mioma uteri
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat
yang menumpanginya. Sering ditemukan pada wanita usia reproduksi (20-25%), dimana
prevalensi mioma uteri meningkat lebih dari 70% dengan pemeriksaan patologi anatomi uterus,
membuktikan banyak wanita yang menderita mioma uteri asimptomatik. Walaupun jarang terjadi
mioma uteri biasa berubah menjadi malignansi (<1%). Gejala mioma uteri secara medis dan
sosial cukup meningkatkan morbiditas, disini termasuk menoragia, ketidaknyamanan daerah
pelvis, dan disfungsi reproduksi. Kejadiannya lebih tinggi pada usia di atas 35 tahun, yaitu
mendekati angka 40%. Tingginya kejadian mioma uteri antara usia 35-50 tahun, menunjukkan
adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen. Mioma uteri dilaporkan belum pernah terjadi
sebelum menarche dan menopause. Di Indonesia angka kejadian mioma uteri ditemukan 2,39-
11,87% dari semua penderita ginekologi yang dirawat. Di Amerika Serikat warna kulit hitam 3-9
kali lebih tinggi menderita mioma uteri.1,2
Menoragia yang disebabkan mioma uteri menimbulkan masalah medis dan sosial pada
wanita. Mioma uteri terdapat pada wanita di usia reproduktif, pengobatan yang dapat dilakukan
adalah histerektomi, dimana mioma uteri merupakan indikasi yang paling sering untuk dilakukan
histerektomi di Amerika Serikat (1/3 dari seluruh angka histerektomi).1
Mioma uteri ini menimbulkan masalah besar dalam kesehatan dan terapi yang paling
efektif belum didapatkan, karena sedikit sekali informasi mengenai etiologi mioma uteri itu
sendiri. Baru-baru ini penelitian sitogenetik, molekuler dan epidemiologi mendapatkan peranan
besar komponen genetik dalam patogenesis dan patobiologi mioma uteri.6
BAB 2
1
PEMBAHASAN
A. Definisi
Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos yang terdiri dari sel-sel jaringan otot polos,
jaringan fibroid dan kolagen. Beberapa istilah untuk mioma uteri antara lain fibromioma,
miofibroma, leiomiofibroma, fibroleiomioma, fibroma, dan fibroid.1,2,3
B. Epidemiologi
Mioma uteri sering ditemukan pada wanita usia reproduksi (20-25%), dimana prevalensi
mioma uteri meningkat lebih dari 70% dengan pemeriksaan patologi anatomi uterus,
membuktikan banyak wanita yang menderita mioma uteri asimtomatik. Walaupun jarang terjadi
mioma uteri biasa berubah menjadi malignansi (<1%). Mioma uteri ini lebih sering dijumpai
pada wanita nulipara atau yang kurang subur. Faktor keturunan juga memegang peranan.1,2
Kejadiannya lebih tinggi pada usia di atas 35 tahun, yaitu mendekati angka 40%.
Tingginya kejadian mioma uteri antara usia 35-50 tahun, menunjukkan adanya hubungan mioma
uteri dengan estrogen. Mioma uteri dilaporkan belum pernah terjadi sebelum menarke dan
menopause. Di Indonesia angka kejadian mioma uteri ditemukan 2,39-11,87% dari semua
penderita ginekologi yang dirawat. Di Amerika Serikat warna kulit hitam 3-9 kali lebih tinggi
menderita mioma uteri.1
C. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang diduga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri,
yaitu:1,6
1. Umur
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar 10% pada
wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan gejala klinis antara
35-45 tahun.
2. Paritas
2
Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif infertil, tetapi sampai
saat ini belum diketahui apakah infertil menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya mioma
uteri yang menyebabkan infertil, atau apakah kedua keadaan ini saling mempengaruhi.
3. Faktor ras dan genetik
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadiaan mioma uteri
tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan riwayat
keluarga ada yang menderita mioma.
4. Fungsi ovarium
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma, dimana
mioma uteri muncul setelah menarche, berkembang setelah kehamilan dan mengalami
regresi setelah menopause.
