mioma uteri pak ariadi ( dian)

20
PERIOPERATIF KASUS GYNEKOLOGI ELEKTIF Latar Belakang Pemeriksaan rutin prabedah, baik atas dasar indikasi sesuai gambaran klinis pasien ataupun tidak, telah menjadi bagian praktek klinik selama bertahun-tahun. Tujuan pemeriksaan tersebut adalah melakukan identifikasi kondisi yang tidak terduga yang mungkin memerlukan terapi sebelum operasi atau perubahan dalam penatalaksanaan operasi atau anestesia perioperatif; menilai penyakit yang sudah diketahui sebelumnya, kelainan, terapi medis atau alternatif yang dapat mempengaruhi anestesia perioperatif; memperkirakan komplikasi pascabedah; sebagai dasar pertimbangan untuk referensi berikutnya; pemeriksaan skrining Kepustakaan terakhir tidak merekomendasikan secara adekuat tentang penilaian keuntungan ataupun bahaya klinis pemeriksaan rutin prabedah. Pada saat ditemukan hasil abnormal atau positif, persentase pasien yang mengalami perubahan pada penatalaksanaannya bervariasi. Terminasi kata “rutin” tidak jelas dan memerlukan klarifikasi. Satu pengertian pemeriksaan rutin adalah semua pemeriksaan yang dilakukan berdasarkan peraturan yang ada, peraturan tersebut tidak pernah diubah oleh para klinisi. Dalam pengkajian tentang pemeriksan rutin prabedah oleh unit HTA Inggris, pengertian rutin adalah pemeriksaan yang ditujukan bagi individu yang sehat, asimptomatik, tanpa adanya indikasi klinis spesifik, untuk mengetahui kondisi yang tidak terdeteksi dengan 1

Upload: rahmat-saleh-eka-putra

Post on 25-Sep-2015

228 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

c

TRANSCRIPT

Persiapan Psikologis

PERIOPERATIF KASUS GYNEKOLOGI ELEKTIF

Latar Belakang

Pemeriksaan rutin prabedah, baik atas dasar indikasi sesuai gambaran klinis pasien ataupun tidak, telah menjadi bagian praktek klinik selama bertahun-tahun. Tujuan pemeriksaan tersebut adalah melakukan identifikasi kondisi yang tidak terduga yang mungkin memerlukan terapi sebelum operasi atau perubahan dalam penatalaksanaan operasi atau anestesia perioperatif; menilai penyakit yang sudah diketahui sebelumnya, kelainan, terapi medis atau alternatif yang dapat mempengaruhi anestesia perioperatif; memperkirakan komplikasi pascabedah; sebagai dasar pertimbangan untuk referensi berikutnya; pemeriksaan skrining

Kepustakaan terakhir tidak merekomendasikan secara adekuat tentang penilaian keuntungan ataupun bahaya klinis pemeriksaan rutin prabedah. Pada saat ditemukan hasil abnormal atau positif, persentase pasien yang mengalami perubahan pada penatalaksanaannya bervariasi.

Terminasi kata rutin tidak jelas dan memerlukan klarifikasi. Satu pengertian pemeriksaan rutin adalah semua pemeriksaan yang dilakukan berdasarkan peraturan yang ada, peraturan tersebut tidak pernah diubah oleh para klinisi. Dalam pengkajian tentang pemeriksan rutin prabedah oleh unit HTA Inggris, pengertian rutin adalah pemeriksaan yang ditujukan bagi individu yang sehat, asimptomatik, tanpa adanya indikasi klinis spesifik, untuk mengetahui kondisi yang tidak terdeteksi dengan riwayat klinis dan pemeriksaan fisik. Berdasarkan pengertian tersebut, jika seorang pasien ditemukan memiliki gambaran klinis spesifik dengan pertimbangan bahwa pemeriksaan mungkin bermanfaat, maka didefinisikan bahwa pemeriksaan tersebut atas dasar indikasi bukan pemeriksaan rutin

Di lain pihak telah disepakati oleh para konsultan dan anggota American Society of Anesthesiologists (ASA) bahwa pemeriksaan prabedah sebaiknya tidak dilakukan secara rutin. Pemeriksaan prabedah dapat dilakukan secara selektif untuk optimalisasi pelaksanaan perioperatif. Indikasi dilakukannya pemeriksaan harus berdasarkan informasi yang dikumpulkan dari rekam medik, anamnesis, pemeriksaan fisik, tipe dan tingkat invasif operasi yang direncanakan dan harus dicatat.

