metodelogi penelitian
DESCRIPTION
membangun citra merekTRANSCRIPT
Nama : Abdur rofikNIM : 080910202051
BRAND COMMUNITY DALAM MEMBANGUN CITRA MEREK SUZUKI SATRIA FU DI JEMBER
(STUDI KASUS PADA KOMUNITAS SUZUKI SATRIA FU BIKERS JEMBER)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kondisi perekonomian suatu negara akan mempengaruhi pola pikir masyarakat.
Demikian pula yang terjadi di Indonesia, masyarakat menentukan sendiri barang dan jasa yang
dikehendaki sesuai dengan kemampuan ekonomis yang dimilikinya sehingga para pengusaha
sekarang harus mampu berorientasi ke arah pasar konsumen artinya kondisi pasar ditangan
konsumen. Konsumen bebas menggunakan uang yang dimilikinya serta bebas untuk
membandingkan produk yang ada beserta faktor yang berhubungan dengan produk tersebut
seperti merek, citra produk, harga produk, kualitas produk dan pelayanan.
Setiap pemasar harus dapat melihat segala macam celah bisnis dan permintaan
konsumen serta cerdik dalam mentargetkan pangsa pasar yang tepat untuk dapat berhasil dalam
ketatnya persaingan industri bisnis saat ini. Mengetahui apa saja keinginan dan kebutuhan
konsumen merupakan persyaratan utama yang diperlukan sebelum merancang, memproduksi dan
mempromosikan suatu produk baru. Inovasi dan kreatifitas diperlukan untuk membendung
persaingan dari pihak lain dan untuk menarik konsumen membeli barang atau menggunakan jasa
yang ditawarkan. Menjadi pihak pertama yang mengeluarkan suatu produk bukanlah suatu
jaminan, pemasar harus selalu mencari metode-metode baru dalam setiap langkahnya untuk
mencari cara bagaimana mempertahankan pelanggan atau menarik konsumen baru.
Konsumen saat ini mempunyai pilihan dan alternatif produk yang tidak terbatas, dengan
beragam harga, kualitas, kelebihan dan pelayanan. Produsen produk berlomba-lomba
memberikan produk dengan kualitas tertinggi, pelayanan terbaik bahkan berbagai macam hadiah
untuk menarik konsumen membeli produk mereka sekaligus mengalahkan pesaingnya yang
memiliki jenis produk yang sama. keputusan konsumen dalam membeli bukan hanya mengacu
pada pertimbangan ekonomis semata, tetapi lebih berorientasi pada seberapa besar utilitas dan
nilai kepuasan yang didapat dari apa yang dikorbankan, serta bagaimana suatu produk dapat
mewakili kebutuhannya. Kondisi ini tentunya menuntut setiap produsen sepeda motor untuk
senantiasa mengembangkan konsep produk yang ditawarkan, mengingat produk sepeda motor
sangat peka terhadap selera konsumen dan tuntutan perkembangan jaman
Pada zaman sekarang ini, sarana transportasi telah menjadi bagian yang penting dari
kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan transportasi merupakan sarana utama bagi manusia
dalam kehidupan sehari–hari untuk bergerak dan berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya
dengan cepat. Seiring dengan perkembangan teknologi dan pembangunan yang ada di segala
bidang saat ini, perkembangan sarana transportasi pun telah berlangsung dengan cepat. Mulai
dari sarana transportasi yang sangat sederhana sebelum tahun 1990 sampai sarana transportasai
yang mewah yang banyak kita jumpai di abad 21 ini. Motor merupakan salah satu bentuk dari
sarana transportasi darat yang sudah banyak dimiliki oleh masyarakat.
Pada umumnya masyarakat membeli motor untuk menikmati dua fungsi, yaitu: sebagai
sarana untuk mengantarkan penumpang dari satu tempat ke tempat yang lainnya dan mengangkut
barang–barang dalam aktivitas kerja sehari–hari, sedangkan fungsi lainnya adalah untuk
mendapatkan suatu prestise yang akan memberikan kepuasan tersendiri bagi seseorang. Situasi
pasar saat ini semakin kompetitif dengan persaingan yang semakin meningkat pula diantara para
produsen. Semakin ketatnya persaingan tersebut maka akan semakin mengarahkan
perekonomian Indonesia ke mekanisme pasar yang memposisikan pemasar untuk selalu
mengembangkan dan merebut market share (pangsa pasar).
Menurut Hermawan Kartajaya (2004: 144), brand merupakan nilai utama pemasaran.
Jika situasi persaingan meningkat, peran pemasaran akan makin meningkat pula dan pada saat
yang sama peran brand akan semakin penting. Dengan demikian, brand saat ini tak hanya
sekedar identitas suatu produk saja dan hanya sebagai pembeda dari produk pesaing, melainkan
lebih dari itu, brand memiliki ikatan emosional istimewa yang tercipta antara konsumen dengan
produsen. Pesaing bisa saja menawarkan produk yang mirip, tapi mereka tidak mungkin
menawarkan janji emosional yang sama..
Persaingan pasar yang semakin ketat secara tidak langsung akan mempengaruhi suatu
perusahaan dalam mempertahankan pangsa pasar. Untuk dapat bertahan dalam persaingan yang
semakin ketat, maka perusahaan dituntut lebih memperhatikan kebutuhan dan keinginan
pelanggangnya. Dengan alasan tersebut perusahaan berusaha untuk menciptakan konsumen yang
loyal dengan membangun citra merek yang kuat dibenak pelanggan melalui komunitas merek.
Dalam persaingan bisnis yang amat ketat tersebut sangat dibutuhkan informasi yang cepat agar
perusahaan mampu memahami gejala pasar dan selera konsumen benar-benar terpenuhi. Dengan
berkolaborasi atau membentuk sebuah komunitas maka perusahaan akan dengan cepat
mengetahui perkembangan pasar dan tren yang lagi marak.
Sekarang ini keberadaan merek menjadi semakin penting, merek bukanlah hanya
sekedar nama atau simbol saja. Merek menjadi satu pembeda suatu produk dari produk lainnya,
sekaligus menegaskan persepsi kualitas. Seseorang membeli karena pengaruh sebuah merek.
Persepsi ini bukan sekedar tentang barang atau jasa, melainkan juga persepsi akan kualitas dan
gengsi yang diraih.
Banyak orang memahami sebuah merek hanya sebatas simbol yang terdiri atas beberapa
elemen bentuk dan warna, ataupun berupa logo dan simbol-simbol. Namun, jika kita mau
mengamati lebih jauh, sebenarnya merek memiliki nilai bersifat emosional (intangible) yang
jauh lebih besar dari sekedar bentuk atau tempelan yang digunakan sebagai hiasan sebuah
produk. Ada begitu banyak ragam produk di pasaran. Terkadang brand yang satu dengan yang
lain mengeluarkan jenis produk yang sama atau memiliki kemiripan. Akhirnya yang
membedakan mereka adalah bagaimana setiap brand tersebut memiliki citra tersendiri yang
terbangun di benak masyarakat, dan membangun loyalitas. Untuk menciptakan citra brand
tersebut, pemilik perusahaan harus bisa mengorelasikan nilai-nilai yang dijiwai dalam
perusahaan. Ini tidak hanya melalui tampilan visual, tapi juga melalui perilaku yang ditampilkan
di setiap titik interaksi.
Tak dapat dipungkiri bahwa perkembangan dunia otomotif hingga saat ini masih
mampu memikat perhatian. Kebutuhan akan sepeda motor tidak hanya menjadi sekedar alat
tranportasi biasa tetapi bagi sebagian kalangan masyarakat telah menjadi bagian dari gaya hidup.
Kondisi ini tentunya menuntut setiap produsen sepeda motor untuk senantiasa mengembangkan
konsep produk yang ditawarkan, mengingat produk sepeda motor sangat peka terhadap selera
konsumen dan tuntutan perkembangan jaman. Perkembangan industri sepeda motor di Indonesia
dengan bermacam merek yang digunakan oleh perusahaan produsennya juga menjadikan isu
merek ini menjadi sangat strategis dikarenakan dapat menjadi saran bagi perusahaan untuk
mengembangkan dan memelihara loyalitas pelanggan. Merek yang kuat akan membangun
loyalitas dan loyalitas akan mendorong bisnis terulang kembali. Merek yang kuat juga akan
menghasilkan harga yang menarik dan menjadi penghalang bagi masuknya pesaing.
Di tengah maraknya persaingan dan membanjirnya penawaran produk dengan ratusan
bahkan ribuan merek di pasar baik dari dalam dan luar negeri maka bertambah pula pekerjaan
rumah bagi pemasar untuk dapat bertahan dan berhasil di pasar. Tantangan tersebut dapat
direspon dengan cara membentuk identitas produk yang kuat atau yang lazim kita kenal dengan
istilah ekuitas merek yang kuat.
