metode penentuan kadar nitrogen
TRANSCRIPT
Metode Penentuan Kadar Nitrogen: Metode Kjeldahl
1.1 Metode Penentuan Kadar Nitrogen
Metode analitik yang paling umum digunakan dalam penentuan kadar
nitrogen adalah metode Kjeldahl. Metode tersebut diperkenalkan oleh Johan
Kjeldahl pada tahun 1883. Metode ini dapat diterapkan pada senyawa-
senyawa organik maupun anorganik meliputi makanan, daging, biji-bijian, air
limbah, tanah dan banyak sampel yang lainnya.
Peralatan Keldahl (modern)
1.1.1 Metode Kjeldahl
Metode Kjeldahl merupakan metode yang digunakan untuk menentukan
kadar nitrogen dalam senyawa organik maupun senyawa anorganik. Metode
ini telah mengalami perubahan secara teknis dan pada peralatannya selama
lebih dari 100 tahun sejak diperkenalkan, namun secara mendasar, prinsip
yang digunakan tetaplah sama. Metode Kjeldahl dapat dibagi menjadi tiga
tahap utama, yakni:
1. Digesi (Digestion)
Tahap digesi merupakan tahap dekomposisi nitrogen dalam sampel
menggunakan asam pekat. Tahap ini disempurnakan dengan mendidihkan
sampel pada asam sulfat pekat. Hasil akhir digesi merupakan larutan
amonium sulfat.
2. Distilasi (Distillation)
Merupakan tahap penambahan basa berlebih ke dalam larutan digesi untuk
mengubah NH4+ menjadi NH3 yang diikuti pemanasan dan kondensasi gas
NH3 pada larutan penerima.
3. Titrasi (Titration)
Tahap ini bertujuan untuk mengetahui jumlah amoniak dalam larutan
penerima. Jumlah nitrogen dapat dihitung dari jumlah ion amonia di dalam
larutan penerima tersebut.
Beberapa kondisi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.1.2 Tahap Digesi
Persamaan umum untuk proses digesi ditunjukkan melalui persamaan
3.1 di bawah ini
N organik/anorganik + H2SO4 (NH4)2SO4 + H2O + CO2 + hasil samping(3.1)
Sejumlah kondisi internal digesi sangat menentukan laju reaksi dan
kesempurnaan pemecahan nitrogen menjadi amonium sulfat. Beberapa
diantara kondisi tersebut antara lain adalah pemanasan yang diberikan pada
campuran digesi, penambahan sejumlah garam untuk meningkatkan titik
didih asam, laju refluks asam sulfat pada leher labu digesi, lama digesi dan
penambahan katalis. Pengaturan salah satu kondisi tersebut akan sangat
berpengaruh pada kondisi yang lain. Kondisi digesi yang baik diperoleh
dengan menyeimbangkan faktor-faktor tersebut dalam suatu pola yang
terkontrol dan berulang. Jika suatu sampel mengandung nitrogen nitrat atau
nitrit, maka perlu dilakukan perlakuan awal secara kimiawi untuk ikut
memasukkan atau mengeluarkan sumber nitrogen pada analisa yang
dilakukan.
a. Pertimbangan Asam
Asam sulfat telah lama digunakan untuk proses digesi sampel. Jumlah
asam yang digunakan dipengaruhi oleh ukuran dan jumlah sampel yang juga
menunjukkan jumlah nitrogen. Sampel yang banyak tentu membutuhkan
jumlah asam yang lebih banyak pula. Selain itu, lama pemanasan dan suhu
yang diberikan juga berpengaruh terhadap jumlah asam yang hilang akibat
penguapan.
b. Suhu Pemanasan dan Lama Digesi
Unsur pemanasan yang digunakan pada digesi Kjeldahl meliputi
beberapa variasi pengaturan. Suhu pemanasan yang digunakan umumnya
berpatokan pada suhu yang dapat menyebabkan “250 ml air yang suhunya
25 °C dapat mendidih dalam waktu lima menit”.
