mikrofiltrasi limbah zat warna indigo biru menggunakan ... · iii prakata puji syukur saya...
TRANSCRIPT
i
MIKROFILTRASI LIMBAH ZAT WARNA INDIGO BIRU
MENGGUNAKAN MEMBRAN POLISULFON
OLEH:
OKA RATNAYANI
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2015
ii
RINGKASAN
Mikrofiltrasi merupakan salah satu metode filtrasi menggunakan membran yang dapat
memisahkan partikel dengan ukuran berkisar antara 10 – 0,05 µm. Membran polisulfon
merupakan salah satu membran sintetik yang dapat digunakan untuk pemisahan zat warna.
Pada penelitian ini, membran polisulfon digunakan untuk memisahkan limbahtekstilyang
mengandung zat warna indigo biru dengan proses mikrofiltrasi. Hasilnya menunjukkan bahwa
membran polisulfon yang terbuat dari polisulfon (PSF) dengan komposisi 18% ditambahkan
18% aditif polietilen glikol (PEG) dengan pelarut N,N-Dimetilasetamid (DMAc) memiliki
fluks air rata-rata sebesar 294,27 L/m2/jam/atm dan fluks indigo biru rata-rata sebesar 110,83
L/m2/jam/atm, sedangkan permselektivitasnya sebesar 100%.
Kata kunci : indigo biru, membran, mikrofiltrasi, polisulfon.
iii
PRAKATA
Puji syukur saya panjatkan kepada Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkah dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul“Mikrofiltrasi
Limbah Zat Warna Indigo Biru Menggunakan Membran Polisulfon” ini dengan baik.
Kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ketua Jurusan Kimia FMIPA Institut Teknologi Bandung
2. Ketua Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana
3. Dekan FMIPA Universitas Udayana
4. Seluruh pihak yang terlibat langsung maupun tak langsung atas konstribusi positif terhadap
tersajinya laporan kemajuan penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan hasil penelitian ini masih ada kekurangan, untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk meningkatkan
kualitas laporan ini.Semogahasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Jimbaran, 17 Desember 2015
Penyusun
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ……………………………….…..………………….. i
RINGKASAN……………………………………………………………… ii
PRAKATA ………………………………………………………………… iii
DAFTAR ISI ………………………………………………….……..…..…. iv
DARTAR GAMBAR ………………………………………………………. v
DARTAR TABEL…………………………………………………………... vi
BAB I PENDAHULUAN … …………………………………………….… 1
1.1 Latar Belakang………….…………………..……………...…….. 1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………….. 1
1.3 Tujuan Penelian …...………………………….…….….………… 2
1.4 Manfaat Penelitian …...……………………………..…………… 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………….... 3
2.1 Teknologi Membran..……………………………………………. 3
2.2 Membran Mikrofiltrasi………………………................................ 3
2.3 Pembuatan Membran dengan Metode Inversi Fasa……………… 4
2.4 Karakterisasi Membran ………....……..………………………… 4
2.5 Scanning Electron Microscopy (SEM)…………………………… 5
2.6 Polisulfon………………………………………………………… 6
2.7 Polietilen Glikol …………………………………………………. 6
2.8 Zat Warna Indigo Biru…………………………………………… 6
BAB III METODE PENELITIAN …..……………….…………………….. 7
3.1 Alat dan Bahan yang Digunakan...……………..……..………….. 7
3.2 Cara Kerja ……………………………………………...………… 7
3.2.1 Pembuatan Membran Polisulfon...……………………….. 7
3.2.2 Karakterisasi Membran Polisulfon…………………………… 8
3.2.3 Mikrofiltrasi Limbah Zat Warna Indigo Biru…………….. 9
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………… 10
4.1 Pembuatan Membran Polisulfon...………………………………… 10
4.2 Karakterisasi Membran ……………………………………………… 10
4.3 Mikrofiltrasi Limbah Zat Warna Indigo Biru…………………….. 13
BAB V SIMPULANDAN SARAN..…………………………....................... 15
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 16
v
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 2.1 Proses Membran …………………………..……………...………………. 3
Gambar 2.2 Skema SEM………………………………………………………………... 5
Gambar 4.1 Permukaan MembranPolisulfon…………………………..……………..... 12
Gambar 4.2 Penampang Lintang Membran Polisulfon ……………………….…….….. 13
vi
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 4.1 Fluks Air dan Dextran…..…………………..……………...…………… ….. 11
Tabel 4.2 Koefisien Rejeksi Membran terhadap Dextran T-70, T-500 dan T-2000…… 12
Tabel 4.3 Fluks dan Koefisien Rejeksi Membran terhadap Indigo Biru………………. 14
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
Pesatnya perkembangan teknologi membran, sebagai salah satu metode yang sangat erat
kaitannya dengan proses pemisahan, pemurnian, dan pemekatan, telah menarik perhatian
banyakorang baik di kalangan ilmuwan maupun industri. Beberapa keuntungan dari
penggunaan teknologi membran adalah : prosesnya sederhana, harganya murah, tidak bereaksi
secara kimia dengan zat yang dipisahkan, dapat berlangsung pada suhu kamar, energi yang
dibutuhkan dalam pengoperasian relatif rendah, serta dapat berlangsung secara kontinu.