Menurut Kotler (1997:283) “merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan,
atau kombinasi dari semua ini yang dimaksudkan untuk mengenali produk atau jasa dari
seseorang atau beberapa penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing.” Persaingan
yang semakin ketat saat ini untuk semua kategori produk melahirkan berbagai macam merek
yang semakin menjadi identitas masing-masing produk tersebut. Peranan merek bukan lagi
sekedar nama atau pembeda dengan produk-produk pesaing, tetapi sudah menjadi salah satu
faktor penting dalam keunggulan bersaing. Merek memberikan konsumen suatu sumber pilihan,
menyederhanakan keputusan, menawarkan jaminan mutu dan mengurangi resiko, membantu
ekspresi diri, serta menawarkan persahabatan dan kesenangan.
Kotler (1997:63) mengemukakan bahwa suatu merek adalah suatu simbol yang komplek yang
menjelaskan enam tingkatan pengertian, yaitu:
a. Atribut produk
Merek memberikan ingatan pada atribut - atribut tertentu dari suatu produk, misalnya jika
kita mendengar merek Nutrisari, tentunya kita teringat akan minuman rasa jeruk.
b. Manfaat
Atribut - atribut produk yang dapat diingat melalui merek harus dapat diterjemahkan
dalam bentuk manfaat baik secara fungsional dan manfaat secara emosional, misalnya
atribut kekuatan kemasan produk menterjemahkan manfaat secara fungsional dan atribut
harga produk menterjemahkan manfaat secara emosional yang berhubungan dengan harga
diri dan status.
c. Nilai
Merek mencerminkan nilai yang dimiliki oleh produsen sebuah produk, misalnya merek
Sony mencerminkan produsen elektronik yang memiliki teknologi yang canggih dan
modern.
d. Budaya
Merek mempresentasikan suatu budaya tertentu, misalnya Mercedes mempresentasikan
budaya Jerman yang teratur, efisien, dan berkualitas tinggi.
e. Kepribadian
Merek dapat diproyeksikan pada suatu kepribadian tertentu, misalnya Isuzu Panther yang
diasosikan dengan kepribadian binatang panther yang kuat (mesin kuat dan tahan lama).
f. Pengguna
Merek mengelompokkan tipe - tipe konsumen yang akan membeli atau mengkonsumsi
suatu produk, misalnya Honda Jazz untuk konsumen remaja dan pemuda
.
Konsumen akan selalu membeli produk yang mereka butuhkan, tapi produk yang mana
yang mereka beli dan bagaimana mereka membuat keputusan itu erat hubungannya dengan
perasaan mereka terhadap merek-merek produk yang ditawarkan. Pada titik inilah citra merek
sangat penting, karena pencitraan mereka terhadap merek adalah hal yang biasanya diingat oleh
konsumen. Pencitraan adalah faktor penting dalam pengambilan keputusan pembelian, dan
terkadang tak hanya berhubungan dengan image yang ingin dimiliki atau diimpikan konsumen
tapi juga dengan serangkaian nilai yang dipercayainya.
Konsep komunitas merek menurut Muniz Jr dan O’Guinn (2001): adalah bentuk
komunitas yang terspesialisasi, memiliki ikatan yang tidak berbasis pada ikatan secara geografi
namun lebih didasarkan pada seperangkat struktur hubungan sosial di antara penggemar merek
tertentu. Dengan membentuk komunitas merek secara langsung atau tidak langsung diharapkan
mampu untuk menciptakan sebuah kepercayaan Merek. Komunitas merek akan menghasilkan
informasi yang terpercaya karena bersumber langsung dari pengalaman pemakainya.
Kartajaya (2010:87) mengemukakan bahwa “di era New Wave ini, komunitisasi adalah
langkah pertama dalam strategi. Filosofi dalam hal ini pada dasarnya adalah perusahaan harus
memberikan kesempatan supaya brand-nya dapat dimiliki dan dibesarkan oleh komunitasnya.”
Komunitas bisa anda susupi atau diajak kolaborasi atau bisa juga anda bentuk sendiri. Satu hal
yang terpenting adalah bagaimana ia menjadi sentral dari strategi bisnis perusahaan, bukan
sekedar salah satu aktivitas pemasaran atau public relation semata. Kalau komunitas konsumen
dari suatu perusahaan sudah jelas, teridentifikasi atau terbentuk, tergambar secara jelas tujuan,
identitas dan nilai-nilainya dan cocok untuk kita ajak kolaborasi, langkah-langkah pemasaran
yang lain tinggal mengikuti dan pembangunan karakter dapat terfokus pada hal-hal yang terkait
dengan komunitas tersebut.
Sebuah komunitas yang beranggotakan para pengguna suatu produk/merek tertentu,
atau merupakan sekumpulan orang dengan hobi yang sama. Hasil surveynya di tampilkan pada
majalah SWA edisi No.24/XXIII/8-21 November 2007. Ada tiga hal yang melatar belakangi
survei ini: keyakinan bahwa komunitas adalah pasar potensial masa depan, potensi dan manfaat
komunitas belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai sarana pemasaran, belum banyak
produsen yang sadar memanfaatkan atau mengantisipasi kelahiran komunitas yang kian marak
ini. Saat komunitas berkumpul, sesungguhnya mereka sedang berinteraksi intens dengan sebuah
merek. Merek-merek itu bahkan berfungsi menjadi pengikat yang menyatukan anggota
komunitas. Oleh karena itu tujuan survey ini adalah melihat sejauh mana komunitas konsumen
dapat menjulangkan merek dan nama baik perusahaan, juga bias menjadi indikator positif arus
kas perusahaan. Setelah dilakukan survey terhadap 17 komunitas di Indonesia dengan jumlah
responden 1.173 orang, menghasilkan gambaran bahwa: keberadaan komunitas konsumen
selama ini kebanyakan masih berproses sederhana, tidak banyak produsen yang memperhatikan
secara penuh dan mengemasnya dengan baik, walaupun semuanya tampak turut berkontribusi,
tapi umumnya hal itu terjadi secara alamiah, dengan sedikit polesan.
Sekarang ini setiap pemasar harus dapat melihat segala macam celah bisnis dan
permintaan konsumen serta cerdik dalam mentargetkan pangsa pasar yang tepat untuk dapat
berhasil dalam ketatnya persaingan industri bisnis. Sehingga, mengetahui apa saja keinginan dan
kebutuhan konsumen merupakan persyaratan utama yang diperlukan sebelum merancang,
memproduksi dan mempromosikan suatu produk baru. Inovasi dan kreatifitas diperlukan untuk
membendung persaingan dari pihak lain dan untuk menarik konsumen membeli barang atau
menggunakan jasa yang ditawarkan. Menjadi pihak pertama yang mengeluarkan suatu produk
bukanlah suatu jaminan, pemasar harus selalu mencari metode-metode baru dalam setiap
langkahnya untuk mencari cara bagaimana mempertahankan pelanggan atau menarik konsumen
baru.
Konsumen saat ini mempunyai pilihan dan alternatif produk yang tidak terbatas, dengan
beragam harga, kualitas, kelebihan dan pelayanan. Produsen produk berlomba-lomba
memberikan produk dengan kualitas tertinggi, pelayanan terbaik bahkan berbagai macam hadiah
untuk menarik konsumen membeli produk mereka sekaligus mengalahkan pesaingnya yang
memiliki jenis produk yang sama. Dengan membentuk atau berkolaborasi dengan komunitas,
pemasar bisa langsung mendengarkan dan mengetahui apa yang dibutuhkan oleh konsumen dan
hal baru apa yang sedang menjadi tren. Raymond (2003:9) dengarkan, lihat, tanyakan, kemudian
bertindaklah. Saat ini konsumen senang membeli barang-barang yang mencerminkan gaya hidup
mereka, menunjukkan tentang siapa mereka, kemana mereka akan pergi dan bergaul, dan
terlebih membuat mereka merasa lebih baik.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam kondisi persaingan usaha yang semakin ketat saat ini perusahaan perlu
memanfaatkan sumber daya perusahaan dengan optimal, termasuk berusaha mendekatkan diri
dengan konsumen serta menciptakan value berupa kualiatas produk dan layanan prima yang
dapat yang dapat mempengaruhi persepsi konsumen, misalnya melalui citra merek produknya.
Pemasaran saat ini harus berorientasi pada konsumen, jangan pernah berhenti
mendengarkan konsumen jika merek anda tidak ingin dilupakan oleh mereka. Membangun
sebuah merek yang kuat adalah suatu keharusan bagi semua perusahaan karena merek tersebut
dapat membangun emotional identity dengan pelanggan. Merek yang kuat adalah merek yang
mampu tertanam kuat di benak pelanggan. Bentuklah merek yang dapat dipercaya dan terus
terpercaya. Kepercayaan dapat terbentuk dari apa yang diberikan oleh produk terhadap apa yang
diharapakan pelanggan bisa sesuai, terlebih produk tersebut dapat memberikan nilai lebih dari
apa yang diharapkan oleh pelanggan. Sebuah merek akan semakin masuk dalam benak
pelanggan dengan penyampaian kualitas dan nilai yang kreatif dan inovatif.
