minipro geha fix

74

Click here to load reader

Upload: gehaghaffar

Post on 07-Dec-2015

144 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

kk

TRANSCRIPT

Page 1: Minipro Geha Fix

USAHA KESEHATAN MASYARAKAT

MINI PROJECT

Tanggal : 15 Juni 2015 – 10 Oktober 2015

Kode Kegiatan : F7

Uraian Kegiatan : Penyuluhan Kesehatan Gigi dengan Media Poster dan

Leaflet Terhadap Peningkatan Pengetahuan Santri di

Pondok Pesantren Darun Najjah Tegalampel

Bondowoso

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah kesehatan gigi dan mulut menjadi perhatian yang penting dalam

pembangunan kesehatan yang salah satunya disebabkan oleh rentannya kelompok

anak usia sekolah dari gangguan kesehatan gigi. Usia sekolah merupakan masa

untuk meletakkan landasan kokoh bagi terwujudnya manusia berkualitas dan

kesehatan merupakan faktor penting yang menentukan kualitas sumber daya

manusia (Warni, 2009). Menurut Bahar (2000) dalam Warni (2009) bahwa salah

satu faktor utama yang mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut adalah Perilaku.

1

Page 2: Minipro Geha Fix

Perilaku yang dapat mempengaruhi perkembangan karies adalah tentang cara

menjaga kesehatan gigi dan mulut (Petersen, 2005 dalam Warni, 2009).

Upaya untuk meningkatkan pengetahuan adalah dengan penyuluhan

kesehatan. Penyuluhan dengan berbagai sasaran lebih ditekankan pada

kelompok rentan anak sekolah. Lingkungan sekolah merupakan perpanjangan

tangan keluarga dalam meletakkan dasar perilaku hidup sehat bagi anak sekolah.

Disamping itu, jumlah populasi anak sekolah umur 6-12 tahun mencapai 40%-

50% dari komunitas umum, sehingga upaya penyuluhan kesehatan pada sasaran

anak sekolah merupakan prioritas pertama dan utama. Penyuluhan kesehatan di

sekolah diintegrasikan dalam program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)

(Notoatmodjo, 2005).

Penyuluhan kesehatan di sekolah meliputi berbagai aspek diantaranya

penyuluhan kesehatan gigi, yang juga merupakan bagian dari program pokok

Puskesmas melalui Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS). Penyuluhan

kesehatan gigi yang umum dilakukan oleh petugas Puskesmas adalah penyuluhan

cara menjaga kesehatan gigi. Berdasarkan observasi peneliti bahwa di Pondok

Pesantren Darun Najjah Tegalampel Bondowoso belum memiliki poster maupun

media kesehatan lainnya disetiap ruang kelas, sehingga penyuluhan yang

dilakukan terbatas dengan metode ceramah menggunakan media papan tulis,

metode ceramah hanya melibatkan 20% dari indra sasaran penyuluhan, oleh

karenanya perlu diberikan penyuluhan dengan alat bantu yang dapat

memaksimalkan pengindraan santri pada isi penyuluhan agar memudahkan

pemahaman (Maulana, 2009).

2

Page 3: Minipro Geha Fix

Untuk memaksimalkan pemanfaatan indra sasaran diperlukan alat bantu

penyuluhan yang ditentukan oleh tujuan penyuluhan karena setiap alat bantu

memiliki intensitas yang berbeda. Jika tujuan penyuluhan pada aspek

pengertian/pengetahuan maka pesan yang disampaikan cukup dengan lisan namun

harus menggunakan alat peraga yang dapat menarik minat sasaran penyuluhan.

Untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan gigi santri Pondok Pesantren Darun

Najjah Tegalampel Bondowoso diperlukan penyuluhan kesehatan gigi dengan

alat bantu yang dapat menarik minat santri dan memaksimalkan penggunaan indra

santri, salah satunya adalah media poster karena selain berisikan materi

penyuluhan juga disertai gambar yang diharapkan lebih menarik minat santri dari

aspek visual. Berbeda dengan alat bantu leaflet yang lebih dominan pada tulisan

konten materi penyuluhan daripada gambar (Maulana, 2009).

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk mengetahui efektifitas

penyuluhan kesehatan gigi dengan media poster dan leaflet terhadap peningkatan

pengetahuan santri Pondok Pesantren Darun Najjah Tegalampel Bondowoso

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan umum

Setelah penyuluhan ini berakhir diharapkan santri Pondok Pesantren

Darun Najjah Tegalampel Bondowoso Bondowoso akan memiliki peningkatan

pengetahuan mengenai kesehatan gigi dan mulut secara umum.

3

Page 4: Minipro Geha Fix

1.3.2 Tujuan khusus

Diharapkan santri Pondok Pesantren Darun Najjah Tegalampel

Bondowoso dapat melakukan demonstrasi cara menggosok gigi yang baik dan

benar.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari hasil penelitian adalah :

1.4.1 Bagi Institusi Puskesmas

Memberikan masukan bagi puskesmas tentang peningkatan pelaksanaan program

Usaha Kesehatan Gigi Sekolah terutama kegiatan penyuluhan kesehatan gigi.

1.4.2 Bagi Institusi Pondok Pesantren

Membantu meningkatkan pengetahuan kesehatan gigi bagi santri dan pihak

pondok dalam upaya pencegahan kerusakan gigi.

1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan

Menambah khazanah referensi hasil penelitian yang ada, selanjutnya dapat

digunakan sebagai tambahan referensi bagi penelitian yang lain.

1.4.4 Bagi Peneliti

Memperoleh pengalaman nyata dalam proses penerapan penelitian berdasarkan

pengetahuan yang diperoleh selama pendidikan dan memberikan tambahan

referensi bagi penelitian selanjutnya.

4

Page 5: Minipro Geha Fix

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyuluhan Kesehatan 

2.1.1 Batasan Penyuluhan Kesehatan

Menurut Ewless (1994) dalam Maulana (2009) bahwa konsep penyuluhan

kesehatan seringkali cenderung disama-artikan dengan konsep Promosi Kesehatan

dan pendidikan kesehatan, walaupun hakekatnya ketiga istilah tersebut memiliki

pengertian yang berbeda. Promosi Kesehatan lebih identik dengan lingkup

program kesehatan yang cakupannya lebih luas dalam rangka meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat atau individu, melalui upaya pemberdayaan

masyarakat/individu sehingga mampu mengontrol dan memperbaiki aspek-aspek

kehidupan mereka yang mempengaruhi kesehatan.

Promosi Kesehatan juga merupakan istilah yang lebih luas daripada

pendidikan kesehatan dan penyuluhan kesehatan. Committee on Health Education

and Promotion Terminology (CHEPT) (2001) dalam Kenzie (2007)

mendefinisikan Promosi Kesehatan sebagai kombinasi yang terencana dari apapun

mekanisme pendidikan, politik, lingkungan, peraturan, maupun mekanisme

organisasi yang dapat mendukung tindakan dan kondisi kehidupan yang kondusif

untuk kesehatan individu, kelompok dan masyarakat. Green dan Ottoson

(1998) dalam Maulana (2009) memberikan definisi Promosi Kesehatan sebagai

kombinasi berbagai dukungan menyangkut aspek pendidikan, organisasi,

kebijakan, dan peraturan perundang-undangan untuk perubahan lingkungan dan

5

Page 6: Minipro Geha Fix

perilaku yang menguntungkan kesehatan, sedangkan WHO (1984)dalam Maulana

(2009) mendefinisikan Promosi Kesehatan sebagai proses yang bertujuan

memungkinkan individu meningkatkan kontrol terhadap kesehatan dan

meningkatkan kesehatannya berbasis filosofi yang jelas mengenai pemberdayaan

diri sendiri (self empowerment).

Dari keseluruhan definisi Promosi Kesehatan di atas dapat disimpulkan

bahwa Promosi Kesehatan melingkupi aspek pendidikan kesehatan termasuk juga

penyuluhan kesehatan. Sedangkan istilah pendidikan kesehatan merupakan

pengaplikasian konsep pendidikan dalam bidang kesehatan, sehingga

pendefinisiannya pun memisahkan konsep pendidikan dan pendidikan kesehatan.