Berbagai industri yang melibatkan teknologi membran seperti industri kimia, tekstil, makanan,
perminyakan, pertambangan, farmasi, dan sebagainya (Rautenbach). Selain itu, teknologi
membran juga sering digunakan dalam pengolahan limbah, penjernihan air bahkan desalinasi
air laut (Mulder).
Dalam pengolahan limbah industri tekstil, membran banyak digunakan untuk pemisahan
zat warna. Limbah zat warna tekstil memberikan dampak negatif terhadap lingkungan,
terutama dapat mencemari air dan tanah jika limbah tersebut dibuang sembarangan tanpa
pengolahan terlebih dahulu. Limbah zat warna umumnya merupakan bahan organik yang tidak
mudah didegradasi oleh alam, sehingga penting dilakukan pengolahan zat warna tekstil untuk
mengurangi dampak negatifnya terhadap lingkungan.
Dengan demikian, pada penelitian ini dilakukan pengolahan limbah tekstil yang
mengandung zat warna indigo biru dengan proses mikrofiltrasi menggunakan membran
polisulfon.Membran polisulfon dibuat dengan melarutkan polisulfon (PSF) dengan pelarut
N,N-Dimetilasetamid (DMAc) dan dengan penambahan aditif polietilenglikol (PEG).
Karakterisasi membran dilakukan dengan pengukuran permeabilitas (flux) air serta flux dan
permselektivitas (rejeksi) terhadap dextran T-70, T-500 dan T-2000. Struktur permukaan dan
penampang lintang membran dikarakterisasi dengan Scanning Electron Microscopy (SEM).
1.2 Rumusan Masalah
1. Berapakah besar fluks air, serta fluks dan rejeksi dextran T-70, T-500 dan T-2000 dari
membran polisulfon yang terbuat dari 18% berat polisulfon, 18% berat polietilenglikol
2
dengan pelarut N,N-Dimetilasetamid (DMAc)?
2. Bagaimana struktur permukaan dan penampang lintang membran polisulfon tersebut jika
dikarakterisasi menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM)?
3. Berapa fluks air dan rejeksi membran polisulfon tersebut terhadap zat warna tekstil indigo
biru?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Menentukan fluks air, serta fluks dan rejeksi dextran T-70, T-500 dan T-2000dari
membran polisulfon yang terbuat dari 18% berat polisulfon, 18% berat polietilen glikol
dengan pelarut N,N-Dimetilasetamid (DMAc).
2. Mengkarakterisasi struktur permukaan dan penampang lintang membran polisulfon yang
terbuat dari 18% berat polisulfon, 18% berat polietilenglikol dengan pelarut
N,N-Dimetilasetamid (DMAc), menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM).
3. Menentukanfluks air dan rejeksi membran polisulfon yang terbuat dari 18% berat
polisulfon, 18% berat polietilenglikol dengan pelarut N,N-Dimetilasetamid (DMAc)
terhadap zat warna tekstil indigo biru.
1.4 Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat dihasilkan membran yang terbuat dari bahan polisulfon
untuk pemisahan zat warna tekstil indigo biru, sehingga dapat dimanfaatkan bagi pengolahan
limbah zat warna dalam industri tekstil.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teknologi Membran
Membran adalah lapisan tipis bersifat permiable. Proses pemisahan dengan membran
dilakukan dengan berbagai gaya dorong seperti tekanan, perbedaan konsentrasi, perbedaan
potensial dan lainnya (Rautenbach, 1989). Membran umumnya dibuat dari bahan polimer baik
sintetik maupun alami. Jenis polimer yang baik sebagai bahan pembuatan membran umumnya
yang memiliki kekuatan mekanik yang baik. Skema proses membran filtrasi dapat dilihat di
bawah ini (Mulder, 1996).
