metode bimbingan agama dalam meningkatkan...
TRANSCRIPT
METODE BIMBINGAN AGAMA DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN SPIRITUAL ANAK WARGA BINAAN SOSIAL
(WBS) DI PANTI SOSIAL BINA INSAN BANGUN DAYA 1 (PSBIBD 1) KEDOYA
JAKARTA BARAT
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos.I)
Oleh :
Wishnu Anugrahingwidi NIM : 108052000021
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN
ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1434 H. / 2012 M.
ABSTRAK
WISHNU ANUGRAHINGWIDI Metode Bimbingan Agama Dalam meningkatkan Kecerdasan spiritual anak
Dalam kehidupan keseharian manusia, sisi agama sangat penting untuk menunjang kehidupan, baik secara vertikal kepada Allah SWT maupun secara horizontal kepada seluruh manusia yang ada di sekelilingnya, dalam hal ini umumnya penyandang masalah kesejahteraan sosial dan khusunya bagi anak-anak yang menjadi fokus dari penelitian ini. Jumlah keluarga miskin yang berada di Jakarta, setiap tahunnya mengalami peningkatan secara signifikan, dan secara otomatis penambahan kepada penyandang kesejahteraan sosial juga ikut meningkat. Dalam hal ini pelayanan kesejahteraan sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), hasil penertiban dan tata kelola kota sosial di Jakarta, merupakan usaha bagi pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat Jakarta yang dilakukan secara struktural dan terintegrasi seiring dengan usaha pembangunan kesejahteraan sosial DKI Jakarta yang dilakukan melalui salah satunya sistem panti.
Di Jakarta masih banyak PMKS khususnya anak-anak sebagai fokus dalam penelitian ini, akibat dari kemiskinan, terlantar karena tidak tahu orang tuanya kemana, dan minimnya pendidikan yang mereka rasakan sejak dini baik dari orang tuanya maupun di sekolah, serta pupusnya harapan masa depan dengan tidak mengenyam pendidikan yang layak. Berdasarkan keterangan di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Metode Bimbingan Agama Dalam Meningkatkan Kecerdasan Spiritual Anak Warga Binaan Sosial (WBS) dipanti Sosial Bina Insan Bangun Daya 1 (PSBIBD 1) Kedoya Jakarta Barat”.
Keadaan masyarakat Jakarta yang sangat beragam sudah pasti menimbulkan masalah yang beragam pula dalam kesehariannya, penyandang kesejahteraan sosial yang kebanyakan berprofesi sebagai pedagang asongan, pengamen, joki 3in1 dan pengemis adalah melanggar aturan karena telah menggangu lalu lintas umum, kenyamanan dan ketertiban di jalan umum. Kemudian dalam kaitannya dengan anak adalah sangat memprihatinkan kiranya jika dalam seusia mereka sudah berada di jalanan dan putus sekolah. Faktor yang menyebabkan ketertarikan penulis untuk meneliti hal demikian bahwa anak adalah regenerasi manusia berikutnya, maka itu harus terus ditempa ilmu dan dididik sebaik-baiknya, namun hal yang terjadi bagi sebagian kecil anak-anak tidaklah demikian di PSBIBD 1, adanya kebutuhan agama, moral, pendidikan, dan khususnya kecerdasan spiritual anak yang harus dipenuhi.
Penelitian ini dilaksanakan di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 1 Kedoya Jakarta Barat. Fokus masalah dalam dalam penelitian ini adalah metode bimbingan agama dalam meningkatkan kecerdasan spiritual anak, metode-metode bimbingan agama yang berkaitan dengan hal itu dan kendala-kendala dalam hal itu dan cara pemecahannya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan. Subyek dari penelitian ini adalah pembimbing agama dan petugas dan menjadi obyek adalah anak warga binaan sosial di PSBIBD 1.
Penerapan metode yang digunakan oleh pembimbing dalam menanamkan nilai agama dan kecerdasan spiritual bagi anak-anak adalah metode bimbingan agama, bimbingan puasa, bimbingan sholat, bimbingan akhlak. Dalam hal ini peran aktif pembimbing sangat dibutuhkan guna menunjang eksistensinya guna mendapatkan hasil dari metode bimbibngan agama, serta dalam mendidik anak agar menjadikan anak lebih baik dalam kecerdasan spiritualnya. terutama dalam hal agama dan spiritual bagi anak-anak agar terwujudnya masa depan yang bernorma kemasyarakatan dan memiliki nilai spiritual yang tinggi.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
Alhamdulillahirrabbil’alamien puji syukur kepada Allah SWT atas segala
limpahan rahmat, karunia dan nikmat-Nya, shalawat serta salam tercurah bagi
baginda nabi besar Muhammad SAW dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Sehubungan dengan itu saya dapat meyelesaikan skripsi ini dengan judul
“METODE BIMBINGAN AGAMA DALAM MENINGKATKAN
KECERDASAN SPIRITUAL ANAK WARGA BINAAN SOSIAL (WBS) DI
PANTI SOSIAL BINA INSAN BANGUN DAYA 1 (PSBIBD 1) KEDOYA
JAKARTA BARAT”.
Penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada seluruh pihak dan staf yang
sudah membantu saya dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini, baik materil
maupun moril, khusunya kepada :
1. Dr. H. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi.
2. Dra. Rini Laili Prihatini, M. Si selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan
Islam dan Drs. Sugiharto M.A selaku Sekertaris Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam, atas bimbingannya selama ini.
3. Drs. M, Lutfi, M.A selaku dosen Pembimbing Skripsi saya, atas dukungan dan
kesabaran dan keihklasan bapak dalam membimbing saya sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini.
4. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah & Ilmu Komunikasi yang telah
memberikan banyak ilmunya kepada penulis.
5. Pimpinan dan karyawan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah & Ilmu Komunikasi yang telah
memberikan fasilitas untuk mendapatkan referensi dan rujukan dalam penulisan
skripsi ini.
6. Bapak H. Tatang Suyanto, S.sos. MM, bapak Ruminto AKS, MM, dan seluruh
pihak Panti Sosial Bina Insani Bangun Daya 1 Kedoya Jakarta Barat yang telah
berkenan memberikan izin serta banyak membantu penulis dalam penelitian ini
hingga dapat berjalan sesuai yang direncanakan.
7. Orang tua saya Sudarman Harjono, S.Sos, dan Endah Nurharini, S.pd, yang telah
memberikan dukungan penuh baik dari segi moril maupun materil serta
terimakasih yang sedalam-dalamnya atas dukungan, doa, cinta &kasih sayang
yang telah diberikan selama ini dengan tulus sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
8. Kakanda Abdul Latief, Okto Widodo, Hafidz Basyir Ahmad dan adinda Gusti
Ayu Arta Harini, atas dukungan dan doa serta motivasi yang diberikan.
9. Semua sahabat BPI (Try, Enan, Ocid, Oki, Boy, Juned, Danu, Nila, eka, ayu,
Nina, Hafifah, Sundus, Venti, Indah, Ike, Putry,) terima kasih atas doa, kasih
sayang dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
10. Saudara, sahabat, kerabat, teman karib yang namanya tidak disebutkan satu per
satu. Terimakasih atas doa dan dukungannya selama ini.
11. Teman-teman BPI 2008, 2009, 2010, dan 2011, terima kasih yang setinggi-
tingginya atas dukungan, motivasi, dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
Terakhir ucapan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat
penulis sebutkan secara satu per satu yang telah ikut berpartisipasi dalam
penulisan dan penelitian ini. Dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada
kalian semua, penulis mengucapkan terima kasih yang seluas-luasnya.
Semoga Allah SWT selalu memberikan limpahan rahmat, karunia, nikmat-
Nya kepada kita semua.
Akhirnya hanya kepada-Nya penulis serahkan segala urusan dunia ini.
Penulis sangat berharap penuh agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita
semua dan menambah ilmu pengetahuan dan ilmu-ilmu lainnya,
jazzakumullah khairan katsira.
