mi - 2 ketergantungan narkotika revisi 2014
DESCRIPTION
narkobaTRANSCRIPT
KETERGANTUNGAN
NARKOTIKA MI-2
Tujuan Pembelajaran
Tujuan Pembelajaran Umum
Peserta mampu menjelaskan pengetahuan dasar ketergantungan narkotika.
Tujuan Pembelajaran Khusus
Peserta mampu:
Menjelaskan terminologi terkait ketergantungan narkotika.
Menyebutkan berbagai jenis narkotika menurut PPDGJ III
Menyebutkan penggolongan narkotika menurut UU RI Nomor 35
Menjelaskan patofisiologi ketergantungan narkotika
Menjelaskan faktor-faktor kontribusi terjadinya ketergantungan narkotika.
Menjelaskan berbagai pendekatan ketergantungan narkotika.
Terminologi
Narkotika:
UU 35/2009 : narkotika zat atau obat yang berasal dari tanaman /bukan, baik sintetis / semisintetis yang dapat menyebabkan:
penurunan / perubahan kesadaran
hilangnya rasa
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan
dapat menimbulkan ketergantungan
Penggolongan narkotika dalam UU tidak sejalan dengan terminologi dalam farmakologi dasar adalah besaran masalah penggunaannya
Terminologi (2)
Narkotika:
Narkotikos (Yunani) obat apa saja yang menginduksi
tidur.
Narkotika sering diartikan untuk lingkup yang lebih sempit
opioda
Dalam konteks legal sebagai senyawa yang sering
disalahgunakan dan bersifat adiktif.
Terminologi (3) Ketergantungan zat (narkotika) UU No. 35/2009
tentang Narkotika:
1. Kondisi yang ditandai oleh :
dorongan untuk menggunakan narkotika secara terus
menerus dengan takaran yang meningkat agar
menghasilkan efek yang sama dan
apabila penggunaannya dikurangi / atau dihentikan secara
tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas
2. Terjadi karena penggunaan zat berulang kali secara
teratur sehingga terjadi toleransi dan gejala putus zat.
Keadaan ini dapat terjadi sekalipun penggunaannya
bertujuan terapeutik
Terminologi (4)
Th 1987, American Psychiatric Association (APA)
menggunakan istilah ketergantungan zat bagi
penggunaan zat yang tak terkendali lazim
disebut sebagai adiksi
Istilah adiksi ditinggalkan karena mengandung
konotasi negatif bagi pasien.
KLASIFIKASI ZAT PSIKOAKTIF (PPDGJ III)
1. Alkohol minuman ber-etanol seperti bir, wiski, vodka, brem,
tuak, saguer, ciu, arak.
2. Opioida candu, morfin, heroin, petidin, kodein, metadon.
3. Kanabinoid ganja atau marihuana, hashish.
4. Sedatif dan hipnotik nitrazepam, klonasepam, bromazepam.
5. Kokain daun koka, pasta kokain, bubuk kokain.
6. Stimulan lain kafein, metamfetamin, MDMA.
7. Halusinogen LSD, meskalin, psilosin, psilosibin.
8. Tembakau yang mengandung zat psikoaktif nikotin.
9. Inhalansia atau bahan pelarut yang mudah menguap misalnya
minyak cat, lem, aseton.
PENGGOLONGAN NARKOTIKA
MENURUT UU 35/2009
Golongan I:
dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan.
Dalam jumlah terbatas untuk kepentingan pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia
diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan
persetujuan menteri atas rekomendasi Kepala BPOM (pasal 8).
Termasuk narkotika golongan I adalah opium, heroin, kokain,
ganja, metakualon, metamfetamin, amfetamin, MDMA, STP,
fensiklidin.
PENGGOLONGAN NARKOTIKA
MENURUT UU 35/2009
Golongan II:
berpotensi tinggi menyebabkan ketergantungan
digunakan dalam pengobatan sebagai pilihan terakhir.
Termasuk dalam golongan ini adalah morfin, petidin, metadon.
Golongan III:
berpotensi ringan menyebabkan ketergantungan
Digunakan dalam terapi.
Termasuk dalam golongan ini adalah kodein, bufrenorfin.
Benzodiazepin
Heroin
Kanabis
Metamfetamin
Ekstasi
LSD
Kokain
PCP
PATOFISIOLOGI
Manusia cenderung pleasure seeking
Pengalaman (sensasi) yang menyenangkan dicatat di
otak pada brain reward system:
Nucleus Accumbens (Nac), Ventral Tegmental Area (VTA),
Locus Coeruleus (LC), Periaqueductal Grey (PAG),
amygdala, medial fore-brain bundle yang berisi serabut
dopaminergik dari Nac dan VTA ke korteks pra-frontal.
Dalam hal adiksi, neurotransmiter yang paling penting
berperan adalah dopamin (neurotransmiter kenikmatan)
PATOFISIOLOGI (2)
Neurotransmiter, narkotika dan zat psikoaktif lain
berpengaruh pada kerja otak melalui reseptor yang
terdapat pada sinaps dan dinding sel saraf.
Di dalam otak terdapat senyawa endogen yang berkaitan
dengan rasa nyaman termasuk menghilangkan rasa nyeri
dan kecemasan seperti
endorfin (= morfin),
anandamida (= marihuana/ THC),
dopamin (= kokain, amfetamin),
asetilkolin (= nikotin)
PATOFISIOLOGI (3)
Setiap jenis narkotika dan zat psikoaktif lainnya memengaruhi kinerja neurotransmiter tertentu sehingga terjadi:
perubahan perilaku (menjadi lebih aktif / menjadi lamban),
perasaan (euforia),
proses pikir (lebih cepat atau lebih lamban),
isi pikir (waham),
persepsi (halusinasi),
kesadaran (menurun atau lebih siaga)
Bila zat psikoaktif yang dikonsumsi berlebih dapat terjadi intoksikasi akut sampai overdose
PATOFISIOLOGI (4)
Pemakaian narkotika jangka lama maka akan terjadi :
Toleransi
Toleransi seluler Reseptor menjadi kurang responsif terhadap narkotika,
sehingga untuk timbulnya sensasi (euforia) seperti semula diperlukan jumlah
yang lebih banyak
Toleransi metabolik Toleransi juga bisa terjadi karena metabolisme
narkotika oleh hepar menjadi lebih cepat.
