model pemberian reinforcement dalam pembelajaran...
TRANSCRIPT
MODEL PEMBERIAN REINFORCEMENT DALAM PEMBELAJARAN
ASPEK PENGEMBANGAN MORAL KEAGAMAAN
(Studi pada Pendidikan Prasekolah di TK Bintang Kecil Ngaliyan Semarang).
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam
Ilmu Pendidikan Islam
Oleh:
DENI INDIANA
NIM : 073111041
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Deni Indiana
NIM : 073111041
Jurusan/ Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/
karya saya sendiri, kecuali bagian tertentu yang dirujuk sumbernya.
Semarang, 27 Juni 2011
Saya yang menyatakan,
DENI INDIANA NIM : 073111041
iii
iv
v
ABSTRAK
Judul : Model Pemberian Reinforcement dalam Pembelajaran Aspek
Pengembangan Moral Keagamaan (Studi pada Pendidikan
Prasekolah di TK Bintang Kecil Ngaliyan Semarang).
Nama : Deni Indiana
NIM : 073111041
Skripsi ini membahas tentang model pemberian reinforcement dalam
pembelajaran aspek pengembangan moral keagamaan pada pendidikan prasekolah.
Kajiannya dilatarbelakangi oleh maraknya tindakan kurang tepat yang dilakukan oleh
sebagian pendidik dalam memperlakukan anak didiknya. Studi ini dimaksudkan
untuk menjawab permasalahan: Bagaimana model pemberian reinforcement dalam
pembelajaran aspek pengembangan moral keagamaan pada pendidikan prasekolah di
TK Bintang Kecil Ngaliyan Semarang? Permasalahan tersebut dibahas melalui studi
lapangan yang dilaksanakan di TK Bintang Kecil Ngaliyan Semarang. Sekolah
tersebut dijadikan sebagai sumber data untuk mendapatkan gambaran pemberian
penguatan yang dilakukan oleh pendidik dalam pembelajaran moral keagamaan pada
anak prasekolah yang dilakukan melalui berbagai kegiatan. Datanya diperoleh
melalui wawancara bebas, observasi dan studi dokumentasi. Semua data dianalisis
dengan analisis deskriptif menggunakan logika induksi.
Kajian ini menunjukkan bahwa: (1) Dalam pembelajaran aspek pengembangan
moral keagamaan tersebut, ada beberapa model pemberian penguatan (reinforcement)
yang dilakukan oleh pendidik/ guru di TK Bintang Kecil untuk mendidik,
membimbing dan mengarahkan anak didiknya antara lain yaitu: (a) penggunaan
positive reinforcement (penguatan positif), terjadi bila sebuah stimulus (positif)
diberikan menyusul pada perilaku tertentu. Stimulus ini termasuk memberi pujian
(reward). (b) Penggunaan negative reinforcement (penguatan negatif), terjadi bila
sebuah stimulus aversif (tidak menyenangkan) dihilangkan atau dihindarkan yaitu
termasuk punishment (hukuman). (2) Penggunaan penguatan dilakukan dalam bentuk
verbal (kata-kata pujian) maupun nonverbal (gerak isyarat, mendekati, sentuhan
(contack), atau dengan simbol). (3) Pembelajaran aspek pengembangan moral
keagamaan di TK Bintang Kecil Ngaliyan Semarang dilakukan melalui seluruh
kegiatan yang ada di TK Bintang Kecil, antara lain melalui: pembelajaran agama di
kelas, menyanyikan lagu, cerita, rekreasi dan lain sebagainya.
Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan kan menjadi bahan informasi dan
masukan bagi mahasiswa, para pendidik, para peneliti dan semua pihak yang
membutuhkan khususnya bagi guru di lingkungan sekolah, serta kepala sekolah
sehingga dapat dijadikan bahan untuk membantu meningkatkan kualitas pendidikan.
vi
MOTTO
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan" (Q. S. at-Tahrim/66: 6)1
1Departemen Agama RI, al-Qur'an dan Terjemahnya, (Bandung: CV Penerbit Jumanatul 'Ali-
Art, 2005), hlm. 561.
vii
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirabbil'aalamiin. Tiada sesuatupun yang dapat memberikan rasa bahagia melainkan senyum manis penuh bangga dengan penuh rasa bakti, cinta dan kasih sayang dan dengan segala kerendahan hati kupersembahkan skripsi ini untuk
Ayahanda Bapak Hanafi dan Ibunda Musrifah tercinta yang telah mendidik dan
membesarkanku serta mencurahkan kasih sayangnya.serta selalu memberikan Do'a dan semangat kepada penulis
Kakakku Indah Murdiana dan Kasmuri yang telah memberi semangat, dorongan dan
motivator dalam belajar, serta bantuan baik berupa moral maupun materil
Segenap keluarga serta adik (Filia Vista Mufidah) dan keponkanku (Ahmad Hisyam Inka Rahmawan) yang senantiasa memberi inspirasi untuk selalu semangat dalam hidupku.
Kepala TK beserta dewan guru serta segenap jajaran staf dan karyawan TK Bintang
Kecil Ngaliyan Semarang yang telah memberikan izin, bimbingan dan bantuan serta meluangkan tenaga dan waktunya sehingga penulis mampu melaksanakan penelitian demi menyelesaikan skripsi ini.
Sahabat-sahabat PAI 07B senasib seperjuangan yang telah memberikan motivasi untuk
menyelesaikan skripsi ini.
Teman-temanku HMI MPO Komisariat Tarbiyah
Tim KKN Posko 87 Gebangan , Bapak dan Ibu Lurah sekeluarga.
Dan tak lupa pembaca budiman sekalian
Semoga amal dan kebaikan mereka mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah Yang Kuasa.
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillâhi rabi al-'alamin, tiada kata yang patut penulis ucapkan kecuali
puja dan puji syukur ke hadirat Allah SWT., yang telah melimpahkan petunjuk,
bimbingan dan kekuatan lahir batin kepada kita semua, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi sederhana ini.
Sholawat dan salam semoga dilimpahkan oleh-Nya kepada junjungan kita
Nabi Besar Muhammad SAW, sosok historis yang membawa proses transformasi dari
masa yang gelap gulita ke zaman yang penuh peradaban ini, juga kepada para
keluarga, sahabat serta semua pengikutnya yang setia disepanjang zaman.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada beberapa
pihak yang tanpa bantuan dan kerjasamanya skripsi ini tidak dapat terwujud, adapun
ucapan terima kasih ini penulis sampaikan kepada:
1. Prof. DR. H. Muhibbin, M. Ag, selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang.
2. Sudja`i, M. ag, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang..
3. Dra. Hj. Nur Uhbiyati, M. Pd. selaku Dosen Pembimbing I dan Hj. Nur Asiyah,
M. SI. selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan,
pengarahan dan motivasi kepada penulis sampai skripsi ini selesai.
4. Drs. Nasirudin, M.Ag. dosen wali studi penulis dan seluruh Bapak/ Ibu Dosen,
karyawan, pegawai IAIN Walisongo, yang telah memberikan ilmunya kepada
penulis, serta kepada seluruh civitas akademika Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo Semarang.
5. Kepala TK beserta dewan guru serta segenap jajaran staf dan karyawan TK
Bintang Kecil Ngaliyan Semarang yang telah memberikan izin, bimbingan dan
bantuan serta meluangkan tenaga dan waktunya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
6. Ayahanda dan ibunda tercinta beserta keluarga yang telah berjuang dengan
cucuran keringat dan air mata selalu mendoakan dengan tulus.
ix
7. Kawan – kawan mahasiswa senasib seperjuangan dalam perjalanan panjang nan
melelahkan yang bergerak bersama membangun peradaban kampus IAIN,
kawan-kawan PAI paket B 2007. Novi, Mbak Ana, Mbak Mut, Nike, Warsiah,
Irna, Asmara . Terima kasih atas bantuan dan kerja samanya yang tak akan
penulis lupakan.
8. Keluarga besar HMI MPO Komisariat Tarbiyah, Ulfa, Mbak Sulis, Onneng,
Faricha. Kebersamaan dan perjuangan bersama kalian merupakan pelajaran
berharga yang tak akan penulis lupakan.
9. Tim KKN IAIN Walisongo Posko 87 Gebangan beserta bapak Lurah dan
keluarga. Terima kasih atas segala pengalaman yang kalian berikan.
10. Serta berbagai pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu
Jazakumullah Khairon Katsira, hanya ucapan terima kasih dari lubuk hati yang
terdalam penulis haturkan, semoga menjadi cactatan amal kebajikan dan dibalas
sesuai amal perbuatan oleh Allah SWT.
Akhirnya penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat
banyak kekurangan. Namun, terlepas dari kekurangan yang ada, kritik dan saran yang
konstruktif sangat penulis harapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang. Besar
harapan penulis skripsi ini dapat bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain.
Semarang, 27 Juni 2011
Penulis
Deni Indiana
NIM. 073111041
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN ..................................................................... ii
PENGESAHAN .......................................................................................... iii
NOTA PEMBIMBING ............................................................................... iv
MOTTO ...................................................................................................... v
PERSEMBAHAN ....................................................................................... vi
ABSTRAK .................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ................................................................................ viii
DAFTAR ISI ............................................................................................... x
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Penegasan Istilah .................................................................... 5
C. Rumusan Masalah .................................................................. 8
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................. 8
BAB II : REINFORCEMENT DALAM PEMBELAJARAN ASPEK
PENGEMBANGAN MORAL KEAGAMAAN PADA PENDIDIKAN
PRASEKOLAH
A. Kajian Pustaka ....................................................................... 10
B. Kerangka Teoritik .................................................................. 12
1. Penguatan (Reinforcement) ............................................. 12
2. Moral Keagamaan ........................................................... 17
3. Strategi Pengembangan Moral dan Agama pada
pendidikan Prasekolah .................................................... 27
4. Kaitan Model Pemberian Reinforcement dengan
xi
Aspek Pengembangan Moral dan Agama pada
pendidikan Prasekolah .................................................... 34
BAB III : METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ........................................................................ 37
B. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................
C. Sumber Penelitian ................................................................... 38
D. Fokus Penelitian ...................................................................... 39
E. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 39
F. Teknik Analisis Data ............................................................... 41
BAB IV : ANALISIS MODEL PEMBERIAN REINFORCEMENT DALAM
PEMBELAJARAN ASPEK PENGEMBANGAN MORAL
KEAGAMAAN PADA PENDIDIKAN PRASEKOLAH DI TK
BINTANG KECIL NGALIYAN SEMARANG
A. Gambaran Umum TK Bintang Kecil Ngaliyan Semarang .... 42
1. Tinjauan Historis ............................................................ 42
2. Viusi dan Misi ................................................................. 42
3. Struktur Organisasi ......................................................... 42
4. Keadaan Peserta Didik, Guru dan Karyawan. ................ 43
5. Data Guru dan Karyawan ............................................... 44
6. Sarana dan Prasarana ...................................................... 44
B. Proses Pembelajaran di TK Bintang Kecil Ngaliyan
Semarang................................................................................. 44
1. Materi Pembelajaran ....................................................... 44
2. Model Pembelajaran ....................................................... 47
3. Kegiatan Pembelajaran.................... ............................... 50
4. Kegiatan Ekstra Kurikuler.............. ................................ 51
xii
5. Waktu Belajar ................................................................. 51
6. Kegiatan Penunjang di TK .............................................. 51
C. Model Pemberian Reinforcement dalam Pelaksanaan
Pembelajaran Aspek Pengembangan Moral Keagamaan
pada Pendidikan Prasekolah di TK Bintang Kecil
Ngaliyan Semarang. ................................................................ 52
1. Pelaksanaan Pembelajaran Aspek Pengembangan
Moral Keagamaan pada Pendidikan Prasekolah di TK
Bintang Kecil Ngaliyan Semarang. ................................ 52
2. Model Pemberian Reinforcement pada Pendidikan
Prasekolah di TK Bintang Kecil Ngaliyan Semarang. ... 56
D. Analisis Model Pemberian Reinforcement dalam
Pembelajaran Aspek Pengembangan Moral Keagamaan
pada Pendidikan Prasekolah di TK Bintang Kecil Ngaliyan
Semarang................................................................................. 58
1. Analisis Pembelajaran Aspek Pengembangan
Moral Keagamaan pada Pendidikan Prasekolah di
TK Bintang Kecil Ngaliyan Semarang. .......................... 58
2. Analisis Model Pemberian Reinforcement pada
Pendidikan Prasekolah di TK Bintang Kecil
Ngaliyan Semarang. ........................................................ 60
3. Analisis Model Pemberian Reinforcement dalam
Pembelajaran Aspek Pengembangan Moral
Keagamaan pada Pendidikan Prasekolah di TK
Bintang Kecil Ngaliyan Semarang. ................................ 63
4. Faktor Pendukung dan Penghambat Pemberian
Reinforcement dalam Pembelajaran Aspek
Pengembangan Moral Keagamaan pada Pendidikan
Prasekolah di TK Bintang Kecil Ngaliyan Semarang. ... 65
xiii
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 67
B. Saran ......................................................................................... 67
C. Kata Penutup ............................................................................ 69
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh
perubahan global, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni dan
budaya (IPTEKS).
Perkembangan dan perubahan tersebut telah membawa dampak pada
berbagai aspek pendidikan, termasuk pada kebijakan pendidikan. Jika pada awal-
awal kemerdekaan, fokus perhatian pemerintah lebih tertuju pada jenjang
pendidikan dasar, menengah dan tinggi, maka secara berangsur-angsur setelah itu,
perhatian pemerintah juga tertuju pada pendidikan sebelum jenjang pendidikan
dasar, yaitu pendidikan anak usia dini (PAUD).1
Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah sadar betul akan perlunya
penyiapan sumber daya manusia sejak usia dini yang berkualitas sehingga mampu
menyesuaikan diri dengan perubahan.
Usia lahir sampai memasuki pendidikan dasar merupakan masa keemasan
sekaligus masa kritis dalam tahapan kehidupan yang akan menentukan
perkembangan anak selanjutnya. Masa ini merupakan masa yang tepat untuk
meletakkan dasar-dasar pengembangan kemampuan fisik, bahasa, sosial
emosional, konsep diri, seni, moral dan nilai-nilai agama.2
Oleh karena itu masa usia dini merupakan pondasi awal bagi pertumbuhan
dan perkembangan selanjutnya, sehingga merupakan masa yang sangat tepat jika
digunakan untuk mendidik perkembangan moral keagamaan pada anak, agar
ketika dewasa nanti hidupnya selalu dihiasi dengan moral dan nilai-nilai agama.
1Mursyid, Manajemen Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Teori dan Praktik
(Semarang: Akfi Media, 2009), hlm. 1.
2Mansyur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009),
hlm. 18.
2
Islam, dengan universalitas prinsip dan peraturannya yang abadi,
memerintahkan para bapak, ibu dan para pendidik untuk memperhatikan dan
senantiasa mengikuti serta mengontrol anaknya, dalam segala segi kehidupan dan
pendidikan yang universal.3
Keharusan tentang memperhatikan anak telah dijelaskan dalam al-Qur'an
surat at-Tahrim ayat 6:
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q. S. at-Tahrim/66: 6)4
Sayyidina Ali ra. dalam bukunya Abdullah Nasih ‘Ulwan, menafsirkan qu
anfusakum, dengan "Didiklah dan ajarilah mereka".5 Sehingga dapat disimpulkan
bahwa salah satu cara menjaga diri dan keluarga adalah dengan memberikan
pendidikan dan pengajaran.
Orang tua mempunyai tanggung jawab terhadap tumbuh kembang anak agar
bila dewasa kelak berilmu dan beriman. Apabila orang tua maupun guru sebagai
seorang pendidik melalaikan kewajibannya, mengarahkan anak didiknya pada
penyelewengan akhlak yang jelek, maka tentunya akan dimintai pertanggung
jawaban kelak di Akhirat, sebagaimana hadis Nabi saw:
"Kamu semua adalah pemimpin dan bertanggung jawab terhadap orang
yang mewalihkan dirinya kepadamu dan sesuatu yang berada di bawah
pengawasanmu". (HR. Bukhari)
3Abdu 'l-Lah Nasih ‘Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, terj. Saifullah
Kamalie dan Heri Noer Ali, (Bandung: asy-Syifa', 1988), hlm. 123. 4Departemen Agama RI, al-Qur'an dan Terjemahnya, (Bandung: CV Penerbit Jumanatul
'Ali-Art, 2005), hlm. 561.
6al-Imam al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut: Dar al-Kutub, 2008), Juz. I, hlm.309
3
Orang tua adalah pemimpin anak dirumahnya, guru adalah pemimpin di
sekolahnya dan ia bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada siswanya. Oleh
karena itu seorang pendidik harus senantiasa memperbaiki tingkah lakunya
terhadap anak didiknya. Ibnu Khaldun, dalam bukunya Nur Uhbiyati berkata:
Siapa yang biasanya dididik dengan kekerasan di antara siswa-siswa atau
pembantu-pembantu dan pelayan ia akan selalu dipengaruhi oleh kekerasan,
akan selalu merasa sempit hati, akan kekurangan kegiatan bekerja dan akan
bersifat pemalas, akan menyebabkan ia berdusta serta melakukan yang
buruk-buruk karena takut akan dijangkau oleh tangan-tangan yang kejam.
Hal ini selanjutnya akan menggapai dia menipu dan berbohong, sehingga
sifat-sifat ini menjadi kebiasaan dan perangainya, serta hancurlah arti
kemanusiaan yang masih ada pada dirinya.7
Untuk itu agar terhindar dari sifat-sifat dan moral yang kurang baik pada
diri anak baik di rumah yang maupun di sekolah/ kelas maka perlu diciptakan
situasi dan kondisi yang kondusif sesuai dengan kebutuhan anak, seperti: suasana
yang nyaman, terhindar dari rasa takut salah, merasa dihargai dalam hal apapun,
tidak ditegur dengan kasar dan lain sebagainya.
Nelson dan Travers yang dikutip oleh Harold W. Stevenson, juga
menyatakan bahwa "research on punishment with children meets with obvious
problems: parents and teachers, as well as researches them selves, are reluctant
to allow severe forms of punishment to be used with children".8 Penelitian
membuktikan bahwa hukuman yang keras pada siswa menjumpai beberapa
masalah yang nyata, para orang tua dan para guru, sama baiknya dengan diri para
peneliti sendiri, segan membolehkan bentuk-bentuk hukuman yang keras pada
siswa.
Tahap perkembangan moral pada anak usia dini masih dalam tahap pra
konvesional, dimana pada tahap ini anak tidak memperlihatkan internalisasi nilai-
7Nur Uhbiyati dan Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam (IPI), (Bandung: Pustaka Setia,
1997), Hlm. 151.