Tindakan medis pada prinsipnya pelaksanaannya dipercayakan kepada etika dan moral dokter yang dianggap sangat baik. Meskipun demikian, etik kedokteran tetap harus terus diperhatikan, mengingat banyaknya kasus hukum yang menyudutkan profesi dokter pada masa sekarang ini, terlebih isu seputar malpraktek.

Prinsip etik praktek medis dan penelitian dalam bidang medis adalah :

1. Menghargai pasien dan subjek penelitian dengan memberikan inform consent secara sukarela.

2. Prinsip Benifisien (untuk kebaikan) pada pasien dan subjek penelitian dengan dengan mengutamakan kesehatannya tanpa merugikannya.

3. Bersifat adil (justice) pada pasien dan subjek penelitian dengan memperlakukan mereka dengan adil dan menghitungkan keuntungan dan kerugiannya.

Ada beberapa isu etik yang cukup banyak mendapat perhatian, diantaranya adalah isu pelatihan dokter ahli. Pelatihan dokter yang berhubungan dengan skill bedah sebelum perang dunia kedua, umumnya dilaksanakan dirumah-rumah sakit pemerintah yang banyak didatangi oleh masyarakat. Pelaksanaan pelatihan dokter ini dikerjakan tanpa diperlukan persetujuan pasien dengan imbalan berupa pembebasan biayanya.

Saat ini dengan berkembangnya sistem asuransi maka masyarakat dapat memilih dengan siapa ia akan berobat, sehingga menurunkan kesempatan belajar bagi calon ahli-ahli bedah (residen). Dikarenakan tingginya tuntutan untuk kebutuhan dokter baru, maka seringkali pelaksanaan operasi dilakukan oleh para residen dalam pengawasan dokter ahli tanpa sepengetahuan pasien dan ini menyalahi etik medis, walaupun kualitasnya mungkin tidak lebih buruk bahkan kadang kala menjadi lebih baik karena umumnya para residen lebih memiliki antusias yang tinggi dalam melaksanakannya. Namun saat ini semua tindakan diatas haruslah diketahui oleh pasien dan ditegaskan dengan inform consent yang baik.

Isu dibidang etik medis lainnya adalah isu moral para dokter yang semakin menurun dan aborsi yang dilakukan tanpa indikasi yang tepat serta bagaimana cara penangan pasien dalam stadium akhir suatu penyakit dan keputusan eutanasia

Persiapan Psikologis

Persiapan psikologis merupakan penjelasan lengkap kepada pasien dan keluarga pasien tentang segala sesuatu hal yang berhubungan dengan tindakan operasi, meliputi penjelasan tentang penyakit, jenis-jenis tindakan operasi, komplikasi-komplikasi dan persetujuan tindakan operasi. Hal ini bertujuan agar pasien merasa nyaman menjalani operasi dan mengetahui segala resikonya. Komunikasi antara dokter dan pasien penting untuk mengurangi rasa ketakutan yang dihadapi oleh pasien.. Apabila hubungan dan komunikasi ini telah dibina sebelum operasi, pemahaman dan keyakinan pasien akan meningkatkan harapan untuk hasil operasi yang sukses, memberikan kerja sama, mengurangi kecemasannya terhadap kegagalan hasil postoperasi dan waktu yang diperlukan untuk pemulihan penuh dan membawa kepada prognosa yang optimis pada waktu yang panjang.

Keluarga dilibatkan juga dalam perawatan Psikologis Preoporatif. Pasien dan keluarga yang disiapkan secara psikologis cenderung untuk menghadapi lebih baik perawatan pasien sesudah operasi

Penjelasan tentang penyakit

Mioma uteri

Definisi :

Mioma uteri adalah tumor jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya . mioma uteri adalah jenis tumor uterus yang paling sering. Menurut penelitian bahwa sekitar 20% dari waanita umur 35 tahun menderita myoma uterus, walaupun tidak disertai gejala.