Banyak definisi tentang pendidikan secara umum, salah satunya dikemukakan

oleh Notoatmodjo (2003) bahwa pendidikan adalah segala upaya yang

direncanakan untuk mempengaruhi orang lain sehingga mereka melakukan apa

yang diharapkan oleh pelaku pendidik yang meliputi unsur input (sasaran

pendidikan), proses dan output (hasil). Sedangkan pendidikan kesehatan menurut

Wood (1926) dalam Notoatmodjo (2005) adalah sejumlah pengalaman yang

berpengaruh secara menguntungkan terhadap kebiasaan, sikap danpengetahuan

terkait dengan kesehatan individu masyarakat dan bangsa.

Berbeda halnya dengan promosi kesehatan maupun pendidikan kesehatan.

Walaupun penyuluhan kesehatan merupakan bagian dari kegiatan Promosi

Kesehatan dan pendidikan kesehatan. Namun penekanan konsep penyuluhan

kesehatan lebih pada upaya mengubah perilaku sasaran agar berperilaku sehat

utamanya pada aspek kognitif saja (pengetahuan dan pemahaman sasaran),

sehingga ketika pengetahuan sasaran penyuluhan telah sesuai dengan yang 6

Page 7: Minipro Geha Fix

diharapkan oleh pelaku penyuluh kesehatan maka tugas penyuluhan selesai dan

penyuluhan pun akan diulang bilamana diperlukan atau ditempatkan pada sasaran

lain (Maulana, 2009).

Definisi penyuluhan kesehatan menurut Effendy (1998) bahwa

penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara

menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja

sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang

ada hubungannya dengan kesehatan. Definisi lainnya, penyuluhan kesehatan

diartikan sebagai gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan

prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan, dimana individu, keluarga,

kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimana

caranya dan melakukan apa yang bisa dilakukan, secara perorangan maupun

secara kelompok (Suliha, 2002).

Penyuluhan secara umum merupakan terjemahan dari Counseling yang

berarti bimbingan, yaitu proses pemberian bantuan kepada individu yang

dilakukan secara berkesinambungan supaya individu tersebut dapat memahami

diriya sendiri. Penyuluhan juga dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik

antara dua individu (penyuluh dan klien) untuk mencapai pengertian tentang diri

sendiri dalam hubungan dengan masalah-masalah yang dihadapi pada waktu yang

akan datang (Machfoedz, 2005 dalam Maulana, 2009).

Dalam konsepsi kesehatan secara umum, penyuluhan kesehatan diartikan

sebagai kegiatan pendidikan kesehatan yang dilakukan dengan cara

menyebarluaskan pesan dan menanamkan keyakinan, dengan demikian

7

Page 8: Minipro Geha Fix

masyarakat tidak hanya sadar, tahu, dan mengerti, tetapi juga mau dan dapat

melakukan anjuran yang berhubungan dengan kesehatan (Azwar,

1983 dalam Maulana, 2009).

2.1.2 Tujuan Penyuluhan Kesehatan

Tujuan penyuluhan kesehatan pada hakekatnya sama dengan tujuan

pendidikan kesehatan, dimana menurut Effendy (1998) tujuan penyuluhan

kesehatan adalah :

1. Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam

membina dan memelihara perilaku hidup sehat dan lingkungan sehat, serta

berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.

2. Terbentuknya perilaku sehat pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat

yang sesuai dengan konsep hidup sehat baik fisik, mental dan sosial sehingga

dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian.

3. Menurut WHO (1954) dalam Effendy (1998) tujuan penyuluhan kesehatan

adalah untuk merubah perilaku perseorangan dan masyarakat dalam bidang

kesehatan.

Sedangkan menurut Maulana (2009) tujuan penyuluhan kesehatan terbagi

menjadi tujuan jangka panjang yaitu status kesehatan yang optimal, tujuan jangka

menengah adalah perilaku sehat, dan tujuan jangka pendek adalah tercapainya

pengertian, sikap dan norma.

8

Page 9: Minipro Geha Fix

2.1.3 Langkah-langkah Penyuluhan Kesehatan

Dalam melakukan penyuluhan kesehatan, maka penyuluh yang baik harus

melakukan penyuluhan sesuai dengan langkah–langkah dalam penyuluhan

kesehatan sebagai berikut (Effendy, 1998) :

1. Mengkaji kebutuhan kesehatan sasaran

2. Menetapkan masalah kesehatan sasaran

3. Memprioritaskan masalah

4. Menyusun perencanaan penyuluhan

a. Menetapkan tujuan

b. Penentuan sasaran utama

c. Menyusun materi/isi penyuluhan

d. Memilih metode yang tepat

e. Menentukan jenis alat peraga yang akan digunakan

f. Penentuan kriteria evaluasi

g. Pelaksanaan penyuluhan

h. Penilaian hasil penyuluhan

i. Tindak lanjut dari hasil penyuluhan.

9

Page 10: Minipro Geha Fix

Menurut Maulana (2009) langkah–langkah dalam merencanakan

penyuluhan kesehatan adalah :

1. Mengenal masalah

2. Menentukan tujuan penyuluhan

3. Menentukan sasaran penyuluhan

4. Menentukan isi penyuluhan

5. Menentukan metode penyuluhan yang akan digunakan

6. Memilih alat peraga atau media penyuluhan

7. Menyusun rencana penilaian

8. Menyusun rencana pelaksanaan

2.1.4 Metode Penyuluhan

Menurut Notoatmodjo (2003) metode yang dapat dipergunakan dalam

penyuluhan kesehatan adalah :

1. Metode Ceramah, adalah suatu cara dalam menerangkan dan menjelaskan suatu

ide, pengertian atau pesan secara lisan kepada sekelompok sasaran sehingga

memperoleh informasi tentang kesehatan.

2. Metode Diskusi Kelompok, pembicaraan yang direncanakan dan telah

dipersiapkan tentang suatu topik pembicaraan diantara 5 – 20 peserta (sasaran)

dengan seorang pemimpin diskusi yang telah ditunjuk.

10

Page 11: Minipro Geha Fix

3. Metode Curah Pendapat, yakni suatu bentuk pemecahan masalah di mana setiap

anggota mengusulkan semua kemungkinan pemecahan masalah yang terpikirkan

oleh masing-masing peserta, dan evaluasi atas pendapat-pendapat tadi dilakukan

kemudian.

4. Metode Panel, yaitu pembicaraan yang telah direncanakan di depan pengunjung

atau peserta tentang sebuah topik, diperlukan 3 (tiga) orang atau lebih panelis

dengan seorang pemimpin.

5. Metode Bermain Peran, metode ini berupa memerankan sebuah situasi dalam

kehidupan manusia dengan tanpa diadakan latihan, dilakukan oleh dua orang atu

lebih untuk dipakai sebagai bahan pemikiran oleh kelompok.

6. Metode Demonstrasi, adalah suatu cara untuk menunjukkan pengertian, ide dan

prosedur tentang sesuatu hal yang telah dipersiapkan dengan teliti untuk

memperlihatkan bagaimana cara melaksanakan suatu tindakan, adegan dengan

menggunakan alat peraga. Metode ini digunakan terhadap kelompok yang tidak

terlalu besar jumlahnya.

7. Metode Simposium, adalah serangkaian ceramah yang diberikan oleh 2 sampai

5 orang dengan topik yang berlebihan tetapi saling berhubungan erat.

8. Metode Seminar, adalah suatu cara di mana sekelompok orang berkumpul

untuk membahas suatu masalah dibawah bimbingan seorang ahli yang menguasai

bidangnya.

11

Page 12: Minipro Geha Fix

2.1.5 Media Penyuluhan Kesehatan

Media penyuluhan meruupakan alat bantu penyuluhan yang berfungsi

sebagai perantara yang dapat dipercaya menghubungkan antara penyuluh dengan

sasaran sehingga pesan atau informasi akan lebih jelas dan nyata. Dalam

penyuluhan dikenal beragam media atau alat bantu penyuluhan, seperti benda

(sample, model tiruan), barang cetakan (brosur, poster, photo, leaflet, sheet),

gambar diproyeksikan (slide, film, film-strip, video, movie-film) dan lambing

grafika (grafik batang dan garis, diagram, skema, peta).Media penyuluhan

kesehatan hakikatnya juga merupakan adalah alat bantu dalam pendidikan

kesehatan sehingga disebut juga media pendidikan kesehatan, karena alat-alat

tersebut merupakan saluran untuk menyampaikan informasi kesehatan dan karena

alat-alat tersebut digunakan untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan

kesehatan bagi sasaran penyuluhan kesehatan (Sudrajat, 2009).

Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa alat penyalur pesan-pesan kesehatan

berdasarkan fungsinya dibagi menjadi 3, yaitu media cetak, media elektronik dan

media papan.

1. Media Cetak, adalah alat bantu menyampaikan pesan-pesan kesehatan dengan

berbagai variasi diantaranya :

a. Booklet, adalah suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan

dalam bentuk buku, baik tulisan maupun gambar.

12

Page 13: Minipro Geha Fix

b. Leaflet, adalah bentuk penyampaian informasi atau pesan kesehatan melalui

lembaran yang dilipat, isi informasi dapat berupa kalimat maupun gambar atau

kombinasi dari keduanya.

c. Flyer (selebaran), bentuknya seperti leaflet, tapi tidak dilipat

d. Flif Chart (lembar balik), media penyampaian pesan atau informasi kesehatan

dalam bentuk lembar balik

e. Rubrik atau tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah yang membahas suatu

masalah kesehatan, atau hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan

f. Poster, yaitu bentuk media cetak yang berisi pesan-pesan/informasi kesehatan,

yang biasanya ditempel di tembok-tembok, atau di tempat-tempat umum atau di

kendaraan umum.

g. Foto-foto yang mengungkapkan informasi kesehatan

2. Media Elektronik

Media elektronik sebagai sasaran untuk informasi untuk menyampaikan pesan-

pesan kesehatan yang terdiri dari: Televisi, radio, Video, Slide, dan Film Strip.

3. Media Papan (Billboard), biasanya dipasang di tempat-tempat umum dapat diisi

dengan pesa-pesan atau informasi-informasi kesehatan.

Djuita (1995) menjelaskan lebih rinci tentang media cetak Leaflet, yaitu :

1. Leaflet adalah selebaran kertas yang berisi tulisan cetak tentang suatu masalah

khusus untuk suatu sasaran dengan tujuan tertentu

13

Page 14: Minipro Geha Fix

2. Bentuk Leaflet, terdiri dari 200-400 huruf dengan tulisan cetak, biasanya

diselingi dengan gambar. Isi leaflet harus dapat dibaca sekali pandang, dan

ukurannya sekitar 20x30 CM

3. Penggunaan Leaflet untuk mengingatkan kembali kepada audiens tentang

materi yang yang disampaikan, biasanya leaflet diberikan setelah sasaran

mendapatkan penyuluhan.

4. Keuntungan Leaflet, diantaranyan dapat disimpan lama, isi dipercaya karena

biasanya dikeluarkan oleh instansi resmi, jangkauannya jauh dan dapat membantu

jangkauan media lain, dapat dicetak ulang ketika diperlukan, dan dapat dipakai

untuk bahan diskusi pada kesempatan yang berbeda.

5. Kerugian Leaflet, bila dicetak dengan design kurang menarik dapat mengurangi

daya tarik, sebagian orang sulit membaca leaflet jika tampilan huruf kecil dan

kurang menarik, selain itu leaflet tidak bias digunakan oleh sasaran yang buta

huruf.

Sedangkan Poster merupakan sehelai kertas atau papan yang berisikan

gambar-gambar dengan sedikit kata-kata. Kata-kata dalam poster harus jelas

artinya, tepat pesannya dan dapat dengan mudah dibaca pada jarak kurang lebih 6

meter. Poster biasanya ditempelkan pada suatu tempat yang mudah dilihat dan

banyak dilalui orang misalnya di dinding balai desa, pinggir jalan, papan

pengumuman, dan lain-lain. Gambar dalam poster dapat berupa lukisan, ilustrasi,

kartun, gambar atau photo. Keuntungan Poster adalah dibuat untuk mempengaruhi

orang banyak dengan tampilam visual gambaryang besar namun memberikan

14

Page 15: Minipro Geha Fix

pesan singkat. Sehingga harus menarik, sederhana dan hanya berisikan satu ide

atau satu kenyataan saja.

Poster yang baik adalah poster yang mempunyai daya tinggal lama dalam

ingatan orang yang melihatnya serta dapat mendorong untuk bertindak. Namun

kelemahan poster adalah sulit dipahami dengan mudah karena terkadang lebih

didominasi gambar sehingga tidak semua sasaran mudah memahami maksud

pesan dari poster, selain juga bahwa poster hanya ditempatkan pada dinding atau

tempat-tempat umum sehingga tidak semua sasaran dapat dengam mudah

melihatnya, berbeda dengan leaflet yang bias dengan mudah dibawa pulang dan

disimpan dimana saja (Depkes RI, 2008)

2.2 Kesehatan Gigi

Kesehatan gigi meliputi aspek yang luas. Upaya kesehatan gigi pada

dasarnya diarahkan pada upaya menjaga kesehatan gigi, termasuk juga pada

tataran UKGS yang umumnya berupa kegiatan-kegiatan yang

bersifat promotif dan preventif, seperti penyuluhan cara menjaga kesehatan gigi

disamping pengetahuan tentang gigi, kegiatan sikat gigi massal, pemberian tablet

fluor dan kegiatan preventif lainnya. Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk

menjaga kesehatan gigi. Dalam buku Pedoman Upaya Kesehatan Gigi Masyakarat

(UKGM) (2004) disebutkan bahwa upaya menjaga kesehatan gigi pada dasarnya

dikelompokkan menjadi 3 (tiga) cara, yaitu membersihkan gigi dengan menyikat

gigi secara benar dan teratur, memperkuat gigi dengan fluoridasi air minum atau

melalui penggunaan pasta gigi berfluoride serta pemberian tablet fluor bagi anak

sekolah, kemudian diet kontrol dalam mengkonsumsi makanan yang manis dan

15

Page 16: Minipro Geha Fix

lengket serta membiasakan mengkonsumsi makanan berserat dan menyehatkan

gigi.

1. Membersihkan Gigi dengan menyikat gigi secara benar dan teratur

Cara menyikat gigi sangat mempengaruhi tingkat kebersihan gigi, karena cara

menyikat gigi yang benar dan teratur mampu mengontrol pembentukan plak gigi

yang merupakan penyebab terjadinya karies gigi. Terdapat beberapa metode

menyikat gigi berdasarkan cara menggerakkan sikat gigi yang dianjurkan oleh

para ahli, diantaranya oleh Rahmadhan (2015) menguraikan cara menyikat gigi

sebagai berikut :

a. Memegang sikat gigi secara horisontal dan meletakkan kepala sikat gigi pada

permukaan gigi, lebih tepatnya di tepi gusi (batas gigi dengan gusi), karena pada

daerah tersebut banyak plak menumpuk.

b. Memiringkan kepala sikat gigi kira-kira sebesar 45 derajat menghadap

permukaan gigi. Tujuannya agar bulu sikat dapat masuk ke celah antara gigi

dengan gusi yang disebut saku gusi, dan membersihkan plak yang ada di

dalamnya.

c. Menggerakan sikat secara horisontal dengan jarak yang sangat pendek atau

kecil seperti suatu getaran dan dengan tekanan yang lembut.

d. Menyikat gigi dengan gerakan sebanyak 10-20 kali gosokan kemudian

berpindah ke gigi-gigi disebelahnya.

Kemp dan Walters (2004) menguraikan cara menyikat gigi yang mudah

dilakukan oleh anak-anak yaitu :

16

Page 17: Minipro Geha Fix

a. Memulai dengan permukaan gigi luar atas, diawali dengan geraham belakang,

kemudian perlahan-lahan bergerak ke bagian tengah dan menyeberang ke sisi lain,

posisi sikat gigi disesuaikan sehingga bulu sikat agak miring pada baris gusi dan

gerakan melingkar dengan lembut pada satu atau dua gigi sekaligus.

b. Membersihkan permukaan gigi dalam atas dengan cara menyikat gigi dari

belakang ke tengah,kemudian beralih ke sisi lain. Sikat gigi dipegang secara

vertikal dan menggunakan bagian depan sikat, digerakkan sekali lagi dengan

gerakan melingkar yang lembut.

c. Untuk permukaan mengunyah adalah dengan mendatarkan sikat gigi agar dapat

membersihkan alur dan celah alamiah di geraham gigi .

d. Untuk gigi geligi pada rahang bawah umumnya sama dengan teknik di atas.