8Harold W. Stevenson, "Learning and Reinforcement Effect", in Thomas D. Spencer,
et.all., (eds), Prespectives in Child Psycology, (New York: McGraw-Hill Book Company, 1970),
hlm.346.
4
nilai moral, penalaran moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman
eksternal.9
Sehingga, misalnya seorang anak telah menunjukkan perilaku yang baik
atau telah melaksanakan ajaran agama misalnya anak mau mengerjakan shalat,
ikut berdo'a dengan tertib, dan lain sebagainya. Maka seorang pendidik harus
mampu memberikan penguatan agar anak tersebut lebih terdorong untuk
mengulangi perbuatannya tersebut atau bahkan yang lebih baik lagi.
Dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling, untuk mengatasi perilaku
anak yang bermasalah pada moral keagamaan, contohnya: anak nakal, sombong/
congkak, berbohong/ menipu, bersikap kasar dan tidak sopan, suka membantah
perintah guru, kikir, iri, dengki, sulit diajak belajar beribadah, dan terpengaruh
oleh ritual keagamaan lain. Menurut Suyadi, cara mengatasi perilaku bermasalah
dalam moral keagamaan tersebut adalah dengan menggunakan teknik konseling
behavior, dimana hal pertama yang perlu dilakukan dalam teknik konseling ini
adalah dengan pemberian reward, untuk menghasilkan perilaku yang
diharapkan.10
Artinya siswa yang bermasalah tersebut tidak lantas dihukum,
melainkan malah diberi penghargaan.
Walaupun demikian, sekarang ini masih sering kita jumpai guru yang
memakai atau memberikan hukuman yang kurang tepat ketika siswa melakukan
perilaku yang bermasalah/ menyimpang. Padahal seorang pendidik apabila
terpaksa menggunakan respon negatif berupa teguran maupun hukuman, maka
harus melakukannya dengan cara yang lemah lembut, sehingga ketika menjaga
tabiat anak yang salah harus dilakukan secara bertahap juga menggunakan tata
cara pemberian hukuman sesuai dengan ajaran Islam yaitu dengan cara yang
lemah lembut.
TK Bintang Kecil Ngaliyan Semarang adalah lembaga pendidikan yang
menyatukan kurikulum TK dengan penanaman perilaku keagamaan tanpa
mengurangi mata pelajaran formal dari DIKNAS. TK Bintang Kecil merupakan
9Mansyur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam , hlm. 46.
10Suyadi, Buku Pegangan Bimbingan Konseling untuk PAUD, (Jogjakarta: Diva Press,
2010), hlm. 307.
5
bentuk pendidikan prasekolah yang umumnya seluruh peserta didiknya adalah
anak-anak, sehingga pemberian respon yang positif oleh guru dalam pembelajaran
terutama moral keagamaan baik di dalam maupun di luar kelas menjadi hal yang
sangat penting, hal ini terbukti walaupun ketika istirahat sekolah, peserta didik
selalu mendapat kontrol guru melalui pendampingan saat bermain baik di dalam
maupun di luar kelas.
TK Bintang Kecil Ngaliyan Semarang dalam pembelajaran senantiasa
menyediakan suasana sekolah yang menyenangkan agar peserta didik selalu
merasa hangat dan nyaman. Namun demikian kadang-kadang didapati
pembelajaran khususnya pemberian reinforcement tidak pada semestinya.
Memperhatikan permasalahan tersebut maka judul penelitian skripsi: "MODEL
PEMBERIAN REINFORCEMENT DALAM PEMBELAJARAN ASPEK
PENGEMBANGAN MORAL KEAGAMAAN" (Studi pada Pendidikan
Prasekolah di TK Bintang Kecil Ngaliyan Semarang). Sangat menarik untuk
ditindak lanjuti.
B. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam judul penelitian ini, maka
penulis perlu memberi pengertian dan batasan-batasan istilah yang digunakan
dalam judul penelitian ini.
1. Model Pemberian Reinforcement
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, model adalah pola (contoh, acuan,
ragam, dan sebagainya) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan.11 Jadi yang
dimaksud model di sini adalah bentuk pola dari sesuatu.
Pemberian berasal dari kata beri yang berarti menyerahkan,12
mendapat
awalan "pe" dan akhiran "an" yang berarti proses atau cara perbuatan
memberikan13
. Sedangkan reinforcement (penguatan) adalah segala bentuk
11
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2005), hlm. 79.
12Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia., hlm. 140.
13Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia., hlm. 140.
6
respon, apakah bersifat verbal ataupun non verbal, yang merupakan modifikasi
tingkah laku guru terhadap tingkah laku siswa, yang bertujuan untuk memberikan
informasi atau umpan balik (feedback) bagi si penerima (siswa) atas perbuatannya
sebagai suatu tindak dorongan ataupun koreksi.14
Jadi pemberian reinforcement adalah cara memberikan umpan balik untuk
memberikan penguatan dengan memberi penghargaan/ memperkuat perilaku yang
diinginkan dan memberi hukuman/ memadamkan perilaku yang tidak diinginkan.
Jadi model pemberian reinforcement disini mengacu tentang bagaimana
reinforcement itu digunakan baik dari segi jenis, bentuk, prinsip maupun cara
yang digunakan dalam pelaksanaan pemberian reinforcement
2. Pembelajaran
Pembelajaran terkait dengan bagaimana membelajarkan siswa atau
bagaimana membuat siswa dapat belajar dengan mudah dan dorongan oleh
kemauannya sendiri untuk mempelajari apa yang teraktualisasikan dalam
kurikulum sebagai kebutuhan peserta didik.15
Jadi pembelajaran merupakan proses membuat peserta didik untuk targugah
mempelajari kurikulum dengan guru sebagai fasilitator.
3. Aspek Pengembangan Moral Keagamaan
Pengembangan moral dan nilai-nilai agama merupakan struktur kurikulum
TK/ PAUD jalur formal.16
Sedangkan moral adalah tindakan yang sesuai dengan ukuran-ukuran umum
dan diterima oleh kesatuan sosial.17
Dan moral dalam Islam (akhlak) termasuk
moral keagamaan, yakni moral yang berdasarkan aqidah (rukun iman) yang
14
Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2000), hlm. 80
15Ismail SM, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, (Semarang: Rasail
Media Group, 2008), hlm. 10.
16Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 58 Tahun 2009 Tanggal 17
September 2009, Standar Pendidikan Anak Usia Dini,
17M. Amin Syukur, Pengantar Studi Islam, (Semarang: Lembkota, 2006), hlm. 141.
7
bersumber dari al-Qur'an dan as-Sunnah.18
Adapun moral dalam penelitian ini
mengacu pada definisi akhlak.
Jadi yang dimaksud aspek pengembangan moral keagamaan adalah
kurikulum yang disusun untuk mengembangkan moral yang berdasarkan aqidah
(rukun iman) yang bersumber dari al-Qur'an dan as-Sunnah (akhlak).
4. Studi
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, studi yaitu penelitian ilmiah, kajian,
telaahan.19
Jadi yang dimaksud studi di sini adalah menelaah terhadap sesuatu
secara ilmiah.
5. Pendidikan Prasekolah
Dalam Undang-undang Sisdiknas tahun 2003 pasal 1 ayat 14 menyatakan:
"Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada
anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut".20
Sedangkan masa prasekolah adalah usia 3-6 tahun.21
Di
Indonesia umumnya anak prasekolah adalah mereka yang mengikuti program
Tempat Penitipan Anak (3 bulan-5 tahun) dan Kelompok Bermain (usia 3 tahun),
sedangkan pada usia 4-6 tahun biasanya mereka mengikuti program TK22
Jadi, pendidikan prasekolah merupakan jalur pendidikan yang berusaha
memberikan pembinaan berupa rangsangan mendidik kepada anak usia 3-6 tahun
agar mempunyai kesiapan memasuki pendidikan dasar (SD).
18
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam (Surabaya: Pusat Studi Agama,
Politik dan Masyarakat (PSAPM), 2004), hlm. 316.
19Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia., hlm 1093.
20Lembaran Negara RI, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, (Jogjakarta: Media
Wacana Press: 2003), hlm. 20.
21Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000),
hlm. 44.
22Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah, hlm. 19.
8
C. Rumusan Masalah
Berdasar pada latar belakang di atas, maka penulis perlu merumuskan
masalah sebagai berikut:
Bagaimana model pemberian reinforcement dalam pembelajaran aspek
pengembangan moral keagamaan pada pendidikan prasekolah di TK Bintang
Kecil Ngaliyan Semarang?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah penulis rumuskan, maka tujuan
penelitian ini secara garis besar adalah: untuk mendeskripsikan dan menganalisis
model pemberian reinforcement dalam pembelajaran aspek pengembangan moral
keagamaan pada pendidikan prasekolah di TK Bintang Kecil Ngaliyan Semarang.
Sedangkan manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang
betapa pentingnya pemberian reinforcement dalam pembelajaran.
2. Secara praktis
a. Bagi peneliti
Sebagai tambahan ilmu pengetahuan bagi peneliti tentang strategi
dalam pembelajaran aspek moral keagamaan pada pendidikan prasekolah.
Dan diharapkan dapat memberi tambahan wacana atau sumbangan bagi
para peneliti selanjutnya.
b. Bagi sekolah
Sebagai bahan masukan dalam mengatasi dan menanggulangi
permasalahan dalam proses belajar mengajar di sekolah.
c. Bagi guru
Sebagai masukan bagi para guru maupun orang tua untuk
memberikan reinforcement dalam upaya mendorong anak-anak untuk
memiliki perilaku sesuai dengan nilai-nilai agama.
9
d. Bagi siswa
Sebagai motivasi agar berperilaku lebih baik lagi sesuai dengan
moral dan nilai-nilai agama.
10
BAB II
REINFORCEMENT DALAM PEMBELAJARAN
ASPEK PENGEMBANGAN MORAL KEAGAMAAN
PADA PENDIDIKAN PRASEKOLAH
A. Kajian Pustaka
Untuk memperjelas gambaran tentang alur penelitian ini serta menghindari
duplikasi tentang skripsi ini, berikut ini merupakan beberapa literatur yang
relevan yang berkaitan dengan pembahasan skripsi yang penulis susun.
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh S. Khaeron (073111370).
Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang 2009 yang berjudul
”Reinforcement (Penguatan) Guru Pelajaran Fiqih Untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa Kelas VI MI Maarif NU Kramat Kecamatan Karang Moncol
Kabupaten Purbalingga”. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa pemberian
reinforcement (penguatan) oleh guru pelajaran fiqih dapat meningkatkan hasil
belajar siswa, ini dapat dilihat melalui angket yang disebar kepada 30 siswa. Hal
ini disebabkan antara lain karena guru memberikan motivasi/ dorongan berupa
perhatian, pujian, hukuman yang mendidik dapat meningkatkan cara belajar yang
produktif.1 Sedangkan pada penelitian yang akan penulis teliti fokusnya adalah
reinforcement pada anak usia dini khususnya dalam pembelajaran aspek
pengembangan moral keagamaan.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Komarudin (03101388). Mahasiswa
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang 2005 yang berjudul ”Reward dan
Punishment dalam Perspektif Ulama Klasik dan Kontemporer Sebagai Metode
Pendidikan Akhlak (Studi Analisis atas Pemikiran Ibn Miskawih dan Abdullah
Nasikh Ulwan)”, Dalam penelitian tersebut pendidikan akhlak dengan
menggunakan metode reward dan punishment adalah sangat relevan. Reward dan
punishment memiliki peran amat besar dalam pembentukan akhlak, terutama
1S. Khaeron, Reinforcement (Penguatan) Guru Pelajaran Fiqih Untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa Kelas VI MI Maarif NU Kramat Kecamatan Karang Moncol Kabupaten
Purbalingga (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2009), hlm. 58.
11
dalam hal internalisasi nilai, pengembangan rasa bersalah dan malu, penghargaan
diri, motivasi pengulangan perilaku dan merekonstruksikannya.2 Sedangkan pada
penelitian yang akan penulis teliti tidak membatasi pada pemikiran Ibn Miskawih
dan Abdullah Nasikh Ulwan saja, melainkan mengkaji langsung ke lapangan yang
menggunakan reinforcement dalam pelaksanaan pembelajarannya.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Nakhrowi (03102115).
Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang 2007 yang berjudul
”Pengaruh Implementasi Reward dan Punishment Terhadap Prestasi Belajar
Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Gajah Kabupaten Demak (Studi Kasus Dalam
Pembelajaran PAI)”. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan reward
dan punishment memiliki sumbangan sebesar 78 % terhadap prestasi belajar PAI.
Hal ini menunjukkan bahwa jika reward dan punishment ditingkatkan maka
prestasi belajar meningkat.3 Sedangkan pada penelitian yang akan penulis teliti
tidak membatasi pada pembelajaran PAI di kelas saja, melainkan dalam seluruh
pembelajaran yang menyangkut aspek pengembangan moral keagamaan baik di
dalam maupun di luar kelas.
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan di atas, sekilas memang
adanya hubungan permasalahan dengan yang akan penulis teliti. Namun dalam
penelitian ini penulis lebih menekankan dengan pemberian reinforcement pada
anak usia dini.
Dengan demikian penulis berkesimpulan, penelitian dengan judul "Model
Pemberian Reinforcement dalam Pembelajaran Aspek Pengembangan Moral
Keagamaan" (Studi pada Pendidikan Prasekolah di TK Bintang Kecil Ngaliyan
Semarang) belum pernah diangkat menjadi sebuah karya ilmiah dalam bentuk
skripsi, karena fokus penelitian maupun lokasi yang akan penulis lakukan
berbeda.
2Komarudin, Reward dan Punishment dalam Prespektif Ulama Klasik dan Kontemporer
Sebagai Metode Pendidikan Akhlak (Studi Analisis atas Pemikiran Ibn Miskawih dan Abdullah
Nasikh Ulwan), (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2005), hlm.109. 3Ahmad Nakhrowi, Pengaruh Implementasi Reward dan Punishment Terhadap Prestasi
Belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Gajah Kabupaten Demak (Studi Kasus dalam
Pembelajaran PAI), ( Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2007), hlm. 76.
12
B. Kerangka Teoritik
1. Penguatan (Reinforcement)
a. Pengertian Penguatan (Reinforcement)
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar maupun
mengucapkan terima kasih. Ucapan terima kasih sejatinya merupakan satu
penghargaan. Contoh bentuk penghargaan lain seperti: orang yang bekerja
untuk orang lain hadiahnya adalah upah/ gaji; orang yang menyelesaikan suatu
program sekolah, hadiahnya adalah ijazah; membuat suatu prestasi dalam
suatu bidang olah raga, hadiahnya adalah medali atau uang; tepuk tangan,
memberi salam pada dasarnya adalah suatu hadiah juga. Demikian juga halnya
dengan hukuman yang diberikan seseorang karena telah mencuri, menyontek,
tidak mengerjakan tugas, datang terlambat, menipu, dan lain-lain.
Baik pemberian hadiah maupun pemberian hukuman merupakan respon
seseorang kepada orang lain karena perbuatannya. Hanya saja pada pemberian
penghargaan/ hadiah (reward) adalah merupakan respon yang positif,
sedangkan pada pemberian hukuman (punishment) adalah respon yang
negatif. Namun, kedua respon tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu ingin
mengubah tingkah laku seseorang.
Dalam perspektif Islam, reward muncul dengan beberapa istilah, antara
lain ganjaran, balasan dan pahala, sebagaimana Firman Allah Swt.
Sebagai balasan bagi apa yang Telah mereka kerjakan. (QS. Al-
Waqiah56/: 24).4
Sedangkan punishment, muncul dengan kata ‘uqubah atau ‘iqaab,
sebagaimana Firman Allah Swt.
4Departemen Agama RI, al-Qur'an dan Terjemahnya, (Bandung: CV Penerbit Jumanatul
'Ali-Art, 2005), hlm. 536.
13
Yang demikian itu adalah Karena Sesungguhnya mereka menentang
Allah dan Rasul-Nya. barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya,
Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (Q.S. al-Hasyr/59 : 4).5
Respon positif (reward) adalah bertujuan agar tingkah laku yang sudah
baik (bekerja, belajar, berprestasi dan memberi) itu frekuensinya akan
berulang atau bertambah. Sedang respon yang negatif (punishment) bertujuan
agar tingkah laku yang kurang baik itu frekuensinya berkurang atau hilang.6
Pemberian respon tersebut, dalam proses belajar mengajar disebut pemberian
Reinforcement (penguatan).
1) Menurut J.P. Chalpin dalam Kamus Lengkap Psikologi yang di
terjemahkan oleh Kartini Kartono, mengartikan "reinforcement berasal
dari kata reinforc (memperkuat) dan ment, penguatan suatu reaksi, dengan
jalan menambah suatu peningkatan kekuatan kebiasaan".7
2) Menurut J.J. Hasibun dan Moedjiono, dalam bukunya Proses Belajar
Mengajar mendefinisikan bahwa, "penguatan adalah tingkah laku guru
dalam merespons secara positif suatu tingkah laku tertentu murid yang
memungkinkan tingkah laku tersebut timbul kembali".8
3) Menurut Moh Uzer Usman, dalam bukunya Menjadi Guru Profesional
mendefinisikan bahwa penguatan (reinforcement) adalah:
segala bentuk respon, apakah bersifat verbal ataupun non verbal,
yang merupakan modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah laku
siswa, yang bertujuan untuk memberikan informasi atau umpan balik
(feedback) bagi si penerima (siswa) atas perbuatannya sebagai suatu
tindak dorongan ataupun koreksi.9
5 Departemen Agama RI, al-Qur'an dan Terjemahny , hlm. 547.
6Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2005), hlm.117.
7J. P. Chalpin, Kamus Lengkap Psikologi, terj. Kartini Kartono, (Jskarta: Persada Pers,
2009), hlm. 426.
8J. J. Hasibun dan Moedjiono, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2009), hlm. 58.
9Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2000), hlm. 80.
14
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa penguatan
merupakan umpan balik yang diberikan oleh guru sebagai suatu bentuk
penghargaan untuk memperkuat perilaku yang diinginkan dan memberi
hukuman/ memadamkan perilaku yang tidak diinginkan.
Namun, menurut pendapat Kenenth N. Wexley, dalam bukunya
Organizational Behavior and Personel Psycology, menyatakan bahwa
"research on behavior modivication sugests that reinforcement of behavior
with rewards is usually more effective than reinforcement with punishment" .10
Dalam penelitian membuktikan bahwa penguatan dengan menggunakan
hadiah lebih efektif daripada penguatan yang menggunakan hukuman. Oleh
karena itu sebelum menggunakan reinforcement, maka harus dipikirkan secara
matang dahulu apakah seorang pendidik akan menggunakan hukuman atau
hadiah.
b. Tujuan Pemberian Penguatan
Pemberian penguatan tentunya memiliki tujuan tertentu yang mengacu
pada peningkatan kemampuan belajar anak didik saat mengikuti pelajaran.