Menurut letaknya dibagi atas :

mioma submukosum, berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jika penonjolan bertangkai dan keluar dari kavum uterus melalui saluran serviks disebut mioma geburt.

Mioma intramural, mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium.

Mioma subserosum, apabila tumbuh keluar keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa.

Penyebab

Asalnya teori penyebab myoma uteri ini adalah dari sel-sel otot yang belum matang. Penyebab pasti belum diketahui tapi beberapa penelitian mengatakan terdapatnya kelebihan hormon estrogen, teori ini juga masih sukar diterangkan karena tidak semua wanita dapat terkena myoma uteri.

Gejala klinis

Adanya myoma tidak selalu memberikan gejala. Adapun gejala yang biasanya muncul diantaranya :

1. tumor/massa di perut bawah

merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan oleh penderita

2. perdarahan

biasanya dalamh bentuk menorrhagi, yang sering menyebabkan gejala perdarahan adalah jenis submukosa sebagai akibat pecahnya pembuluh-pembuluh darah. Peradarahan oleh myoma dapat menimbulkan anemia yang berat

3. nyeri

gejala ini tidak khas untuk myoma, walaupun sering terjadi. Timbulnya rasa nyeri pada myoma mungkin disebabkan gangguan peredaran darah, yang disertai nekrose setempat, dan disebabkan proses radang dengan perlekatan ke omentum usus. Kadang-kadang rasa sakit juga disebabkan oleh torsi pada myoma subserosa. Dalam hal ini sifatnya akut disertai enek dan muntah. Pada myoma yang cukup besar, rasa nyeri dapat disebabkan oleh karena tekanan terhadap urat saraf dan menjalar ke pinggang dan tungkai bawah.

4. akibat tekanan = pressure effect

bila myoma menekan kandung kencing, akan menimbulkan kerentanan kandung kencing ( bladder irritability), polakisuria dan dysuria. Bila uretra yang tertekan akan menimbulkan retensio urine dan hidronefrosis. Tekanan pada rektum tidak begitu besar, kadang-kadang menyebabkan konstipasi dan sakit wakt defekasi. Kalau terjadi tekanan pada vena kava inferior akan terjadi oedema dari tungkai bawah.

gejala-gejala lainnya berupa :

- anemia

lemah

pusing-pusing

sesak nafas

erytrocythosis pada myoma yang besar.

Komplikasi

1. degenerasi ganas

keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.

2. Torsi (putaran tangkai)

Menimbulkan sirkulasi akut sehingga mengalmi nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom akut abdomen, ibu akan kesakitan dan harus segera dioperasi.

Penanganan

1. Miomektomi, adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus

Dilakukan bila masih diinginkan keturunan. Syaratnya dilakukan kuretase dulu, untuk menghilangkan kemungkinan keganasan.

Kerugian : - melemahkan dinding uterus ( ruptura uteri pada waktu hamil

- menyebabkan perlekatan

- residif

2. Histerektomi, adalah pengangkatan uterus yang umumnya merupakan tindakan terpilih

Dilakukan pada :

- Myoma yang besar

Multipel

Sebaiknya dilakukan hysterektomi totalis, kecuali bila keadaan tidak mengizinkan dapat dilakukan hysterektomi supravaginalis. Untuk menjaga kemungkinan keganasan pada cervix, sebaiknya dilakukan pap smear pada waktu tertentu.

Persiapan Pasien

1. pemeriksaan darah rutin

Tujuan pemeriksaan rutin hemoglobin prabedah adalah mendeteksi anemia yang secara klinis tidak tampak. Hal itu terjadi sejak adanya kepercayaan bahwa anemia ringan sampai sedang dapat meningkatkan risiko komplikasi anestesia umum. Kelompok kerja ASA pada tahun 2001 merekomendasikan bahwa pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit rutin tidak diindikasikan. Karakteristik klinis sebagai indikasi pemeriksaan tersebut adalah tipe dan derajat invasif prosedur operasi, pasien dengan penyakit hati, riwayat anemia, perdarahan dan kelainan darah lainnya.