Sampel organik umumnya menjadi hitam dan berarang selama proses
digesi ini. Reaksinya dapat berjalan hebat pada permulaan tergantung pada
matriks dan suhu pemanasan. Namun lama kelamaan campuran digesi
menjadi jernih karena terjadinya pembentukan CO2 akibat dekomposisi
organik. Keberadaan ion logam dapat memberikan warna pada campuran
digesi. Hal yang perlu diperhatikan adalah jernihnya larutan tidak
menunjukkan semua nitrogen organik telah terpecah.
1.1.3 Proses Distilasi
Campuran digesi selanjutnya diencerkan dan dibasakan melalui
penambahan NaOH. Proses distilasi ini menghasilkan NH3 menurut
persamaan 3.2 :
(NH4)2SO4 + 2NaOH 2NH3 + Na2SO4 + 2H2O (3.2)
Labu Kjeldahl ditempatkan pada kondensor air dan dipanaskan untuk
menguapkan gas NH3 dari larutan. Ujung kondensor yang dihubungkan
dengan labu yang berisi larutan penerima yang berupa asam, baik berupa
asam standar maupun asam borat. Parlakuan ini dilakukan untuk
menangkap NH3 yang teruapkan.
a. Pengenceran Larutan Digesi
Campuran asam digesi biasanya didinginkan dan diencerkan dengan air
yang bebas amonia. Pengenceran campuran digesi juga bertujuan untuk
mencegah terjadinya ledakan selama proses distilasi. Pencegahan ledakan
juga bisa dilakukan dengan menambahkan batu didih pada larutan digesi,
sementara itu penambahan dua atau tiga tetes tributil sitrat bisa dilakukan
untuk mencegah terjadinya busa.
b. Penambahan NaOH
NaOH pekat (biasanya larutan NaOH 50%) ditambahkan secara perlahan
ke dalam larutan yang akan didistilasi. Umumnya, untuk tiap 5 ml asam
sulfat pekat larutan digesi, dibutuhkan 20 ml NaOH 50% untuk membuat
larutan menjadi bersifat basa kuat. Labu dihubungkan dengan kondensor
sebelum proses pemanasan dan distilasi dilakukan. Untuk sampel yang tidak
memerlukan proses digesi seperti penentuan amoniak secara langsung
dalam air, sampel disangga pada pH 9,5 dengan larutan natrium tetraborat
dan natrium hidroksida untuk mengurangi hidrolisis senyawa kompleks
nitrogen organik yang ada.
c. Distilasi
Sebagian besar NH3 didistilasi dan terperangkap ke dalam larutan asam
penangkap selama 5 sampai 10 menit awal pemanasan. Tetapi, tergantung
pada volume campuran digesi dan metode yang digunakan, 15 sampai 150
ml kondensat dapat dikumpulkan dalam labu penerima untuk memastikan
didapatnya kembali nitrogen. Perpanjangan waktu distilasi dan volume yang
dikumpulkan menghasilkan lebih banyak air yang juga akan tertampung
pada larutan penerima. Namun kelebihan air ini tidak akan memperngaruhi
hasil titrasi. Waktu distilasi dan volume distilat yang dikumpulkan harus
distandarisasi. Laju distilasi dipengaruhi oleh kapasitas pendinginan dari
kondensor dan suhu air pendingin.
Peralatan prakondisi diperlukan katika sampel yang akan ditentukan
kadar nitrogennya memiliki kadar nitrogen yang sangat kecil sebelum
sampel tersebut didistilasi. Hal ini dapat dilakukan dengan mendistilasi
campuran air bebas amonia dan NaOH 50% denganperbandingan 1:1 selama
5 menit sebelum sampel didistilasi untuk mengurangi kontaminasi dari
amonia di atmosfer.
d. Larutan Penerima
Larutan yang digunakan sebagai larutan untuk menangkap amonia
merupakan asam yang bisa berupa asam standar ataupun asam borat. Jika
yang digunakan sebagai larutan penerima adalah HCl atau H2SO4, maka akan
lebih baik jika hanya ada sedikit kelebihan asam yang tertinggal setelah
NH3 didistilasi dan terperangkap untuk menghindari titrasi balik. Dengan
mengantisipasi jumlah nitrogen dalam sampel. Jumlah target asam standar
dapat dihitung menurut persamaan 3.3 :
Konsentrasi yang tepat tidak terlalu dibutuhkan jika larutan penerima
yang digunakan adalah asam borat. Hal ini karena proses titrasi langsung
menghitung jumlah amonia dalam larutan distilat dengan menetralkan
kompleks yang terbentuk antara amonia dan asam borat (perbandingan 1:1).