Tujuan pemberian penguatan kepada murid di sekolah yaitu :
1) Meningkatkan perhatian siswa dan membantu siswa belajar bila
pemberian penguatan digunakan secara selektif.
2) Memberi motivasi kepada siswa.
3) Dipakai untuk mengontrol atau mengubah tingkah laku siswa yang
mengganggu, dan meningkatkan cara belajar yang produktif.
4) Mengembangkan kepercayaan diri siswa untuk mengatur diri sendiri
dalam pengalaman belajar.
5) Mengarahkan terhadap pengembangan berfikir yang divergen (berbeda)
dan pengambilan inisiatif yang bebas.11
10
Kenenth N. Wexley et.all., Organizational Behavior and Personel Psycology, (tk:
Irwin, 1984), hlm. 22.
11Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2005), hlm. 118.
15
c. Jenis-jenis Penguatan
1) Penguatan Verbal
Biasanya diungkapkan atau diutarakan dengan menggunakan kata-
kata pujian, penghargaan, persetujuan dan sebagainya, misalnya: pintar,
bagus, bagus sekali, seratus !
2) Penguatan Nonverbal
a) Penguatan gerak isyarat, misalnya anggukan atau gelengan kepala,
senyuman, kerut kening, acungan jempol, wajah mendung, wajah
cerah, sorot mata yang sejuk bersahabat atau tajam memandang.
b) Penguatan pendekatan: Guru mendekati siswa untuk menyatakan
perhatian dan kesenangannya terhadap pelajaran, tingkah laku, atau
penampilan siswa. Misalnya guru berdiri di samping siswa, berjalan
menuju siswa, duduk dengan seseorang atau sekelompok siswa, atau
berjalan di sisi siswa. Penguatan ini berfungsi menambah penguatan
verbal.
c) Penguatan dengan sentuhan (contact): Guru dapat menyatakan
persetujuan dan penghargaan terhadap usaha dan penampilan siswa
dengan cara menepuk-nepuk bahu atau pundak siswa, berjabat tangan,
mengangkat tangan siswa yang menang dalam pertandingan.
Penggunaannya harus dipertimbangkan dengan seksama agar sesuai
dengan usia, jenis kelamin, dan latar belakang kebudayaan setempat.
d) Penguatan dengan kegiatan menyenangkan: Guru dapat menggunakan
kegiatan-kegiatan atau tugas-tugas yang disenangi oleh siswa sebagai
penguatan. Misalnya seorang siswa yang menunjukkan kemajuan
dalam pelajaran musik ditunjuk sebagai pemimpin paduan suara di
sekolahnya.
e) Penguatan berupa simbol atau benda: penguatan ini dilakukan dengan
cara menggunakan berbagai simbol berupa benda seperti tanda bintang
dari kertas, kartu bergambar, binatang plastik, lencana, permen
ataupun komentar tertulis pada buku siswa. Hal ini jangan terlalu
16
sering digunakan agar tidak sampai terjadi kebiasaan siswa mengharap
sesuatu sebagai imbalan.
f) Jika siswa memberikan jawaban yang hanya sebagian saja benar, guru
hendaknya tidak langsung menyalahkan siswa. Dalam keadaan ini
guru sebaiknya menggunakan atau memberikan penguatan tak penuh
(partial). Umpamanya, bila seorang siswa hanya memberikan jawaban
sebagian benar, sebaiknya guru menyatakan, "ya, jawabanmu sudah
baik, tetapi masih perlu disempurnakan," sehingga siswa tersebut
mengetahui bahwa jawabanya tidak seluruhnya salah, dan ia mendapat
dorongan untuk menyempurnakannya
d. Prinsip Penggunaan Penguatan
Menurut M. Uzer Usman, ada 3 prinsip dalam penggunaan penguatan,
yaitu:
1) Kehangatan dan Keantusiasan
Sikap dan gaya guru, termasuk suara, mimik, dan gerak badan, akan
menunjukkan adanya kehangatan dan keantusiasan dalam memberikan
penguatan, dengan demikian tidak terjadi kesan bahwa guru tidak ikhlas
dalam memberikan penguatan karena tidak disertai kehangatan dan
keantusiasan.
2) Kebemaknaan
Penguatan hendaknya diberikan sesuai dengan tingkah laku dan
penampilan siswa sehingga ia mengerti dan yakin bahwa ia patut diberi
penguatan. Dengan demikian penguatan itu bermakna baginya. Yang jelas
jangan sampai terjadi sebaliknya.
3) Menghindari Respon yang Negatif
Walaupun teguran dan hukuman masih bisa digunakan, respon
negatif yang diberikan guru berupa komentar, bercanda menghina, ejekan
yang kasar perlu dihindari karena akan mematahkan semangat siswa untuk
mengembangkan dirinya. Misalnya, jika seorang siswa tidak dapat
17
memberikan jawaban yang diharapkan, guru jangan langsung
menyalahkannya, tetapi bisa melontarkan pertanyaan kepada siswa lain.12
e. Cara Menggunakan Penguatan
Penggunaan penguatan dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai
berikut:
1) Penguatan kepada Pribadi Tertentu
Penguatan harus jelas kepada siapa ditujukan sebab jika tidak, akan
kurang efektif. Oleh karena itu, sebelum memberikan penguatan, guru
terlebih dahulu menyebut nama siswa yang bersangkutan sambil menatap
kepadanya.
2) Penguatan kepada Kelompok
Penguatan dapat diberikan kepada sekelompok siswa, misalnya
apabila satu tugas telah diselesaikan dengan baik oleh satu kelas, guru
membolehkan kelas itu bermain, misalnya bola voli yang menjadi
kegemarannya.
3) Pemberian Penguatan dengan Segera
Penguatan seharusnya diberikan segera setelah muncul tingkah laku
atau respons siswa yang diharapkan. Penguatan yang ditunda
pemberiannya, cenderung kurang efektif.
4) Variasi dalam Pengggunaan
Jenis atau macam penguatan yang digunakan hendaknya bervariasi,
tidak terbatas pada satu jenis saja karena hal ini akan menimbulkan
kebosanan dan lama-kelamaan akan kurang efektif.13
2. Moral Keagamaan
a. Etika, Moral, Susila, dan Akhlak
Ada beberapa istilah yang sering dipakai untuk mendeskripsikan sesuatu
yang berkaitan dengan perilaku manusia. Istilah itu antara lain adalah etika,
moral, susila, dan akhlak Istilah-istilah tersebut sering kita ketahui maknanya
12
Usman, Menjadi Guru Profesional, hlm. 82.
13 Usman, Menjadi Guru Profesional, hlm. 83.
18
dalam kehidupan sehari-hari. Namun, agar lebih jelas perlu adanya penegasan
dalam penggunaan istilah-istilah tersebut.
Menurut Bertens dalam bukunya Mawardi Lubis, istilah etika berasal
dari bahasa Yunani, ethos dalam bentuk tunggal yang berarti adat, dan dalam
bentuk jamak adalah ta etha artinya adat kebiasaan.14
Sedangkan dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata etika berarti ilmu tentang baik dan
buruk, tentang hak dan kewajiban moral (akhlak), kumpulan azas atau nilai
yang berkenaan dengan akhlak, dan nilai mengenai benar dan salah yang
dianut oleh suatu golongan atau masyarakat.15
Selanjutnya menurut Abudin Nata etika berhubungan dengan empat hal
sebagai berikut: Pertama, dilihat dari segi obyek pembahasannya, etika
berupaya membahas perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Kedua, dilihat
dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran atau filsafat. Sebagai
hasil pemikiran, maka etika tidak bersifat mutlak, absolut dan tidak pula
universal. Ia terbatas, dapat berubah, memiliki kekurangan, kelebihan dan
sebagainya. Selain itu etika juga memanfaatkan berbagai ilmu yang membahas
perilaku manusia seperti ilmu antropologi, psikologi, sosiologi, ilmu politik,
ilmu ekonomi dan sebagainya. Hal ini dimungkinkan, karena berbagai ilmu
yang disebutkan itu sama-sama mempunyai obyek pembahasan yang sama
dengan etika, yaitu perbuatan manusia. Ketiga, dilihat dari segi fungsinya,
etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap sesuatu
perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah perbuatan akan dinilai
baik, buruk, mulia, terhormat dan sebagainya. Dengan demikian etika lebih
berperan sebagai konseptor terhadap sejumlah perilaku yang dilaksanakan
oleh manusia. Peranan etika dalam hal ini tampak sebagai wasit atau hakim,
dan bukan sebagai pemain. Ia merupakan konsep atau pemikiran mengenai
nilai-nilai untuk digunakan dalam menentukan posisi atau status perbuatan
yang dilakukan oleh manusia. Etika lebih mengacu kepada pengkajian sistem
14
Mawardi Lubis, Evaluasi Pendidikan Nilai, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm.9.
15Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2005), hlm. 309.
19
nilai-nilai yang ada. Keempat, dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relatif
yakni dapat berubah-ubah sesuai dengan tuntutan zaman.16
Dengan demikian, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan oleh
manusia untuk kemudian dikatakan baik atau buruk
Untuk istilah moral menurut Schumann dalam bukunya Mawardi Lubis,
moral berasal dari kata mores (Latin), yang berhubungan dengan kebiasaan
(adat). Mores mengandung kaidah-kaidah yang sudah diterima oleh kelompok
masyarakat sebagai pedoman tingkah laku anggotanya dan harus dipatuhi.17
Sedangkan M. Amin Syukur mendefinisikan bahwa moral adalah tindakan
yang sesuai dengan ukuran-ukuran umum dan diterima oleh kesatuan sosial.18
Oleh karena itu etika dan moral memiliki obyek yang sama, yaitu sama-
sama membahas tentang perbuatan manusia untuk selanjutnya ditentukan
posisinya apakah baik atau buruk. Namun jika dalam pembicaraan etika, untuk
menilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal
pikiran atau rasio, sedangkan dalam pembicaraan moral tolak ukur yang
digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang yang
berlangsung di masyarakat.
Susila atau kesusilaan berasal dari kata susila yang mendapat awalan ke
dan akhiran an. Menurut M. Sa'id dalam bukunya Abudin Nata, kata tersebut
berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu su dan sila. Su berarti baik, bagus dan sila
berarti dasar, prinsip, peraturan dan norma.19
Kesusilaan mengacu kepada upaya membimbing, memandu,
mengarahkan, membiasakan dan memasyarakatkan hidup yang sesuai dengan
norma atau nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Kesusilaan
menggambarkan keadaan di mana orang selalu menerapkan nilai-nilai yang
16
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 93.
17Mawardi Lubis, Evaluasi Pendidikan Nilai, hlm. 10.
18M. Amin Syukur, Pengantar Studi Islam, (Semarang: Lembkota, 2006), hlm. 141.
19Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, hlm. 96.
20
dipandang baik.20
Oleh karena itu pedoman untuk menentukan baik dan buruk
dalam kesusilaan adalah sama dengan moral yaitu berpedoman pada norma-
norma yang tumbuh dan berkembang yang berlangsung di masyarakat.
Akhlak adalah sikap/ sifat keadaan jiwa yang mendorong untuk
melakukan suatu perbuatan (baik/ buruk), yang dilakukan dengan mudah,
tanpa dipikir atau direnungkan terlebih dahulu dalam pemahaman ini,
perbuatan itu dilihat dari pangkalnya, yaitu motif atau niat.21
Jadi perbuatan
yang bisa dinilai baik atau buruk itu ialah perbuatan yang disengaja dan
disadari serta tergantung pada niatnya.
Sedangkan moral dalam Islam (akhlak) termasuk moral keagamaan,
yakni moral yang berdasarkan aqidah (rukun iman) yang bersumber dari al-
Qur'an dan as-Sunnah.22
Adapun moral dalam penelitian ini mengacu pada
definisi akhlak.
Dilihat dari fungsi dan peranannya, dapat dikatakan bahwa etika, moral,
dan akhlak adalah sama, yaitu menentukan hukum atau nilai dari suatu
perbuatan yang dilakukan manusia untuk ditentukan baik buruknya.
Perbedaan antara etika, moral, susila, dan akhlak adalah terletak pada
sumber yang dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk. Jika pada
etika penilaian baik buruk berdasarkan pendapat akal pikiran, pada moral dan
susila berdasarkan kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat, maka pada
akhlak ukuran yang digunakan untuk menentukan baik dan buruk adalah al-
Qur'an dan al-Hadis.
Perbedaan lain antara etika, moral, susila, terlihat pula pada sifat dan
kawasan pembahasannya. Jika etika lebih banyak bersifat teoritis, maka pada
moral dan susila lebih banyak bersifat praktis. Etika memandang tingkah laku
manusia secara umum, sedangkan moral dan susila bersifat lokal dan
individual. Etika menjelaskan baik buruk, sedangkan moral dan susila
20
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf ,hlm. 96.
21Syukur, Pengantar Studi Islam, hlm. 141.
22Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam (Surabaya: Pusat Studi Agama,
Politik dan Masyarakat (PSAPM), 2004), hlm. 316
21
menyatakan ukuran tersebut dalam bentuk perbuatan.23
Jadi, disamping
terdapat beberapa perbedaan pada etika, moral, susila, dan akhlak, terdapat
pula beberapa persamaan pada istilah-istilah tersebut.
b. Berbagai Pendidikan Terkait Tata Aturan Baik Buruk
Menurut Jarolimek dalam bukunya Nurul Zuriah, pendidikan yang
mengatur baik buruk (kelakuan) antara lain adalah:
1) Pendidikan Afektif
Pendidikan ini berusaha mengembangkan aspek emosi atau perasaan
yang umumnya terdapat dalam pendidikan humaniora dan seni, namun
juga dihubungkan dengan sistem nilai-nilai hidup, sikap, dan keyakinan
untuk mengembangkan moral dan watak seseorang
2) Pendidikan Nilai-nilai
Pengembangan pribadi siswa tentang pola keyakinan suatu
masyarakat tentang hal baik yang harus dilakukan dan hal buruk yang
harus dihindari. Dalam nilai-nilai ini terdapat pembakuan tentang hal baik
dan hal buruk serta pengaturan perilaku. Nilai-nilai hidup dalam
masyarakat sangat banyak jumlahnya sehingga pendidikan berusaha untuk
mengenali, memilih, dan menetapkan nilai-nilai tertentu sehingga dapat
digunakan sebagai landasan pengambilan keputusan untuk berperilaku
secara konsisten dan menjadi kebiasaan dalam hidup bermasyarakat.
3) Pendidikan Moral
Pendidikan moral berusaha untuk mengembangkan pola perilaku
seseorang sesuai dengan kehendak masyarakatnya. Kehendak ini berwujud
moralitas atau kesusilaan yang berisi nilai-nilai dan kehidupan yang
berada dalam masyarakat. Karena menyangkut nilai-nilai dan kehidupan
nyata inilah maka pendidikan moral lebih banyak membahas masalah
dilema (seperti makan buah simalakama) yang berguna untuk mengambil
keputusan moral yang terbaik bagi diri dan masyarakatnya.
23
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, hlm. 97.
22
4) Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter sering disamakan dengan pendidikan budi
pekerti. Seseorang dapat dikatakan berkarakter atau berwatak jika telah
berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta
digunakan sebagai kekuatan moral dalam hidupnya.
5) Pendidikan Budi Pekerti
Pendidikan budi pekerti merupakan program pengajaran di sekolah
yang bertujuan mengembangkan watak atau tabiat siswa dengan cara
menghayati nilai-nilai dan keyakinan masyarakat sebagai kekuatan moral
dalam hidupnya melalui kejujuran, dapat dipercaya, disiplin dan kerja
sama yang menekankan ranah afektif (perasaan dan sikap) tanpa
meninggalkan ranah kognitif (berpikir rasional) dan ranah skill/
psikomotorik (keterampilan, terampil mengolah data, mengemukakan
pendapat, dan kerja sama)24
Semua bentuk pendidikan tersebut diatas pada dasarnya adalah
mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk mendidik manusia agar mengetahui
hukum atau nilai tentang sesuatu agar manusia tahu dan dapat menentukan
baik atau buruknya suatu perbuatan.
c. Perkembangan Moral
Menurut pendapat Kohlberg yang dikutip oleh Muhibbin Syah,
perkembangan moral dibagi dalam beberapa tahap, sebagai berikut:
24
Nurul Zuriah, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Prespektif Perubahan,
(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), hlm. 19
23
Tabel 1
Teori Enam Tahap Perkembangan Pertimbangan Moral
Versi Kohlberg
Tingkat Tahap Konsep Moral
Tingkat I/
Moralitas
prakonvensional
(usia 4-10
tahun)
Tahap 1:
memperhatikan
ketaatan dan hukum
Tahap 2:
memperhatikan
pemuasan kebutuhan
1. Anak menentukan keburukan
berdasarkan tingkat hukuman
akibat keburukan tersebut;
2. Perilaku baik dihubungkan
dengan penghindaran diri dari
hukuman.
Perilaku baik dihubungkan
dengan pemuasan keinginan dan
kebutuhan sendiri tanpa
memperimbangkan kebutuhan
orang lain;
Tingkat II/
Moralitas
konvensional
(usia 10-13
tahun)
Tahap 3:
memperhatikan citra
"anak baik"
Tahap 4:
memperhatikan
hukum dan peraturan
1. Anak dan remaja berperilaku
sesuai dengan aturan dan
patokan moral agar
memperolaeh persetujuan
orang dewasa, bukan untuk
menghindari hukuman;
2. Perbuatan baik dan buruk
dinilai berdasarkan tujuanya.
Jadi ada perkembangan
kesadaran terhadap perlunya
aturan.
1. Anak dan remaja memiliki
sikap pasti terhadap wewenang
dan peraturan;
2. Hukum harus ditaati oleh
semua orang.
24
Tingkat III/
Moralitas
konvensional
(usia 10-13
tahun)
Tahap 5:
memperhatikan hak
perseorangan
Tahap 6:
memperhatikan
prinsip-prinsip etika
1. Remaja dan dewasa
mengartikan perilaku baik
sebagai hak pribadi sesuai
dengan aturan dan patokan
sosial;
2. Perubahan hukum dan aturan
dapat diterima jika diperlukan
untuk mencapai hal-hal yang
paling baik;
3. Pelanggaran hukum dan aturan
dapat terjadi karena alasan-
alasan tertentu.
1. Keputusan mengenai perilaku-
perilaku sosial didasarkan atas
prinsip-prinsip moral pribadi
yang bersumber dari hukum
universal yang selaras dengan
umum dan kepentingan orang
lain;
2. Keyakinan terhadap moral
pribadi dan nilai-nilai tetap
melekat meskipun sewaktu-
waktu berlawanan dengan
hukum yang dibuat untuk
mengekalkan aturan sosial.