2. sistem traktus urogenitalis

Salah satu alasan rasional meminta pemeriksaan urin adalah mendeteksi infeksi saluran kemih asimptomatik yang dapat mengubah penatalaksanaan pasien selanjutnya. Untuk beberapa prosedur, seperti joint replacement yang benar-benar memerlukan kondisi asepsis, adanya infeksi saluran kemih dapat menunda operasi, walaupun ada bukti ilmiah yang menyatakan bahwa risiko infeksi tidak terpengaruh oleh adanya infeksi saluran kemih.

Hasil pemeriksaan urin abnormal hanya akan mengubah penatalaksanaan jika ditemukan leukosit, yang mungkin menunjukkan infeksi saluran kemih. Walaupun ditemukan leukosit, tidak semua pasien mendapat pengobatan. Hasil penelitian menunjukkan respons klinis terhadap hasil abnormal lebih ditujukan untuk pemeriksaan atas dasar indikasi daripada pemeriksaan rutin. Baik pemeriksaan atas indikasi maupun rutin, ditemukannya protein, glukosa atau eritrosit tidak mengubah penatalaksanaan klinis. Hal tersebut sebagai pertimbangan bahwa klinisi tidak menganggap pemeriksaan rutin sebagai pemeriksaan skrining yang penting bagi penderita diabetes mellitus atau penyakit saluran kemih.

3. sistem respirasi ( thoraks)

Tujuan dilaksanakannya pemeriksaan foto toraks rutin prabedah adalah:

Penatalaksanaan anestesia atau kondisi medis segera.Tujuan utama pemeriksaan foto toraks rutin prabedah pada operasi non-kardiopulmonal adalah sebagai bahan masukan untuk mengkaji kebugaran pasien sebelum anestesia umum. Diharapkan foto toraks mampu mendeteksi kondisi seperti gagal jantung atau penyakit paru kronik yang tidak terdeteksi secara klinis, yang mungkin dapat menyebabkan penundaan atau pembatalan operasi atau memerlukan modifikasi teknik anestesia.1 Prediksi komplikasi pascabedah.Tujuan lain pemeriksaan foto toraks rutin prabedah adalah untuk mengidentifikasi pasien yang mungkin berisiko menderita komplikasi paru atau jantung pascabedah sehingga penatalaksanaan pasien pascabedah dapat dimodifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan, misalnya dengan memindahkan pasien ke tempat perawatan lebih intensif (High Care Unit).1 Sebagai dasar interpretasi pascabedah.Beberapa penulis menyatakan pentingnya foto toraks prabedah sebagai dasar interpretasi foto pascabedah yang akurat bila pada pasien timbul komplikasi paru atau jantung pascabedah. Contohnya adalah terjadi embolus paru pascabedah, dengan gambaran foto toraks yang minimal mungkin dapat tidak terlihat kecuali terdapat foto toraks prabedah sebagai pembandingnya.1 Sebagai skrining.

WHO memperkirakan sepertiga populasi dunia terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan 3 juta orang meninggal setiap tahunnya akibat TB. Setiap tahun diperkirakan timbul 8 sampai 10 juta kasus baru TB. Di Indonesia, berdasarkan laporan WHO tahun 2003 jumlah penderita TB paru meningkat dua kali lipat dari 20/100.000 penduduk pada tahun 1998 menjadi 43/100.000 penduduk pada tahun 2001. Oleh karena itu foto toraks dapat digunakan sebagai pemeriksaan skrining TB paru

4. sistem kardiovaskuler

Tujuan utama pemeriksaan EKG prabedah adalah mendeteksi kondisi jantung, seperti infark miokard baru, iskemik jantung, defek konduksi atau aritmia, yang dapat mempengaruhi anestesia atau bahkan menunda operasi; mengidentifikasi pasien akan kemungkinan komplikasi jantung, terutama infark miokard akut setelah operasi.1

Semua bukti ilmiah dalam bentuk case-series, dan tidak ada bukti ilmiah yang mendukung pentingnya EKG prabedah untuk dijadikan dasar pertimbangan. Sebaliknya tidak ada bukti ilmiah bahwa rutin EKG prabedah akan membahayakan.