Gambar 2.1 Proses Membran
2.2 Membran Mikrofiltrasi
Berdasarkan ukuran porinya, membran dibagi menjadi beberapa kategori sebagai berikut :
membran mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, nanofiltrasi dan reverse osmosis. Membran mikrofiltrasi
digunakan untuk memisahkan molekul dengan ukuran berkisar 0,02 – 10 µm (Mulder, 1996).
Umumnya membran mikrofiltrasi digunakan untuk memisahkan suspensi dan emulsi seperti
4
digunakan dalam industri makanan seperti proses klarifikasi berbagai jenis minuman (juice)
dan juga dalam industri farmasi. Membran mikrofiltrasi dibuat dengan berbagai cara seperti :
sintering, stretching, track-etching dan inversif fasa (Mulder, 1996).
2.3 Pembuatan Membran dengan Metode Inversi Fasa
Larutan polimer yang sudah homogen dicetak dengan menggunakan alat cetak
tergantung bentuk membran yang diinginkan. Untuk pembuatan membran datar dalam skala
laboratorium dapat digunakan pelat kaca. Sedangkan membran serat berongga dibuat
menggunakan alat spinning (Mulder, 1996).
2.4 Karakterisasi Membran
Untuk memahami proses pemisahan dengan membran, perlu diketahui sifat-sifat
kimia dan fisika membran, yang erat kaitannya dengan struktur kimia seperti ukuran pori serta
distribusi pori, serta fungsi membran (permeabilitas dan permselektifitas). Sifat lainnya yang
juga penting adalah kekuatan membran serta ketahanan terhadap range pH yang besar dan
ketahanan terhadap zat kimia, serta kestabilan terhadap perubahan temperatur dan kondisi
lingkungan (Rautenbach, 1989).
Kinerja membran diukur dengan mengukur fluks air menggunakan alat (sel)
ultrafiltrasi. Membran dipotong berbentuk lingkaran dengan diameter 5 cm, kemudian
diletakkan di dalam sel ultrafiltrasi. Pompa bertekanan 1 atm dioperasikan untuk menentukan
fluks air dari membrane tersebut. Air digunakan sebagai umpan.Filtrat yang keluar dari sel
ultrafiltrasi ditampung dan diukur volumenya terhadap waktu. Fluks air dari membran
ditentukan berdasarkan rumus sebagai berikut (Mulder, 1996):
Fluks = Volume permeat
waktu x tekanan
Semakin besar fluks membran semakin baik kinerja membran tersebut.
Rejeksi membran diukur dengan menggunakan sel ultrafiltrasi. Larutan umpan yang
digunakan adalah Dextran dengan berbagai berat molekul.Filtrat yang keluar ditampung dan
dianalisa menggunakan Spektrofotometri. Konsentrasi larutam umpan dan filtrate ditentukan
5
menggunakan kurva kalibrasi, dan rejeksi diukur dengan rumus sebagai berikut (Mulder,
1996):
% R (rejeksi) = Konsentrasi larutan umpan/konsentrat – Konsentrasi permeat x 100%
Konsentrasi larutan umpan
Rejeksi diatas 90% menunjukkan kinerja membran yang baik.
2.5 Scanning Elektron Microscopy (SEM)
Untuk mengetahui ukuran pori dan distribusi pori membran, perlu dilakukan karakterisasi
menggunakan alat Scanning Electron Microscope (SEM). Hasil foto SEM dapat berupa
permukaan membran serta penampang lintangnya. Ukuran pori dan distribusi pori yang
diamatidari foto SEM dapat digunakan untuk menentukan kinerja membran. Prinsip kerja
SEM dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Skema SEM (Rautenbach, 1989)
6
2.6 Polisulfon
Salah satu bahan polimer dengan berat molekul tinggi yang bersifat termoplastik dan tahan
terhadap temperatur tinggi adalah polisulfon. Selain itu, sifat-sifat polisulfon antara lain
(Mulder, 1996) :
- Larut dalam hampir semua pelarut
- Mempunyai kekuatan mekanik yang tinggi
- Adanya gugus sulfon membuatnya tidak mudah teroksidasi
- Tidak mudah rusak oleh larutan alkali atau asam encer
- Transparan, kaku dan mempunyai temperatur transisi gelas 180-250 ºC.
