model-model pemilihan gubernur di daerah-...
TRANSCRIPT
MODEL-MODEL PEMILIHAN GUBERNUR DI DAERAH-DAERAH KHUSUS ATAU ISTIMEWA DI INDONESIA
SKRIPSI
DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUMUNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTAUNTUK MEMENUHI SEBAGAIAN SYARAT MEMPEROLEH GELAR
SARJANA STRATA DALAM SATU ILMU HUKUM
OLEH:PARAS WIKAN RIPTADI
NIM: 09340084
DOSEN PEMBIMBING:NURAINUN MANGUNSONG, S.H., M.Hum.
Dr. SITI FATIMAH, S.H., M.Hum.
ILMU HUKUMFAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGAYOGYAKARTA
2016
ii
ABSTRAK
Di Indonesia diberlakukan otonomi daerah yang dipayungi dengan UU No. 9Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah. Di Indonesia terdapat empat daerah yangmemiliki undang-undang sendiri dalam otonominya. Keempat daerah tersebut adalahDKI Jakarta dengan UU No. Tahun 2007 Tentang Pemerintahan Provinsi Daerah KhususIbukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, Provinsi Papuadengan UU No. 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, Acehdengan UU No. 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, dan Daerah IstimewaYogyakarta dengan UU No. 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Daerah IstimewaYogyakarta. Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah apakahpemilihan gubernur di daerah khusus/istimewa sesuai dengan UU No. 9 Tahun 2015tentang Pemerintahan Daerah. Dan bagaimanakah pelaksanaan model-model PemilihanGubernur di daerah khusus/istimewa tersebut.
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian kepustakaan (library research) denganmenggunakan pendekatan yuridis historis yaitu suatu penelitian yang secara deduktifdiawali menganalisis dari pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan yang berlakudihubungkan kesejarahan. Sifat penelitian dalam penelitian ini adalah deskriptif tentangpemilihan gubernur di daerah-daerah khusus/istimewa terkait kesesuaian dengan UU No.9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemilihan gubernur di daerah-daerahkhusus/istimewa sudah sesuai dengan UU No. 9 Tahun 2015 tentang PemerintahanDaerah. Kesesuaian tersebut adalah terletak pada makna otonomi daerah yaitu: “mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakatsetempat”. Adapun pemilihan gubernur di daerah-daerah khusus berbeda. Di DKI Jakartamenggunakan pemilihan umum namun harus mendapat lebih dari 50% suara pemilihan,jika terdapat lebih dari dua kandidat Cagub dan belum melebihi 50% suara maka akanada putaran kedua yang hanya menyisakan dua kandidat cagub. Di Provinsi Papuagubernur dipilih oleh DPRP (Dewan Perwakilan Rakyat Papua), namun pada PemilihanGubernur tahun 2013 melalui Pemilihan Langsung berdasarkan UU No. 9 Tahun 2015tentang Pemerintahan Daerah. Di Aceh pemilihan gubernur menggunakan modelpemilihan umum namun tidak ada ketentuan harus mempunyai dukungan lebih dari 50%suara, jadi berlangsung dalam satu putaran dan juga adanya keterlibatan partai lokal Acehsesuai dengan pasal 65 UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Di DaerahIstimewa Yogyakarta Pemilihan gubernur dilakukan dengan mekanisme penetapan. Halini sesuai dengan Pasal 18 Ayat (1) tentang syarat, bahwa yang bertakhta SultanHamengku Buwono untuk Calon Gubernur dan yang bertakhta sebagai Adipati PakuAlam untuk Calon Wakil Gubernur.
vii
HALAMAN MOTTO
Jika salah perbaiki, jika gagal coba lagi.
Tapi jika kamu menyerah, semuanya selesai”
Semangat dan kekuatan jiwa adalah kekuatan yang luar biasa. “Dengan kedua
hal itu kita bisa menapaki kehidupan ini dengan tegak seiring cobaan-cobaan
yang ada dalam perjalanan menuju keberhasilan.”
Suatu hal yang kita kerjakan terkadang tidak membuahkan hasil
seperti yang kita harapkan, untuk itu kita harus mencoba, mencoba
dan selalu bangkit dari sebuah kegagalan. Dan janganlah berputus
asa dan menyerah dengan segala ujian, karena itulah kunci
kesuksesan.._.
viii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsiku ini ku persembahkan untuk:
Keluargaku tercinta terkusus untuk Ibu, Bapak dan Kakak-kakakku yangsenantiasa memberikan do’a dan dukunngannya kepadaku dengan segenapupayanya;
Dosen-dosen dan seluruh tenaga pengajar di UIN Senan KalijagaYogyakarta;
Teman-Teman di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Almamterku Prodi Ilmu Hukum Fakultas Syari’ah dan Hukum UINSunan Kalijaga Yogyakarta._.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Subhanallahu Wata’ala yang telah
memberikan nikmat, rahmat, dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Model-Model Pemilihan Gubernur di
Daerah-Daerah Khusus/Istimewa di Indonesia”. Shalawat serta salam semoga
selalu tercurah kepada kanjeng Nabi Muhammad SAW, yang kita nanti syafaatnya
di hari kiamat.
Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi dan melengkapi
persyaratan guna mencapai gelar Sarjana Hukum pada Program Studi Ilmu
Hukum Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta. Penyusun menyadari bahwa skripsi ini tidak mungkin terwujud
sebagaimana yang diharapkan, tanpa bimbingan dan bantuan serta tersedianya
fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh beberapa pihak. Oleh karena itu, penyusun
ingin mempergunakan kesempatan ini untuk menyampaikan rasa terima kasih dan
hormat kepada :
1. Bapak Prof. Kiyai. Yudian Wahyudi, MA. Ph.D., selaku Rektor Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
2. Bapak Dr. H. Moh. Najib, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
x
3. Bapak Dr. Ahmad Bahiej, SH., M.Hum., selaku Ketua Program Studi Ilmu
Hukum dan Bapak Faisal Luqman Hakim, SH., M.Hum., selaku Sekretaris
Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta.