Karakteristik klinis pasien yang penting termasuk penyakit kardiovaskular, penyakit saluran napas dan tingkat invasif operasi. Pada pasien dengan penyakit koroner, EKG merupakan pemeriksaan penting dalam menentukan prognosis yang berhubungan dengan morbiditas jangka panjang dan mortalitas. EKG (tanpa aktivitas) tidak dapat mengidentifikasi peningkatan risiko perioperatif pada pasien yang menjalani operasi risiko rendah, tetapi EKG abnormal merupakan prediktor peningkatan risiko perioperatif dan kardiovaskular jangka panjang pada pasien yang menjalani operasi risiko sedang dan tinggi.

Peningkatan usia menyebabkan pengurangan bertahap dalam kemampuan dan beberapa perubahan fungsi paru yang dapat diperkirakan. Toraks menjadi lebih kaku yang menyebabkan berkurangnya daya ekspansi iga, hal tersebut meningkatkan kerja pernapasan saat kekuatan dan massa otot berkurang. Perubahan itu mengakibatkan menurunnya kapasitas pernapasan maksimum. Kemampuan rekoil parenkim paru menurun. Saluran pernapasan yang lebih kecil menjadi lebih mudah kolaps dan kapasitas menutupnya meningkat seiring dengan bertambahnya usia, sehingga volume tersebut menyebabkan penutupan saluran napas pada saat napas biasa. Semua perubahan di atas menjadi faktor predisposisi terjadinya hipoksia dan atelektasis pada pasien lanjut usia.

Pasien dengan penyakit saluran napas yang bermakna harus diidentifikasi pada saat evaluasi prabedah, terutama pada mereka yang akan menjalani operasi risiko tinggi, misalnya operasi abdomen bagian atas. Selain diketahui bahwa fungsi paru menurun seiring meningkatnya usia, hanya terdapat sedikit bukti ilmiah yang menyarankan pemeriksaan fungsi paru prabedah merupakan faktor yang berguna dalam memperkirakan komplikasi paru pascabedah.

Sebagai kesimpulan, dari anamnesis, perlu diketahui penyakit yang pernah diderita :

- Paru : asma, TBC

- Jantung : Iskemia, SKA

- Hati : Hepatitis B, C

- Kelainan pembekuan darah / penggunaan obat dan trombosis

- Diabetes mellitus

- Alergi obat

Dari pemeriksaan fisik umum meliputi : keadaan umum (kesadaran, gizi), paru, jantung, abdomen (hati, limpa) dan anggota gerak. Catat juga tensi, nadi, nafas dan suhu. Pada pemeriksaan obstetrik tentukan keadaan janin (letak, besar, tunggal/gemelli).

Dari pemeriksaan laboratorium, pada keadaan gawat darurat yang bisa dilakukan adalah smbil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium rutin, yaitu : Hb, Ht, Leukosit, trombosit, golongan darah. Kemudian ambil contoh urin untuk pemeriksaan rutin

Pada pemeriksaan khusus, ditujukan pada kondisi :

- Usia > 40 tahun : EKG

- Kelainan paru : foto thorak

- Kelainan ginjal : ureum, kreatinin

- Kelainan hepar : SGOT, SGPT, LDH

- Kelainan darah : PT, APTT, D-dimer

Diagnosis :

Pada pemeriksaan bimanuil dapat ditemukan tumor dengan konsistensi padat yang berhubungan dengan uterus. Tumor ini terletak di garis tengah atau agak ke samping, berhubungan lebar dengan corpus uteri, permukaan rata atau berbenjol benjol.

Dalam pembuatan diffensial diagnosis harus dipikirkan tumor-tumor abdominal lain yang terletak dalam perut bagian bawah dan atau di rongga pelvis. Pemeriksaan USG seringkali berguna dalam menentukan jenis tumor dalam rongga pelvis.