2.7 Polietilen Glikol
Poliester poliol hasil reaksi adisi eter siklik adalah polietilen glikol. Reaksi tersebut
diinisiasi dengan penambahan alkilen oksida pada glikol yang bersesuaian dengan
menggunakan katalis kalium hidroksida (KOH) (Mulder, 1996).
2.8 Zat Warna Indigo Biru
Indigo Biru adalah zat warna karbonil golongan Indigoida yang diperloleh dari hasil
fermentasi tmbuhan Isatis tinctoria (spesi Indigofera). Setelah diekstraksi dan difermentasi,
senyawa Indoxyl dihasilkan yang merupakan senyawa prekursor yang tidak berwarna.
Oksidasi Indoxyl oleh udara menghasilkan warna biru Indigo yang tidak larut dalam air yang
sering disebut Indigo Biru (Adalyna, 2010).
Indigo yang baik dibuat secara sintetik maupun diisolasi dari tumbuhan berbentuk kristal
rombik, serbuk lutrous, berwarna biru tua. Kelarutan Indigo Biru baik sekali dalam aseton
panas dan tidak larut dalam alkohol, air dan eter (Sumardjo, 2006)..
7
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan yang Digunakan
3.1.1 Alat yang Digunakan
Peralatan gelas, tabung reaksi dan rak, Spectronic-20, neraca analisis dan teknik, Scanning
Electron Microscope (SEM), erlenmeyer bertutup, pelat kaca dengan pinggiran selotip,
magnetic stirrer, batang stainless-steel, sel mikrofiltrasi, bak koagulasi, micrometer dan
stopwatch.
3.1.2 Bahan yang Digunakan
Polisulfon dengan berat molekul Mn 3500, polietilen glikol (PEG) dengan berat molekul Mw
300, N,N-Dimetilasetamid (DMAc), asam sulfat pekat, fenol, natrium azida, aqua d.m.,
nitrogen cair, kertas saring, dextran T-70 (Mn 70.000), T-500 (Mn 500.000), T-2000 (Mn
2.000.000), limbah tekstil “indigo biru”.
3.2Cara Kerja
3.2.1 Pembuatan Membran Polisulfon
- Sebanyak 18% berat polisulfon dicampur dengan 18% berat polietilen glikol dengan
menggunakan pelarut N,N-Dimetilasetamid (DMAc). Larutan diaduk selama semalam
dalam erlenmeyer bertutup menggunakan magnetic stirrer smpai seluruh polimer larut
sempurna.
- Larutan polimer yang sudah homogen didiamkan selama sekitar 4 – 6 jam untuk
menghilangkan gelembung udara.
- Larutan dicetak di atas pelat kaca dengan bantuan batang yang terbuat dari stainless-steel
atau Teflon. Pelat kaca yang telah dilapisi larutan polimer kemudian dicelupkan dalam bak
koagulan sampai seluruh larutan polimer terkoagulasi (menghasilkan lapisan tipis
berwarna putih).
- Membran yang dihasilkan dicuci dengan air berulang kali, kemudian dipotong berbentuk
lingkaran dengan diameter 5 cm dan disimpan dalam air yang mengandung natrium azida
sebagai pengawet.
8
3.2.2 Karakterisasi Membran Polisulfon
3.2.2.1 Penentuan Fluks Air
- Membran polisulfon yang telah dipotong berbentuk lingkaran, diletakkan di dalam sel
mikrofiltrasi. Kemudian dilakukan kompaksi dengan menambahkan aqua d.m.
sebanyak kurang lebih 150 mL ke dalam sel mikrofiltrasi kemudian diaduk dengan
magnetic stirrer. Berikan tekanan sebesar 1 atm, sehingga air mengalir ke luar
menembus membran.
- Kompaksi dilakukan selama kurang lebih satu jam sampai fluks air konstan, kemudian
dihitung fluks konstannya, dengan cara menampung air yang keluar per satuan waktu
dimana akan didapat satuan fluks dalam L/m2/atm/jam.