D. Etiologi dan Patogenesis
Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri saat ini belum diketahui. Karena mioma uteri
banyak ditemukan pada usia reproduktif dan angka kejadiannya rendah pada usia menopause,
belum pernah terjadi sebelum menarche, maka diduga penyebabnya timbulnya mioma uteri
paling banyak oleh stimulasi hormon estrogen. Pukka menemukan bahwa reseptor estrogen pada
mioma uteri lebih banyak didapatkan dibandingkan dengan miometrium normal. Meyer, de Snoo
mengemukakan patogenesis mioma uteri dengan teori cell nest dan genitoblast.1,5
Apakah estrogen secara langsung memicu pertumbuhan mioma uteri atau memakai
mediator masih menimbulkan silang pendapat. Dimana telah ditemukan banyak sekali mediator
di dalam mioma uteri, seperti estrogen growth factor, insulin growth factor-1 (IGF-l), connexsin-
43-Gap function protein dan marker proliferasi.2
Mioma uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium, menurut teori onkogenik maka
pathogenesis mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor, yaitu inisiator dan promotor. Faktor-faktor
yang menginisiasi pertumbuhan mioma uteri masih belum diketahui dengan pasti. Dari penelitian
menggunakan glucose-6-phosphatase dehidrogenase diketahui bahwa mioma berasal dari
jaringan yang uniseluler. Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi mioma melibatkan
mutasi somatik dari miometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid seks dan
3
growth factor lokal. Mutasi somatik ini merupakan peristiwa awal dalam proses pertumbuhan
tumor.2
Hormon progesteron meningkatkan aktivitas mitotik dan mioma pada wanita muda
namun mekanisme dan faktor pertumbuhan yang terlibat tidak diketahui secara pasti.
Progesteron memungkinkan pembesaran tumor dengan cara down-regulation apoptosis dari
tumor. Estrogen berperan dalam pembesaran tumor dengan meningkatkan produksi matriks
ekstraseluler.1,2
E. Patologi Anatomi
Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uterus hanya 1-3%, sisanya adalah dari
korpus uterus. Menurut letaknya, mioma dapat kita dapati sebagai:1,2,5
1. Mioma submukosum, berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus.
2. Mioma intramural, mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium.
3. Mioma subserosum, apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada
permukaan uterus, diliputi oleh serosa.
Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan
melalui saluran serviks (myomgeburt). Mioma subserosum dapat tumbuh di antara kedua lapisan
ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter. Mioma subserosum dapat pula tumbuh
4
menempel pada jaringan lain misalnya ke ligamentum atau omentum dan kemudian
membebaskan diri dari uterus, sehingga disebut wandering/parasitic fibroid. Jarang sekali
ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada serviks dapat menonjol ke
dalam saluran serviks sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bukan sabit. Apabila mioma
dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri atas berkas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun
seperti konde/pusaran air (whorl like pattern), dengan pseudocapsule yang terdiri dari jaringan
ikat longgar yang terdesak karena pertumbuhan sarang mioma ini. Pernah ditemukan 200 sarang
mioma dalam satu uterus, namun biasanya hanya 5-20 sarang saja. Dengan pertumbuhan mioma
dapat mencapai berat lebih dari 5 kg. Pertumbuhan mioma diperkirakan memerlukan waktu 3
tahun agar dapat mencapai ukuran sebesar tinju, akan tetapi beberapa kasus ternyata tumbuh
cepat. Setelah menopause banyak mioma menjadi lisut, hanya 10% saja yang masih dapat
tumbuh lebih lanjut. Perubahan sekunder pada mioma uteri yang terjadi sebagian besar bersifat
degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma.5
F. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari mioma uteri hanya terjadi pada 35-50% pasien. Gejala yang
disebebkan oleh mioma uteri tergantung pada lokasi, ukuran, dan jumlah mioma. Gejala dan
tanda yang paling sering adalah:2,5
1. Perdarahan Uterus yang Abnormal
Perdarahan uterus yang abnormal merupakan gejala klinis yang paling sering terjadi dan
paling penting. Gejala ini terjadi pada 30% pasien dengan mioma uteri. Wanita dengan
mioma uteri mungkin akan mengalami siklus perdarahan haid yang teratur atau tidak teratur.