Menurut Andlaw (1992) dari keseluruhan cara menyikat gigi yang ada

tidak terdapat satu pun cara menyikat gigi bisa dikatakan lebih baik dari yang lain

dalam hal menghilangkan plak gigi, karena semua cara menyikat gigi memerlukan

keterampilan tersendiri sehingga tidak dianjurkan memaksakan satu metode yang

sulit dilakukan oleh anak untuk menyikat gigi.

2. Pemberian Fluor pada Gigi

Fluor adalah zat mineral yang efektif mencegah terjadinya karies gigi dalam

konsentrasi rendah dipertahankan dalam mulut. Fluoridasi adalah upaya menjaga

kesehatan gigi dengan cara memberikan zat fluor pada gigi (Djuita, 1995). Fluor

dapat mencegah karies dengan efektif karena mempunyai beberapa cara kerja

yang berbeda. Fluor dapat bekerja secara sistemik melalui makanan, minuman.

17

Page 18: Minipro Geha Fix

Fluor juga dapat dikonsumsi dalam bentuk tablet dengan cara kerja sistemik

dalam dosis-dosis tertentu, selain juga dapat digunakan secara topikal langsung

pada permukaan gigi (Depkes RI, 1997).

Menurut Djuita (1995) ada beberapa macam cara upaya fluoridasi yaitu :

a. Fluoridasi Air Minum, adalah pemberian fluor dalam dosis tertentu yang

dimasukkan kedalam air minum yang digunakan sehari-hari, pemberian fluor

dengan cara ini dilakukan secara sistemik.

b. Fluoridasi dengan Topikal Aplikasi, yaitu pemberian fluor pada gigi dengan

cara pengolesan pada seluruh permukaan gigi dalam mulut, jadi perawatan

Topikal Aplikasi bersifat lokal pada permukaan gigi. Selain dengan

metode topical dapat juga melalui kegiatan kumur-kumur larutan fluor di sekolah.

c. Fluoridasi melalui Pasta Gigi, umumnya seluruh pasta gigi yang digunakan saat

ini sudah mengandung zat fluor, sehingga penggunaan pasta gigi diharapkan dapat

membantu fluoridasi bila digunakan dengan prosedur menyikat gigi yang benar.

d. Fluoridasi dalam bentuk Tablet, artinya zat fluor dikemas dalam bentuk Tablet

minum dalam dosis-dosis optimal yang dapat diberikan pada anak-anak sekolah

melalui program UKGS maupun ibu-ibu hamil sebagai upaya menjaga kesehatan

gigi agar dapat mencegah terjadinya karies gigi. Fluoridasi dalam bentuk Tablet

dianjurkan dengan menghisap tablet sebelum di telan karena efek preventif

terhadap karies dapat lebih maksimal (Depkes RI, 1997).

18

Page 19: Minipro Geha Fix

3. Diet Kontrol

Faktor penting lain dalam upaya menjaga kesehatan gigi adalah diet control yang

berkaitan dengan frekuensi mengkonsumsi makanan dan yang mengandung

karbohidrat. Tujuan pentingnya adalah mendorong sasaran penyuluhan agar

mengendalikan frekuensi makanan berkarbohidrat, dimana karbohidrat dan gula

merupakan faktor penting penyebab terjadinya karies gigi (Tambun, 2002) .

Menurut Djuita (1995) diet kontrol dimaksud adalah mengupayakan

mengkonsumsi jenis makanan yang berserat dan baik untuk kesehatan gigi karena

mampu membersihkan gigi serta menghindari jenis makanan yang dapat merusak

gigi atau membantu terjadinya karies gigi.

Menurut penelitian, jika gula dikonsumsi diantara waktu makan, frekuensi

karies akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan konsumsi gula yang hanya

terbatas pada saat makan saja. Pengaturan jenis makanan dan frekuensi makan

merupakan cara efektif untuk mencegah karies. Pada dasarnya pengaturan jenis

makanan terkait dengan jenis makanan yang mengandung gula jenis sukrosa,

karena terjadinya karies membutuhkan faktor zat gula untuk difermentasikan

menjadi asam sehingga memudahkan gigi berlubang.

Beberapa jenis makanan yang baik untuk menjaga kesehatan gigi

diantaranya (Melindacare, 2015) :

a. Menghindari terlalu banyak makan permen, kue kering, coklat, peanut butter,

dan makanan manis lainnya. Tidak dianjurkan untuk menjadi makanan camilan.

19

Page 20: Minipro Geha Fix

b. Mengkonsumsi buah dan sayur yang banyak mengandung air, seperti buah Pir,

Melon, Mentimun, Selendri.

c. Mengkonsumsi makanan yang mampu menghasilkan banyak air liur, sehingga

membantu membersihkan sisa-sisa makanan di dinding gigi.

d. Mengurangi makanan yang melekat, seperti kismis, karamel, sirup, ketan,

dodol. Makanan yang melekat sulit dibersihkan karena menempel di gigi. Pada

dasarnya diit control berkaitan tentang pengaturan pola makan dan jenis makanan,

dianjurkan mengkonsumsi makanan berserat dan berair karena bermanfaat untuk

membersihkan gigi ketika digunakan mengunyah makanan, seperti buah tebu

sangat baik untuk membersihkan gigi, buah-buahan yang mengandung air juga

dapat membersihkan gigi. Disamping makanan yang baik untuk gigi juga perlu

mengatur frekuensi makan makanan yang mudah melekat pada gigi serta

mengandung zat gula/sukrosa yang tinggi, karena pembentukan karies gigi sangat

terkait erat dengan sisa makanan yang mengandung gula dan karbohidrat yang

mudah menempel pada permukaan gigi (Depkes RI, 2004).

Djuita (2006) menjelaskan diet kontrol makanan dengan

mengklasifikasikan jenis makanan dalam hubungannya dengan kesehatan gigi,

yaitu :

a. Jenis makanan yang keras dan lunak, dapat menghambat pembentukan plak gigi

dibandingkan jenis makanan yang lunak, sehingga tidak mudah terbentuk karies.

20

Page 21: Minipro Geha Fix

b. Jenis makanan yang manis dan asin, makanan manis terutama jenis karbohidrat

lebih disukai bakteri karena memudahkan bakteri dalam mulut untuk diuraikan

menjadi zat asam yang menjadi penyebab kerusakan gigi.

c. Jenis makanan cair dan melekat, makanan cair dapat lebih menghambat

pembentukan plak dan karies gigi daripada jenis makanan yang melekat.

d. Jenis makanan berupa zat tepung dan serat tumbuhan. Jenis makanan dari zat

tepung sangat memudahkan pembentukan plak dan karies, sebaliknya serat

tumbuhan justru mampu membersihkan gigi dari plak yang dapat menimbulkan

karies.

Menurut Hamsafir (2015), langkah-langkah untuk menjaga kesehatan gigi dan

mulut adalah :

1. Menyikat gigi 2 kali sehari

2. Ganti sikat gigi 3-4 bulan sekali. Pilih sikat gigi yang bulunya lembut dengan

kepala sikat yang dapat menjangkau seluruh permukaan gigi

3. Gunakan pasta gigi yang mencantumkan ADA untuk memastikan kandungan

fluoride cukup untuk mencegah gigi berlubang karies

4. Gunakan obat kumur

5. Gunakan alat bantu membersihkan gigi seperti benang.

6. Hindari makan makanan yang banyak gula dan manis seperti syrup, permen dan

coklat

7. minum air setelah makan

21

Page 22: Minipro Geha Fix

8. Membiasakan untuk makan buah-buahan segar dan berair karena dapat

membantu mengurangi serat-serat

9. Minum setelah makan.

2.3 Pengetahuan

Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah

orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi

melalui pancaindra, yakni : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

tindakan eseorang (overt behavior). Penelitian yang dilakukan oleh Rogers (1947)

mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, didalam

diri seseorang tersebut harus terjadi proses yang berurutan

yaitu: awareness, interest, evaluation, trial, adoption. Apabila adopsi perilaku

didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku

tersebut akan bersifat langgeng (long lasting), sebaliknya apabila perilaku itu tidak

didasari oleh pengetahuan dan kesadaran, tidak akan berlangsung lama

(Notoatmodjo, 2003).