Jumlah asam borat yang banyak bisa ditambahkan pada larutan penerima
sehingga absorpsi amonia dapat berlangsung dengan sempurna.
Volume larutan penerima dapat ditingkatkan dengan menambahkan air
bebas amonia sehingga ujung pipa pengantar bisa tercelup ke larutan
tersebut. Pipa pegantar harus selalu dibilas ke dalam labu penerima sesaat
sebelum labu tersebut dipindahkan dari perangkat distilasi. Larutan
penerima harus berada pada suhu 45 C selama proses distilasi untuk
mencegah hilangnya amonia.
1.1.4 Proses Titrasi
Terdapat dua macam titrasi yang digunakan pada proses Kjeldahl, yakni
titrasi balik yang biasanya digunakan pada Kjeldahl Makro dan titrasi
langsung. Kedua metode tersebut mengindikasikan keberadaan amonia
dalam air distilat dengan menunjukkan perubahan warna dan
memungkinkan dilakukannya perhitungan konsentrasi.
a. Penentuan Nitrogen Melalui Titrasi Balik
Pada titrasi balik, amonia ditangkap dengan larutan asam yang telah
distandarisasi dengan sangat tepat pada labu penerima. Kelebihan asam
pada larutan penerima menjaga pHnya tetap rendah sehingga indikator tidak
berubah warna.
2NH3 + 2H2SO4 (NH4)2SO4 + H2SO4 (3.4)
Kelebihan larutan asam kemudian dinetralkan dengan larutan basa yang
telah distandarisasi dengan tepat misalnya basa NaOH. Perubahan warna
terjadi ketika titrasi mencapai titik akhirnya.
(NH4)2SO4 + H2SO4 + 2NaOH (Na)2SO4 + (NH4)2SO4 +
2H2O (3.5)
b. Penentuan Nitrogen Melalui Titrasi Langsung
Titrasi langsung dilakukan dengan menggunakan asam borat sebagai
larutan penerimanya. Reaksi yang terjadi pada titrasi ini adalah:
NH3 + H3BO3 NH4+:H2BO3
- + H3BO3 (3.6)
Asam borat menangkap gas amonia dan membentuk kompleks borat.
Setelah amonia terkumpulkan, maka warna larutan penerima akan berubah.
2NH4H2BO3- + H2SO4 NH4
+:H2BO3- + H3BO3 (3.7)
Penambahan asam sulfat menetralkan kompleks amonium borat
sehingga perubahan warna terjadi.
Metode asam borat ini memiliki dua kelebihan yakni hanya
membutuhkan satu larutan standar untuk proses penentuan kadar nitrogen
dan larutan memiliki waktu hidup yang lama.
a. Indikator
Beberapa indikator yang berbeda telah digunakan untuk dapat
memberikan perbedaan warna yang mencolok selama proses titrasi. Analis
biasanya menggunakan indikator yang spesifik dan hal ini sangat terganting
pada pilihan personal. Namun demikian, indikator yang sering digunakan
adalah campuran dari metil merah dan metilen biru. Indikator harus memiliki
trayek pH perubahan wrana dimana titik ekivalen titrasi terjadi.
b. Perhitungan
Perhitungan kadar nitrogen harus disesuaikan dengan larutan penerima
yang digunakan dan faktor pengenceran selama proses distilasi. Pada
persamaan di bawah, “N” menunjukkan normalitas. “ml blank‘ adalah
mililiter yang diperlukan untuk titrasi balik reagen blank jika yang digunakan
adalah asam standar, atau menunjukkan mililiter asam standar yang
dibutuhkan untuk mentitrasi larutan penerima. Ketika asam standar
digunakan sebagai larutan penerima, persamaan yang digunakan adalah
Jika berat sampel berupa miligram, berat molekul nitrogen harus diubah
menjadi 1400,67.
Ketika asam borat digunakan sebagai larutan penerima, maka
persamaan yang digunakan adalah: