan mengacaukan dunia (Vasiu, et., al., 2003:971).
Fraud juga merupakan suatu ketidakberesan yang harus segera dibereskan, karena
bisa menjadi virus bagi yang lain. Fraud meliputi sebuah ketidakberesan dan
tindakan ilegal yang dikarakteristikan dengan penipuan yang disengaja (Auditor
of Public Accounts, 2011). Fraud bisa terjadi karena adanya tindakan yang
disengaja dari pelaku, dan tindakan itu tidak dapat dibenarkan. Fraud adalah
sebuah tindakan disengaja dalam sebuah kecurangan material dalam laporan
keuangan yang menjadi subjek audit (SAS No. 99, 2002:1721).
Perusahaan hanya dapat meminimalisasi fraud, tidak untuk
menghilangkan, dikarenakan faktor penyebab dari fraud itu ada berbagai macam
dan kompleks, seperti yang dijelaskan Tuanakotta (2012:197) dalam fraud tree.
Sebelum membuat suatu usaha untuk mengurangi fraud dan mengelola risiko
secara proaktif, penting untuk organisasi bisnis dalam mengidentifikasi faktor-
faktor yang menyebabkan perilaku fraud dengan memahami siapa fraudsters dan
mengapa fraud dilakukan (Ruankaew, 2013:1). Beberapa teori sudah menjelaskan
sebab-sebab fraud dan ada dua teori yang sering dikutip sebagian besar peneliti,
yaitu fraud triangle theory dan fraud diamond theory (Abdullahi dan Mansor,
2015:38 dan Dorminey, et., al, 2012:556). Cressey pada tahun 1953
menghipotesiskan terjadinya fraud dengan fraud triangle theory, dengan tiga
kriteria yang harus ditampilkan, yaitu perceived pressure, perceived opportunity,
dan rationalization (Skousen, et., al, 2009:54). Sebagian besar pressure
melibatkan sebuah financial need, walaupun non-financial pressure seperti
kebutuhan hasil laporan yang lebih baik dari pada penampilan aktual, frustasi atas
11
kerja, atau bahkan tantangan untuk mengacaukan sistem, juga bisa memotivasi
fraud (Albrecht, et., al., 2008:3). Pressure dari masalah financial non-shareable
membuat motivasi kejahatan (Dorminey, et., al, 2012:563).
Financial pressure mempunyai sebuah dampak besar pada motivasi
pegawai dan pembangun sebagian besar tipe pressure (Abdullahi, Mansor, dan
Nuhu, 2015:32). Menurut SAS No. 99, ada empat tipe umum pressure yang
memimpin fraudulent financial statement, yaitu financial stability, external
pressure, situasi keuangan pribadi manager, dan financial targets. Lebih lanjut,
Skousen, et., al. (2009:59) menyatakan bahwa external pressure bersumber dari
kemampuan untuk memenuhi persyaratan pertukaran, melunasi hutang, atau
memenuhi perjanjian hutang. Sedangkan, financial targets digunakan untuk
mengungkapkan kinerja manajer dan dalam menentukan bonus, peningkatan
upah, dan lain-lain. Summers dan Sweeney (1998:136) melaporkan bahwa
financial targets secara signifikan membedakan antara perusahaan fraud dan non-
fraud.
Elemen kedua dari fraud triangle theory, yaitu opportunity. Opportunity
terjadi karena ineffective control atau sistem kelola yang mengijinkan seorang
individu untuk melakukan organisasional fraud. Dalam bidang akuntansi, ini
dinamakan sebagai kelemahan internal control (Abdullahi, et., al, 2015:33).
Kemudian, elemen ketiga dari fraud triangle theory, yaitu rationalization.
Skousen, et., al (2009:66) mengatakan bahwa rationalization merupakan elemen
fraud yang ketiga dan paling sulit diukur. Rationalization berkenaan dengan
pembenaran atas perilaku tidak etis, yang merupakan suatu hal berbeda dari pada
12
aktivitas kriminal (Abdullahi, et., al, 2015:33). Dalam penelitian Skousen, et., al
(2009:66-67), rationalization diukur dengan menggunakan audit report, total
accrual divided by total assets, dan audit change.
Dalam meningkatkan pendeteksian fraud, Wolfe dan Hermanson (2004)
menyatakan konsep fraud diamond dengan ditambahkannya aspek capability yang
merupakan pengembangan dari fraud triangle theory. Wolfe dan Hermanson
(2004:38) mengungkapkan bahwa fraud tidak akan terjadi tanpa keberadaan orang
yang tepat dengan kemampuan yang tepat. Elemen capability dalam pendeteksian
fraud dipertimbangkan, karena fraud pasti akan melibatkan orang yang
mempunyai capability dalam melakukan fraud.
Kemudian, Horwath (2011) menyatakan bahwa pada lingkungan saat ini,
fraud triangle theory dapat diperluas menjadi fraud pentagon theory (Horwath,
2011:1), dimana faktor competence dan arrogance dari karyawan menjadi faktor
yang mendukung fraud bisa terjadi. Competence merupakan sebuah elemen
peluang yang meliputi kemampuan individu untuk mengendalikan internal
control dan mengendalikan situasinya untuk keuntungan-nya sendiri. Sedangkan
arrogance merupakan perilaku superioritas dan keserakahan dari pelaku kejahatan
yang mempercayai bahwa kebijakan perusahaan dan prosedur tidak diterapkan
kepadanya (Horwath, 2011:1).
Penelitian yang berkaitan dengan fraudulent financial statement sudah
dilakukan beberapa tahun belakangan dan menjadi referensi dalam melakukan
penelitian ini. Penelitian yang berkaitan dengan financial targets sebagai variabel
independen dengan proksi Return on Assets (ROA) terdapat pada penelitian
13
Huang, et., al (2016); Yesiariani dan Rahayu (2016); Lin, et., al (2015);
Firmanaya dan Syafruddin (2014); dan Suyanto (2009) yang menemukan
pengaruh signifikan financial targets terhadap deteksi fraudulent financial
statement.
Kemudian, Penelitian yang berkaitan dengan external pressure dengan
proksi leverage terhadap deteksi fraudulent financial statement dilakukan oleh
Yesiariani dan Rahayu (2016); Huang, et., al (2016); Tessa dan Harto (2016); Lin,
et, al (2015); dan Dalnial, et., al (2014) yang menemukan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan antara external pressure yang diproksikan dengan
leverage terhadap deteksi fraudulent financial statement. Selain itu, Penelitian
yang berkaitan dengan ineffective monitoring dengan proksi proporsi komisaris
independen dalam dewan komisaris pengaruhnya terhadap fraud dilakukan oleh
Prabowo (2014), yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
positif antara komisaris independen dalam sebuah perusahaan terhadap fraud,
dalam penelitian ini direpresentasikan sebagai manajemen laba.
Selanjutnya, terdapat penelitian yang berkaitan dengan rationalization dan
capability dalam pendeteksian fraudulent financial statement. Penelitian yang
berkaitan dengan rationalization terhadap deteksi fraudulent financial statement
yaitu penelitian Sukirman dan Sari (2013), yang mengemukakan bahwa audit
report sebagai proksi rationalization mempunyai kemampuan dalam membentuk
model untuk memprediksi fraudulent financial statement dalam sebuah
perusahaan. Kemudian, penelitian yang berkaitan dengan capability/competence
yaitu penelitian yang dilakukan oleh Abdullahi, et., al (2016). Abdullahi, et., al
14
(2016) dalam penelitiannya menemukan adanya hubungan yang signifikan positif
dari adanya capability/competence untuk kemungkinan melakukan fraud.
Kemudian, variabel terakhir dari fraud pentagon theory, yaitu arrogance.
Dalam penelitian Tessa dan Harto (2016) dikemukakan bahwa arrogance dengan
proksi frekuensi jumlah foto CEO yang terpampang dalam laporan tahunan
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pendektesian fraudulent financial
statement. Tessa dan Harto (2016) mengemukakan bahwa semakin banyak jumlah
foto CEO yang terpampang dalam sebuah laporan tahunan perusahaan dapat
mengindikasikan tingginya tingkat arrogance CEO dalam perusahaan.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini ingin mengungkapkan kembali
variabel-variabel yang sudah dijelaskan oleh penelitian sebelumnya terhadap
kemampuannya dalam mendeteksi fraudulent financial statement dalam
perusahaan melalui analisis fraud pentagon theory. Penelitian ini menarik dan
memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya yang juga menggunakan
analisis fraud pentagon theory dalam pendeteksian fraudulent financial statement
pada perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) (Tessa dan
Harto, 2016). Berikut merupakan hal yang membedakan penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya:
1. Penelitian ini menggunakan data penelitian yang lebih panjang yaitu lima
tahun dari tahun 2011-2015, yang memungkinkan akan adanya temuan-
temuan baru dan lebih meyakinkan atas pendeteksian fraudulent financial
statement.
15
2. Penelitian ini menggunakan populasi perusahaan publik yang tersebar pada
seluruh sektor industri yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sehingga
bisa menggambarkan secara keseluruhan permasalahan penelitian ini pada
perusahaan-perusahaan go public yang ada di Indonesia.
3. Penggunaan data riil perusahaan publik terdaftar di BEI yang terkena
sanksi dan kasus OJK pada tahun 2011-2015.
Penelitian ini penting untuk diteliti, karena laporan keuangan merupakan
alat komunikasi perusahaan dan bentuk pertanggungjawaban perusahaan kepada
seluruh stakeholder terkait, yang seharusnya memberikan informasi yang berguna
bagi stakeholder, seperti investor dan kreditor. Laporan keuangan hendaknya bisa
memberikan informasi yang berguna bagi para calon investor dan kreditor
maupun yang sudah ada dan para pengguna lainnya dalam membuat investasi,
kredit, dan keputusan-keputusan lain yang serupa secara rasional (Riahi &
Belkaoui, 2011: 233-234).
Atas dasar latar belakang tersebut, penelitian ini berjudul “Model
Pendeteksian Fraudulent Financial Statement Menggunakan Analisis Fraud
Pentagon.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang hendak diteliti
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah financial targets dapat mendeteksi fraudulent financial statement
pada perusahaan publik di Indonesia?
16
2. Apakah external pressure dapat mendeteksi fraudulent financial statement
pada perusahaan publik di Indonesia?
3. Apakah ineffective monitoring dapat mendeteksi fraudulent financial
statement pada perusahaan publik di Indonesia?
4. Apakah rationalization dapat mendeteksi fraudulent financial statement
pada perusahaan publik di Indonesia?
5. Apakah capability/competence dapat mendeteksi fraudulent financial
statement pada perusahaan publik di Indonesia?
6. Apakah arrogance dapat mendeteksi fraudulent financial statement pada
perusahaan publik di Indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Menguji secara statistik dan menganalisis financial targets, external
pressure, ineffective monitoring, rationalization, capability/competence, dan
arrogance dalam kemampuannya mendeteksi fraudulent financial statement
pada perusahaan publik di Indonesia.
2. Manfaat Penelitian
Adapun penelitian ini dilakukan untuk memberikan manfaat di bidang
akademik maupun praktik, sebagai berikut:
17
a. Bagi Akademisi
1) Memberikan pengetahuan tentang pendeteksian fraudulent financial
statement menggunakan analisis fraud pentagon.
2) Memberikan sumber referensi terbaru penelitian analisis fraud
pentagon dalam pendeteksian fraudulent financial statement pada
perusahaan publik di Indonesia.
3) Memberikan informasi sebagai bahan pertimbangan dalam penulisan
penelitian selanjutnya.
b. Bagi Entitas
1) Dapat memberikan informasi pencegahan atas kemungkinan
fraudulent financial statement yang akan terjadi pada perusahaan.
2) Dapat memberikan informasi deteksi sebagai bahan pendeteksian
fraudulent financial statement pada perusahaan.
c. Bagi Praktisi
1) Memberikan informasi sebagai bahan pertimbangan dalam
mengaudit suatu perusahaan.
2) Memberikan referensi rasio atau komponen analisis yang dapat
digunakan untuk menilai kewajaran suatu laporan keuangan.
18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel yang Diambil
Teori utama (grand theory) yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu
agency theory. Agency theory digunakan dikarenakan dalam kasus fraud terdapat
hubungan yang erat antara prinsipal dan agen yang memiliki kepentingan berbeda.
1. Teori Keagenan ( Agency Theory )
Teori keagenan sebagai sebuah kontrak satu atau lebih orang yaitu
prinsipal menggunakan orang lain (agen) untuk menyediakan beberapa jasa
untuk kepentingan mereka (prinsipal) yang meliputi mendelegasikan
beberapa hak pembuatan keputusan kepada agen (Jensen dan Meckling,
1976:5). Prinsipal menganggap bahwa agen dapat melakukan hal yang terbaik
untuk kepentingan prinsipal. Namun pada kenyataannya, kedua belah pihak
memiliki hubungan untuk memaksimalkan kepuasannya masing-masing,
disinilah kenapa prinsipal mempunyai alasan untuk tidak selalu percaya
bahwa agen bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal (Jensen dan
Meckling, 1976:5). Eisenhardt (1989:57) menyatakan bahwa teori keagenan
adalah sesuatu hal yang penting, namun masih merupakan teori kontroversial.
Untuk mengatasi adanya tindakan agen yang dapat merugikan
prinsipal, prinsipal akan mengeluarkan biaya untuk mengawasi aktivitas agen.
Prinsipal akan membayar agen dengan mengeluarkan biaya perikatan agar
agen tidak melakukan tindakan yang dapat merugikan prinsipal atau dengan
19
memberikan kompensasi jika agen sudah mengambil tindakan yang sesuai
(Jensen dan Meckling, 1976:5).
Dalam pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa teori keagenan
dapat berjalan dengan baik, apabila agen dapat menggunakan posisinya
sebagai pembuat keputusan untuk hal-hal yang bisa menguntungkan prinsipal
sebagai pemilik modal. Namun dalam menjalankan fungsinya, agen akan
dihadapkan pada permasalahan perbedaan kepentingan, di mana prinsipal
akan mengeluarkan biaya dalam melakukan pengawasan akan fungsi agen
tersebut.
Agen yang memiliki banyak informasi akan memiliki banyak
kesempatan untuk menyembunyikan beberapa informasi dari prinsipal.
Eisenhardt (1989:58) menambahkan bahwa masalah risk sharing muncul
ketika prinsipal dan agen mempunyai sikap yang berbeda terhadap risiko. Hal
inilah yang akan membawa agen (manajemen) ke dalam praktik kecurangan.
Agen (manajemen) akan mengupayakan mendapatkan bonus sebesar-
besarnya dari pihak prinsipal dengan berbagai cara, dalam catatan bahwa
praktik ini tidak didukung oleh pengendalian yang baik.
2. Pendeteksian Fraud
Deteksi fraud digunakan dalam melihat adanya suatu penyimpangan
dalam sebuah perusahaan yang bisa menimbulkan adanya kerugian dalam
sebuah perusahaan. Deteksi fraud adalah suatu tindakan untuk mengetahui
bahwa fraud terjadi, siapa perilaku, siapa korbannya, dan apa penyebabnya.
20
Kunci pada pendeteksian fraud adalah untuk dapat melihat adanya kesalahan
dan ketidakberesan (Karyono, 2013:91).
Fraud pada hakekatnya tersembunyi dan pelakunya pada umumnya
juga akan menyembunyikan jejaknya (Karyono, 2013:91). Oleh karena itu
dibutuhkan adanya pencegahan dan pendeteksian dari adanya fraud tersebut.
Namun, dikarenakan fraud merupakan gejala yang dipengaruhi oleh berbagai
macam sumber, maka tindakan pendeteksian fraud tidak dapat digeneralisir
ke semua fraud (Priantara, 2013:211).
Dalam pendeteksian fraud perlu kiranya pemahaman yang baik
terhadap jenis-jenis fraud yang mungkin timbul di dalam perusahaan
(Priantara, 2013:211). Dalam pendeteksian fraud, perlu memahami gejala-
gejala apa saja yang dapat menyebabkan fraud. Gejala-gejala atau tanda-
tanda terjadinya fraud dapat ditunjukan dari individu pelaku, dari organisasi,
dan dari luar organisasi (Priantara, 2013:211). Karakteristik yang bersifat
kondisi atau situasi tertentu, perilaku atau kondisi seseorang tersebut
dinamakan red flag, symptom, atau fraud indicators.
Pendeteksian fraud menurut Karyono (2013:91) yaitu dengan
melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Identifikasi gejala dan dengan identifikasi bendera merah (red flags)
b. Pendeteksian fraud dengan critical point of auditing dan analisis kepekaan
(job sensitivity analysis)
Adapun dalam penjelasannya, Karyono (2013:93) menyebutkan bahwa
critical point of auditing adalah teknik pendeteksian fraud melalui audit atas
21
catatan akuntansi yang mengarah pada gejala atau kemungkinan terjadinya.
Teknik analisis kepekaan adalah teknik pendeteksian fraud didasarkan pada
analisis dengan memandang pelaku potensial. Analisisnya ditujukan pada
posisi tertentu apakah ada peluang tindakan fraud dan apa saja yang dapat
dilakukan.
Priantara (2013:212) menjelaskan bahwa terdapat teknik-teknik dalam
mendeteksi fraud, yaitu:
a. Prosedur analitis
Standar auditing seksi 56 menyatakan prosedur analitis adalah evaluasi
dari informasi keuangan yang didapat auditor dari menganalisis hubungan
data keuangan dan non keuangan. Prosedur analitis ini dipakai dalam
keseluruhan proses audit untuk tiga tujuan utama, yaitu:
1) Premiminary analytic procedures. Prosedur analitis digunakan untuk
mendapatkan pemahaman tentang perusahaan dan untuk memberikan
perhatian kepada auditor terhadap area yang berisiko tinggi (termasuk
risiko fraud) pada saat perencanaan audit.
2) Subtantive analytic procedures. Prosedur analitis yang digunakan
sebagai metode untuk mendapatkan bukti audit dengan mengevaluasi
saldo akun.
3) Final analytic procedures. Prosedur analitis yang digunakan untuk
mendapat kesimpulan audit dari keseluruhan hasil audit dan penyajian
laporan keuangan.
22
Teknik prosedur analitis dalam mendeteksi fraud adalah sebagai berikut:
1) Perbandingan data perusahaan versus data perusahaan antarperiode
a) Analisa horizontal yaitu perbandingan antara periode saat ini
dengan periode sebelumnya (tahun lalu atau bulan lalu).
b) Analisa vertikal yang mengkalkulasi setiap baris item laporan
keuangan sebagai persentase dari baris item yang lain.
2) Perbandingan data perusahaan (realisasi) versus anggaran atau
proyeksi perusahaan.
3) Perbandingan data perusahaan versus industri atau perusahaan
sejenis.
4) Perbandingan data finansial perusahaan versus data operasionalnya.
5) Perbandingan data perusahaan (realisasi) versus hasil kalkulasi
auditor.
6) Analisis rasio keuangan seperti:
a) Rasio likuiditas: current ratio, working capital ratio, accounts
receivable turnover, inventory turnover, dan acid test ratio.
b) Rasio solvabilitas: total debt to total equity dan total debt to
total assets.
c) Rasio profitabilitas: return on assets, return on investment,
economic value added, market value added, gross margin ratio,
operating margin ratio,dan profit margin ratio.
23
b. Analisis data dengan bantuan teknologi (continuous monitoring/auditing)
Teknik analisis data dengan menggunakan teknologi dapat dilakukan
antara lain untuk:
1) Menghitung parametrik statistik (rata-rata, standar deviasi, nilai
terendah dan tertinggi) untuk mengidentifikasi transaksi yang janggal
(outlier) yang dapat mengidentifikasi adanya fraud.
2) Mengklasifikasi untuk menentukan pola dan asosiasi di antara grup
elemen data.
3) Menstratifikasi nilai numerik untuk mengidentifikasi nilai yang tidak
biasa/lazim (unusual) sangat berlebih atau kurang (exceedingly high
or low).
4) Analisis digital menggunakan hukum benford untuk mengidentifikasi
secara statistik kejadian yang tidak diinginkan dari digit-digit yang
spesifik pada data yang acak.
5) Menggabungkan (joining) sumber data yang berbeda untuk mencari
pencocokan nilai yang tidak tepat di antara sistem yang terpisah,
seperti nama, alamat, dan nomor rekening.
6) Pengujian duplikat untuk mengidentifikasi duplikasi yang sederhana
atau kompleks dari transaksi bisnis seperti pembayaran, penggajian,
dan laporan klaim biaya.
7) Gap testing untuk mengidentifikasi angka/nomor yang hilang pada
data yang berurutan (sequential data) sebagai indikator seseorang
24
mencoba menyembunyikan transaksi yang fraud (fraudulent
transactions).
8) Penjumlahan (summing dan totaling) nilai numerik untuk mengecek
nilai total kontrol (control totals) yang mungkin dipalsukan.
9) Memvalidasi tanggal perekaman data (entry dates) untuk mencari
posting atau waktu-waktu perekaman data yang tidak tepat dan
mencurigakan.
c. Penggunaan Hukum Benford (Benford’s Law)
Benford’s law atau hukum benford adalah hukum yang dapat
memperkirakan frekuensi kemunculan sebuah angka dalam serangkaian
data numerik. Analisa benford’s law dipergunakan untuk menunjukkan
adanya kemungkinan atau indikasi potensial awal terjadinya fraud
berdasarkan perhitungan statistik, dan juga harus diketahui bahwa adanya
anomali dalam populasi data tidak selalu disebabkan oleh fraud. Jika kita
dapat simpulkan bahwa analisa benford’s law merupakan pendeteksian
awal untuk terjadinya fraud terhadap angka-angka yang mencurigakan
dan kemudian hari berdasarkan analisa tersebut, dilakukan pemeriksaan
yang lebih mendalam terhadap angka-angka yang dicurigai tersebut.
Supaya benford’s law dapat diterapkan secara efektif, angka-angka dalam
satu populasi harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:
1) Tidak ada batas bawah angka tertentu.
25
2) Lebih banyak nilai/angka-angka yang kecil daripada yang besar
(misalnya lebih banyak satuan, puluhan, dan ratusan daripada ratusan,
ribuan, atau puluhan juta).
3) Berasal dari transaksi yang mirip/serupa (misalnya, data jumlah
pembelian per konsumen di bulan tertentu).
4) Angka tersebut menunjukkan besaran atau dalam metode penelitian
disebut sekala rasio.
5) Angka tersebut tidak berada maksimum atau minimum (di antara
angka tertentu).
d. Penggunaan data mining dan data analytics
Data mining adalah proses untuk menggali nilai tambah dari informasi
yang selama ini tidak diketahui secara manual dari suatu database dengan
melakukan penggalian pola data, tren, dan anomali dengan untuk
memanipulasi data menjadi informasi yang lebih berharga yang diperoleh
dengan cara mengekstraksi dan mengenali pola yang penting atau menarik
dari data yang terdapat dalam database. Perangkat lunak yang andal,
database yang benar, serta kreativitas investigasi membuka peluang besar
untuk mengungkap fraud dan pelakunya.
Data mining memiliki kemampuan sebagai berikut:
1) Automated prediction of trends and behaviors. Data mining
memproses pencarian informasi yang diprediksi secara otomatis
dalam database yang besar.
26
2) Automated discovery of previously unknown patterns. Data mining
akan menyapu database dan mengidentifikasi pola-pola yang hilang
yang tidak diketahui sebelumnya, dalam satu langkah saja. Pada
tindak pidana pencucian uang, perangkat lunak data mining dengan
cepat mengungkap perubahan pola pendanaan terorisme, dari pola
yang sudah dikenal ke pola yang baru.
Melakukan data mining memerlukan perangkat lunak untuk menganalisis
hubungan dan pola dalam transaksi yang disimpan secara elektronis
melalui user queries. Umumnya, perangkat lunak mencari hubungan
sebagai berikut:
1) Classes, data digunakan untuk menentukan adanya suatu atau
beberapa kelompok yang mempunyai karakteristik tertentu.
2) Clusters, data dikelompokkan menurut hubungan yang logis atau
preferensi tertentu.
3) Associations, untuk menunjukkan adanya asosiasi atau hubungan.
4) Sequential patterns, untuk mengantisipasi perilaku atau trend.
e. Penggunaan teknik pemeriksaan pajak
Teknik audit pajak dapat digunakan dalam mendeteksi fraud. Teknik audit
pajak yang digunakan untuk mendeteksi fraud antara lain:
1) Net worth method
Net worth method adalah metode perbandingan kekayaan bersih untuk
menghitung jumlah pendapatan yang tidak dilaporkan seseorang.
Kekayaan bersih seseorang pada akhir tahun didapat dari nilai aset
27
total dikurangi nilai total liabilitasnya. Dalam mendeteksi fraud,
metode ini dapat digunakan untuk membandingkan pendapatan yang
dia terima dengan akumulasi kekayaan yang dimilikinya, jika
kekayaan yang dimilikinya di atas pendapatan yang diterimanya, kita
dapat berprasangka terjadi ketidakwajaran pola hidup dan sumber
penghasilan sehingga perlu menyelidiki darimana asal kekayaan
lainnya tersebut, dan jika asal kekayaannya tersebut tidak dapat
dijelaskan, kita dapat mendeteksi indikasi adanya fraud dari orang
tersebut.
2) Metode transaksi bank
Metode ini menganalisis transaksi debit dan kredit di bank melalui
semua rekening koran untuk menghitug jumlah pendapatan yang tidak
dilaporkan seseorang. Untuk mendeteksi fraud, teknis ini digunakan
untuk membandingkan jumlah pendapatan yang seharusnya diterima
oleh seseorang dengan jumlah setoran yang ia lakukan atau yang
disetor oleh pihak lain ke rekeningnya. Jika adanya perbedaan yang
signifikan dalam jumlah setoran di banknya dengan jumlah
pendapatan yang diterima, maka penyelidikan lebih lanjut terhadap
asal-usul setoran tersebut akan dilakukan. Dalam menggunakan
teknik ini, harus diperhatikan tidak hanya sisi kredit, tetapi juga harus
melihat sisi debitnya seperti pembatalan cek.
28
3) Metode sumber dan penggunaan dana
Metode ini mengasumsikan jumlah sumber dana akan sama dengan
jumlah penggunaan dana. Jika sumber dana lebih kecil dari
penggunaan dana berarti ada sejumlah penghasilan yang tidak
dilaporkan. Dalam mendeteksi fraud, metode ini dapat digunakan
dengan menghitung sumber dana dari seseorang dan menjabarkan apa
saja penggunaan dana, jika penggunaan dana lebih besar dari pada
sumber dana, diselidiki lebih lanjut asal sumber dana yang lain
tersebut yang tidak dimasukkan dalam perhitungan dan jika sumber
dana tersebut tidak jelas, dapat mendeteksi indikasi adanya fraud
yang dilakukan oleh orang tersebut.