Menorrhagia dan atau metrorrhagis sering terjadi pada penderita mioma uteri. Perdarahan
abnormal ini dapat menyebabkan anemia defisiensi besi.
Pada suatu penelitian yang mengevaluasi wanita dengan mioma uteri dengan atau tanpa
perdarahan abnormal, didapat bahwa wanita dengan perdarahan abnormal secara bermakna
menderita mioma intramural (58% banding 13%) ddan mioma submukosum (21% banding
1%) dibanding dengan wanita penderita mioma uteri yang asimtomatik. Patofisiologi
perdarahan uterus yang abnormal yang berhubungan dengan mioma uteri masih belum
diketahui dengan pasti. Beberapa penelitian menerangkan bahwa adanya disregulasi dari
beberapa faktor pertumbuhan dan reseptor-reseptor yang mempunyai efek langsung pada
5
fungsi vaskuler dan angiogenesis. Perubahan-perubahan ini menyebabkan kelainan
vaskularisasi akibat disregulasi struktur vaskular di dalam uterus.
Mekanisme Perdarahan Abnormal pada Mioma Uteri1. Peningkatan ukuran permukaan endometrium2. Peningkatan vaskularisasi aliran vaskular ke uterus3. Gangguan kontraktilitas uterus4. Ulserasi endometrium pada mioma submukosum5. Kompresi pada pleksus venosus di dalam miometrium
2. Rasa Nyeri
Mioma uteri dapat menimbulkan nyeri panggul yang disebabkan oleh karena degenerasi
akibat oklusi vaskuler, infeksi, torsi dari mioma yang bertangkai maupun akibat kontraksi
miometrium yang disebabkan mioma subserosum. Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas
tetapi dapat timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai
nekrosis setempat dan peradangan. Tumor yang besar dapat mengisi rongga pelvik dan
menekan bagian tulang pelvik yang dapat menekan saraf sehingga menyebabkan rasa nyeri
yang menyebar ke bagian punggung dan ekstremitas posterior. Pada pengeluaran mioma
submukosum yang akan dilahirkan, pertumbuhannya akan akan menyempitkan kanalis
servikalis sehingga menyebabkan dismenore.
3. Penekanan
Pada mioma uteri yang besar dapat menimbulkan penekanan terhadap organ sekitar.
Penekanan mioma uteri dapat menyebabkan gangguan berkemih, defekasi, maupun
dispareunia. Tumor yang besar juga dapat menekan pembuluh darah vena pada pelvik
sehingga menyebabkan kongesti dan menimbulkan edema pada ekstremitas posterior.
4. Disfungsi Reproduksi
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab infertilitas masih belum jelas.
Dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma uteri mengalami infertilitas. Mioma yang
terletak di daerah kornu dapat menyebabkan sumbatan dan gangguan transportasi gamet dan
embrio akibat terjadinyaoklusi tuba bilateral.
6
Mioma uteri dapat menyebabkan gangguan kontraksi ritmik uterus yang sebenarnya
diperlukan untuk motilitas sperma di dalam uterus. Perubahan bentuk kavum uteri karena
adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan implantasi embrio dapat
terjadi pada keberadaan mioma akibat perubahan histologi endometrium dimana terjadi atrofi
karena kompresi massa tumor.