3.2.2.2 Penentuan Fluks Dextran
- Penentuan Fluks Dextran sama dengan penentuan fluks air, dimana air diganti dengan
larutan dextran T-70, T-500 dan T-2000. Tidak perlu melakukan kompaksi lagi.
3.2.2.3 Penentuan Koefisien Rejeksi Terhadap Larutan Dextran
- Penentuan konsentrasi larutan permeat dan umpan/konsentrat dari larutan dextranT-70,
T-500 dan T-2000. Setelah dilakukan mikrofiltrasi larutan dextran menggunakan sel
mikrofiltrasi, konsentrat dan permeat diambil masing-masing sebanyak 10 mL dan
diencerkan sebanyak x kali.
- Larutan dextran yang telah diencerkan, ditambahkan fenol 5% dan asam sulfat pekat
dengan perbandingan larutan: fenol: asam sulfat pekat = 1: 1: 5, hingga dihasilkan
larutan berwarna coklat.
- Larutan dibiarkan hingga dingin, kemudian diukur transmitannya dengan
menggunakan alat spectronic-20 pada panjang gelombang 490 nm. Nilai absorbansi
yang didapatkan diplot pada kurva kalibrasi sehingga didapatkan harga konsentrasi
permeat dan konsentratnya, menggunakan rumus sebagai berikut:
% R (rejeksi) = Konsentrasi larutan umpan/konsentrat – Konsentrasi permeat x 100%
Konsentrasi larutan umpan
9
3.2.2.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi
- Larutan standar dextran T-70, T-500 dan T-2000 dibuat dengan konsentrasi 10 – 100
ppm. Masing-masing larutan ditambahkan dengan fenol 5% dan asam sulfat pekat
seperti pada prosedur 3.2.2.3, sehingga didapatkan harga absorbansi masing-masing
konsentrasi. Kurva kalibrasi dibuat dengan memplot absorbansi terhadap konsentrasi
larutan dextran.
3.2.2.5 Pengamatan Struktur Membran dengan Scanning Electron Microscope (SEM)
- Ukuran poridan distribusi pori membran diamati dengan menggunakan SEM.
Mula-mula membran dikeringkan dengan kertas tissue kemudian dicelupkan ke dalam
nitrogen cair hingga menjadi kaku lalu dipatahkan.
- Permukaan membran dan penampang lintangnya difoto dengan SEM.
3.2.3 Mikrofiltrasi Limbah Zat Warna Tekstil Indigo Biru
- Mikrofiltrasi dilakukan dengan memasukan limbah zat warna tekstil yang
mengandung indigo biru ke dalam sel mikrofiltrasi yang telah terpasang membran
polisulfon.Larutan diaduk dengan magnetic stirrer dan tekanan sebesar 1 atm
diaplikasikan, kemudian permeatnya ditampung.
3.2.3.1 Penentuan Permeabilitas Zat Warna Tekstil Indigo Biru
- Permeabilitasnya ditentukan dengan menghitung fluks indigo biru dengan cara yang
sama seperti penentuan fluks air dan fluks dextran.
3.2.3.2 Penentuan Permselektivitas Zat Warna Tekstil Indigo Biru
- Permeat dan konsentrat indigo biru setelah proses mikrofiltrasi ditampung, kemudian
ditentukan konsentrasinya dengan cara yang sama dengan penentuan konsentrasi
permeat dan konsentrat dextran. Kemudian permselektivitasnya ditentukan dengan
menghitung koefisien rejeksinya seperti pada perhitungan rejeksi dextran.
10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pembuatan Membran Polisulfon
Larutn polimer yang digunakan untuk membuat membran harus bersifat homogen (polimer
larut sempurna), sehingga campuran polisulfon, polietilen glikol dan DMAc harus memiliki
kompatibilitas (derajat pencampuran) yang tinggi, karena jika tidak maka akan terbentuk larutan
polimer yang kurang homogen berwarna keruh. Hal ini akan menghasilkan struktur membran yang
kurang baik dan dapat menurunkan kinerja membran.
Setelah dhasilkan larutan polimer yang homogen, larutan tersebut dimatangkan dengan
cara didiamkan selama 4 – 6 jam untuk menghilangkan gelembung udara karena pengadukan.
Adanya gelembung udara dapat membentuk lubang pada membran.