Persiapan cairan dan elektrolit

Imbang cairan perlu diperhatikan seksama pada pasien pembedahan. Yang utama yang harus diperhatikan adalah kecukupan natrium dan kalsium pasien yang bisa diketahui melalui pemeriksaan darah. Pemberian infus pada pra bedah terdiri dari cairan RL 500 ml diberikan 100-125 ml/jam, kecuali pada hipertensi < 100 ml / jam

Intra Operatif

Pada pasien myoma uteri secara khusus ingin mempertahankan uterusnya, mungkin mengekstirpasi mioma dengan enukleasi. Kelayakan tindakan ini tergantung atas lokasi dan ukuran tumor.

Instrumentasi :

Pisau

Skalpel

Bistouri

Pinset.

Hemostat

Gunting

Needle Holder

Reseksi mioma subserosa bertangkai :

( ahli bedah menggunakan tenakulum bergigi tunggal, atau bergigi ganda, untuk mengelevasi mioma subserosa bertangkai keluar dari pelvis. Ia akan memaparkan tangkainya ke penglihatan ahli bedah sehingga ia dapat dibuang. Eksisi sebenarnya dilakukan dengan skalpel melewati pangkal tangkai pada tingkat dinding uterus. Insisi tidak boleh dibuat terlalu dalam ke dalam miometrium. Hemostasis dan penutupan luka biasanya mudah dikerjakan dengan beberapa jahitan melalui keseluruhan luka yang terbuka.,jahitan dapat menggunakan benang yang dapat diresorbsi ( catgut, vicryl).

Perawatan Post Operatif

Perawatan selanjutnya bagi ibu harus mencakup hal-hal berikut

1.Ruang Pemulihan

Pasien dibaringkan miring di dalam kamar pulih dengan pemantauan ketat tensi, nadi dan nafas tiap 15 menit dalam 1 jam pertama, kemudian 30 menit dalam 1 jam berikut dan selanjutnya tiap jam. Uterus yang harus terus berkontraksi dengan kuat merupakan masalah yang sangat penting. Di dalam ruang pemulihan, jumlah perdarahan dari vagina harus dipantau secara ketat,. Pasien tidur dengan muka kesamping dan yakinkan kepalanya agak tengadah agar jalan nafas bebas

2.Analgesia

Untuk wanita dengan ukuran tubuh rata-rata dapat disuntikkan intramuskuler 75 mg meperidin setiap 6 jam sekali bila diperlukan untuk mengatasi rasa sakit, atau dapat disuntikan dengan cara serupa 10 mg morfin. Jika ibu berukuran kecil, dosis meperidin yang diberikan adalah 50 mg atau jika ukuran tubuhnya besar, dosis yang lebih tepat adalah 100 mg meperidin. Pilihan lainnya adalah ketoprofen supp 2 kali/12 jam atau tramadol tiap 6 jam peroral. Obat-obat antiemetik, misalnya prometasin 25 mg biasanya diberikan bersama-sama dengan pemberian preparat narkotik.

3.Tanda-Tanda Vital

Pasien kini dievaluasi sekurang-kurangnya setiap jam sekali selama paling sedikit 4 jam, dan tekanan darah, nadi, jumlah urin serta jumlah darah yang hilang dan keadaan fundus uteri harus diperiksa pada saat-saat ini. Adanya abnormalitas harus dilaporkan. Karena itu, selama 24 jam pertama, semua ini harus diperiksa setiap 4 jam sekali bersama-sama dengan pengukuran suhu tubuh.

4.Terapi Cairan

Untuk pedoman umum, pemberian 3 liter larutan, termasuk larutan Ringer laktat, terbukti sudah cukup selama pembedahan dan dalam 24 jam pertama berikutnya. Meskipun demikian, jika output urin jauh dibawah 30 ml per jam, pasien harus segera dievaluasi kembali. Infus dapat diangkat 24 jam pascabedah.