Mekanisme Gangguan Fungsi Reproduksi dengan Mioma Uteri1. Gangguan transportasi gamet dan embrio2. Pengurangan kemampuan bagi pertumbuhan uterus3. Perubahan aliran darah vaskular4. Perubahan histologi endometrium
G. Diagnosis
1. Pemeriksaan Fisik
Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemeriksaan bimanual rutin uterus. Diagnosis
mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh satu atau lebih massa yang
lebih licin, tetapi sering sulit untuk memastikan bahwa massa seperti ini adalah bagian dari
uterus.1,4
2. Temuan Laboratorium
Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan perdarahan
uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadang-kadang mioma menghasilkan
eritropoietin yang pada beberapa kasus menyebabkan polisitemia. Adanya hubungan antara
polisitemia dengan penyakit ginjal diduga akibat penekanan mioma terhadap ureter yang
menyebabkan peninggian tekanan balik ureter dan kemudian menginduksi pembentukan
eritropoietin ginjal.2
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Ultrasonografi
Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya
mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yang kecil. Uterus
7
atau massa yang paling besar baik diobservasi melalui ultrasonografi transabdominal. Mioma
uteri secara khas menghasilkan gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan iregularitas
kontur maupun pembesaran uterus. Adanya kalsifikasi ditandai oleh fokus-fokus hiperekoik
dengan bayangan akustik. Degenerasi kistik ditandai adanya daerah yang hipoekoik.2,4
b. Histeroskopi
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika tumornya
kecil serta bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat diangkat. 2
c. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi mioma tetapi jarang
diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap berbatas tegas dan dapat dibedakan
dari miometrium normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi
dengan jelas, termasuk mioma submukosa. MRI dapat menjadi alternatif ultrasonografi pada
kasus-kasus yang tidak dapat disimpulkan.2,4
H. Diagnosis Banding 6
1. Adenomiosis
2. Neoplasma ovarium
3. Kehamilan
I. Penatalaksanaan
1. Terapi Konservatif
Penderita dengan mioma kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan pengobatan, tetapi
harus diawasi perkembangan tumornya. Jika mioma lebih besar dari kehamilan 10-12 minggu,
tumor yang berkembang cepat, terjadi torsi pada tangkai, perlu diambil tindakan operasi. 1,2
2. Terapi Medisinal (Hormonal)
Preparat yang selalu digunakan untuk terapi medikamentosa adalah analog GnRH,
progesteron, danazol, gestrinon, tamoksifen, goserelin, antiprostaglandin, agen-agen lain
(gossipol, amantadine). 2
Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis memberikan hasil
untuk memperbaiki gejala-gejala klinis yang ditimbulkan oleh mioma uteri. Pemberian GnRH
agonis bertujuan untuk mengurangi ukuran mioma dengan jalan mengurangi produksi estrogen
8
dari ovarium. Dari suatu penelitian multisenter didapati data pada pemberian GnRH agonis
selama 6 bulan pada pasien dengan mioma uteri didapati adanya pengurangan volume mioma
sebesar 44%. Efek maksimal pemberian GnRH agonis baru terlihat setelah 3 bulan. Pada 3 bulan
berikutnya tidak terjadi pengurangan volume mioma secara bermakna.1,2,4
Pemberian GnRH agonis sebelum dilakukan tindakan pembedahan akan mengurangi
vaskularisasi pada tumor sehingga akan memudahkan tindakan pembedahan. Terapi hormonal
lainnya seperti kontrasepsi oral dari preparat progesteron akan mengurangi gejala perdarahan
uterus yang abnormal namun tidak dapat mengurangi ukuran dari mioma.3,4
3. Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan pada mioma uteri dilakukan terhadap mioma yang menimbulkan
gejala. Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) dan American
Society for Reproductive Medicine (ASRM) indikasi pembedahan pada pasien dengan mioma
uteri adalah:2
1. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif
2. Sangkaan adanya keganasan
3. Pertumbuhan mioma pada masa menopause
4. Infertilitas karena gangguan pada cavum uteri maupun karena oklusi tuba
5. Nyeri dan penekanan yang sangat mengganggu
6. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
7. Anemia akibat perdarahan
Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi maupun histerektomi.
a. Miomektomi
Miomektomi sering dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan fungsi
reproduksinya dan tidak ingin dilakukan histerektomi. Dewasa ini ada beberapa pilihan tindakan
untuk melakukan miomektomi, berdasarkan ukuran dan lokasi dari mioma. Tindakan
miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi histeroskopi paupun dengan laparoskopi.