4. Ibu Nurainun Mangunsong, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing
Akademik sekaligus Dosen Pembimbing Skripsi yang selalu memberikan
motivasi, dukungan, masukan serta kritik-kritik yang membangun sehingga
penyusun dapat menyelesaikan Studi di Program Studi Ilmu Hukum Fakultas
Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
5. Ibu Dr. Siti Fatimah, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang
selalu memberikan motivasi, dukungan, masukan serta kritik-kritik yang
membangun sehingga penyusun dapat menyelesaikan Studi di Program Studi
Ilmu Hukum Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta
6. Seluruh Bapak dan Ibu Staf Pengajar atau Dosen yang telah dengan tulus
ikhlas membekali dan membimbing penyusun untuk memperoleh ilmu yang
bermanfaat sehingga penyusun dapat menyelasikan studi di Program Studi
Ilmu Hukum Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta.
7. Untuk almarhum Ayahku (Sukiran) semasa hidupnya dan Ibuku (Sri Maryati)
yang selalu mendidik saya dengan segenap jiwa dan raga, Saudara-Saudaraku
semua, Mas Prasetyo, Mas Tyastomo Tsukmadi, Mbak Tyas, Mbak Paras,
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
ABTRAK ......................................................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ......................................................... iii
SURAT PERSETUJUAN .............................................................................. vi
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ vi
HALAMAN MOTTO .................................................................................... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... viii
KATA PENGANTAR .................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 7
C. Tujuan dan Keguanaan Penelitian .............................................. 7
D. Telaah Pustaka ........................................................................... 8
E. Kerangka Teoretik ...................................................................... 10
F. Metode Penelitian ....................................................................... 18
G. Sistematika Pembahasan ............................................................ 23
BAB II OTONOMI DAERAH DALAM KERANGKA TEORI DAN
KONTEKS DAERAH-DAERAH KHUSUS ATAU
ISTIMEWA ..................................................................................... 24
A. Otonomi Daerah .......................................................................... 24
xiii
B. Otonomi Khusus ......................................................................... 31
C. Sejarah Daerah-Daerah Khusus atau Istimewa ........................... 32
D. Pemilihan Kepala Daerah............................................................ 52
E. Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, Walikota)............................. 57
BAB III PEMILIHAN KEPALA DAERAH (GUBERNUR ATAU
WAKIL GUBERNUR) DALAM KONSTITUSI ......................... 60
A. Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU No. 8 Tahun
2015) ........................................................................................... 60
B. Peraturan KPU No. 3 Tahun 2016 tentang Tahapan, Program,
dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan
Wakil Walikota Tahun 2017 ....................................................... 65
C. Undang-Undang Daerah Khusus Atau Istimewa ........................ 70
D. Otonomi Daerah Khusus Atau istimewa..................................... 76
E. Pemilihan Kepala Daerah Khusus Atau Istimewa ...................... 91
BAB IV ANALISA BENTUK PEMILIHAN GUBERNUR DI
DAERAH KHUSUS ATAU ISTIMEWA DI INDONESIA ........ 110
A. Pemilihan Gubernur Daerah Khusus Atau Istimewa Menurut
UU No. 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah................. 110
B. Model Pemilihan Gubernur Daerah Khusus Atau Istimewa
Menurut Undang-Undang Daerah Masing-Masing .................... 118
BAB V PENUTUP ........................................................................................ 141
A. Kesimpulan ................................................................................ 141
xiv
B. Saran ............................................................................................ 142
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 143
CURRICULUM VITAE
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LatarBelakangMasalah
Dalam rangka perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, maka dalam Perubahan Keempat pada tahun 2002,
konsep Negara yang sebelumnya hanya tercantum dalam Penjelasan UUD
1945,1dirumuskan dengan tegas dalam Pasal 1 Ayat (3) yang menyatakan,
“Negara Indonesia adalah Negara Hukum.” Dalam Konsep Negara Hukum
itu, diidealkan bahwa yang harusdijadikan panglima dalam dinamika
kehidupan kenegaraan adalah hukum, bukan politikataupun ekonomi.Karena
itu, jargon yang biasa digunakan dalam bahasa Inggris untukmenyebut prinsip
Negara Hukum adalah the rule of law, not of man.2 Pemerintahan pada
pokoknya adalah hukum sebagai sistem, bukan orang per orang yanghanya
bertindak sebagai ‘wayang’ dari skenario sistem yang mengaturnya.
Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki
kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya.3 Dalam bernegara ada
yang namanya pemilihan pemimpin, dimana setiap orang yang berkumpul
kemudian memilih seorang pemimpin diantara mereka, dan yang paling hebat
1Jimly Asshiddiqie, Gagasan Negara Hukum Indonesia, paper, Seminar PembangunanHukum Nasional VIII Tema Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan BerkelanjutanDiselenggarakan Oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman Dan HakAsasi Manusia RI (Denpasar, 14-18 Juli 2003), hlm. 3.
2Ibid.,hlm 3.3Miriam Budiardjo, Dasar Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008),
hlm. 17.
2
menjadi pemimpin. Itulah konsep dimana kedaulatan pemerintah berasal dari
rakyat. Dari sinilah konsep demokrasi dimulai, kekuasaan diberikan oleh
rakyat pada pemimpinnya. dan sesuai dengan prinsip demokrasi yaitu dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Soehino menyatakan apabila ditinjau dari segi susunannya, maka akan
ditemukan dua jenis bentuk susunan negara, yakni negara yang bersusun
tunggal yang disebut Negara Kesatuan dan negara yang bersusun jamak yang
disebut Negara Federasi.4 Negara kesatuan adalah negara yang tidak tersusun
dari beberapa negara, melainkan hanya terdiri atas satu negara, sehingga tidak
ada negara di dalam negara. Dengan demikian dalam Negara Kesatuan hanya
ada satu pemerintah, yaitu pemerintah pusat yang mempunyai kekuasaan serta
wewenang tertinggi dalam bidang pemerintahan negara, menetapkan
kebijaksanaan pemerintahan negara baik di pusat maupun di daerah-daerah.5
Sedangkan negara Serikat atau Federal adalah negara yang tersusunan
jamak maksudnya negara ini terdiri dari beberapa negara yang semula berdiri
sendiri sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, mempunyai undang-
undang dasar sendiri serta pemerintahan sendiri.6 Negara-negara bagian itu
kemudian menyerahkan sejumlah tugas dan kewenangan untuk
diselenggarakan oleh suatu pemerintahan federal, sedangkan urusan-urusan
lain tetap menjadi kewenangan negara bagian. Dan dalam negara serikat
4Soehino, Ilmu Negara, (Yogyakarta: Liberty, 2000), hlm. 224.5Ibid.6Ibid. hlm 226.