Langkah strategik untuk menjaga kredibilitas perusahaan adalah lewat komunitas.
Karena dengan bergabung dan menghorisontalkan diri dengan komunitas konsumen, pemasar
tidak lagi bekerja sendiri, mereka akan mendapatkan dukungan dari komunitas tersebut untuk
menjaga dan melindungi kredibilitasnya di pasar.
Berdasarkan uraian diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
“Bagaimana peranan brand community dalam membangun citra merek Suzuki Satria FU ?”
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai pleh peneliti dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui peranan brand community dalam membangun citra merek Suzuki Satria FU
melalui studi kasus pada komunitas STRIKER (Suzuki Satria F150 Bikers Jember).
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Merek (Brand)
Keahlian dari pemasar yang sangat profesional adalah kemampuannya untuk
menciptakan, memelihara, melindungi, dan meningkatkan merek. Para pemasar mengatakan
bahwa pemberian merek adalah seni dan bagian paling penting dalam pemasaran.
Pengertian merek menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tanda yang
dikenakan oleh pengusaha (pabrik, produsen, dan sebagainya) pada barang-barang yang
dihasilkan sebagai tanda pengenal; cap (tanda) yang menjadi pengenal untuk menyatakan nama
dan sebagainya.
Undang-undang republik indonesia nomor 15 tahun 2001 tentang merek memberikan
definisi merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan
warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan
dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Menurut kartajaya (2004:144) merek merupakan nilai utama pemasaran. Jika situasi
persaingan meningkat, peran pemasaran akan makin meningkat pula. Dan pada saat yang sama,
peran merek akan menjadi semakin penting. Pada prinsipnya, kita belum berbicara tentang
pemasaran yang sesungguhnya jika mengabaikan peran merek.
Menurut American Marketing Association (Kotler, 2000:282), merek adalah nama,
istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksud untuk
mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau kelompok penjual dan untuk membedakan
dari produk pesaing.
Menurut Aaker (1991), merek adalah “ A distinguishing name and/or symbol (such as
logo, trade mark, or package design) intended to identify to goods or service of either one seller
of a group of seller, and to differentiate those goods or service from those of competitors” . Suatu
merek pada gilirannya memberi tanda pada konsumen mengenai sumber produk tersebut. Di
samping itu, merek melindungi, baik konsumen maupun produsen dari para kompetitor yang
berusaha memberikan produk-produk yang tampak identik.
Brand bukan sekedar nama, logo, atau simbol. Ia merupakan “aura” suatu produk.
Mendengar “ferrari” misalnya, orang segera mengasosiasikannya dengan sejumlah hal hebat,
kecepatan pacu, ketangguhan mesin, keindahan artistik, dan kecanggihan teknologi. Itulah
kedahsyatan brand. Orang sudah dibuat terpikat ketika dari mendengar namanya saja. Tentu saja,
brand yang kuat hanya mungkin tertananm dibenak konsumen, terutama melalui kualitas produk
yang luar biasa dan layanan yang prima. (Kartajaya 2002:82)
Merek sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan
keistimewaan, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek-merek terbaik memberikan
jaminan mutu. Akan tetapi, merek lebih dari sekedar simbol. Menurut Kotler (2000:282) merek
dapat memiliki enam level pengertian yaitu sebagai berikut:
g. Atribut produk
Merek memberikan ingatan pada atribut - atribut tertentu dari suatu produk, misalnya jika
kita mendengar merek Nutrisari, tentunya kita teringat akan minuman rasa jeruk.
h. Manfaat
Atribut - atribut produk yang dapat diingat melalui merek harus dapat diterjemahkan
dalam bentuk manfaat baik secara fungsional dan manfaat secara emosional, misalnya
atribut kekuatan kemasan produk menterjemahkan manfaat secara fungsional dan atribut
harga produk menterjemahkan manfaat secara emosional yang berhubungan dengan harga
diri dan status.
i. Nilai
Merek mencerminkan nilai yang dimiliki oleh produsen sebuah produk, misalnya merek
Sony mencerminkan produsen elektronik yang memiliki teknologi yang canggih dan
modern.
j. Budaya
Merek mempresentasikan suatu budaya tertentu, misalnya Mercedes mempresentasikan
budaya Jerman yang teratur, efisien, dan berkualitas tinggi.
k. Kepribadian
Merek dapat diproyeksikan pada suatu kepribadian tertentu, misalnya Isuzu Panther yang
diasosikan dengan kepribadian binatang panther yang kuat (mesin kuat dan tahan lama).
2.2 Peranan dan Kegunaan Merek
Merek sendiri mempunyai peran utama sebagai pembeda produk yang satu dengan
produk sejenis di pasaran. Merek merupakan jalan pintas proses komunikasi, hanya dengan
sebuah nama – sebagai merek – nama tersebut akan diikuti dengan serangkaian kesan dan
perasaan. Sebuah nama dapat dikatakan sebagai merek jika nama tersebut :
a. Membawa nilai-nilai yang jelas. Dalam pikiran konsumen, merek harus mempunyai
profil yang jelas akan nilai-nilai yang diwakilinya,
b. Dapat dibedakan. Merek tersebut harus dapat membuat produknya terlihat berbeda
dibandingkan dengan produk sejenisnya,
c. Menarik. Merek harus menarik, memberikan pengalaman positif serta dapat
menimbulkan alasan emosional bagi konsumen untuk mempercayai dan mengandalkan
merek tersebut,
d. Memiliki identitas yang jelas. Merek harus bisa dikenali konsumen dengan mudah, dan
mudah untuk diingat. Jika merek suatu produk tidak dapat diidentifikasi oleh konsumen,
maka tidak mungkin akan terjadi loyalitas merek. (Nilson, 1998:52-55).
Merek bagi konsumen sekarang ini tidak lagi hanya dilihat dari kemampuan fungsional
produknya saja tapi bagaimana merek tersebut dapat menimbulkan emosi-emosi tertentu pada
pelanggannya, apakah merek tersebut dapat berperan sebagai trendsetter, apakah merek itu dapat
memenuhi janji-janji yang dipromosikannya, serta nilai apa saja yang dipegang oleh merek
tersebut.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa merek bukan hanya sebagai nama, simbol,
ataupun logo. Merek merupakan pembeda suatu produk dengan produk pesaingnya, dan untuk
mempermudah pelanggan untuk mengenali dan mengidentifikasi barang atau jasa yang hendak
dibeli. Dengam demikian merek meliputi:
a. Nama merek harus menunjukkan manfaat dan mutu produk tersebut
b. Nama merek harus mudah diucapkan, dikenal, dan diingat (tidak lebih dari 3 suku kata)
c. Nama merek harus mudah terbedakan, artinya harus spesifik dan khas
d. Nama merek harus bisa memperoleh hak untuk didaftarkan dan mendapat perlindungan
hukum.
Sebuah merek memiliki beberapa elemen/identitas, baik yang bersifat tangible (seperti
nama merek, simbol, slogan, desain grafis, dan sebagainya) maupun intangible (contohnya nilai
simbolis, ikatan khusus, kepribadian, citra diri, dan seterunya). Nama merek dapat didasarkan
pada sejumlah aspek, diantaranya:
a. Nama orang (pendiri, pemilik, menajer, mitra bisnis, orang lain yang diasosiasikan
dengan produk)
b. Nama tempat (geographic brand names; baik tempat asal ditemukannya,
dikembangkannya maupun tempat dijualnya produk atau jasa bersangkutan)
c. Nama ilmiah yang diciptakan (invented scientific names; contohnya Gramophone,
Caligraph Typerwriter, dan Cuticura soap)
d. Artficial names (yang mungkin saja tanpa makna khusus, contohnya kodak dan Uneeda
Biscuit)
e. Descriptive names (menggambarkan manfaat atau aspek kunci produk, contohnya Obat
Gosok Tjap Onta, Kojok Moestadjab, dan Minjak Oerat Mastika) dan,
f. Alpha numeric brand (mengandung unsur angka, baik dalam bentuk digit maupun
tertulis, contohnya obat nyamuk Tiga Roda, rokok Dji Sam Soe (234), Intel Pentium IV)
Tjiptono (2008:347-348).