Dengan laparotomi, dilakukan insisi pada dinding abdomen untuk mengangkat mioma dari
uterus. Keunggulan melakukan miomektomi adalah lapangan pandang operasi yang lebih luas
sehingga penanganan terhadap pembedahan miomektomi dapat ditangani dengan segera. Namun
9
pada miomektomi secara laparotimi risiko terjadi perlengketan lebih besar, sehingga akan
mempengaruhi faktor fertilitas pada pasien. Di samping itu masa penyembuhan pasca operasi
juga lebih lama, sekitar 4-6 minggu.1,2
Pada miomektomi secara histeroskopi dilakukan terhadap mioma submukosum yang
terletak pada kavum uteri. Pada prosedur pembedahan ini ahli bedah memasukkan histeroskop
melalui serviks dan mengisi kavum uteri dengan cairan untuk memperluas dinding uterus. Alat
bedah dimasukkan melalui lubang yang terdapat pada histeroskop untuk mengangkat mioma
submukosum yang terdapat pada kavum uteri. Keunggulan teknik ini adalah masa penyembuhan
pasca operasi (2 hari). Komplikasi operasi yang serius jarang terjadi namun dapat timbul
perlukaan pada dinding uterus, ketidakseimbangan elektrolit, dan perdarahan.2,6
Miomektomi juga dapat dilakukan dengan menggunakan laparoskopi. Mioma yang
bertangkai di luar kavum uteri dapat diangkat dengan mudah secara laparoskopi. Mioma
subserosum yang terletak di daerah permukaan uterus juga dapat diangkat secara laparoskopi.
Tindakan laparoskopi dilakukan dengan ahli bedah memasukkan alat laparoskop ke dalam
abdomen melalui insisi yang kecil pada dinding abdomen. Keunggulan laparoskopi adalah
penyembuhan pasca operasi yang lebih cepat antara 2-7 hari.2,6
Risiko yang terjadi pada pembedahan laparoskopi termasuk perlengketan, trauma
terhadap organ sekitar seperti usus, ovarium, rectum serta perdarahan. Sampai saat ini
miomektomi dengan laparoskopi merupakan prosedur standar bagi wanita dengan mioma uteri
yang masih ingin mempertahankan fungsi reproduksinya.2
b. Histerektomi
Tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu
dengan pendekatan abdominal (laparotomi), vaginal, dan pada beberapa kasus secara
laparoskopi. Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari seluruh kasus. Tindakan
histerektomi pada pasien dengan mioma uteri merupakan indikasi bila didapati keluhan
menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar
usia kehamilan 12-14 minggu.1,2
c. Embolisasi Arteri Uterina
10
Suatu tindakan yang menghambat aliran darah ke uterus dengan cara memasukkan agen
emboli ke arteri uterina. Dewasa ini embolisasi arteri uterina pada pasien yang menjalani
pembedahan mioma. Arteri uterina yang mensuplai aliran darah ke mioma dihambat secara
permanen dengan agen emboli (partikel polivynil alkohol). Keamanan dan kemudahan
embolisasi arteri uterina tidak dapat dipungkiri, karena tindakan ini efektif.1,7
Proses embolisasi menggunakan angiografi digital substraksi dan dibantu fluoroskopi.
Hal ini dibutuhkan untuk memetakan pengisian pembuluh darah atau memperlihatkan ekstrvasasi
darah secara tepat. Agen emboli yang digunakan adalah polivinyl alkohol adalah partikel plastik
dengan ukuran yang bervariasi. Katz dkk memakai gel form sebagai agen emboli untuk
embolisasi arteri uterina. Tingkat keberhasilan penatalaksanaan mioma uteri dengan embolisasi
adalah 85-90%.1,7
J. Komplikasi
Perubahan sekunder pada mioma uteri yang terjadi sebagian besar bersifat degenerasi.
Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma. Perubahan sekunder
tersebut antara lain:5,6
1. Atrofi: sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan mioma uteri menjadi kecil.
2. Degenerasi hialin: perubahan ini sering terjadi pada penderita berusia lanjut. Tumor
kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau hanya
sebagian kecil dari padanya seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari
kelompok lainnya.
3. Degenerasi kistik: dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma
menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi agar-agar, dapat
juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai
limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak ini tumor sukar dibedakan dari kista ovarium
atau suatu kehamilan.
4. Degenerasi membatu (calcereus degeneration): terutama terjadi pada wanita berusia lanjut
oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur
pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto
rontgen.