4) Metode pengeluaran (expenditure method)
Expenditure method dapat dimanfaatkan sebagai petunjuk adanya
indikasi fraud. Expenditure method lebih cocok untuk individual yang
tidak mengumpulkan harta benda, tetapi mempunyai gaya hidup
pengeluaran-pengeluaran besar (mewah). Formula untk menghitung
pendapata ilegal dengan expenditure method, yakni:
Pendapatan ilegal = total pengeluaran – penghasilan dari sumber
legal
Expenditure method digunakan apabila kondisi-kondisi berikut sangat
kuat atau dominan:
a) Tersangka kelihatannya tidak membeli aset seperti rumah, tanah,
saham, perhiasan, mobil, atau kapal mewah.
29
b) Tersangka mempunyai gaya hidup mewah dan agaknya di luar
kemampuan penghasilannya.
Expenditure method adalah derivasi dari net worth method. Namun,
perlakukan terhadap aset dan liabilitasnya berbeda. Dalam net worth
method, penyidik akan mencantumkan saldo akhir kas dan bank.
Dalam expenditure method, hanya perubahannya yang diambil.
f. Penggunaan analisis perilaku (behavior analysis)
Tidak semua modus fraud dapat dideteksi dengan menggunakan
pendeteksian yang diarahkan oleh data finansial dan dokumen. Fraud
seperti penyuapan, pungutan liar, kolusi, atau kickback terjadi karena
secara konsisten pengendalian dan tata kelola yang dirancang dan
diimplemantasi ternyata dielakkan atau diabaikan. Konsep perilaku dan
faktor kualitatif dibutuhkan oleh seorang auditor untuk melihat “tabir” data
baik informasi yang dapat dianalisis di data ataupun informasi yang tidak
tersedia di data. Ada dua pendekatan pada penggunaan analisis perilaku
untuk mendeteksi indikasi fraud, sebagai berikut:
1) Gaya hidup mewah (extravaganza lifestyle)
Profesi fraud examiner sangat menganggap penting analisis
perilaku ini dan merupakan bagian dari pendeteksian dan investigasi
fraud. Analisis perilaku ini jika diterapkan secara konsisten dan
proaktif dapat menjadi alat untuk pencegahan.
Fraud jenis ini dapat dicegah lebih cepat jika know your
employer dan analisis perilaku dipahami dan dilaksanakan dengan:
30
a) Memperhatikan perubahan signifikan pada gaya hidup atau
penampilannya.
b) Memamerkan kenyataannya kepada rekan kerja, termasuk
memamerkan adalah menceritakan kekayaannya.
Gaya hidup mewah akan mendorong atau menyebabkan himpitan atau
tekanan finansial karena menjalani gaya hidup mewah berarti orang
harus memiliki penghasilan yang dapat membiayai gaya hidup itu.
Bagi orang dengan jenis pekerjaan rendah, fraud untuk gaya hidup
mewah ini dipicu oleh kebutuhan (need). Namun, untuk orang yang
memiliki jabatan dan latar belakang keluarga mampu serta memiliki
pendidikan yang baik dimana penyakit gaya hidup mewah melekat
padanya, maka fraud yang dilakukannya bersifat serakah (greedy).
2) Perilaku yang tidak lazim (unusual behavior)
Ada banyak perilaku yang tidak lazim yang diidentifikasi dapat
memicu adanya fraud. Beberapa perilaku yang tidak lazim seperti
bekerja keras sampai dengan melewati jam dan hari kerja, tidak atau
hanya sedikit mengambil cuti, kecanduan judi, penggunaan narkotika
dan zat terlarang, terlibat selingkuh dan skandal seks termasuk gemar
hiburan malam, dan terbelit utang terutama utang konsumer dengan
bunga tinggi. Biasanya perilaku yang tidak lazim akan muncul apabila
rekan kerja, supervisor, atau auditor mampu mengidentifikasi adanya
red flag dan red flag tersebut ditelusuri sehingga perilaku merasa
khawatir atas penelusuran tersebut.
31
g. Penggunaan Surveillance
Surveillance merupakan alat yang efektif untuk menindaklanjuti
red flag yang dijumpai pada analisis data dan dokumen serta analisis
perilaku dan gaya hidup. Surveillance umumnya dilaksanakan pada
investigasi, namun surveillance bisa juga dipakai untuk mendeteksi fraud
dan menindaklanjuti rad flag sebelum investigasi mendalam. Terdapat
dua cara surveillance yaitu non-electronic surveillance dan electronic
surveillance.
Electronic surveillance merujuk penggunaan alat elektronik untuk
mencari, mengumpulkan, dan merekam informasi yang dilaksanakan
dengan alat penyadap, alat perekam suara, alat pendengar, alat perekam
gambar, untuk mendengar atau melihat perbuatan, pembicaraan, dan
untuk mendapat informasi lainnya. Termasuk electronic surveillance
adalah melakukan continuous auditing dan data mining yang ketat
terhadap suatu red flag dan pola kejanggalan untuk mendapatkan
pemetaan dugaan kasus, membuka data terekam pada email, PABX, dan
sarana elektronik lainnya di tempat kerja. Sedangkan non-electronic
surveillance adalah surveillance yang dilakukan dengan panca indera
tanpa bantuan alat elektronik.
3. Fraud (Kecurangan)
Terdapat banyak definisi dari fraud. ACFE (2016:5) menjelaskan
bahwa occupational fraud merupakan penggunaan jabatan seseorang untuk
kekayaan pribadi melalui penyalahgunaan yang disengaja atau
32
penyalahgunaan sumber daya organisasi atau aset-aset. Purba (2015:2)
mengemukakan bahwa fraud adalah setiap perbuatan tidak jujur
(penyalahgunaan kedudukan/jabatan atau penyimpangan) yang bertujuan
mengambil uang (atau harta atau sumber daya orang lain/organisasi) melalui
akal bulus, tipu muslihat, penipuan, kelicikan, penghilangan, kecurangan,
saran yang salah, penyembunyian, atau cara-cara lainnya yang dilakukan
dengan sengaja oleh seseorang, yang mengakibatkan kerugian organisasi atau
orang lain dan/atau menguntungkan pelaku. Fraud dapat dilihat juga sebagai
kekeliruan, penyimpangan atau kelalaian atas sebuah kebenaran untuk tujuan
memanipulasi laporan keuangan untuk merugikan perusahaan atau organisasi,
yang juga mencakup penggelapan, pencurian, atau upaya apapun untuk
mencuri atau melawan hukum, penyalahgunaan atau kerusakan aset dari suatu
organisasi (penyelewengan aset) (Abdullahi, 2015:31).
Fraud juga bisa diartikan sebagai pencurian berdasarkan pasal 362
KUHP, pemerasan dan pengancaman berdasarkan pasal 368 KUHP,
penggelapan berdasarkan pasal 372 KUHP, perbuatan curang berdasarkan
pasal 378 KUHP, merugikan pemberi piutang dalam keadaan pailit
berdasarkan pasal 396 KUHP, dan meghancurkan atau merusakkan barang
berdasarakan pasal 406 KUHP, yang kesemuanya itu merupakan perbuatan
melawan hukum (Tuanakotta, 2012).
Dalam pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa fraud
merupakan perbuatan melawan hukum melalui praktik yang berupaya
memperdaya pihak lain, menipu atau membohongi, mengambil atau
33
menghilangkan uang, harta, hak yang sah milik orang lain atau perusahaan
untuk mendapatkan manfaat bagi diri sendiri dan kelompok.
Dalam Karyono (2013:5), Association of Certified Fraud Examiners
(ACFE) manual edisi ketiga menjelaskan bahwa ada tiga aksioma/batasan
fraud, sebagai berikut:
a. Tersembunyi; kecurangan ini dilakukan secara sembunyi dan berusaha
untuk menutupi perbuatannya.
b. Bukti sebalik; untuk membuktikan bahwa kecurangan tersebut terjadi,
harus diusahakan bahwa kecurangan tersebut tidak terjadi, demikian pula
sebaliknya.
c. Jenis-jenis fraud. Fraud menurut jenisnya terdiri dari intern fraud dan
system control fraud:
1) Intern fraud terjadi secara alamiah yang melekat dalam setiap bentuk
kegiatan, di mana seseorang dimungkinkan untuk melakukan fraud.
2) System control fraud terjadi karena lemahnya sistem pengendalian
internal dan biasanya pelaku mempunyai pengetahuan tentang
bagaimana suatu sistem pengendalian internal bekerja.
4. Jenis Fraud
Organisasi internasional yang merupakan asosiasi akuntan forensik
di Amerika Serikat (Association of Certified Fraud Examiner, disingkat
ACFE) menggambarkan fraud dalam sebuah bentuk fraud tree atau pohon
kecurangan dan pohon ini menggambarkan cabang-cabang dari fraud dalam
hubungan kerja, beserta ranting dan anak rantingnya (Tuanakotta, 2012:197).
34
Berikut merupakan fraud tree (ACFE, 2016:11):
Gambar 2.1
Fraud Tree
35
Gambar fraud tree di atas terdiri dari tiga cabang utama, yakni corruption, asset
misappropriation, dan fraudulent statements. Masing-masing induk cabang akan
dibahas sebagai berikut:
a. Corruption
Corruption dalam fraud tree yang digambarkan sebelumnya terdiri
dari empat cabang penting, yaitu conflict of interest, bribery, illegal
gratuities,dan economic extortion. Di Indonesia, korupsi sering disebut dan
dihubungkan dengan praktik lainnya seperti kolusi dan nepotisme. Korupsi
adalah perbuatan seseorang yang memangku jabatan dan kewenangan yang
melawan hukum dan ketentuan serta prosedur secara salah dengan
memanfaatkan posisi atau kedudukan, kewenangan atau karakter yang
melekat pada kekuasaannya untuk mendapatkan keuntungan langsung untuk
dirinya sendiri atau tidak langsung melalui keluarga atau kerabat atau orang
lain, bertentangan dengan tugas dan hak orang lain (Priantara, 2013:139).
Dari fraud tree, korupsi dapat didefinisikan sebagai penyalahgunaan
wewenang atau konflik kepentingan (conflict of interest), penyuapaan
(bribery), penerimaan tidak sah/ illegal, gratifikasi dan pemerasan secara
ekonomi.
Conflict of interest atau benturan kepentingan sering kita jumpai
dalam berbagai bentuk di antaranya bisnis pelat merah atau bisnis pejabat
(penguasa) dan keluarga serta kroni mereka yang menjadi pemasok atau
rekanan lembaga-lembaga pemerintah dan di dunia bisnis sekalipun
(Tuanakotta, 2012:196). Dari adanya conflict of interest, maka akan muncul
36
tindakan bribery atau penyuapan yang dilakukan pihak-pihak yang
mempunyai kepentingan tersebut. Kemudian, terkadang menimbulkan illegal
gratuities untuk memuluskan kecurangan tersebut, dan tidak jarang adanya
tindakan mengancam yang dilakukan oleh individu atau kelompok, apabila
keinginannya tidak dikabulkan.
Keempat elemen corruption di atas berkaitan erat satu dengan yang
lain dan mengakibatkan kerugian yang besar jika kejadian-kejadian di atas
terjadi secara terus-menerus di suatu negara tanpa ada pencegahan dan
auditor yang mampu mendeteksi praktik korupsi tersebut.
b. Asset Misappropriation
Asset misappropriation atau pengambilan aset secara ilegal dalam
bahasa sehari-hari disebut mencuri. Namun dalam istilah hukum, mengambil
aset secara ilegal (tidak sah, atau melawan hukum) yang dilakukan seseorang
yang diberi wewenang untuk mengelola atau mengawasi aset tersebut, disebut
menggelapkan (Tuanakotta, 2012:199).
Asset misappropiation meliputi pencurian pada aset perusahaan
dimana pengaruh dari pencurian itu menyebabkan laporan keuangan tidak
ditampilkan, dalam hal-hal yang material, sesuai dengan Generally Accepted
Accounting Principles (GAAP) (SAS No. 99, 2002:1722). Pada cash
misappropriation, tindakan fraud bisa dilakukan pada saat uang tersebut
belum masuk ke perusahaan (skimming). Selain itu, jika uang tersebut sudah
masuk, fraud yang bisa dilakukan ialah dengan mencuri atau pencurian
(larceny). Arus uang yang sudah terekam atau masuk ke dalam sistem, maka
37
penjarahan ini disebut fraudulent disbursements yang lebih dekat dengan
istilah penggelapan (Tuanakotta, 2012:199).
Selanjutnya pada non-cash misappropriation tindakan yang dapat
terjadi adalah pencurian inventory (larceny) dan penyalahgunaan jabatan
menggunakan aset perusahaan untuk kepentingan pribadi (misuse)
(Tuanakotta, 2012:203). Tindakan-tindakan di atas merupakan tindakan yang
dilakukan oleh pihak yang sudah memahami kondisi perusahaan. Perbuatan
ini bisa dilakukan oleh pihak yang mempunyai otoritas terhadap aset yang
digelapkan, namun tidak menutup kemugkinan dilakukan oleh orang lain di
luar pihak yang mempunyai otoritas tersebut.
c. Fraudulent Financial Statements
Fraudulent Financial statement merupakan kesalahan yang
disengaja atas pengungkapan laporan keuangan yang dibuat untuk
membohongi pengguna laporan keuangan dimana dampaknya menyebabkan
laporan keuangan tidak ditampilkan dalam hal yang material, sesuai dengan
GAAP (SAS No. 99, 2002:1722). Fraud yang berkenaan dengan penyajian
laporan keuangan, sangat menjadi perhatian auditor, masyarakat atau para
LSM/NGO, namun tidak menjadi perhatian akuntan forensik (Tuanakotta,
2012:203).
Fraud ini berupa salah saji/missatement (baik overstatements
maupun understatements) yang terdiri dari dua ranting cabang yaitu financial
dan non-financial. Pada financial fraud tindakan yang terjadi dapat berupa
penyajian aset atau pendapatan yang lebih tinggi dari yang sebenarnya (Asset
38
/revenue overstatements) atau penyajian yang lebih rendah dari yang
sebenarnya (Asset/revenue understatements). Sedangkan untuk non-financial
fraud tindakan yang terjadi dapat berupa penyampaian laporan non-keuangan
yang menyesatkan, laporan yang lebih bagus dari yang sebenarnya atau
pemalsuan atau pemutarbalikan keadaan yang biasanya laporan tersebut
digunakan untuk keperluan intern maupun ekstern perusahaan (Tuanakotta,
2012:203). Tindakan fraudulent financial statement ini dapat merugikan
banyak pihak atau pengguna laporan keuangan, dikarenakan fungsi laporan
keuangan itu sendiri yang sangat luas bagi perusahaan, kreditor, investor, dan
pengguna laporan keuangan yang lain untuk sebuah pengambilan keputusan.
5. Fraudulent Financial Statements
Pelaporan keuangan yang curang menurut Arens, et., al. (2008:430)
adalah salah saji atau pengabaian jumlah atau pengungkapan yang disengaja
dengan maksud menipu para pemakai laporan keuangan. Kebanyakan kasus
kecurangan pelaporan keuangan melibatkan upaya melebihsajikan, entah
melebihsajikan aktiva dan laba atau dengan mengabaikan kewajiban dan
beban, perusahaan juga sengaja merendahsajikan laba (Arens, et., al.,
2008:430). Menurut Priantara (2013), fraudulent financial reporting yang
bertujuan untuk mengelabui investor dan kreditur dilakukan dengan cara
meninggikan nilai aset dan pengakuan pendapatan, serta sebaliknya
merendahkan nilai liabilitas dan pembebanan ongkos operasional dan biaya
produksi.
39
Selain itu menurut Purba (2015:12), terdapat beberapa alasan
mengapa manajemen melakukan fraud atas laporan keuangan, antara lain
untuk:
a. Meningkatkan kinerjanya di mata stakeholders yang meminta
pertanggungjawabannya.
b. Menutupi ketidakmampuan manajemen dalam menghasilkan target/laba
yang dibebankan kepadanya.
c. Memperoleh bonus karena adanya kenaikan kinerja
perusahaan/organisasi/unitnya.
d. Menghilangkan persepsi negatif pengguna laporan dan pasar.
e. Memperoleh keuntungan melalui penjualan saham atau dividen
perusahaan/organisasi yang lebih tinggi.
f. Membayar jumlah pajak yang lebih kecil.
g. Memperoleh kredit atau sumber pembiayaan lainnya yang lebih
menguntungkan.
Priantara (2013:90) menjelaskan teknik financial number game yang biasa
digunakan oleh manajemen untuk memperindah laporan keuangan,
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Aggressive Accounting: Pemilihan dan penerapan prinsip akuntansi yang
bertujuan agar laba tahun berjalan lebih tinggi (higher current earnings),
terlepas dari apakah praktik tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum atau tidak.
40
b. Earnings Management: Manipulasi laba secara aktif untuk suatu target
yang sudah ditentukan sebelumnya untuk suatu proyeksi keuangan yang
sudah dibuat, atau untuk mendapatkan suatu angka yang konsisten dengan
arus kas dan tren laba yang tidak fluktuatif dan lebih berkelanjutan
(smoother, more sustainable earnings stream).
c. Income Smoothing: Suatu bentuk earnings management yang didesain
untuk menghilangkan aliran laba yang fluktuatif, termasuk cara-cara untuk
mereduksi dan “menyimpan” laba pada saat kinerja keuangan sedang
membaik agar laba tersebut bisa dimanfaatkan pada saat kinerja keuangan
sedang menurun.
d. Fraudulent Financial Reporting: Penyajian keliru (misstatement) yang
disengaja atau penyembunyian (ommision) atas suatu angka atau
pengungkapan di dalam laporan keuangan yang bertujuan untuk
memperdayai pengguna laporan keuangan.
e. Creative Accounting: Setiap langkah yang digunakan untuk memainkan
angka-angka laporan keuangan, yang mencakup aggressive accounting,
fraudulent financial reporting, income smoothing, dan earnings
management.
SAS No. 99 (2002:1722) menyebutkan bahwa fraudulent financial statement
dapat berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:
a. Manipulasi, pemalsuan, dan pengubahan data akuntansi atau dokumen-
dokumen pendukung dari penyediaan laporan keuangan.
41
b. Kesalahan pencatatan yang disengaja dari kejadian, transaksi, atau
informasi signifikan lainnya atas laporan keuangan.
c. Kesalahan yang disengaja atas penggunaan prinsip akuntansi atas jumlah,
klasifikasi, cara penyampaian, atau pengungkapan.
Rezaee (2002:4) menyebutkan bahwa fraudulent financial statement dapat
berkaitan dengan beberapa skema berikut, yaitu:
a. Pemalsuan, pengubahan atau manipulasi dari catatan keuangan, dokumen
pendukung atau transaksi bisnis.
b. Kesalahan pencatatan material yang disengaja, penghapusan, atau
kesalahan presentasi dari kejadian, transaksi, akun, atau informasi
signifikan lainnya yang merupakan sumber informasi pembuatan laporan
keuangan.
c. Kesalahan yang disengaja pada penggunaan prinsip akuntansi, kebijakan,
dan prosedur yang digunakan untuk mengukur, mengakui, melaporkan,
dan mengungkapkan kejadian ekonomis dan transaksi bisnis.
d. Penghilangan secara sengaja dari pengungkapan atau penyajian
pengungkapan yang tidak memadai berkaitan dengan standar, prinsip,
praktek akuntansi dan informasi keuangan yang berhubungan.
Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa fraudulent financial
statement merupakan perbuatan yang disengaja atas pengubahan data
akuntansi dengan tujuan menipu dan mengelabui para pengguna laporan
keuangan untuk kepentingan pribadi pihak yang melakukan kecurangan
dengan melakukan penyajian yang tidak memadai atas informasi keuangan
42
yang berstandar sehingga tidak dapat menghasilkan keputusan yang tepat dari
pihak stakeholders yang berkepentingan.
6. Fraud Triangle Theory
Fraud triangle merupakan tiga indikator fraud yang memengaruhi
terjadinya fraud. Konsep dari fraud triangle telah diperkenalkan dalam
Statement of Auditing Standard (SAS) No. 99 dari American Institute of
Certified Public Accountant (AICPA) yang disebutkan contoh dan faktor-faktor
risiko fraud. SAS No.99 telah mengkaitkan faktor risiko fraud dengan segitiga
fraud yang dikemukakan oleh Cressey (1953). Cressey (1953) menyimpulkan
bahwa fraud secara umum mempunyai tiga kriteria yang harus ditampilkan,
yaitu pressure, opportunity, dan rationalization. Ketiga elemen tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Pressure
Pressure menjadi salah satu alasan bagi manajemen dan pegawai
lainnya dalam melakukan fraud. Pressure datang dalam berbagai bentuk,
keuangan maupun non-keuangan. Pressure datang dari kebutuhan
keuangan yang mendesak, yang tidak dapat diceritakan kepada orang lain
(Tuanakotta, 2012:207). Sebagian besar pressure melibatkan sebuah
financial need, walaupun non-financial pressure seperti kebutuhan hasil
laporan yang lebih baik dari pada penampilan aktual, frustasi atas kerja,
atau bahkan tantangan untuk mengacaukan sistem, juga bisa memotivasi
fraud (Albrecht, et., al., 2008:3 dan Dorminey, 2012:558).
43
Pressure dapat terjadi dikarenakan adanya tujuan yang tidak
realistik dari pihak manajemen kepada pegawainya atau pemilik kepada
manajemen. Tujuan yang tidak realistik dan deadline dapat menyebabkan
tekanan kepada pegawai untuk melakukan fraudulent financial statement
(Auditor of Public Accounts, 2011). SAS No. 99, 2002 menyebutkan
bahwa terdapat empat hal yang menjadi indikator dari adanya pressure,
yaitu financial stability, excessive pressure, personal financial needs, dan
financial targets. Berikut dapat dijelaskan keempat indikator tersebut:
1) Financial stability or profitability (stabilitas dan profitabilitas
keuangan) terancam oleh kondisi ekonomi, industri atau keadaan
operasi entitas, seperti (atau seperti diindikasikan oleh): (SAS No.99,
2002:1749)
a) Ketatnya kompetisi atau kejenuhan pasar, yang disertai dengan
penurunan margin.
b) Tingginya kerentanan terhadap perubahan yang pesat, seperti
perubahan dalam teknologi, keusangan produk, atau tingkat
bunga.
c) Penurunan signifikan dalam permintaan pelanggan dan
peningkatan kegagalan bisnis, baik dalam industri maupun
ekonomi secara keseluruhan.
d) Kerugian operasi menjadi ancaman terjadinya kebangkrutan,
penyitaan, atau pengambilalihan dengan menggunakan tekanan
dalam waktu dekat.
44
e) Arus kas negatif operasi yang berulang atau ketidakmampuan
untuk menghasilkan arus kas dari operasi sementara entitas
masih melaporkan laba dan pertumbuhan laba.
f) Pertumbuhan profitabilitas yang pesat atau tidak biasa, terutama
ketika dibandingkan dengan entitas lain dalam industri yang
sama.
g) Kebijakan akuntansi atau peraturan perundang-undangan yang
baru.
2) Excessive pressure (tekanan yang eksesif) terhadap manajemen
untuk memenuhi ketentuan atau ekspektasi pihak ketiga yang
disebabkan oleh hal-hal berikut ini: (SAS No. 99, 2002:1749)
a) Ekspektasi tingkat profitabilitas atau tren dari analisis investasi,
investor institusional, kreditur signifikan, atau pihak eksternal
lainnya (terutama ekspektasi yang terlalu agresif atau tidak
realistis), termasuk ekspektasi yang diciptakan oleh manajemen
dalam, sebagai contoh, pesan yang disampaikan dalam siaran
pers atau laporan tahunan yang terlalu optimis.
b) Kebutuhan untuk memperoleh pembiayaan utang atau ekuitas
tambahan untuk tetap kompetitif, termasuk pembiayaan untuk
riset dan pengembangan atau pengeluaran modal yang besar.
c) Kemampuan marginal untuk memenuhi ketentuan di pasar
modal atau ketentuan pembayaran kembali utang atau ketentuan
perjanjian utang.
45
d) Efek yang terlihat atau nyata dari melaporkan kinerja keuangan
yang buruk atas transaksi yang belum terealisasikan yang
signifikan, seperti penggabungan bisnis atau penandatanganan
kontrak.
3) Informasi yang tersedia mengindikasikan bahwa situasi keuangan
personal manajemen atau pihak yang bertanggung jawab atas tata
kelola terancam oleh kinerja keuangan entitas, yang disebabkan oleh
adanya hal-hal sebagai berikut: (SAS No.99, 2002:1750)
a) Kepentingan keuangan yang signifikan dalam entitas.
b) Bagian yang signifikan dari kompensasi mereka (sebagai
contoh, bonus, opsi saham, dan pengaturan earn-out) tergantung
dari pencapaian target yang agresif atas harga saham, hasil
operasi, posisi keuangan, atau arus kas.
c) Jaminan personal atas utang entitas.
4) Terdapat tekanan yang eksesif terhadap manajemen atau personel
operasi untuk memenuhi target keuangan yang ditetapkan oleh
pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola, termasuk target
insentif penjual atau profitabilitas (SAS No.99, 2002:1750).
Dari keempat indikator di atas dapat dilihat bahwa pressure bukan
hanya terkait dengan masalah individu saja namun juga terkait perusahaan
serta kebijakan dan peraturan pemerintah. Terkait individu bisa
diidentifikasi melalui adanya pemberian bonus kepada karyawan atas
suatu target tertentu. Terkait perusahaan bisa dilihat dari kemampuan
46
marjinal untuk memenuhi ketentuan di pasar modal. Kemudian dari
adanya kebijakan dan peraturan pemerintah tentang pajak atau yang
lainnya juga dapat mempengaruhi adanya fraud di perusahaan berdasarkan
kriteria SAS No. 99 (2002) atas pressure.
b. Peluang (Opportunity)
Pegawai mempunyai peluang jika mereka mempunyai akses
terhadap aset dan informasi yang memungkinkan mereka untuk
menyembunyikan aktivitas fraud mereka (Auditor of Public Accounts,
2011). Peluang dapat terjadi karena adanya persepsi bahwa lemahnya
pengendalian saat ini, dan kemungkinan untuk tertangkap itu jauh
(Dorminey, 2012:558). Dalam konsep peluang ini, fraud bisa dilakukan
oleh orang-orang yang memiliki jabatan atau posisi penting dalam
perusahaan dan memungkinkannya untuk melakukan fraud.
Dalam SAS No.99 (2002) terdapat empat kondisi yang
menyebabkan terjadinya fraud, yaitu nature of industry, ineffective
monitoring, complex organizational structure, dan internal control.
Masing-masing indikator akan dijelaskan sebagai berikut:
1) Nature of industry (lingkungan industri) menyediakan peluang untuk
kecurangan laporan keuangan, yang disebabkan oleh hal-hal sebagai
berikut: (SAS No.99, 2002:1750)
a) Transaksi signifikan dengan pihak yang berelasi yang tidak
dilakukan dalam kondisi dan ketentuan bisnis normal atau dengan
entitas yang berelasi yang tidak diaudit atau diaudit oleh KAP lain.