Menurut Durianto, dkk (2001:2) merek sangat penting saat ini karena beberapa faktor
seperti:
a. Emosi konsumen terkadang naik turun, merek mampu membuat janji emosi menjadi
konsisten dan stabil
b. Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar, beberapa merek yang kuat
mampu diterima di seluruh dunia dan budaya
c. Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen, semakin kuat suatu
merek semakin kuat pula interaksinya dengan konsumen, dan makin banyak brand
assocition yang terbentuk dalam merek tersebut
d. Merek sangat berpengaruh dalam bentuk perilaku konsumen, merek yang kuat akan
sanggup merubah perilaku konsumen
e. Merek memudahkan proses pengambilan keputusan pembelian oleh konsumen, karena
dapat membedakan produk yang akan dibelinya dengan produk lain sehubungan dengan
kualitas, kepuasan, kebanggaan atau atribut lain yang melekat di dalamnya
f. Merek dapat berkembang menjadi suatu aset terbesar bagi perusahaan.
Menurut Tjiptono (2008:248) merek bermanfaat bagi produsen dan konsumen. Bagi
produsen merek berperan penting sebagai sarana identifikasi produk dan perusahaan, bentuk
proteksi hukum, signal jaminan kualitas, sarana memcipatakan asosiasi dan makna unik
(diferensiasi), sarana keunngulan kompetitif, dan sumber financial returns. Sementara bagi
konsumen, merek berperan krusial sebagai identifikasi sumber produk, penetapan tanggung
jawab pada produsen atau distributor spesifik, pengurang resiko, penekan biaya pencarian
internal dan eksternal, janji atau ikatan khusus dengan produsen, alat simbolis yang
memproyeksikan citra diri dan signal kualitas.
2.3 Citra Merek
2.3.1 Konsep Citra Merek
Citra merek (Brand Image) merupakan representasi dari keseluruhan persepsi terhadap
merek dan dibentuk dari informasi dan pengalaman masa lalu terhadap merek itu. Citra terhadap
merek berhubungan dengan sikap yang berupa keyakinan dan preferensi terhadap suatu merek.
Konsumen yang memiliki citra yang positif terhadap suatu merek, akan lebih memungkinkan
untuk melakukan pembelian (Setiadi, 2003:180).
Merek dapat dideskripsikan dengan karakteristik-karakteristik tertentu seperti manusia,
semakin positif deskripsi tersebut semakin kuat citra merek dan semakin banyak kesempatan
bagi pertumbuhan merek itu. (Davis, 2000:21). Citra merek adalah sekumpulan asosiasi merek
yang terbentuk pada benak konsumen (Mowen, 1994:82). Citra merek mengacu pada skema
memori akan sebuah merek, yang berisikan interpretasi konsumen atas atribut, kelebihan,
penggunaan, situasi, para pengguna, dan karakteristik pemasar dan/atau karakteristik pembuat
dari produk/merek tersebut. Citra merek adalah apa yang kon sumen pikirkan dan rasakan ketika
mendengar atau melihat nama suatu merek. (Hawkins, Best & Coney, 1998:350-351).
Citra merek merupakan serangkaian asosiasi yang ada dalam benak konsumen terhadap
suatu merek, biasanya terorganisasi menjadi suatu makna. Hubungan terhadap suatu merek akan
semakin kuat jika didasarkan pada pengalaman dan mendapat banyak informasi. Citra atau
asosiasi merepresentasikan persepsi yang bisa merefleksikan kenyataan yang objektif ataupun
tidak. Citra yang terbentuk dari asosiasi inilah yang mendasari dari keputusan membeli bahkan
loyalitas merek (brand loyalty) dari konsumen. Konsumen lebih sering membeli produk dengan
merek yang terkenal karena merasa lebih nyaman dengan hal-hal yang sudah dikenal, adanya
asumsi bahwa merek terkenal lebih dapat diandalkan, selalu tersedia dan mudah dicari, dan
memiliki kualitas yang tidak diragukan, sehingga merek yang lebih dikenal lebih sering dipilih
konsumen daripada merek yang tidak.(Aaker 1991:99-100).
Citra merek meliputi pengetahuan dan kepercayaan akan atribut merek (aspek Kognitif),
konsekuensi dari penggunaan merek tersebut, dan situasi penggunaan yang sesuai, begitu juga
dengan evaluasi, perasaan dan emosi yang diasosiasikan dengan merek tersebut (aspek Afektif).
Citra merek didefinisikan sebagai persepsi konsumen dan preferensi terhadap merek,
sebagaimana yang direfleksikan oleh berbagai macam asosiasi merek yang ada dalam ingatan
konsumen. Meskipun asosiasi merek dapat terjadi dalam berbagai macam bentuk tapi dapat
dibedakan menjadi asosiasi performansi dan asosiasi imajeri yang berhubungan dengan atribut
dan kelebihan merek. (Peter & Olson, 2002:.47, 730)
Menurut Drezner (2002:39-41), konsumen tidak bereaksi terhadap realitas melainkan
terhadap apa yang mereka anggap sebagai realitas, sehingga citra merek dilihat sebagai
serangkaian asosiasi yang dilihat dan dimengerti oleh konsumen, dalam jangka waktu tertentu,
sebagai akibat dari pengalaman dengan merek tertentu secara langsung ataupun tidak langsung.
Asosiasi ini bisa dengan kualitas fungsional sebuah merek ataupun dengan individu dan acara
yang berhubungan dengan merek tersebut. Meskipun tidak mungkin setiap konsumen memiliki
citra yang sama persis akan suatu merek, namun persepsi mereka secara garis besar memiliki
bagian-bagian yang serupa. Citra merek adalah kesan keseluruhan terhadap posisi merek ditinjau
dari persaingannya dengan merek lain yang diketahui konsumen – apakah merek tersebut
dipandang konsumen sebagai merek yang kuat. Sebagian alasan konsumen memilih suatu merek
karena mereka ingin memahami diri sendiri dan untuk mengkomunikasikan aspek diri ke orang
lain. Citra merek ini bisa diukur dengan menanyakan atribut apa dari suatu merek – merek
pilihan konsumen dalam satu kategori produk – yang membedakannya dengan merek lain,
mengapa atribut-atribut itu penting dan mengapa alasan itu penting bagi konsumen.
Hasil penelitian (Martin, 1998, Syrgy, 1990, Syrgy, 1992) menemukan bahwa
serangkaian perasaan, ide, dan sikap yang dimiliki konsumen terhadap suatu merek merupakan
aspek penting dalam perilaku pembelian. Citra merek didefinisikan sebagai sekumpulan atribut
spesifik yang berelasi dengan produk, merek, dan konsumen – pengetahuan, perasaan, dan sikap
terhadap merek – yang disimpan individu di dalam memori. Penelitian-penelitian ini
menunjukkan bahwa sebagai simbol, merek sangat mempengaruhi status dan harga diri
konsumen.
Penelitian – penelitian ini juga menyebutkan bahwa suatu merek lebih mungkin dibeli
dan dikonsumsi jika konsumen mengenali hubungan simbolis yang sama antara citra merek
dengan citra diri konsumen baik citra diri ideal ataupun citra diri aktual. ( dalam Arnould, Price
& Zinkan, 2005:120-122 )
Produk dan merek memiliki nilai simbolis untuk setiap individu, yang melakukan
evaluasi berdasarkan kekonsistensian dengan gambaran atau citra personal akan diri sendiri.
Terkadang citra merek tertentu sesuai dengan citra diri konsumen sedangkan merek lain sama
sekali tidak memiliki kecocokan. Secara umum dipercaya bahwa konsumen berusaha untuk
mempertahankan atau meningkatkan citra diri dengan memilih produk dan merek dengan “citra”
ayau “kepribadian” yang mereka percaya sejalan dengan citra diri mereka dan menghindari
merek-merek yang tidak sesuai, menurut penelitian (Fournier,1998, Dodson, 1996), hal ini
terutama benar bagi wanita. Berdasarkan hubungan antara preferensi merek dan citra diri
konsumen, maka wajar jika konsumen menggunakan merek sebagai alat untuk mendefinisikan
diri. ( dalam Schiffman & Kanuk, 2000:113 )
2.3.2 Faktor – Faktor yang Membentuk Citra Merek
Glenn Walters (1974) mengemukakan pentingnya faktor lingkungan dan personal
sebagai awal terbentuknya suatu citra merek, karena faktor lingkungan dan personal
mempengaruhi persepsi seseorang. Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi adalah; atribut-
atribut teknis yang ada pada suatu produk dimana faktor ini dapat dikontrol oleh produsen, selain
itu juga, sosial budaya termasuk dalam faktor ini. Faktor personal adalah; kesiapan mental
konsumen untuk melakukan proses persepsi, pengalaman konsumen sendiri, mood, kebutuhan
serta motivasi konsumen. Citra merupakan produk akhir dari sikap awal dan pengetahuan yang
terbentuk lewat proses pengulangan yang dinamis karena pengalaman. (dalam Arnould, Price &
Zinkan, 2005:120-122)
Menurut Runyon (1980:17), citra merek terbentuk dari stimulus tertentu yang
ditampilkan oleh produk tersebut, yang menimbulkan respon tertentu pada diri konsumen.
a. stimulus yang muncul dalam citra merek tidak hanya terbatas pada stimulus yang bersifat
fisik, tetapi juga mencakup stimulus yang bersifat psikologis. Ada tiga sifat stimulus yang
dapat membentuk citra merek yaitu stimulus yang bersifat fisik, sperti atribut-atribut
teknis dari produk tersebut; stimulus yang bersifat psikologis, seperti nama merek; dan
stimulus yang mencakup sifat keduanya, seperti kemasan produk atau iklan produk.
b. datangnya stimulus menimbulkan respon dari konsumen. Ada dua respon yang
mempengaruhi pikiran seseorang, yang membentuk citra merek yaitu respon rasional –
penilaian menganai performa aktual dari merek yang dikaitkan dengan harga produk
tersebut, dan respon emosional – kecenderungan perasaan yang timbul dari merek
tersebut.