5. Degenerasi merah (carneus degeneration): perubahan ini terjadi pada kehamilan dan nifas.
Patogenesis: diperkirakan karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi.
11
Pada pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna merah
disebabkan pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas apabila
terjadi pada kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada
uterus membesar dan nyeri pada perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada putaran tangkai
tumor ovarium atau mioma bertangkai.
6. Degenerasi lemak: jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin.
Komplikasi yang dapat terjadi karena mioma uteri yaitu:5
1. Degenerasi Ganas
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh
mioma serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru
ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan
uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam
menopause.
2. Torsi (Putaran Tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut
sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian timbul sindroma abdomen akut, mual, muntah
dan shock.
3. Anemia
Anemia timbul karena seringkali penderita mioma uteri mengalami perdarahan
pervaginam yang abnormal. Perdarahan abnormal pada kasus mioma uteri akan mengakibatkan
anemia defisiensi besi.
4. Infertilitas
Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars interstisialis
tuba, sedangkan mioma uteri submukosum juga memudahkan terjadinya abortus oleh karena
distorsi rongga uterus. Penegakan diagnosis infertilitas yang dicurigai penyebabnya adalah
mioma uteri maka penyebab lain harus disingkirkan.
12
K. Prognosis
Histerektomi dengan mengangkat seluruh mioma adalah kuratif. Miomektomi yang
ekstensif dan secara signifikan melibatkan miometrium atau menembus endometrium, maka
diharuskan SC (sectio caesarea) pada persalinan berikutnya. Mioma yang kambuh kembali
(rekurens) setelah miomektomi terjadi pada 15-40% pasien dan 2/3-nya memerlukan tindakan
lebih lanjut.6
L. Pencegahan
Etiologi sebenar tidak dapat dikenal pasti. Tidak ada langkah pencegahan yang dapat
diambil pada kasus mioma uteri.6
BAB 3
KESIMPULAN
Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot jaringan ikat, yang mana
etiologi dari mioma ini belum diketahui. Manifestasi klinis pada mioma antara lain perdarahan
abnormal, rasa nyeri, gejala dan tanda penekanan, abortus spontan dan infertilitas. Walaupun
mioma uteri adalah neoplasma jinak, tidak menuntut kemungkinan bergenerasi menjadi ganas
dan tidak jarang terjadi torsi. Untuk pemeriksaan dilakukan USG abdominal dan transvaginal
serta laparoskopi. Penatalaksanaannya yaitu dilakukan miomektomi tanpa ataupun dengan
histerektomi.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. FK Unsri. 2008. Mioma Uteri. Available from:
http:// digilib.unsri.ac.id/download/Biomolekuler%20 Mioma %20 Uteri .pdf
[Accessed: March 22, 2011]
2. Hadibroto, B. 2005. Mioma Uteri. Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara. Available from:
http://repository. usu .ac.id/bitstream/123456789/.../1/mkn-sep2005-%20(9). pdf
[Accessed: March 22, 2011]
14
3. Kuhn, R. 2003. Uterine Fibroids. Gynaecologist Infertility Specialist Endoscopic Surgery.
Available from:
https://www.raphaelkuhn.com.au/download/Uterine_fibroids.pdf
[Accessed: March 23, 2011]
4. Evans, P. 2007. Uterine Fibroid Tumors: Diagnosis and Treatment. In: Brunsell, S. (eds).
2007. American Family Physician. USA: American Academy of Family Physicians,
Maryland: 1503-1508.
5. Sutoto, M. 2005. Tumor Jinak pada Alat-alat Genital. Dalam: Prawirohardjo, S., eds. Ilmu
Kandungan. Jakarta: FK UI, 328–366.
6. Medicaljournal. 2008. Mioma Uterus. Available from:
http://medicaljournal.multiply.com/journal/item/9/mioma_uterus
[Accessed: March 24, 2011]
7. Society of Interventional Radiology. 2005. Uterine Fibroid Embolization. Available from:
http:// www.sirweb.org/medical-professionals/GR_ PDF s/UFE_Grand_Rounds. pdf
[Accessed: March 24, 2011]
15