Setelah pematangan, larutan polimer dicetak dengan cara menuangkan larutan polimer ke
atas pelat kaca kemudian dicetak dengan batang-stainless steel sehingga terbentuk lapisan tipis di
atas pelat kaca. Ketebalan lapisan tipis ini tidak tepat sama karena tergantung tekanan ketika
mencetaknya namun dengan adanya selotip di pinggir pelat kaca diharapkan perbedaan ketebalan
membran tidak terlalu besar. Dengan demikian, dalam penelitian ini, nilai karakterisasinya tidak
tepat sama untuk jenis membran yang sama.
Kemudian lapisan tipis yang dihasilkan segera dicelupkan dengan cepat ke dalam bak
koagulasi berisi air agar terbentuk permukaan membran yang rata. Pada saat pencelupan ini,
terjadi proses koagulasi dimana pelarut akan berdifusi ke non pelarut (air) yang menyebabkan
terjadinya perubahan fasa (transisi fasa) dari lapisan tipis larutan polimer menjadi lapisan
membran yang padat (Margiyani, 2014). PEG sebagai aditif larut dalam air, sehingga kedudukan
aditif akan menghasilkan rongga atau pori-pori membran (Mulder, 2006).
4.2 Karakterisasi Membran
4.2.1 Fluks terhadap Air, Dextran T-70, T-500 dan T-2000
Pengukuran fluks air dan dextran bertujuan untuk memperkirakan porositas membran serta
mengetahui kecepatan air atau dextran melewati membran. Permeabilitas air dan dextran
merupakan banyaknya air dan dextran yang pindah melalui satu satuan luas membran per satu
11
satuan waktu dengan menggunakan satu satuan gradien penggerak sebesar 1 atm. Tabel 4.1
menunjukkan harga fluks air dan dextran.
Tabel 4.1 Fluks Air dan Dextran
No.
Membran
FLUKS (L/m2/jam/atm)
Air Dextran T-70 Dextran T-500 Dextran T-2000
1 343,95 137,58 64,97 30,57
2 355,4 145,22 69,55 -
3 359,24 145,22 84,84 36,69
4 366,88 152,87 91,72 53,50
Rata-rata 356,37 145,22 77,77 40,17
Dari data tabel di atas dapat diamati bahwa semakin kecil ukuran partikel yang melewati membran
maka semakin besar harga fluksnya. Karena air memiliki ukuran terkecil maka air memiliki harga
fluks paling besar. Demikian pula dextran T-70 (Mw 70.000) memiliki fluks lebih besar
dibandingkan dengan T-500 (Mw 500.000) dan T-2000 (Mw 2.000.000) karena dextran T-70 lebih
mudah melewati membran dibandingkan T-500 dan T-2000.
4.2.2 Koefisien Rejeksi terhadap Dextran
Koefisien rejeksi atau sering disebut sebagai koefisien penolakan membran terhadap
larutan, didefinisikan sebagai fraksi konsentrasi zat terlarut yang tidak dapat menembus membran.
Bila koefisien rejeksinya 0% artinya seluruh zat terlarut menembus membran, sedangkan jika
100% maka seluruh zat terlarut ditolak oleh membran.
Dari penelitian ini didapat hasil seperti terlihat pada Tabel 4.2. Dari data tabel tersebut
dapat diamati bahwa semakin kecil ukuran partikel yang akan melewati membran maka makin
kecil harga koefisien rejeksinya karena semakin banyak partikel yang dapat menembus membran.
12
Tabel 4.2 Koefisien Rejeksi Membran terhadap Dextran T-70, T-500 dan T-2000
No.
Membran
KOEFISIEN REJEKSI (%)
Dextran T-70 Dextran T-500 Dextran T-2000
1 10,65 90,89 94,17
2 8,09 58,57 -
3 4,21 42,68 86,85
4 2,59 7,59 77,32
Rata-rata 6,35 49,93 86,11
4.2.3 Penentuan Ukuran Pori Menggunakan SEM
Hasil foto SEM dari membran polisulfon yang dihasilkan dari penelitian ini adalah seperti terlihat
pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1Permukaan Membran Polisulfon
Sedangkan foto SEM penampang lintang membran tersebut dapat diamati pada Gambar 4.2. Dari
gambar tersebut terlihat bahwa permukaan membran yang sering disebut dengan lapisan kulit
memiliki pori yang rapat jika dibandingkan dengan lapisan pendukungnya yang menyerupai jari.