Ciputat, Desember, 2012
Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Melihat dunia di zaman sekarang yang serba modern ini, ditunjang
dengan kemajuan tekhnologi yang merambah ke seluruh penjuru dunia,
bahkan hingga pelosok-pelosok desa, maka yang harus dihadapi adalah
sistem masyarakat yang lebih modern dan lebih terkemuka, lebih
berpendidikan, dan lebih canggih. Akan tetapi kalau dilihat dari keislaman
yang dianut sebagian besar di masyarakat Indonesia, secara perlahan nilai-
nilai moral dan keberagamaan itu sendiri telah digeser oleh kemajuan zaman
yang amat pesat, bahkan ada sebagian masyarakat ada yang melupakan nilai-
nilai ajaran islam yang agung nan luhur. Sudah berlangsung lama nilai-nilai
keagamaan yang dijunjung tinggi umat Islam yang sudah diterapkan dalam
kehidupan, akan tetapi lambat laun kemerosotan moral itu terjadi dikalangan
masyarakat Islam sendiri.
Prinsip-prinsip keagamaan yang sudah diajarkan sejak dulu kala sudah
sepatutnyalah, dan seyogyanya kita terapkan dalam kehidupan kita, mulai dari
sampai kita diajarkan sejak kecil, hingga dewasa dan akhrinya menutup mata.
Dalam kehidupan yang selalu berorientasi dan berkutat pada kemajuan dalam
bidang material telah banyak menelantarkan nilai-nilai keislaman serta moral
bangsa sampai terkadang menelantarkan supra empiris manusia, sehingga
terjadi pemudaran rohaniyah serta pemiskinan spiritual dalam diri setiap
2
individu dikalangan umat muslim. Kalau kita boleh kerucutkan lagi kondisi
yang seperti ini cukup kondusif bagi perkembangan masalah-masalah pribadi
dan sosial yang dapat terespresikan dalam suasana psikologis yang kurang
nyaman, seperti perasaan cemas dalam diri, dan perasaan haus akan nilai
kerohaniyahan, serta dapat menimbulkan penyimpangan moral atau sistem
nilai, baik individu maupun sosial.
Jika ditinjau secara keagamaan, betapa besar pengaruh kecerdasan
spititual dalam menunjang kesuksesan kehidupan seseorang, untuk mencapai
kecerdasan spiritual yang lebih tinggi, yang berkembang dari individu
masing-masing dan lingkungannya yang mana untuk mencapai kematangan
kecerdasan spiritual sangat bergantung pada tingkat kesadaran baik secara
individu maupun melalui proses pelatihan, pendidikan dan bimbingan yang
continue.1 Dalam kehidupan yang beragam dengan masalah agar dapat
menyeimbangkan dan menenangkan emosi dalam diri maka, rasa spiritual
yang tingi sangat dibutuhkan peranannya dalam membantu memecahkan
masalah dan menyelesaikannya, dikarenakan dapat meringankan dan
menyembuhkan serta membangun nilai-nilai keberagamaan secara utuh dan
mumpuni.
Bagi pribadi muslim yang berpijak pada pondasi tauhid pastilah ia
adalah pribadi yang ulet dan setiap langkah dalam kehidupan pastilah
diniatkan untuk beribadah, dalam hal inilah seorang muslim di tuntut untuk
1 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2007), Cet. Ke-23.
3
seimbang dan melaksanakan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi.
Adapun kecerdasan spiritual yang dimiliki tidak mumpuni, atau tidak
maksimal, sudah sepatutnya ia memperdalam kajian spiritualnya, karena
kecerdasan spiritual sebagai wadah dari dimensi non material atau ruh
manusia. Inilah butiran intan permata yang belum terasa dimana setiap orang
memilikinya.
Manusia harus mengenali kecerdasan spiritual seperti adanya,
menggosoknya hingga mengkilap, merawatnya hingga terjaga kesuciannya,
dengan tekad yang besar dan menggunakannya untuk memperoleh
kebahagiaan abadi. Seperti dua bentuk kecerdasan lainnya, kecerdasan
spiritual bisa meningkat dan menurun.2
Ketika kecerdasan spiritual kosong, serta hampa dalam diri manusia,
maka peranannya diganti dengan kesombongan dan keangkuhan, akibatnya
adalah kehancuran bagi dirinya dan semua. Dalam bahasa al-Qur’an
dinyatakan bahwa barang siapa menolak perintah dan pengajaran Tuhan,
maka yang mengendalikan diri dan dan ruh nya adalah setan dan sejenisnya.
Tentunya tidak diharapkan pada anak-anak hanya handal dan hebat dalam
kecerdasan intelektualnya saja, tetapi kesadaran diri tentang kecerdasan
spiritual dapat diibaratkan dengan cahaya ilahi, sehingga segala sesuatu
nampak sebagaimana adanya. Ketika manusia mengetahui tentang hakikat
2 Sudirman Teba, Kecerdasan Sufistik, (Jakarta : Kencana, 2004). Cet. Ke-1, h. xvi.
4
sesuatu, maka ia menjadi bijak dan arif untuk menggunakan sesuatu tersebut
dengan tanpa menyelewengkannya.3
Salah satu kunci kecerdasan spiritual adalah pada hati nurani.
Kemudian mampu menanggapi bisikan nurani kita tersebut dengan
memberdayakan dan mengerahkan seluruh potensi kalbu. Tentu saja tidak
hanya mendenganrkan hati nurani, tetapi lebih utama lagi ialah menyatakan
seluruh potensi tertsebut secara nyata dan penuh keyakinan.
Mereka yang mempunyai hal tersebut memiliki visi dalam hidup,
mereka sangat menyadari bahwa hidup yang dijalani bukanlah kebetualan
tetapi sebuah kesengajaan yang harus dilakukan dengan penuh tanggung
jawab (taqwa). Hidup bukan sekedar mencari karir, pangkat dan jabatan,
melainkan juga tanggung jawab kepada akhiratnya.
Mereka yang menghayati makna ayat tersebut akan tampak dari caranya
meneliti perjalanan hidupnya secara utuh. Merka menjadikan masa lalu
sebagai pelajaran yang sangat berharga untuk membuat rencana yang lebih
cermat. Dengan menetapkan visi dalam hidup menyebabkan kedamaian dan
kepasrahan dan kedamaian yang luar biasa untuk selalu berbuat kebaikan dan
memenuhi harapan diri yang merindu dengan Allah. Penetapan visi berarti
menetapkan arah kiblat yang benar-benar diyakini. Sehingga, seluruh sumber
daya yang dimilikinya diarahkan dan dituangkan dalam bentuk perencanaan.
Namun visi akhirat bukan berarti melupakan kehidupan dunia, karena dunia
3 Suharsono, Akselerasi Intelegensi Optimalkan : IQ, EQ, dan SQ Secara Islami, (Jakarta:
Insani Press, 2004), Cet. Ke-1, h. 238.
5
merupakan tempat manusia beraktifitas untuk memanfaatkan semua karunia
Allah.4
Dalam kaitan selanjutnya penulis akan meneliti sistem metode
bimbingan agama dalam meningkatkan kecerdasan spiritual itu akan di
terapkan di PSBIBD 1, Panti sosial yang sejatinya adalah tempat
penampungan sementara orang-orang kurang mampu berintelektualisasi dan
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang tersebar di wilayah
Provinsi DKI Jakarta, senantiasa ditertibkan untuk mendapatkan perlindungan
dan kemandirian. Pelayanan kesejahteraan sosial bagi PMKS hasil penertiban
dan penjangkauan sosial, merupakan usaha kesejahteraan sosial yang
dilakukan secara integrasi seiring dengan usaha pembangunan kesejahteraan
sosial Provinsi DKI Jakarta dan perwujudannya dilakukan melalui sistem
panti.
Di Jakarta masih banyak PMKS jalanan sebagai akibat dari kemiskinan,
urbanisasi, terbatasnya lapangan kerja, pendidikan rendah dengan
keterampilan terbatas, sehingga perlu penertiban sosial dan panti
penampungan, sebelum dirujuk ke panti pelayanan dan rehabilitasi sosial.