2.3.1 Tingkatan Pengetahuan

Pengetahuan merupakan domain penting dalam membentuk perilaku

disamping domain afektif dan psikomotor. Bloom (1908) dalam Maulana (2009)

menjelaskan domain pengetahuan sebagai domain yang sangat penting

22

Page 23: Minipro Geha Fix

dalam membentuk tindakan/perilaku seseorang. Tingkat pengetahuan di dalam

Domain kognitif, menurut Notoatmodjo (2003) mempunyai 6 tingkatan yaitu :

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya,

termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)

sesuatu yang spesifik dari seluruh badan yang dipelajari atau rangsangan yang

telah diterima

2) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya

terhadap berbagai objek yang dipelajari.

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat

diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip

dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek

kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan

23

Page 24: Minipro Geha Fix

masih ada kaitannya satu sama lain, kemampuan analisis ini dapat dilihat dari

penggunaan kata kerja seperti menggambarkan (membuat bagan), membedakan,

memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

dengan kata lain sintesis merupakan suatu kemampuan untuk menyusun informasi

baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk mempelajari justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. penilaian-penilaian ini didasarkan

pada suatu criteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-

kriteria yang telah ada

2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Sudradjat (2009) bahwa pengetahuan dapat dipengaruhi oleh

berbagai fator, diantaranya :

1) Pengalaman

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman, baik pengalaman pribadi maupun

dari pengalaman orang lain. Pengalaman ini merupakan suatu cara untuk

memperoleh kebenaran.

2) Ekonomi (pendapatan)

24

Page 25: Minipro Geha Fix

Faktor pendapatan keluarga sangat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan pokok

dan sekunder dalam keluarga. Keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih

baik tercukupi bila dibandingkan dengan keluarga dengan status ekonomi rendah.

Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan akan kebutuhan informasi

pendidikan yang termasuk dalam kebutuhan sekunder.

3) Lingkungan Sosial ekonomi

manusia adalah makhluk sosial dimana dalam kehidupan saling berinteraksi satu

dengan yang lain, individu yang dapat berinteraksi dengan lebih banyak dan baik,

maka akan lebih besar mendapatkan informasi.

4) Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan sangat berpengaruh dalam pemberian respon

terhadap sesuatu yang datangnya dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan

memberikan respon yang lebih rasional terhdap informasi yang datang dan akan

berfikir sejauh mana keuntungan yang akan mereka dapatkan.

5) Paparan Media dan Informasi

Melalui berbagai mediam baik cetak maupun elektronik berbagai informasi dapat

diterima oleh masyarakat sehingga seseorang yang lebih sering terpapar di media

massa (TV, Radio, Majalah) akan memperoleh informasi yang lebih banyak

dibandingkan dengan orang yang tidak pernah terpapar informasi media massa.

25

Page 26: Minipro Geha Fix

6) Akses Layanan Kesehatan atau Fasilitas Kesehatan

Mudah atau sulitnya dalam mengakses layanan kesehatan tentunya akan sangat

berpengaruh terhadap pengetahuan khususnya dalam bidang kesehatan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang

menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden (Notoatmodjo, 2007).

2.4 Perilaku dan Perilaku Kesehatan

Perilaku merupakan hasil dari domain pengetahuan. Perubahan perilaku

merupakan tujuan penting dari penyuluhan kesehatan yang terbentuk dari

pengetahuan. Banyak definisi tentang perilaku. Berdasarkan pendapat-pendapat

para pakar ilmu perilaku diantaranya menurut Soekanto (1990) dalam Maulana

(2009), menyebutkan bahwa perilaku merupakan cara masyarakat bertindak atau

berkelakuan yang sama dan harus diikuti oleh semua anggota masyarakat tersebut.

Lewis (1970) dalam Notoatmodjo (2003) mendefinisikan perilaku sebagai hasil

pengalaman dan proses interaksi dengan lingkungannya, yang terwujud dalam

bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan sehingga diperoleh keadaan seimbang

antara kekuatan pendorong dan kekuatan penahan. Perilaku dapat berubah jika

terjadi ketidakseimbangan antara dua kekuatan ini dalam diri seseorang

(Notoatmodjo, 2003).

Perilaku dan Kesehatan memiliki keterkaitan erat. Ilmu perilaku

merupakan cabang ilmu psikologi dan ilmu sosial karena objeknya adalah

manusia. Secara psikologi manusia memiliki proses mental/emosional dan

26

Page 27: Minipro Geha Fix

karakteristik perilaku individu maupun kelompok. Sedangkan secara sosiologis

manusia memerlukan hubungan timbal balik antar individu sampai pada

kelompok masyarakat yang kompleks dengan struktur sosial dan proses sosialnya

(Suparian, 1986 dalam Sarwono, 2007). Dalam lingkup sosial bermasyarakat

manusia akan senantiasa berupaya meningkatkan unsur kesejahteraannya dimana

salah satunya adalah dari aspek kesehatan, dengan cara berperan serta dalam

upaya meningkatkan derajat kesehatan, aspek kajian perilaku dan kesehatan

ditekankan pada upaya menerapkan ilmu perilaku dalam aspek kesehatan

(Sarwono, 2007).

Dari keterkaitan ilmu perilaku dan kesehatan maka muncullah definisi tentang

perilaku kesehatan, diantaranya oleh Notoatmodjo (2003), bahwa perilaku

kesehatan adalah suatu respons seseorang (organism) terhadap stimulus atau objek

yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan

dan minuman serta lingkungan (Notoatmodjo, 2003).

2.4.1 Klasifikasi Perilaku Kesehatan

Perilaku Kesehatan menurut Notoatmodjo (2003) diklasifikasikan menjadi

1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance)

Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga

kesehatan agar tidak sakit dan usaha penyembuhan bilamana sakit. Perilaku

pemeliharaan kesehatan ini dibagi menjadi 3 aspek, yaitu :

a. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan bila sakit, serta pemulihan

kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.

27

Page 28: Minipro Geha Fix

b. Perilaku peningkatan kesehatan, seseorang yang telah sehat pun perlu

diupayakan agar tingkat kesehatannya lebih optimal.

c. Perilaku gizi (makanan) dan minuman, yaitu bagaimana perilaku seseorang

dalam memilih makanan dan minuman agar dapat meningkatkan kesehatan dan

terhindar dari penyakit.

2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan,

atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior).

Yaitu perilaku yang menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat

menderita penyakit atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari

mengobati diri sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri.

3. Perilaku kesehatan lingkungan

Adalah bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik

maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut

mempengaruhi kesehatannya.

Seorang ahli lain Becker (1979) dalam Maulana (2009) membuat

klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan ini, yaitu :

1. Perilaku hidup sehat, yaitu perilaku yang berkaitan dengan upaya

mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Hal ini mencakup makan

dengan menu seimbang, olahraga teratur, tidak merokok, mengendalikan stress,

dan gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan.

28

Page 29: Minipro Geha Fix

2. Perilaku sakit, merupakan respons seseorang terhadap sakit dan penyakit,

persepsi terhadap sakit, pengetahuan tentang penyakit, pengobatan dan usaha

mencegah penyakit.

3. Perilaku peran sakit, mencakup segala aktifitas individu yang menderita sakit

untuk memperoleh kesembuhan. Perilaku peran sakit meliputi: tindakan

memperoleh kesembuhan, mengenal fasilitas pelayanan kesehatan, mengetahui

hak dan kewajiban orang sakit.

2.4.4. Perilaku Kesehatan Gigi

Faktor perilaku memegang peranan penting dalam mempengaruhi

kesehatan gigi dan mulut seseorang termasuk tentang bagaimana menjaga

kebersihan gigi dengan menyikat gigi. Belum optimalnya status kesehatan gigi

dan mulut di sekolah dasar umumnya disebabkan oleh karena perilakunya belum

menunjukkan perilaku sehat (Astoeti, 2006dalam Raule, 2008).

Dalam aspek kesehatan gigi khususnya, bahwa pengetahuan kesehatan gigi dan

mulut sangat penting termasuk cara menjaga kebersihan gigi dan mulut karena

pengetahuan merupakan faktor domain yang sangat penting dalam membentuk

tindakan seseorang, artinya perilaku atau praktik keseharian anak dalam menjaga

kesehatan gigi sangat ditentukan oleh tingkat pengetahuannya tentang kesehatan

gigi (Astoeti, 2006dalam Raule, 2008).