13
Gambar 4.2 Penampang Lintang Membran Polisulfon
4.3 Mikrofiltrasi Limbah Tekstil Indigo Biru
4.3.1 Penentuan Permeabilitas Indigo Biru
Harga fluks dari mikrofiltrasi limbah tekstil Indigo Biru dapat dilihat pada Tabel 4.3. Dari
data tersebut terlihat bahwa harga fluks air lebih besar dari harga fluks Indigo Biru, karena partikel
air lebih kecil dari Indigo Biru sehingga lebih mudah menembus membran.
4.3.2 Penentuan Permselektifitas Indigo Biru
Harga koefisien rejeksi dari mikrofiltrasi limbah tekstil Indigo Biru juga dapat dilihat pada
Tabel 4.3. Dari data tersebut terlihat bahwa pada penelitian ini koefisien rejeksi membran
polisulfon terhadap Indigo Biru mendapatkan hasil yang sangat baik yaitu 100%, artinya tidak ada
Indigo Biru yang dapat menembus membran sehingga metode ini baik sekali digunakan untuk
pemisahan zat warna tekstil Indigo Biru.
14
Tabel 4.3 Fluks dan Koefisien Rejeksi Membran terhadap Indigo Biru
NO MEMBRAN FLUKS INDIGO BIRU
(L/m2/jam/atm)
KOEFISIEN REJEKSI
(%)
9 114,65 100
10 91,72 100
11 76,43 100
12 160,51 100
Rata-rata 110,83 100
15
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Dari hasil penelitian ini didapatkan simpulan sebagai berikut:
1. Harga rata-rata fluks air, serta fluks dan rejeksi dextran T-70, T-500 dan T-2000dari
membran polisulfon yang terbuat dari 18% berat polisulfon, 18% berat polietilen glikol
dengan pelarut N,N-Dimetilasetamid (DMAc) adalah berturut-turut
2. Hasil karakterisasi struktur permukaan dan penampang lintang membran polisulfon yang
terbuat dari 18% berat polisulfon, 18% berat polietilen glikol dengan pelarut
N,N-Dimetilasetamid (DMAc) menggunakan Scanning Electron Microscopy
(SEM) menunjukkan ukuran pori membran tersebut sangat kecil sekali (jauh lebih kecil
dari skala 10 µm). Sedangkan penampang lintang membran tersebut menunjukkan struktur
seperti jari, dimana terlihat bahwa lapisan permukaan membran merupakan lapisan tipis
dengan pori rapat.
3. Harga rata-ratafluks Indigo Biru pada mikrofiltrasi menggunakan membran polisulfon
yang terbuat dari 18% berat polisulfon, 18% berat polietilen glikol dengan pelarut
N,N-Dimetilasetamid (DMAc) adalah sebesar 110,83 L/m2/jam/atm. Sedangkan koefisien
rejeksi terhadap zat warna Indigo Biru menunjukkan hasil yang sangat baik yaitu 100%
yang artinya membran dapat memisahkan zat warna Indigo Biru dengan sempurna.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penentuan ukuran pori membran yang lebih akurat, bisa dilakukan dengan
perbesaran yang lebih tinggi sehingga ukuran pori membran yang dihasilkan dapat diketahui.
16
DAFTAR PUSTAKA
Adalina, Y. dkk. 2010. Sumber Bahan Pewarna Alami Sebagai Tinta Sidik Jari Pemilu. Bogor : Pusat
Penelitian Dan Pengembangan Hutan Dan Konservas Alam Badan Penelitian Dan
Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan.
Margiyani, T., Monica M. SBW, Kusumawati, N., Pengaruh Komposisi Larutan Cetak
(PVDF/NMP/PEG) dan Non Pelarut (H2O/Ch3OH) Terhadap Kinerja Membran PVDF
dalam Pemisahan Pewarna Indigo. UNESA Journal of Chemistry. Vol. 3, No. 3,
September 2014.
Mulder, M. 1996. Basic Principles of Membran Science and Technology. Kluwer Academic
Publisher. Netherland.
Rautenbach, R., Albrect, R. 1989. Membrane Processes. John Wiley & Sons Ltd. USA.
Sumardjo, D. 2006. Pengantar Kimia Buku Panduan Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: Kedoteran
EGC.