Sebagai suatu lembaga sosial, panti sosial telah mengemban amanah rakyat
yang dikelola oleh pemprov DKI untuk bertanggung jawab atas kesejateraan
masyarakat miskin yang terlantar di jalanan untuk nantinya dikembangkan,
dan digembleng secara konsisten agar dapat mewujudkan masyarakat yang
4 Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah, (Jakarta : Gema Insani Press, 2001), Cet. Ke-2, h.
6-8.
6
mandiri dan mempunyai sumber daya manusia (SDM) yang berkopenten.
Namun sesungguhnya kegiatan itu saja belum cukup memadai agar
memenuhi kebutuhan keagamaan dan spiritualitasnya agar nantinya dapat
menyiapkan dan membentengi diri agar tidak terhanyut dalam kehidupan
yang penuh dengen kefanaan.
Agar warga binaan sosial (WBS) di panti PSBIBD 1 mampu
memecahkan dan menyikapi masalahnya dengan bijak secara agama
diperlukannya bimbingan agama dan beberapa kegiatan yang menunjang
untuk itu, serta pendekatan yang dapat membantu terwujudnya masyarakat
yang dapat menambah wawasan keagamaan yang bernilai spiritualitas tinggi
melalui panti sosial tersebut.
Kebutuhan akan bimbingan keagamaan timbul karena dipicu adanya
masalah-masalah yang dihadapi oleh warga binaan sosial (WBS) yang terlihat
dalam kesehariannya di panti sosial semakin rumit tentang masa lalunya,
struktur lingkungan, dan strata sosialnya maka semakin banyak pula masalah
yang dideritanya. Landasan bimbingan nilai-nilai moral dan keagamaan serta
religius yang berpotensi, pada dasarnya ingin memandu, memberi pedoman,
dan memantapkan hati serta perilaku yang dapat menjujung tinggi rasa
spiritulitas kepada tuhan dengan segenap kemuliannya. Oleh karena itu fokus
pelaksanaan bimbingan keagamaan adalah tidak lain ingin mengembangkan
spiritual keberagamaannya agar mudah memahami dan menghayati
spiritualitas beragama yang nantinya berimplementasi kepada perilaku yang
baik dan bermartabat agar dapat seiring sejalan dengan ketentuan Allah SWT.
7
Pada dasarnya seluruh lembaga panti sosial sudah sepatutnyalah
mengembangkan potensi apa yang terdapat pada warga binaannya.
Kecerdasan spiritual sudah sepatutnya harus mendapat perhatian, serta
pengkajian lebih dalam dan diteliti dengan seksama, karena kecerdasan
spiritual sangat menentukan mutu hasil pembinaan warga binaan sosial
(WBS) khususnya, umumnya bagi segenap warga Negara Indonesia yang
memahami nilai-nilai spiritualitas dan keagamaan, serta generasi muda dan
penerus bangsa.
Jika hal ini tidak mendapat dukungan dan apresiasi segenap masyarakat,
boleh jadi seorang individu hanya pintar secara intelektualnya saja, namun
kering akan nilai agama dan spiritualitas. Dari penjabaran di atas penulis
ingin sekali meneliti dan mengembangkan bagaimana metode bimbingan
agama dalam meningkatkan kecerdasan spiritual yang ada di Panti Sosial
Bina Insan Bangun Daya 1 (PSBIBD 1). Dalam hal ini lembaga sosial yang
akan diteliti adalah PSBIBD 1 Kedoya, Jakarta Barat, dan berdasarkan latar
belakang di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul,
“Metode Bimbingan Agama Dalam Meningkatkan Kecerdasan
Spiritual Anak Warga Binaan Sosial (WBS) di Panti Sosial Bina Insan
Bangun Daya 1 (PSBIBD 1)” Kedoya, Jakarta Barat.
8
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi masalah
Persoalan kecerdasan spiritual warga binaan sosial (WBS) sangat
berhubungan erat, dan bisa dipengaruhi, oleh beberapa hal diantaranya
sebagai berikut:
a. Orang tua, dan pembimbing karena berpengaruh besar dalam
bimbingan agama untuk pembinaan para WBS.
b. Lingkungan sekitar (panti sosial).
c. Pemanfaatan waktu luang.
d. Kegiatan bimbingan yang dilakukan di PSBIBD 1.
2. Pembatasan masalah
Persoalan yang dan diteliti untuk skripsi ini dibatasi pada metode
bimbingan agama (kegiatan bimbingan yang dilakukan di PSBIBD 1
kedoya) dan mengkaitkan dengan kecerdasan spiritual anak warga binaan
sosial WBS.
3. Perumusan masalah
Selanjutnya, berdasarkan uraian dan paparan di atas, maka perumusan
masalahnya adalah :
1. Bagaimana metode bimbingan agama dalam meningkatkan
kecerdasan spiritual anak di PSBIBD 1?
2. Bagaimana hasil metode bimbingan agama dalam
meningkatkan kecerdasan spiritual anak di PSBIBD 1?
9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah yang diajukan tersebut maka
yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk memahami metode bimbingan agama dalam meningkatkan
kecerdasan spiritual.
2. Untuk mengetahui berhasil atau tidaknya metode bimbingan agama di
PSBIBD 1 dalam meningkatkan kecerdasan spiritual.
Kemudian diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan manfaat
secara teoritis, dan memberikan wawasan keilmuan khususnya, bagi jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam, dan manfaat praktis yaitu dapat
bermanfaat sebagai bahan masukan dan wawasan untuk pihak manapun, serta
dapat memberikan sumbangan bagi kajian-kajian konseling yang membahas
tentang bagaimana informasi dan wacana penelitian mengenai kecerdasan
spiritual di panti sosial bina insani bangun daya 1 (PSBIBD 1) khususnya,
serta dapat terus berkembang dalam masyarakat umumnya.
10
D. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan dan Metode Penelitian
Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sementara
serta mengetahui pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan suatu
mode, jadi metodologi penelitian adalah suatu pengkajian dalam
mempelajari peraturan-peraturan yang terdapat dalam penelitian. Ditinjau
dari sudut filsafat, metodologi suatu penelitian merupakan epitemologi
penelitian yaitu yang menyangkut bagaimana tentang penelitian.5
Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode deskriptif.
Menurut Winarto Surachmad (1993:63) metode deskriptif adalah “suatu
metode yang memiliki sifat menuturkan dan menafsirkan data yang ada
tentang suatu proses yang berlangsung”. Sedangkan pendekatan yang
digunakan dalam skripsi ini adalah pendekatan kualitatif, menurut Bogdan
dan Taylor yang dikutip oleh Lexy J. Moleong, pendekatan kualitatif
adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.6
Sedangkan menurut Hesti R. Wijaya (1996) penelitian kualitatif akan
lebih diuntungkan karena bentuk dan caranya lebih fleksibel dan
berkembang dalam proses penelitiannya, dan juga lebih bisa menjelaskan,
memberikan pengertian, serta pemahaman yang mendalam.7 Oleh karena
5 Husaini, Usman Purnomo, Setiady Akbar. Metodologi Penelitian Sosial. (PT. Bumi
Aksara. Jakarta) Cet. Ke-3. 2000. 6 Lexy, J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2007), Cet, Ke-23, h. 6. 7 Wijaya Hesti R, Penelitian Berperspektif Gender Dalam Jurnal Analisis Sosial: Analisis
Gender dan Memahami persoalan perempuan , Edisi 4/November (Bandung: Akatiga, 1996), h. 4.
11
itu Purwandari (2001) menyatakan: “hal-hal yang membutuhkan
pemahaman mendalam dan khusus sangat sulit diteliti dengan pendekatan
kualitatif.8
2. Subyek dan Obyek Penelitian
Dalam penelitian ini fokus subyek kepada pembimbing, yang menjadi
peneliti dalam hal ini, dengan jadwal yang telah ditentukan utntuk
menganalisis metode bimbingan agama kepada anak-anak di PSBIBD 1.