29

Page 30: Minipro Geha Fix

BAB 3

METODE

3.1 Kelompok Sasaran

Yang menjadi kelompok sasaran dalam kegiatan Mini Project ini adalah

santri Pondok Pesantren Darun Najjah Tegalampel Bondowoso.

3.2 Persiapan Penyuluhan

Persiapan penyuluhan terdiri dari beberapa bagian antara lain:

1) Penguasaan materi penyuluhan

2) Penguasaan cara-cara komunikasi atau penyampaian pesan dan

penggunaan alat peraga.

3.3 Rencana Pelaksanaan Penyuluhan

1) Tim penyuluh menemui pemilik pengelola Pondok Pesantren Darun Najjah

untuk meminta ijin akan dilakukannya penyuluhan, bekerja sama dengan

pihak puskesmas Tegalampel Bondowoso

2) Tim penyuluh akan masuk ke kelas.

3) Penyuluh menyampaikan materi kesehatan gigi dan mulut.

4) Untuk menghindari kejenuhan santri, dalam rangkaian acara disisipkan kuis

berhadiah tentang kesehatan gigi dan mulut.

5) Demonstrasi teknik menggosok gigi yang benar oleh penyuluh (Dokter

Internsip) dan dipraktekan ulang oleh beberapa santri.

30

Page 31: Minipro Geha Fix

6) Tanya jawab baik pada saat materi disampaikan maupun pada saat akhir

penyuluhan.

3.4 Isi Penyuluhan

Penyuluhan yang direncanakan akan dilaksanakan pada Senin 6 Juli 2015 tersebut

berisi tentang:

1. Memberikan informasi tentang kesehatan gigi meliputi jenis jenis makanan

yang bisa menyebabkan karies gigi

2. Memberikan keterampilan mengenai cara menggosok gigi yang benar.

3. Demontrasi cara menyikat gigi yang baik dan benar

3.5 Metode Penyuluhan

Penyuluhan akan dilakukan dengan metode peragaan langsung disertai

dengan diskusi serta tanya jawab.

3.6 Media Penyuluhan

Dalam penyuluhan kami menggunakan beberapa media guna mempermudah

dan memperlancar penyampaian materi diantaranya :

1. Leaflet

2. Media Poster

3. Alat peraga yang terdiri dari pantum gigi

4. Sikat gigi dan pasta gigi

5. Gelas

31

Page 32: Minipro Geha Fix

2.7 Rencana Evaluasi

Evaluasi dilakukan dengan melihat beberapa hal diantaranya :

1. Indikator keberhasilan Mini Project ini adalah jumlah peserta yang hadir

100%, dan peserta tersebut mampu mempraktekkan cara sikat gigi yang benar

setelah acara penyuluhan selesai, serta mampu menjawab pertanyaan yang

diberikan oleh dokter Internsip.

2. Waktu penilaian : setelah penyuluhan

3. Instrumen penilaian: menggunakan penilaian secara langsung, dengan

berpedoman pada pedoman cara menggosok gigi yang benar.

4. Penilai : Dokter Internship

32

Page 33: Minipro Geha Fix

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Data Dasar Kecamatan Tegalampel

Luas wilayah : 33.86349 km2 /3.386,3 Ha

Jumlah desa/ Kelurahan : 8 desa

Jumlah penduduk seluruhnya : 25.651

Laki-laki : 12.548

Perempuan : 13.073

4.2 Profil Pondok Pesantren Darun Najjah

Pondok Pesantren Darun Najjah didirikan oleh K.H. Abdul Manaf

Mukhayyar  adalah wakif yaitu orang yang telah mewakafkan tanahnya untuk

lokasi pembangunan Darunnajah. Ia juga membelanjakan hartanya untuk

menggaji guru, membelanjakan uangnya untuk membangun madrasah, dan

menutup biaya operasional pada saat awal mula pendirian pesantren ini. Abdul

Manaf juga penggagas ide pendirian lembaga pendidikan yang mengajarkan

agama Islamdan mencetak kader-kader ulama. Di awal tahun 2011

Yayasan Darunnajah sudah memiliki 14 Pesantren di seluruh Indonesia dengan

ribuan santri yang menuntut ilmu agama Islam didalamnya.

Cabang PP Darun Najjah di Bondowoso terletak di jalan Sekar Putih Indah

1A 0332 422060 Tegal Ampel Bondowoso Jatim. Nama dan Logo Darunnajah

sudah terdaftar  di Dirjen Hak Kekayaan Intelektual, Menteri Hukum dan HAM

RI, nomor IDM000269341, tanggal 21 September 2010 setelah melalui verifikasi

33

Page 34: Minipro Geha Fix

selama 18 bulan. Saat ini jumlah santriwan sebanyak 79 orang dan santriwati

sebanyak 84 orang.

4.3 Penyakit 15 Tertinggi di Puskesmas Tegalampel 2014

No NAMA PENYAKIT JUMLAH %

1Infeksi Akut Pada Saluran Nafas Bagian

Atas 4333 23.99 2 Diare & Gastroenteritis 2047 11.34 3 Gastritis & Duodenitis 1949 10.79 4 Penyakit Sistem Otot & Jaringan Pengikat 1897 10.50 5 Penyakit Darah Tinggi Primer 1325 7.34 6 Demam yang Tidak Diketahui 991 5.49 7 Demam Typhoid & Paratyphoid 816 4.52 8 Asma 671 3.72 9 Suspeck Typhoid 654 3.62 10 Karies Gigi 607 3.36 11 Gout 583 3.23 12 Atopik, Eksim, Dermatitis 569 3.15 13 Nyeri Kepala 567 3.14 14 Common Cold 551 3.05 15 Gingivitis & Penyakit Periodental 499 2.76

34

Page 35: Minipro Geha Fix

4.4 Karakteristik Responden

1. Penyuluhan Kesehatan Gigi

a. Berdasarkan Umur

Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa distribusi frekuensi

responden berdasarkan umur pada penyuluhan Kesehatan Gigi adalah

sebagaimana pada tabel berikut ini :

Tabel V.1Distribusi Frekuensi Responden Penyuluhan Kesehatan Gigi dengan Media Poster

Berdasarkan Kelompok Umur pada Santri Pondok Pesantren Darun Najjah

NoKelompok Umur Frekuensi Persentase

1 10 12 30,8

2 11 14 35,9

3 12 13 33,3

Total 39 100,00

Sumber : Data Primer 2015

Tabel V.1 menunjukkan bahwa distribusi umur responden untuk

masing-masing kelompok umur adalah 35,9% responden berumur 11

tahun, sedangkan sebagian responden lainnya berumur 12 tahun (33,3%)

dan responden yang berumur 10 tahun (30,8%).

b. Berdasarkan Jenis Kelamin

Distribusi frekuensi responden pada penyuluhan kesehatan gigi

dengan media poster berdasarkan jenis kelamin adalah sebagaimana tabel

di bawah ini:

35

Page 36: Minipro Geha Fix

Tabel V.2

Distribusi Frekuensi Responden Penyuluhan Kesehatan Gigi dengan Media Poster Berdasarkan Jenis Kelamin pada Santri Pondok Pesntren Darun Najjah

No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

1 Laki-laki 20 51,3%

2 Perempuan 19 48,7%

Total 39 100,00%

Sumber : Data Primer 2015

Tabel V.2 menunjukkan bahwa distribusi responden berdasarkan

jenis kelamin adalah sebagian responden laki-laki (51,3%), selebihnya

perempuan (48,7%).

2. Pengetahuan Responden pada Pre-test sebelum Penyuluhan Kesehatan Gigi

Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan pada pre-test adalah sebagai

berikut :

Tabel V.3

Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden pada Pre-test Penyuluhan Kesehatan Gigi

NoKategori Pengetahuan Frekuensi Persentase

1 Baik 15 46,2

2 Kurang Baik 24 53,8

Total 39 100

Sumber : Data Primer 2015

36

Page 37: Minipro Geha Fix

Tabel V.3 dapat menunjukkan bahwa sebagian besar responden (53,8%)

tingkat pengetahuannya kurang baik, dan selebihnya (46,2%) tingkat

pengetahuannya baik.