Menurut Timmerman (dalam Noble, 1999), citra merek sering terkonseptualisasi sebagai
sebuah koleksi dari semua asosiasi yang berhubungan dengan sebuah merek. citra merek terdiri
dari:
a. Faktor fisik : karakteristik fisik dari merek tersebut, seperti desain kemasan, logo, nama
merek, fungsi dan kegunaan produk dari merek itu;
b. Faktor psikologis : dibentuk oleh emosi, kepercayaan, nilai, kepribadian yang dianggap
oleh konsumen menggambarkan produk dari merek tersebut. Citra merek sangat erat
kaitannya dengan apa yang orang pikirkan, rasakan terhadap suatu merek tertentu
sehingga dalam citra merek faktor psikologis lebih banyak berperan dibandingkan faktor
fisik dari merek tersebut.
2.3.3 Komponen Citra Merek
Menurut Hogan (2005) citra merek merupakan asosiasi dari semua informasi yang
tersedia mengenai produk, jasa dan perusahaan dari merek yang dimaksud. Informasi ini didapat
dari dua cara; yang pertama melalui pengalaman konsumen secara langsung, yang terdiri dari
kepuasan fungsional dan kepuasan emosional. Merek tersebut tidak cuma dapat bekerja
maksimal dan memberikan performansi yang dijanjikan tapi juga harus dapat memahami
kebutuhan konsumen, mengusung nilai-nilai yang diinginkan oleh kosumen dan juga memenuhi
kebutuhan individual konsumen – yang akan mengkontribusi atas hubungan dengan merek
tersebut. Kedua, persepsi yang dibentuk oleh perusahaan dari merek tersebut melalui berbagai
macam bentuk komunikasi, seperti iklan, promosi, hubungan masyarakat (public relations), logo,
fasilitas retail, sikap karyawan dalam melayani penjualan, dan performa pelayanan. Bagi banyak
merek, media dan lingkungan dimana merek tersebut dijual dapat mengkomunikasikan atribut-
atribut yang berbeda. Setiap alat pencitraan ini dapat berperan dalam membina hubungan dengan
konsumen. Penting demi kesuksesan sebuah merek, jika semua faktor ini dapat berjalan sejajar
atau seimbang, ketika nantinya akan membentuk gambaran total dari merek tersebut. Gambaran
inilah yang disebut citra merek atau reputasi merek, dan citra ini bisa berupa citra yang positif
atau negatif atau bahkan diantaranya.
Citra merek terdiri dari atribut objektif / instrinsik seperti ukuran kemasan dan bahan
dasar yang digunakan, serta kepercayaan, perasaan dan asosiasi yang ditimbulkan oleh merek
produk tersebut. (Arnould, Price & Zinkan, 2005:120-122).
Citra merek merepresentasikan inti dari semua kesan menngenai suatu merek yang terbentuk
dalam benak konsumen. Kesan-kesan ini terdiri dari:
a. Kesan mengenai penampilan fisik dan performansi produk;
b. Kesan tentang keuntungan fungsional produk;
c. Kesan tentang orang-orang yang memakai produk tersebut;
d. Semua emosi dan asosiasi yang ditimbulkan produk itu;
e. Semua imajeri dan makna simbolik yang terbentuk dalam benak konsumen termasuk juga
imajeri dalam istilah karakteristik manusia.
Sehingga dapat dikatakan bahwa citra merek merupakan ‘totalitas’ terhadap suatu merek yang
terbentuk dalam persepsi konsumen. (Sengupta, 2005:139).
Citra pada suatu merek merefleksikan image dari perspektif konsumen dan melihat janji
yang dibuat merek tersebut pada konsumennya. Citra merek terdiri atas asosiasi konsumen pada
kelebihan produk dan karakteristik personal yang dilihat oleh konsumen pada merek tersebut.
Menurut Davis (2000:53-72), citra merek memilki dua komponen, yaitu:
a. Brand Associations (Asosiasi Merek)
Asosiasi terhadap karakteristik produk atau jasa yang dilekatkan oleh konsumen pada
merek tersebut, termasuk persepsi konsumen mengenai janji-janji yang dibuat oleh merek
tersebut, positif maupun negatif, dan harapan mengenai usaha-usaha untuk mempertahankan
kepuasan konsumen dari merek tersebut. Suatu merek memiliki akar yang kuat, ketika merek
tersebut diasosiasikan dengan nilai-nilai yang mewakili atau yang diinginkan oleh konsumen.
Asosiasi merek membantu pemasar mengerti kelebihan dari merek yang tersampaikan pada
konsumen.
b. Brand Persona/ Personality (Persona/Kepribadian Merek)
Merupakan serangkaian karakteristik manusia yang oleh konsumen diasosiasikan
dengan merek tersebut, seperti, kepribadian, penampilan, nilai-nilai, kesukaan, gender, ukuran,
bentuk, etnis, inteligensi, kelas sosial ekonomi, dan pendidikan. Hal ini membuat merek seakan-
akan hidup dan mempermudah konsumen mendeskripsikannya, serta faktor penentu apakah
konsumen ingin diasosiasikan dengan merek tersebut atau tidak. Persona merek membantu
pemasar lebih mengerti kelebihan dan kekurangan merek tersebut dan cara memposisikan merek
secara tepat.
Menurut Christine Restall, brand personality menjelaskan mengapa orang menyukai
merek-merek tertentu dibandingkan merek lain ketika tidak ada perbedaan atribut fisik yang
cukup besar antara merek yang satu dengan yang lain. David Ogilvy menyebutkan bahwa
kepribadian merek merupakan kombinasi dari berbagai hal – nama merek, kemasan merek, harga
produk, gaya iklan, dan kualitas produk itu sendiri. (dalam Sengupta, 2005:138)
Menurut Joseph Plummer (dalam Aaker, 1991, h.139), citra merek terdiri dari tiga
komponen yaitu:
a. Product Attributes (Atribut Produk) : yang merupakan hal-hal yang berkaitan dengan merek
tersebut sendiri seperti, kemasan, isi produk, harga, rasa,dll;
b. Consumer Benefits (Keuntungan Konsumen) : yang merupakan kegunaan
produk dari merek tersebut;
c. Brand Personality (Kepribadian Merek) : merupakan asosiasi yang membayangkan mengenai
kepribadian sebuah merek apabila merek tersebut
seorang manusia.
Keller (1993:4-7) mendefinisikan citra merek sebagai persepsi mengenai sebuah merek
sebagaimana direfleksikan oleh asosiasi merek yang terdapat dalam benak konsumen. Citra
merek terdiri dari komponen-komponen:
a. Attributes (Atribut)
Merupakan pendefinisian deskriptif tentang fitur-fitur yang ada dalam sebuah produk atau jasa.
1) Product related attributes (atribut produk):
Didefinisikan sebagai bahan-bahan yang diperlukan agar fungsi produk yang dicari konsumen
dapat bekerja. Berhubungan dengan komposisi fisik atau persyaratan dari suatu jasa yang
ditawarkan, dapat berfungsi.
2) Non-product related attributes (atribut non-produk):
Merupakan aspek eksternal dari suatu produk yang berhubungan dengan pembelian dan
konsumsi suatu produk atau jasa. Terdiri dari: informasi tentang harga, kemasan dan desain
produk, orang, peer group atau selebriti yang menggunakan produk atau jasa tersebut, bagaimana
dan dimana produk atau jasa itu digunakan.
b. Benefits (Keuntungan)
Nilai personal yang dikaitkan oleh konsumen pada atribut-atribut produk atau jasa tersebut.
1) Functional benefits : berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar
seperti kebutuhan fisik dan keamanan atau pemecahan masalah.
2) Experiental benefits : berhubungan dengan perasaan yang muncul dengan
menggunakan suatu produk atau jasa. Benefit ini memuaskan kebutuhan bereksperimen seperti
kepuasan sensori, pencarian variasi, dan stimulasi kognitif.