47
b) Kondisi atau kemampuan keuangan yang kuat untuk mendominasi
suatu sektor industri tertentu yang memungkinkan entitas untuk
mendikte kondisi atau ketentuan kepada pemasok atau pelanggan,
yang dapat mengakibatkan transaksi yang tidak semestinya atau
transaksi yang tidak dilakukan dengan pihak yang tidak berelasi.
c) Aset, liabilitas, pendapatan atau biaya yang didasarkan pada
estimasi signifikan yang melibatkan pertimbangan subjektif atau
ketidakpastian yang sulit untuk mendukung hasil yang disajikan.
d) Transaksi yang signifikan, tidak bisa atau mengandung
kompleksitas yang tinggi, terutama yang terjadi menjelang akhir
periode pelaporan, yang menimbulkan pertanyaan sulit tentang
“substansi melebihi bentuk”.
e) Operasi signifikan yang berlokasi atau dilakukan di lintas batas
internasional dalam yurisdiksi yang memiliki perbedaan
lingkungan dan budaya bisnis.
f) Rekening bank, atau anak perusahaan atau kantor cabang yang
signifikan di yurisdiksi yang merupakan tax-haven yang tampaknya
tidak dilandasi oleh pertimbangan bisnis yang jelas.
Dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan adanya
fraudulent financial statement dalam nature of industry berkaitan dengan
lingkungan bisnis dari perusahaan itu dan operasional bisnis tersebut serta
hubungannya dengan pihak-pihak yang berelasi dengan perusahaan.
48
Keadaan-keadaan seperti di atas memungkinkan adanya fraud dalam
perusahaan.
2) Ineffective monitoring (pemantauan tidak efektif) oleh manajemen sebagai
akibat dari hal-hal berikut: (SAS No.99, 2002:1751)
a) Dominasi manajemen oleh seseorang atau suatu kelompok kecil
(dalam bisnis yang tidak dikelola oleh pemilik) tanpa disertai oleh
pengendalian pengganti.
b) Pengawasan yang tidak efektif oleh pihak yang bertanggung jawab
atas tata kelola terhadap proses pelaporan keuangan dan pengendalian
intern tidak efektif.
Dapat dilihat bahwa faktor-faktor yang menyebabkan adanya peluang yang
berasal dari ineffective monitoring lebih berkaitan dengan kurang
efektifnya pengawasan dan pengendalian internal dalam perusahaan.
3) Organizational structure (struktur organisasi) yang kompleks, dibuktikan
dengan adanya hal-hal sebagai berikut: (SAS No.99, 2002:1751)
a) Kesulitan dalam menentukan organisasi atau individu yang memiliki
kepentingan pengendalian dalam entitas.
b) Stuktur organisasi yang terlalu kompleks yang melibatkan entitas
hukum atau garis wewenang manajerial yang tidak biasa.
c) Tingkat perputaran yang tinggi dari manajemen senior, penasihat
hukum, atau pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola.
Dapat dilihat bahwa faktor-faktor yang menyebabkan adanya peluang
yang berasal dari organizational structure lebih berkaitan dengan
49
kompleksitas dan ketidakstabilan entitas dalam mengendalikan
kepentingan entitas sehingga menyebabkan pengendalian terhadap entitas
yang kurang memadai.
4) Internal control (pengendalian internal) yang kurang baik yang
diakibatkan oleh hal-hal sebagai berikut: (SAS No.99, 2002:1751)
a) Pemantauan pengendalian yang tidak memadai, termasuk
pengendalian otomatis dan pengendalian terhadap pelaporan
keuangan interim (jika pelaporan eksternal disyaratkan).
b) Tingkat perputaran yang tinggi atau akuntansi yang tidak efektif
dari staf akuntansi, audit internal, atau teknologi informasi.
c) Sistem akuntansi dan sistem informasi yang tidak efektif, termasuk
situasi yang melibatkan defisiensi pengendalian internal yang
signifikan.
Dapat dilihat bahwa faktor-faktor yang menyebabkan adanya
peluang yang berasal dari internal control lebih berkaitan dengan adanya
internal control yang kurang memadai dari aspek kepegawaian, dan
teknologi informasi, sistem informasi, serta aspek-aspek lain yang
melibatkan defisiensi pengendalian internal yang signifikan.
c. Rationalization
Rasionalisasi terjadi ketika seorang pegawai membenarkan
mengapa mereka melakukan fraud (Auditor of Public Accounts, 2011).
Fraud muncul ketika seseorang mulai membenarkan apa yang mereka
lakukan menurut hukum itu salah. Seseorang membenarkan kesalahan
50
mereka dikarenakan untuk tetap nyaman dalam melakukan suatu tindakan
salah secara terus-menerus. Pencuri mencari suatu pembenaran kegiatan
kecurangan sebelum melakukan kecurangan pertamanya (Dorminey, et.,
al, 2012:558). SAS No. 99 (2002) menyebutkan bahwa auditor harus sadar
terhadap keberadaaan fraudulent financial statement dari aspek
rationalization ini dalam mengidentifikasi risiko-risiko kecurangan
material yang muncul dari fraudulent financial reporting. SAS No. 99
(2002) mencontohkan bahwa auditor harus sadar akan informasi-informasi
berikut yang mengindikasikan faktor risiko.
1) Komunikasi, implementasi, dukungan atau penegakan nilai atau
standar etika entitas oleh manajemen, atau komunikasi nilai atau
standar etika yang tidak semestinya, yang tidak efektif.
2) Partisipasi atau campur tangan yang eksesif dari manajemen yang
tidak membawahi aspek keuangan dalam pemilihan kebijakan
akuntansi atau penentuan estimasi signifikan.
3) Riwayat yang diketahui tentang pelanggaran terhadap peraturan
perundangan-undangan tentang pasar modal, atau tuntutan terhadap
entitas, manajemen senior, atau pihak yang bertanggung jawab atas
tata kelola yang dicurigai terlibat dalam kecurangan atau pelanggaran
terhadap peraturan perundangan-undangan.
4) Kepentingan manajemen yang eksesif dalam menjaga atau
meningkatkan harga saham atau tren laba entitas.
51
5) Praktik manajemen dalam memberikan komitmen kepada analis,
kreditur, dan pihak ketiga lainnya untuk mencapai perkiraan yang
agresif atau tidak realistis.
6) Kegagalan manajemen dalam menggunakan cara yang tidak tepat
untuk meminimumkan laba yang dilaporkan untuk tujuan perpajakan.
7) Kepentingan manajemen dalam menggunakan cara yang tidak tepat
untuk meminimumkan laba yang dilaporkan untuk tujuan perpajakan.
8) Usaha yang berulang dari manajemen untuk membenarkan suatu
transaksi atau perlakuan akuntansi yang tidak signifikan atau tidak
tepat dengan menggunakan alasan materialitas.
9) Hubungan yang tegang atau canggung antara manajemen dengan
auditor pengganti atau auditor pendahulu, seperti yang ditunjukkan
oleh hal-hal sebagai berikut:
a. Seringnya terjadi perbedaan pendapat dengan auditor pengganti
atau auditor pendahulu atas aspek akuntansi, audit, atau pelaporan
keuangan.
b. Permintaan yang tidak masuk akal kepada auditor, seperti
pembatasan waktu yang tidak realistis mengenai penyelesaian
audit atau penerbitan laporan auditor.
c. Pembatasan akses auditor secara tidak tepat terhadap pihak atau
informasi atau kemampuan untuk berkomuniksi secara efektif
kepada pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola.
52
d. Perilaku manajemen yang dominan dalam berhubungan dengan
auditor, terutama yang melibatkan usaha untuk mempengaruhi
ruang lingkup pekerjaan auditor, atau pemilihan atau
keberlanjutan personel yang ditugaskan atau yang diajak
berkonsultasi dalam perikatan audit.
Dapat dilihat bahwa faktor-faktor yang menyebabkan adanya fraudulent
financial statement yang berasal dari rationalization berkaitan dengan
adanya hubungan yang tidak baik antara manajemen dan auditor, juga
adanya suatu kegagalan manajemen dalam mengelola keuangan
perusahaan, serta perilaku manajemen laba yang ada dalam perusahaan.
Ketiga faktor diatas merupakan elemen pembentuk dari perilaku
kecurangan yang terjadi dalam suatu kasus fraud yang sering disebut
sebagai fraud triangle. Dari ketiga elemen di atas, elemen yang paling
sulit untuk diukur adalah rationalization (Skousen, et., al., 2009:66).
Untuk memproteksi organisasi, manajemen memerlukan kewaspadaan
dalam mengurangi peluang-peluang fraud. Proses-proses, prosedur, dan
pengendalian seharusnya ditempatkan atau digunakan, jadi pegawai-
pegawai tidak memiliki kemampuan untuk melakukan fraud (Auditor of
Public Accounts, 2011). Adapun skema dari fraud triangle dapat
digambarkan sebagai berikut: gambar 2.2
53
7. Fraud Diamond Theory
Fraud diamond merupakan elemen tambahan dari fraud triangle,
dimana elemen ini diharapkan dapat menambah pencegahan dan pendeteksian
fraud. Fraud triangle dapat diperbesar peningkatan dalam pencegahan dan
pendeteksian fraud dengan mempertimbangkan elemen keempat (Wolfe dan
Hermanson, 2004:38). Maksud dari elemen keempat di sana merupakan
individual’s capability. Wolfe dan Hermanson, 2004 berpendapat bahwa sifat
dan kemampuan seseorang yang memiliki peran utama dalam sebuah
organisasi dapat menghadirkan adanya fraud, di luar dari tiga elemen dalam
fraud triangle.
Fraud tidak akan terjadi tanpa adanya seseorang yang memiliki
kemampuan untuk mengenali peluang. Banyak Fraud, khususnya dari triliunan
dollar, tidak akan terjadi tanpa orang yang tepat dengan kemampuan yang tepat
(Wolfe dan Hermanson, 2004:38). Menurut fraud diamond, terdapat empat
Rationalization
Opportunity
Pressure
Gambar 2.2
Fraud Triangle
Sumber: Fraud Triangle Theory oleh Cressey (Tuanakotta, 2012)
54
elemen yang menyebabkan fraud yaitu pressure, opportunity, rationalization,
dan capability. Penelitian-penelitian sebelumnya sudah menjelaskan
bagaimana fraud triangle terjadi, yaitu ketika seseorang mempunyai sebuah
pressure untuk melakukan fraud, kelemahan pengendalian atau pengawasan
menyediakan sebuah opportunity untuk seseorang melakukan fraud, dan
seseorang yang memiliki rationalize terhadap perilaku fraud (Wolfe dan
Hermanson, 2004:38).
Dalam fraud diamond, konsep ini mempertimbangkan kemampuan
individu untuk menjadi orang yang tepat dalam melakukan fraud. Capability
mempunyai beberapa komponen di dalamnya, yang mendukung adanya fraud,
yaitu position, intelligence, ego, coercion, deceit, and stress (Wolfe and
Hermanson 2004:40). Yang dapat diartikan, posisi, kecerdasan, ego,
keterpaksaan, ketidakjujuran, dan tekanan merupakan elemen-elemen yang
mendukung dari faktor capability/competence. Adapun masing-masing dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Position/function
Posisi yang dimiliki seseorang dapat membuatnya lebih mudah dalam
melakukan fraud. Posisi dan peran yang dimiliki oleh pegawai bisa
menjadi jalannya untuk membuat peluang fraud yang tidak tersedia pada
yang lain (Wolfe dan Hermanson, 2004:39). ACFE (2016:50)
mengemukakan bahwa 43.8% kasus fraud di dunia terjadi pada posisi
employee, 40.8% terjadi pada posisi manager, dan 13.5% terjadi pada
posisi owner/executive. Dari data di atas, kerugian terbesar terjadi bila
55
kasus fraud dilakukan oleh owner/executive dengan median loss $400.000,
manager $147.000, dan employee $100.000. Wolfe dan Hermanson,
2004:39 mengatakan bahwa seorang CEO atau kepala divisi mempunyai
otoritas potensial untuk melakukan fraud ketika adanya pengambilan
persetujuan kontrak, dengan mempengaruhi waktu pengakuan pendapatan
dan beban.
b. Intelligence/creativity
Orang yang tepat dalam sebuah fraud adalah yang cukup pintar untuk
memahami dan memanfaatkan kelemahan pengendalian internal dan
menggunakan akses posisi, fungsi, dan otorisasi untuk keuntungan besar
bagi dirinya (Wolfe dan Hermanson, 2004:40). Fraudster dengan
intelligence yang tinggi akan mudah dalam melakukan fraud. Intelligent,
pengalaman, dan orang-orang yang kreatif dengan pemahaman
pengendalian yang baik, mudah melakukan banyak kecurangan terbesar
saat ini (Abdullohi dan Mansor, 2015:42).
c. Ego
Orang yang mempunyai ego yang kuat dan kepercayaan diri yang besar
bahwa dia tidak akan dapat dideteksi apabila melakukan fraud, atau orang
yang percaya bahwa dirinya akan dengan mudah keluar dari permasalahan
yang terjadi kepadanya, bisa memotivasi dirinya dalam melakukan fraud
bagi keuntungan pribadinya (Wolfe dan Hermanson, 2004:40). Abdullohi
dan Mansor (2015:42) juga menyebutkan bahwa aspek motivasi yang
diterapkan dari beberapa tipe fraud adalah ego/power.
56
d. Coercion
Seorang fraudster yang sukses adalah yang mampu memaksa
lainnya untuk melakukan fraud (Wolfe dan Hermanson, 2004:40). Seorang
yang memiliki sikap keras dan dapat mempengaruhi orang lain akan lebih
mudah dalam melakukan fraud. Seseorang dengan keperibadian persuasif
yang kuat akan bisa mempercayakan orang lain untuk menemaninya dalam
melakukan fraud (Abdullohi dan Mansor, 2015:43). Kemudian dalam
penelitian Wolfe dan Hermanson, 2004:40 mengemukakan bahwa tipe
kepribadian yang umum di antara penipu adalah “pengganggu” yang
“membuat permintaan yang tidak biasa dan signifikan dari orang-orang
yang bekerja untuknya, meningkatkan rasa takut kepada dirinya daripada
rasa hormat, dan akibatnya menghindari tunduk pada peraturan yang
berlaku”.
e. Deceit
Penipu sukses harus berbohong secara efektif dan konsisten (Wolfe dan
Hermanson, 2004:40). Dalam fraud, orang-orang dengan kriteria tidak
jujur akan lebih nyaman dalam melakukan fraud dengan segala
kemampuannya dan trik liciknya. Wolfe dan Hermanson, 2004:40 juga
menyatakan bahwa, untuk menghindari deteksi fraud, seseorang fraudster
harus terlihat meyakinkan di mata auditor, investor, dan lainnya.
Kemudian, fraudster juga harus memiliki kemampuan untuk berbohong
dan konsisten.
57
f. Stress
Dan satu hal lainnya yang menjadi komponen capability yaitu
stress. Stres akan pekerjaan dapat meningkatkan tindakan-tindakan negatif
seperti fraud. Untuk itu setiap pegawai harus bisa mengendalikan stres
agar terhindar dari tindakan fraud. Individu harus bisa menahan stres
seperti dalam melakukan tindakan kecurangan dan menjaganya agar stres
yang ekstrem bisa disembunyikan (Rudewicz, 2011:2). Gambar 2.3.
fraud diamond
Sumber: Fraud Diamond Theory oleh Wolfe dan Hermanson (2004:38)
Yesiariani dan Rahayu (2016) dan Tessa dan Harto (2016)
mengungkapkan bahwa fraud bisa terjadi karena adanya pergantian jajaran
direksi. Pergantian jajaran direksi dalam fraud diamond theory bisa dijadikan
sebagai proksi (Yesiariani dan Rahayu, 2016 dan Tessa dan Harto, 2016).
Pergantian jajaran direksi merupakan penyerahan wewenang dari direksi lama
kepada direksi baru. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki kinerja manajemen
sebelumnya. Namun, perubahan direksi dapat menimbulkan stress period
dalam suatu perusahaan karena membutuhkan waktu adaptasi sehingga kinerja
Opportunity Incentive
Rationalization Capability
Gambar 2.3
Fraud Diamond
58
awal tidak maksimal. Kondisi ini memberikan peluang kepada individu untuk
memperoleh keuntungan dari situasi tersebut.
8. Fraud Pentagon Theory
Fraud pentagon theory merupakan perkembangan dari teori fraud
triangle theory. Dalam fraud pentagon theory ini ditambahkan dua variabel
penting lainnya di luar dari tiga variabel penting di fraud triangle theory, yaitu
competence dan arrogance. Fraud triangle theory bisa dikembangkan lebih
luas menjadi fraud pentagon theory, dimana kompetensi pegawai dan arogansi
menjadi faktor yang diperhitungkan dalam tiga kondisi umum yang telah hadir
sebelumnya ketika fraud terjadi.
Konsep dari capability dan competence secara umum sama
definisinya, dalam fraud diamond (Wolfe dan Hermanson, 2004) dan Crowe’s
Fraud Pentagon Model (Horwath, 2011). Competence merupakan perluasan
pada elemen dari opportunity yang meliputi kemampuan individu untuk
mengesampingkan pengendalian internal dan untuk mengendalikan secara
sosial situasi tersebut untuk keuntungan pribadinya. Sedangkan arrogance
merupakan perilaku superioritas dan hak atau keserakahan pada pelaku
kejahatan yang mempercayai bahwa kebijakan perusahaan dan prosedur tidak
diterapkan kepadanya (Horwath, 2011:1).
Horwath (2011) mengemukakan bahwa ada lima elemen dari
arrogance dari perspektif CEO, sebagai berikut (Yusof, et., al, 2015:130):
1. Ego besar – CEO terlihat seperti selebriti daripada seorang pengusaha.
2. Mereka menganggap pengendalian internal tidak berlaku untuk dirinya.
59
3. Memiliki karakteristik perilaku pengganggu.
4. Memiliki kebiasaan memimpin secara otoriter.
5. Memiliki ketakutan akan kehilangan posisi atau status.
Yusof, et., al, 2015:133 mengemukakan bahwa jumlah foto CEO dalam
laporan tahunan perusahaan bisa menjadi salah satu proksi penting dalam
mengukur arrogance. Gagasan tersebut diperkenalkan melalui pengamatan
terhadap laporan tahunan dan penekanan peran CEO sebagai karakter utama
dalam perusahaan. Kemudian, Tessa dan Harto, 2016:19 mendukung
penelitian Yusof, et., al, 2015, dengan menyatakan bahwa semakin banyak
jumlah foto CEO yang terpampang pada sebuah laporan tahunan dapat
mengindikasikan tingginya tingkat arogansi CEO dalam perusahaan tersebut.
Arrogance bisa berdampak buruk kepada perusahaan dan seseorang,
karena bisa menghancurkan karir atau perusahaan tersebut (Horwath, 2011).
Berikut elemen-elemen penting dari fraud pentagon theory. Gambar 2.4.
fraud pentagon
Sumber: Fraud Pentagon Theory oleh Crowe Horwath (2011:1)
Gambar 2.4.
Fraud Pentagon
60
9. Peraturan OJK
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan
dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam
sektor jasa keuangan (UU RI, 2011). Sektor jasa keuangan yang dimaksud
disini yaitu sektor Perbankan, Pasar Modal, sektor Perasuransian, Dana
Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (UU
RI, 2011). Dalam menjalankan tugasnya, OJK memiliki peraturan yang
sebelumnya dibuat oleh Bapepam-LK (Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan). Berikut adalah peraturan yang dimiliki OJK yang
mengatur tentang pelanggaran yang berkaitan dengan penyajian laporan
keuangan dan transaksi material entitas yang digunakan dalam penentuan
sampel penelitian ini:
a. Peraturan Nomor VIII. G. 7
Peraturan ini mengatur tentang Penyajian dan Pengungkapan
Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik sebagaimana dimuat
dalam Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor: KEP-554/BL/2010 dan
kemudian disempurnakan dengan Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor:
KEP-347/BL/2012 yang mulai berlaku sejak tanggal 25 Juni 2012.
Peraturan Nomor VIII. G. 7 memberikan pedoman mengenai struktur, isi,
dan persyaratan dalam penyajian dan pengungkapan laporan keuangan
sebagaimana standar yang telah diatur, yaitu Standar Akuntansi Keuangan
(SAK), yang harus disampaikan oleh emiten atau perusahaan publik, baik
kepada masyarakat maupun Bapepam dan LK atau OJK.
61
Laporan keuangan sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan
no. VIII.G.7 terdiri dari, laporan posisi keuangan pada akhir periode,
laporan laba rugi komprehensif selama periode, laporan perubahan ekuitas
selama periode, laporan arus kas selama periode, catatan atas laporan
keuangan, dan laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang
disajikan saat emiten atau perusahaan publik menerapkan suatu kebijakan
akuntansi secara restrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos
laporan keuangan atau ketika emiten atau perusahaan publik
mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannnya.
Adapun pelanggaran yang terkait dengan peraturan VIII.G.7, yaitu:
1. Kesalahan penyajian laporan keuangan.
2. Pelanggaran atas pengakuan akun, seperti akun persediaan.
3. Kesalahan pengungkapan akun, seperti modal saham dan laporan arus
kas.
b. Peraturan Nomor IX. E. 2
Peraturan ini mengatur mengenai Transaksi Material dan
Perubahan Kegiatan Usaha Utama sebagaimana dimuat dalam Keputusan
Ketua Bapepam-LK Nomor: KEP-413/BL/2009 dan kemudian
disempurnakan dengan Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor: KEP-
614/BL/2011 yang mulai berlaku sejak tanggal 28 November 2011.
Dalam peraturan no. IX.E.2 tersebut menjelaskan bahwa yang
dimaksud dengan transaksi material adalah setiap pernyataan dalam badan
usaha, proyek, dan/atau kegiatan usaha tertentu; pembelian, penjualan,
62
pengalihan, tukar menukar aset atau segmen usaha; sewa menyewa aset;
pinjam meminjam dana; menjaminkan aset; dan/atau memberikan jaminan
perusahaan dengan nilai 20% (dua puluh persen) atau lebih dari ekuitas
perusahaan, yang dilakukan dalam satu kali atau dalam suatu rangkaian
transaksi untuk suatu tujuan atau kegiatan tertentu. Kemudian, perusahaan
yang melakukan transaksi material sebagaimana yang disebutkan di atas
tersebut wajib melaporkan informasi tentang transaksi material tersebut
kepada Bapepam dan LK atau OJK.
Adapun yang dimaksud dengan perubahan kegiatan usaha utama
dalam peraturan no. IX.E.2, yaitu perubahan kegiatan usaha sebagaimana
yang tercantum dalam anggaran dasar perusahaan dan telah dijalankan,
dimana perubahan kegiatan usaha itu dikhawatirkan akan mempengaruhi
kelangsungan usaha perusahaan.
Adapun pelanggaran yang terkait dengan peraturan IX.E.2, yaitu:
1. Tidak melakukan keterbukaan informasi atas transaksi material atas
pemberian pinjaman dan pembelian, serta tidak terdapat pendapat
kewajaran atas pembelian tersebut.
2. Belum memperoleh persetujuan RUPS atas transaksi pembelian
obligasi dan saham yang sifatnya material.
B. Penelitian Sebelumnya
Berikut merupakan penelitian-penelitian yang menjadi sumber referensi dalam
penelitian ini. Tabel 2.1
63
Tabel 2. 1
Penelitian-Penelitian Sebelumnya
No Nama Peneliti dan
Tahun
Judul
Penelitian
Metodologi Penelitian Hasil penelitian
Persamaan Perbedaan
1 Rabi’u Abdullahi,
Noorhayati Mansor,
Mohammed Isa Kida,
dan NuraShu’aibu
Safi (2016)
An Empirical
Analysis on the
Influence of
Social
Conditioning
and Capability
toward
Financial
Fraud in Kano
State Public
Sectors
- Mengidentifikasi
faktor-faktor yang
mempengaruhi adanya
fraud dalam keuangan
- Penggunaan variable
capability sebagai
variabel independen
- Jenis penelitian yaitu
kuantitatif
- Penggunaan metode
pendekatan exploratory
- Penggunaan instrumen
kuesioner
- Sampel penelitian
merupakan sektor
pemerintahan di
Nigeria
- Penggunaan variabel
social conditioning
sebagai variabel
independen
- Penggunaan analisis
regresi berganda
Penelitian ini mengungkapkan bahwa
social conditioning dan capability
mempunyai pengaruh positif dan
signifikan di Pegawai Negeri Sipil Kano
untuk melakukan fraud dengan p-values
statistik untuk masing-masing dari dua
variabel tersebut adalah 0.000.
2 Shaio Yan Huang,
Chi-Chen Lin, An-An
Chiu, dan David C.
Yen (2016)
Fraud
detection using
fraud triangle
risk factors
- Mengidentifikasi
faktor-faktor financial
statement fraud
- Penelitian kuantitatif
Menggunakan varibel
pressure, opportunity,
dan rationalization
- Menggunakan proksi
- Penggunaan pendekatan
Lawshe’s untuk memilih
faktor-faktor penting,
dimana item-item
dengan nilai CVR
(content validity ratio)
yang belum sesuai
kriteria harus dieliminasi
Hasil dari AHP menunjukkan bahwa
dimensi yang paling penting adalah
pressure dan sedikitnya satu adalah
rationalization. Top 5 pengukuran
penting adalah poor performance, need
for external financing, financial distress,
insufficient board oversight, dan
competition. Hasil ini menyediakan -
64
Tabel 2.1 (lanjutan)
Penelitian-Penelitian Sebelumnya
No Nama Peneliti dan
Tahun
Judul
Penelitian
Metodologi Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
ROA (Return on Assets)
dan debt to equity ratio
- Model AHP (Analytic
Hierarchy Process)
untuk menentukan
ranking dari faktor-
faktor fraud
- Expert’s quessionaire
untuk rangking faktor-
faktor penting
manfaat yang signifikan kepada auditor
dan manajer dalam meningkatkan
efisiensi dari pendeteksian fraud dan
evaluasi kritis.
3 Chi-Chen Lin, An-An
Chiu, Shaio Yan
Huang, dan David C.
Yen (2015)
Detecting the
Financial
Statement
Fraud: The
Analysis of
Differences
Between Data
Mining
Techniques
and Experts’
Judgment
- Penelitian kuantitatif
- Penggunaan rasio
analisis seperti ROA
(Return on Asset) dan
debt to equity
- Menggunakan variabel
fraud, yaitu pressure,
opportunity, dan
rationalization
- Meneliti financial -
statement fraud dalam
perusahaan publik
- Menentukan rangking
faktor-faktor fraud
- Menggunakan metode
kuesioner dalam
pengumpulan data
- Data penelitian dari
1998-2010 yang
diterbitkan oleh
Taiwan Securities and
Futures Bureau
ANNs dan CART model mempunyai
tingkat keakuratan lebih tinggi dalam
mendeteksi fraud dibandingkan model
regresi logistik. ANNs dan CART model
berturut-turut mempunyai tingkat
signifikan dalam training dan testing
sampel, yaitu 91,2% (ANNs) & 90,4%
(CART), dan 92,8% (ANNs) & 90,3%
(CART). Sedangkan model regresi
logistik mempunyai tingkat keakuratan
83,7% untuk training sample dan 88,5%
untuk testing sample.