3.Pengetahuan Responden pada Pos-test sebelum Penyuluhan Kesehatan Gigi

Tabel V.4

Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden pada Post test Penyuluhan Kesehatan Gigi

No Kategori Pengetahuan Frekuensi Persentase

1 Baik 28 51,3

2 Kurang Baik 11 48,7

Total 39 100

Sumber : Data Primer 2015

Tabel V.4 menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden pada post-

test setelah diberikan intervensi penyuluhan adalah 51,3% tingkat pengetahuan

baik, dan selebihnya tingkat pengetahuannya kurang baik (48,7%). Sehingga

dapat disimpulkan terjadi peningkatan pengetahuan responden kategori baik

sebesar 5,1%.

37

Page 38: Minipro Geha Fix

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Penyuluhan Kesehatan Gigi

Penyuluhan kesehatan gigi tentang cara menjaga kesehatan gigi dan mulut,

dengan menggabungkan keseluruhan kemudian diberikan pre-test terlebih dahulu,

untuk mengetahui tingkat pengetahuan keseluruhan santri tentang cara menjaga

kesehatan gigi. Intervensi penyuluhan kesehatan gigi menggunakan dua media

yaitu poster dan leaflet dengan materi yang sama yaitu tentang cara menjaga

kesehatan gigi dan mulut.

Pada saat penyuluhan peneliti menyampaikan materi penyuluhan yang

sama. Setelah intervensi penyuluhan kemudian santri diberikan kembali lembar

kuesioner untuk dilakukan post-test. Hasil dari post-test akan dibandingkan

dengan pre-test sehingga dapat diketahui perbedaan peningkatan pengetahuan

santri antara kelompok santri yang diberikan penyuluhan dengan media poster

dengan media leaflet.

Penyuluhan kesehatan gigi sebagai upaya untuk memberikan pengetahuan

tentang kesehatan gigi pada dasarnya menekankan pada aspek kesehatan gigi yang

berhubungan erat dengan upaya keseharian sasaran dalam menjaga kesehatan gigi,

sehingga pemilihan materi penyuluhan diprioritaskan tentang upaya menjaga

38

Page 39: Minipro Geha Fix

kesehatan gigi dan mulut, dimana upaya yang lazim dan umum dilakukan oleh

santri maupun orang dewasa pada umumnya adalah menyikat gigi dan upaya

mengontrol diri dalam mengkonsumsi makanan serta selektif dalam memilih jenis

makanan yang baik dan yang dapat memudahkan terjadinya kerusakan gigi. Hal

ini sejalan dengan pendapat Maulana (2009) bahwa dalam memilih materi

penyuluhan dan prioritas penyuluhan harus mempertimbangkan besarnya dampak

dari masalah/materi yang akan disampaikan. Dalam kesehatan gigi masalah

terbesar adalah penyakit karies gigi dimana karies terjadi karena ketidaktahuan

tentang cara menjaga kesehatan gigi dan mulut (Tarigan,1991).

5.2 Efektifitas Penyuluhan Kesehatan Gigi dengan Media Poster dan Leaflet

terhadap Peningkatan Pengetahuan Santri.

Dari aspek jumlah responden, pada pre-test terdapat 53,8% responden

dengan kategori pengetahuan kurang baik, dan setelah diberikan intervensi

penyuluhan terjadi peningkatan jumlah responden dengan tingkat pengetahuan

kategori baik mencapai 51,3% pada post-test. Artinya setelah diberikan

penyuluhan kesehatan gigi, jumlah responden dengan kategori pengetahuan baik

meningkat sebesar 5,1%.

Menurut Maulana (2009) faktor-faktor yang sangat mempengaruhi

penyuluhan kesehatan adalah dalam aspek pemilihan metode, alat bantu/media,

dan jumlah kelompok sasaran,artinya untuk mendapatkan hasil dari penyuluhan

dengan maksimal ketiga faktor tersebut sangat mempengaruhi. Media yang

digunakan ditentukan oleh intensitas media tersebut dalam

memberikan pengalaman belajar kepada santri, poster sarat dengan tampilan

39

Page 40: Minipro Geha Fix

visual gambar, sehingga lebih melibatkan indera penglihatan santri, apa yang

dilihat santri hanya melibatkan 30% dari indera penglihatan, semakin banyak

mengerahkan indera ketika menerima materi penyuluhan maka tingkat

penerimaan santri dalam menangkap pesan/materi penyuluhan akan semakin

efektif (Depkes RI, 2008)

Media Poster dapat lebih efektif sebagai media penyuluhan karena lebih

membantu menstimulasi indra penglihatan santri, aspek visual pada gambar-

gambar poster lebih memudahkan penerimaan informasi atau materi pendidikan

(Notoatmodjo, 2003). Hal senada dikemukakan oleh Saptarini (2005) bahwa

pesan visual berupa gambar lebih mudah tertanam dalam pikiran audiens

dibandingkan dengan kata-kata. Sehingga penyuluhan kesehatan gigi tentang cara

memelihara kesehatan gigi dapat lebih efektif jika menggunakan media yang lebih

banyak menampilkan gambar terlebih pada sasaran audiens santri sekolah dasar.

Menurut Julhizati (2008) yang mengutip laporan penelitian Malouf (2002)

menyebutkan bahwa dalam upaya mencerna pesan melalui media visual, poster

lebih mampu mencapai sasaran hingga 67% kasus (Depkes, 2008). Namun pada

penelitian ini didapatkan bahwa peningkatan pengetahuan dari skor rata-rata dan

peningkatan jumlah responden dengan kategori pengetahuan baik tidak

menunjukkan peningkatan yang signifikan, sehingga dimungkinkan faktor lain

yang turut mempengaruhi efektifitas penggunaan media poster dalam penyuluhan

kesehatan gigi, terutama dari aspek kapasitas dan kemampuan penyuluh dalam

menyajikan materi penyuluhan kepada responden santri sekolah dasar. Sehingga

peranan faktor pelaku penyuluhan juga turut andil berpengaruh dalam menentukan

efektifitas penyuluhan kesehatan disamping pemanfaatan media poster.40

Page 41: Minipro Geha Fix

Penggunaan Leaflet sebagai media penyuluhan memiliki kelebihan

tersendiri dalam hal kelengkapan materi yang disampaikan disamping penyajian

gambar yang menarik walaupun keterbatasan penyajian leaflet adalah dalam aspek

ukuran leaflet yang kecil dan tidak sebesar poster, oleh karenanya penggunaan

media leaflet dapat digunakan perorangan dalam jumlah yang banyak sesuai

dengan jumlah sasaran penyuluhan.

Menurut Supardi (1998) dalam Amisani (2009) leaflet sangat efektif

dalam meningkatkan efektifitas penyuluhan dengan metode ceramah, karena

leaflet selain merupakan rangkuman dari keseluruhan materi penyuluhan juga

menyajikan gambar menarik sehingga lebih diminati oleh sasaran, terutama santri

sekolah dasar dimana pemberian leaflet dapat lebih fokus pada sasaran perorangan

dari subjek penyuluhan.

Leaflet dan poster pada dasarnya memiliki banyak persamaan sebagai jenis

media cetak untuk penyuluhan, karena keduanya memiliki komposisi dalam hal

pesan gambar dan kalimat singkat, meskipun berbeda dari ukurannya, sehingga

tingkat kemaksimalan penyampaian pesan dari kedua media tersebut sangat

dipengaruhi oleh kapasitas dan kualitas penyajian materi/isi dalam bentuk gambar

dan tulisan (Depkes RI, 2008).

Perbedaan efektifitas antara media poster dan leaflet dalam pelaksanaan

penyuluhan kesehatan gigi dapat dipengaruhi berbagai faktor.

Efektifitas menurut Schemerhon (1986)dalam Danfar (2009) diartikan

sebagai pencapaian target output yang diukur dengan cara membandingkan output

seharusnya dengan output realisasi atau sesungguhnya, artinya dalam konteks

41

Page 42: Minipro Geha Fix

penyuluhan pada penelitian ini bahwa penyuluhan dikatakan efektif jika

antara pre-test dan post-test terjadi peningkatan pengetahuan responden tentang

materi penyuluhan yang disampaikan, peningkatan yang diukur menurut nilai skor

rata-rata dan pengkategorian nilai pengetahuan.

Menurut Notoatmodjo (2003) setiap media penyuluhan memiliki intensitas

yang berbeda ketika diterima oleh sasaran penyuluhan, sehingga juga turut

mempengaruhi tingkat penerimaan audiens terhadap isi materi penyuluhan yang

disampaikan. Media poster dan Leaflet pada dasarnya memiliki tingkat intensitas

yang hampir sama, karena kedua media tersebut termasuk kategori media cetak,

para ahli pendidikan kesehatan membedakan tingkat intensitas sebuah media

berdasarkan jenis media yang digunakan, sehingga jarang sekali ditemukan

penelitian tentang perbandingan dua media yang sejenis.