3) Symbolic benefits : berhubungan dengan kebutuhan akan persetujuan
sosial atau ekspresi personal dan self-esteem seseorang. Konsumen akan menghargai nilai-nilai
prestise, eksklusivitas dan gaya fashion dari sebuah merek karena hal-hal ini berhubungan
dengan konsep diri mereka.
c. Brand Attitude (Sikap merek)
Didefinisikan sebagai evaluasi keseluruhan atas suatu merek, apa yang dipercayai oleh
konsumen mengenai merek-merek tertentu – sejauh apa konsumen percaya bahwa produk atau
jasa tersebut memiliki atribut atau keuntungan tertentu, dan penilaian evaluatif terhadap
kepercayaan tersebut – bagaimana baik atau buruknya suatu produk jika memiliki atribut atau
keuntungan tersebut.
Citra suatu merek dapat menentukan titik perbedaan yang mengindikasikan bagaimana
suatu merek superior dibandingkan dengan alternatif merek lain dalam satu kategori produk.
Titik perbedaan suatu merek dapat diekspresikan melalui berbagai kelebihan merek seperti:
a. Kelebihan fungsional yang mengklaim performansi superior atau keuntungan ekonomi,
kenyamanan, penghematan uang dan efisiensi waktu, kesehatan, serta harga murah
b. Kelebihan emosional untuk membuat konsumen percaya bahwa dengan menggunakan suatu
merek, ia akan menjadi penting, spesial, ataupun merasa senang. Merek menawarkan
kesenangan, membantu atau meningkatkan citra diri dan status, dan hubungannya dengan orang
lain. Kelebihan emosional menggeser fokus dari merek dan fungsi produknya ke pengguna dan
perasaan yang didapat ketika menggunakan merek tersebut. Kelebihan ini berhubungan dengan
mempertahankan keinginan dan kebutuhan dasar manusia, termasuk juga keinginan konsumen
untuk mengekspresikan diri, pengembangan diri dan prestasi, serta determinasi diri.
Pengakuan superioritas bisa juga didukung oleh pembentukan citra merek yang
direpresentasikan oleh orang-orang yang menggunakan merek tersebut – misalnya menggunakan
selebriti atau atlit dalam iklan. (Tybout & Calkins, 2005:18-20)
Menurut Kirmani & Zeithami (1993), citra merek mempunyai karakteristik tertentu
yang tidak diwarisi dari segi teknikal, fungsional dan fisik dari sebuah produk, dan lebih sering
digunakan unbtuk mengekspresikan interpretasi konsumen terhadap karakteristik intrinsik dan
ekstrinsik dari sebuah produk. Citra merek adalah konsep perseptual dari sebuah merek yang
tertanam dalam benak konsumen (Dobni & Zinkhan,1990) dimana citra tersebut terdiri dari
fragmen, rekonstruksi, reinterpretasi, dan simbol-simbol yang mewakili perasaan-perasaan dan
ide (Horowitz, 1970). Citra merek perlu dimengerti dari tiga komponen:
a. Fungsional/ Kognisi, citra yang terbentuk berdasarkan dari performa merek tersebut dalam
memecahkan permasalahan konsumen – yang berhubungan dengan kegunaan produk dari merek
tersebut.
b. Afektif, citra yang terbentuk dilihat dari hubungan merek tersebut dengan anggota kelompok
atau individu. Diperkirakan dengan kuat bahwa konsumen membuat keputusan pembelian
mereka berdasarkan perasaan mereka ketika informasi yang tersedia sedikit. Menurut Johnson
(1984) satu strategi konsumen untuk memilih produk-produk yang serupa adalah mengevaluasi
seluruh alternatif produk/merek lalu membandingkan alternatif tersebut berdasarkan evaluasi
tersebut, dan evaluasi yang dibuat bukan hanya atribut merek tapi juga perasaan terhadap merek
tersebut.
c. Eksperiental, menilik efek merek terhadap kepuasan sensori atau stimulasi kognitif, dan aspek
fantasi dan eksperiental. Berbagai macam pengalaman yang dialami oleh konsumen dari suatu
merek, menjadi sumber informasi positif atau negatif yang mempengaruhi pertimbangan
selanjutnya suatu produk atau jasa dari merek tertentu. Menurut Hilgard (1980), perilaku
konsumen untuk merekomendasikan suatu merek dapat dilihat bagaimana konsumen tersebut
menginterpretasikan pengalamannya dengan merek itu. (dalam Klieman, 2002)
2.4 Komunitas Merek
Menurut Susan Fournier dalam Kartajaya (2010:90), bahwa komunitas konsumen bisa anda raih
atau bentuk lewat tiga cara: pools, Hubs, atau/dan web.
Bentuk Pools adalah komunitas yang paling organik dan natural. Bisa dibilang, tidak
usah dibentuk pun, mereka sudah jadi komunitas tersendiri karena mereka punya nilai-nilai,
identitas, dan aktivitas yang sama dan tergabung karena ada pooling factor yang jelas dan kuat.
Komunitas pengguna Apple Mac adalah contoh komunitas yang pool seperti ini karena pooling
faktor-nya jelas, yaitu bersatu melawan microsoft. Karena terbentuk sendirinya (by default),
mereka yang memiliki komunitas seperti ini seperti, L’Oreal akhirnya merawat dan membentuk
lebih jauh komunitasnya dengan masuk ke model tipe kedua (hubs) dan ketiga (webs).
Komunitas tipe kedua adalah hubs. Komunitas seperti ini biasanya bersatu karena
kekaguman anggotanya terhadap satu individu. Komunitas Oprah adalah contoh komunitas yang
hub seperti ini. Sayangnya komunitas seperti ini biasanya mengandalkan magnet atau ikon.
Artinya, keterikatan anggota komunitasnya pada daya magnetik dari ikon tersebut sangat kuat.
Dengan demikian, keterikatan bisa jadi hanya bersifat kontemporer. Bagitu kekuatan magnetik
dari Oprah meredup atau tidak ada lagi, mereka akan kembali ke komunitas mereka masing-
masing yang sporadiks seperti pools tadi itu,
Komunitas ketiga adalah webs yang mana adalah bentuk komunitas yang paling kuat
dan stabil dimana para anggotanya punya hubungan yang cukup erat satu sama lainnya.
Komunitas seperti ini terbentuk karena adanya hubungan antar anggota satu sama lainnya.
Komunitas seperti ini secara alamiah gampang terjadi di web. Terutam dengan adanya platform-
platform jejaring seperti Facebook, Friendster, Linkedin, dan lain sebagainya.
Menurut Kartajaya (2003:187) Community is the best channel. Karena lewat komunitas
perusahaan dapat membangun relationship, membangun kepercayaan, dan menemukan orang-
orang yang memiliki satu minat dimana mereka bisa saling berinteraksi. Kartajaya (2003:190)
juga mengemukakan bahwa komunitas memiliki empat kekuatan yang sangat efektif dan efisien
untuk menjangkau pelanggannya, yaitu:
a. Loyalitas pelanggan. Richard Cross dan Janet Smith penulis buku Costumer Bonding
mengatakan, “customer who form a communal bond around your brand, product, service,
candidate, cause, or organization are usually extremely loyal.” Komunitas tak hanya mampu
menciptakan relationship customer dan loyal customer, tapi lebih jauh lagi ia dapat
membangun advocator customer.
b. Murahnya Cutomer Acquisition. Karena jenis pelanggan anda advocator customer maka
mereka akan cenderung menjadi salesman anda yang sangat fanatik. Mereka akan bercerita
kepada orang lain dan merekomendasikan merek dan produk anda. Kita tahu rekomendasi
pelanggan adalah alat promosi dan jualan yang sangat efektif dan ampuh mempengaruhi
pelanggan prospek. Dan harus diingat, cara ini sangat murah karena anda tak perlu
mengeluarkan anggaran jutaan bahkan miliaran rupiah untuk iklan di koran dan televisi.
c. Masukan dari pelanggan yang sangat fokus dan akurat unruk pengembangan produk baru
anda, masukan yang sangat akurat ini ujung-ujungnya juga akan dapat menekan biaya
pengembangan produk karena proses survai dan pengumpulan informasi kebutuhan
pelanggan menjadi sangat efisien. Pelanggan di dalam komunitas bisa terlibat dalam
berbagai survei yang anda lakukan mulai riset pesaing, tes produk, memberikan feedback
atau peran kolaborasi dalam proses pengembangan produk. Dengan memiliki komunitas
pelanggan yang solid perusahaan akan bisa sangat efektif melibatkan pelanggan dalam
siklus pengembangan produk.
d. Peer to Peer Customer Service, yaitu layanan pelanggan yang secara otonomi dijalankan
antar pelanggan sendiri. Apabila di dalam komunitas ada mailing list misalnya, maka para
anggota di dalam mailing list tersebut bisa menyakan persoalan-persoalan yang berkaitan
dengan produk kepada anggota lain di dalam komunitas mailing list tersebut. Kemudian para
anggota lain secara sukarela akan mencoba membrikan solusi persoalan tersebut.