5.Vesika Urinaria Dan Usus

Setelah diperiksa peristaltik pada 6 jam pasca bedah, bila positif maka ia dapat diberikan minum hangat sedikit dan kemudian lebih banyak terutama bila tidak muntah. Pasien dapat makan lunak atau biasa pada hari pertama. Bila pasien telah flatus, maka ia sudah dapat makan. Gejala kembung dan nyeri akibat inkoordinasi gerak usus dapat menjadi gangguan yang menyusahkan pada hari kedua dan ketiga postoperatif. Sering, pemberian supositoria rektal akan diikuti defekasi, atau jika gagal, pemberian enema dapat meringankan keluhan pasien.

6.Ambulasi

Pada sebagian besar kasus, pada hari pertama setelah pembedahan, pasien dengan bantuan perawat dapat bangun dari tempat tidur sebentar-sebentar sekurang-kurangnya 2 kali. Dalam jam ke 8-12, pasien dapat duduk dan pada 24 jam post operasi pasien dapat berjalan sendiri bila dia mampu. Ambulasi dapat ditentukan waktunya sedemikian rupa sehingga preparat analgesik yang baru saja diberikan akan mengurangi rasa nyeri. Pada hari kedua, pesien dapat berjalan kekamar mandi dengan pertolongan. Dengan ambulasi dini, trombosis vena dan emboli pulmoner merupakan peristiwa yang jarang terjadi.

7.Perawatan Luka

Kasa perut harus dilihat pada 1 hari pasca bedah, bila basah dan berdarah harus dibuka dan diganti. Umumnya kasa perut dapat diganti pada hari ke 3-4, sebelum pulang dan seterusnya pasien mengganti setiap hari. Luka dapat diberikan salep betadine sedikit. Jahitan yang perlu dibuka dapat dilakukan pada 5 hari pasca bedah.

8.Laboratorium

Secara rutin hematokrit diukur pada pagi hari setelah operasi. Hematokrit tersebut harus segera dicek kembali bila terdapat kehilangan darah yang tidak biasa atau bila terdapat oliguria atau keadaan lain yang menunjukkan hipovolemia. Jika hematokrit turun secara bermakna dari nilai sebelum operasi, pemeriksaan diulang dan kemudian dimulai suatu penelitian untuk mengenali sebab-sebab penurunan tersebut. Jika hematokrit yang rendah itu stabil, pasien dapat melakukan ambulasi tanpa kesulitan apapun, dan jika kemungkinan terjadinya kehilangan darah lebih lanjut adalah kecil, terapi zat besi untuk menghasilkan perbaikan hematologis lebih disukai daripada transfusi. Namun bila Hb < 8 %, pertimbangkan untuk transfusi.

9.Memulangkan Pasien Dari Rumah Sakit

Kecuali kalau terdapat komplikasi selama puerperium, seorang pasien yang baru melahirkan mungkin lebih aman bila diperbolehkan pulang dari rumah sakit pada hari keempat atau kelima postpartum. Aktivitas ibu selama seminggu berikutnya harus dibatasi hanya untuk perawatan diri sendiri dan perawatan bayinya dengan bantuan orang lain. Pasien diminta datang untuk ditindaklanjuti mengenai perawatan luka 7 hari setelah pulang. Pasien dapat mandi biasa setelah hari ke 5 dengan mengeringkan luka dan merawat luka seperti biasa. Pasien diminta segera datang bila terdapat perdarahan, demam dan nyeri perut berlebihan.

10.Antimikroba Profilaktik

Morbiditas febris jauh lebih sering terjadi setelah seksio sesarea, dan tampaknya lebih lazim dijumpai diantara wanita miskin daripada wanita yang berkecukupan. Dengan berkembangnya obat-obat antimikroba, sejumlah percobaan pernah dilakukan untuk mencatat nilai pemberian antibiotik sebagai profilaksis.

Komplikasi Paska Operasi

Berikut beberapa faktor yang mungkin mempengaruhi penyembuhan insisi pada uterus :

Haemostasis

Ketepatan dari aposisi

Kualitas dan jenis material jahitan

Ada tidaknya infeksi dan strangulasi jaringan

PAGE

1