Toleransi behavioral Orang yang semula cukup menikmati efek euforik
dengan 1 linting ganja, secara psikologis ingin menambah rasa euforik
dengan menambah jumlah linting ganja.
Produksi endorfin dalam tubuh akan berkurang.
Bila pada suatu saat orang itu menghentikan atau mengurangi jumlah
morfin yang dikonsumsinya, maka tubuh orang itu akan kekurangan morfin /
endofin, yang secara klinis akan bermanifestasi dalam bentuk gejala putus
opioida.
FAKTOR-FAKTOR KONTRIBUSI
Faktor genetik:
Penelitian pada kembar identik (monozigot) faktor genetik berperan pada ketergantungan kokain, ganja, psikostimulan, opiat
Faktor fisiko tinggi: Hiperaktif
Tidak tekun
Sulit memusatkan perhatian
Mudah kecewa dan menjadi agresif atau destruktif
Mudah murung
Cenderung makan berlebihan
Merokok mulai pada usia dini (saat masih di SD)
Sadis (terhadap saudara atau hewan piaraan)
Sering berbohong, mencuri dan melanggar tata tertib
Memiliki taraf kecerdasan perbatasan (borderline)
PENDEKATAN TERHADAP MASALAH
KETERGANTUNGAN NARKOTIKA
Pendekatan moral:
Pandangan bahwa adiksi adalah konsekuensi dari pilihan
pribadi seseorang
Intoksikasi dinilai sebagai suatu dosa oleh beberapa agama
dan konsumsi alkohol dilarang oleh agama tertentu
(Muslim, Mormon).
Tindak kriminalitas yang dilakukan oleh seseorang yang
mengalami adiksi adalah karena kehendaknya, bukan
karena penyakit.
PENDEKATAN TERHADAP MASALAH
KETERGANTUNGAN NARKOTIKA (2)
Pendekatan psiko-sosio-kultural
Model ini tidak sependapat dengan model penyakit
Pada bangsa Cina dan Yahudi, prevalensi alkoholisme rendah:
konsumsi alkohol dalam jumlah yang wajar tidak dilarang, tetapi
penggunaan berlebihan dilarang.
Pada orang Amerika keturunan Irlandia alkoholisme tinggi karena
konsumsi dalam jumlah banyak dapat diterima
30% anak alkoholik akan menjadi alkoholik; hanya 10% dari ortu
peminum alkohol dlm jumlah sedang menjadi alkoholik
Keluarga dg ikatan emosi lemah, kaku, terlalu moralistik
cenderung mendorong anak jadi alkoholik
PENDEKATAN TERHADAP MASALAH
KETERGANTUNGAN NARKOTIKA (3)
Pendekatan psiko-sosio-kultural (lanjt):
Adiksi terjadi sebagai akibat adanya masalah psikologis yang mendasarinya, misalnya kecewa, sedih dan kecemasan.
Menurut pendekatan ini, tidak semua pola penggunaan
narkotika termasuk penyalahgunaan:
Experimental user
Recreational user
Situational / Instrumental user
Abuser: penggunaan zat secara patologis paling singkat 1 bulan
lamanya sehingga menimbulkan gangguan fungsi sosial atau
pekerjaan
Compulsive dependent user adalah mereka yang sudah mengalami
ketergantungan
PENDEKATAN TERHADAP MASALAH
KETERGANTUNGAN NARKOTIKA (4)
Pendekatan penyakit:
Dikemukakan pertama kali oleh Jellinek (1960) terkait
alkoholisme Terjadi perubahan kimiawi di otak sama
seperti pada penyakit kronis lain
Model ini berpendapat bahwa adiksi adalah penyakit
primer:
Tidak disebabkan adanya gangguan jiwa lain
Model ini mendatangkan profit dan secara politis meluas
kepada masalah lain seperti eating problem, child abuse, judi,
shopping addiction, ketegangan pra-menstruasi, compulsive
love affair.
PENDEKATAN TERHADAP MASALAH
KETERGANTUNGAN NARKOTIKA (5)
Kelebihan model penyakit
Menghilangkan stigma
terhadap penderita
adiksi
Beri peluang untuk
terapi dan rehabilitasi
Kesempatan untuk
melakukan penelitian
tentang adiksi
Kelemahan model penyakit
Pasien menjadi merasa tidak bertanggung jawab atas perbuatan kriminal atau kekerasan krn penyakitnya.
Bila tidak mengalami masalah sosial, tidak dianjurkan berobat sebab tidak memperlihatkan gejala klasik seorang dengan adiksi
29
PENDEKATAN TERHADAP MASALAH
KETERGANTUNGAN NARKOTIKA (6)
Pendekatan biopsikososial:
Adiksi adalah suatu sindroma multivariat:
pola penggunaan berbeda-beda, akibat berbeda-beda, prognosis
berbeda-beda
Model Kesehatan Masyarakat
Individu (Kepribadian,
Psikopatologi, Religiusitas, dll)
Faktor Narkoba
(Ketersediaan,
Jenis, Daya Tarik)
Situasi /
Lingkungan (Sosial
dan Fisik)