Merek yang kuat adalah merek yang memampukan konsumen untuk berbuat lebih. Sebagai
contoh, sony adalah merek yang membantu konsumen untuk lebih bisa menciptakan sesuatu,
mendorong inovasi mereka, dan memberi inovasi mereka, dan memberi inspirasi terhadap
aktivitas mereka, membantu mereka mencapai apa yang tidak dapat mereka capai sebelumnya.
Peter fisk (2006:139) mengemukakan bahwa merek umumnya membantu konsumen atau orang
lain untuk berbuat lebih dengan empat cara:
a. Melakukan apa yang mereka ingin capai dengan lebih baik, melalui perbaikan sisi
fungsional atau alat pendukung.
b. Menjadi seperti apa yang mereka persepsikan, melalui identitas yang kuat,, sehingga mampu
dikenali dam memesona orang lain.
c. Menjadi milik komunitas di mana mereka ingin menjadi bagian darinya, melalui perbaikan
dalam hubungan yang riil ataupun hubungan yang dipersepsikan.
d. Menjadi seseorang yang lebih daripada yang sudah ada, dengan menambahkan aktualisasi
diri atau kapabilitas dan kepercayaan yang tak sanggup mereka raih.
Merek yang powerful mempunyai kemampuan untuk memotong masuk pasar yang kompetitif
dan ramai serta dapat menarik dan mempertahankan pelanggan terbaik mereka sehingga mampu
menciptakan hasil secara finansial yang superior, baik dalam jangka waktu pendek maupun
jangka waaktu panjang (Fisk, 2006:135). Merek yang powerful adalah merek yang:
a. Menciptakan sebuah tujuan yang tak kuasa ditolak, sebuah ide besar yang keluar dari
kerumunan, lebih dari sekedar produk atau industri, dan benar-benar berarti bagi
masyarakat.
b. Merefleksikan pelanggan, membentuk image dan reputasi di benak pelanggan, sehingga
memunyai relevansi secara personal, walaupun sering kali merek tersebut mengeliminasi
hal-hal lainnya.
c. Menggalang para pelanggan untuk secara bersama-sama meraih ide-ide besar, yang
dituangkan ke dalam suatu gaya (style) hingga orang-orang bisa menyatakan “inilah
perusahaan saya”.
d. Membantu para pelanggan untuk berbua lebih banyak, mendorong penciptaan benefit dan
membantu aplikasi yang mereka lakukan, tetapi juga mampu secara psikologi dan emosional
untuk berbuat lebih banyak hal.
e. Melabuhkan pelanggan di seputaran sesuatu yang familiar dan penting, sementara hal-hal
lain di pasaran atau di dalam pribadi mereka sendiri terus berubah.
f. Berkembang menurut perkembangan pasar dan pelanggan, dengan keluwesannya untuk
bergerak mudah ke dalam pasar-pasar baru dan dengan kerekatannya untuk mengaitkan
berbagai aktivitas.
g. Menarik pelanggan-pelanggan target, dengan menciptakan preferensi, mempengaruhi
perilaku pembelian, dan mempertahankan harga premium.
h. Mempertahankan pelanggan-pelanggan terbaik, dengan membangun loyalitas mereka,
memperkenalkan layanan baru dan mendorong advokasi.
i. Menciptakan value dari shareholder, tidak hanya melalui profit, tetapi juga dengan
memperbaiki kepercayaan investor, rating kredit, dan mengurangi biaya modal.
j. 2.5 Penelitian Terdahulu
No Keterangan Penelitian Terdahulu Penelitian
Sekarang
1. Peneliti Tofan Julius
Pical
Fauzan
Muhammad
Basamalah
Badrid Tamam
2. Judul Analisis
Pengaruh Brand
Community
Terhadap
Loyalitas Merek
Pada Pengguna
Honda Mega
Pro di Jember
Pengaruh
komunitas
merek
terhadap
worm of
mouth
Brand
Community
Dalam
Membangun
Citra Merek
Suzuki Satria FU
Di Jember
3. Lokasi Komunitas
HMPC (Honda
Mega Pro Club)
Komunitas
Honda
Vario Club
Komunitas
Striker (Suzuki
Satria F150
di Jember di Jakarta Bikers Jember)
4. Tujuan Mengukur
pengaruh brand
community
terhadap
loyalitas merek
pada pengguna
Honda mega
pro di jember
Mengukur
Pengaruh
komunitas
merek
terhadap
worm of
mouth
Mendeskripsikan
brand community
dalam
membangun citra
merek Suzuki
saktria fu di
jember
5. Metode
penelitian
Kuantitatif Kuantitatif Kualitatif
6. Hasil Dengan
terbentuknya
brand
community
yang baik maka
tingkat loyalitas
merek akan
semakin
meningkat
Dua
variable dari
komunitas
merek yaitu
customer
company
relationships
dan
customer
brand
relationships
berpengaruh
signifikan
terhadap
worm of
mouth
BAB III. METODE PENELITIAN
Penelitiaan merupakan refleksi dari keinginan untuk mengetahui sesuatu berupa fakta-
fakta atau fenomena alam. Perhatian dan pengamatan terhadap fakta atau fenomena merupakan
awal dari kegiatan penelitian yang menimbulkan suatu pertanyaan atau masalah. Indriantoro
(2009:16)
Penelitian adalah suatu kegiatan yang sistematik dan ilmiah guna menambah pengetahuan
yang telah ada, yang biasanya dikomunikasikan dengan nilai kembali. Metode penelitian pada
dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.
Menurut Sugiyono (2005:3) metode penelitian adalah :
Cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan, dan dikembangkan suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah.
Seorang peneliti perlu menggunakan metode penelitian yang sesuai dengan obyek yang
diteliti agar hasil yang diperoleh adalah hasil penelitian yang obyektif. Menurut Ida Bagus
(2004:145) metode penelitian yang digunakan sangat tergantung pada tujuan penelitian, data
serta informasi yang dicari di lapangan.
3.1 Tipe Penelitian
Berdasarkan pada topik penelitian yang menggambarkan tentang brand community dalam
membangun citra merek suzuki satria fu, maka tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif
dengan paradigma kualitatif.
Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2001:3) menyatakan bahwa penelitian kualitatif
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang
dilakukan untuk mengetahui nilai variable mandiri, baik satu variable atau lebih (independen)
tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan antara variable satu dengan variable yang
lain.
Menurut Sudjarwo (2001:52) Pola penelitian deskriptif bertujuan mengupayakan suatu
penelitian dengan cara menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta dari
suatu peristiwa serta sifat-sifat tertentu. Penelitian deskriptif berupaya mengalihkan suatu kesan
terhadap sesuatu melalui panca indera dengan menuangkan dalam bentuk tulisan, baik kondisi
awal, saat proses sampai akhir dari sesuatu yang diamati.
Jenis metode penelitian ini dipilih dengan alasan bahwa metode penelitian kualitatif
merupakan suatu bentuk penelitian yang berdasarkan pada kenyataan lapangan, digunakan untuk
meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, memahami dan memaparkan fakta-fakta denga uraian
sesuai dengan obyek penelitian. Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin memaparkan
tentang bagaimana brand community dalam membangun citra merek suzuki fu melalui studi
kasus pada komunitas striker jember. Penelitian ini mencoba menguraikan suatu keadaan yang
diteliti dan mengumpulkan fakta-fakta dari setiap kejadian.
3.2 Tahap Persiapan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan diri untuk melaksanakan penelitian denga
membuat pedoman yang berisi langkah-langkah yang akan dilalui oleh peneliti dalam
melaksanakn penelitian, meliputi:
1. Studi kepustakaan
Studi kepustakaan merupakan suatu cara yang dilakukan oleh peneliti untuk mengkaji teori-
teori yang relevan dengan masalah yang diteliti. Tujuan melakukan studi kepustakaan adalah
untuk menambah pengetahuan peneliti tantang teori-teori yang relevan untuk memperkuat
konsep-konsep yang mendasari penelitian. Studi kepustakaan dilakukan dengan cara
mempelajari buku-buku atau literatur yang berkaitan dengan materi penelitian sebagai bahan
referensi.
2. Penentuan Lokasi Penelitian
Penentuan lokasi penelitian betujuan untuk menspesifikasikan obyek yang akan diteliti.
Penelitian ini dilakukan pada komunitas striker (suzuki satria fu bikers) yang berlokasi di
jember.
Alasan dipilihnya komunitas striker (suzuki satria fu bikers) sebagai objek penelitian
adalah;
a. komunitas STRIKER (Suzuki Satria FU Bikers Jember) merupakan pioner atau
komunitas pertama Suzuki Satria FU di Jember.
b. komunitas STRIKER (Suzuki Satria FU Bikers Jember) merupakan ikon atau anak
mas dari perusahaan Suzuki di Jember.