Kemudian obyek penelitian dalam hal ini, adalah anak warga binaan
sosial di PSBIBD 1, untuk kemudian diteliti secara seksama.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian
ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Observasi, adalah teknik dan cara yang digunakan untuk mengamati
dan meneliti langsung peristiwa atau kegiatan metode bimbingan agama
yang sedang dilaksanakan bagi anak-anak warga binaan sosial di
PSBIBD 1.
b. Wawancara, penulis melakukan diskusi dan tanya jawab, dan
mewawancarai secara langsung dengan pembimbing agama di panti,
petugas dan anak-anak di PSBIBD 1.
c. Telaah kepustakaan, dimaksudkan untuk memperoleh data-data dan
referensi yang berkaitan dan berhubungan dengan penelitian ini. Selain
8 Purwandari, Kristi E, Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia,
(Jakarta: LPSP3 UI, 2001), h. 12.
12
itu telaah dan kajian kepustakaan didapat dari sumber informasi dan
referensi dari buku-buku, surat kabar, majalah, dan internet.
d. Dokumentasi, adalah pengambilan dan pengumpulan gambar dan foto-
foto yang mendukung penelitian, untuk nantinya dilampirkan untuk
menunjang penelitian.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang diajukan dalam penelitian ini
menggunakan tiga subtansi proses yang saling berkaitan dan berhubungan,
yakni reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.
Reduksi data yaitu dengan memilih hal-hal yang pokok, yang sepadan dan
selaras dengan pengkajian penelitian. Data tersebut disajikan dalam bentuk
gabungan informasi dan rangkuman sehingga memungkinkan nantinya
untuk mengumpulkan kesimpulan berdasarkan dengan krangka teori dan
permasalahan penelitian. Setelah itu dalam penelitian akan dilakukannya
verifikasi data yang mencakup proses pemaknaan dan penafsiran data yang
diperlihatkan.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam menentukan judul skripsi ini penulis sudah mengadakan tinjauan
pustaka ke perpustakaan yang berada di fakultas dakwah maupun juga di
perpustakaan utama UIN syarif hidayatullah. Menurut pengamatan serta
peninjauan penulis dari hasil observasi yang sudah dilakukan penulis sampai
saat ini hanya menemukan judul, skripsi tahun 2007 membahas tentang
13
Upaya Bimbingan Islam Dalam Meningkatkan Kecerdasan Spiritual dan
Emosional di Pondok Pesantren Darunnajah, dengan penulis Linda
Fathurahimah, Fakultas Tarbiyah. Pada skripsi tahun 2006 membahas tentang
pengembangan kecerdasan spiritual anak di sekolah alam, dengan penulis
Naila Nur Rahmah, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Sedangkan
penulis menganalisa tentang Metode Bimbingan Agama dalam Meningkatkan
Kecerdasan Spiritual Warga Binaan Sosial (WBS) di Panti Sosial Bina Insan
Bangun Daya 1, (PSBIBD 1), Kedoya, Jakarta Barat.
Penulis memilih judul tersebut karena belum adanya judul yang
mengemukakan tentang adanya analisis metode Bimbingan Agama Dalam
Meningkatkan Kecerdasan Spiritual pada WBS di PSBIBD 1. Oleh karena itu
penulis tertarik untuk meneliti, mengkaji, dan mengembangkan hal tersebut
karena seluruh lapisan masyarakat dapat berdakwah serta memahami untuk
nantinya mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan spiritual dengan
cara yang berbeda degan warga binaan sosial (WBS) di PSBIBD 1 ini.
Demikianlah alasan dan paparan penulis dalam mengajukan judul skripsi
yang berjudul Analisis Metode Bimbingan Agama Dalam Meningkatkan
Kecerdasan Spiritual Anak Warga Binaan Sosial (WBS) di PSBIBD 1.
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab I: Merupakan bab pendahuluan yang berisi tentang latar belakang dan
background pentingnya permasalahan dalam penelitian,
pembatasan dan perumusan masalah yang akan diteeliti, tujuan dan
14
manfaat penelitian, metodologi penelitian serta sistematika
penulisan.
Bab II: Dalam bab ini Mengungkapkan tentang isi landasan teori secara
lugas yang berkaitan dengan penelitian yang ingin dilakukan, dan
dalam bab ini penulis menguraikan mengenai teori-teori yang
digunakan dalam pengkajian penelitian.
Bab III: Dalam bab ini penulis menguraikan tentang deskriptif objek
penelitian yang mencakup sejarah , latar belakang dan profile
tentang berdirinya, serta visi, misi, dan tujuan. Kemudian
dilanjutkan dengan pembahasan program yang telah dicanangkan,
struktur organisasi, dan sarana serta prasarana pada lembaga yang
ingin diteliti.
Bab IV: Dalam bab ini penulis melakukan dan menyelesaikan penganalisisan
metode bimbingan agama yang dikaji dan diterapkan bagi anak
warga binaan sosial (WBS) di Panti Sosial Bina Insan Bangun
Daya 1 (PSBIBD 1), serta hasil dari penilitian tersebut di tuliskan
dan dijabarkan secara rinci.
Bab V: Dalam bab ini penulis menyudahi semua bahasan dengan penutup,
dan setelahnya diuraikan tentang kesimpulan dan ringkasan
mengenai hasil penelitian serta diskusi yang telah dilakukan
dengan teman-teman dalam penelitian dan keseluruhan kegiatan
bimingan agama yang penulis rasa penting serta saran yang
menunjang yang berkenaan dengan penelitian ini.
15
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Bimbingan Agama
1. Pengertian Bimbingan Agama
Dalam pengertian bimbingan agama ini penulis ingin
menjabarkannya dalam beberapa definisi yang kemudian dikaitkan dengan
pembahahasan selanjutnya, salah satunya istilah bimbingan merupakan
terjemahan dari kata “guidance” yang berarti menunjukan kepada dua hal,
yang masing-masing berdiri sendiri. Hal ini sebagaimana yang dikatakan
oleh WS. Wingkel yaitu:
a. Memberikan informasi, yaitu memberikan petunjuk, bahkan
memberikan nasehat kepada seseorang atau kelompok maka atas dasar
pengetahuan tersebut orang dapat menentukan pilihan dan mengambil
keputusan.
b. Menuntun atau mengarahkan kepada suatu tujuan yang akan dituju,
yang mungkin tempat tersebut hanya diketahui oleh yang menuntun
saja.1
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bimbingan berarti petunjuk
apapun penjelasan tentang tata cara mengerjakan sesuatu.2 Secara harfiah
(bahasa) bimbingan adalah “menunjukan, memberi jalan, atau menuntun
1 WS.Wingkel. FKIP. IKIP. Senata Darma, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah,
(Jakarta : PT. Gramedia, 1997), h. 18. 2 Tim Penyusun Kamus, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1995), Cet. Ke-2, h. 133.
16
orang lain ke arah tujuan yang bermanfaat bagi kehidupan di masa kini
dan masa yang akan datang”.3
Pakar bimbingan yang lain menjabarkan bahwa “bimbingan
merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa atau seseorang agar
dapat berkembang menjadi pribadi-pribadi yang mandiri dan bersahaja”.
Pelayanan bimbingan merupakan proses. Jadi mulai dari perencanan,
penanganan dan pelayanan dalam bimbingan harus saling
berkesinambungan, sebab dalam membimbing itu tidak langsung dan serta
merta menjadi pribadi yang mandiri, tetapi proses yang dituju dan
dijalankan harus bertahap dan berkala, terkadang harus pula melalui lika-
liku tertentu sesuai dengan dinamika serta situasi yang terjadi dalam
lingkungan tersebut.
Dengan pengertian di atas dapat dibandingkan, bahwa bimbingan
adalah suatu proses pemberian pertolongan dan bantuan secara berkala dan
terus menerus yang diberikan kepada seseorang dalam menemukan jati diri
serta pribadi yang dapat mandiri menentukan arah kehidupannya secara
bijaksana dan dapat menentukan pilihan-pilihan kehidupannya secara
optimistis.
Lalu dalam kaitannya dengan definisi agama yang dipaparkan oleh
para ilmuan belum sepenuhnya sepadan. Menurut Zakiah Daradjat,
“agama adalah kebutuhan jiwa (psikis) manusia, yang akan mengatur dan
3 H.M Arifin, Pedoman pelaksanaan Bimbingan Agama, (Jakarta : Golden Terayon Press,
1996), h.1.