Sehingga, menurut Kohlberg perkembangan sosial dan moral manusia
itu terjadi dalam tiga tingkatan besar, yakni:
1) Tingkat moralitas prakonvensional, yaitu ketika manusia berada dalam
fase perkembangan prayuana (usia 4-10 tahun) yang belum menganggap
moral sebagai kesepakatan tradisi sosial.
25
2) Tingkat moralitas konvensional, yaitu ketika manusia menjelang dan mulai
memasuki fase perkembangan yuwana (usia 10-13 tahun) yang sudah
menganggap moral sebagai kesepakatan tradisi sosial.
3) Tingkat moralitas pascakonvnesional, ketika manusia telah memasuki fase
perkembangan yuwana dan pascayuwana (usia 13 tahun ke atas) yang
memandang moral lebih dari sekedar kesepakatan tradisi sosial.25
Dari pembagian perkembangan moral diatas jelas tampak sekali bahwa
tingkat perkembangan moral sangat dipengaruhi oleh tingkatan usia, jadi
semakin tinggi usia seseorang semakin matang tingkat penalaran moral
seseorang.
Namun hal ini tidak menutup kemungkinan untuk terjadi penalaran
moral yang tidak sesuai dengan kesepakatan sosial, hal ini bisa terjadi jika
antara nilai-nilai yang ada berlawanan dengan kenyataan.26
Contoh: seorang
suami yang istrinya sakit keras dan ia tidak punya uang boleh jadi akan
mencuri obat atau uang untuk membeli obat untuk menyelamatkan nyawa
istrinya. Ia yakin bahwa tindakan mencuri tersebut merupakan suatu
keharusan, karena menyelamatkan kehidupan manusia itu merupakan
kewajiban yang lebih tinggi daripada mencuri.
d. Nilai-nilai Keagamaan
Nilai adalah esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi
kehidupan manusia.27
Jadi nilai disini adalah makna dibalik sesuatu.
Sedangkan untuk nilai-nilai pokok ajaran Islam yaitu meliputi iman,
Islam dan ihsan. Ketiganya sebagai satu kesatuan integral yang tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan lainnya. Keterkaitan ketiga komponen di atas
digambarkan oleh Allah SWT dalam sebuah perumpamaan, sebagaimana
dalam al-Qur'an surat Ibrahim ayat 24-25:
25
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 42.
26Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, hlm. 42.
27Mawardi lubis, Evaluasi Pendidikan Nilai, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 18.
26
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah Telah membuat
perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya
teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit,(24) Pohon itu memberikan
buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu
ingat(25). (Q. S. Ibrahim/14: 24-25) 28
Adapun nilai-nilai pokok ajaran Islam secara keseluruhan mencakup
iman, Islam dan ihsan.
Iman, meliputi enam rukun yaitu: iman kepada Allah, iman kepada
Malaikat-malaikat Allah, iman kepada Kitab-kitab Allah, iman kepada Rasul-
rasul Allah, iman kepada Hari akhir dan iman kepada Qadar baik dan Qadar
buruk. Sedangkan Islam, meliputi lima rukun yaitu: mengucapkan dua kalimat
syahadat, mendirikan shalat, membayar zakat, mengerjakan puasa pada bulan
Ramadhan, serta mengerjakan haji ke baitullah bagi orang yang mampu
melaksanakannya. Dan ihsan, yaitu beribadah kepada Allah seolah-olah kita
melihat Allah dan jika kita tidak dapat melihatnya, kita meyakini, bahwa
Allah melihat kita.29
Sebagai sumber nilai, ajaran Islam merupakan petunjuk, serta pedoman
dalam mengatur tatanan kehidupan karena dalam ajarannya yang universal
ajaran Islam mengandung ketentuan-ketentuan keimanan, muamalah dan pola
tingkah laku dalam berhubungan dengan Tuhannya, maupun sesama makhluk.
e. Ruang Lingkup Moral Keagamaan
Sikap dan perilaku yang sesuai dengan tuntunan agama Islam (akhlak)
dalam pembahasan ini disebut moral keagamaan. Secara garis besar ruang
lingkup nilai akhlak yang dimasukkan dalam materi budi pekerti, menurut
28
Departemen Agama RI, al-Qur'an dan Terjemahnya, hlm. 259.
29Mawardi Lubis, Evaluasi Pendidikan Nilai, hlm. 22.
27
Milan Rianto dalam bukunya Nurul Zuriah, dikelompokkan dalam tiga hal
nilai akhlak yaitu sebagai berikut:
1) Akhlak terhadap Tuhan Yang maha Esa
a) Mengenal Tuhan
Mengenal Tuhan yaitu dapat mengerti tentang Tuhan sebagai
Pencipta, Tuhan sebagai Pemberi (pengasih, penyayang) maupun
Tuhan sebagai Pemberi balasan (baik, buruk).
b) Hubungan Akhlak kepada Tuhan Yang maha Esa
Hubungan akhlak kepada Tuhan Yang maha Esa dapat terwujud
dengan cara: Ibadah/ menyembah, meminta tolong kepada Tuhan
melalui usaha dan upaya serta berdo,a.
2) Akhlak terhadap sesama manusia
Akhlak terhadap sesama manusia meliputi: akhlak terhadap diri
sendiri, terhadap orang tua, terhadap orang yang lebih tua, terhadap
sesama maupun terhadap orang yang lebih muda.
3) Akhlak terhadap lingkungan
Akhlak terhadap lingkungan, meliputi akhlak terhadap alam baik
dengan cara menjaga dan memelihara flora dan fauna maupun akhlak
dengan sosial-masyarakat-kelompok.30
3. Strategi Pengembangan Moral dan Agama pada Pendidikan Prasekolah
a. Pengertian Pendidikan Prasekolah
Berdasarkan UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada pasal 28 tentang Pendidikan Anak Usia Dini.
1) Pendidikan anak usia dini. diselenggarakan sebelum pendidikan dasar
2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan
formal, nonformal, dan atau informal
3) pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman
Kanak-kanak (TK), Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat
4) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan non formal berbentuk
30
Nurul Zuriah, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti, hlm. 27.
28
Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA) atau bentuk lain
yang sederajat.
5) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk
pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh
lingkungan.31
Dalam Undang-undang Sisdiknas tahun 2003 pasal 1 ayat 14
menyatakan: "Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut".32
Sedangkan masa
prasekolah adalah usia 3-6 tahun.33
Di Indonesia umumnya anak prasekolah
adalah mereka yang mengikuti program Tempat Penitipan Anak (3 bulan-5
tahun) dan Kelompok Bermain (usia 3 tahun), sedangkan pada usia 4-6 tahun
biasanya mereka mengikuti program TK34
Jadi, pendidikan prasekolah merupakan jalur pendidikan yang berusaha
memberikan pembinaan berupa rangsangan mendidik kepada anak usia 3-6
tahun agar mempunyai kesiapan memasuki pendidikan dasar (SD).
b. Perkembangan Anak Usia Prasekolah
1) Perkembangan Jasmanyiah/ Badaniyah
Anak-anak pada usia 1-5 tahun pada umumnya mempunyai
kegemaran-kegemaran, antara lain yang menonjol adalah: berlari,
melompat-lompat juga memanjat, suka bertanya, suka mendengarkan
31
Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI, UU Tentang Pendidikan
Anak Usia Dini (Jakarta: Departemen Agama, 2006).,Hlm. 20.
32Lembaran Negara RI, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, (Jogjakarta: Media
Wacana Press: 2003), hlm. 20.
33Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2000), hlm. 44.
34Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah, hlm. 19.
29
cerita-cerita, suka melihat gambar serta mengenalinya dan suka meniru
terhadap sekelilingnya.35
2) Perkembangan Rohaniyah/ Nafsiyah
Anak pada usia 3-5 tahun mempunyai perkembangan rohaniyah/
nafsiyah yang cepat berubah-ubah dan pesat sekali, tanggapan,
pengamatan, dan ingatan mereka mulai sempurna, kecerdasan mereka
mulai berkembang baik dan dapat membeda-bedakan jenis-jenis barang
yang dapat diamatinya. Meskipun demikian mereka masih belum mampu
berfikir yang cermat, mereka masih sukar disuruh mengerti hal-hal
immateril atau abstrak, mereka masih memerlukan gambaran-gambaran
yang nyata, masih selalu memerlukan peragaan. Jika mereka dipaksa
untuk mengerti dalam hal-hal yang diluar kemampuan dirinya, malah
kemungkinan akan memberikan hasil yang sebaliknya.36
Melihat perkembangan jasmanyiah maupun ruhaniyah yang dicapai
anak usia prasekolah yang belum mampu mengerti hal-hal yang masih
abstrak, maka seyogyanya proses pendidikan dan pembelajaran pada anak usia
prasekolah harus dilakukan dengan memberikan konsep yang bermakna bagi
anak melalui pengalaman-pengalaman nyata.
c. Pengembangan Moral dan Agama pada Pendidikan Prasekolah
Kepribadian seseorang terbentuk melalui semua pengalaman dan nilai-
nilai yang diserapnya dalam pertumbuhannya, terutama tahun-tahun pertama
dalam pertumbuhanya.37
Disinilah letak pentingnya pengalaman dan pembinaan moral dan nilai-
nilai agama pada masa-masa pertumbuhan anak, Hal ini sesuai dengan
pendapat al-Ghazali:
35
Muhammad Tholhah Hasan, Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia, (Jakarta:
Lantabora Press, 2005), hlm.22.
36Hasan, Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia, hlm. 23.
37Zakiah Darajat, "Pendidikan Anak Dalam Keluarga Tinjauan Psikologi Agama" dalam
Jalaludin Rakhmat dkk. (edds), Keluarga Muslim dalam masyarakat Modern, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 1994), Hlm. 65.
30
Seandainya akhlak itu tidak dapat menerima perubahan, maka batallah
fungsi wasiat, nasihat dan pendidikan dan tidak ada pula fungsinya hadis
Nabi yang mengatakan "perbaikilah akhlak kamu sekalian".
Oleh karena itu jelas bahwa akhlak memang perlu dibina agar tidak
melenceng dari nilai-nilai yang ada baik nilai dari masyarakat maupun ajaran
agama, karena Nabi Muhammad juga diutus untuk menyempurnakan akhlak..
Selaras dengan hal itu, dalam program pembelajaran pendidikan TK,
penanaman nilai agama, moral, disiplin dan afeksi dimasukkan dalam bidang
pembentukan perilaku. Tujuan yang hendak dicapai dengan penanaman nilai-
nilai/ pembentukan perilaku, dilakukan melalui pembiasaan dalam rangka
mempersiapkan anak sedini mungkin mengembangkan sikap dan perilaku
yang didasari oleh nilai agama dan moral sehingga dapat hidup sesuai dengan
norma-norma yang dianut oleh masyarakat.39
Oleh karena itu penanaman nilai agama, moral, disiplin dan afeksi
merupakan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dan ada dalam
kehidupan sehari-hari anak di TK, sehingga aspek-aspek perkembangan
tersebut diharapkan berkembang secara optimal
1) Cara penanaman nilai moral pada anak
a) Pengintegrasian dalam kehidupan sehari-hari
Penanaman moral dalam kegiatan sehari-hari dapat dilakukan
melalui beberapa kegiatan, diantaranya:
(1) Keteladanan dan contoh
Kegiatan pemberian contoh/ teladan yaitu kegiatan yang
dapat dilakukan oleh pengawas, kepala sekolah, staf administrasi di
sekolah yang dapat dijadikan model bagi peserta didik. Dalam hal
38
al-Imam abi Hamid al-Ghazali, Ihya' Ulumu al-Din, Juz, III, (tk: Dar al-Hadits, 2004),
hlm. 73.
39Badru Zaman, Strategi Pengembangan Moral dan Agama di Taman Kanak-Kanak,
http://file.upi.edu/Direktori/A%20% pdf diakses 12 Maret 2011, hlm. 2.
31
ini guru berperan langsung sebagai teladan/ contoh bagi anak.
Segala sikap dan tingkah laku guru, baik di sekolah, di rumah
maupun di masyarakat hendaknya selalu menunjukkan sikap dan
tingkah laku yang baik. Misalnya: berpakaian yang sopan dan rapi,
bertutur kata yang baik, tidak makan sambil berjalan, tidak
membuang sampah di sembarang tempat, mengucapkan salam bila
bertemu orang, dan sebagainya.
(2) Kegiatan spontan
Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dapat dilaksanakan
secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini biasanya dilakukan
pada saat guru mengetahui sikap/tingkah laku anak yang kurang
baik, seperti seorang anak menerima atau memberikan sesuatu
kepada orang lain dengan tangan kiri, meminta sesuatu dengan
berteriak, dan sebagainya. Apabila guru mengetahui sikap/ perilaku
anak yang demikian, hendaknya secara spontan diberikan
pengertian dan diberitahu bagaimana sikap/ perilaku yang baik.
Misalnya kalau menerima atau memberikan sesuatu harus tangan
kanan dan mengucapkan terima kasih. Demikian juga kalau
meminta sesuatu hendaknya dengan sopan dan tidak berteriak .
Kegiatan spontan tidak saja berkaitan dengan perilaku anak
yang negatif, tetapi pada sikap/ perilaku yang positif pun perlu
ditanggapi oleh guru, sebagai penguat bahwa sikap/perilaku
tersebut sudah baik dan perlu dipertahankan, sehingga dapat pula
dijadikan teladan bagi teman temannya.
(3) Teguran
Teguran disini harus dilakukan dengan lemah lembut juga
harus memperhatikan prinsip-prinsip perkembangan peserta didik.
(4) Pengkondisian lingkungan
Suasana sekolah perlu dikondisikan sedemikian rupa, dengan
menyediakan sarana fisik. Contohnya dengan penyediaan tempat
sampah, jam dinding, slogan-slogan, tata tertib sekolah dan
32
sebagainya pada tempat-tempat yang strategis yang mudah
dijangkau peserta didik.
(5) Kegiatan rutin
Kegiatan rutinitas merupakan kegiatan yang dilakukan
peserta didik secara terus-menerus dan konsisten setiap saat.
Contohnya adalah: kegiatan berbaris masuk ruang kelas, berdo'a
sebelum dan sesudah kegiatan, giliran membersihkan kelas,
mengucap salam apabila bertemu orang dan lain sebagainya.40
b) Pengintegrasian dalam kegiatan yang terprogramkan
Kegiatan ini dilakukan dengan mengintegrasikan perilaku-
perilaku moral dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran baik di kelas
maupun diluar kelas.41
Misalnya melalui kegiatan-kegiatan yang
direncanakan seperti kegiatan keagamaan, kegiatan tadabbur alam,
maupun kegiatan ketika proses belajar mengajar di kelas.
2) Cara Penanaman Nilai-nilai Agama
a) Mengenalkan Tuhan
Pertumbuhan kecerdasan anak sampai umur enam tahun masih
terkait pada alat indranya, maka dapat kita pahami bahwa anak pada
umur (0-6) ini berfikir indrawi.42
Artinya anak belum mampu
memahami hal yang maknawi (abstrak). Oleh karena itu, pendidikan
pembinaan keimanan/ ketuhanan diperlukan contoh-contoh yang
nyata, pembiasaan, teladan, serta latihan sesuai perkembangan anak.
Seperti: mengajak anak shalat, membiasakan membaca basmalah dan
hamdalah ketika makan, tidur, buang air dan lain sebagainya, tadarus
bersama serta menghafal surat-surat pendek, mengenalkan dan
menceritakan bahwa hewan dan tumbuh-tumbuhan semua adalah
ciptaan Allah.
40
Nurul Zuriah, Pendidikan, Moral dan Budi Pekerti hlm. 86-87.
41Nurul Zuriah, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti, hlm. 88.
42Zakiah Darajat, "Pendidikan Anak Dalam Keluarga Tinjauan Psikologi Agama" , Hlm. 61.
33
Disamping semua tadi, perlu kiranya anak-anak kita kenalkan
dengan nama-nama barang atau orang yang ada hubungannya dengan
agama Islam, misalnya: masjid, langgar/ surau, menara, suara adzan,
Makkah, Madinah, Nabi Muhammad Saw, Abu Bakar as-Siddiq, Umar
bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib dan lain sebagainya.
b) Mengenalkan Ibadah kepada Allah SWT
Aspek pendidikan ibadah, khususnya shalat dijelaskan dalam
firman Allah dalam surat Luqman ayat 17:
……...
Hai anakku, Dirikanlah shalat .…(Q.S. Luqman/31: 17)43
.
Selain belajar shalat anak haruslah dikenalkan ibadah kepada
Allah SWT dimulai dengan mengenalkan kebersihan, baik dari kotoran
maupun jenis-jenis najis serta cara-cara membersihkannya. Setelah itu
perlu latihan-latihan atau pembiasaan agar anak selalu menjaga dan
memelihara kebersihan, baik anggota badan, pakaian, maupun
lingkungan.
Tentunya materi yang diberikan kepada anak harusnya tidak
membebani anak seperti menghafal semua syarat rukun shalat dan hal-
hal yang membatalkan shalat, atau memaksa anak-anak untuk
menjalani semua ibadah-ibadah wajib seperti yang harus dilakukan
orang dewasa. Maka semua hal-hal tersebut harus kita hindari dalam
mendidik anak, karena Allah juga tidak pernah mewajibkan kepada
anak-anak hal-hal tersebut.44
Oleh karena itu dalam mengenalkan
ibadah kepada anak-anak haruslah memperhatikan tingkat pencapaian
perkembangan jasmani dan rohani anak.
c) Menanamkan Akhlak yang Baik
Pendidikan akhlak tidak hanya dikemukakan secara teoritik
sebagaimana menuangkan materi dalam botol kosong, melainkan
43
Departemen Agama RI, al-Qur'an dan Terjemahnya, hlm. 413.
44 Hasan, Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia, hlm. 25.
34
disertai contoh-contoh konkrit untuk dihayati maknanya.45
Oleh karena
itu pembelajaran moral dan agama pada pendidikan prasekolah
dilakukan melalui pembiasaan.