3
pemerintah negara bagian bukanlah bawahan dan tidak bertanggung jawab
kepada pemerintah federal.7
Indonesia adalah negara yang berbentuk Kesatuan yaitu Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan Utama dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia adalah seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia 1945.8
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah NegaraIndonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruhtumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertibandunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilansosial …"
Indonesia adalah sebuah negara kesatuan namun terdapat pembagian
kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah. Hal ini adalah untuk
mendorong otonomi daerah dan mendorong pembangunan daerah menjadi
lebih pesat. Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah dapat dijalankan
secara langsung. Undang-undang yang mengatur tegas adalah UU No.9 Tahun
2015 tentang perubahan kedua atas UU No. 23 Tahun 2014 tentangPemerintah
Daerah.
Di Indonesia diberlakukan dua otonomi daerah, yaitu otonomi daerah
dan otonomi khusus. Dalam UU No.9 Tahun 2015 tentang Perubahan kedua
Atas UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,9 Otonomi Daerah
adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengaturdan
7Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: Grasindo, 2010), hlm. 216.8Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 alinea 4.9UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dengan Perubahan atas UU No.12
Tahun 2008.
4
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan otonomi khusus secara politis dapat diartikanada perlakuan
khusus bagi wilayah atau bangsa. Secara politis Otonomi khusus biasanya
diberikan kalau ada negara yang didirikan dengan berbagai macam suku
bangsa dengan beragam latar belakang sejarah, politik atau hukumnya.Daerah
yang diberikan otonomi khusus adalah DKI Jakarta, Provinsi Papua, Provinsi
Aceh dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).10 Atau bisa diartikan juga
bahwa otonomi khusus merupakan “varian dari otonomi daerah”.11
Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali
urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan
Pemerintah Pusat. Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah
dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas
pembantuan.
Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui
pemilihan umum. Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai
Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara
demokratis.
Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
provinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota,
10http://inginbegini-inginbegitu.blogspot.com/2013/01/otonomi-daerah-dan-otonomi-khusus.html, diakses pada tanggal 21 Maret 2014 pukul 13.00 WIB.
11Agung Djojosoekarto dkk, Otonomi Khusus Papua, (Jakarta: Kemitraan, 2008), hlm.10.
5
diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan
keragaman daerah. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfatan
sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan
pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras
berdasarkan undang-undang.
Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan
daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan
undang-undang. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup
dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan
oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD
1945.
Pemerintahan Daerah Provinsi terdiri atas Pemerintah Daerah Provinsi
dan DPRD Provinsi. Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kotaterdiri atas
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan DPRD Kabupaten/Kota
Pembentukan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota
ditetapkan dengan undang-undang. Pembentukan daerah dapat berupa
penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau
pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih. Daerah dapat
6
dihapus dan digabung dengan daerah lain apabila daerah yang bersangkutan
tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah. Penghapusan dan
penggabungan daerah beserta akibatnya ditetapkan dengan undang-undang.
Untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus
bagi kepentingan nasional, Pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus
dalam wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota.
Dalam Pemilihan Gubernur di daerahmemiliki beberapa keragaman.
Di Aceh dilakukan dengan menggunakan pemilihan secara langsung oleh
masyarakat Aceh sendiri seperti tertuang dalam UU No. 11 Tahun 2006
tentang Pemerintahan Aceh. Sedangkan di Daerah Istimewa Yogyakarta
Gubernur dipilih berdasarkan penetapan seperti tertuang dalam UU No.13
Tahun 2012 tentang Keismewaan Yogyakarta. Begitu juga dengan daerah
yang lainya seperti Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dan Provinsi Papua
mempunyai model pemilihan gubernur/ kepala daerah yang berbeda dengan
daerah yang lainya, berdasarkan atas latar belakang dia atas maka kami
mengajukan judul “Model-Model Pemilihan Gubernur Di Daerah-Daerah
Khusus/Istimewa Di Indonesia”. Setiap daerah khusus/istimewa di Indonesia
mempunyai model pemilihan gubernur yang berbeda-beda, hal ini tentunya
mempunyai latar belakang dan sejarah yang berbeda-beda, oleh sebab itu
maka judul ini akan memberikan gambaran kepada kita tentang
keanekaragaman yang ada di Indonesia.
7
B. Pokok Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas dapat
diangkat beberapa pokok masalah antara lain:
1. Apakahpemilihan Gubernur di daerah-daerah khusus atau istimewa di
Indonesaia sudah sesuai dengan UU No. 9 Tahun 2015 tentang perubahan
keduaatas UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah?
2. Bagaimanakah pelaksanaan model-model pemilihan Gubernur di daerah-
daerah khusus atau istimewa tersebut?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan yang akan di capai dalam Penelitian ini adalah:
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk menjelaskan bagaimana pemilihan gubernur didaerah khusus
atau istimewa tersebut telah sesuai atau belum dengan UU No. 9
Tahun 2015 tentang perubahan kedua atas UU No. 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah.
b. Untuk mengetahui pelaksanaan model-model Pemilihan Gubernur
didaerah khusus atau istimewa di Indonesia.
2. Kegunaan Penelitian
a. Penelitian ini berkontribusi untuk memberikan wawasan tentang
model-model pemilihan gubernur di daerah khusus atau istimewa di
Indonesia dengan perbedaan latar belakang di masing-masing daerah
8
dan memberikan tambahan ilmu pengetahuan tentang pemilihan
gubernur.
b. Penelitian ini bermanfaat bagi setiap orang yang mempunyai
ketertarikan untuk mengkaji tentang pemilihan gubernur di daerah
khusus atau istimewa.
D. Telaah Pustaka
Setelah melakukan penelusuran, penulis telah menemukan beberapa
literatur yang membahas tentang permasalahan-permasalahan yang
berhubungan dengan pemilihan gubernur didaerah khusus atau istimewa.