Efektifitas penyuluhan yang dilakukan akan sangat dipengaruhi pada

faktor penyuluh yang menggunakan metode penyuluhan sesuai dengan kelompok

sasaran, alat bantu media hanya berfungsi memperjelas materi penyuluhan agar

dapat meningkatkan intensitas penerimaan audiens. Faktor audiens juga sangat

mempengaruhi, aspek penginderaan sasaran dalam memaksimalkan upaya

penerimaan terhadap materi penyuluhan akan mempengaruhi pemahaman dan

peningkatan pengetahuan sasaran tentang isi penyuluhan.

Poster dan Leaflet memiliki kemampuan yang berbeda dalam menstimulus

penginderaan santri. Namun poster dan leaflet sama-sama ditekankan untuk

peningkatan aspek kognitif sasaran dan tidak diutamakan untuk meningkatkan

aspek afektif dan psikomotor sasaran (Anderson, 1994). Poster lebih cenderung

42

Page 43: Minipro Geha Fix

pada pemanfaatan gambar dengan ukuran besar sehingga mampu menarik minat

sasaran namun terbatas dalam penyebarannya karena penggunaan poster biasanya

ditempatkan pada dinding ataupun tempat yang mudah dilihat banyak orang,

sedangkan leaflet selain juga menarik sasaran dari penyajian gambar juga

memberikan penjelasan gambar secara ringkas sehingga menstimulus

keingintahuan sasaran untuk membaca lebih lanjut isi leaflet dan memaksimalkan

peningkatan pengetahuan santri, walapun ukuran leaflet lebih kecil namun

penggunaan leaflet biasanya perorangan sehingga dapat efektif diterima seluruh

sasaran (Depkes RI, 2008).

Kesimpulan di atas sejalan dengan penelitian Basuki (2006) yang

menyebutkan bahwa penyuluhan dengan menggunakan leaflet sangat efektif

daripada penyuluhan dengan ceramah lisan. Demikian juga penelitian Saptarini

(2005) menyimpulkan bahwa penyuluhan menggunakan poster cukup efektif

dalam menyampaikan materi penyuluhan, namun perbedaan efektifitas kedua

media tersebut ditentukan oleh intensitas dari desain kedua media tersebut, dari

aspek isi materi, bahasa yang digunakan, dan tampilan visual yang menarik sangat

mempengaruhi perbedaan efektiftas keduanya, disamping aspek kemampuan

komunikasi penyuluh yang memberikan pengaruh dominan dalam menyampaikan

materi penyuluhan.

5.3 Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti membatasi penelitian pengetahuan santri

yang menjadi faktor utama pembentukan perilaku santri dalam upaya menjaga

kesehatan gigi, disamping faktor ekonomi dan latar belakang keluarga santri yang

43

Page 44: Minipro Geha Fix

juga turut mempengaruhi tingkat pengetahuan kesehatan gigi santri, namun karena

keterbatasan peneliti, sehingga fokus penelitian lebih ditekankan pada aspek

pengetahuan. Disamping itu, pengambilan sampel menggunakan santri umumnya

berkisar 10-12 tahun, dimana pada usia tersebut gigi permanent sebagian besar

telah erupsi sehingga penyuluhan diharapkan lebih bermanfaat bagi santri dalam

upaya menjaga kesehatan giginya.

44

Page 45: Minipro Geha Fix

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Penyuluhan mengenai kesehatan gigi yang kami lakukan berjalan dengan

lancar, karena koordinasi yang baik antara pihak puskesmas dengan

sekolah.

2. Proses penyuluhan dengan menggunakan presentasi, video, dan pantum

gigi terbukti berhasil meningkatkan pengetahuan santri mengenai

kesehatan giginya, terlihat dari meningkatnya nilai post-test dibandingkan

dengan nilai pre-test nya.

3. Praktek sikat gigi yang dilakukan di akhir penyuluhan memberikan

pengetahuan kepada santri mengenai cara menyikat gigi yang benar,

karena langsung dikoreksi oleh pihak penyuluh bila terdapat santri yang

belum benar cara menyikat gigi.

5.2 Saran

1. Penyuluhan dan praktek sikat gigi harus dilakukan minimal setahun sekali,

agar santri sudah terbiasa untuk hidup sehat dan bersih

2. Pihak Pondok Pesantren dapat membantu menjaga kesehatan gigi santri

dengan cara mengawasi jenis jajanan yang dijual di kantin pondok

45

Page 46: Minipro Geha Fix

46

Page 47: Minipro Geha Fix

47

Page 48: Minipro Geha Fix

48

Page 49: Minipro Geha Fix

DAFTAR PUSTAKA

Anggreni, D.K. (2007), Hubungan Antara Tingkat Konsumsi Karbohidrat Dan Frekuensi Makanan Kariogenik Dengan Kejadian Karies Gigi Pada Anak Pra Sekolah Di TK ABA 52 Semarang: Skripsi, Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Arici, S. dkk. (2007– last update), “Comparison of Different Toothbrushing Protocols in Poor-Toothbrushing Orthodontic Patient”, Available: http://her.oxfordjournal.erg/ cgi/reprint/30/3/448 (Accessed: 2015, Juli 6)

Do, L.G. & Spencer, A.J. (2007 – last update), “Risk-Benefit Balance in the Use of Flouride among Young Children”, Available: http://pediatric.aappublications .org/cgi/reprint/7 (Accessed: 2015, Juli 6)

Domejean-Orliaguet, S. dkk. (2006, September 14 – last update), “Caries Risk Assessment in an Educational Environment”, Available: http://ajcc.aacnjournals.org /cgi/reprint/13/3/253 (Accessed: 2015, Juli 6)

Fianka, V. (2008–last update), “Karies Gigi”, Available: http://fianka.wordpress.com/2008/ 08/28/karies-gigi/ (Accessed: 2015, Juli 6)

Ginandjar, R. (2015), “Cara Menyikat Gigi Yang Benar” (PDGI Online), Available: http://www.pikiran-rakyat.com (Accessed: 2015, Juli 6)

Griffin, S.O. dkk. (2007 – last update), “ Effectiveness of Flouride in Preventing Caries in Adults”, Available: http://jada.ada.org/cgi/reprint/136/4/150-a (Accessed: 2015, Juli 6)

Hidayanti, L. (2005), Hubungan Karakteristik Keluarga Dan Kebiasaan Konsumsi Makanan Kariogenik Dengan Keparahan Karies Gigi Anak Sekolah Dasar: Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang.

Hilmansyah, H. (2008). ”Perawatan Gigi Bayi Sehari”, (Mail List Bayi Kita), Available: http://bayidananak.com/2008/02/15/perawatan-gigi-bayi-sehari-hari/comment-page-1/ (Accessed: 2015, Juli 6)

Koswara, S. (2006), ”Makanan Bergula Dan Kerusakan Gigi”, Available: http://www.ebookpangan.com (Accessed: 2015, Juli 6)

Leme, A.F.P. dkk. (2006–last update), “The Role of Sucrose in Cariogenic Dental Biofilm Formation-New Insight”, Available: http://jada.ada.org/cgi/reprint/136/4/878 (Accessed: 2015, Juli 6)

49

Page 50: Minipro Geha Fix

Sumarti. (2007). Hubungan Antara Konsumsi Makanan Kariogenik Dan Kebiasaan Menggosok Gigi Dengan Timbulnya Penyakit Karies Gigi Sulung Pada Anak Pra Sekolah Usia 4-6 Tahun di Desa Sekaran Kecamatan GunungPati Semarang Tahun 2007: Skripsi, Universitas negeri Semarang, Semarang.

Touger-Decker, R. & Loveren, Cor van. “Sugars and Dental Caries”, Available: http://www.ajcn.org/cgi/conten/full/78/4/881S?maxtoshow=&HIT (Accessed: 2015, Juli 6)

Viansto, (2008–last update), “Proses Terjadinya Karies Gigi”, Available: http://vianzto.multiply.com/journal/item/9/Proses_Terjadinya_Karies (Accessed: 2015, Juli 6)

50