65
Tabel 2.1 (lanjutan)
Penelitian-Penelitian Sebelumnya
No Nama Peneliti dan
Tahun
Judul
Penelitian
Metodologi Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
- Menggunakan sampel
data fraud dari
lembaga jasa keuangan
- Penggunaan model
analisis regresi logistik
- Penggunaan model
analisis CART
(Classification and
Regression Trees) dan
ANNs (Artificial
Neural Network)
- Penggunakan model
analisis AHP (Analytic
Hierarchy Process)
sebagai pembanding
4 Hawariah Dalnial,
Amrizah
Kamaluddin,
Zuraidah Mohd
Sanusi, and Khairun
Syafiza Khairuddin
(2014)
Detecting
Fraudulent
Financial
Reporting
through
Financial
Statement
Analysis
- Melakukan penelitian
kuantitatif dan sumber
sekunder dari
perusahaan publik
- Menggunakan rasio
keuangan untuk
mendeteksi fraudulent
financial reporting
- Menggunakan data
perusahaan fraud dari
lembaga keuangan.
- Perusahaan publik
yang terdaftar pada
Bursa Malaysia
- Sampel perusahaan
yaitu dari tahun 2000-
2011
- Penggunaan model
regresi berganda
- Variabel independen
asset composition,
liquidity, dan capital
Hasil dari penelitian ini mengindikasikan
bahwa beberapa rasio keuangan seperti
total debt to total asset, dan receivable to
revenue ditemukan manjadi predictor
signifikan untuk mendeteksi fraudulent
financial reporting. Ini merefleksikan
bahwa rasio keuangan bisa membantu
dalam mendeteksi fraudulent financial reporting.
66
Tabel 2.1 (lanjutan)
Penelitian-Penelitian Sebelumnya
No Nama Peneliti dan
Tahun
Judul
Penelitian
Metodologi Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
- Matching process
dalam menentukan
perusahaan non-fraud
turnover dan variabel
size sebagai control
variable
5 Christopher J.
Skousen, Kevin R.
Smith, dan Charlotte
J. Wright (2009)
Detecting and
Predicting
Financial
Statement
Fraud: The
Effectiveness
of The Fraud
Triangle and
SAS No.99
- Mengidentifikasi
faktor-faktor deteksi
financial statement
fraud
- Penggunaan variabel
pressure, opportunity,
dan rationalization
- Penggunaan proksi
ROA, leverage, opini
audit, dan proporsi
komisaris independen
- Penggunaan regresi
logistik dan analisis
diskriminan (cross-
validation method)
- Matching process
dalam memilih
perusahaan non-fraud ,
yaitu terdiri dari
waktu, industri dan
- Data penelitian dari
tahun 1992-2001
- Indikator financial
stability, personal-
financial need, nature
of industry, dan
organizational
structure
- Proksi Gross Profit
Margin, Sales
Changes, asset
change, CATA, Sales
per Account
Receivable, Sales per
Total Assets,
FINANCE, FREEC,
OSHIP, dan 5% OWN
Penelitian ini menemukan bahwa
pertumbuhan aset, kebutuhan kas yang
meningkat, dan pembiayaan eksternal
secara positif mempengaruhi fraud.
Kepemilikan internal vs eksternal atas
saham dan pengendalian dari kepala
direktur juga meningkatkan kejadian
fraudulent financial statement.
Penambahan jumlah anggota komite
audit yang independen secara negatif
berhubungan dengan terjadinya fraud.
Pengujian juga mengindikasikan bahwa
variabel yang signifikan juga
berpengaruh terhadap prediksi dari
sampel perusahaan dalam kelompok
fraud dan non-fraud. Model secara akurat
dapat memprediksi fraud secara overall
yaitu sebesar 70 – 73 persen.
67
Tabel 2.1 (lanjutan)
Penelitian-Penelitian Sebelumnya
No Nama Peneliti dan
Tahun
Judul
Penelitian
Metodologi Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
6 Chyntia Tessa G. dan
Puji Harto (2016)
Fraudulent
Financial
Reporting:
Pengujian
Teori Fraud
Pentagon Pada
Sektor
Keuangan dan
Perbankan di
Indonesia
ukuran perusahaan
yang sama
- Penelitian kuantitatif
dan bersumber dari
Bursa Efek Indonesia
- Menguji elemen faktor
risiko fraud pentagon
- Menggunakan model
regresi logistik dalam
analisis fraud
- Menggunakan proksi
ROA (pressure),
leverage (pressure),
rasio dewan komisaris
independen,
pergantian direksi
(capability), dan
frekuensi jumlah foto
CEO (arrogance)
- Sampel perusahaan
dari tahun 2012-2014
- Sampel sektor
keuangan dan
perbankan di
Indonesia
- Menggunakan
indikator financial
stability (pressure),
institusional
ownership (pressure),
kualitas auditor
eksternal
(opportunity), changes
in auditor
(rationalization)
- Kriteria restatement
LK sebagai dasar
pengenaan fraud
Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa financial stability, external
pressure, dan frekuensi jumlah foto CEO
signifikan dalam mendeteksi keterjadian
fraudulent financial reporting. Variabel
signifikan itu mempresentasikan dua
elemen penting dalam sebuah teori
crowe’s fraud pentagon, yang bernama
pressure dan arrogance.
7 Merissa Yesiariani
dan Isti Rahayu
(2016)
Analisis Fraud
Diamond
Dalam
Mendeteksi
- Menggunakan sampel
perusahaan publik di
Indonesia
- Menguji hubungan
- Sampel perusahaan
merupakan perusahaan
yang tergabung dalam
indeks LQ-45
Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa variabel external pressure dan
rationalization memberikan pengaruh
yang signifikan positif dan variabel -
68
Tabel 2.1 (lanjutan)
Penelitian-Penelitian Sebelumnya
No Nama Peneliti dan
Tahun
Judul
Penelitian
Metodologi Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
Financial
Statement
Fraud
(Studi Empiris
Pada
Perusahaan
LQ-45 Yang
Terdaftar Di
Bursa Efek
Indonesia
Tahun 2010 -
2014)
variabel pressure,
opportunity,
rationalization, dan
capability terhadap
fraud on financial
reports
- Penggunaan proksi
ROA (pressure),
leverage (pressure),
proporsi komisaris
independen
(opportunity) dan
pergantian direksi
(capability)
- Sampel perusahaan
dari tahun 2010-2014
- Penggunaan indikator
financial stability-
(pressure), personal
financial need
(pressure), nature of
industry (opportunity),
change in auditor
(rationalization), dan
TATA
(rationalization)
- Penggunaan model
regresi linier berganda
financial stability, financial targets,
change of auditors, personal financial
need, nature of industry, ineffective
monitoring, dan capability tidak
berdampak pada fraud on financial
report.
8 Fira Firmanaya dan
Muchammad
Syafruddin (2014)
Analisis
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Kecurangan
Laporan
Keuangan
(Studi Empiris
pada
- Penelitian kuantitatif
dan bersumber dari
website Bursa Efek
Indonesia
- Menguji variabel
pressure, opportunity,
dan rationalization
- Analisis regresi
logistik
- Data penelitian yaitu
tahun 2008-2011
- Penggunaan proksi
rasio perputaran
modal, transaksi pihak
istimewa, ukuran
perusahaan audit, rasio
persediaan/total aset,
pergantian auditor, dan
Varibel profitabilitas mempunyai
pengaruh yang negatif terhadap
kemungkinan fraudulent financial
statement. Sedangkan variabel leverage,
rasio perputaran modal, transaksi pihak
istimewa, ukuran perusahaan audit, rasio
persediaan/total aset, pergantian auditor,
opini audit, dan kemampuan going
concern tidak mempunyai pengaruh yang
69
Tabel 2.1 (lanjutan)
Penelitian-Penelitian Sebelumnya
No Nama Peneliti dan
Tahun
Judul
Penelitian
Metodologi Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
Perusahaan
Non Keuangan
yang Terdaftar
di Bursa Efek
Indonesia
Tahun 2008-
2011)
- Penggunaan proksi
leverage (pressure)
dan opini audit
(rationalization)
- Penggunaan Peraturan
Bapepam No. VIII. G.
7 sebagai dasar
pengenaan fraud
kemampuan going
concern
- Perusahaan keuangan
tidak dimasukan dalam
sampel penelitian
signifikan terhadap fraudulent financial
statement.
9 Danuharja Arvin
Prabowo (2014)
Pengaruh
Komisaris
Independen,
Independensi
Komite Audit,
Ukuran dan
Jumlah
Pertemuan
Komite Audit
terhadap
Manajemen
Laba (Studi
Kasus pada
Perusahaan
- Penelitian merupakan
penelitian kuantitatif
- Data yang digunakan
yaitu data sekunder
- Penentuan sampel
yaitu purposive
sampling
- Variabel independen
yaitu independensi
komisaris
- Variabel dependen
yang mendeskripsikan
fraud dalam penelitian
ini yaitu manajemen
laba
- Penggunaan variabel
independen & ukuran
komite audit dan
jumlah pertemuan
komite audit
- Penggunaan analisis
regresi linier berganda
- Populasi dalam
penelitian ini terbatas
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
komisaris independen, independensi
komite audit, ukuran, dan jumlah
pertemuan komite audit secara simultan
berpengaruh terhadap manajemen laba
pada perusahaan manufaktur di BEI.
Variabel ukuran dan jumlah pertemuan
komite audit tidak berpengaruh terhadap
manajemen laba pada perusahaan
manufaktur di BEI. Sedangkan variabel
komisaris independensi dan independensi
komite audit secara parsial berpengaruh
terhadap manajemen laba pada
perusahaan manufaktur di BEI.
70
Tabel 2.1 (lanjutan)
Penelitian-Penelitian Sebelumnya
No Nama Peneliti dan
Tahun
Judul
Penelitian
Metodologi Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
Manufaktur
yang Terdaftar
di Bursa Efek
Indonesia
2010-2012)
di sektor manufaktur
- Sampel perusahaan
yaitu dalam periode
2010-2012
10 Sukirman dan Maylia
Pramono Sari (2013)
Model Deteksi
Kecurangan
Berbasis Fraud
Triangle
- Data yang digunakan
yaitu perusahaan
publik di Indonesia
- Menguji variabel
pressure, opportunity,
dan rationalization
- Perusahaan yang
melakukan
pelanggaran aturan
Bapepam LK
digunakan sebagai
dasar
Pengenaan fraud
- Penggunaan proksi
leverage, ROA, dan
audit report
- Penggunaan model
analisis regresi logistik
- Data penelitian yaitu
dari tahun 2006-2010
- Penggunaan indikator
stabilitas finansial dan
kebutuhan financial
personal dalam
variabel pressure;
karakteristik industri
dan struktur organisasi
pada variabel
opportunity
- Penggunaan proksi
perubahan auditor
eksternal pada variabel
rationalization
Hasil dari penelitian dari empat hipotesis
yang diajukan, hanya satu variabel yang
membentuk model karena memiliki nilai
signifikansi di bawah 0.05.
Interpretasinya adalah bahwa lebih tinggi
audit report (rationalization), akan
membuat organisasi terdorong
melakukan fraud lebih tinggi. Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan
bahwa hipotesis keempat diterima karena
audit report mempunyai kemampuan
dalam membentuk model untuk
memprediksi fraud dalam sebuah
perusahaan. Variabel yang digunakan
dalam penelitian ini tidak dapat
digunakan dalam membentuk model.
71
Tabel 2.1 (lanjutan)
Penelitian-Penelitian Sebelumnya
No Nama Peneliti dan
Tahun
Judul
Penelitian
Metodologi Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
11 Suyanto (2009) Fraudulent
Financial
Statement:
Evidence from
Statement on
Auditing
Standards No.
99
- Mengidentifikasi
faktor-faktor risiko
fraud dalam
memprediksi
kemungkinan financial
statement fraud
- Penggunaan variabel
pressure, opportunity,
dan rationalization
- Penggunaan proksi
leverage (pressure)
dan audit report
(rationalization)
- Sampel perusahaan
publik
- Menggunakan analisis
regresi logistik
- Menggunakan analisis
diskriminan untuk
membangun model
prediksi fraud
- Sampel perusahaan
dipilih pada tahun
2001-2006
- Penggunaan proksi
Capital Turnover
(pressure); Related
Party Transaction
(opportunity); Big 4
(opportunity);
Inventory/Total Assets
(opportunity); Auditor
Change
(rationalization), dan
Going Concern
(rationalization)
Penelitian ini mengidentifikasi beberapa
faktor risiko fraud yang memiliki
hubungan signifikan dengan
kemungkinan terjadinya fraud.
Konsisten dengan penelitian
sebelumnya, pressure yang diwakili oleh
profitability; opportunity yang diwakili
oleh inventory/total assets (INVTA),
related party transaction (RPTRANS),
dan Big 4 secara signifikan berhubungan
dengan financial reporting frauds. Dan
tidak ada variabel rationalization yang
secara statistik relevan terhadap model.
Secara overall, model fraud memiliki
tingkat keakurasian yaitu 67.1%. Model
secara benar mengklasifikasikan
perusahaan non-fraud yaitu 77% dan
perusahaan fraud sebesar 51%.
Sumber: Diolah dari berbagai sumber
72
C. Kerangka Berpikir
Berikut merupakan kerangka pemikiran dalam penelitian ini:
Perusahaan terdaftar di BEI
patuh pada peraturan OJK
(non-fraud firm)
Perusahaan terdaftar di BEI
terkena sanksi dan kasus atas
peraturan OJK (fraud firm)
Basis teori:
Agency Theory & Fraud Pentagon Theory
Rationalization
Capability/competence
Fraudulent
financial
statement
Metode Analisis
Analisis Regresi Logistik
Analisis Diskriminan
Arrogance
Pressure
Financial targets
External pressure
Opportunity
Ineffective monitoring
Wilcoxon Signed-Rank Test
Gambar 2.5
Kerangka Pemikiran
73
D. Hipotesis
1. Financial Targets dan Fraudulent Financial Statement
Financial targets sering diidentikan dengan target jangka pendek dalam
organisasi untuk mendapatkan laba dalam jumlah tertentu. Dalam beberapa
kasus, financial targets boleh jadi mempengaruhi seorang pegawai dalam
melakukan fraud. Financial targets dapat membuat tekanan yang tidak
semestinya yang membuat pegawai dapat melakukan fraud untuk kesuksesan
mereka (SAS No. 99, 2002:1757). Summers dan Sweeney (1998:136)
menjelaskan bahwa ROA sebagai proksi financial targets secara signifikan
membedakan antara perusahaan fraud dan non-fraud. Financial target
biasanya menggunakan proksi ROA sebagai ukuran kinerja operasi yang
digunakan untuk mengindikasikan seberapa efisien aset dibangun (Skousen,
et., al, 2009:62). Penelitian Skousen, et., al. (2009) memperlihatkan bahwa
tidak ada pengaruh yang signifikan antara financial targets dengan fraudulent
financial statement. Namun, penelitian Huang, et., al (2016); Yesiariani dan
Rahayu (2016); Lin, et., al (2015); Firmanaya dan Syafruddin (2014); dan
Suyanto (2009) mengungkapkan bahwa ROA sebagai proksi dari financial
targets mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap fraud. Berdasarkan
uraian tersebut, penelitian ini mengajukan hipotesis sebagai berikut:
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Lanjutan..
74
H1 : financial targets dapat mendeteksi fraudulent financial statement
2. External Pressure dan Fraudulent Financial Statement
Perusahaan sering mengalami suatu tekanan dari pihak eksternal. Salah satu
tekanan yang sering dialami manajemen perusahaan adalah kebutuhan untuk
mendapatkan tambahan utang atau sumber pembiayaan eksternal agar tetap
kompetitif, termasuk pembiayaan riset dan pengeluaran pembangunan atau
modal (Skousen et al., 2009:60). Beneish (1997:283) menyatakan bahwa
dorongan untuk melanggar GAAP meningkat dengan leverage jika manajer
berusaha untuk mendapatkan akses biaya yang lebih murah untuk modal atau
kemungkinan penghindaran pelanggaran perjanjian utang. Yesiariani dan
Rahayu (2016) menyebutkan bahwa perusahaan yang tidak mempunyai
kemampuan dalam mengembalikan hutangnya menjadi sebuah tekanan bagi
manajemen untuk melakukan manipulasi. Dalam penelitian sebelumnya
terdapat adanya pengaruh yang signifikan antara leverage dengan deteksi
fraudulent financial statement. Yesiariani dan Rahayu (2016); Tessa dan
Harto (2016); dan Dalnial, et., al (2014) telah menemukan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan antara external pressure yang diproksikan dengan
leverage terhadap deteksi fraudulent financial statement. Berdasarkan uraian
tersebut, diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:
H2 : external pressure dapat mendeteksi fraudulent financial statement
3. Ineffective Monitoring dan Fraudulent Financial Statement
SAS No. 99 (2002:1722) menyatakan bahwa pengawasan yang tidak efektif
oleh pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola proses pelaporan keuangan
75
dan pengendalian intern yang tidak efektif dapat memotivasi adanya fraud.
Fraud dapat dikurangi dengan adanya pengendalian internal yang baik, salah
satunya melalui dewan komisaris independen. Komisaris independen dalam
hal ini merupakan komisaris yang tidak memiliki hubungan bisnis
(kontraktual) ataupun hubungan lainnya dengan pemegang saham mayoritas
dan dewan direksi baik secara langsung maupun tidak langsung (Prabowo,
2014). Secara langsung keberadaan komisaris independen menjadi penting,
karena di dalam praktek pelaporan keuangan sering ditemukan transaksi yang
mengandung benturan kepentingan dan mengabaikan kepentingan pemegang
saham publik (pemegang saham minoritas), serta stakeholders lainnya
(Prabowo, 2014). Dalam penelitian yang berkaitan dengan ineffective
monitoring dengan proksi proporsi komisaris independen dalam dewan
komisaris dan pengaruhnya terhadap fraud dilakukan oleh Prabowo (2014).
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
positif antara komisaris independen dalam sebuah perusahaan terhadap
manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini mengajukan
hipotesis sebagai berikut:
H3 : innefective monitoring dapat mendeteksi fraudulent financial
statement
4. Rationalization dan Fraudulent Financial Statement
Rationalization mengijinkan pemerintah, manajemen, dan pegawai untuk
melakukan fraudulent financial statement, seperti yang disebutkan dalam SAS
No. 99 (2002:1751). Auditor harus sadar akan bahaya dengan rationalization
76
ini, dikarenakan sifatnya yang sulit untuk diketahui. Skousen, et., al (2009:66)
mengatakan bahwa rationalization adalah variabel yang sangat sulit untuk
diukur. Skousen, et., al (2009:66-67) menjelaskan bahwa rationalization dapat
diukur dengan menggunakan audit report, total accrual divided by total
assets, dan audit change. Dalam beberapa penelitian mengungkapkan bahwa
tidak ada hubungan yang signifikan antara rationalization dengan fraudulent
financial statement (Fimanaya dan Syafruddin, 2014 dan Skousen, et., al,
2009 ). Namun, dalam penelitian lain disebutkan bahwa audit report sebagai
proksi dari rationalization mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
fraudulent financial statement (Sukirman dan Sari, 2013). Lebih lanjut,
Sukirman dan Sari (2013:220) menyebutkan bahwa audit report terbukti
mempunyai kemampuan dalam membentuk model untuk memprediksi fraud
pada perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini mengajukan
hipotesis sebagai berikut:
H4 : rationalization dapat mendeteksi fraudulent financial statement
5. Capability/competence dan Fraudulent Financial Statement
Fraud dapat muncul dikarenakan terdapat kemampuan seorang
individu yang mempunyai peran penting dalam perusahaan untuk melakukan
fraud. Individual capability adalah sifat dan kemampuan pribadi yang
mempunyai peran penting, di mana fraud bisa terjadi dengan didukung
hadirnya tiga elemen lain (fraud triangle) (Wolfe dan Hermanson, 2004:38).
Capability artinya seberapa besar daya dan kapasitas dari seseorang itu
melakukan fraud di lingkungan perusahaan. Ada banyak komponen dari
77
Capability antara lain : Position/Function, Brains, Confidence/Ego,
CoercionSkills, Effective Lying dan Immunity to stress. Dalam penelitian
sebelumnya yang berkaitan dengan capability yaitu penelitian yang dilakukan
oleh Abdullahi, et., al (2016), mengemukakan bahwa adanya hubungan yang
signifikan positif dari adanya capability untuk melakukan fraud.
Dalam penelitian ini akan menggunakan pergantian jajaran direksi
sebagai proksi dari capability/competence. Pergantian jajaran direksi pada
umumnya sarat dengan muatan politis dan kepentingan pihak-pihak tertentu
yang memicu munculnya conflict of interest. Wolfe dan Hermanson (2004)
mengemukakan bahwa perubahan direksi mampu menyebabkan stress period
yang berdampak pada semakin terbukanya peluang untuk melakukan fraud.
Pergantian jajaran direksi tidak selamanya berdampak baik bagi perusahaan.
Pergantian jajaran direksi bisa menjadi suatu upaya perusahaan untuk
memperbaiki kinerja direksi sebelumnya dengan melakukan perubahan
susunan direksi ataupun perekrutan direksi yang baru yang dianggap lebih
berkompeten dari direksi sebelumnya (Tessa dan Harto, 2016:10). Sementara
disisi lain, pergantian direksi bisa jadi merupakan upaya perusahaan untuk
menyingkirkan direksi yang dianggap mengetahui fraud yang dilakukan
perusahaan serta perubahan direksi dianggap akan membutuhkan waktu
adaptasi sehingga kinerja awal tidak maksimal (Tessa dan Harto, 2016:10).
Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini mengajukan hipotesis berikut:
H5 : capability/competence dapat mendeteksi fraudulent financial
statement
78
6. Arrogance dan Fraudulent Financial Statement
Arrogance merupakan sebuah tingkah laku superioritas dan keserakahan yang
ada pada seseorang yang percaya bahwa internal control tidak diterapkan
untuk dirinya (Horwath, 2011:1). Sikap arrogance biasanya lebih ditujukan
kepada seorang yang memiliki jabatan tinggi dalam sebuah perusahaan.
Sebuah penelitian dari Tessa dan Harto (2016) mengemukakan bahwa seorang
CEO cenderung lebih ingin menunjukkan kepada semua orang akan status dan
posisi yang dimilikinya dalam perusahaan karena mereka tidak ingin
kehilangan status atau posisi tersebut. Dalam penelitian Tessa dan Harto
(2016) juga didapat hasil penelitian tentang pengaruh dari arrogance terhadap
pendeteksian fraudulent financial statement. Dimana dikemukakan bahwa
variabel arrogance dengan proksi jumlah foto CEO yang terdapat dalam
sebuah laporan keuangan berpengaruh signifikan terhadap pendeteksian
fraudulent financial statement. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini
mengajukan hipotesis sebagai berikut:
H6 : arrogance dapat mendeteksi fraudulent financial statement
79
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini adalah jenis penelitian korelasional. Penelitian korelasional
digunakan untuk menemukan variabel penting yang berkaitan dengan masalah
(Sekaran, 2011:165). Kemudian, penelitian ini bertujuan untuk melakukan
pengujian hipotesis atas variabel. Dimana pengujian hipotesis biasanya
menjelaskan sifat hubungan tertentu, atau menentukan perbedaan antar kelompok
atau kebebasan (independensi) dua atau lebih faktor dalam suatu situasi (Sekaran,
2011:162). Dengan demikian, penelitian ini bermaksud untuk menganalisis fraud
pentagon indicators berkaitan dengan kemampuannya dalam mendeteksi
fraudulent financial statement.
Adapun variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas
variabel dependen dan variabel independen. Varibel dependen dalam penelitian
ini, yaitu fraudulent financial statement, sedangkan variabel independen yang
digunakan adalah fraud pentagon indicators, yang terdiri dari financial targets
dan external pressure (pressure), ineffective monitoring (opportunity),
rationalization, capability/competence, dan arrogance. Kemudian, populasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar pada seluruh
sektor industri di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2011-2015.
80
B. Metode Penentuan Sampel
Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan publik yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI), dan terkena sanksi dan kasus OJK. Adapun tahun
yang digunakan pada sampel penelitian adalah tahun 2011-2015, dengan tujuan
untuk memperoleh keterbaruan data yang digunakan dan rentang waktu data yang
lebih luas. Data sampel tersebut didapat melalui sumber data sekunder.
Metode pemilihan sampel pada penelitian ini menggunakan metode
purposive sampling dengan teknik judgement sampling. Pemilihan metode
purposive sampling dengan teknik judgement sampling ini didasarkan pada
pemilihan subjek yang sebagian besar berada pada tempat yang menguntungkan
atau dalam posisi terbaik untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan (Sekaran
dan Bougie, 2013:252). Metode pemilihan sampel ini dibatasi untuk data spesifik
yang dapat menghasilkan informasi yang diinginkan (Sekaran dan Bougie,
2013:252).
Adapun kriteria-kriteria yang digunakan dalam pengambilan sampel
adalah sebagai berikut :
1. Sampel perusahaan fraud merupakan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) dan terkena sanksi dan kasus OJK tahun 2011-2015.
2. Sampel perusahaan fraud merupakan perusahaan yang melanggar peraturan
OJK nomor IX.E.2 dan VIII.G.7.
3. Sampel perusahaan non-fraud merupakan perusahaan yang tidak memiliki
indikasi adanya fraud, serta jumlah net sales dan asset yang sebanding atau
hampir sama dengan perusahaan fraud pada tahun 2011-2015 pada sub sektor
81
industri yang sama berdasarkan struktur kode 2 digit pada JASICA (Jakarta
Stock Industrial Classification).
4. Sampel perusahaan fraud dan non-fraud menerbitkan laporan tahunan
lengkap dan laporan keuangan audited selama periode 2011-2015.
5. Perusahaan tidak delisting selama periode 2011-2015.
6. Perusahaan fraud dan non-fraud konsisten selama 2011-2015 berada pada
satu sub sektor industri yang sama.
7. Laporan audited dari perusahaan fraud dan non-fraud periode 2011-2015
dapat diakses dan didownload dalam website www.idx.co.id dan website
resmi perusahaan.
C. Metode Pengumpulan Data
Data-data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder.
Berikut merupakan metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini (Sarwono, 2006:127):
1. Pencarian secara manual
Dalam melakukan pengumpulan data secara manual. Penelitian ini
menggunakan data internal yang dapat diambil dari sumber informasi yang
berasal dari data base khusus dan data base umum (Sarwono, 2006:127).
Dalam penelitian ini diambil data dari sumber data base khusus Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) terkait perusahaan yang terkena sanksi dan kasus yang
berkaitan dengan peraturan OJK nomor IX. E. 2 dan VIII. G. 7 periode 2011-
2015. Data base khusus sendiri merupakan sumber informasi yang
dirahasiakan dan tidak disediakan untuk umum (Sarwono, 2006:127).
82
2. Pencarian secara online
Penelitian ini menggunakan data-data yang berasal dari data base yang
dikelola oleh sejumlah perusahaan jasa yang menyediakan informasi dan data
untuk kepentingan bisnis maupun non-bisnis (Sarwono, 2006:128). Data base
online yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bersumber dari website
Bursa Efek Indonesia (BEI) yang bisa diakses oleh siapapun dan website
perusahaan yang bersangkutan.
D. Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan program komputer SPSS ver. 22. Kemudian,
metode analisis dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi logistik
dan analisis diskriminan. Penelitian ini juga menggunakan wilcoxon signed-rank
test, di mana wilcoxon signed-rank test ini digunakan untuk membandingkan dua
sampel berpasangan dengan skala interval tapi tidak terdistribusi normal (Uyanto,
2009:311). Berikut penjabaran analisis dalam penelitian ini:
1. Wilcoxon Signed-Rank Test
Wilcoxon signed-rank test merupakan uji statistika nonparametrik. Wilcoxon
signed-rank test digunakan untuk membandingkan dua sampel berpasangan
dengan skala interval tapi tidak terdistribusi normal (Uyanto, 2009:311).
Dengan demikian untuk melihat data tidak terdistribusi normal, maka
diperlukan uji statistik kolmogorov-smirnov. Wilcoxon signed-rank test
merupakan alternatif dari uji t dua sampel berpasangan (paired-samples t-
test). Uji ini digunakan untuk menguji ukuran perusahaan fraud dengan non-
fraud (sales dan asset) apakah memiliki kesamaan atau tidak, dan menguji
83
variabel independen. Variabel yang lolos uji yaitu yang mempunyai
signifikansi (p < 0,05).
2. Analisis Regresi Logistik
Regresi logistik disebut juga regresi biner, karena variabel tergantung yang
diprediksi merupakan variabel biner atau kategoris (Sarwono, 2013:18).
Regresi logistik menguji apakah probabilitas terjadinya variabel terikat dapat
diprediksi dengan variabel bebasnya (Ghazali, 2013:333). Analisis regresi
logistik dalam penelitian ini digunakan, karena asumsi multivariate normal
distribution tidak dapat dipenuhi dan variabel bebas merupakan campuran
antara variabel kontinyu (metrik) dan kategorial (non-metrik) (Ghazali,
2013:333). Dalam analisis regresi logistik ini terdapat beberapa analisis untuk
menjelaskan hasil pengujian, diantaranya:
a. Menilai Kelayakan Model Regresi
Kelayakan model regresi dinilai dengan menggunakan hosmer dan
lemeshow’s goodness of fit test. Hosmer dan lemeshow’s goodness of fit
test digunakan untuk mengukur apakah probabilitas yang diprediksi
sesuai dengan probabilitas yang diobservasi (Widarjono, 2015:117).
Hosmer and lemeshow’s goodness of fit test menguji hipotesis nol bahwa
data empiris cocok atau sesuai dengan model (Ghazali, 2013:341). Jika
nilai hosmer and lemeshow’s goodness of fit Test lebih besar dari 0.05,
maka hipotesis nol tidak dapat ditolak dan berarti model mampu
memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan model dapat
diterima karena cocok dengan data observasinya (Ghazali, 2013:341).
84
Adapun hipotesis yang digunakan dalam menilai kelayakan model
regresi, sebagai berikut: (Sarwono, 2013:158)
H0 : Tidak ada perbedaan yang signifikan antara klasifikasi yang
diprediksi dan yang diamati (fit dengan data)
H1 : Ada perbedaan yang signifikan antara klasifikasi yang diprediksi dan
yang diamati (tidak fit dengan data)
Adapun dasar keputusan yang dibuat, sebagai berikut:
1) Jika probabilitas > 0,05, H0 diterima
2) Jika probabilitas < 0,05, H0 ditolak
b. Menilai Kelayakan Model Regresi Keseluruhan
Kelayakan model regresi secara keseluruhan dapat dinilai dengan
menggunakan nilai log likelihood. Log of the likelihood merupakan
ukuran kebaikan garis regresi logistik di dalam metode maximum
likelihood sebagaimana jumlah residual kuadrat di dalam garis regresi
linier (Widarjono, 2015:112). Untuk mengukur kebaikan dari estimasi di
dalam regresi logistik biasanya nilai -2 dikalikan dengan log of the
likelihood (-2LogL) (Widarjono, 2015:112). Statistik -2LogL dapat juga
digunakan untuk menemukan jika variabel bebas ditambahkan ke dalam
model apakah secara signifikan memperbaiki model fit (Ghazali,
2013:341). Nilai minimum dari -2LogL sebesar 0. Jika nilai -2LogL ini
0, maka model adalah sempurna karena jika likelihood = 1 maka -2LogL
harus sama dengan 0 (Widarjono, 2015:112). Dengan demikian, semakin
85
kecil nilai -2LogL maka semakin baik model dan sebaliknya semakin
besar nilai -2LogL semakin kurang baik model (Widarjono, 2015:112).
c. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) di dalam regresi logistik mengukur proporsi
varian di dalam variabel independen yang dijelaskan oleh variabel
independen (Widarjono, 2015:112). Namun, dikarenakan koefisien
determinasi (R2) sebagai ukuran kebaikan regresi adalah ukuran yang
kurang baik di dalam regresi logistik, tidak seperti dalam regresi linier
(Widarjono, 2015:112-113). Dengan demikian, Koefisien determinasi
(R2) dalam regresi logistik disebut dengan ukuran yang palsu (Pseudo
R2), yang digunakan sebagai ukuran kebaikan garis regresi di dalam
regresi logistik. (Widarjono, 2015:113). Ada dua ukuran Pseudo R2 yang
bisa digunakan, yaitu:
1) Cox and Snell R2
Formula dari Cox and Snell R2 adalah :
RCR2 - [
(0)
( )]
2
n
2) Nagelkerke R2
Formula dari Nagelkerke R2 adalah :
RN2
RCR
- (0) 2n
Dimana L(0) adalah likelihood model hanya dengan konstanta dan L(B)
adalah model yang diestimasi dan n adalah jumlah observasi. Ukuran
statistika ini sama dengan koefisien determinasi R2 di mana semakin
86
besar nilainya semakin baik garis regresi logistik yang kita miliki
(Widarjono, 2015:113) .
d. Uji Signifikansi Koefisien Regresi
Uji signifikansi koefisien regresi dalam model regresi logistik sama
dengan uji signifikansi menggunakan uji t pada model regresi linier
berganda (Widarjono, 2015:114). Uji signifikansi model logit ini
menggunakan uji statistika wald (Widarjono, 2015:114). Dari uji
statistika wald ini bisa diketahui apakah variabel independen dapat
mempengaruhi variabel dependen (Widarjono, 2015:114). Sebagaimana
uji statistika t dalam model regresi, maka jika probabilitas chi square (x2)
lebih kecil dari tingkat signifikansi (α = 5%), maka hasilnya signifikan,
dan sebaliknya jika chi square (x2) lebih besar dari tingkat signifikansi (α
= 5%), maka hasilnya tidak signifikan (Widarjono, 2015:114). Variabel
independen yang memiliki hasil yang signifikan, maka layak digunakan
untuk membentuk model pendeteksian fraudulent financial statement dan
bisa diuji ke tahap analisis diskriminan.
Berdasarkan hasil analisis regresi logistik diatas, maka dapat terbentuk
persamaan dari model regresi logistik sebagai berikut: (Skousen, et., al,
2009)
FRAUDi = ß0 + ß1ROAi + ß2LEVi + ß3BDOUTi + ß4AUDREPORTi +
ß5DCHANGEi + ß6CEOPICi + εi
Keterangan :
FRAUD : Fraudulent Financial Statement
87
ß0 : Konstanta
β ,2,… : Koefisien Variabel
ROA : Financial Target (Return on Asset)
LEV : External Pressure (Leverage)
BDOUT : Ineffective Monitoring (Proporsi Komisaris Independen)
AUDREPORT : Rationalization (Opini Audit)
DCHANGE : Capability (Pergantian dan Perubahan Jajaran Direksi)
CEOPIC : Arrogance (Frequent Number of CEO Picture)
Εi : eror
3. Analisis Diskriminan (Cross-validation Method)
Dalam menguji model pendeteksian fraudulent financial statement, penelitian
ini menggunakan analisis diskriminan dengan metode cross-validation.
Dalam menguji model pendeteksian fraudulent financial statement, penelitian
ini menggunakan hasil uji signifikansi model pendeteksian fraudulent
financial statement dari analisis regresi logistik. Variabel signifikan dari
analsisis regresi logistik bisa digunakan untuk memprediksi aktivitas fraud
(skousen, et., al, 2009:70). Cross validation digunakan untuk menguji model
yang bersangkutan dalam menentukan prediksi atas klasifikasi dari model
perusahaan sampel fraud dan non fraud (Skousen et., al, 2009:70). Metode
cross-validation sangat efektif dalam menyajikan sebuah estimasi yang tidak
bias dari tingkat misklasifikasi model (Hair, et., al, 1995 dalam Skousen, et.,
al, 2009).
88
E. Operasionalisasi Variabel Penelitian
Penelitian ini menggunakan variabel dependen dan independen. Variabel
dependen penelitian ini meliputi fraudulent financial statement dan variabel
independen yaitu fraud pentagon dengan enam variabel, yaitu financial targets,
external pressure, ineffective monitoring, rationalization, capability/competence,
dan arrogance.
1. Variabel Dependen
Fraudulent Financial Statement merupakan kesalahan yang
disengaja atas pengungkapan laporan keuangan yang dibuat untuk
membohongi pengguna laporan keuangan dimana dampaknya menyebabkan
laporan keuangan tidak ditampilkan dalam hal yang material, sesuai dengan
GAAP (SAS No. 99, 2002:1.722). Kemudian, SAS No. 99 (2002:1.721) juga
menyebutkan bahwa fraud adalah sebuah perbuatan disengaja yang
menghasilkan sebuah salah saji material dalam laporan keuangan yang
menjadi subjek audit.
Pada dasarnya laporan keuangan adalah media komunikasi
manajemen dengan pengguna laporan keuangan terhadap kinerja dan kondisi
keuangan perusahaan, namun salah saji material yang diakibatkan oleh
adanya fraudulent financial statement mengakibatkan sebuah asimetri
informasi laporan keuangan sehingga bisa mengelabui pengguna laporan
keuangan itu sendiri. Laporan keuangan hendaknya bisa memberikan
informasi yang berguna bagi para calon investor dan kreditor maupun yang
sudah ada dan para pengguna lainnya dalam membuat investasi, kredit, dan
89
keputusan-keputusan lain yang serupa secara rasional (Riahi & Belkaoui,
2011:233). Kemudian, pelaporan keuangan hendaknya memberikan informasi
mengenai kinerja keuangan perusahaan selama periode tersebut (Riahi &
Belkaoui, 2011:234).
Dalam SAS No. 99 (2002:1.722), salah saji yang muncul dari
kecurangan laporan keuangan bisa berupa manipulasi, pemalsuan, perubahan
dari catatan laporan keuangan, kesalahan pengungkapan atas kejadian tertentu
dalam laporan keuangan, kelalaian yang disengaja atas transaksi tertentu
laporan keuangan, dan kesalahan pengaplikasian yang disengaja atas prinsip
pengakuan sejumlah saldo. Dalam penelitian ini, skala nominal digunakan
untuk kemungkinan terjadinya fraudulent financial statement, yaitu
perusahaan yang melakukan fraud bernilai = 1, dan perusahaan yang tidak
melakukan fraud bernilai = 0 (Fimanaya dan Syafruddin, 2014). Kasus fraud
dalam penelitian ini dikaitkan dengan peraturan OJK nomor IX.E.2 tentang
transaksi material dan perubahan kegiatan usaha utama. Adapun transaksi
material yang dimaksud, seperti transaksi pinjam meminjam dan pembelian
yang harus mendapatkan persetujuan RUPS dan dilaporkan ke OJK.
Sedangkan perubahan kegiatan usaha utama yang dimaksud di sini adalah
yang mengakibatkan keraguan akan kelangsungan usaha perusahaan. Adapun
peraturan OJK no. VIII.G.7 tentang penyajian dan pengungkapan laporan
keuangan, di mana emiten atau perusahaan publik diharuskan mengikuti
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku di Indonesia dalam
menyajikan dan mengungkapkan laporan keuangan perusahaan.
90
2. Variabel Independen
a. Financial targets
Financial targets merupakan tingkat keuntungan yang diharapkan
oleh stakeholders kepada manajemen dalam tahun berjalan. Return on
Assets (ROA) adalah sebuah ukuran kinerja operasi yang secara luas
digunakan untuk mengindikasikan seberapa efisien aset yang dibangun
(Skousen, el., al., 2009:62). Financial targets dapat memberikan financial
pressure kepada manajemen dikarenakan adanya kepentingan dari pihak
manajemen atas bonus dari pemilik dan manajemen juga ingin dilihat baik
kinerja keuangannya oleh pemilik atau stakeholder lainnya.
Summers dan Sweeney (1998:136) melaporkan bahwa financial
targets secara signifikan membedakan antara perusahaan fraud dan non-
fraud. ROA sering digunakan dalam mengungkapkan kinerja manajer dan
dalam menentukan bonus, kenaikan upah, dan lainnya (Skousen, et., al,
2009:62). Yesiariani dan Rahayu (2016) dan Skousen, et., al (2009) dalam
melakukan penelitian pengaruh financial targets terhadap pendeteksian
fraudulent financial statement menggunakan ROA sebagai proksi
pengukuran financial targets. Berdasarkan latar belakang di atas,
penelitian ini menggunakan ROA sebagai rasio untuk mengukur variabel
financial targets. Rumus rasio Return on Asset (ROA): (Harmono,
2014:110)
aba ersih Setelah Pajak
Total Asset
91
b. External Pressure
Skousen, et, al (2009:60) menyatakan bahwa external pressure
bersumber dari kemampuan untuk memenuhi persyaratan pertukaran,
melunasi hutang, atau memenuhi perjanjian hutang. Tekanan bisa terjadi
karena adanya kondisi dimana manajemen mempunyai kepentingan
kepada kreditor atas pinjaman sejumlah tertentu sehingga menyebabkan
manajemen berusaha untuk memanipulasi laporan keuangannya agar
terlihat baik. External pressure bisa datang dari tekanan financial dan non-
financial (Kassem dan Higson, 2012:193).
Yesiariani dan Rahayu (2016); Tessa dan Harto (2016); lin, et, al
(2015); dan Dalnial, et., al (2014) sudah menemukan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan antara external pressure yang diproksikan
dengan leverage terhadap deteksi fraudulent financial statement.
Penelitian Tessa dan Harto (2016) juga sudah membuktikan bahwa
semakin tinggi leverage maka akan terjadi kemungkinan yang lebih besar
untuk melakukan pelanggaran terhadap perjanjian kredit melalui
kecurangan pelaporan keuangan.
Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini menggunakan rasio
leverage (LEV) sebagai proksi dari variabel external pressure. Rasio
leverage ini diperoleh dari total liabilitas dibagi dengan total equity.
Rumus rasio leverage : (Karyono, 2013:117)
Total iabilitas
otal Equity
92
c. Ineffective Monitoring
Dalam SAS No. 99 (2002:1751), ineffective monitoring dari
manajemen adalah hasil dari pengawasan yang tidak efektif atas proses
laporan keuangan dan sistem internal control. Pengawasan dalam sebuah
perusahaan adalah sesuatu hal yang penting untuk memastikan internal
control perusahaan sudah dijalankan dengan baik atau tidak. Untuk itu,
dalam Committe of Sponsoring Organization menjadikan aspek
monitoring sebagai salah satu model pengendaliannya.
Aspek pengendalian internal yang dapat dijalankan di perusahaan,
salah satunya yaitu dengan merekrut seorang komisaris independen.
Komisaris independen dalam hal ini merupakan komisaris yang tidak
memiliki hubungan bisnis (kontraktual) ataupun hubungan lainnya dengan
pemegang saham mayoritas dan dewan direksi baik secara langsung
maupun tidak langsung (Prabowo, 2014).
Secara langsung keberadaan komisaris independen menjadi
penting, karena di dalam praktek pelaporan keuangan sering ditemukan
transaksi yang mengandung benturan kepentingan dan mengabaikan
kepentingan pemegang saham publik (pemegang saham minoritas) serta
stakeholders lainnya (Prabowo, 2014). Berdasarkan penelitian Prabowo
(2014) dijelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan positif antara
komisaris independen dalam sebuah perusahaan terhadap fraud (dalam hal
ini diproksikan sebagai manajemen laba). Berdasarkan hal tersebut,
93
penelitian ini menggunakan proksi ineffective monitoring dengan
menggunakan rumus sebagai berikut: Tessa dan Harto (2016)
umlah ewan Komisaris ndependen
umlah Total ewan Komisaris
d. Rationalization
Rationalization adalah bagian ketiga dari fraud triangle dan hal
yang sangat sulit diukur (Skousen, et., al, 2009:66). Ada beberapa proksi
yang bisa digunakan dalam mengukur variabel rationalization ini, seperti
audit changes, audit report, dan TACC (Total Acrual/Total Assets)
(Skousen, et., al, 2009). Penelitian ini menggunakan proksi audit report
dalam mengukur variabel rationalization. Dalam beberapa penelitian
sebelumnya, proksi audit report untuk variabel rationalization ini tidak
dapat memberikan hasil yang signifikan atas pengaruhnya terhadap
fraudulent financial statement (Skousen, et., al, 2009 dan Fimanaya dan
Syafruddin, 2014). Namun dalam penelitian Sukirman dan Sari (2013)
menjelaskan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara audit report
terhadap pendeteksian fraudulent financial statement.
Sukirman dan Sari (2013:220) mengemukakan bahwa semakin
tinggi nilai audit report, maka probabilitas perusahaan untuk melakukan
fraud juga semakin tinggi. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini
menggunakan proksi audit report untuk mengukur variabel rationalization
terhadap pendeteksian fraudulent financial statement. Proksi audit report
diukur menggunakan variabel dummy seperti yang dijelaskan dalam
Skousen, et., al (2009), seperti berikut: AUDREPORT = variabel dummy
94
untuk opini audit yaitu perusahaan yang mendapat unqualified opinion = 1,
dan modifikasi opini audit lainnya mendapat nilai = 0
e. Capability/competence
Capability/competence yang dimiliki seseorang dalam perusahaan
akan mempengaruhi kemungkinan seseorang melakukan fraud. Ruankaew
(2016:476) mengatakan bahwa posisi atau fungsi seseorang atas
perusahaan bisa jadi memberikan kemampuan untuk membuat atau
mengambil kesempatan untuk melakukan fraud yang tidak bisa dilakukan
oleh orang lain. Dalam penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan
capability/competence yaitu penelitian yang dilakukan oleh Abdullahi, et.,
al (2016), mengemukakan bahwa adanya hubungan yang signifikan positif
dari adanya capability/competence untuk melakukan fraud. Dalam
penelitiannya, Abdullahi, et., al (2016) menggunakan kuesioner sebagai
metode pendekatan dalam pengumpulan data.
Dalam penelitian ini akan menggunakan metode pengumpulan data
melalui sumber yang sudah ada dengan penggunaan pergantian dan
perubahan jajaran direksi sebagai proksi dari capability/competence.
Wolfe dan Hermanson (2004) mengemukakan bahwa pergantian dan
perubahan jajaran direksi mampu menyebabkan stress period yang
berdampak pada semakin terbukanya peluang untuk melakukan fraud.
Pergantian dan perubahan jajaran direksi tidak selamanya berdampak baik
bagi perusahaan. Pergantian dan perubahan jajaran direksi bisa menjadi
suatu upaya perusahaan untuk memperbaiki kinerja direksi sebelumnya
95
dengan melakukan perubahan susunan direksi ataupun perekrutan direksi
yang baru yang dianggap lebih berkompeten dari direksi sebelumnya
(Tessa dan Harto, 2016:10). Sementara disisi lain, pergantian direksi bisa
jadi merupakan upaya perusahaan untuk menyingkirkan direksi yang
dianggap mengetahui fraud yang dilakukan perusahaan serta perubahan
direksi dianggap akan membutuhkan waktu adaptasi sehingga kinerja awal
tidak maksimal (Tessa dan Harto, 2016:10). Berdasakan hal tersebut,
penelitian ini akan menggunakan proksi pergantian dan perubahan jajaran
direksi sebagai proksi, dimana DCHANGE = apabila terdapat pergantian
dan perubahan direksi perusahaan maka diberi kode 1, sebaliknya apabila
tidak terdapat pergantian dan perubahan direksi perusahaan maka diberi
kode 0 (Yesiariani dan Rahayu, 2016 dan Tessa dan Harto, 2016).
f. Arrogance
Arrogance merupakan sebuah tingkah laku superioritas dan
keserakahan yang ada pada seseorang yang percaya bahwa internal control
tidak diterapkan untuk dirinya (Horwath, 2011:1). Sikap arrogance
biasanya lebih ditujukan kepada seorang yang memiliki jabatan tinggi
dalam sebuah perusahaan. Sebuah penelitian dari Tessa dan Harto (2016)
mengemukakan bahwa seorang CEO cenderung lebih ingin menunjukkan
kepada semua orang akan status dan posisi yang dimilikinya dalam
perusahaan karena mereka tidak ingin kehilangan status atau posisi
tersebut.
96
Dalam penelitian Tessa dan Harto (2016) juga didapat hasil
penelitian tentang pengaruh dari arrogance terhadap pendeteksian
fraudulent financial statement. Dimana dikemukakan bahwa variabel
arrogance dengan proksi jumlah foto CEO yang terdapat dalam sebuah
laporan tahunan berpengaruh signifikan terhadap pendeteksian fraudulent
financial statement. Berdasakan hal tersebut, penelitian ini menggunakan
proksi sebagai berikut: CEOPIC = total foto CEO yang terpampang
dalam sebuah laporan tahunan (Tessa dan Harto, 2016).
Tabel 3.1.
Operasional Variabel
No. Variabel Jenis
Variabel
Indikator Skala
1 Fraud (y)
(Firmanaya dan
Syafruddin, 2014)
Dependen FRAUD = perusahaan
fraud (1), dan perusahaan
non-fraud (0)
Nominal
2 Financial targets
(Harmono, 2014)
Independen ROA = Laba Bersih
Setelah Pajak / Total Asset
Rasio
3 External pressure
(Karyono, 2013)
Independen LEV = Total Liabilitas/
Total Equity
Rasio
4 Ineffective
monitoring (Tessa
dan Harto, 2016)
Independen
BDOUT = Jumlah Dewan
Komisaris Independen /
Jumlah Total Dewan
Komisaris
Rasio
5 Rationalization
(Skousen, et., al,
2009)
Independen AUDREPORT = unqualified opinion = 1,
dan modifikasi opini audit
lainnya mendapat nilai = 0
Nominal
6 Capability
(Yesiariani dan
Rahayu, 2016,
dan Tessa dan
Harto, 2016).
Independen DCHANGE = terdapat
pergantian dan perubahan
direksi perusahaan = 1, dan
tidak terdapat pergantian
dan perubahan direksi
perusahaan = 0.
Nominal
7 Arrogance (Tessa
dan Harto, 2016)
Independen CEOPIC= total foto CEO
yang terpampang dalam
sebuah laporan tahunan
Rasio
Sumber : Diolah dari berbagai sumber
97
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Deskripsi Objek Penelitian
Penelitian ini dilakukan terhadap perusahaan publik terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI) yang terkena sanksi dan kasus oleh Otoritas Jasa
Keuangan (OJK). Perusahaan publik tersebut merupakan perusahaan yang
terdaftar dalam seluruh sektor industri di BEI pada tahun 2011-2015.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui pencarian
secara manual dan secara online. Secara manual, penelitian ini mendapatkan
data perusahaan fraud yang terkena sanksi dan kasus melalui permohonan
data secara langsung ke OJK. Adapun direktorat yang terkait permohonan
data sampel perusahaan fraud ini, yaitu Direktorat Penerapan Sanksi dan
Keberatan Pasar Modal OJK. Tahap pengumpulan data dilakukan pada
tanggal 3 Februari 2017. Selanjutnya data dikirim kepada peneliti melalui
email. Adapun pencarian secara online, penelitian menggunakan situs website
www.idx.co.id dan website resmi perusahaan masing-masing untuk
mengumpulkan data laporan tahunan dan laporan keuangan audited. Tabel
4.1. berikut ini menyajikan data yang diperoleh peneliti dalam proses
pengumpulan data.
98
Tabel 4.1.
Daftar Industri Terkena Sanksi dan Kasus OJK 2011-2015
No. JASICA*
Code Industri Jumlah Percent
1 11 Crops 1 1,14%
2 13 Animal Husbandary 1 1,14%
3 14 Fishery 2 2,27%
4 21 Coal Mining 4 4,55%
5 22 Crude Petroleum and Natural Gas Production 1 1,14%
6 23 Metal And Mineral Mining 4 4,55%
7 32 Ceramics, Glass, Porcelain 1 1,14%
8 33 Metal And Allied Products 3 3,41%
9 34 Chemicals 2 2,27%
10 35 Plastics and Packaging 4 4,55%
11 36 Wood Industries 1 1,14%
12 38 Pulp and Paper 3 3,41%
13 43 Textile and Garment 2 2,27%
14 44 Footwear 1 1,14%
15 51 Food And Beverages 1 1,14%
16 61 Property and Real Estate 12 13,64%
17 71 Energy 2 2,27%
18 72 Toll Road, Airport, Harbor and Allied
Products 1 1,14%
19 73 Telecommunication 1 1,14%
20 74 Transportation 7 7,95%
21 75 Non-building Construction 1 1,14%
22 83 Securities Company 2 2,27%
23 89 Others/Finance 2 2,27%
24 91 Wholesale (Durable and Non-Durable Goods) 7 7,95%
25 93 Retail Trade 1 1,14%
26 94 Tourism, Restaurant and Hotel 5 5,68%
27 95 Advertising, Printing and Media 1 1,14%
28 96 Healthcare 1 1,14%
29 97 Computer and Services 2 2,27%
30 98 Investment Company 3 3,41%
31 99 Others/Trade, Services and Investment 1 1,14%
(Bersambung ke halaman selanjutnya)
99
Tabel 4. 1. (lanjutan)
Daftar Industri Terkena Sanksi dan Kasus OJK 2011-2015
No. JASICA*
Code Industri Jumlah Percent
32 Securities Company (non-stock) 2 2,27%
33 Swasta 1 1,14%
34 Persero (non-stock) 1 1,14%
35 Lain-lain (tidak terdaftar di BEI) 4 4,55%
Total Perusahaan 88 100,00%
Listing equity atau modal di BEI 80
Perusahaan sanksi & kasus IX.E.2 dan
VIII.G.7 47
Perusahaan delisted (6)
Tidak konsisten sub sektor industri (4)
Perusahaan baru IPO di tengah periode
penelitian (2)
Laporan tahunan tidak lengkap dan laporan
keuangan tidak audited (9)
Sampel Perusahaan fraud 26
Sumber: Data sekunder yang diolah
*Jakarta Stock Industrial Classification
Penelitian ini mengambil 26 sampel perusahaan fraud dari jumlah 88
perusahaan fraud yang terkena sanksi dan kasus oleh OJK tersebar di semua
sektor industri. Dari total 88 perusahaan fraud pada tahun 2011-2015, terdapat 80
perusahaan fraud yang listing equity atau modal nya di BEI. Kemudian dari 80
perusahaan tersebut didapat 47 perusahaan fraud yang sesuai dengan kriteria
sampel penelitian, yaitu melakukan pelanggaran peraturan OJK no. IX.E.2 dan
VIII.G.7. Selanjutnya, dari 47 perusahaan fraud harus dieliminasi kembali,
dikarenakan terdapat 6 perusahaan delisted, 4 perusahaan terdaftar pada sub sektor
industri yang tidak konsisten periode 2011-2015, terdapat 2 perusahaan yang
Initial Public Offerings (IPO) pada pertengahan periode penelitian, dan 9
100
perusahaan yang melaporkan laporan tahunan dan laporan keuangan secara tidak
lengkap. Dengan demikian, sampel perusahaan yang sesuai digunakan dalam
penelitian ini, yaitu 26 sampel perusahaan fraud.