Beberapa literatur tersebut diantaranya adalah:
Ismanda, dalam skripsinya Kedudukan calon anggota DPRD
Aceh/kabupaten (DPRA/DPRK) kuota 120% ditinjau dalam perspektifper-
undang-undangan. Dengan hasil penelitian tentang permasalahan-
permasalahan selama pemilihan kepala daerah dari persiapan logistik hingga
masalah sengketa.12Di dalam penelitian yang dilakuakan oleh Ismanda
menfokuskan pada kedudukan anggota DPRD aceh atau kabupaten dalam
perundang-undangan sedangkan penelitian yang penyusun lakukan
menfokuskan padamodel pemilihan gubernur pada daerah khusus atau
istimewa di Indonesia.
12Ismanda , “Kedudukan Calon Anggota DPRD Aceh/Kabupaten (DPRA/DPRK) Kuota120 % Ditinjau Dalam Perspektif Perundang-Undangan, skripsi, Yogyakarta: UIN Sunan kalijaga,2013.
9
Rio Prihatnolo, dalam skripsinya Penerapan Prinsip Demokrasi
Dalam Penetapan Gubernur Dan Wakil Gubernur Di Daerah Istimewa
Yogyakarta Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.13Dengan hasil penelitian bahwa penetapan Sri Sultan Hamengku
Buwono X sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta sudah sesuai
dengan prinsip-prinsip demokrasi dan sesuai dengan Pasal 18 Ayat (4) dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Di dalam
penelitian yang dilakukan oleh Rio Prihatnolo ini membatasi permasalahan
tentang Penetapan Gubernur DIY saja, berbeda dengan penelitian yang
penyusun lakukan yang mencakup daerah khusus atau istimewa di Indonesia.
Rasadi, dalam skripsinya Konflik Elit Politik Dalam Pemilihan Kepala
Daerah Kabupaten Aceh Tenggara Secara Langsung Tahun 2006.14Dengan
hasil penelitian yaitu pertentangan dua kandidat peserta pemilihan kepala
daerah.Di dalam penelitian yang dilakukan oleh Rasadi ini membatasi
permasalahan tentang konflik elit politik dalam pemilihan kepala daerah di
kabupaten Aceh Tenggara, berbeda degan penelitian yang penyusun lakukan
yang mencangkup daerah khusus atau istimewa di Indonesia.
Dari beberapa penelitian diatas yang berhasil dilacak penulis,berdasar
pembacaan yang mendalambelum ada yang fokus membahastentangmodel-
model pemilihan gubernur didaerahkhusus atau istimewa di Indonesia.
13Rio Prihatnolo” Penerapan Prinsip Demokrasi Dalam Penetapan Gubernur Dan WakilGubernur Di Daerah Istimewa Yogyakarta Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945”, skripsi, Fakultas Hukum Universitas Jember 2011.
14Rasadi, Konflik Elit Politik Dalam Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Aceh TenggaraSecara Langsung Tahun 2006, skripsi, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas SumateraUtara Medan 2008.
10
Penelitian yang sudah ada hanya sebatas membahas pemilihan kepala daerah
itu sendiri.
E. Kerangka Teoritik
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa teori,
diantaranya:
1. Teori Negara Hukum
Dalam rangka perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, maka dalam Perubahan Keempat pada Tahun
2002, konsep Negara hukum yang sebelumnya hanya tercantum dalam
Penjelasan UUD 1945,15kemudian dirumuskan dengan tegas dalam Pasal 1
Ayat (3) yang menyebutkan: Negara Indonesia adalah Negara Hukum.
Dalam konsep Negara hukum, diidealkan bahwa yang harus dijadikan
panglima dalam dinamika kehidupan kenegaraan adalah hukum, bukan
politik ataupun ekonomi. Karena itu, jargon yang biasa digunakan dalam
bahasa Inggris untukmenyebut prinsip Negara hukum adalah the rule of
law, not of man.16Yang disebutpemerintahan pada pokoknya adalah
hukum sebagai sistem, bukan orang per orang yanghanya bertindak
sebagai ‘wayang’ dari skenario sistem yang mengaturnya.
15Jimly Asshiddiqie, Gagasan Negara Hukum Indonesia, Paper, Seminar PembangunanHukum Nasional VIII Tema Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan BerkelanjutanDiselenggarakan Oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman Dan HakAsasi Manusia Ri Denpasar, 14-18 Juli 2003, hlm.3.
16Ibid.,hlm.3.
11
Gagasan Negara hukum itu dibangun dengan mengembangkan
perangkat hukum itu sendiri sebagai suatu sistem yang fungsional dan
berkeadilan, dikembangkan dengan menata supra struktur dan infra
struktur kelembagaan politik, ekonomi dan sosial yang tertib dan teratur,17
serta dibina dengan membangun budaya dan kesadaran hukum yang
rasional dan impersonal dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Untuk itu, sistem hukum itu perlu dibangun (law making) dan
ditegakkan (law enforcing) sebagaimana mestinya,18 dimulai dengan
Konstitusi sebagai hukum yang paling tinggi kedudukannya. Untuk
menjamin tegaknya Konstitusi itu sebagai hukum dasar yang
berkedudukan tertinggi (the supreme law of the land), dibentuk pula
sebuah Mahkamah Konstitusi yang berfungsi sebagai the guardian dan
sekaligus the ultimate interpreter of the constitution.19
Gagasan, cita, atau ide Negara hukum, selain terkait dengan konsep
rechtsstaat dan the rule of law,20 juga berkaitan dengan konsep nomocracy
yang berasal dari kata nomos dan cratos. “Kata” nomokrasi itu dapat
dibandingkan dengan demos dan cratos atau kratien dalam demokrasi
17Jimly Asshiddiqie, Gagasan Negara Hukum Indonesia, Paper, Seminar PembangunanHukum Nasional VIII Tema Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan BerkelanjutanDiselenggarakan Oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman Dan HakAsasi Manusia Ri Denpasar, 14-18 Juli 2003, hlm.3.
18 Ibid, hlm.4.19Jimly Asshiddiqie, Gagasan Negara Hukum Indonesia, Paper, Seminar Pembangunan
Hukum Nasional VIII Tema Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan BerkelanjutanDiselenggarakan Oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman Dan HakAsasi Manusia Ri Denpasar, 14-18 Juli 2003, hlm. 7.