Pembiasaan (habituation) merupakan proses pembentukan sikap
dan perilaku yang relatif menetap dan bersifat otomatis melalui proses
pembelajaran yang berulang-ulang.46
Tujuan pengembangan
pembiasaan adalah memfasilitasi anak untuk menampilkan totalitas
pemahaman ke dalam kehidupan sehari-hari, baik di TK maupun di
lingkungan yang lebih luas (keluarga, kawan, masyarakat).47
Seperti dengan membiasakan anak untuk hidup selalu menjaga
kebersihan, berbicara pelan, lembut, baik, sopan, dan jujur,
menghormati dan menghargai serta mentaati perintah guru dan orang
tua, menggunakan tangan kanannya ketika memberi atau menyerahkan
sesuatu dan menerima sesuatu, ketika makan dan minum; dan kegiatan
lain yang menggunakan tangan, selalu membuang dan membersihkan
kotoran, serta mengucapkan terima kasih ketika menerima kebaikan
orang lain. Semua contoh penanaman dan pembiasaan perilaku-
perilaku tersebut harus dilakukan secara teratur.
4. Kaitan Model Pemberian Reinforcement dengan Aspek Pengembangan Moral
Keagamaan pada Pendidikan Prasekolah
Dalam hal mendidik moral pada anak, khususnya pada anak prasekolah yang
tahap perkembangan moralnya masih dalam tahap pra konvesional dimana pada
45
Mansyur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2009), hlm. 325.
46Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah dan Direktorat
Pembinaan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar, Pedoman Pembelajaran Bidang
Pengembangan Pembiasaan di Taman Kanak-Kanak, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional,
2007), hlm. 4. 47
Menengah Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar, Pedoman Pembelajaran Bidang
Pengembangan Pembiasaan di Taman Kanak-Kanak , hlm.2.
35
tahap ini anak tidak memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral, penalaran
moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman eksternal.48
Namun, seorang guru diharapkan untuk mendahulukan memberi hadiah
daripada memberi sanksi, karena dapat memacu prestasi siswa dalam belajar.
sebaliknya, pemberian sanksi bisa berdampak buruk bagi jiwa siswa, dan dapat
membunuh semangat dan prestasi siswa untuk maju.49
Oleh karena itu, jika seorang pendidik akan menggunakan reinforcement,
dalam bentuk hukuman maka harus dipikirkan secara matang dahulu. Pemberian
hukuman sesungguhnya tidak mutlak diperlukan, namun karena sikap dan tabiat
anak yang seluruhnya tidak sama, maka diantara mereka ada yang sekali-kali
perlu untuk diberi tindakan tegas.
Adapun beberapa cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk
mempertahankan sikap/ perilaku anak yang sudah baik maupun mencegah
perbuatan anak yang tidak baik, antara lain:
a. Mempertahankan sikap/ perilaku anak yang sudah baik, antara lain:
1) Menciptakan suasana belajar mengajar yang aman dan menyenangkan
bagi anak dengan cara mengadakan hubungan baik antara guru dengan
anak sehingga tidak ada perasaan tertekan pada anak atau takut kepada
guru. Kegiatan ini dapat menyebabkan anak merasa betah dan mau
melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru.
2) Memberikan hadiah atau penghargaan.
Hadiah atau penghargaan ini dapat berupa:
a) Pujian berupa kata-kata atau kalimat yang diucapkan guru setelah
melihat sikap/ perilaku anak yang baik misalnya "Bagus kamu dapat
menolong temanmu yang jatuh" atau "Hasil guntingan gambarmu
sudah baik, akan lebih baik lagi kalau dirapikan", atau "kamu ketika
berdo'a bagus sekali, pasti akan dikabulkan Allah" .
48
Mansyur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka pelajar,
2009), hlm. 46.
49Muhammad Bin Jamil Zainu, Solusi Pendidikan Anak Masa Kini, Terj. Syarif Hade
Masyah Dkk, (Jakarta: Mustaqim, 2002), hlm. 141.
36
b) Pujian dalam bentuk mimik dan atau gerakan anggota badan yang
memberikan kesan pada anak. Misalnya anggukan kepala memberikan
acungan jempol dan lain sebagainya.
c) Dengan cara mendekati anak untuk menyatakan perhatian guru
terhadap sikap/ perilakunya. Misalnya pada anak yang sedang bekerja
dengan tekun dan rapi didekati sebagai tanda pengakuan atas
prestasinya atau guru berdiri disamping anak dan lain-lain.
d) Memberikan benda sederhana seperti permen, pensil, buku atau yang
lainnya yang bermanfaat.
e) Mendo'akan.
b. Mencegah perbuatan anak yang kurang baik, antara lain:
1) Memberikan perhatian/ pelayanan yang adil sesuai dengan kebutuhan
kepada masing-masing anak agar tidak menimbulkan rasa iri atau
cemburu.
2) Menanamkan kebiasaan berani mengakui kesalahan sendiri apabila
berbuat salah, dan mau meminta maaf, serta tidak akan mengulangi lagi.
3) Memberikan pengertian melalui ceritera-ceritera apabila ada anak yang
suka mengejek/ mencela temannya yang kurang beruntung, seperti
pincang dan sebagainya.
4) Menghindari penggunaan respon yang negatif.
5) Memperdengarkan nilai-nilai budi pekerti kepada peserta didik setiap saat
atau memasang slogan-slogan di tempat-tempat terbuka, seperti "Bersih itu
Nikmat", "Kebersihan cermin Kepribadian", "Mari Cuci Tangan", dan
sebagainya.50
50
Nurul Zuriah, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Prespektif Perubahan,
(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), hlm. 41.
37
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif yaitu penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat diamati.1
Jadi penelitian ini hanya mendeskripsikan dan menganalisis tentang data-
data maupun informasi yang didapat sesuai dengan realita yang ada dan tidak
dibuat-buat.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada pendidikan prasekolah di TK Bintang Kecil
Ngaliyan Semarang. TK Bintang Kecil Ngaliyan Semarang adalah salah satu
lembaga pendidikan yang menyatukan kurikulum TK dengan penanaman
perilaku keagamaan tanpa mengurangi mata pelajaran formal dari DIKNAS.
Peneliti memilih lokasi ini karena TK Bintang Kecil merupakan bentuk
pendidikan prasekolah yang umumnya seluruh peserta didiknya adalah anak-anak,
sehingga pemberian respon yang positif (reinforcement) oleh guru merupakan hal
pokok dalam pembelajaran. Sehingga menurut hemat penulis, TK Bintang Kecil
Ngaliyan Semarang relevan dengan judul yang peneliti angkat, yaitu berhubungan
dengan pemberian reinforcement dalam pembelajaran aspek pengembangan moral
keagamaan pada pendidikan prasekolah.
Penelitian ini dilakukan selama 30 hari, adapun untuk melaksanakan
penelitian ini peneliti melakukan beberapa kegiatan, diantaranya:
1. Mengajukan permohonan izin penelitian kepada kepala sekolah.
2. Melakukan observasi awal bertujuan untuk mencari gambaran umum tentang
obyek yang akan diteliti.
1Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
1993), hlm.3.
38
3. Mengumpulkan data yang diperlukan.
4. Melakukan analisis data.
C. Sumber Penelitian
1. Lokasi Obyek Penelitian
TK Bintang Kecil terletak di Jl. Candi Kencana Selatan No. 2
Perumahan Pasadena Semarang di bawah naungan Yayasan Bintang Kecil
Semarang
TK Bintang Kecil, berdiri pada tahun 1988 di bawah kepemilikan Dr.
Shofachasari, SpPD, sebelumnya Shofachasari, berencana mendirikan balai
kesehatan. Namun karena di daerah Pasadena belum memiliki TK, maka
dibukalah TK Bintang Kecil ini. Sehingga TK Bintang Kecil merupakan TK
pertama di Pasadena.
Mulai tahun pelajaran 2002 Yayasan Bintang Kecil Semarang membuka
Kelompok Bermain (KB) atau Play Group Bintang Kecil yang diperuntukkan
untuk anak-anak usia 2,5 tahun.
Kelebihan KB dan TK Bintang Kecil adalah menyatukan kurikulum KB
dan TK dengan penanaman perilaku keagamaan tanpa mengurangi mata
pelajaran formal dari DIKNAS, hal ini semata untuk menyiapkan generasi
yang maju ilmu pengetahuannya dan kuat iman dan takwanya.2
2. Sumber Data
Informasi dan data yang dijadikan acuan dalam melaksanakan penelitian ini
diambil dari beberapa sumber, diantaranya adalah:
a. Sumber informasi dokumen
Sumber informasi dokumen yaitu: segala macam bentuk sumber
informasi yang berhubungan dengan dokumen, baik yang resmi maupun yang
tidak resmi, dalam bentuk laporan, statistik, surat-surat resmi, buku harian dan
semacamnya; baik yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan.3 Atas
2Dokumen Bintang Kecil Ngaliyan Semarang.
3Mohammad Ali, Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi, (Bandung: Angkasa,
1985), hlm. 42.
39
dasar itu maka penulis mencari sumber data dari berbagai buku dan laporan
tentang kegiatan proses belajar mengajar di TK Bintang Kecil Ngaliyan
Semarang.
b. Sumber informasi kepustakaan
Sumber informasi kepustakaan yaitu: berbagai macam bahan bacaan
yang menghimpun berbagai informasi dalam berbagai disiplin ilmu
pengetahuan.4 Oleh karena itu guna menunjang penelitian ini maka penulis
mengumpulkan informasi, baik berupa teori-teori, generalisasi, maupun
konsep-konsep yang telah dikumpulkan oleh para ahli, yang ada pada sumber
kepustakaan.
c. Sumber informasi lapangan.
Sumber informasi lapangan yaitu dari obyek langsung informasi
lapangan dapat juga disebut dengan informasi pribadi dan sumbernya pun
disebut sumber informasi pribadi, sebab biasanya informasi semacam ini
diperoleh dari orang yang langsung berkecimpung pada obyek yang diteliti.5
Dalam hal ini peneliti dapat memperoleh data dari berbagai keterangan
tentang hal yang berhubungan dengan kegiatan proses belajar mengajar di TK
Bintang Kecil Ngaliyan Semarang, disamping itu penulis juga dapat
memperoleh data dari kepala sekolah maupun guru yang bersangkutan.
D. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini adalah tentang model pemberian reinforcement dalam
pembelajaran aspek pengembangan moral keagamaan pada pendidikan prasekolah
di TK Bintang Kecil Ngaliyan Semarang.
E. Teknik pengumpulan Data
Proses pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini dengan
teknik atau cara sebagai berikut:
4Mohammad Ali, Penelitian Kependidikan, hlm. 43.
5Mohammad Ali, Penelitian Kependidikan, hlm. 45.
40
1. Metode Observasi
Observasi dapat diartikan sebagai pengamatan bdan pencatatan secara
sistematik tehadap gejala yang tampak pada obyek penelitian. Pengamatan dan
pencatatan yang dilakukan tehadap obyek di tempat kejadian atau berlangsungnya
peristiwa, sehingga observasi berada bersama obyek yang diteliti atau diselidiki.6
Maka dalam penelitian ini observasi bertujuan untuk memperoleh gambaran
umum situasi dan kondisi TK Bintang Kecil Ngaliyan Semarang, serta untuk
memperoleh informasi tentang model pemberian reinforcement dalam
pembelajaran
2. Metode Wawancara (Interview)
Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi verbal
dengan tujuan mendapatkan informasi penting yang di inginkan.7 Metode
wawancara ini menghendaki komunikasi langsung antara peneliti dengan subyek
atau responden untuk memperoleh informasi tentang model pemberian
reinforcement dalam pembelajaran.
3. Studi Dokumen
Studi dokumen yaitu metode pencarian data dengan cara mencari data
mengenahi hal-hal yang berupa catatan, buku, surat kabar, transkip, dokumen dan
sebagainya.8 Metode dokumentasi ini digunakan untuk memperoleh data-data
yang tidak diperoleh dari data-data wawancara atau observasi. Metode ini
digunakan untuk melengkapi metode pengumpulan data yang pertama dan kedua.
Metode dokumenasi ini dapat berupa foto, recording, buku-buku dan lain
sebagainya.
6S. Margono, Metodologi Penetian Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000),
hlm.158. 7Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan Antara Teori dan Praktek,
(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), hlm.179. 8Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada Uneversity
Press, 1998), hlm. 133.
41
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis
catatan hasil observasi, wawancara dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman
peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi orang
lain.9
Dalam menganalisa data, penulis menggunakan tehnik deskriptif analitik,
yaitu data yang diperoleh tidak dianalisa menggunakan rumus statistika, namun
data tersebut dideskripsikan sehingga dapat memberikan kejelasan sesuai
kenyataan realita. Hasil analisa berupa pemaparan gambaran mengenahi situasi
yang diteliti dalam bentuk uraian naratif. Uraian pemaran harus sistematik dan
menyeluruh sebagai satu kesatuan dalam konteks lingkungannya juga sistematik
dalam penggunaannya sehingga urutan pemaparannya logis dan mudah diikuti
maknanya.10 Jadi analisis ini peneliti gunakan untuk menganalisa tentang model
pemberian reinforcement dalam pembelajaran aspek pengembangan moral
keagamaan pada pendidikan prasekolah di TK Bintang Kecil Ngaliyan Semarang
9Noeng Muhajir, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996), hlm.
104. 10
Nana Sudjana dan Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, (Bandung: Sinar
Baru, 1989), hlm.197-198.
42
BAB IV
MODEL PEMBERIAN REINFORCEMENT DALAM
PEMBELAJARAN ASPEK PENGEMBANGAN MORAL KEAGAMAAN
DI TK BINTANG KECIL NGALIYAN SEMARANG
A. Gambaran Umum TK Bintang Kecil Ngaliyan Semarang.
1. Tinjauan Historis
TK Bintang Kecil terletak di Jl. Candi Kencana Selatan No. 2 Perumahan
Pasadena Semarang di bawah naungan Yayasan Bintang Kecil Semarang
TK Bintang Kecil, berdiri pada tahun 1988 di bawah kepemilikan Dr.
Shofachasari, SpPD, sebelumnya Shofachasari, berencana mendidrikan balai
kesehatan. Namun karena di daerah Pasadena belum memiliki TK, maka
dibukalah TK Bintang Kecil ini. Sehingga TK Bintang Kecil merupakan TK
pertama di Pasadena. Dan mulai tahun pelajaran 2002 Yayasan Bintang Kecil
Semarang membuka Kelompok Bermain (KB) atau Play Group Bintang Kecil
yang diperuntukan untuk anak-anak usia 2,5 tahun.
Adapun tujuan TK dan KB Bintang Kecil adalah untuk menyiapakan generasi
yang maju ilmu pengetahuannya dan kuat iman dan takwanya melalui penanaman
perilaku keagamaan dalam pembelajaran tanpa mengurangi mata pelajaran formal
dari DIKNAS.1
2. Visi dan Misi
Visi:
Mewujudkan lembaga pendidikan yang Islami dan modern, dapat menghasilkan
siswa yang kokoh menjaga imannya, mulia akhlaknya, cerdas, terampil dan
mampu berfikir maju.
Misi:
a. Menciptakan lembaga pendidikan yang memiliki fasilitas dan kurikulum yang
modern.
1Dokumen Bintang Kecil Ngaliyan Semarang.
43
b. Menciptakan kondisi sekolah sebagai wahana pembina agama.
c. Menyiapkan tenaga pendidik yang mampu mengantarkan siswa yang
menguasai ilmu pengetahuan dan ilmu agama secara berimbang
3. Struktur Organisasi
Yayasan : Fatquri
Kepala TK : Ninuk Sumaryati
Komite Dewan : T Leksono
Guru Kelompok A : Ninuk Sumaryati
Guru Kelompok B : Rani Ika Haryanti
Guru Play Group : 1) Puji Utami N. 2) Sumpena Ningsih
Guru Drum band : Agung
Guru Tari : Sri Sumarni
Penjaga TK : Nurul Fakhiroh
4. Keadaan Peserta Didik, Guru dan Karyawan.
a. Data Peserta Didik
Jumlah peserta didik di TK dan KB Bintang Kecil Ngaliyan Semarang
pada tahun 2010/2011 ada 49 anak, dengan perincian sebagai berikut:
Daftar keadaan Peserta Didik TK dan KB Bintang Kecil
Ngaliyan Semarang
NO KELOMPOK L P JUMLAH
1 TK A 7 17 24
2 TK B 2 6 8
3 KBA 4 4 8
4 KB B 7 2 9
JUMLAH 20 29 49
44
5. Data Guru dan Karyawan
Yayasan Bintang Kecil Ngaliyan Semarang mempunyai guru dan karyawan
sebanyak 7 orang, yang terdiri dari 2 orang guru pengajar TK, 2 orang guru
pengajar KB, 2 orang guru ekstra dan 1 karyawan.2
6. Sarana dan Prasarana
TK dan KB Bintang Kecil berdiri di atas lahan seluas ± 13. 576 M2 dengan
luas bangunan 5. 431 M2. Adapun sarana dan prasarana yang ada di TK dan KB
Bintang Kecil antara lain:
a. Masjid al-Ittihad
b. Ruang kelas yang nyaman
c. Halaman dan pekarangan yang luas dan asri
d. Kamar mandi
e. Area bermain indoor
f. Area bermain outdoor
g. Peralatan drum band yang lengkap
h. Tape.
B. Proses Pembelajaran di TK Bintang Kecil Ngaliyan Semarang.
1. Materi Pembelajaran
Usia lahir sampai memasuki pendidikan dasar merupakan masa keemasan
sekaligus masa kritis dalam tahapan kehidupan yang akan menentukan
perkembangan anak selanjutnya. Masa ini merupakan masa yang tepat untuk
meletakkan dasar-dasar pengembangan kemampuan fisik, bahasa, sosial
emosional, konsep diri, seni, moral dan nilai-nilai agama.3
Pembelajaran merupakan suatu proses mengembangkan potensi anak didik
dengan memberdayakan semua potensi yang dimilikinya sehingga mereka akan
mampu meningkatkan pemahamannya terhadap fakta/ konsep/ prinsip dalam
2Dokumen Bintang Kecil Ngaliyan Semarang
3Mansyur, Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2009),
hlm. 18.
45
kajian ilmu yang dipelajarinya yang akan terlihat dalam kemampuannya untuk
berpikir logis, kritis, dan kreatif.
Pembelajaran di TK memiliki kekhasan tersendiri sesuai dengan pertumbuhan
fisik dan perkembangan psikologis anak didik. Adapun materi pembelajaran pada
TK Bintang Kecil adalah sebagai berikut:
a. Kurikulum DIKNAS, yang meliputi 2 bidang pengembangan, yaitu:
1) Bidang Pengembangan Diri
Bidang pengembangan diri merupakan kegiatan yang dilakukan
secara terus-menerus dan ada dalam kehidupan sehari-hari anak sehingga
menjadi pola pengembangan diri yang baik.
Bidang pengembangan diri meliputi aspek pengembangan moral dan
nilai-nilai agama, serta pengembangan sosial, emosional, dan kemandirian.
Dari aspek pengembangan moral dan nilai-nilai agama diharapkan akan
meningkatkan ketaqwaan anak terhadap Tuhan yang Maha Esa dan
membina sikap anak dalam rangka meletakkan dasar agar peserta didik
menjadi warga negara yang baik. Aspek pengembangan sosial dan
kemandirian dimaksudkan untuk membina anak agar dapat mengendalikan
emosinya secara wajar dan dapat berinteraksi dengan sesamanya maupun
dengan orang dewasa dengan baik serta dapat menolong dirinya sendiri
dalam rangka kecakapan hidup.
Bidang pengembangan diri dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut.
a) Kegiatan rutin
b) Kegiatan spontan
c) Pemberian teladan
d) Kegiatan terprogram adalah kegiatan yang diprogram dalam kegiatan
pembelajaran (perencanaan semester, satuan kegiatan mingguan dan
satuan kegiatan harian).
2) Bidang Pengembangan Kemampuan Dasar
Bidang pengembangan kemampuan dasar merupakan kegiatan yang
dipersiapkan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan dan kreativitas
46
anak sesuai dengan tahap perkembangannya yaitu berbahasa kognitif,
fisik/ motorik, dan seni. Adapun bidang tersebut diuraikan sebagai berikut:
a) Berbahasa
Pengembangan kemampuan berbahasa bertujuan agar peserta
didik mampu mengungkapkan pikiran melalui bahasa yang sederhana
secara tepat, berkomunikasi secara efektif, dan membangkitkan minat
anak untuk berbahasa yang baik dan benar.
b) Kognitif
Pengembangan kemampuan kognitif bertujuan agar anak mampu
mengolah perolehan belajarnya, menemukan bermacam-macam
alternatif pemecahan masalah, mengembangkan kemampuan logika,
matematika, pengetahuan ruang dan waktu, kemampuan memilah dan
mengelompokkan, dan persiapan pengembangan kemampuan berfikir.
c) Fisik/ motorik
Pengembangan fisik/ motorik bertujuan untuk memperkenalkan
dan melatih gerakan kasar dan halus, meningkatkan kemampuan
mengelola, mengontrol gerakan tubuh dan koordinasi, serta
meningkatkan keterampilan tubuh dan cara hidup sehat sehingga dapat
menunjang pertumbuhan jasmani yang sehat, kuat, dan terampil.
d) Seni
Pengembangan seni bertujuan agar anak dapat menciptakan
sesuatu berdasarkan hasil imajinasinya dan dapat menghargai hasil
kreativitas orang lain.
Pengembangan kemampuan dasar diprogramkan dalam perencanaan
semester, perencanaan mingguan dalam bentuk satuan kegiatan mingguan
(SKM) dan perencanaan harian dalam bentuk satuan kegiatan harian
(SKH) yang dilaksanakan dalam pembelajaran sehari-hari di TK.
47
b. Pelajaran Agama
Pelajaran agama terdiri atas:
1) Belajar membaca al-Qur'an
2) Do'a-do'a harian
3) Shalat, wudhu dan prakteknya
4) Sejarah para Nabi dan sahabatnya
c. Akhlak
Untuk menanamkan anak-anak berperilaku sopan santun, taat serta
berbakti kepada orang tua, guru, teman-teman dan orang-orang disekitarnya.
d. Bahasa English
Pelajaran Bahasa English ini adalah untuk mempersiapkan anak-anak
menjadi anak yang brwawasan maju.4
Dari materi-materi yang dikembangkan diatas, untuk materi yang berasal
dari DIKNAS maka pelaksanaannya terpacu pada SKM (Satuan Kegiatan
Mingguan) yang telah ditentukan, kemudian dibentuk SKH (Satuan Kegiatan
Harian). Sedangkan untuk materi lokal ditentukan oleh komite sekolah dan guru-
guru.
2. Model Pembelajaran
Ada 2 model pembelajaran yang diterpkan di TK Bintang Kecil, yaitu:
a. Model Pembelajaran Kelompok
Model pembelajaran kelompok merupakan kegiatan yang mengaktifkan
perhatian pengembangan diri dan kemampuan dasar peserta didik. Peserta
didik dapat memilih kegiatan yang diminati atau disukai untuk dilaksanakan
dalam 3 (tiga) kelompok sesuai dengan program guru dan tidak dibatasi
waktu. Namun diusahakan anak dapat istirahat dan makan bekal bersam-sama.
b. Model Pembelajaran dengan Area
Model pembelajaran dengan area adalah model yang dirancang untuk
memenuhi kebutuhan peserta didik dan menekankan pada belajar anak. Pada
model pembelajaran ini tugas guru bersifat sebagai motivator dan fasilitator
4Dokumen Bintang Kecil Ngaliyan Semarang
48
dalam membantu peserta didik mengambil keputusan melalui kegiatan yang
diminati pada saat itu. Model pembelajaran ini didasarkan pada keyakinan
bahwa peserta didik akan lebih berkembang dengan baik apabila mereka
dilibatkan secara alamiah dalam proses pembelajarannya. Peran guru adalah
menyusun kegiatan yang sesuai bagi masing-masing peserta didik dan ke
semua peserta didik, untuk menanggapi minat, menghargai kelebihan dan
kebutuhan setiap peserta didik, serta untuk memfasilitasi keingintahuan
alamiah yang dimiliki mereka agar tetap hidup dan mendukung pembelajaran
bersama.
Pembelajaran berdasarkan minat menggunakan 10 area, yaitu: area
agama, balok, bahasa, drama, matematika, IPA, musik, seni/ motorik halus,
pasir dan air, membaca dan menulis. Alat/sumber belajar pada pembelajaran
berdasarkan minat antara lain sebagai berikut:
1) Area Agama
Maket tempat ibadah (masjid, gereja, pura, vihara), gambar tata cara
shalat, gambar tata cara berwudlu, sajadah, mukena, peci, kain sarung,
kerudung, buku iqro’, kartu huruf hijaiyah, tasbih, juz ‘ama, alqur’an, dan
sebagainya.
2) Area Balok
Balok-balok berbagai ukuran dan warna, loggo, lotto sejenis, lotto
berpasangan, kepingan geometri dari triplek berbagai ukuran dan warna,
kotak geometri, kendaraan tiruan (laut, udara dan darat), rambu-rambu lalu
lintas, kubus berpola, tusuk gigi, kubus berbagai ukuran dan warna, korek
api, lidi, tusuk es krim, bola berbagai ukuran dan warna, dus-dus bekas,
dan sebagainya,
3) Area Berhitung/ Matematika
Lambang bilangan, kepingan geometri, kartu angka, kulit kerang,
puzzle, konsep bilangan, kubus permainan, pohon hitung, papan jamur,
ukuran panjang pendek, ukuran tebal tipis, tutup botol, pensil, manik-
manik, gambar buah-buahan, penggaris, meteran, buku tulis, puzzle busa
49
(angka), kalender, gambar bilangan, papan pasak, jam, kartu gambar, kartu
berpasangan, lembar kerja, dan sebagainya.
4) Area IPA
Macam-macam tiruan binatang, gambar-gambar perkembangbiakan
binatang, gambar-gambar proses pertumbuhan tanaman, biji-bijian
(jagung, kacang tanah, kacang hijau, beras), kerang, batu/kerikil, pasir,
bunga karang, magnit, mikroskop, kaca pembesar, pipet, tabung ukur,
timbangan kue, timbangan sebenarnya, gelas ukuran, gelas pencampur
warna, nuansa warna, meteran, penggaris, benda-benda kasar-halus (batu,
batu bata, amplas, besi, kayu, kapas, dan lain-lain), benda-benda
pengenalan berbagai macam rasa (gula, kopi, asam, cuka, garam, sirup,
cabe, dan lain-lain), berbagai macam bumbu (bawang merah, bawang
putih, lada, ketumbar, kemiri, lengkuas, daun salam, jahe, kunyit, jinten,
dan lain-lain).
5) Area Musik
Seruling, kastanyet, marakas, organ kecil, tamburin, kerincingan, tri
anggle, gitar kecil, wood block, kulintang, angklung, biola, piano,
harmonika, gendang, rebana, dan sebagainya.
6) Area Bahasa
Buku-buku cerita, gambar seri, kartu kategori kata, nama-nama hari,
boneka tangan, panggung boneka, papan planel, kartu nama-nama hari,
kartu nama-nama bulan, majalah anak, koran, macam-macam gambar
sesuai tema, dan sebagainya.
7) Area Membaca dan Menulis
Buku tulis, pensil warna, pensil 2B, kartu huruf, kartu kata, kartu
gambar, dan sebagainya.
8) Area Drama
Tempat tidur anak dan boneka, lemari kecil, meja-kursi kecil (meja
tamu, boneka-boneka, tempat jemuran, tempat gosokan + setrikaan, baju-
baju besar, handuk, bekas make-up + minyak wangi + sisir, kompor-
komporan, penggorengan + dandang tiruan, piring + sendok + garpu, gelas
50
+ cangkir + teko, keranjang belanja, pisau mainan, ulekan (cobek),
mangkok-mangkok, tas-tas, sepatu/sandal + rak sepatu, cermin, mixer,
blender, sikat gigi + odol, telepon-teleponan, baju tentara dan polisi, baju
dokter-dokteran, dan sebagainya.
9) Area Pasir/ Air
Bak pasir/bak air, aquarium kecil, ember kecil, gayung, garpu garuk,
botol-botol plastik, tabung air, cangkir plastik, literan air, corong, sekop
kecil, saringan pasir, serokan, cetakan-cetakan pasir/ cetakan agar berbagai
bentuk, penyiram tanaman, dan sebagainya.
10) Area Seni dan Motorik
Meja gambar, meja-kursi anak, krayon, pensil berwarna, pensil 2B,
kapur tulis, arang, buku gambar, kertas lipat, kertas Koran, lem, gunting,
kertas warna, kertas kado, kotak bekas, bahan sisa, dan sebagainya.
3. Kegiatan Pembelajaran
Adapun kegiatan yang dilakukan sehari-hari secara rutin oleh TK Bintang
Kecil diantaranya adalah:
a. Kegiatan Pra KBM
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah: berbaris dan melakukan
gerakan-gerakan sederhana (senam dan gerak lagu), menyanyi dan membaca
do'a-do'a harian, menghafal surat-surat pendek, mempraktikkan bacaan dan
gerakan wudhu dan shalat.
b. Kegiatan KBM
Kegiatan pembelajaran yang dilakukan adalah: memasang kalender
sebelum memulai kegiatan belajar, kegiatan pembelajaran pengembangan
kemampuan dasar, yaitu berbahasa, kognitif, fisik/ motorik, dan seni.
c. Istirahat
Kegiatan ketika istirahat adalah cuci tangan dan berdo'a sebelum dan
sesudah makan, makan bekal, bermain bebas (di dalam dan di luar kelas).
51
d. Kegiatan Penutup
Kegiatan ini diisi dengan Guru mengevaluasi kegiatan yang telah
dilaksanakan dalam sehari, kemudian menyanyi dan membaca do'a sebelum
pulang, merapikan diri, dan pulang secara tertib.
4. Kegiatan Ekstra Kurikuler
Kegiatan ekstra kurikuler di TK Bintang Kecil antara lain:
a. Drum band
b. Seni tari
c. Bahasa Inggris
d. Bahasa Arab
e. Aksara (baca dan tulis)
f. Out bound
Adanya kegiatan ekstrakurikuler sangatlah penting peranan ataupun
manfaatnya bagi perkembangan anak-anak usia prasekolah. Baik dari segi bahasa/
komunikasi, mental emosional, sosial dan kreatifitas berfikirnya yang mulai
tumbuh dalam logika sederhana..
5. Waktu Belajar
Lamanya waktu belajar untuk kelompok A adalah 2,5 jam demikian pula
untuk kelompok B. Namun pada waktu-waktu anak kelompok B waktu belajar
dan waktu bermainnya ditambah 30 menit yang dimanfaatkan untuk kegiatan
ekstrakurikuler yang berupa ekstra mengaji (belajar qira'ati), latihan baca tulis
awal pada setiap hari sabtu.
6. Kegiatan Penunjang di TK
Jenis kegiatan yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu (bukan rutinitas),
dirancang dan direncanakan sedemikian rupa yang tujuannya adalah memotivasi
belajar anak untuk lebih mencintai dan memunculkan minat dalam bersekolah dan
menunjang materi pembelajaran di TK inilah yang dinamakan kegiatan
penunjang.
Kegiatan penunjang ada yang disesuaikan dengan pendekatan tematik,
namun yang sifatnya hiburan bagi anak-anak.
52
Jenis-jenis kegiatan yang sempat dilakukan, dijumpai atau bahkan secara
rutin yaitu:
a. Kegiatan upacara bendera setiap hari senin
b. Kegiatan makan bersama setiap 2 minggu sekali
c. Peringatan hari kartini 21 april yang sebelumnya dimeriahkan dengan aneka
lomba dan jalan sehat
Masih banyak lagi jenis-jenis kegiatan yang seringkali dilakukan, terutama
untuk peringatan hari-hari besar nasional seperti 17 agustus hari kemerdekaan
atau hari pendidikan nasional 2 mei dan lain sebagainya yang biasanya diisi
dengan berbagai acara seperti lomba, karya wisata dan lain-lain.5
C. Model Pemberian Reinforcement dalam Pelaksanaan Pembelajaran
Aspek Pengembangan Moral Keagamaan pada Pendidikan Prasekolah di
TK Bintang Kecil Ngaliyan Semarang.
1. Pelaksanaan Pembelajaran Aspek Pengembangan Moral Keagamaan pada
Pendidikan Prasekolah di TK Bintang Kecil Ngaliyan Semarang.
Pelaksanaan pembelajaran aspek pengembangan moral keagamaan pada
pendidikan prasekolah di TK Bintang Kecil Ngaliyan Semarang dilaksanakan
melalui berbagai kegiatan yang sengaja didesain sesuai dengan tingkat
perkembangan anak prasekolah untuk mengembangkan moral keagamaan,
kegiatan-kegiatan tersebut antara lain:
a. Pelajaran Agama
Pelajaran agama pada TK Bintang Kecil dilaksanakan secara kontinyu,
dan bertahap, dalam pembelajaran Agama anak-anak diajarkan belajar
membaca al-Qur'an, do'a-do'a harian, shalat wudhu dan prakteknya, serta
sejarah para Nabi dan sahabatnya. Dari materi-materi yang disampaikan pada
pelajaran agama yang dilaksanakan secara rutin satu minggu sekali ini, guru
kelas beserta guru Agama melakukan koordinasi kemudian guru kelas
menerapkannya pada kegiatan pembiasaan, sehingga bisa dikatakan
5Hasil wawancara dengan bu Ninuk Sumaryati sebagai kepala sekolah pada tanggal 24
maret 2011.
53
pembelajaran Agama ini dilaksanakan setiap hari, karena seluruh guru Bintang
Kecil adalah guru yang mempunyai latar belakang Agama yang tinggi.
b. Pembiasaan
Salah satu cara penanaman moral keagamaan pada anak prasekolah
adalah melalui pembiasaan. Pembiasaan (habituation) merupakan proses
pembentukan sikap dan perilaku yang relatif menetap dan bersifat otomatis
melalui proses pembelajaran yang berulang-ulang.6
Di TK Bintang Kecil, kegiatan-kegiatan yang dibiasakan dan secara
rutin dan terus-menerus dilakukan adalah:
1) Kegiatan Pra KBM
a. Berbaris dan melakukan gerakan-gerakan sederhana (senam dan gerak
lagu)
b. Bergiliran masuk kelas
c. Absen dengan membalik papan nama
d. Memberi salam kepada guru
e. Menyanyi, yel-yel dan membaca do'a-do'a harian, adapun do'a-do'a
tersebut antara lain:
(1) Membaca Syahadat
(2) Membaca do'a mohon ampun untuk orang tua
(3) Membaca do'a mencari ilmu
f. Menghafal surat-surat pendek, seperti:
(1) Surat al-Fatihah
(2) Surat al-Kafirun
(3) Surat al-Ma'un
(4) Surat al-Quraisy
(5) Surat al-Fil
(6) Surat al-Kautsar dan seterusnya. Sehingga tiap anak-anak sudah
lancar maka di tambah lagi satu surat.
6Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah dan Direktorat
Pembinaan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar, Pedoman Pembelajaran Bidang
Pengembangan Pembiasaan di Taman Kanak-Kanak, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional,
2007), hlm. 4.
54
g. Mempraktikkan bacaan dan gerakan wudhu dan shalat
2) Kegiatan KBM
a) Memasang kalender sebelum memulai kegiatan belajar
b) Kegiatan pembelajaran pengembangan kemampuan dasar, yaitu
berbahasa, kognitif, fisik/ motorik, dan seni. Dari keempat kemampuan
dasar tersebut, setiap harinya diadakan 3 pengembangan saja yang
dilakukan secara berselang mengikuti SKH.
3) Istirahat
a) Cuci tangan dan membaca do'a sebelum makan bersama-sama
b) Memakan bekal
c) Cuci tangan dan membaca do'a sesudah makan bersama-sama
d) Bermain bebas (di dalam dan di luar kelas)
4) Kegiatan Penutup
a) Guru mengevaluasi kegiatan yang telah dilaksanakan dalam sehari
b) Menyanyi dan membaca do'a, adapun do'a-do'a tersebut antara lain:
(1) Do'a mohon ampun untuk kedua orang tua
(2) Do'a mohon dilindungi
(3) Do'a keluar rumah
(4) Do'a naik kendaraan
(5) Surat al-Ashr
c) Merapikan diri
d) Guru memberikan pesan-pesan moral yang harus anak ingat
e) Bergiliran berjabat tangan dengan guru dan keluar kelas secara antri
dan rapi.
c. Kegiatan Menyanyi
Selain melatih seni, kegiatan menyanyi juga dimanfaatkan untuk
menyampaikan pesan-pesan moral. Penyampaian pesan moral lewat menyanyi
ini sangat relevan dengan perkembangan anak usia prasekolah, karena
biasanya anak-anak cepat mudah hafal dengan nyanyian. Oleh karena itu
diharapkan nilai-nilai yang terkandung dalam nyanyian/ lagu bisa di terapkan
anak dalam perilakunya sehari-hari. Di antara nyanyian/ lagu tersebut antara
55
lain: Jangan Suka Bohong, Bismillah kami Ucapkan bila Aku Hendak
Kerjakan, Tok-Tok-Tok Assalamu'alaikum dan lain sebagainya.
d. Meneriakkan Yel-yel
Kegiatan berteriak juga salah satu kegiatan yang disukai anak usia
prasekolah, sehingga kegiatan berteriak dapat digunakan untuk meneriakkan
yel-yel, yel-yel juga merupakan kegiatan yang disukai oleh anak-anak. Oleh
karena itu yel-yel juga bisa dimanfaatkan untuk menyampaikan pesan-pesan
moral. Diantara yel-yel tersebut antara lain: Tepuk Anak Shaleh, Tepuk
Masuk Surga, Tepuk Wudhu, Tepuk Semangat dan lain sebagainya.
e. Cerita
Cerita juga salah satu kegiatan yang disukai anak usia prasekolah,
sehingga hal ni juga bisa dimanfaatkan untuk menceritakan kepada anak-anak
tentang kisah-kisah teladan baik kisah para Nabi, orang-orang Shaleh, maupun
cerita binatang. Misalnya melalui cerita: Princes Rahima yang Baik Hati,
Tikus dan Singa dan lain sebagainya.
f. Rekreasi
Kegiatan rekreasi adalah kegiatan yang disukai semua orang terlebih
anak usia prasekolah. Sehingga hal ni juga bisa dimanfaatkan untuk
menceritakan pada anak tentang kebesaran Allah, bersyukur serta menghargai
lingkungan.