2. Deskripsi Sampel Penelitian
Dalam penilitian ini, sampel dipilih berdasarkan metode purposive
sampling dengan teknik judgment sampling. Perusahaan sampel fraud pada
penelitian ini sudah diketahui pada tabel 4.1 sejumlah 26 perusahaan. Dengan
demikian, penelitian ini membutuhkan perusahaan non-fraud sejumlah sama
besar, yaitu 26 perusahaan sebagai pembanding, sebagaimana yang ditunjukan
dalam Skousen, et., al. (2009). Dalam memilih perusaahan non-fraud, penelitian
ini melakukan perbandingan antara perusahaan fraud dan non-fraud. Sejalan
dengan penelitian Skousen, et., al. (2009); dan Suyanto (2009); dan Kaminski, et.,
al. (2004), penelitian ini melakukan perbandingan perusahaan fraud dan non-
fraud menggunakan tiga syarat, yaitu persyaratan tahun, industri, dan ukuran
perusahaan.
Penelitian ini mencocokan perusahaan fraud dan non-fraud dengan memiliki
persamaan sebagai berikut (Suyanto, 2009:127):
a. Tahun. Penelitian ini mengidentifikasi perusahaan non-fraud dalam periode
yang sama dengan terjadinya fraud dalam penelitian ini yaitu 2011-2015.
b. Industri. Perusahaan fraud dan non-fraud harus dalam satu industri yang sama.
Berdasarkan Suyanto (2009:127) perusahaan yang tergolong dalam industry
yang sama bisa dilihat dari SIC Code, dalam BEI disebut JASICA Code
(industry membership).
101
c. Ukuran perusahaan. Penelitian ini menggunakan ukuran net sales dan total
asset sebagai ukuran perusahaan. Berdasarkan Suyanto (2009:128), net sales
dan total asset bisa digunakan untuk mencocokan perusahaan fraud dan non-
fraud pada satu industri yang sama.
Berikut adalah data pembanding perusahaan fraud dan non-fraud yang
ditampilkan pada tabel 4.2.
Tabel 4. 2.
Perbandingan Asset dan Sales Perusahaan Fraud & Non-Fraud
Industri
Fraud Non-fraud
Asset Sales Asset Sales
Metal And Mineral Mining 11.551.621 5.304.600 14.037.279 5.803.601
Metal And Allied Products 2.380.552 3.273.572 1.320.000 1.732.000
Plastics and Packaging 202.890 220.739 357.414 385.094
Wood Industries 1.228.354 466.148 715.832 727.113
Pulp and Paper 3.498.064 1.969.772 10.826.251 5.248.636
Textile and Garment 1.882.292 1.078.786 992.941 929.409
Property and Real Estate 8.346.411 2.001.250 6.624.000 1.382.724
Energy 1.031.530 264.617 1.494.826 1.748.770
Transportation 837.536 732.396 2.190.041 795.454
Others/Finance 1.387.568 140.664 3.728.867 1.146.008
Wholesale (Durable and Non-
Durable Goods) 1.309.871 703.709 701.479 615.464
Advertising, Printing and Media 13.505.806 5.404.621 11.092.209 5.130.052
Computer and Services 4.525.661 10.490 375.608 234.850
Investment Company 18.366.355 4.700.439 6.925.546 4.315.734
Others/Trade, Services and
Investment 409.751 648.566 157.717 63.978
Sumber: Data sekunder yang diolah (dalam jutaan Rupiah)
102
Data di atas terdiri dari 26 perusahaan fraud dan 26 perusahaan non-fraud
untuk menguji ukuran perusahaan apakah sama atau tidak. Lebih lanjut lagi, data
tersebut akan diuji dalam wilcoxon signed-rank test untuk menilai apakah sampel
perusahaan fraud dan non-fraud yang sudah ada telah memenuhi syarat yang
ketiga, yaitu ukuran perusahaan harus sama dari sisi asset dan sales–nya.
Kemudian, apabila data penelitian sudah memenuhi asumsi bahwa perusahaan
fraud dan non-fraud itu memiliki ukuran yang sama atau tidak berbeda, maka
akan dilanjutkan ke dalam analisis regresi logistik dan analisis diskriminan (cross-
validation method) untuk melihat keakuratan model pendeteksian fraudulent
financial statement.
B. Hasil Uji Instrumen Penelitian
Pengujian hipotesis penelitian ini didasarkan pada penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Skousen, et., al. (2009). Adapun tahapan pengujian hipotesis
penelitian ini sebagai berikut:
1. Wilcoxon Signed-Rank Test (Sales dan Asset)
Analisis yang pertama sebelum menguji variabel independen adalah
menguji sampel perusahaan. Sebelumnya, untuk dapat dilanjutkan kepada
proses analisis selanjutnya, maka data sampel perusahaan harus diuji beda
untuk melihat kesamaan antara ukuran perusahaan fraud dan non-fraud.
Dengan demikian, penelitian ini menggunakan wilcoxon signed-rank test
untuk melihat kesamaan data ukuran perusahaan. Namun, sebelumnya
penelitian ini akan melakukan uji normalitas terlebih dahulu, sebagai berikut:
103
Tabel 4. 3.
Uji Normalitas Sampel
Tabel 4.3 di atas menunjukkan nilai asymp. sig. (2-tailed) sebesar
0,000. Hasil ini menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi normal karena
nilai signifikansi di bawah 0,05 (p < 0,05). Dengan demikian, statistik non-
parametrik dapat digunakan untuk menguji sampel. Selanjutnya, penelitian
menggunakan wilcoxon signed-rank test atas 26 perusahaan fraud dan 26
perusahaan non-fraud berdasarkan ukuran net sales dan total asset untuk
melihat karakteristik ukuran perusahaan. Adapun hasilnya disajikan dalam
tabel 4.4, sebagai berikut:
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 260
Normal Parametersa,b
Mean ,0000000
Std. Deviation ,49388180
Most Extreme Differences Absolute ,269
Positive ,238
Negative -,269
Test Statistic ,269
Asymp. Sig. (2-tailed) ,000c
Sumber: Output SPSS
104
Tabel 4. 4.
Wilcoxon Signed-Rank Test (Sales dan Asset)
Test Statisticsa
Sales Asset
Z -1,228b -,863
c
Asymp. Sig. (2-tailed) ,219 ,388
Sumber: Output SPSS
Tabel 4.4 menunjukkan hasil yang tidak signifikan wilcoxon signed-
rank test atas sales dan asset, masing-masing sebesar 0.219 dan 0.388.
Dengan demikian, hasil ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
jumlah sales dan asset antara perusahaan fraud dan non-fraud, karena
memiliki nilai signifikansi di atas 0.05 atau (p > 0.05), atau dalam kata lain
perusahaan fraud dan non-fraud memiliki ukuran yang sama.
Hasil di atas menunjukan bahwa perusahaan fraud dan non-fraud
yang menjadi sampel dalam penelitian ini memiliki jumlah sales dan asset
yang sama, sehingga sampel perusahaan layak digunakan dalam penelitian
ini.
2. Wilcoxon Signed-Rank Test Variabel
Setelah didapat hasil sebelumnya bahwa sampel dapat digunakan
lebih lanjut dalam penelitian ini, selanjutnya peneliti menguji variabel
penelitian dengan menggunakan wilcoxon signed-rank test. Namun
sebelumnya variabel independen penelitian ini akan diuji normalitas terlebih
dahulu, sebagai berikut: tabel 4.5
105
Tabel 4. 5.
Uji Normalitas Variabel
Tabel 4.5 di atas menunjukkan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar
0,000. Hasil ini menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi normal karena
nilai signifikansi berada di bawah 0,05, atau (p < 0,05). Dengan demikian,
statistik non-parametrik dapat digunakan untuk menguji variabel independen.
Selanjutnya, penelitian menggunakan wilcoxon signed-rank test atas 26
perusahaan fraud dan 26 perusahaan non-fraud berdasarkan variabel
independen untuk melihat apakah ada perbedaan antara perusahaan fraud dan
non-fraud. Adapun hasilnya disajikan dalam tabel 4.6, sebagai berikut:
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 260
Normal Parametersa,b
Mean ,0000000
Std. Deviation ,48939159
Most Extreme Differences Absolute ,277
Positive ,277
Negative -,226
Test Statistic ,277
Asymp. Sig. (2-tailed) ,000c
Sumber: Output SPSS
106
Tabel 4. 6.
Wilcoxon Signed-Rank Test Variabel
Tabel 4.6 menunjukkan hasil signifikansi dari variabel independen
dengan menggunakan wilcoxon signed-rank test yaitu, ROA (0,018), LEV
(0,872), BDOUT (0,005), AUDREPORT (0,046), DCHANGE (0,166), dan
CEOPIC (0,560). Hasil ini menunjukkan bahwa ROA, BDOUT, dan
AUDREPORT berbeda secara signifikan antara perusahaan fraud dan non-
fraud, karena memiliki nilai signifikansi di bawah 0,05 atau (p < 0,05).
Sedangkan LEV, DCHANGE, dan CEOPIC tidak memiliki perbedaan antara
perusahaan fraud dan non-fraud, karena memiliki nilai signifikansi di atas
0,05 atau (p > 0,05). Dengan demikian, ROA, BDOUT, dan AUDREPORT
bisa dilakukan pengujian lebih lanjut dalam analisis regresi logistik untuk
melihat kemampuan dalam mendeteksi fraudulent financial statement.
Berikut merupakan penjelasan lebih lanjut terkait hasil Wilcoxon Signed-Rank
Test di atas:
a. Financial Targets (Return on Asset)
Hasil uji signifikansi yang dilakukan dalam wilcoxon signed-rank test
menunjukkan nilai yang signifikan atas ROA, yaitu sebesar 0,018 atau p
< 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa ROA berbeda antara perusahaan
fraud dengan perusahaan non-fraud. Hasil ini berarti bahwa kemampuan
Test Statisticsa
ROA LEV BDOUT AUDREPORT DCHANGE CEOPIC
Z -2,369b -,161
b -2,797
c -2,000
b -1,386
c -,583
b
Asymp. Sig. (2-tailed) ,018 ,872 ,005 ,046 ,166 ,560
Sumber: Output SPSS
107
antara perusahaan fraud dan non-fraud berbeda dalam menghasilkan laba
perusahaan dari penggunaan asset yang dimiliki. ROA perusahaan non-
fraud cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan fraud
sebagaimana yang bisa dilihat dalam hasil pengujian ini. Karena nilai
ROA mempunyai nilai yang signifikan, maka ROA bisa diuji lebih lanjut
dengan menggunakan uji analisis regresi logistik.
b. External Pressure (Leverage)
Hasil uji signifikansi yang dilakukan dalam wilcoxon signed-rank test
menunjukkan nilai yang tidak signifikan atas LEV, yaitu sebesar 0,872
atau p > 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa leverage tidak berbeda
antara perusahaan fraud dengan perusahaan non-fraud. Hasil ini berarti
bahwa leverage perusahaan fraud dan non-fraud akan relatif sama dalam
ukuran perusahaan dan industri yang sama, karena perusahaan akan
sama-sama membutuhkan pinjaman dalam menambah dana operasional
perusahaan yang pada akhirnya akan meningkatkan laba perusahaan.
Firmanaya dan Syafruddin (2014:7) mengatakan bahwa peningkatan
penjualan menyebabkan laba meningkat dan tekanan bagi manajemen
menjadi turun, sehingga kecurangan minim terjadi. Karena nilai LEV
mempunyai nilai yang tidak signifikan, maka proksi ini tidak dapat diuji
lebih lanjut dengan analisis regresi logistik.
c. Ineffective Monitoring (Proporsi Komisaris Independen)
Hasil uji signifikansi yang dilakukan dalam wilcoxon signed-rank test
menunjukkan nilai yang signifikan atas BDOUT, yaitu sebesar 0,005 atau
108
p < 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa proporsi komisaris independen
dalam struktur dewan komisaris berbeda antara perusahaan fraud dengan
perusahaan non-fraud. Hasil ini berarti bahwa kepatuhan perusahaan
non-fraud dan fraud atas peraturan OJK, dalam hal ini yaitu peraturan
Nomor 33/POJK.04/2014, di mana perusahaan publik diwajibkan
mempunyai komisaris independen sekurang-kurangnya 30% dari jumlah
dewan komisaris perusahaan perlu mendapat perhatian serius, karena
dalam hasil pengujian ini terlihat bahwa besarnya proporsi komisaris
independen lebih cenderung memiliki dampak dalam memotivasi adanya
fraudulent financial statement, atau dalam kata lain perusahaan fraud
memiliki proporsi komisaris independen yang lebih besar dibandingkan
dengan perusahaan non-fraud. Karena nilai BDOUT mempunyai nilai
yang signifikan, maka proksi ini dapat diuji lebih lanjut dengan analisis
regresi logistik.
d. Rationalization (Audit Report)
Hasil uji signifikansi yang dilakukan dalam wilcoxon signed-rank test
menunjukan nilai yang signifikan atas AUDREPORT, yaitu sebesar
0,046 atau p < 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa opini audit berbeda
antara perusahaan fraud dengan perusahaan non-fraud. Hasil ini berarti
bahwa setiap perusahaan yang mendapat opini Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP) dapat dikategorikan sebagai perusahaan non-fraud
dan perusahaan yang mendapat opini modifikasi lainnya dikategorikan
sebagai perusahaan fraud. Namun, karena nilai signifikansi tidak terlalu
109
tinggi, maka perlu mendapat perhatian lebih lanjut atas opini tersebut,
apakah merupakan kebenaran yang absolut atau tidak. Karena nilai
AUDREPORT mempunyai nilai yang signifikan, maka proksi ini dapat
diuji lebih lanjut dalam analisis regresi logistik.
e. Capability/competence (Perubahan dan Pergantian Jajaran Direksi)
Hasil uji signifikansi yang dilakukan dalam wilcoxon signed-rank test
menunjukkan nilai yang tidak signifikan atas DCHANGE, yaitu sebesar
0,166 atau p > 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa intensitas perubahan
dan pergantian dewan direksi tidak berbeda antara perusahaan fraud
dengan perusahaan non-fraud. Hal ini dikarenakan perubahan dan
pergantian jajaran direksi diperlukan oleh perusahaan dalam
memperbaiki kinerja manajemen. Yesiariani dan Rahayu (2016:20)
menyebutkan bahwa perusahaan melakukan pergantian direksi bukan
disebabkan karena perusahaan ingin menutupi kecurangan yang
dilakukan oleh direksi sebelumnya, tetapi pemangku kepentingan
tertinggi di perusahaan menginginkan adanya perbaikan kinerja
perusahaan dengan cara merekrut direksi yang dianggap lebih kompeten
daripada direksi sebelumnya. Karena nilai DCHANGE mempunyai nilai
yang tidak signifikan, maka proksi ini tidak bisa diuji lebih lanjut dengan
analisis regresi logistik.
f. Arrogance (Jumlah Foto CEO Terpampang dalam Laporan Tahunan)
Hasil uji signifikansi yang dilakukan dalam wilcoxon signed-rank test
menunjukan nilai yang tidak signifikan atas CEOPIC, yaitu sebesar 0,560
110
atau p > 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa jumlah foto CEO
terpampang dalam laporan tahunan tidak berbeda antara perusahaan
fraud dengan perusahaan non-fraud. Foto CEO dalam suatu laporan
tahunan terlihat dalam foto individual CEO, bersama dewan direksi
lainnya, dan terpampang dalam sebuah kegiatan. Ditemukannya foto
CEO dalam laporan tahunan menimbulkan sebuah anggapan bahwa CEO
mempunyai peran yang penting dalam perusahaan. Yusof, et., al
(2015:33) menyebutkan bahwa foto CEO yang terpampang dalam
laporan tahunan menekankan peran CEO sebagai karakter utama dalam
perusahaan. Karena nilai CEOPIC mempunyai nilai yang tidak
signifikan, maka proksi ini tidak bisa diuji lebih lanjut dengan analisis
regresi logistik.
3. Hasil Uji Analisis Regresi Logistik
Analisis regresi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis
regresi logistik dengan tipe binary logistic regression. Binary logistic
regression merupakan regresi logistik di mana variabel dependennya berupa
variabel dikotomi atau variabel biner (Uyanto, 2009:257). Analisis regresi
logistik dengan tipe binary logistic ini digunakan untuk menjelaskan apakah
variabel independen dapat mendeteksi adanya fraudulent financial statement.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Skousen, et., al (2009),
penelitian ini menampilkan analisis regresi logistik atas variabel independen
yang mempunyai nilai signifikansi wilcoxon signed-rank test yaitu signifikan
111
< 0,05 atau (p < 0,05). Dengan demikian model regresi logistik dalam
penelitian ini, yaitu:
FRAUDi ß0 + β1ROAi + β2BDOUTi + ß3AUDREPORTi + εi
dikarenakan analisis regresi logistik penelitian ini menggunakan binary
logistic regression, maka data penelitian ini juga harus berbentuk kategori.
Kategori dalam penelitian ini yaitu Non-fraud = 0 dan Fraud = 1. Berikut
dijelaskan dalam tabel 4.7.
Tabel 4. 7.
Identifikasi Data
Kemudian, data yang diproses dalam penelitian ini juga harus
memenuhi syarat kelengkapan data dan tidak missing case. Hasil ini bisa
ditunjukan dalam tabel 4.8.
Tabel 4. 8.
Data yang diproses
Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Included in Analysis 260 100,0
Missing Cases 0 ,0
Total 260 100,0
Unselected Cases 0 ,0
Total 260 100,0
Sumber: Output SPSS
Dependent Variable Encoding
Original Value Internal Value
Non-Fraud 0
Fraud 1
Sumber: Output SPSS
112
Dalam tabel di atas jumlah sampel pengamatan dalam penelitian ini yaitu 260
sampel pengamatan. Jumlah tersebut didapat dari jumlah perusahaan x
periode penelitian. Untuk sampel fraud : 26 x 5 = 130 dan sampel non-fraud :
26 x 5 = 130. Dengan demikian didapat 260 sampel pengamatan dari hasil
tambah sampel fraud dan non-fraud : 130 + 130 = 260 sampel pengamatan.
Adapun tahapan dalam pengujian dengan menggunakan analisis regresi
logistik bisa dijelaskan sebagai berikut: (Sarwono, 2013:158)
a. Hasil Uji Menilai Kelayakan Model Regresi
Kelayakan model regresi dinilai dengan menggunakan hosmer
and lemeshow’s goodness of fit test. Hosmer and lemeshow’s goodness of
fit test menguji hipotesis nol bahwa data empiris cocok atau sesuai
dengan model (Ghazali, 2013:341). Tabel 4.9.
Tabel 4. 9.
Hosmer and Lemeshow Test
Hasil dari hosmer and lemeshow’s goodness of fit test
menunjukan nilai chi square sebesar 11,661 dengan df sebesar 8. Nilai
chi square ini tidak menunjukan nilai yang signifikan, yaitu sebesar
0,167 atau (p > 0,05) dalam probabilitas α 0,05. Karena nilai chi square
tidak signifikan, maka hipotesis nol tidak dapat ditolak dan berarti model
mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan model
dapat diterima karena cocok dengan data observasinya. Dengan demikian
Step Chi-square Df Sig.
1 11,661 8 ,167
Sumber: Output SPSS
113
model dikatakan layak digunakan dalam mendeteksi fraudulent financial
statement pada perusahaan.
b. Hasil Uji Menilai Kelayakan Model Regresi Keseluruhan
Kelayakan model regresi secara keseluruhan dapat dinilai
dengan menggunakan nilai log likelihood. Untuk mengukur kebaikan dari
estimasi di dalam regresi logistik biasanya nilai -2 dikalikan dengan log
of the likelihood (-2LogL) (Widarjono, 2015:112). Tabel 4.10
menunjukkan hasil uji penilaian keseluruhan model (block number 0 :
beginning block).
Tabel 4. 10.
Hasil Uji Menilai Keseluruhan Model
(Block Number 0: Beginning Block)
Iteration Historya,b,c
Iteration -2 Log likelihood
Coefficients
Constant
Step 0 1 360,437 ,000
Sumber: Output SPSS
Hasil uji atas -2 log likelihood pada block number 0: beginning block
yang ditampilkan dalam tabel 4.10 terlihat nilai -2LogL sebesar 360,437.
Nilai -2LogL ini signifikan dengan nilai sig. sebesar 0,000 (p < 0,05).
Hasil ini berarti model menolak hipotesis nol, yang berarti model hanya
dengan konstanta saja tidak fit dengan data. Kemudian nilai -2LogL
berikutnya (block number = 1) ditunjukan pada tabel 4.11 berikut ini:
114
Tabel 4. 11.
Hasil Uji Menilai Keseluruhan Model
(Block Number = 1)
Iteration
-2 Log likelihood
Coefficients
Constant ROA BDOUT AUDREPORT
Step 1 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
349,519
348,826
348,606
348,529
348,501
348,490
348,487
348,485
348,485
348,484
348,484
348,484
348,484
348,484
348,484
348,484
348,484
348,484
348,484
348,484
,943
2,026
3,070
4,085
5,091
6,093
7,093
8,094
9,094
10,094
11,094
12,094
13,094
14,094
15,094
16,094
17,094
18,094
19,094
20,094
-,340
-,344
-,344
-,344
-,344
-,344
-,344
-,344
-,344
-,344
-,344
-,344
-,344
-,344
-,344
-,344
-,344
-,344
-,344
-,344
2,736
2,882
2,883
2,883
2,883
2,883
2,883
2,883
2,883
2,883
2,883
2,883
2,883
2,883
2,883
2,883
2,883
2,883
2,883
2,883
-2,067
-3,207
-4,251
-5,266
-6,272
-7,274
-8,275
-9,275
-10,275
-11,275
-12,275
-13,275
-14,275
-15,275
-16,275
-17,275
-18,275
-19,275
-20,275
-21,275
Sumber: Output SPSS
Pada tabel 4.11 terlihat bahwa nilai -2 Log Likelihood (-2LogL)
pada block number = 1 setelah dimasukkan variabel independen, yaitu
ROA, BDOUT, dan AUDREPORT menjadi 348,484. Seperti yang
ditunjukkan pada tabel 4.10 dan 4.11, nilai -2LogL awal (block number =
115
0) sebesar 360,437 dan -2LogL berikutnya (block number = 1) sebesar
348,484. Hasil ini berarti bahwa terjadi penurunan atas nilai -2 LogL
sebesar 11,953. Terjadinya penurunan dari nilai -2 LogL ini
menunjukkan model regresi yang lebih baik atau dengan kata lain yang
dihipotesiskan fit dengan data.
c. Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) dalam regresi logistik disebut dengan
ukuran yang palsu (Pseudo R2), yang digunakan sebagai ukuran kebaikan
garis regresi di dalam regresi logistik (Widarjono, 2015:113). Ada dua
ukuran Pseudo R2 yang bisa digunakan dalam regresi logistik, yaitu Cox
and Snell R2 dan Nagelkerke R
2.
Tabel 4. 12.
Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)
Dari hasil uji atas nilai Cox & Snell R2 dan Nagelkerke R
2
diketahui bahwa masing-masing uji tersebut memiliki nilai yaitu sebesar
0,045 dan 0,060. Dengan demikian, hasil ini menunjukkan bahwa
variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabilitas
variabel independen adalah sebesar 6%. Hasil ini berarti bahwa terdapat
94% variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel
independen lain di luar model penelitian, seperti financial stability
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 348,484a ,045 ,060
Sumber: Output SPSS
116
(pressure), internal control (opportunity), dan total accrual to total asset
(rationalization).
d. Hasil Uji Signifikansi Koefisien Regresi
Hasil dari uji signifikansi koefisien regresi dengan
menggunakan analisis regresi logistik menunjukkan bahwa ROA dan
AUDREPORT tidak mampu dalam mendeteksi terjadinya fraudulent
financial statement, karena mempunyai nilai signifikansi (p > 0,05)
dalam probabilitas α 0,05, yaitu masing-masing sebesar ROA (0,753)
dan AUDREPORT (0,999). Dengan kata lain, hasil ini berarti menolak
hipotesis 1 dan 4.
Kemudian, hasil pengujian ini membuktikan bahwa BDOUT
dengan proporsi komisaris independen mampu mendeteksi terjadinya
fraudulent financial statement dalam perusahaan dengan nilai
signifikansi yaitu sebesar 0,017 atau (p < 0,05) dalam probabilitas α
0,05. Dengan demikian, karena hanya BDOUT yang mempunyai nilai
yang signifikan (p < 0,05), maka BDOUT dianggap layak untuk
membentuk model pendeteksian fraudulent financial statement lebih
lanjut. Tabel 4.13.
117
Tabel 4. 13.
Hasil Uji Signifikansi Koefisien Regresi
Dari hasil uji regresi logistik di atas, didapat sebuah persamaan model
pendeteksian fraudulent financial statement dengan BDOUT sebagai variabel
independen yang memiliki nilai signifikan (p < 0,05), sebagai berikut:
FRAUDi = ß0 + ß1BDOUTi + εi
FRAU i 20,094 + 2,883 OUTi + εi
Selanjutnya, hasil analisis regresi logistik tersebut akan diuji dengan
menggunakan analisis diskriminan dengan metode cross-validation untuk
melihat keakuratan model pendeteksian fraudulent financial statement dalam
penelitian ini.
4. Hasil Uji Analisis Diskriminan (croos-validation method)
Langkah selanjutnya dalam menilai keakuratan model pendeteksian
fraudulent financial statement, penelitian ini menggunakan analisis
diskriminan dengan metode cross-validation. Metode cross-validation sangat
efektif dalam menyajikan sebuah estimasi yang tidak bias dari tingkat
misklasifikasi model (Hair, et., al, 1995 dalam Skousen, et., al, 2009). Berikut
B S.E. Wald df Sig.
Step 1a ROA -,344 1,096 ,099 1 ,753
BDOUT 2,883 1,209 5,685 1 ,017
AUDREPORT -21,275 20073,467 ,000 1 ,999
Constant 20,094 20073,467 ,000 1 ,999
Sumber: Output SPSS
118
persamaan model pendeteksian fraudulent financial statement yang
digunakan dalam uji analisis diskriminan cross-validation method:
FRAUDi = ß0 + ß1BDOUTi + ε
Model di atas dibangun karena secara statistik signifikan dalam
model regresi logistik dan memiliki model yang layak digunakan untuk
menilai keakuratan model pendeteksian fraudulent financial statement. Hasil
dari analisis regresi logistik secara parsial ditampilkan pada tabel 4.14 di
mana BDOUT memiliki nilai yang signifikan dalam model pendeteksian
fraudulent financial statement.