20Ibid., hlm. 5.
12
Nomos berarti norma, sedangkan cratos adalah kekuasaan.21 Yang
dibayangkan sebagai faktor penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan
adalah norma atau hukum. Karena itu, istilah nomokrasi itu berkaitan erat
dengan ide kedaulatan hukum atau prinsip hukum sebagai kekuasaan
tertinggi. Dalam istilah Inggris yang dikembangkan oleh A.V. Dicey, hal
itu dapat dikaitkan dengan prinsiprule of law yang berkembang di
Amerika Serikat menjadi jargon the Rule of Law, and not of Man. Yang
sesungguhnya dianggap sebagai pemimpin adalah hukum itu sendiri,
bukan orang.22 Dalam buku Plato berjudul Nomoi yang kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul The Laws, jelas
tergambar bagaimana ide nomokrasi itu sesungguhnya telah ada sejak
lama dan dikembangkan dari zaman Yunani Kuno.23
Dalam sistem Konstitusi Negara Indonesia, cita-cita Negara hukum
Indonesia merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perkembangan
gagasan kenegaraan Indonesia sejak kemerdekaan. Meskipun dalam Pasal-
Pasal UUD 1945 sebelum perubahan, ide Negara hukum itu tidak
dirumuskan secara eksplisit, tetapi dalam penjelasan ditegaskan bahwa
Indonesia menganut ide ‘rechtsstaat’,24 bukan ‘machtsstaat’,25 Dalam
21 Ibid., hlm. 11.22 Ibid., hlm. 6.23Ibid,,hlm.7.24Jimly Asshiddiqie, Gagasan Negara Hukum Indonesia, Paper, Seminar Pembangunan
Hukum Nasional VIII Tema Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan BerkelanjutanDiselenggarakan Oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman Dan HakAsasi Manusia Ri Denpasar, 14-18 Juli 2003, hlm. 16.
25Ibid., hlm. 13.
13
sejarah Indonesia Konstitusi RIS Tahun 1949 pada masa Soekarno, ide
negara hukum itu bahkan tegas dicantumkan. Demikian pula dalam UUDS
Tahun 1950, kembali rumusan bahwa Indonesia adalah negara hukum
dicantumkan dengan tegas. Oleh karena itu, dalam Perubahan Ketiga
tahun 2001 terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,26
ketentuan mengenai ini kembali dicantumkan dengan tegas dalam Pasal 1
Ayat (3) yang berbunyi:Negara Indonesia adalah Negara hukum. Kiranya,
cita-cita Negara hukum menurut ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 itu
dapat terwujud.
2. Teori Negara Kesatuan Republik Indonesia
Bentuk negara kesatuan adalah bentuk suatu negara yang merdeka
dan berdaulat, yang di dalam seluruh wilayah negaranya hanya ada satu
pemerintahan yang berkuasa (pusat). Negara kesatuan merupakan
kebulatan tunggal dan yang berpusat satu (monosentris)27.
Menurut pendapat Fred Isjwara bahwa:28
Negara kesatuan adalah bentuk kenegaraan yang paling kokoh jikadibandingkan dengan federal atau konfederasi. Dalam negarakesatuan terdapat, baik persatuan (union) maupun kesatuan (unity).Dilihat dari segi susunan negara kesatuanmaka negara kesatuanbukan negara tersusun dari beberapa negara melainkan negaratunggal.
Sedangkan menurut Abu Daud Busroh mengutarakan bahwa:29
26 Ibid., hlm 6.27Ni'matul Huda, Hukum Pemerintah Daerah, (Nusamedia, Bandung: 2012), hlm 27.28Ibid.29Ibid.
14
Negara kesatuan adalah negara yang tidak tersusun daripadabeberapa negara, seperti halnya dalam negara federasi, melainkannegara itu sifatnya tunggal, artinya hanya ada satu negara, tidakada negara di dalam negara. Jadi dengan demikian, di dalam negarakesatuan itu juga hanya ada satu pemerintahan, yaitu pemerintahanpusat yang mempunyai kekuasaan atau wewenang tertinggi dalamsegala lapangan pemerintahan.Pemerintahan pusat inilah yang padatingkat terakhir dan tertinggi dapat memutuskan segala sesuatudalam negara tersebut.
Negara Kesatuan dapat dibedakan dalam dua bentuk, yakni Negara
kesatuan dengan sistem sentralisasi dan Negara kesatuan dengan sistem
desentralisasi. Dalam negara kesatuan dengan sistem sentralisasi, segala
sesuatu dalam negara langsung diatur dan diurus oleh pemerintah pusat
dan daerah-daerah hanya tinggal melaksanakan segala apa yang telah
diinstruksikan oleh Pemerintah Pusat. Sedangkan dalam negara kesatuan
dengan sistem desentralisasi, kepada daerah-daerah diberikan kesempatan
dan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiriyang dinamakan dengan Daerah otonom.30
3. Teori Pemerintahan Daerah
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.31 Secara lebih spesifik dalam
30Ibid., hlm.28.31Pasal 1 Ayat (3) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
15
Pasal 1 ayat (3) UU No. 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah,
menjelaskan “Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota,
dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah”.
Selanjutnya pada UU No. 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah
menjelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan
kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah, dimana dalam
rangka mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan dan pemerintahan daerah diberikan
otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan
Pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
pelayanan umum, dan daya saing daerah.Ruang lingkup pemerintah daerah
terdapat dalam Pasal 3 ayat (1) dan (2) UU No. 9 Tahun 2015 tentang
Pemerintah Daerah. ayat (1) menyatakan bahwa Pemerintah Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) adalah:
a. Pemerintahan daerah provinsi yang terdiri atas pemerintah daerah
provinsi dan DPRD provinsi;
b. Pemerintahan daerah kabupaten/kota yang terdiri atas pemerintah
daerah kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota.
Pada ayat (2) dijelaskan bahwa “Pemerintah daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas kepala daerah dan perangkat daerah”.