Kegiatan-kegiatan pembelajaran di atas dimanfaatkan untuk memberi
pelajaran pada anak. Karena melalui pembelajaran tersebut selalu disisipkan pesan
moral didalamnya. Dengan ini anak diharapkan bisa lebih baik.7
Dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan di sekolah ini diharapkan akan
membawa dampak yang baik bagi perkembangan moral keagamaan pada anak.
Terlebih TK Bintang kecil yang berlatar belakang Agama Islam tentu saja lebih
mengutamakan bagi pengembangan Iman dan Taqwa. Hal ini dibuktikan dengan
beberapa hal, selain busana muslim yang dikenakan anak-anak TK, peragaan
Shalat berjamaah dalam ibadah praktek, kegiatan membaca al-Qur'an juga
7Hasil wawancara dengan bu Ninuk Sumaryati sebagai guru TK B sekaligus kepala
sekolah pada tanggal 30 Maret 2011.
56
penanaman akhlakul karimah yang merupakan rutinitas harian bagi anak di
sekolah.
2. Model Pemberian Reinforcement pada Pendidikan Prasekolah di TK Bintang
Kecil Ngaliyan Semarang.
Penggunaan penguatan (reinforcement) dalam pembelajaran dapat
mempunyai pengaruh perilaku positif terhadap pembelajaran siswa dan bertujuan
untuk meningkatkan perhatian siswa terhadap proses pembelajaran, merangsang
dan meningkatkan motivasi belajar serta membina tingkah laku siswa yang
produktif.
Pada TK Bintang Kecil, pemberian respon tersebut menjadi kegiatan yang
sehari-hari selalu dilakukan oleh guru, adapun pemberian respon tersebut adalah:
a. Perilaku Siswa yang diberi Penguatan
1) Pada perilaku positif, misalnya ketika:
a) Anak dapat menjawab pertanyaan;
b) Anak mau memberi pendapat ketika guru bertanya;
c) Anak mengumpulkan pekerjaannya dengan cepat;
d) Anak mau bernyanyi dengan keras/ lantang;
e) Anak berbaris dengan rapi;
f) Anak melakukan gerakan shalat dengan benar;
g) Anak mau membantu temannya;
h) Dan beberapa kegiatan lain yang ada di sekolah.
2) Pada perilaku yang negatif, misalnya ketika:
a) Anak tidak tertib ketika berdo'a;
b) Anak ramai pada saat guru menerangkan;
c) Anak terlambat mengumpulkan tugas;
d) Anak terlambat berangkat ke sekolah;
e) Anak bertengkar dengan temannya;
f) Seorang anak mengejek temannya:
g) Serta perilaku-perilaku lain yang dilakukan anak di sekolah.
Dari semua perilaku-perilaku yang dilakukan anak tersebut, guru selalu
memberikan respon agar pada perilaku yang sudah baik pada anak dapat
57
bertahan 8bahkan meningkat dan agar pada perilaku anak yang kurang baik
dapat diperbaiki
b. Bentuk-bentuk Penguatan yang diberikan, antara lain berupa:
1) Penguatan Verbal
a) Penggunaan penguatan dengan kata pujian, misalnya: ya bagus!, Ok!,
Piinter, Mela mengajinya sudah bagus, tapi jangan lupa di rumah
mengaji lagi!, iya Rani pintar sudah mau ikut sholat dengan orang
tuanya, anak yang rajin shalat akan disayang Allah!
b) Memberi semangat, misalkan ketika anak mengerjakan tugas guru
mengucapkan: ayo Rani kamu paling cepat mengumpulkan, yupzz
juara lagi! ayo Ulil teman-temanmu sudah selesai, nanti Ulil
ketinggalan istirahat lho!
2) Penguatan Nonverbal
a) Memberi jempol pada perilaku yang bagus dan pemberian jari
kelingking pada perilaku yang kurang bagus.
b) Ketika berdoa ada anak yang bergerak terus maka guru memanggil
dengan menurutkan dahi sambil tersenyum
c) Memberi hadiah pada anak yang dating ke sekolah tepat waktu
d) Tidak memberikan kesempatan giliran memimpin do'a, pada anak
yang terlambat datang ke sekolah.
c. Cara Pemberian Penguatan
1) Pemberian penguatan secara langsung, diberikan jika anak melakukan
perilaku yang bagus, misalnya anak yang membantu temannya, guru
langsung memuji anak tersebut.
2) Pemberian secara tidak langsung, misalnya ketika anak rajin menabung
maka diberi janji akan diajak tamasya.
8 Hasil Observasi Pada Tanggal 15-18 Maret 2011
58
d. Dampak Pemberian Penguatan
1) Penguatan positif
a) Siswa menjadi senang
b) Bergairah mengikuti pelajaran
c) Dampak berantai (siswa lain ikut termotivasi mengikuti perbuatan
yang baik)
2) Penguatan Negatif
a) Tidak mengulangi perbuatan yang kurang baik
b) Dampak berantai (siswa lain ikut jera mengikuti perbuatan yang
kurang baik)9
D. Analisis Model Pemberian Reinforcement dalam Pembelajaran Aspek
Pengembangan Moral Keagamaan pada Pendidikan Prasekolah di TK
Bintang Kecil Ngaliyan Semarang.
1. Analisis Pembelajaran Aspek Pengembangan Moral Keagamaan pada
Pendidikan Prasekolah di TK Bintang Kecil Ngaliyan Semarang.
Taman Kanak-kanak merupakan lembaga pendidikan yang pertama, yang
keberadaannya sangat strategis untuk menumbuhkan jiwa keagamaan kepada
anak-anak, agar mereka menjadi orang-orang yang kuat, terbiasa, dan peduli
terhadap segala aturan agama yang diajarkan kepadanya.
Pendidikan moral dan agama merupakan pondasi yang kokoh dan sangat
penting keberadaannya, dan jika hal itu telah tertanam serta terpatri dalam setiap
insan sejak dini, maka hal ini merupakan awal yang baik bagi pendidikan anak
bangsa untuk menjalani jenjang pendidikan selanjutnya.
Oleh karena itu seorang guru harus selalu berupaya dengan berbagai cara
agar dapat membimbing anak seusia prasekolah agar mempunyai kepribadian
yang baik, yang dilandasi dengan nilai moral dan agama. Dengan diberikannya
landasan pendidikan moral dan agama kepada anak, seorang anak dapat belajar
membedakan perilaku yang benar dan salah.
9Hasil Observasi pada Tanggal, 15-31 Maret 2011.
59
Menurut M. Athiyah al-Abrasi, dalam bukunya Nur Uhbiyati ada 3 macam
metode yang tepat untuk menanamkan akhlak pada anak yaitu:
a. Pendidikan secara langsung, yaitu dengan cara mempergunakan petunjuk,
tuntunan, nasihat, menyebutkan manfaat dan bahaya-bahayanya sesuatu,
dimana pada murid dijelaskan hal-hal yang bermanfaat dan yang tidak,
mencontohkan pada amal-amal yang baik, mendorong mereka berbudi pekerti
yang tinggi dan menghindari hal-hal yang tercela.
b. Pendidikan secara tidak langsung, yaitu dengan jalan sugesti seperti
mendiktekan sajak-sajak yang mengandung hikmat kepada anak-anak,
memberikan nasihat-nasihat dengan cerita yang mengandung pelajaran,
memberikan perumpamaan, mencegah mereka membaca sajak-sajak yang
kosong termasuk yang menggugah soal-soal cinta dan pelakon-pelakonnya.
c. Mengambil manfaat dan kecenderungan dan pembawaan anak dalam rangka
pendidikan akhlak. Seperti contoh anak-anak memiliki kesenangan meniru
ucapan-ucapan, perbuatan-perbuatan, gerak-gerik orang yang berhubungan
erat dengan mereka dalam hal ini anak-anak juga gampang sekali mengikuti
apa yang dilakukan gurunya. 10
Konsep tentang metode yang tepat untuk menanamkan akhlak pada anak
menurut M. Athiyah al-Abrasi tersebut sangat sesuai dengan kegiatan-kegiatan
yang ada di TK Bintang Kecil yang didesain untuk pembelajaran anak, terlebih
pada aspek pengembangan moral keagamaan.
Diantara kegiatan yang dilakukan sesuai pemikiran di atas antara lain:
a. Pelajaran Agama
b. Pembiasaan
c. Kegiatan Menyanyi
d. Meneriakkan Yel-yel
e. Cerita
f. Rekreasi
10
Nur Uhbiyati dan Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam (IPI), (Bandung: Pustaka Setia,
1997), hlm. 171.
60
Kegiatan-kegiatan pembelajaran di atas dimanfaatkan untuk memberi
pelajaran pada anak. Karena melalui pembelajaran tersebut selalu disisipkan pesan
moral didalamnya. Dengan ini anak diharapkan bisa lebih baik.11
Namun, segala kegiatan yang dilakukan di TK Bintang Kecil baru
menyentuh tahap perkembangan moral anak yang masih dalam tahap
prakonvesional, sehingga jika tidak didukung oleh proses pembelajaran yang
berkesinambungan maka sikap-sikap dan pembiasaan anak yang sudah baik di
sekolah ini bisa memudar bahkan lama-kelamaan akan hilang. Oleh karena itu
jenjang pendidikan selanjutnya juga perlu memfasilitasi agar sikap-sikap dan
pembiasaan anak yang sudah baik di TK ini bisa terus tertanam dan mengakar
pada anak hingga ia dewasa kelak.
2. Analisis Model Pemberian Reinforcement pada Pendidikan Prasekolah di TK
Bintang Kecil Ngaliyan Semarang.
Dari hasil penelitian yang telah peneliti lakukan maka model pemberian
reinforcement di TK Bintang Kecil adalah sebagai berikut:
a. Siswa yang diberi Penguatan
Siswa yang diberi penguatan adalah siswa yang berperilaku positif dan
siswa yang berperilaku negatif. Menurut Moh Uzer Usman, penguatan
(reinforcement) adalah: segala bentuk respon, apakah bersifat verbal ataupun
non verbal, yang merupakan modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah
laku siswa, yang bertujuan untuk memberikan informasi atau umpan balik
(feedback) bagi si penerima (siswa) atas perbuatannya sebagai suatu tindak
dorongan ataupun koreksi.12
Sehingga penguatan merupakan umpan balik
yang diberikan oleh guru sebagai suatu bentuk penghargaan untuk
memperkuat perilaku yang diinginkan dalam hal ini adalah perilaku positif
dan memberi hukuman/ memadamkan perilaku yang tidak diinginkan atau
perilaku negatif.
11
Hasil wawancara dengan bu Ninuk Sumaryati sebagai guru TK B sekaligus kepala
sekolah pada tanggal 30 Maret 2011.
12Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2000), hlm. 80.
61
Jadi, pemberian respon di TK Bintang Kecil tersebut sudah sangat tepat
sekali, karena pemberian tersebut diberikan kepada siswa yang berperilaku
positif maupun kepada siswa yang berperilaku negatif.
b. Bentuk-bentuk Penguatan
Bentuk-bentuk penguatan yang diberikan adalah penguatan verbal dan
penguatan nonverbal. Dalam penggunaanya guru memberikan sesuai dengan
situasi dan kondisi. Hal ini sengaja dilakukan karena penggunaan penguatan
yang menetap/ itu-itu saja, misalnya guru hanya menggunakan dalam bentuk
verbal saja maka akan membuat siswa menjadi bosan dan merasa bahwa
penguatan yang diberikan kepada siswa tersebut hanya pura-pura karena sudah
menjadi kebiasaan.13
Hal ini sesuai dengan pendapat M. Uzer Usman, yang
menyatakan bahwa jenis atau macam penguatan yang digunakan hendaknya
bervariasi, tidak terbatas pada satu jenis saja karena hal ini akan menimbulkan
kebosanan dan lama-kelamaan akan kurang efektif.14
c. Cara Pemberian Penguatan
Penguatan seharusnya diberikan segera setelah muncul tingkah laku atau
respons siswa yang diharapkan. Penguatan yang ditunda pemberiannya,
cenderung kurang efektif.15
Namun di TK Bintan Kecil, cara pemberian
penguatan dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung, dalam
penggunaanya juga dilakukan sesuai denga situasi dan kondisi. Karena, ada
hal-hal yang tidak memungkinkan untuk memberikan penguatan secara
langsung. Walupun demikian, penggunaan penguatan yang tidak langsung
juga masih efektif, jika dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi.
d. Dampak Pemberian Penguatan
Dari hasil penelitian yang telah peneliti lakukan maka dampak yang
terjadi setelah diberikan penguatan adalah: pada penguatan positif antara lain:
siswa menjadi senang, bergairah mengikuti pelajaran, dampak berantai (siswa
13
Hasil wawancara dengan Bu Rani sebagai Guru TK Kelompok B pada Tanggal 24
Maret 2011.
14 Usman, Menjadi Guru Profesional, hlm. 83.
15 Usman, Menjadi Guru Profesional, hlm. 83.
62
lain ikut termotivasi mengikuti perbuatan yang baik). Sedangakan pada
penguatan negatif antara lain: tidak mengulangi perbuatan yang kurang baik,
dampak berantai (siswa lain ikut jera mengikuti perbuatan yang kurang baik)16
Dampak pemberian penguatan yang muncul di TK Bintang Kcecil
tersebut sesuai dengan tujuan pemberian penguatan itu sendiri, karena tujuan
penguatan antara lain yaitu:
1) Meningkatkan perhatian siswa dan membantu siswa belajar bila
pemberian penguatan digunakan secara selektif.
2) Memberi motivasi kepada siswa.
3) Dipakai untuk mengontrol atau mengubah tingkah laku siswa yang
mengganggu, dan meningkatkan cara belajar yang produktif.
4) Mengembangkan kepercayaan diri siswa untuk mengatur diri sendiri
dalam pengalaman belajar.
5) Mengarahkan terhadap pengembangan berfikir yang divergen (berbeda)
dan pengambilan inisiatif yang bebas.17
Dalam penerapannya teori “reward” atau “reinforcement” dianggap
sebagai faktor terpenting dalam proses belajar, artinya bahwa perilaku manusia
selalu dikendalikan oleh faktor luar (faktor lingkungan, rangsangan, stimulus).
Dilanjutkan bahwa dengan memberikan ganjaran positif, suatu perilaku akan
ditumbuhkan dan dikembangkan. Sebaliknya, jika diberikan ganjaran negatif
suatu perilaku akan dihambat.
Dalam situasi belajar pada pendidikan prasekolah hukuman dapat mengatasi
tingkah laku yang tidak diinginkan dalam waktu singkat, untuk itu perlu disertai
dengan reinforcement langsung. Hukuman menunjukkan apa yang tidak boleh
dilakukan oleh murid. Sedangkan reward menunjukkan apa yang mesti dilakukan
oleh peserta didik.
Pada umumnya siswa mengidamkan seorang sosok pendidik yang memiliki
sifat-sifat ideal sebagai sumber keteladanan, bersikap ramah dan penuh kasih
16
Hasil Observasi pada Tanggal, 15-31 Maret 2011.
17Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2005), hlm. 118.
63
sayang, penyabar, serta mampu menciptakan suasana pembelajaran yang nyaman.
Terlebih anak usia prasekolah yang sebelumnya mereka selalu mendapat kasih
sayang dari orang tua mereka ketika di rumah, karena tidak menutup
kemungkinan sebelumnya mereka baru pernah mengenyam pendidikan informal
(dalam keluarga).
Oleh karena itu seyogyanya pendidikan prasekolah didesain dengan
kebutuhan anak seusia prasekolah yang selalu ingin mendapat kasih sayang. Guru
merupakan orang tua anak di sekolah. Oleh karena itu guru harus senantiasa
memberikan kasih sayangnya dalam mengajar, mendidik, serta membimbing
anak-anak didiknya agar mereka senantiasa merasa aman dan nyaman serta selalu
merasa disayang.
3. Analisis Model Pemberian Reinforcement dalam Pembelajaran Aspek
Pengembangan Moral Keagamaan pada Pendidikan Prasekolah di TK Bintang
Kecil Ngaliyan Semarang.
Usia lahir sampai memasuki pendidikan dasar merupakan masa keemasan
sekaligus masa kritis dalam tahapan kehidupan yang akan menentukan
perkembangan anak selanjutnya. Masa ini merupakan masa yang tepat untuk
meletakkan dasar-dasar pengembangan kemampuan fisik, bahasa, sosial
emosional, konsep diri, seni, moral dan nilai-nilai agama.18
Oleh karena itu masa usia dini merupakan pondasi awal bagi pertumbuhan
dan perkembangan selanjutnya, sehingga merupakan masa yang sangat tepat jika
digunakan untuk mendidik perkembangan moral keagamaan pada anak, agar
ketika dewasa nanti hidupnya selalu dihiasi dengan moral dan nilai-nilai agama.
Perkembangan moral anak usia prasekolah masih dalam tahap
prakonvesional, dimana pada tahap ini anak tidak memperlihatkan internalisasi
nilai-nilai moral, penalaran moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan
hukuman eksternal.19
Sehingga sangat tepat sekali apabila seorang pendidik,
terlebih pendidik anak prasekolah menggunakan teori penguatan/ reinforcement
18
Mansyur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2009), hlm. 18.
19Mansyur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, hlm. 46.
64
dalam mendidik anak usia prasekolah, karena melihat perkembangan moral anak
prasekolah yang masih sangat erat sekali dengan ganjaran dan hukuman. Oleh
karena itu seyogyanya seorang pendidik anak prasekolah hendaknya
memanfaatkan kecenderungan anak yang tak dapat dipisahkan dengan ganjaran
dan hukuman tersebut.
Reinforcement (peneguhan atau penguatan) sendiri, sebenarnya berasal dari
sebuah teori oleh salah seorang ahli psikologi belajar behavioristik yang bernama
Skinner. Yang selanjutnya digunakan sebagai acuan teknik konseling untuk
mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan moral keagamaan20
Teknik konseling behavior ini mempunyai empat tahap, yaitu:
a. Belajar operan, yaitu belajar didasarkan atas perlunya pemberian ganjaran atau
reward untuk menghasilkan perilaku yang diharapkan.
b. Belajar mencontoh, yaitu cara dalam memberikan respon baru melalui
ekspresi atau model-model perilaku yang diinginkan, sehingga dapat
dilakukan oleh klien/ peserta didik.
c. Belajar kognitif, yaitu belajar memelihara perilaku yang telah diperoleh pada
tahap kedua kemudian berusaha mengadaptasikannya dengan perilaku yang
lebih baik lagi.
d. Belajar emosi, yaitu cara untuk mengganti respon-respon emosional anak
didik yang nakal tadi dari yang sebelumnya ditolak atau tidak mau melakukan
perbaikan perilaku menjadi respon emosional yang dapat diterima atau mau
untuk melakukan perbaikan perilaku sesuai dengan konteksnya.21
Berdasarkan teori diatas jelas sekali tampak bahwa cara mengatasi perilaku
bermasalah dalam moral keagamaan, adalah dengan pemberian reward, artinya
siswa yang bermasalah tersebut tidak lantas dihukum, melainkan malah diberi
penghargaan agar dapat melakukan perilaku-perilaku moral keagamaan yang baik.
Di TK Bintang Kecil Ngaliyan Semarang pembelajaran aspek
pengembangan moral keagamaan dilakukan melalui seluruh kegiatan yang ada di
20
Suyadi, Buku Pegangan Bimbingan Konseling untuk PAUD, (Jogjakarta: Diva Press,
2010), hlm. 305.
21Suyadi, Buku Pegangan Bimbingan Konseling untuk PAUD, hlm. 307.
65
TK Bintang Kecil, antara lain melalui: pembelajaran agama di kelas,
menyanyikan lagu, cerita, rekreasi dan lain sebagainya. Dalam pelaksanaanya
guru selalu menerapkan reinforcement, karena secara tidak langsung pembelajaran
aspek moral keagamaan/ akhlak adalah pembelajaran yangbersifat menyeluruh
yang meliputi akhlak terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terhadap sesama dan
terhadap lingkungan, sehingga merupakan pembelajaran yang tidak bisa
dilakukan dikelas saja, artinya baik itu ketika anak belajar di kelas maupun ketika
istirahat.
4. Faktor Pendukung dan Penghambat Pemberian Reinforcement dalam
Pembelajaran Aspek Pengembangan Moral Keagamaan pada Pendidikan
Prasekolah di TK Bintang Kecil Ngaliyan Semarang.
a. Faktor Pendukung
1) Faktor keluarga (orang tua) yang mau menerima setiap laporan mengenai
perkembangan anaknya di sekolah, serta turut serta membiasakan
kegiatan-kegiatan penanaman moral keagamaan yang dilakukan di
sekolah.
2) Faktor lingkungan, dimana suasana sekolah menyediakan sarana fisik.
Berupa Masjid untuk melatih anak secara langsung kegiatan peribadatan,
penyediaan alat bermain yang terbatas sehingga siswa dilatih untuk
bergantian dan tidak merampas hak orang lain dengan mengambil mainan
yang sudah didahului temannya. Tempat sampah, tempat cuci tangan dan
lain sebagainya.
3) Para guru yang tidak bosan-bosannya memantau, membimbing dan
mengarahkan anak didiknya untuk selalu berbuat sesuai moral dan nilai-
nilai agama.
b. Faktor Penghambat
1) Faktor keluarga, dimana ada orang tua yang terlalu pasrah terhadap
pembelajaran di Sekolah. Sebagian orang tua TK Bintang Kecil sibuk
bekerja, sehingga kebanyakan anak-anak TK Bintang Kecil dirawat oleh
66
pembantu rumah tangga, sehingga kadang kurang maksimal memantau
pendidikan anak.
2) Faktor lingkungan, yaitu lingkungan yang kurang kondusif untuk
pendidikan anak, dimana terkadang anak sering bergaul dan bermain
dengan anak yang lebih dewasa darinya.
3) Perkembangan kognitif tiap anak yang berbeda-beda, sehingga menjadi
kendala proses pembelajaran aspek pengembangan moral keagamaan pada
siswa karena kadang ada siswa yang kurang bisa menangkap materi yang
telah diajarkan.
4) Perkembangan emosional pada anak prasekolah yang egosentris, sehingga
anak yang selalu ingin menjadi yang terdepan and ingin mencari perhatian
dari guru sehingga berakibat perkelahian pada anak.
Berdasarkan keterangan di atas terdapat faktor pendukung dan penghambat
dalam pelaksanaan pemberian reinforcement dalam pengembangan moral
keagamaan itu sendiri, sehingga untuk mengoptimalkannya diperlukan kerja sama
dari berbagai pihak guna meningkatkan proses pembelajaran khususnya moral
keagamaan agar lebih baik lagi.
67
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah memperhatikan deskripsi yang telah diuraikan pada bab I sampai
dengan bab V, maka penulis dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
Upaya mendidik moral keagamaan pada peserta didik pada hakikatnya tidak
sekedar mengarahkan peserta didik pada aspek kognitif saja, akan tetapi pada
aspek afektif dan juga aspek psikomotoriknya. Oleh karena itu berbagai
pembelajaran di TK Bintang Kecil Ngaliyan Semarang dimanfaatkan untuk
meningkatkan moral keagamaan pada peserta didiknya baik melalui pembelajaran
agama di kelas, menyanyikan lagu, cerita dan lain sebagainya.
Dalam pembelajaran aspek pengembangan moral keagamaan tersebut, ada
beberapa model pemberian penguatan (reinforcement) yang dilakukan oleh
pendidik/ guru di TK Bintang Kecil untuk mendidik, membimbing dan
mengarahkan anak didiknya antara lain yaitu: 1) penggunaan positive
reinforcement (penguatan positif), terjadi bila sebuah stimulus (positif) diberikan
menyusul pada perilaku tertentu. Stimulus ini termasuk memberi pujian (reward).
2) Penggunaan negative reinforcement (penguatan negatif), terjadi bila sebuah
stimulus aversif (tidak menyenangkan) dihilangkan atau dihindarkan yaitu
termasuk punishment (hukuman). Penggunaan penguatan tersebut dilakukan
dalam bentuk verbal (kata-kata pujian) maupun nonverbal (gerak isyarat,
mendekati, sentuhan (contact), atau dengan simbol).
B. Saran-saran
Dari ringkasan temuan serta kesimpulan dari penulis dan segala kerendahan
hati tanpa mengurangi hormat penulis kepada pihak terkait, maka penulis
mengajukan beberapa saran yang sekiranya dapat dijadikan bahan pertimbangan.
Adapun saran-saran tersebut antara lain:
68
1. Bagi Guru
Guru Penjas hendaknya selalu bersikap profesional dengan cara semakin mampu
menyajikan bahan ajar melalui pendekatan yang komprehensif dalam memberikan
penguatan (reinforcement) pada hasil belajar yang sudah dicapai oleh siswa. Ini
semata-mata dilakukan untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang
kondusif sehingga tujuan pembelajaran pendidikan jasmani mampu tercapai
sesuai dengan konsep dan konteks pendidikan jasmani.
a. Guru harus menggunakan penguatan (reinforcement) secara bervariasi dan
pemberian penguatan baik penguatan secara verbal maupun nonverbal dalam
kegiatan pembelajaran agar siswa tidak merasa bosan dan jenuh terhadap pola
penguatan yang tetap.
b. Guru hendaknya tidak jenuh untuk mendidik anak agar berkembang sesuai
dengan moral dan nilai-nilai agama, walaupun dalam realitanya terdapat
banyak kendala. Hal ini sudah menjadi tanggung jawab bersama.
c. Guru harus sadar betul bahwa dia mempunyai tanggung jawab membimbing,
mendidik serta meluruskan perilaku anak.
2. Bagi Sekolah
Sekolah perlu memfasilitasi dan mendukung guru memberikan penguatan
(reinforcement) kepada siswa sehingga siswa merasa lebih diperhatikan dan lebih
semangat.
3. Bagi Orang Tua
a. Orang tua harus lebih perhatian, dan tidak begitu saja pasrah dengan
sekolah terhadap perkembangan moral keagamaan anaknya.
b. Orang tua harus memberikan penguatan (reinforcement) dalam upaya
mendorong anak-anak untuk memiliki perilaku sesuai dengan nilai-nilai
agama.
4. Bagi Peneliti Lain
Perlunya dilakukan penelitian lanjutan oleh peneliti lain karena penelitian ini
belum sepenuhnya selesai.
69
C. Kata Penutup
Demikianlah akhir dari tulisan ini, dengan mengucapkan syukur
Alhamdulillah penulis memohon kepada Allah SWT. Mudah-mudahan tulisan ini
memberikan manfaat dan kontribusi positif bagi penulis maupun siapa saja yang
mau memetik ilmu serta pengalaman dari penulisan skripsi ini.
Penulis sadar bahwa dalam skripsi ini banyak terdapat kekurangan, karena
terbatasnya referensi maupun pengetahuan penulis, oleh karena itu kritik dan
saran yang konstruktif sangat penulis harapkan demi kelengkapan dan
kesempurnaan skripsi ini.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
al-Bukhari, al-Imam, Shahih al-Bukhari, (Beirut: dar al-Kutub, 2008), Juz. I,
al-Ghazali, al-Imam abi Hamid, Ihya' Ulumu al-Din, Juz, III, tk: Dar al-Hadits,
2004
Ali, Mohammad, Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi, Bandung:
Angkasa, 1985.
Badru Zaman, Strategi Pengembangan Moral dan Agama di Taman Kanak-
Kanak, http://file.upi.edu/Direktori/A%20% pdf diakses12 Maret 2011
Chalpin ,J. P, Kamus Lengkap Psikologi, terj. Kartini Kartono, Jakarta: Persada
Pers, 2009.
Darajat, Zakiah, Pendidikan Anak dalam Keluarga Tinjauan Psikologi Agama"
dalam Jalaludin Rakhmat dkk. (edds), Keluarga Muslim dalam masyarakat
Modern, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994
Departemen Agama RI, al-Qur'an dan Terjemahnya, Bandung: CV Penerbit
Jumanatul 'Ali-Art, 2005.
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah dan Direktorat
Pembinaan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar, Pedoman
Pembelajaran Bidang Pengembangan Pembiasaan di Taman Kanak-Kanak,
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2007.
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah dan Direktorat
Pembinaan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar, Pedoman
Pembelajaran Bidang Pengembangan Pembiasaan di Taman Kanak-Kanak,
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2007.
Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI, UU Tentang
Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta: Departemaen Agama, 2006.
Djamarah, Syaiful Bahri, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta:
PT Rineka Cipta, 2005.
Hasan, Muhammad Tholhah, Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia, Jakarta:
Lantabora Press, 2005.
Hasibun, J. J. Hasibun dan Moedjiono, Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2009.
Ismail SM, Stratesgi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, Semarang:
RaSAIL, 2008.
Kenenth N. Wexley et.all., Organizational Behavior and Personel Psycology, tk:
Irwin, 1984.
Khaeron, S, Reinforcement (Penguatan) Guru Pelajaran Fiqih Untuk
Meningkatkan hasil belajar Siswa Kelas VI MI Maarif NU Kramat
Kecamatan Karang Moncol kabupaten Purbalingga, Semarang: Fakultas
Tarbiyah IAIN Walisongo.
Komarudin, Reward dan Punishment dalam Prespektif Ulama Klasik dan
Kontemporer Sebagai Metode Pendidikan Akhlak (Studi Analisis atas
Pemikiran Ibn Miskawih dan Abdullah Nasikh Ulwan), Semarang: Fakultas
Tarbiyah IAIN Walisongo.
Lembaran Negara RI, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, (Jogjakarta:
Media Wacana Press : 2003.
Lembaran Negara RI, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Jogjakarta:
Media Wacana Press: 2003.
Lubis, Mawardi, Evaluasi Pendidikan Nilai, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Mansyur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, Yogyakarta: Pustaka pelajar,
2009.
Moleong, Lexi J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya,1993.
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Surabaya: Pusat Studi
Agama, Politik dan Masyarakat (PSAPM), 2004.
Muhajir, Noeng, Metode Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Saras, 1996.
Mursyid, Manajemen Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Teori dan
Praktik, Semarang: Akfi Media, 2009.
Nakhrowi, Ahmad, Pengaruh Implementasi Reward dan Punishment Terhadap
Prestasi Belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Gajah Kabupaten Demak
(Studi Kasus Dalam Pembelajaran PAI), Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo Semarang, 2007.
Nata, Abudin, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996.
Nawawi, Haidar, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada.
Patmonodewo, Soemiarti, Pendidikan Anak Prasekolah, Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2000.
Peraturan Menteri Penddikan Nasional RI Nomor 58 Tahun 2009 Tanggal 17
September 2009, Standar Pendidikan Anak Usia Dini,Uneversity
Press,1998.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 58 Tahun 2009 Tanggal 17
September 2009, Standar Pendidikan Anak Usia Dini,
S. Margono, Metodologi Penetian Pendidikan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000.
Stevenson, Harold W. "Learning and Reinforcement Effect", in Thomas D.
Spencer, et.all., (eds), Prespectives in Child Psycology, New York:
McGraw-Hill Book Company, 1970.
Sudjana, Nana, dan Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Bandung:
Sinar Baru, 1989.
Suyadi, Buku Pegangan Bimbingan Konseling untuk PAUD, Jogjakarta: Diva
Press, 2010.
Syah, Muhibbin, Psikologi Belajar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003.
Syukur, M, Amin, Pengantar Studi Islam, Semarang: Lembkota, 2006.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
Balai Pustaka, 2005.
Uhbiyati, Nur dan Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam (IPI), Bandung: Pustaka
Setia, 1997.
Ulwan, Abdu 'l-Lah Nashih, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, terj.
Saifullah Kamalie dan Heri Noer Ali, (Bandung: asy-Syifa', 1988),
Usman, Muh, Uzer, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2000.
Zainu, Muhammad Bin Jamil, Solusi Pendidikan Anak Masa Kini, Terj. Syarif
Hade Masyah Dkk, Jakarta: Mustaqim, 2002.
Zuriah, Nurul, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan Antara Teori dan
Praktek, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006.
_________, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan,
Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008.
PEDOMAN OBSERVASI
No Kegiatan Y/T Keterangan
1 Kegiatan-kegiatan
yang berhubungan
dengan moral dan
agama
a. Mengenalkan Tuhan
b. Pengenalan Ibadah
c. Penanaman Akhlak
2 Metode-metode yang
digunakan dalam
pembelajaran moral
dan agama
a. Pembiasaan
b. Cerita
c. Teladan
d. Nyanyian/ Lagu
e. Tadabbur Alam
3 Jenis Reinforcement
dalam pembelajaran
a. Reinforcement positf
b. Reinforcement negatif
4 Bentuk
Reinforcement dalam
pembelajaran
c. Reinforcement Dalam
Bentuk Verbal
d. Reinforcementdalam
Bentuk Non Verbal
5 Penggunaan
Reinforcement dalam
pembelajaran
a. Kehangatan dan
Keantusiasan
b. Kebemaknaan
c. Menghindari Respon
yang Negatif
6 Cara Menggunakan
Penguatan
a. Reinforcement kepada
Pribadi Tertentu
b. Reinforcement kepada
Kelompok
c. Pemberian
reinforcement dengan
Segera
d. Variasi dalam
Pengggunaan
reinforcement
7 Penggunaan
Reinforcement dalam
pembelajaran aspek
pengembangan moral
keagamaan
a. Ketika pembelajaran
berlangsung
b. Ketika istirahat/
bermain di kelas
c. Ketika istirahat/
bermain di luar kelas
PEDOMAN WAWANCARA
1. Kurikulum yang digunakan di TK Bintang Kecil Ngaliyan semarang?
2. Materi apa saja yang diberikan pada pembelajaran?
3. Metode apa yang digunakan dalam proses pembelajaran?
4. Apa saja materi pembelajaran aspek pengembangan moral keagamaan?
5. Kapan pelaksanaan materi pembelajaran aspek pengembangan moral
keagamaan?
6. Apakah guru menggunakan reinforcenment dalam pembelajaran?
7. Bagaimana model pemberian reinforcement dalam pembelajaran aspek
pengembangan moral keagamaan pada pendidikan prasekolah di TK Bintang
Kecil Ngaliyan Semarang?
8. Apakah tujuan pemberian reinforcement dalam pembelajaran aspek
pengembangan moral keagamaan pada pendidikan prasekolah di TK Bintang
Kecil Ngaliyan Semarang?
9. Bagaimana perencanaan pemberian reinforcement dalam pembelajaran aspek
pengembangan moral keagamaan pada pendidikan prasekolah di TK Bintang
Kecil Ngaliyan Semarang?
10. Bagaimana evaluasi. pemberian reinforcement dalam pembelajaran aspek
pengembangan moral keagamaan pada pendidikan prasekolah di TK Bintang
Kecil Ngaliyan Semarang?
11. Faktor apa sajakah yang menjadi penghambat dan pendukung dalam
pemberian reinforcement dalam pembelajaran aspek pengembangan moral
keagamaan pada pendidikan prasekolah di TK Bintang Kecil Ngaliyan
Semarang?
Gambar Kegiatan Baris dan Gerak Lagu Sebelum Masuk Kelas
Gambar Pembiasan berdoa dan mengahafal surat-suratpendek sebelum KBM
Gambar Kegiatan KBM dengan tiga area Pembelajaran
Gambar Kegiatan Makan Bekal bersama-sama
Gambar kegiatan membiasakan cuci tangan sebelum dan sesudah makan
Gambar Kegiatan pendampingan guru saat bermain di luar kelas
RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri
1. Nama Lengkap : Deni Indiana
2. Tempat & Tgl. Lahir : Lamongan, 4 Nopember 1988
3. NIM : 073111041
4. Alamat Rumah : RT/ RW: 04/ I Dsn. Jati Ds. Sidorejo Kec. Sugio
Kab. Lamongan Jawa Timur
HP : 085740858676
B. Riwayat Pendidikan
1. Pendidikan Formal :
a. SD Negeri 1 Sidorejo Lulus Tahun 2000
b. SLTP Negeri 1 Kedungpring Lulus Tahun 2003
c. MA Islamiyah At Tanwir Bojonegoro Lulus Tahun 2007
d. IAIN Walisongo Semarang Lulus Tahun 2011
2. Pendidikan Non-Formal
Pondok Pesantren At tanwir Bojonegoro
Semarang, 10 Juni 2011
Deni Indiana
NIM. 073111041