Tabel 4. 14.
Model Pendeteksian Fraudulent Financial Statement
Hasil analisis regresi logistik pada BDOUT di atas menghasilkan
nilai yang signifikan, yaitu sebesar 0,020 (p < 0,05). Hasil ini juga
menghasilkan nilai R2 sebesar 0,030 atau 3% dan nilai hosmer and
lemeshow’s goodness of fit test (chi squre = 8,960) yang tidak signifikan
sebesar 0,062 (p > 0,05), sebagaimana yang bisa dilihat pada tabel 4.15 dan
4.16. Dengan demikian, model pendeteksian fraudulent financial statement
dikatakan layak.
B S.E. Wald df Sig.
Step 1a BDOUT 2,802 1,202 5,437 1 ,020
Constant -1,125 ,497 5,129 1 ,024
Sumber: Output SPSS
119
Tabel 4. 15.
Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 354,616a ,022 ,030
Sumber: Output SPSS
Tabel 4. 16.
Hasil Uji Hosmer and Lemeshow
Step Chi-square df Sig.
1 8,960 4 ,062
Sumber: Output SPSS
Mengacu pada penelitian Skousen, et., al (2009), penelitian ini
menggunakan analisis diskriminan dengan metode cross-validation dalam
menguji faktor risiko fraud yang bisa digunakan dalam membangun model
pendeteksian fraudulent financial statement. Berikut merupakan hasil
pengujian dari analisis diskriminan dengan menggunakan metode cross-
validation, sebagai berikut: tabel 4. 17.
Tabel 4. 17.
Analisis Diskriminan (Logit < 0,05)
firm Predicted Group Membership
Total Non-Fraud Fraud
Cross-validatedb Count Non-Fraud 99 31 130
Fraud 74 56 130
% Non-Fraud 76,2 23,8 59,6%
Fraud 56,9 43,1
Sumber: Output SPSS
120
Hasil dari pengujian analisis diskriminan dengan menggunakan
metode cross validation di atas menunjukkan bahwa akurasi model
pendeteksian fraudulent financial statement secara keseluruhan adalah
sebesar 59,6% dengan tingkat misklasifikasi secara keseluruhan sebesar
40,4%. Jumlah akurasi model bisa dihitung dengan menggunakan rumus
berikut: (Ghazali, 2013)
99+56
260 00 59,6
Hasil ini juga menunjukkan bahwa secara akurat klasifikasi atas perusahaan
fraud sebesar 43,1% dan perusahaan non-fraud sebesar 76,2%.
C. Pembahasan
a. Hasil Uji Analisis Regresi Logistik
1. Financial Targets dengan Fraudulent Financial Statement
Hasil uji signifikansi yang dilakukan dengan analisis regresi
logistik terhadap financial targets yang diproksikan dengan ROA
menunjukan bahwa financial targets tidak memiliki nilai yang signifikan
dalam pendeteksian fraudulent financial statement, dalam hal ini nilai
probabilitas signifikansi ROA, yaitu sebesar 0,753 atau (p > 0,05) dalam
probabilitas α 0,05. Meskipun hasil wilcoxon signed-rank test
menunjukkan perbedaan yang signifikan antara perusahaan fraud dan
non-fraud, tetapi saat diuji dengan analisis regresi logistik, ROA tidak
mampu mengidentifikasi fraud pada perusahaan. Dengan demikian, hasil
pengujian di atas dapat disimpulkan bahwa financial targets yang
121
diproksikan dengan ROA tidak mampu mendeteksi fraudulent financial
statement atau dalam kata lain menolak hipotesis 1 atau H1.
Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Tessa dan
Harto (2016); Dalnial, et., al (2014); Sukirman dan Sari (2013); dan
Skousen, et., al (2009) yang menunjukan bahwa financial targets yang
ditunjukkan dengan proksi ROA tidak memiliki pengaruh signifikan
terhadap fraudulent financial statement, atau dalam kata lain tidak
mempunyai kemampuan dalam mendeteksi fraudulent financial
statement. Namun, hasil ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan
oleh Huang, et., al (2016); Yesiariani dan Rahayu (2016); Lin, et., al
(2015); Firmanaya dan Syafruddin (2014); dan Suyanto (2009), dimana
financial targets memiliki pengaruh yang signifikan terhadap fraudulent
financial statement.
Return on Asset (ROA) merupakan sebuah ukuran dari kinerja
operasi perusahaan yang digunakan untuk mengidentifikasi seberapa
efisien penggunaan asset yang dimiliki (Skousen, et., al, 2009:62).
Ketidakmampuan ROA atau financial targets dalam mendeteksi
fraudulent financial statement, dikarenakan ROA tidak mampu dalam
membedakan perusahaan fraud dan non-fraud. Sebagaimana terlihat pada
penelitian Sukirman dan Sari (2013) dan Skousen, et., al (2009), di mana
ROA tidak mampu membedakan perusahaan fraud dan non-fraud.
Tiffani dan Marfuah (2015:122) mengemukakan bahwa tidak
berpengaruhnya ROA terhadap financial statement fraud juga disebabkan
122
karena manajer menganggap bahwa besarnya target ROA masih dinilai
wajar dan bisa dicapai. Sehingga financial targets tidak memicu adanya
fraudulent financial statement oleh manajemen.
Financial targets memberikan motivasi dalam memperbaiki
kinerja manajemen untuk menghasilkan dampak yang positif terhadap
keputusan investor dan kreditor, serta stakeholders lainnya. Konsep
profitabilitas atau ROA di dalam teori keuangan sering digunakan
sebagai indikator kinerja fundamental perusahaan mewakili kinerja
manajemen (Harmono, 2014:110). Apabila kinerja manajemen
perusahaan yang diukur menggunakan dimensi profitabilitas atau ROA
dalam kondisi baik, maka akan memberikan dampak positif terhadap
keputusan investor dan kreditor (Harmono, 2014:110).
2. Ineffective Monitoring dengan Fraudulent Financial Statement
Ineffective monitoring dalam penelitian ini diproksikan sebagai
proporsi komisaris independen dalam sebuah struktur dewan komisaris di
perusahaan. Hasil uji signifikansi regresi logistik menunjukkan bahwa
BDOUT memiliki nilai yang signifikan sebesar 0,017 atau (p < 0,05)
dalam probabilitas α 0,05. Hasil ini juga didukung oleh hasil wilcoxon
signed-rank test yang menunjukkan hasil yang signifikan, yaitu sebesar
0,005 atau (p < 0,05).
Hasil pengujian di atas dapat disimpulkan bahwa ineffective
monitoring yang diproksikan dengan BDOUT mampu mengidentifikasi
fraud pada perusahaan. Sehingga ineffective monitoring dalam penelitian
123
ini dapat disimpulkan mampu mendeteksi fraudulent financial statement
atau dalam kata lain menerima hipotesis 3 atau H3.
Hasil ini mendukung penelitian Prabowo (2014) yang
menemukan pengaruh signifikan positif antara proporsi komisaris
independen dengan manajemen laba. Namun, hasil ini tidak mendukung
penelitian yang dilakukan oleh Tessa dan Harto (2016) dan Yesiariani
dan Rahayu (2016) yang mengemukakan bahwa ineffective monitoring
tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap fraudulent financial
statement.
Keberadaan dewan komisaris independen dalam suatu perusahaan
merupakan suatu faktor yang signifikan dalam peningkatan pengawasan
operasional perusahaan (Yesiariani dan Rahayu, 2016:19). Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) berdasarkan peraturan Nomor 33/POJK.04/2014 sudah
mengatur bahwa dalam rangka meningkatkan penerapan prinsip tata
kelola perusahaan yang baik bagi emiten atau perusahaan publik perlu
adanya aturan yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab dari
Dewan Komisaris dan Direksi. Dalam peraturan tersebut dijelaskan
bahwa jumlah komisaris independen wajib paling kurang 30% (tiga
puluh persen) dari jumlah seluruh anggota Dewan Komisaris. Namun,
berdasarkan hasil uji signifikansi regresi logistik bisa dilihat bahwa arah
dari adanya komisaris independen ini yaitu β = 2,883 sebagaimana yang
bisa dilihat pada tabel 4.13, yang berarti memiliki hubungan yang positif.
124
Hasil signifikan positif atas BDOUT menunjukkan bahwa adanya
komisaris independen cenderung akan meningkatkan adanya potensi
kecurangan yang akan muncul, dimana saat tidak adanya koordinasi yang
baik antara komisaris independen dengan anggota komisaris perusahaan
yang lain. Prabowo (2014:97) mengungkapkan bahwa semakin besar
anggota dewan komisaris berasal dari luar perusahaan menyebabkan
masalah dalam koordinasi yang menyebabkan turunnya fungsi
pengawasan yang dapat mengganggu komisaris independen dalam
mengambil keputusan.
Kemudian, Gideon (2005:183) menambahkan bahwa kuatnya
kendali pendiri perusahaan dan kepemilikan saham mayoritas
menjadikan dewan komisaris tidak independen. Sehingga fungsi
pengawasan yang seharusnya menjadi tanggungjawab anggota dewan
komisaris menjadi tidak efektif.
3. Rationalization dengan Fraudulent Financial Statement
Rationalization dalam penelitian ini diproksikan dengan opini
audit. Hasil uji signifikansi regresi logistik menunjukan bahwa opini
audit memiliki nilai yang tidak signifikan, yaitu sebesar 0,999 atau (p >
0,05), dalam probabilitas α 0,05. Meskipun, hasil signifikansi
AUDREPORT pada wilcoxon signed-rank test menunjukkan hasil yang
signifikan, yaitu sebesar 0,046 atau (p < 0,05), tetapi saat diuji dengan
analisis regresi logistik, AUDREPORT tidak mampu mengidentifikasi
fraud pada perusahaan.
125
Dengan demikian, hasil pengujian di atas dapat disimpulkan
bahwa rationalization yang diproksikan dengan AUDREPORT tidak
mampu mengidentifikasi fraud pada perusahaan. Sehingga
rationalization dalam penelitian ini disimpulkan tidak mampu
mendeteksi fraudulent financial statement atau dalam kata lain menolak
hipotesis 4 atau H4.
Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Firmanaya
dan Syafruddin (2014); Skousen, et., al (2009); dan Suyanto (2009) yang
menunjukkan bahwa rationalization dengan proksi opini audit tidak
dapat mendeteksi atau berpengaruh terhadap fraudulent financial
statement. Namun hasil ini tidak mendukung penelitian Sukirman dan
Sari (2013), dimana opini audit sebagai proksi dari rationalization
memiliki kekuatan dalam memprediksi apakah sebuah perusahaan
tergolong fraud atau non-fraud.
Hasil ini membuktikan bahwa rationalization merupakan variabel
yang sulit diukur dari model fraud sebagaimana yang dikemukakan
dalam Skousen, et., al. (2009:66). Ketidakmampuan AUDREPORT
dalam mengidentifikasi fraud pada penilitian ini dikarenakan adanya
penyimpangan yang terjadi pada laporan keuangan, namun tidak bisa
dideteksi oleh Auditor sehingga memengaruhi hasil opini audit. Widarti
(2015:242) menyebutkan bahwa tidak berpengaruh-nya AUDREPORT
terhadap kecurangan laporan keuangan disebabkan oleh tidak
terdeteksinya penyimpangan atau kesalahan yang terjadi dalam laporan
126
keuangan. Selanjutnya, Widarti (2015:242) menyatakan bahwa penyebab
tidak terdeteksinya penyimpangan tersebut mungkin disebabkan oleh
penggunaan basis akuntansi akrual yang dalam pelaksanaannya
diperbolehkan oleh Standar Akuntansi Keuangan. Sehingga manajemen
dapat leluasa untuk memodifikasi laporan keuangan untuk menghasilkan
jumlah laba yang diinginkan dalam penggunaan dasar akrual.
b. Hasil Uji Analisis Diskriminan (cross-validation method)
Analisis diskriminan dalam penelitian ini digunakan dalam menguji
keakuratan model pendeteksian fraudulent financial statement. Dalam
penelitian ini digunakan hasil uji regresi logistik yang ditunjukkan dalam
tabel 4.14 atas uji atas ineffective monitoring terhadap fraudulent financial
statement. Di mana ineffective monitoring merupakan variabel yang sudah
lolos uji signifikansi analisis regresi logistik sebelumnya dan dianggap layak
digunakan dalam membentuk model pendeteksian fraudulent financial
statement.
Dari hasil analisis diskriminan ini didapat bahwa secara keseluruhan
keakuratan dari model pendeteksian fraudulent financial statement dalam
penelitian ini sebesar 59,6%. Kemudian dari keakuratan prediksi perusahaan
fraud dan non-fraud dalam penelitian ini yaitu masing-masing sebesar fraud
(43,1%) dan non-fraud (76,2%). Sebagai perbandingan, penelitian ini
menampilkan dua penelitian sebelumnya yang menggunakan cross-validation
method untuk mengidentifikasi keakuratan model fraud. Tabel 4.18 sebagai
berikut:
127
Tabel 4.18
Analisis Diskriminan (Cross-validation Method)
Penelitian-penelitian sebelumnya
No Nama Peneliti dan
Tahun
Overall
classification
Fraud
classification
Non-fraud
classification
1 Badrus (2017) 59,6% 43,1% 76,2%
2 Suyanto (2009) 67,1% 51% 77%
3 Kaminski, et., al (2004) 43,9%-65,9% 1,8%-41,9% 84,2 – 90%
Sumber: Diolah dari penelitian terkait
Berdasarkan perbandingan dengan hasil penelitian-penelitian
sebelumnya dalam tabel 4.18, hasil uji analisis diskriminan dengan cross-
validation method pada penelitian ini dapat diartikan memiliki keakuratan
model pendeteksian fraudulent financial statement yang baik serta mampu
memprediksi dengan tepat perusahaan yang tergolong fraud dan non-fraud.
128
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan dengan wilcoxon signed-rank test,
analisis regresi logistik dan analisis diskriminan (cross-validation method), maka
didapat kesimpulan sebagai berikut:
1. Financial targets tidak mampu mendeteksi fraudulent financial statement
pada perusahaan publik di Indonesia. Hasil ini mendukung penelitian yang
dilakukan oleh Tessa dan Harto (2016); Dalnial, et., al (2014); Sukirman dan
Sari (2013); dan Skousen, et., al (2009).
2. Ineffective monitoring mampu mendeteksi fraudulent financial statement
pada perusahaan publik di Indonesia. Hasil ini mendukung penelitian yang
dilakukan oleh Prabowo (2014).
3. Rationalization tidak mampu mendeteksi fraudulent financial statement
pada perusahaan publik di Indonesia. Hasil ini mendukung penelitian yang
dilakukan oleh Firmanaya dan Syafruddin (2014); Skousen, et., al (2009);
dan Suyanto (2009).
4. Ineffective monitoring secara akurat mampu membentuk model pendeteksian
fraudulent financial statement dan secara tepat mampu memprediksi
perusahaan fraud dan non-fraud berdasarkan hasil analisis diskriminan dan
perbandingan dengan hasil penelitian sebelumnya, yaitu Suyanto (2009) dan
Kaminski, et., al (2004).
129
B. Saran
Dari hasil penelitian ini, diharapkan penelitian selanjutnya bisa lebih baik lagi
dalam membentuk model pendeteksian fraudulent financial statement, dengan
memasukkan beberapa pertimbangan berikut:
1. Penelitian selanjutnya disarankan menggunakan proksi-proksi lain atas
rasio keuangan maupun rasio non-keuangan untuk model fraud pentagon,
seperti: financial stability (pressure), internal control (opportunity), dan
total accrual to total asset (rationalization), agar mendapatkan hasil yang
lebih baik dan dapat membentuk model pendeteksian fraudulent financial
statement dengan lebih akurat.
2. Penelitian selanjutnya disarankan untuk menambah sampel perusahaan dan
tahun pengamatan yang lebih lama, yaitu > 5 tahun.
3. Penelitian selanjutnya disarankan menggunakan sampel data dari sektor
lain, seperti sektor pemerintahan sebagai salah satu sektor yang paling
sering terjadi kecurangan dan mendapat perhatian besar dari masyarakat
Indonesia.
4. Penelitian selanjutnya disarankan menggunakan metode kualitatif untuk
beberapa variabel yang masih sulit diukur dengan menggunakan metode
kuantitatif, seperti untuk indikator rationalization dan capability.
130
DAFTAR PUSTAKA
Abdullahi, R., & Mansor, N. (2015). Fraud Triangle Theory and Fraud Diamond
Theory. Understanding the Convergent and Divergent For Future
Research. International Journal of Academic Research in Accounting,
Finance and Management Sciences, 38-45.
Abdullahi, R., Mansor, N., & Nuhu, M. S. (2015). Fraud Triangle Theory and
Fraud Diamond Theory: Understanding the Convergent and Divergent for
Future Research. European Journal of Business and Management, 7.
Abdullahi, R., Mansor, N., Kida, M. I., & Safi, N. (2016). An Empirical Analysis
on the Influence of Social Conditioning and Capability toward Financial
Fraud in Kano State Public Sectors. Journal of Research in Humanities
and Social Sciences, 100-106.
Albrecht, W. S., Albrecht, C., & Albrecht, C. C. (2008). Current Trends in Fraud
and its Detection. Information Security Journal: A Global Perspective, 2-
12.
American Institute of Certified Public Accountants (AICPA). (2002). Statement of
Auditing Standards No. 99.
Arens, A. A., Elder, R. J., & Beasley, M. S. (2008). Auditing dan Jasa Assurance:
Pendekatan Terintegrasi Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Association of Certified Fraud Examiners. (2016). Report to the Nations on
Occupational Fraud and Abuse. Association of Certified Fraud
Examiners.
Auditor of Public Accounts. (2011). The Fraud Triangle. Virginia SEC Semper
Tyrannis.
Awang, Y., Ismail, S., & Abdul Rahman, A. (2015). Inclination Towards Fraud
Among the Participants in Financial Reporting Process. International
Conference on Accounting Studies (ICAS) 2015. Johor: International
Conference on Accounting Studies (ICAS).
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. (2011). Salinan
Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
Nomor: KEP-614/BL/2011. Jakarta: Kementerian Keuangan Republik
Indonesia.
131
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. (2012). Salinan
Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
Nomor: KEP-347/BL/2012. Jakarta: Kementerian Keuangan Republik
Indonesia.
Beneish, M. D. (1997). Detecting GAAP Violation: Implications for Assessing
Earnings Management among Firms with Extreme Financial
Performance. Journal of Accounting and Public Policy, 271-309.
Boediono, G. S. (2005). Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate
Governance dan Dampak Manajemen Laba Dengan Menggunakan
Analisis Jalur. SNA VIII Solo, 172-194.
Corwe Horwath. (2010). llA Practice Guide: Fraud and Internal Audit.
Crowe Horwath. (2011). Article on Fraud.
Dalnial, H., Kamaluddin , A., Sanusi, Z. M., & Khairuddin, K. S. (2014).
Detecting Fraudulent Financial Reporting through Financial Statement
Analysis. Journal of Advanced Management Science, 2, 17-22.
Dorminey, J., Fleming , S., Kranacher, M.-J., & Riley, R. (2012). The Evolution of
Fraud Theory. American Accounting Association: Issues in Accounting
Education, 555-579.
Eisenhardt , K. M. (1989). Agency Theory: An Assessment and Review. Academy
of Management Review, 14, 57-74.
Firmanaya, F., & Syafruddin, M. (2014). Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kecurangan Laporan Keuangan (Studi Empiris pada
Perusahaan Non Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Tahun 2008-2011). Diponegoro Journal of Accounting, 3, 1-11.
Ghazali, I. (2013). Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21 Update
PLS Regresi Edisi 7. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Harmono. (2014). Manajemen Keuangan Berbasis Balance Scorecard
Pendekatan Teori, Kasus, dan Riset Bisnis. Jakarta: Bumi Aksara.
Hogan, C. E., Rezaee, Z., Riley, R. A., & Kelury, U. K. (2008). Financial
Statement Fraud: Insights form the Academic Literature. Auditing: A
Journal of Practice & Theory, 231-252.
Huang , S. Y., Lin, C.-C., Chiu, A.-A., & Yen, D. C. (2016). Fraud Detection
Using Fraud Triangle Risk Factors. Springer Science.
132
Independent Investigation Committe. (2015). Investigation Report For Toshiba
Corporation: Summary Version. Independent Investigation Committe For
ToshibaCorporation.
Jensen, M. C., & Meckling, W. H. (1976). Theory of the Firm: Managerial
Behavior, Agency Costs and Ownership Structure. Journal of Financial
Economics.
Kaminski, K. A., Wetzel, T. S., & Guan, L. (2004). Can Financial Ratios Detect
Fraudulent Financial Reporting? Emerald Insight: Manajerial Auditing
Journal, 15-28.
Karyono. (2013). Forensic Audit. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Kassem, R., & Higson, A. (2012). The New Fraud Triangle . Journal of Emerging
Trends in Economics and Management Sciences, 191-195.
Lin, C.-C., Chiu, A.-A., Huang, S. Y., & Yen, D. C. (2015). Detecting The
Financial Statement Fraud: The Analysis of the Differences Between Data
Mining Techniques and Expert's Judgment. Elsevier: Knowledge-based
Systems.
Otoritas Jasa Keuangan. (2014). Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
33/POJK.04/2014 Tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten atau
Perusahaan Publik.
Prabowo, D. A. (2014). Pengaruh Komisaris Independen, Independensi Komite
Audit, Ukuran dan Jumlah Pertemuan Komite Audit Terhadap Manajemen
Laba (Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia 2010 – 2012). Accounting Analysis Journal.
Priantara, D. (2013). Fraud Auditing & Investigation. Jakarta: Mitra Wacana
Media.
Purba, B. P. (2015). Fraud dan Korupsi: Pencegahan, Pendeteksian, dan
Pemberantasannya. Jakarta Timur: Lestari Kiranatama.
Rezaee, Z. (2002). Financial Statement Fraud: Prevention and Detection. New
York: John Wiley & Sons, Inc.
Riahi, A., & Belkaoui. (2011). Accounting Theory edisi 5. Jakarta: Salemba
Empat.
Ruankaew, T. (2013). The Fraud Factors. International Journal of Management
and Administrative Sciences (IJMAS), 1-5.
133
Ruankaew, T. (2016). Beyond the Fraud Diamond. International Journal of
Business Management and Economic Research , 7, 474-476.
Rudewicz, F. (2011). The Fraud Diamond: Use of Investigative Due Diligence to
Identify the “Capability Element of Fraud”. CTTMA NEWSLETTER, pp.
1-13.
Sarwono, J. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Sarwono, J. (2013). Statistik Multivariat Aplikasi untuk Skripsi. Yogyakarta: CV
Andi.
Sekaran, U. (2011). Research Methods For Business. Jakarta: Salemba Empat.
Sekaran, U., & Bougie, R. (2013). Research Methods for Business. United
Kingdom: John Wiley & Sons Ltd.
Skousen, C. J., Smith, K. R., & Wright, C. J. (2009). Detecting and Predicting
Financial Statement Fraud: the Effectiveness of the Fraud Triangle and
SAS No. 99. Corporate Governance and Firm Performance Journal , 13,
53-81.
Spathis, C. T. (2002). Detecting False Financial Statements Using Published
Data: Some Evidence from Greece. Emerald Insight: Managerial Auditing
Journal, 179-191.
Sukirman, S., & Sari, M. P. (2013). Model Deteksi Kecurangan Berbasis Fraud
Triangle (Studi Kasus Pada Perusahaan Publik di Indonesia). Jurnal
Akuntansi & Auditing Universitas Negeri Semarang, 9, 199-225.
Summers, S. L., & Sweeney, J. T. (1998). Fraudulently Misstated Financial
Statements and Insider Trading: An Empirical Analysis. The Accounting
Review, 131-146.
Suyanto, S. (2009). Fraudulent Financial Statement Evidence From Statement on
Auditing Standard No. 99. Gadjah Mada International Journal of
Business, 11, 117-144.
Tessa, C., & Harto, P. (2016). Fraudulent Financial Reporting: Pengujian Teori
Fraud Pentagon Pada Sektor Keuangan Dan Perbankan Di Indonesia.
Simposium Nasional Akuntansi XIX. Lampung: Simposium Nasional
Akuntasi XIX.
134
Tiffani, L., & Marfuah. (2015). Deteksi Financial Statement Fraud Dengan
Analisis Fraud Triangle Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, 112-125.
Tuanakotta, T. M. (2012). Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif Edisi 2.
Jakarta: Salemba Empat.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan
Uyanto, S. S. (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Vasiu, L., Warren, M., & Mackay, D. (2003). Defining Fraud: Issues for
Organizations from an Information Systems Perspective. 7th Pacific Asia
Conference on Information Systems, (pp. 971-979). Adelaide.
Widarjono, A. (2015). Analisis Multivariat Terapan Dengan Program SPSS,
AMOS, dan Smartplas. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Widarti. (2015). Pengaruh Fraud Triangle Terhadap Deteksi Kecurangan
Laporan Keuangan Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI). Jurnal Manajemen dan Bisnis Sriwijaya, 229-
244.
Wolfe, D. T., & Hermanson, D. R. (2004). The Fraud Diamond: Considering the
Four Elements of Fraud. The CPA Journal.
Yesiariani, M., & Rahayu, I. (2016). Analisis Fraud Diamond Dalam Mendeteksi
Financial Statement Fraud (Studi Empiris pada Perusahaan LQ-45 yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2014). Simposium
Nasional Akuntansi XIX. Lampung: Simposium Nasional Akuntansi XIX.
Yusof, M., Khair, A., & Simon, J. (2015). Fraudulent Financial Reporting: An
Application of Fraud Models to Malaysian Public Listed Companies. The
Macrotheme review: A Multidisciplinary Journal of Global Macro Trends,
126-145.