16
4. Teori Otonomi Daerah
Otonomi daerah berasal dari kata “autonomy” dimana “auto”
artinya sedia dan “nomy”artinya aturan atau undang-undang, jadi
autonomy artinya hak untuk mengatur dan memerintah daerah sendiri atas
inisiatif sendiri dan kemampuan sendiri dimana hak tersebut diperoleh dari
pemerintah pusat.32
Dalam ketentuan umum UU No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, pengertian otonomi daerah adalah pemberian
kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara
proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan
pemamfaatan sumberdaya nasional sertaperimbangan keuangan pusat dan
daerah sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat,
pemerataan dan keadilan serta potensi dan keanekaragaman daerah yang
dilaksanakan dalam kerangka negara kesatuan republik Indonesia.33
Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa otonomi daerah
adalah kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.34
Otonomi daerah merupakan wewenang untuk mengatur urusan
pemerintahan yang bersifat lokalitas menurut prakarsa sendiri berdasarkan
32Edwin, Donni, Pheni Chalid, Anugerah Panji Dkk, Pilkada Langsung, DemokratisasiDan Mitos Good Governance, (Jakarta:UI, 2005), hlm. 15.
33UUNo.22 Tahun 1999Tentang Pemerintahan Daerah.34Edwin, Donni, Pheni Chalid, Anugerah Panji Dkk, Pilkada Langsung, Demokratisasi
Dan Mitos Good Governance, (Jakarta: UI, 2005), hlm. 18.
17
aspirasi masyarakat. Dengan demikian desentralisasi sebenarnya
menjelmakan otonomi masyarakat setempat untuk memecahkan berbagai
masalah dan pemberian layanan kesejahteraan masyarakat yang
bersangkutan. Peranan pemerintah daerah sangat penting dalam kegiatan
percepatan pembangunan daerah tertinggal.
Peranan yang diberikan selain dalam bentuk sarana dan prasarana
baik itu yang berupa sarana fisik maupun subsidi langsung, yang juga
tidak kalah pentingnya adalah pemerintah daerah juga harus memberikan
bimbingan teknis dan non teknis secara terus menerus kepada masyarakat
yang sifatnya mendorong dan memberdayakan masyarakat agar mereka
dapat merencanakan, membangun, dan mengelola sendiri prasarana dan
sarana untuk mendukung upaya percepatan pembangunan di daerah
tertinggal serta melaksanakan secara mandiri kegiatan pendukung lainnya.
Dalam upaya mengoptimalkan perannya, pemerintah daerah juga
perlu mendorong partisipasi pihak lain yang berkompeten dalam upaya
percepatan pembangunan daerah tertinggal, seperti pihak swasta dan
lembaga swadaya masyarakat. Daerah juga perlu mendorong terjadinya
koordinasi dan kerjasama antar wilayah yang melibatkan dua atau lebih
wilayah yang berbeda. Penting juga diperhatikan adalah kesiapan
pemerintah daerah dalam menyediakan data dan informasi yang mudah
diakses oleh masyarakat serta berperan sebagai mitra konsultasi dalam
proses percepatan pembangunan daerah tertinggal.
18
5. Teori Kedaulatan Rakyat
Pada zaman Renaissance timbul teori yang mengajarkan bahwa
dasar hukum itu ialah "akal" manusia. Jean Jacques Rousseau
memperkenalkan bahwa dasar terjadinya suatu negara ialah "perjanjian
masyarakat"(contrat social) yang diadakan oleh dan antara anggota
masyarakat untuk mendirikan suatu negara. Teori ini mengajarkan bahwa
negara bersandar atas kemauan rakyat, demikian pula halnya semua
peraturan-peraturan adalah penjelmaan kemauan rakyat tersebut.
Hukum adalah kemauan orang seluruhnya yang telah mereka
serahkan kepada suatu organisasi(negara) yang terlebih dahulu mereka
bentuk dan diberi tugas membentuk hukum yang berlaku dalam
masyarakat. Orang menaati Hukum, karena orang sudah berjanji
mentaatinya. Teori ini dapat juga disebut Teori Perjanjian Masyarakat.35
F. Metode Penelitian
Agar suatu penelitian ilmiah dapat berjalan dengan baik maka perlu
menggunakan suatu metode penelitian yang baik dan tepat. Metodologi
merupakan suatu unsur yang mutlak harus ada di dalam penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan.36 Langkah-langkah yang diambil dalam
metode penelitian antara lain:
35 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: BalaiPustaka. 1986), hlm. 62.
36 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UII Press. 2006), hlm. 7.
19
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penulisan hukum ini adalah penelitian
hukum kepustakaan (Library Research) yaitu penelitian hukum yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau data sekunder
yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan
hukum tersier. Bahan bahan tersebut kemudian disusun secara sistematis,
dikaji, kemudian ditarik kesimpulan dalam hubungannya terhadap Model-
Model Pemilihan Gubernur di Daerah-daerah Khusus/Istimewa Di
Indonesia.
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian yang digunakan adalah kualitatif, yaitu dengan
memaparkan materi-materi sejarah tentang daerah-daerah khusus di
Indonesia dan pengaruh sosial masyarakat yang terbentuk sehingga di
tetapkan sebagai daerah khusus dengan pembahasan secara sistematis
melalui berbagai macam sumber, untuk kemudian dianalisis secara cermat
guna memperoleh hasil bentuk model-model pemilihan gubernur di daerah
khusus/istimewa di Indonesia yang dapat dipertanggung jawabkan.
3. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini penyusun menggunakan pendekatan yuridis-
historis, yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji secara hukum
dan sejarah yang berdampak pada pemberian daerah khusus bagi daerah
tersebut dari pemerintah pusat danpengaruhnya dalam model pemilihan
gubernur yang dipilih dari daerah khusus tersebut.
20
4. Teknik Pengumpulan Data bahan buku
Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian
hukum ini adalah studi kepustakaan yaitu berupa pengumpulan data
primer, sekunder, dan tersier. Dalam penelitian hukum ini, penyusun
mengumpulkan data yang memiliki hubungan dengan masalah yang
diteliti.Selanjutnya data yang diperoleh kemudian dipelajari,
diklarifikasikan serta dianalisis lebih lanjut sesuai dengan tujuan dan
permasalahan penelitian.
a. Data dan bahan hukum yang dibutuhkan
Dalam penelitian hukum terdapat dua jenis data yang
diperlukan, yaitu data dan bahan hukum Primer dan Sekunder tentang
Model-model pemilihan gubernur di daerah-daerah khusus/istimewa di
Indonesia.
b. Sumber data dan bahan hukum
1) Bahan hukum primer
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan bahan hukum
primer berupa:
a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
hasil amandemen.
b. UU No. 8 Tahun 2015 tentang Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014
tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi
Undang-Undang.
21
c. UU No. 9 Tahun 2015 atas perubahan kedua UU No. 23 Tahun
2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
d. UU keistimewaan daerah DIY, Daerah Khusus Ibukota Jakarta,
Daerah istimewa Aceh dan Otonomi Khusus Papua, yang
tertuang di dalam undang-undang sebagai berikut:
1) UU No. 29 Tahun 2009 tentang Daerah Istimewa Ibukota
Jakarta sebagai ibu kota negara Indonesia sebagai ibu kota
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2) PERPPU No. 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas UU
No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi KhususPropinsi
Papua.
3) UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
4) UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keismewaan Yogyakarta.
2) Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder37merupakan bahan hukum yang
memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang
didapatkan dari literatur, majalah, maupun informasi, baik dari
media cetak maupun media elektronik yang mendukung penelitian
ini. Data sekunder ini terdiri dari literatur-literatur dan makalah-
makalah, karya-karya ilmiah, jurnal serta artikel-artikel yang
berkaitan dengan objek penelitian, termasuk artikel-artikel yang
didapatkan lewat penelusuran internet: Buku-buku tentang
37Soerjono Soekanto, Pengukuran Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2010), hlm. 25.
22
Otonomi Daerah, Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta,
Keistimewaan Aceh, DKI Jakarta, dan Papuadan desentralisasi.
3) Bahan hukum tersier
Bahan hukum tersier38 adalah bahan hukum yang
melengkapi bahan hukum primer dan sekunder misalnya, kamus,
Jurnal, skripsi, buku-buku, website di internet yang membahas
tentang “Model-Model Pemilihan Gubernur di Daerah-daerah
Khusus/Istimewa Di Indonesia”.
5. Metode Analisis Data
Analisis data yang di gunakan setelah data terkumpul kemudian
dibentuk dan dianalisis dengan menggunakan metode deduktif, pendekatan
yang menggunakan logika untuk menarik kesimpulan pengaruh hukum
dan sejarah ditiap daerah yang memberikandaerah tersebut diberikan
daerah khusus/istimewa dan pengaruhnya dalam model pemilihan
gubernuryang ada. Pendekatan ini juga sering disebut analisis dari sesuatu
yang umum ke sesuatu yang khusus. Terhadap penelitian ini adalah
memahami hukum dan sejarah masyarakat yang terbentuk sehingga
diberikannya daerah khusus/istimewa utuk mengelola daerahnya sendiri
(otonomi khusus).
38Ibid., hlm.26.
23
G. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah dalam pembahasan skripsi ini, penyusun
membuat sistematika sementara sebagai berikut:
Bab PertamaadalahPendahuluan, adapun di dalam pendahuluan
berisilatar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan
penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian dan
sistematika pembahasan.
Bab Keduaadalah Otonomi Daerah Dalam Kerangka Teori Dan
Konteks Daerah-Daerah Khusus Atau Istimewa yang membahas tentang
prinsip-prinsip otonomi daerah dan pemilihan daerah.
Bab Ketiga membahas tentangPemilihan Kepala Daerah (Gubernur
Atau Wakil Gubernur) Dalam Konstitusi.
Bab Keempat adalah analisis Analisa Bentuk Pemilihan Gubernur Di
Daerah Khusus Atau Istimewa Di Indonesia.
Bab Kelima adalah Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran-
saran.
141
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan atas uraian yang telah dikemukakan maka dapat
disimpulkan bahwa pembentukan daerah istimewa tidak terlepas akan sejarah
daerah tersebut di masa lalu dan pera serta daerah tersebut dalam sejarah
panjang bangsa indonesia, dalam bentuk keistimewaan tersebut pastinya akan
mempengaruhi dalam berbagai macam hal terutama dalam pemilihan kepala
daerah ataupun pemilihan gubernur.
Otonomi khusus bagian dari varian otonomi, merupakan bagian
penting bagi perjalanan Indonesia karena kebijakan yang ada tidak
memberikan kejelasan akan keberadaan suatu daerah dengan otonomi yang
berbeda dengan yang lain. Otonomi khusus diberlakukan karena ada daerah
yang sejak sebelum kemerdekaan sudah mempunyai status “mandiri” atau
“kawasan berotonomi khusus”, karena ada daerah yang diperlukan untuk
berotonomi khusus, dan karena ada daerah yang memaksa untuk memperoleh
otonomi khusus. Pertentangan di antara fakta-fakta obyektif ini akan terus
menjadi bagian dari pergulatan Indonesia memasuki masa depan. Isu ini
bukan saja menjadi bagian penting bagi kemajuan Indonesia, tetapi bagian
yang menentukan. Karena itu, menjadi relevan mengangkatnya sebagai isu
strategis dan bukan sebagai isu politis.
142
Pada saat ini, Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Papua, dan Provinsi
Aceh adalah tiga daerah di Indonesia yang ditatakelola dengan model
“otonomi khusus.” Selain ketiganya, yang sedang dalam proses, adalah
Yogyakarta. Dari keempat daerah khusus tersebut mempuyai model pemilihan
gubernur yang berbeda-beda dikarenakan latar belakang kondisi dan sejarah
yang berbeda-beda dari masing-masing daerah.
B. Saran
Di dalam penelitian ini penyusun menyarankan perlu adanya penelitian
yang lebih mendalam terhadap yang mencul dari pemberlakuan Pemilihan
Gubernur di tiap daerah khusus atau istimewa.
143
DAFTAR PUSTAKA
A. Sumber Buku
Asshiddiqie, Jimly, Hukum Tata Negara Dan Pilar-Pilar Demokrasi,Konstitusi Press, Jakarta, 2005
Asshiddiqie, Jimly, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, SinarGrafika, Jakarta, 2011
Asshiddiqie, Jimly, Pengantar Hukum Tata Negara, Sekretaris JendralMahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006
Bappeda Provinsi Papua, Rencana Aksi Percepatan Pembangunan ProvinsiPapua Tahun 2011 – 2014, papua 2011
Budiardjo, Miriam, Dasar Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama.Jakarta: 2008.
Chalid, Pheni, Otonomi Daerah Masalah, Pemberdayaan, Dan Konflik,Kemitraan,Jakarta:2005.
Djojosoekarto, Agung, Kebijakan Otonomi Khusus di Indonesia, KemitraanBagi pembaharuan tata pemeritah di Indonesia, Kemitraan, Jakarta,2008
DKI Jakarta Dalam Angka, Badan Pusat Statistik DKI Jakarta, 2012
Edwin, Donni, Pheni Chalid, Anugerah Panji Dkk, Pilkada Langsung,Demokratisasi Dan Mitos Good Governance, UI, Jakarta: 2005.
Hakim, Aziz Abdul, Negara Hukum dan Demokrasi di Indonesia,PustakaPelajar, Yogyakarta, 2011
Huda, Ni’matul, Hukum Pemerintah Daerah, Nusamedia, Bandung: 2012.
Ibrahim, Muhammad, dkk, Sejarah Daerah Provinsi Daerah IstimewaAceh,CVTumaritis, Aceh, 1991.
Kementrian Keuangan Republik Indonesia, Tinjauan Ekonomi Dan KeuanganDaerah Provinsi DKI Jakarta, Direktorat Jendral PerimbanganKeuangan, Jakarta,2011
Kementrian Keuangan Republik Indonesia, Tinjauan Ekonomi Dan KeuanganDaerah Provinsi Diy, Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan,Jakarta,2012
144
Lay, Cornelis, dkk keistimewaan Yogyakarta, Naskah Akademis DanRancangan Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta, Jurusan IlmuPemerintah Fisipol UGM dan Program S2 Politik Lokal dan OtonomiDaerah, DIY, 2008
Marwati, Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto,Sejarah IndonesiaModern 1200-2004,Serambi,Jakarta,1993
MC Ricklefs,Nusantara: Sejarah Indonesia, Gramedia, Jakarta , 2001
Nurhasim, Mochammad, Konflik dan Integrasi Politik Gerakan AcehMerdeka, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008
Provinsi Papua Dalam Angka, Badan Pusat Statistik Provinsi Papua 2012,Provinsi Papua, 2012.
Sesung, Rusdiato, Hukum Otonomi Daerah, Negara Kesatuan, DaerahIstimewa Dan Daerah Otonomi Khusus,PT Rafika Aditama, Bandung,2013
Soehino, Ilmu Negara, Yogyakarta: Liberty, 2000.
Soekanto, Soerjono, Pengukuran Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 2010.
Statistik Daerah Provinsi Aceh 2011, Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh,Aceh 2011
Surbakti, Ramlan, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Grasindo, 2010.
Wahyudi, Yudian, dkk, Pedoman teknik Penulisan Skripsi MahasiswaFakultas Syari’ah Press, Yogyakarta, 2009.
B. Sumber Undang-Undang
Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 18 B Undang-Undang Dasar 1945.
Undang –Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-UndangNomor 12 tahun 2008 Atas Perubahan AtasUndang-UndangNomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
145
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, PengesahanPengangkatan, Dan Pemberhentian Kepala Daerah Dan Wakil KepalaDaerah,dan telah berubah ketiga juncto Peraturan Pemerintah Nomor49 Tahun 2008.
Peraturan PemerintahNo.151 Tahun 2002 tentangTata Cara Pemilihan,Pengesahan,Dan Pemberhentian Kepala Daerah Dan Wakil KepalaDaerah.
C. Sumber Lainnya
Ahmad Reza Safitri, Jimly: UU No. 29 Tahun 2007 Tentang Pemprov DKILex Specialis, REPUBLIKA ONLINE, Jumat, 13 Juli 2012, 18:57WIB
AsshiddiqieJimly, Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah PerubahanKeempat UUD Tahun 1945, paper.
Demokrasi Terbuka sebagai Pemberdayaan Politik Masyarakat Di KabupatenTolikaraProvinsiPapua”,http://Regional.Kompasiana.Com/2013/01/28/, di akses Pukul 12:00 23 Mei 2014.
http://inginbegini-inginbegitu.blogspot.com/2013/01/otonomi-daerah-dan-otonomi-khusus.html, diakses pada tanggal 21 Maret 2014 pukul13.00 WIB.
Ismanda , “Kedudukan Calon Anggota DPRD Aceh/Kabupaten(DPRA/DPRK) Kuota 120 % Ditinjau Dalam Perspektif Perundang-Undangan, skripsi, Yogyakarta: UIN Sunan kalijaga, 2013.
Rasadi, Konflik Elit Politik Dalam Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten AcehTenggara Secara Langsung Tahun 2006, skripsi, Fakultas Ilmu SosialDan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan 2008.
Reza Safitri, Ahmad, Jimly: UU No 29/2007 Tentang Pemprov DKI LexSpecialis,REPUBLIKA ONLINE, Jumat, 13 Juli 2012, 18:57 WIB
Rio Prihatnolo” Penerapan Prinsip Demokrasi Dalam Penetapan GubernurDan Wakil Gubernur Di Daerah Istimewa Yogyakarta BerdasarkanUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”,skripsi, Fakultas Hukum Universitas Jember 2011.
www.marxist.comDiterjemahkan dari "Hong Kong: The Fight for GenuineUniversal Suffrage" oleh Congyue Dai, 29 September 2014, dari situsIn Defence of Marxism (marxist.com). Diterjemahkan oleh TedSprague.di akses Pukul 08:00 23 Desember 2014.
CURRICULUM VITAE
Identitas Diri
Nama : Paras Wikan Riptadi
Tempat/Tanggal Lahir : Yogyakarta, 16 September 1985
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat Asal : Suryowijayan MJ 1 nomor 31, RT 02 RW 01
Nomor HP : 085643210403
E-mail : [email protected]
Nama Orang Tua
Ayah : Almarhum Sukiran
Ibu : Sri Maryati
Riwayat Pendidikan
1. Sekolah Dasar Negeri Suryowijayan
2. SLTP Muhammadiyah 1 Yogyakarta
3. Sekolah Menengah Teknologi Industri