3. Survey Pendahuluan
Pelaksanaan survey pendahuluan langsung dilakukan pada komunitas STRIKER (Suzuki
Satria FU Bikers Jember) yang bertujuan untuk memperoleh informasi awal yang terkait
dengan masalah penelitian yaitu brand community dalam membangun citra merek Suzuki
Satria FU.
4. Penentuan informan
Penentuan sampel atau informan dalam penelitian kualitatif dilakukan saat peneliti mulai
memasuki lapangan dan selama penelitian berlangsung. Hal tersebut dilakukan dengan cara,
peneliti memilih orang tertentu yang dipertimbangkan mampu memberikan data yang
diperlukan. Selanjutnya berdasarkan data atau informasi yang diperoleh dari informan
sebelumnya, peneliti dapat menetapkan informan lainnya yang dipertimbangakan mampu
memberikan data atau informasi yang lebih lengkap. Dalam penelitian kualitatif, banyaknya
informan tidak dapat ditentukan terlebih dahulu, tetapi dapat berkembang sesuai dengan
informasi yang dibutuhkan.
Spradley menyatakan bahwa sampel sebagai sumber data atau sebagai informan
sebaiknya memiliki kriteria sebagai berikut:
a. Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses enkulturasi, sehingga
sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tetapi juga dihayati.
b. Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat pada kegiatan yang
tengah diteliti.
c. Mereka yang memiliki waktu yang memadai untuk dimintai informasi.
d. Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil “kemasannya” sendiri.
e. Mereka yang pada mulanya tergolong ”cukup asing” dengan peneliti sehingga lebih
menggairahkan untuk dijadikan semacam guru atau nara sumber.
Pemilihan informan didasarkan pada kebutuhan penelitian. Informan yang dipilih
diharapkan mampu memberikan informasi sesuai dengan permasalahan penelitian. Sesuai
dengan kriteria tersebut maka peneliti menetapkan informan sebagai berikut:
a. Nama : Densi Erdianto P.
Jabatan : Ketua Komunitas Striker
Masa kerja : 2 Tahun
Pertanyaan : sejarah berdirinya komunitas striker dan apa saja kegiatannya?
b. Nama : Sisilia Indah
Jabatan : supervisor sales dan pembina komunitas
Masa kerja : 5 tahun
Pertanyaan : segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan
dengan pembinaan komunitas, kegiatan perusahaan yang
melibatkan komunitas, hal-hal apa saja yang diberikan perusahaan
terhadap perusahaan dan juga sebaliknya.
3.3 Tahap pengumpulan data
Data adalah catatan mengenai fakta dari fenomena atau keadaan yang diamati. Teknik
pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan
utama dari penelitian adalah untuk mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan
data yang benar, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memnuhi standart data yang
ditetapkan. Dalam penelitian ini kegiatan pengumpulan data adalah:
a. Observasi
Metode observasi adalah cara mengumpulkan data berlandaskan pada pengamatan langsung
terhadap gejala fisik obyek penelitian. Obsevasi merupakan suatu proses yang kompleks,
suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang
terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.
b. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua
pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai
yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Wawancara digunakan sebagai teknik
pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari
responden yang lebih mendalam. Wawancara adalah pertenuan dua orang untuk bertukar
informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam satu
topik tertentu.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumentasi bias berbentuk
tulisan,gambar, atau karya-karya monumental seseorang. Studi dokumentasi merupakan
pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.
3.4 Tahap Pemeriksaan Keabsahan Data
Pemeriksaan keabsahan data dilakukan agar data-data yang diperoleh merupakan data
yang dipercaya. Dalam menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan
teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang
digunakan, yaitu derajat kepercayaan, keteralihan, kebergantungan, dan kepastian.
Teknik penelitian dalam penelitian ini dilakukan dengan cara seperti yang dituliskan
dalam Moleong (2000:175) adalah sebagai berikut:
a. Perpanjangan keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam proses pengumpulan data.
Keikutsertaan peneliti tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat, tetapi memerlukan
perpanjangan keikutsertaan peneliti pada latar penelitian.
b. Triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memenfaatkan sesuatu yang
lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data
itu.
c. Mengekspos hasil akhir atau hasil sementara yang diperoleh dalam bentuk diskusi
analitik dengan rekan-rekan sejawat.
3.5 Tahap Analisis Data
Tahap analisis data merupakan tahap dalam pemecaha suatu masalah. Menurut Patton
(dalam Moleong, 2000:103) analisis data adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar.
Pada penelitian ini data-data yang telah dikumpulkan baik yang berupa angka maupun
yang lain dianalisis dengan menggunakan pendekatan deskriptif dengan tujuan mendapatkan
pengertian dan pemahaman yang mendalam tentang permasalahan yang sedang diteliti. Peneliti
dalam penelitian ini menggunakan analisis domain dan taksonomi.
Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini masih dalam bentuk gambaran atau
pengertian yang bersifat umum, maka dari itu peneliti menggunakan analisis domain. Analisis
domain menurut Moleong (2005:305) adalah:
Analisis domain dilakukan terhadap data yang diperoleh dari pengamatan, berperanserta atau wawancara atau pengamatan deskriptif yang terdapat dalam catatan lapangan, yang dapat dilihat di buku lampiran.
Menurut Moleong (2005:305) ada enam tahap yang dilakukan dalam analisis domain
yaitu:
1. Memilih salah satu hubungan semantik untuk memulai dari sembilan hubungan semantik yang tersedia, yaitu sebab-akibat, rasional, lokasi tempat bertindak, fungsi, alat tujuan, urutan dan member atribut atau member nama.
2. Menyiapkan lembar analisis domain.3. Memilih salah satu sampel catatan lapangan yang dibuat terakhir untuk memulainya.
4. Mencari istilah acuan dan istilah bagian yang cocok dengan hubungan semantik dari catatan lapangan.
5. Mengulangi usaha pencarian domain sampai semua hubungan semantik habis.6. Membuat daftar domain yang ditemukan (teridentifikasikan)
Setelah peneliti melakukan analisis domain, maka selanjutnya domain yang dipilih oleh
peneliti ditentukan sebagai fokus penelitian. Penelitian diperdalam lagi dengan mengumpulkan
data di lapangan. Pengumpulan data dilakukan secara terus menerus melalui pengamatan,
wawancara, serta dokumentasi. Oleh karena itu pada tahap ini diperlukan analisis lagi yang
disebut dengan analisis taksonomi. Menurut Moleong (2005:305) analisis taksonomi adalah:
Setelah selesai analisis domain, dilakukan pengamatan dan wawancara terfokus yang berdasarkan fokus yang sebelumnya telah dipilih oleh peneliti. Hasil terpilih untuk memperdalam data yang telah ditemukan melalui sejumlah pertanyaan kontras. Data hasil wawancara terpilih dimuat dalam catatan yang terdapat di buku lampiran.
Menurut Moleong (2005:305) ada tujuh langkah yang dilakukan dalam analisis
taksonomi:
1. Memilih satu domain untuk dianalisis.2. Mencari kesamaan atas dasar hubungan semantik yang sama, yang digunakan untuk
domain itu.3. Mencari tambahan istilah bagian.4. Mencari domain yang lebih besar dan lebih inklusif yang dapat dimasukkan sebagai
sub bagian dari domain yang sedang dianalisis.5. Membentuk taksonomi sementara.6. Mengadakan wawancara terfokus untuk mengecek analisis yang telah dilakukan.7. Membangun taksonomi secara lengkap.
Berikut analisis domain dan taksonomi Brand Community dalam Membangun Citra
Merek Suzuki Satria FU di Jember.
Tabel 3.1 Analisis domain brand community dalam membangun citra merek Suzuki
Satria FU
Domain Hubungan semantic Pertanyaan struktural
Gambaran umum komunitas merek
Meliputi sejarah komunitas merek
Bagaimana sejarah komunitas merek?
Kegiatan komunitas merek Kegiatan yang berhubungan dengan perusahaan
Apa saja kegiatan komunitas merek?Mengapa kegiatan tersebut dilakukan?
Tabel 3.2 Analisis taksonomi brand community dalam membangun citra merek suzuki satria fu
Bidang Kegiatan Deskripsi
Citra Merek Product Attributes (Atribut Produk)
merupakan hal-hal yang berkaitan dengan merek tersebut sendiri seperti, kemasan, isi produk, harga,,dll
Consumer Benefits (Keuntungan Konsumen)
merupakan kegunaanproduk dari merek tersebut
Brand Personality (Kepribadian Merek)
merupakan asosiasi yang membayangkan mengenai kepribadian sebuah merek apabila merek tersebutseorang manusia