135
LAMPIRAN PENELITIAN
136
Lampiran 1: Kertas Kerja (worksheet) Penelitian
Tahun 2011
Perusahaan fraud 2011
Fraud ROA LEV BDOUT AUDREPORT DCHANGE CEOPIC
1 0,027 1,740 0,333 1 0 2
2 0,127 0,411 0,333 1 0 8
3 -0,026 0,103 0,333 1 1 1
4 0,074 2,306 0,333 1 0 4
5 -0,616 7,451 0,500 1 1 0
6 0,029 2,168 0,400 1 0 2
7 -0,082 3,746 0,400 1 1 1
8 0,005 1,072 0,500 1 0 5
9 -0,103 1,631 0,500 1 0 0
10 0,028 0,339 0,333 1 0 1
11 -0,181 40,372 0,400 0 1 1
12 0,005 0,703 0,500 1 0 2
13 0,032 5,964 0,333 1 0 10
14 0,007 1,169 0,333 1 0 2
15 0,036 0,243 0,333 1 0 4
16 0,027 3,112 0,667 1 1 2
17 0,002 2,285 0,500 1 1 0
18 0,103 0,495 0,333 1 1 3
19 -0,019 3,545 0,500 1 1 4
20 0,093 1,087 0,333 1 0 2
21 0,105 0,307 0,000 1 0 0
22 0,045 0,941 0,714 1 1 3
23 0,020 0,594 0,333 1 0 1
24 -0,162 -2,055 0,500 1 1 3
25 -0,054 0,141 0,333 1 1 5
26 0,000 1,541 0,500 1 1 1
Perusahaan non-fraud 2011
Non-
Fraud
ROA LEV BDOUT AUDREPORT DCHANGE CEOPIC
1 0,050 1,081 0,333 1 0 3
2 0,138 0,369 0,222 1 1 2
3 0,021 1,065 0,400 1 0 1
4 0,084 0,213 0,333 1 0 2
5 0,041 1,836 0,333 1 0 0
6 -0,021 1,074 0,333 1 1 5
7 0,019 0,833 0,333 1 1 1
(Bersambung ke halaman selanjutnya)
137
Perusahaan non-fraud 2011 (lanjutan)
Non-
Fraud
ROA LEV BDOUT AUDREPORT DCHANGE CEOPIC
8 0,050 2,295 0,250 1 1 3
9 0,040 0,833 0,333 1 1 0
10 0,011 2,478 0,333 1 0 1
11 0,006 4,025 0,500 1 1 2
12 0,029 3,646 0,333 1 1 3
13 0,000 2,667 0,500 1 1 5
14 0,033 1,182 0,333 1 0 2
15 0,014 0,360 0,500 1 0 0
16 0,091 0,682 0,375 1 1 9
17 0,030 0,137 0,333 1 0 2
18 0,128 0,287 0,400 1 1 6
19 0,024 3,518 0,400 1 0 2
20 0,123 0,470 0,500 1 1 0
21 0,086 1,354 0,500 1 1 2
22 0,079 0,549 0,375 1 1 2
23 0,074 0,509 0,333 1 0 2
24 0,109 2,725 0,333 1 0 0
25 0,136 0,123 0,333 1 1 3
26 0,027 2,462 0,429 1 1 1
Tahun 2012
Perusahaan fraud 2012
Fraud ROA LEV BDOUT AUDREPORT DCHANGE CEOPIC
1 0,001 2,087 0,333 1 0 2
2 0,152 0,536 0,333 1 0 5
3 0,049 0,041 0,333 1 0 1
4 0,067 2,019 0,333 1 1 4
5 0,036 6,328 0,500 1 0 0
6 0,007 2,201 0,400 1 0 2
7 -0,066 7,172 0,400 1 0 2
8 0,023 1,868 0,500 1 0 6
9 -0,085 1,107 0,333 1 1 3
10 0,013 0,324 0,333 1 0 2
11 -0,105
-
31,781 0,400 0 0 1
12 0,014 0,623 0,500 1 0 2
(Bersambung ke halaman selanjutnya)
138
Perusahaan fraud 2012 (lanjutan)
Fraud ROA LEV BDOUT AUDREPORT DCHANGE CEOPIC
13 0,003 7,528 0,333 1 1 9
14 0,543 0,723 0,333 1 0 2
15 -0,003 0,363 0,333 0 1 3
16 0,078 3,396 0,667 1 0 1
17 0,099 2,309 0,500 1 0 0
18 0,101 0,294 0,375 1 1 5
19 -0,050 6,547 0,500 1 0 2
20 0,066 0,932 0,333 1 0 2
21 0,103 0,267 0,000 1 0 0
22 0,053 1,168 0,714 1 0 3
23 0,018 0,743 0,333 1 0 1
24 -0,040 0,041 0,500 1 1 2
25 0,214 0,132 0,333 1 0 5
26 -0,010 1,559 0,500 1 1 2
Perusahaan non-fraud 2012
Non-
Fraud
ROA LEV BDOUT AUDREPORT DCHANGE CEOPIC
1 0,067 1,011 0,333 1 0 4
2 0,029 0,355 0,300 1 0 3
3 0,024 1,135 0,400 1 0 1
4 0,075 0,172 0,333 1 1 3
5 0,027 1,875 0,333 1 0 0
6 -0,058 1,593 0,333 1 0 3
7 0,020 1,296 0,333 1 1 1
8 0,010 2,651 0,333 1 0 5
9 0,028 0,819 0,333 1 0 0
10 -0,013 2,839 0,333 1 0 1
11 -0,047 5,455 0,500 1 0 2
12 0,054 1,286 0,333 1 0 3
13 -0,023 3,684 0,500 1 0 5
14 0,030 1,232 0,333 1 0 4
15 0,030 0,296 1,000 1 0 0
16 0,084 0,634 0,375 1 1 3
17 0,019 0,563 0,333 1 0 2
18 0,197 0,228 0,400 1 0 4
19 0,022 3,743 0,400 1 0 7
20 0,052 0,428 0,500 1 1 0
21 0,039 0,568 0,333 1 0 2
22 0,088 0,591 0,375 1 0 4
(Bersambung ke halaman selanjutnya)
139
Perusahaan non-fraud 2012 (lanjutan)
Non-
Fraud
ROA LEV BDOUT AUDREPORT DCHANGE CEOPIC
23 0,047 1,123 0,333 1 0 0
24 0,072 1,789 0,333 1 1 0
25 0,198 0,108 0,333 1 0 3
26 0,013 2,464 0,429 1 0 1
Tahun 2013
Perusahaan fraud 2013
Fraud ROA LEV BDOUT AUDREPORT DCHANGE CEOPIC
1 -0,044 2,654 0,333 1 1 1
2 0,019 0,709 0,333 1 1 18
3 -0,031 0,138 0,333 1 0 1
4 0,049 1,506 0,333 1 0 3
5 0,001 6,617 0,500 1 0 0
6 0,009 3,187 0,500 1 1 2
7 0,002 21,473 0,400 1 1 0
8 1,072 -6,863 0,500 1 1 7
9 0,195 0,292 0,333 1 0 5
10 0,027 0,000 0,333 1 1 2
11 -0,347 -3,530 0,333 0 0 2
12 -0,004 0,436 0,500 1 0 2
13 -0,051 15,462 0,333 1 0 5
14 -0,029 0,967 0,333 1 1 2
15 -0,077 0,443 0,333 1 1 3
16 0,042 3,995 0,667 1 0 2
17 0,109 0,138 0,500 1 0 0
18 0,106 0,374 0,375 1 1 3
19 0,254 1,662 0,500 1 1 1
20 0,089 0,704 0,333 1 0 2
21 0,128 0,352 0,333 1 1 0
22 0,051 1,210 0,750 1 1 3
23 -0,067 -3,559 0,333 1 1 1
24 0,016 0,021 0,500 1 1 2
25 -0,219 0,083 0,500 1 1 3
26 0,012 1,549 0,500 1 1 2
140
Perusahaan non-fraud 2013
Non-
Fraud
ROA LEV BDOUT AUDREPORT DCHANGE CEOPIC
1 0,087 1,259 0,333 1 0 6
2 0,017 0,331 0,300 1 1 3
3 -0,014 1,354 0,400 1 0 1
4 0,078 0,137 0,333 1 0 3
5 -0,036 2,899 0,333 1 1 0
6 0,002 2,001 0,333 1 0 4
7 0,008 1,922 0,333 1 0 1
8 0,002 2,781 0,333 1 0 5
9 0,029 0,899 0,333 1 1 0
10 -0,016 2,406 0,500 1 0 0
11 -0,189 12,537 0,333 1 1 2
12 0,059 1,294 0,333 1 0 3
13 -0,008 4,260 0,600 1 1 3
14 -0,054 1,589 0,333 1 0 6
15 0,025 0,514 0,500 1 0 0
16 0,109 0,459 0,375 1 1 3
17 0,017 0,823 0,333 1 0 2
18 0,188 0,242 0,400 1 1 6
19 0,024 3,649 0,333 1 1 5
20 -0,029 0,553 0,600 1 1 0
21 0,025 0,630 0,333 1 1 4
22 0,129 0,683 0,375 1 1 3
23 0,010 2,606 0,333 1 0 2
24 0,081 1,128 0,333 1 0 0
25 0,211 0,097 0,333 1 0 3
26 0,010 2,253 0,429 1 0 1
Tahun 2014
Perusahaan fraud 2014
Fraud ROA LEV BDOUT AUDREPORT DCHANGE CEOPIC
1 0,016 2,453 0,400 1 1 1
2 -0,034 0,826 0,333 1 1 4
3 -0,013 0,918 0,333 1 1 2
4 0,044 1,562 0,333 1 1 4
5 0,002 6,190 0,500 1 0 0
6 0,001 4,234 0,500 1 0 2
7 -0,206 -8,071 0,400 1 0 0
(Bersambung ke halaman selanjutnya)
141
Perusahaan fraud 2014 (lanjutan)
Fraud ROA LEV BDOUT AUDREPORT DCHANGE CEOPIC
8 0,013 -6,177 0,500 1 0 3
9 0,032 0,367 0,333 1 1 3
10 0,046 0,000 0,333 1 0 2
11 0,003 -3,380 0,333 1 0 2
12 -0,077 0,473 0,500 1 1 2
13 -0,013 5,314 0,333 1 0 9
14 0,194 0,636 0,333 1 0 2
15 -0,078 0,607 0,333 1 1 8
16 0,125 2,047 0,667 1 1 3
17 0,261 0,032 0,500 1 0 0
18 0,074 0,220 0,375 1 0 0
19 -0,512 1,129 0,500 1 0 4
20 0,061 0,588 0,333 1 0 2
21 0,136 0,216 0,333 1 0 0
22 0,083 1,148 0,667 1 1 4
23 -0,052 4,027 0,500 1 1 3
24 0,004 0,045 0,500 1 1 0
25 -0,013 0,991 0,500 1 0 3
26 0,005 1,590 0,500 1 1 2
Perusahaan non-fraud 2014
Non-
Fraud
ROA LEV BDOUT AUDREPORT DCHANGE CEOPIC
1 0,061 1,330 0,333 1 0 6
2 0,074 0,307 0,300 1 0 6
3 0,023 1,629 0,600 1 0 1
4 0,085 0,082 0,333 1 1 3
5 0,011 3,004 0,333 1 1 0
6 -0,056 2,574 0,333 1 1 4
7 0,013 2,003 0,333 1 0 1
8 -0,102 4,565 0,333 1 1 5
9 0,040 0,770 0,333 1 0 0
10 -0,018 3,486 0,500 1 1 1
11 0,029 8,706 0,333 1 0 3
12 0,067 1,074 0,333 1 0 4
13 -0,030 5,698 0,667 1 0 5
14 0,007 1,765 0,333 1 1 6
15 0,016 0,538 0,500 1 0 0
16 0,061 0,385 0,571 1 1 3
17 0,024 0,933 0,333 1 0 2
(Bersambung ke halaman selanjutnya)
142
Perusahaan non-fraud 2014 (lanjutan)
Non-
Fraud
ROA LEV BDOUT AUDREPORT DCHANGE CEOPIC
18 0,138 0,448 0,400 1 1 12
19 0,024 3,805 0,333 1 0 3
20 0,132 0,291 0,500 1 1 2
21 0,045 1,730 0,333 1 1 6
22 0,142 0,530 0,375 1 0 6
23 -0,028 0,997 0,333 1 0 2
24 0,070 0,787 0,333 1 0 0
25 -0,039 0,050 0,333 1 0 4
26 0,008 1,910 0,429 1 1 1
Tahun 2015
Perusahaan fraud 2015
Fraud ROA LEV BDOUT AUDREPORT DCHANGE CEOPIC
1 -0,044 1,860 0,400 1 0 2
2 -0,047 0,657 0,333 1 1 4
3 0,107 1,793 0,500 1 1 2
4 0,056 1,380 0,333 1 0 4
5 0,002 5,962 0,500 1 0 0
6 -0,024 2,874 0,500 1 0 2
7 -0,084 -5,116 0,200 1 0 0
8 -0,187 -3,334 0,333 1 1 8
9 0,094 0,232 0,333 1 0 3
10 0,052 0,008 0,429 1 1 2
11 0,004 -4,934 0,500 1 0 5
12 0,096 0,554 0,500 1 0 2
13 -0,054 7,344 0,333 1 1 5
14 0,013 0,700 0,333 1 0 2
15 -0,031 0,818 0,333 1 0 4
16 0,178 1,187 0,667 1 0 3
17 0,010 0,011 0,500 1 0 0
18 0,105 0,137 0,375 1 1 0
19 -0,151 0,395 0,500 1 1 2
20 0,240 0,161 0,333 1 0 2
21 0,137 0,178 0,333 1 1 0
22 0,025 1,185 0,625 1 1 4
23 -0,133 10,480 0,500 1 0 4
24 0,072 0,044 0,500 1 1 0
25 -0,101 1,146 0,500 1 1 2
26 -0,008 1,668 0,500 1 1 3
143
Perusahaan non-fraud 2015
Non-
Fraud
ROA LEV BDOUT AUDREPORT DCHANGE CEOPIC
1 0,066 1,141 0,333 1 0 6
2 0,022 0,248 0,300 1 0 9
3 -0,019 1,847 0,600 1 0 1
4 0,089 0,137 0,333 1 1 3
5 -0,030 3,931 0,333 1 0 0
6 -0,053 2,035 0,333 1 0 4
7 0,011 1,995 0,333 1 0 0
8 -0,038 5,855 0,333 1 0 5
9 0,007 0,741 0,333 1 0 0
10 0,033 3,447 0,500 1 1 1
11 -0,001 7,372 0,500 1 0 4
12 0,061 0,803 0,250 1 0 8
13 -0,094 8,331 0,667 1 1 6
14 0,005 1,641 0,333 1 0 2
15 -0,029 0,511 0,500 1 0 0
16 -0,033 0,356 0,400 1 0 3
17 0,002 0,915 0,333 1 0 2
18 0,088 0,513 0,400 1 0 11
19 0,022 3,356 0,333 1 0 2
20 0,028 0,261 0,500 1 0 3
21 -0,050 2,015 0,500 1 1 6
22 0,065 0,630 0,375 1 1 4
23 -0,035 0,856 0,333 1 0 2
24 0,053 0,520 0,333 1 0 0
25 -0,024 0,042 0,333 1 0 5
26 0,001 1,807 0,500 1 1 1
144
Lampiran 2: Output Hasil Pengujian Data
1. Hasil Uji Normalitas Sampel (sales dan asset)
2. Hasil Wilcoxon Signed-Rank Test (sales dan asset)
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 260
Normal Parametersa,b
Mean ,0000000
Std. Deviation ,49388180
Most Extreme Differences Absolute ,269
Positive ,238
Negative -,269
Test Statistic ,269
Asymp. Sig. (2-tailed) ,000c
Sumber: Output SPSS
Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
sales_nonfraud -
sales_fraud
Negative Ranks 56a 66,59 3729,00
Positive Ranks 74b 64,68 4786,00
Ties 0c
Total 130
asset_nonfraud -
asset_fraud
Negative Ranks 66d 70,14 4629,00
Positive Ranks 64e 60,72 3886,00
Ties 0f
Total 130
a. sales_nonfraud < sales_fraud
b. sales_nonfraud > sales_fraud
c. sales_nonfraud = sales_fraud
d. asset_nonfraud < asset_fraud
e. asset_nonfraud > asset_fraud
f. asset_nonfraud = asset_fraud
145
Test Statisticsa
sales_nonfraud
- sales_fraud
asset_nonfraud
- asset_fraud
Z -1,228b -,863
c
Asymp. Sig. (2-tailed) ,219 ,388
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on negative ranks.
c. Based on positive ranks.
3. Hasil Uji Normalitas Variabel Independen
4. Hasil Wilcoxon Signed-Rank Test Variabel
Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
ROA_NonFraud –
ROA_Fraud
Negative Ranks 53a 61,09 3238,00
Positive Ranks 77b 68,53 5277,00
Ties 0c
Total 130
LEV_NonFraud –
LEV_Fraud
Negative Ranks 65d 64,43 4188,00
Positive Ranks 65e 66,57 4327,00
Ties 0f
Total 130
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 260
Normal Parametersa,b
Mean ,0000000
Std. Deviation ,48939159
Most Extreme Differences Absolute ,277
Positive ,277
Negative -,226
Test Statistic ,277
Asymp. Sig. (2-tailed) ,000c
146
Hasil Wilcoxon Signed-Rank Test Variabel (lanjutan)
N Mean Rank Sum of Ranks
BDOUT_NonFraud –
BDOUT_Fraud
Negative Ranks 65g 50,24 3265,50
Positive Ranks 34h 49,54 1684,50
Ties 31i
Total 130
AUDREPORT_NonFraud –
AUDREPORT_Fraud
Negative Ranks 0j ,00 ,00
Positive Ranks 4k 2,50 10,00
Ties 126l
Total 130
DCHANGE_NonFraud –
DCHANGE_Fraud
Negative Ranks 37m 32,00 1184,00
Positive Ranks 26n 32,00 832,00
Ties 67o
Total 130
CEOPIC_NonFraud –
CEOPIC_Fraud
Negative Ranks 51p 50,04 2552,00
Positive Ranks 53q 54,87 2908,00
Ties 26r
Total 130
a. ROA_NonFraud < ROA_Fraud
b. ROA_NonFraud > ROA_Fraud
c. ROA_NonFraud = ROA_Fraud
d. LEV_NonFraud < LEV_Fraud
e. LEV_NonFraud > LEV_Fraud
f. LEV_NonFraud = LEV_Fraud
g. BDOUT_NonFraud < BDOUT_Fraud
h. BDOUT_NonFraud > BDOUT_Fraud
i. BDOUT_NonFraud = BDOUT_Fraud
j. AUDREPORT_NonFraud < AUDREPORT_Fraud
k. AUDREPORT_NonFraud > AUDREPORT_Fraud
l. AUDREPORT_NonFraud = AUDREPORT_Fraud
m. DCHANGE_NonFraud < AUDCHANGE_Fraud
n. DCHANGE_NonFraud > DCHANGE_Fraud
o. DCHANGE_NonFraud = DCHANGE_Fraud
p. CEOPIC_NonFraud < CEOPIC_Fraud
q. CEOPIC_NonFraud > CEOPIC_Fraud
r. CEOPIC_NonFraud = CEOPIC_Fraud
147
Test Statisticsa
ROA_NonFraud
– ROA_Fraud
LEV_NonFraud –
LEV_Fraud
BDOUT_NonFraud
– BDOUT_Fraud
AUDREPORT_
NonFraud –
AUDREPORT_
Fraud
DCHANGE_Non
Fraud –
DCHANGE_Fra
ud
CEOPIC_Non
Fraud –
CEOPIC_Fra
ud
Z -2,369b -,161
b -2,797
c -2,000
b -1,386
c -,583
b
Asymp. Sig. (2-
tailed) ,018 ,872 ,005 ,046 ,166 ,560
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on negative ranks.
c. Based on positive ranks.
5. Hasil Uji Analisis Regresi Logistik
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Included in Analysis 260 100,0
Missing Cases 0 ,0
Total 260 100,0
Unselected Cases 0 ,0
Total 260 100,0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of
cases.
Dependent Variable Encoding
Original Value Internal Value
Non-Fraud 0
Fraud 1
148
Block 0: Beginning Block
Iteration Historya,b,c
Iteration -2 Log likelihood
Coefficients
Constant
Step 0 1 360,437 ,000
a. Constant is included in the model.
b. Initial -2 Log Likelihood: 360,437
c. Estimation terminated at iteration number 1
because parameter estimates changed by less than
,001.
Classification Tablea,b
Observed
Predicted
firm Percentage
Correct
Non-Fraud Fraud
Step 0 firm Non-Fraud 0 130 ,0
Fraud 0 130 100,0
Overall Percentage 50,0
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is ,500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant ,000 ,124 ,000 1 1,000 1,000
Variables not in the Equation
Score df Sig.
Step 0 Variables ROA ,768 1 ,381
BDOUT 5,676 1 ,017
AUDREPORT 4,063 1 ,044
Overall Statistics 10,242 3 ,017
149
Block 1: Method = Enter
Iteration Historya,b,c,d
Iteration -2 Log likelihood
Coefficients
Constant ROA BDOUT AUDREPORT
Step 1 1 349,519 ,943 -,340 2,736 -2,067
2 348,826 2,026 -,344 2,882 -3,207
3 348,606 3,070 -,344 2,883 -4,251
4 348,529 4,085 -,344 2,883 -5,266
5 348,501 5,091 -,344 2,883 -6,272
6 348,490 6,093 -,344 2,883 -7,274
7 348,487 7,093 -,344 2,883 -8,275
8 348,485 8,094 -,344 2,883 -9,275
9 348,485 9,094 -,344 2,883 -10,275
10 348,484 10,094 -,344 2,883 -11,275
11 348,484 11,094 -,344 2,883 -12,275
12 348,484 12,094 -,344 2,883 -13,275
13 348,484 13,094 -,344 2,883 -14,275
14 348,484 14,094 -,344 2,883 -15,275
15 348,484 15,094 -,344 2,883 -16,275
16 348,484 16,094 -,344 2,883 -17,275
17 348,484 17,094 -,344 2,883 -18,275
18 348,484 18,094 -,344 2,883 -19,275
19 348,484 19,094 -,344 2,883 -20,275
20 348,484 20,094 -,344 2,883 -21,275
a. Method: Enter
b. Constant is included in the model.
c. Initial -2 Log Likelihood: 360,437
d. Estimation terminated at iteration number 20 because maximum iterations has been
reached. Final solution cannot be found.
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 11,952 3 ,008
Block 11,952 3 ,008
Model 11,952 3 ,008
150
Block 1: Method = Enter
Model Summary
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 348,484a ,045 ,060
a. Estimation terminated at iteration number 20 because
maximum iterations has been reached. Final solution cannot
be found.
Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
1 11,661 8 ,167
Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test
firm = Non-fraud firm = fraud
Total Observed Expected Observed Expected
Step 1 1 11 15,510 15 10,490 26
2 18 14,580 8 11,420 26
3 17 14,500 9 11,500 26
4 18 14,452 8 11,548 26
5 13 14,352 13 11,648 26
6 16 13,892 10 12,108 26
7 12 12,652 14 13,348 26
8 8 11,367 18 14,633 26
9 9 11,235 17 14,765 26
10 8 7,458 18 18,542 26
Classification Tablea
Observed
Predicted
firm Percentage
Correct
Non-Fraud Fraud
Step 1 firm Non-Fraud 99 31 76,2
Fraud 69 61 46,9
Overall Percentage 61,5
a. The cut value is ,500
151
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a ROA -,344 1,096 ,099 1 ,753 ,709 ,083 6,074
BDOUT 2,883 1,209 5,685 1 ,017 17,868 1,670 191,142
AUDREPORT -21,275 20073,467 ,000 1 ,999 ,000 ,000 .
Constant 20,094 20073,467 ,000 1 ,999 532922326,916
a. Variable(s) entered on step 1: ROA, BDOUT, AUDREPORT.
Correlation Matrix
Constant ROA BDOUT AUDREPORT
Step 1 Constant 1,000 ,000 ,000 -1,000
ROA ,000 1,000 ,071 ,000
BDOUT ,000 ,071 1,000 ,000
AUDREPORT -1,000 ,000 ,000 1,000
6. Hasil Uji Analisis Regresi Logistik (ineffective monitoring)
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Included in Analysis 260 100,0
Missing Cases 0 ,0
Total 260 100,0
Unselected Cases 0 ,0
Total 260 100,0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of
cases.
Dependent Variable Encoding
Original Value Internal Value
Non-Fraud 0
Fraud 1
152
Block 0: Beginning Block
Iteration Historya,b,c
Iteration -2 Log likelihood
Coefficients
Constant
Step 0 1 360,437 ,000
a. Constant is included in the model.
b. Initial -2 Log Likelihood: 360,437
c. Estimation terminated at iteration number 1
because parameter estimates changed by less than
,001.
Classification Tablea,b
Observed
Predicted
firm Percentage
Correct
o fraud fraud
Step 0 firm o fraud 0 130 ,0
fraud 0 130 100,0
Overall Percentage 50,0
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is ,500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant ,000 ,124 ,000 1 1,000 1,000
Variables not in the Equation
Score df Sig.
Step 0 Variables bdout 5,676 1 ,017
Overall Statistics 5,676 1 ,017
153
Block 1: Method = Enter
Iteration Historya,b,c,d
Iteration -2 Log likelihood
Coefficients
Constant bdout
Step 1 1 354,629 -1,073 2,666
2 354,616 -1,125 2,802
3 354,616 -1,125 2,802
a. Method: Enter
b. Constant is included in the model.
c. Initial -2 Log Likelihood: 360,437
d. Estimation terminated at iteration number 3 because
parameter estimates changed by less than ,001.
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 5,821 1 ,016
Block 5,821 1 ,016
Model 5,821 1 ,016
Model Summary
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 354,616a ,022 ,030
a. Estimation terminated at iteration number 3 because
parameter estimates changed by less than ,001.
Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
1 8,960 4 ,062
154
Block 1: Method = Enter
Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test
firm = o fraud firm = fraud
Total Observed Expected Observed Expected
Step 1 1 7 6,262 3 3,738 10
2 73 71,190 57 58,810 130
3 19 16,745 14 16,255 33
4 4 2,405 1 2,595 5
5 19 27,611 45 36,389 64
6 8 5,787 10 12,213 18
Classification Tablea
Observed
Predicted
firm Percentage
Correct
o fraud fraud
Step 1 firm o fraud 99 31 76,2
fraud 74 56 43,1
Overall Percentage 59,6
a. The cut value is ,500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a BDOUT 2,802 1,202 5,437 1 ,020 16,485 1,563 173,820
Constant -1,125 ,497 5,129 1 ,024 ,325
a. Variable(s) entered on step 1: BDOUT.
Correlation Matrix
Constant BDOUT
Step 1 Constant 1,000 -,968
BDOUT -,968 1,000
155
7. Hasil Uji Analisis Diskriminan (cross-validation method)
Analysis Case Processing Summary
Unweighted Cases N Percent
Valid 260 100,0
Excluded Missing or out-of-range
group codes 0 ,0
At least one missing
discriminating variable 0 ,0
Both missing or out-of-range
group codes and at least
one missing discriminating
variable
0 ,0
Total 0 ,0
Total 260 100,0
Group Statistics
firm
Valid N (listwise)
Unweighted Weighted
Non-fraud BDOUT 130 130,000
fraud BDOUT 130 130,000
Total BDOUT 260 260,000
Classification Statistics
Classification Processing Summary
Processed 260
Excluded Missing or out-of-range group
codes 0
At least one missing
discriminating variable 0
Used in Output 260
156
Prior Probabilities for Groups
firm Prior
Cases Used in Analysis
Unweighted Weighted
Non-Fraud ,500 130 130,000
Fraud ,500 130 130,000
Total 1,000 260 260,000
Classification Resultsa,c
firm
Predicted Group Membership
Total
Non-Fraud Fraud
Original Count Non-Fraud 99 31 130
Fraud 74 56 130
% Non-Fraud 76,2 23,8 100,0
Fraud 56,9 43,1 100,0
Cross-validatedb Count Non-Fraud 99 31 130
Fraud 74 56 130
% Non-Fraud 76,2 23,8 100,0
Fraud 56,9 43,1 100,0
157
Lampiran 3: Surat Penelitian
158
159
160