17
mengendalikan sikap, pandangan hidup, kelakuan, dan cara menghadapi
tiap-tiap masalah”.4
Arif Budiman melihat agama dalam dua kategori, “pertama, agama
sebagai keimanan (doktrin), dimana orang percaya terhadap kehidupan
kekal dikemudian hari, lalu orang mengabdikan dirinya untuk kepercayaan
tersebut, kedua, agama sebagai yang mempengaruhi perilaku manusia.
Dengan demikian ia identik dengan kebudayaan”.5 Dalam Kamus
Sosiologi pengertian agama (religion) mencakup 3 hal : 1. Kepercayaan
kepada hal spiritual, 2. Perangkat kepercayaan dan praktek-praktek yang
dianggap tujuan sendiri, 3. Ideologi mengenai hal-hal yang bersifat
supranatural.6
Dalam hal yang berkaitan juga ada hal lain yang memberikan
pemaparan tentang agama, agama yang berarti “peraturan tuhan yang telah
diturunkannya kepada manusia yang diwajibkan untuk dilaksanakan dalam
kesehariannya, agar menjadi tuntunan manusia untuk mengarungi
kehidupannya dalam segala aspeknya supaya mencapai kebahagiaan
hidup lahir dan batin, di dunia dan akhirat”.7
Maka bisa diberikan kesimpulan sementara, mengacu pada definisi
agama, dapat dicermati bahwa agama dipercayai sebagai sebuah sistem
4 Zakiah Daradjat. Pendidikan Agama dan Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang,
1982), Cet. Ke-3, h. 52. 5 Arif Budiman, Agama Demokrasi dan Keadilan, (dalam M. Imam Azis) Agama
Demokrasi dan Keadilan. (Jakarta: PT. Gramedia, 1993), h. 20. 6 Soejono Soekanto, Kamus Sosiologi, (Jakarta : Kalam Mulia, 1986), Cet. Ke-1, h. 2.
7Syahmi Zaeni, Mengapa Manusia Harus Beragama, (Jakarta : Kalam Mulia, 1986), Cet. Ke-1, h. 2.
18
kepercayaan serta praktis dapat memiliki potensi untuk membuat sebuah
masyarakat yang bermoral dan memiliki aturan (moral community) yang
terikat dengan norma-norma kemasyarakatan dan nilai-nilai kebenaran
yang mereka yakini.
Menurut Aunur Rahim Faqih yang dimaksud dengan pengertian
bimbingan agama yaitu : “proses pemberian bantuan terhadap individu
agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT,
sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat”.8
2. Tujuan Bimbingan Agama
Secara global dan menyeluruh, tujuan bimbingan adalah dapat
membantu individu mewujudkan jati diri dan pribadinya sebagai manusia
seutuhnya, agar dapat terwujudnya kebahagiaan hidup di dunia dan di
akhirat.
Dalam menjalankan setiap aktivitasnya, manusia pasti mengalami
hambatan serta rintangan dalam menggapai keinginan untuk
mewujudkannya menjadi kenyataan, sehingga sangat diperlukan
bimbingan agama untuk selalu memperkokoh rasa keimanan untuk
menghadapi berbagai rintangan dalam menggapai kebahagiaan. Secara
khusus bimbingan agama memiliki tujuan-tujuan antara lain:
a. Membantu individu agar tidak menghadapi masalah
b. Membantu individu mengatasi masalah yang dihadapi
8 Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling Dalam Islam. (Yogyakarta : VII Press,
2002), h . 4.
19
c. Membantu individu memelihara dan mengambangkan situasi dan
kondisi yang lebih baik, sehingga tidak menjadi sumber masalah bagi
dirinya dan orang lain.9
Dengan secara seksama memperhatikan dan memahami tujuan-
tujuan di atas, diharapkan pula bimbingan agama yang telah direncanakan
dan dilaksanakan akan dapat membantu individu dalam memecahkan dan
menyelesaikan dinamika permasalahannya dengan seluruh segala
kemampuan serta potensi yang ada dalam dirinya.
3. Fungsi Bimbingan Agama
Dalam menerapkan bimbingan kepada seorang individu,
bimbingan itu dimaksudkan bukan seorang konselor yang memberikan
pemecahan masalahnya, akan tetapi memberikan gambaran serta beberapa
pilihan dalam menanggapi dan menyelesaikan masalah tersebut, serta
memberikan berbagai arahan dan alternatif pemecahan masalah (problem
solver) agar seseorang dapat memilih jalan penentuannya untuk
menyelesaikan masalah tersebut. Oleh karena itu, dengan memperhatikan
tujuan umum serta tujuan khusus bimbingan agama di atas, maka dapatlah
dirumuskan fungsi dari bimbingan agama menurut Aunur Rahim Faqih,
yaitu:
a. Fungsi Preventif, yaitu membantu individu menjaga atau mencegah
timbulnya masalah bagi dirinya.
9 Ibid., h. 36.
20
b. Fungsi Kuratif atau Korektif, yaitu membantu individu memecahkan
masalah yang sedang dihadapi atau dialaminya.
c. Fungsi Preservatif, yaitu membantu individu agar situasi yang semula
tidak baik, menjadi lebih baik, dan kebaikan itu bertahan lama.
d. Fungsi Development atau pengembangan, yaitu membantu individu
memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang baik,
sehingga tidak memungkinkannya menjadi sebab masalah baginya.10
Berdasarkan beberapa fungsi yang telah dipaparkan, dapat
dipahami bahwa fungsi bimbingan agama berfungsi mengarahkan individu
dan menuntun agar dapat terhindar dari berbagai dinamika masalah serta
berusaha untuk memulihkan kondisi dan keadaan agar menjadi lebih baik
dari sebelumnya. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan yang sepadan
dengan fungsi-fungsi tersebut, maka menurut penulis dalam kegiatan
agama hendaknya ada kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a) Membantu individu dalam memahami keadaan (situasi dan kondisi)
yang dihadapinya. Seringkali seseorang menghadapi masalah yang
tidak dapat dipahami oleh dirinya sendiri, atau tidak memahami dirinya
sedang dirundung masalah
b) Membantu individu dalam mencarikan solusi, serta memberikan
beragam pilihan solusi dalam pemecahan masalah.11
10 Ibid., h. 36. 11 Ibid., h. 40.
21
c) Membantu individu dalam memahmi bahwa semua di dunia ini adalah
ciptaan NYA, dan mengerti dirinya sendiri (manusia) sebagai makhluk
NYA.
d) Membantu individu agar berserah diri (bertawakal) kepada Allah SWT.
Dengan demikian itu individu dapat memahami serta menyadari bahwa
apa yang terjadi semuanya adalah cobaan dari Allah SWT.
B. Eksistensi Kecerdasan Spiritual
1. Pengertian Kecerdasan Spiritual
Banyak definisi yang diajukan oleh para sarjana, namun satu sama
lain berbeda pendapat, sehingga tidak memperjelas definisi secara tepat.
Kecerdasan dalam bahasa Inggris disebut intelligence dan dalam bahasa
Arab ad-dzaka, menurut arti bahasa adalah pemahaman, kecepatan, dan
kesempurnaan sesuatu. Dalam arti kemampuan (al-Qudrah) dalam
memahami sesuatu secara cepat dan sempurna. Begitu cepat
menangkapnya itu sehingga Ibnu Sina, seorang psikolog falsafi, meyebut
kecerdasan sebagai kekuatan intuitif (al-hads).12
David Wechsler memberikan definisi kecerdasan / intelligensi adalah
kemampuan individu untuk berfikir dan bertindak secara terarah, serta
mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif. Kemampuan itu
adalah kemapuan untuk mengolah lebih jauh lagi hal-hal yang kita amati.13
12 Abdul Mujib, Jusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2002), Cet. Ke-2, h. 317. 13 Jejen, Kecerdasan Akal Menurut Hadits, Kordinat, Jakarta, 2005, h. 17.
22
Pengertian kecerdasan selama ini seakan-akan hanya berkaitan
dengan kepandaian, sehingga hanya digambarkan dengan ukuran-ukuran
intelektualitas dan ilmu pengetahuan semata. Kalaupun kemudian aspek
kecerdasan dihubungkan dengan masalah yang bernuansa spiritualitas,
itupun masih bersifat subtansial.
Kecerdasan spiritual menurut Marsha Sinetar, ialah pemikiran yang
terilhami. Kecerdasan ini diilhami oleh dorongan dan efektifitas,
keberadaan atau hidup keilahian yang mempersatukan kita sebagai
bagiannya.14
Sedangkan Danah Zohar dan Ian Marsall mendefinisikan kecerdasan
spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan
persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku
dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas atau jalan seseorang
lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.15 Kecerdasan spiritual
mampu menilai suatu tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna
dibandingkan dengan yang lainnya. Kecerdasan ini dapat membedakan
suatu hal, baik atau buruk. Kecerdasan ini juga memberikan rasa moral,
kemampuan menyesuaikan aturan yang kaku, dan kemampuan memahami
cinta sampai pada batasnya.
Kecerdasan spiritual bukanlah doktrin agama yang mengajak umat
manusia untuk cerdas dalam memilih dan memeluk salah satu agama yang
14 Sudirman Tebba, Kecerdasan Sufistik: Jembatan Menuju Makrifat, (Jakarta: Kencana,
2004), Cet. Ke-2, h. 24. 15 Ibid., h. 25.
23
dianggap benar. Kecerdasan spiritual lebih merupakan sebuah konsep yang
berhubungan dengan bagaimana seseorang cerdas dalam mengelola dan
mendayagunakan makna-makna, nilai-nilai dan kualitas hidup
spiritualitasnya. Kehidupan spiritual di sini meliputi hasrat untuk hidup
bermakna (the will to meaning) yang memotivasi kehidupan manusia
untuk senantiasa mencari makna hidup dan mendambakan hidup
bermakna.
Kecerdasan spiritual sebagai bagian dari psikologi memandang
bahwa seseorang yang taat beragama belum tentu memiliki kecerdasan
spiritual. Acapkali mereka memiliki sikap fanatisme, dan intoleransi
terhadap pemeluk agama lain, sehingga mengakibatkan permusuhan dan
peperangan. Namun sebaliknya, bisa jadi seseorang yang humanis non
agamis memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi, sehingga tingkat
hidupnya inclusive, setuju dalam perbedaan dan penuh toleran. Hal ini
menunjukan bahwa makna “spirituality” (keruhanian) di sini tidak berarti
selalu agama dan bertuhan.16
Manusia menggunakan kecerdasan spiritual untuk melawan nilai
keyakinan yang tidak sesuai demi membela nilai kebaikan, untuk
membayangkan yang belum terjadi, untuk bermimpi, bercita-cita, dan
mengangkat diri dari kerendahan. Kecerdasan spiritual menjadikan
manusia sebagai makhluk yang benar-benar utuh secara intelektual,
emosional, dan spiritual.
16 Abdul Mujib, Jusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, (Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2002), h. 324.
24
Cara kerja pemikiran kecerdasan spiritual berpusat pada otak.
Kecerdasan spiritual tidak harus berhubungan dengan suatu agama.
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan jiwa, manusia dapat
menggunakannya untuk lebih cerdas secara spiritual dalam agama.
Kecerdasan ini dapat menghubungkan seseorang dengan makna dan ruh
esensial dibelakang semua agama yang ada.
Kecerdasan spiritual memungkinkan seseorang dapat menyatukan
hal yang bersifat intra-personal dan inter-personal serta dapat
menjembatani kesenjangan antara diri sendiri dan orang lain. Pada
hakikatnya seseorang dapat menggunakan kecerdasan spiritual untuk
mencapai diri yang lebih utuh, karena manusia berhak memiliki potensi
tersebut.17
Penulis menyebut kecerdasan spiritual dengan kecerdasan ruhani
dengan meminjam kata yang digunakan oleh K.H. Toto Tasmara.
Dimaksudkan mendekatkan makna tersebut kepada pendalaman ruhani
seseorang, yang ditandai dengan kualitas taqwa sesesorang.
Indikasi dari potensi kecerdasan ruhani adalah cara seseorang
memberikan makna terhadap hidup yang dijalaninya. Makna hidup adalah
cara seseorang untuk mengisi kehidupannya dan memberikan gambaran
menyeluruh yang menunjukan arah dalam caranya manusia berhubungan
17 Amir Teuku Ramly, Pumping Talent, (Jakarta: Kawan Pustaka, 2004), Cet. Ke-2, h. 15-
16.
25
dengan dirinya sendiri, orang lain, dan alam sekitarnya atas dasar
mahabbah lillah.18
Kecersdasan ruhaniah berkenaan dengan hal yang sangat mendasar,
yaitu semangat untuk melakukan perubahan ruhani. Sehingga yang
dimaksud kecerdasan ruhaniah atau kecerdasan spiritual adalah
kemampuan seseorang untuk menjalani hidupnya dengan tetap bersandar
kepada cahaya Allah SWT.
Kemudian dalam buku ESQ yang ditulis oleh Ary Ginanjar,
kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah
terhadap setiap pelaku dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan
pemikiran yang bersifat fitrah.
Kecerdasan spiritual ditandai dengan sejumlah ciri yaitu:
a. Mengenal motiv kita yang paling dalam.
b. Memiliki tingkat kesadaran yang tinggi.
c. Bersifat responsive pada diri yang dalam.
d. Mampu memanfaatkan dan mentransendenkan kesulitan.
e. Sanggup berdiri, menantang, dan berbeda dengan orang banyak.
f. Enggan menggangu menyakiti orang dan makhluk lain.
g. Memperlakukan agama cerdas secara spiritual.
h. Memperlakukan kematian cerdas secara spiritual.
Motif yang paling dalam berkaitan erat dengan motif kreatif. Motif
kreatif adalah motif yang menghubungkan kita dengan kecerdasan
18 Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), Cet, Ke-2,
h. 135
26
spiritual. Ia tidak terletak pada kreatifitas, tidak bisa dikembangkan lewat
IQ. IQ hanya membantu untuk menganalisis atau mencari pemecahan soal
secara logis. Sedang EQ adalah kecerdasan yang membantu kita untuk bisa
menyesuaikan diri dengan orang-orang disekitar kita, berempati dengan
orang-orang sekeliling kita, bisa bersabar, menerima orang lain apa
adanya, dan bisa mengendalikan diri.
Tetapi untuk kreatif kita memerlukan suatu kecerdasan, yaitu
kecerdasan spiritual. Jadi, motif kreatif adalah motif yang lebih dalam, dan
salah satu ciri orang yang cerdas secara spiritual adalah orang yang
mengetahui motivnya yang paling dalam.
Berikutnya ialah ia mempunyai kesadaran yang tinggi. Maksudnya
adalah dia memiliki tingkat kesadaran bahwa dia tidak mengenal dirinya
lebih, karena selalu ada upaya untuk mengenal dirinya lebih dalam.
Misalnya, ia selalu bertanya siapa diriku ini? Sebab hanya mengenal diri,
maka ia mengenal tujuan dan misi hidupnya. Jadi, orang yang memiliki
tingkat kecerdasan spiritual yang tinggi adalah orang yang dapat
mengenali dirinya dengan baik.
Ciri selanjutnya adalah bersikap responsive pada diri yang dalam.
Artinya adalah melakukan introspeksi diri, refleksi dan mau
mendengarkan dirinya. Melihat hati yang paling dalam ketika menghadapi
musibah disebut mentransendenkan kesulitan. Orang yang cerdas secara
spiritual tidak mencari kambing hitam dan menyalahkan orang lain
sewaktu menghadapi kesulitan atau musibah apapun, tetapi menerima
27
kesulitan itu dan menaruhnya kepada rencana hidup yang lebih besar, dan
memberikan makna dengan apa yang sudah terjadi kepada dirinya.
Ciri kecerdasan spiritual berikutnya ialah berani berbeda dengan
orang banyak. Manusia berkecendrungan untuk mengikuti arus atau trend,
orang yang cerdas secara spiritual, mempunyai pendirian dan pandangan
sendiri walaupun harus berbeda dengan pendirian pandangan orang
banyak.
Ciri kecerdasan spiritual berikutnya adalah merasa alam semesta ini
adalah satu kesatuan, sehingga kalau mengganggu apapun dan siapapun
akan kembali kepada dirinya sendiri. Misalnya, ketika menyakiti orang
lain, bahwa nanti akan disakiti pula, karena itu orang yang cerdas secara
spiritual tidak akan menyakiti orang lain dan alam sekitarnya.
Sejalan dengan itu, jikalau orang itu beragama, maka tidak akan
mengganggu dan memusuhi orang yang beragama lain atau memusuhi
penganut kepercayaan lain. Karena agama hanyalah jalan masing-masing
orang menuju tuhan, dan tidak ada alasan untuk memusuhi orang karena
telah menempuh jalan yang lain.
Kecerdasan spiritual adalah bawaan otak dan jiwa manusia, yang
sumber terdalamnya adalah inti alam semesta ini. Kecerdasan spiritual
adalah fasilitas yang berkembang selama jutaan tahun, yang
memungkinkan otak manusia untuk menemukan dan menggunakan makna
dalam pemecahan persoalan.
28
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan jiwa, suatu kecerdasan yang
dapat membantu kita menyembuhkan dan membangun diri kita secara
utuh. Kecerdasan yang berada di bagian diri yang dalam, berhubungan
dengan kearifan di luar ego atau fikiran sadar. Kecerdasan spiritual adalah
kecerfdasan yang dengannya kita tidak hanya mengakui nilai-nilai yang
ada, tetapi juga kita kreatif menentuka nilai-nilai yang baru.
Lalu berikutnya spiritual tentang kemampuan mentransendenkan
kesulitan menurut tasawuf dapat dilakukan misalnya dengan bersikap ridha
dan tawakal.
Kemudian ciri berikutnya tentang kemmapuan menentang atau
berbeda dengan orang banyak dapat dikembangkan dengan syaja’ah.
Maksudnya berani melakukan sesuatu karena benar walaupun harus
menanggung resiko yang berat. Ini sesuai dengan ungkapan yang
menyatakan bahwa “berani karena benar, takut karena salah”.
Kemudian selanjutnya tentang keengganan untuk mengganggu dan
menyakiti ada kesamaannya dengan sikap shidiq dalam tasawuf. Shidiq
berarti benar dan jujur dalam perkataan dan perbuatan. Membiasakan
hidup benar dan jujur merupakan nilai hidup yang sangat penting dalam
hubungan dengan sesama manusia dan alam, sekaligus menjadi sendi
kemajuan hidup manusia sebagai pribadi dan kelompok.
Mengenai kecerdasan spiritual/ruhani tentang memperlakukan
agama secara cerdas hal ini sesuai dengan tasawuf, karena tasawuf
29
mengajarkan dimensi esoteris (bathiniah) agama, yaitu perbuatan hati
seperti sabar, ikhlas, sederhana, adil, dan sebagainya.
Akhirnya, ciri kecerdasan ruhani tentang memperlakukan kematian
secara cerdas ini juga sesuai dengan al-Qur’an, bahwa al-Qur’an
mengajarkan bahwa kematian harus diingat, karena kematian itu pasti akan
dialami oleh setiap orang.
Karena itu kita harus menyikapi diri menghadapi kematian dengan
selalu beribadah, beramal shalih dan meninggalkan maksiat serta
kejahatan. Kita harus ingat kehidupan dunia hanya sementara, sedangkan
kematian adalah pintu kepada kehidupan yang kekal selamanya di akhirat
kelak. Hanya ibadah dan amal shalih yang akan menyelamatkan kita,
dengan demikian, kecerdasan spiritual/ruhani membuat kehidupan agama
seseorang menjadi lebih baik.19
2. Tingkat Kecerdasan spiritual
Dalam diri manusia adanya rasa spiritual yang tinggi jika hal itu
terus diupayakan dan berusaha untuk dimilikinya dalam kaitannya ada
beberapa cara untuk meningkatkan kecerdasan spiritual, yaitu :
a. Merasakan kehadiran Allah SWT
Mereka yang bertanggung jawab dan cerdas secara ruhani, dapat
merasakan kehadiran Allah SWT di mana saja mereka berada. Mereka
meyakini bahwa satu keyakinan beragama antara lain melahirkan
kecerdas moral spiritual yang menumbuhkan perasaan yang sangat
19 Sudirman Tebba, Kecerdasan Sufistik, (Jakarta : Kencana, 2004), h. 25-26.
30
mendalam (dzauq) bahwa dirinya senantiasa berada dalam pengawasan
Allah SWT.20
b. Memiliki kualitas kesabaran
Sabar berarti terpatrinya sebuah harapan yang kuat untuk
menggapai cita-cita / harapan. Sabar berarti tidak bergeser dari jalan
yang ditempuh oleh seseorang. Sabar berkaitan juga dengan masa
depan sebagaimana firman Allah SWT yang artinya :
“Bersabarlah kamu karena sesungguhnya janji Allah itu benar”
(QS. Al-Mu’min : 55).
Janji Allah SWT memberikan nuansa “waktu dan masa depan”.
Sehingga sabar merupakan fungsi jiwa yang berkaitan sebanding
dengan harapan waktu dan proses berikhtiar untuk menjadi nyata.
Sabar berarti menetapkan harapan (bertemu dengan Allah SWT),
hanya dapat tercapai apabila mampu bertoleransi dengan waktu. Sabar
juga memliki ketabahan dan daya yang sangat kuat untuk menerima
beban, ujian, atau rintangan untuk mengubah harapan untuk menuai
hasil yang ditanamnya. Rasullulah bersabda, “Bila Allah SWT ingin
memberikan kebaikan pada seseorang, maka DIA akan mengujinya”
(HR. Bukhari).
Dalam wacana pengembangan diri, sabar dapat disertakan dengan
kecerdasan emosional (emotional intelligence), yaitu kemampuan
untuk mengendalikan diri dalam menghadapi berbagai tekanan.
20 Toto Asmara, Kecerdasan Ruhaniah, (Jakarta : Gema Insani Press, 2001), Cet. Ke-2, h.
14-15
31
Dan orang-orang yang bertaqwa kepada Allah SWT tidak
mengenal kata “cengeng”, karena sabar itu sendiri mempunyai
kekuatan yang sangat luar biasa.21 Didalam nilai-nilai sabar itu, tampak
sikapnya yang paling dominan antara sikap percaya diri, optimis,
mampu menahan beban ujian dan terus berusaha sekuat tenaga. Karena
yakin akan janji Allah.
c. Kecenderungan kepada kebaikan
Orang-orang yang memiliki ketaqwaan yang tinggi adalah tipe
manusia yang cenderung kepada kebaikan dan kebenaran. Sabda
Rasullulah SAW, “Jadikan hidup ini lebih baik dari hari kemarin dan
hari esok harus lebih baik dari hari ini”.
d. Memiliki rasa empati yang tinggi
Empati adalah kemampuan seseorang untuk memahami orang lain.
Merasakan rintihan orang lain sehingga mereka dapat beradaptasi
dengan merasakan kondisi kejiwaan dan bathiniah dari orang lain.
e. Memiliki jiwa yang besar
Jiwa besar adalah keberanian untuk memafkan dan sekaligus
melupakan perbuatan yang dilakukan oleh orang lain (to forgive dan
forget). Orang yang cerdas secara ruhaniah adalah mereka yang
mampu memafkan, betapapun pedihnya kesalahan yang pernah dibuat
orang tersebut pada dirinya.
21 Sugeng Pramono, Kesabaran dan Pengembangan Diri, (Bandung : Prima Press, 2002),
h. 34.
32
Dalam dunia modern sekarang ini, ternyata keberanian untuk
memaafkan dan berjiwa besar telah memberikan kekuatan tersendiri
pada pelaku bisnis dan sejenisnya. Mereka bekerja dengan tertata dan
mendengarkan suara hatinya. Mereka mempunyai kepercayaan diri
yang kuat. Mereka sadar bahwa hati nurani adalah fokus awal dan
akhir dari seluruh keputusan dirinya.
3. Peran Kecerdasan Spiritual
Adanya “rasa ber-Tuhan” pada diri manusia itu tidak disikapi sebatas
mistis belaka atau gagasan-gagasan spekulatif saja. Fungsi ini mencakup
hal-hal yang bersifat supranatural dan religius, yang menurut bebrapa
penelitian “bersumber” dari dalam otak manusia. Fungsi ini hendak
menegaskan bahwa “keberadaan Tuhan” adalah sesuatu yang
sesungguhnya tidak perlu dipermasalahkan. “Keberadaan Tuhan”
sedikitnya, ditampakkan dalam kesempurnaan jalinan “Tuhan” direduksi
sampai bentuk seluler persarafan manusia atau tingkat terendah dalam
wujud materi.22
Penelitian selama ini menunjukkan bahwa pada otak manusia
terdapat lobus temporal, bagian otak yang berada tepat dibawah pelipis,
yang cenderung kepada pengalaman spiritual dan melihat cahaya Ilahi.
Lobus temporal berkaitan erat dengan system limbic, pusat emosi,
dan memori otak. Dua bagian terpenting dari system limbic adalah
22 Taufik Pasiak, Manusia dan Keruhanian, (Bandung : Gita Press, 1999), h. 268.
33
amigdala, struktur yang mempunyai almond di bagian tengah di area
limbic dan hipokamus, berperan penting untuk pengalaman dan memori.
Jika pusat memori dalam otak ini dirangsang, maka terjadilah
peningkatan di lobus temporal. Selanjutnya, akan meningkatkan aktivitas
lobus temporal yang akan menimbulkan pengaruh emosional yang kuat.
Berkat peran hipokampus, berkaitan erat dengan memori,
pengalaman spiritual di bagian lobus temporal yang berlangsung beberapa
detik saja dapat memiliki pengaruh emosional yang lama dan kuat
sepanjang hidup orang yang bersangkutan.
Pengalaman itu dapat mengubah arah hidup pelakunya. Peran system
limbic juga menunjukkan arti penting faktor emosi dalam pengalaman
spiritual atau religius, dibandingkan dengan faktor keyakinan yang bisa
bersifat intelektual. Kini lobus temporal yang berkaitan dengan
pengalaman spiritual atau religius itu disebut titik Tuhan (God Spot).
Penelitian neurology menunjukkan bahwa titik Tuhan memainkan peran
biologis yang menentukan dalam pengalaman spiritual.
Tingginya aktivitas titik Tuhan tidak dengan sendirinya menjamin
kecerdasan spiritual yang tinggi. Untuk mencapai kecerdasan spiritual
yang tinggi kemungkinan besar mempunyai aktivitas yang tinggi pula pada
titik Tuhan.
Dengan titik Tuhan kecerdasan spiritual yang tinggi dapat
mendorong timbulnya kepercayaan kepada Tuhan, dan selanjutnya
kepercayaan kepada Tuhan akan mendorong orang kepada agama. Bagi
34
orang yang sudah beragama kehidupan agamanya akan semakin baik dan
benar dengan kecerdasan spiritual.
37
BAB III
GAMBARAN UMUM PANTI SOSIAL BINA INSAN
BANGUN DAYA 1 (PSBIBD 1)
A. Sejarah Berdirinya & Landasan Hukum
1. Latar belakang
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang tersebar di
wilayah Provinsi DKI Jakarta, senantiasa ditertibkan untuk mendapatkan
perlindungan dan kemandirian. Pelayanan kesejahteraan sosial bagi PMKS
hasil penertiban dan penjangkauan sosial, merupakan usaha kesejahteraan
sosial yang dilakukan secara integrasi seiring dengan usaha pembangunan
kesejahteraan sosial Provinsi DKI Jakarta dan perwujudannya dilakukan
melalui sistem panti.
Di Jakarta masih banyak PMKS jalanan sebagai akibat dari
kemiskinan, urbanisasi, terbatasnya lapangan kerja, pendidikan rendah
dengan keterampilan terbatas, sehingga perlu penertiban sosial dan panti
penampungan, sebelum dirujuk ke panti pelayanan dan rehabilitasi sosial.
Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya (PSBIBD) I sebagai upaya
pembinaan terpadu (UPT) Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta dalam
penampungan sementara dan bimbingan sosial awal PMKS hasil
penertiban dan penjangkauan sosial bertugas menyelenggarakan kegiatan
pelayanan kesejahteraan sosial PMKS hasil penertiban dan penjangkauan
38
sosial meliputi: identifikasi, seleksi, motivasi, assesment, penampungan
bimbingan sosial, mental fisik, penyaluran dan bina lanjut1.
2. Sejarah Singkat
Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya I, yang berdiri sejak tahun 1993,
yang semula bernama Panti Karya Sosial Kedoya, dahulu masyarakat
menyebut dengan Panti Penjara Wanita, diarahkan untuk menerima dan
memberikan layanan sosial di wilayah Provinsi DKI Jakarta dalam rangka
memfungsionalkan dan mengembangkan minat harkat, martabat serta
kualitas hidup Warga Binaan Sosial (WBS).
Kemudian dengan Keputusan Gubernur Nomor 163 Tahun 2010,
menjadi Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 1, berfungsi sebagai
penampungan sementara bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
(PMKS) yaitu: pengemis, gelandangan, wanita tuna susila, waria,
pedagang asongan, parkir liar, psikotik, pengamen, dll2
3. Dasar Hukum
Dalam hal ini dasar hukum yang berlaku berdasarkan perda DKI Jakarta
yang telah disahkan oleh Gubernur dan pemerintah kota (pemkot) untuk
kesejahteraan dan kenyamanan tata ruang di DKI Jakarta untuk semua warga
DKI, dengan demikian menyikapi hal tersebut dibangunlah panti sosial untuk
1 Teguh Wijaya, M. Si, Buku Pedoman dan Catatan Profil, Panti Sosial Bina Insan
Bangun Daya 1 (PSBIBD 1), h. 3. 2 Ibid., h. 4.
39
menampung dan merehabilitasi dengan seluruh masalah sosial yang ada
berdasarkan hukum dan perda DKI Jakarta antara lain:
1. Undang Republik Indonesia Nomor II Tahun 2009, tentang kesejahteraan
Sosial;
2. Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum;
3. Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah
Provinsi DKI Jakarta;
4. Peraturan Daerah No. 104 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Dinas Sosial Pergub tentang UPT Dinas Sosial;
5. Peraturan Gubernur No. 76 Tahun 2010 tentang Pembentukan Organisasi
dan Tata Kerja PSBIBD 1.
B. Visi, Misi dan Tujuan
Berkaitan dengan perda DKI Jakarta yang berlaku dalam setiap instansi
dan lembaga wajib memiliki ketetapan misi visi serta tujuan yang ada, dan
yang telah ditetapkan di panti sosial bina insan bangun daya 1 (PSBIBD 1)
adalah:
Visi:
Dalam kaitannya dengan perencanaan sistem yang berlaku setiap
instansi dan lembaga maka, PSBIBD 1 membuat visi yang nantinya menjadi
landasan utama dan slogan untuk kemajuan kinerja yaitu :
Terentasnya PMKS Jalanan dalam kehidupan yang layak dan normatif.
40
Misi:
Begitu juga dengan misi yang ingin dijadikan panduan landasan untuk
kemajuan kinerja dan program yang direncanakan dan dijalankan, yaitu :
1. Meningkatkan sarana dan prasarana pelayanan warga binaan sosial
(WBS),
2. Melaksanakan kualitas pelayanan warga binaan sosial (WBS),
3. Melaksanakan sosialisasi terhadap pelayanan sosial,
4. Memberikan motivasi dan rasa percaya diri,
5. Melaksanakan penyaluran ke panti-panti rehabilitasi/lembaga sosial,
keluarga dan ke daerah asal.
Tujuan:
1. Tumbuhnya kesadaran mematuhi peraturan-peraturan tentang ketertiban
umum dan tertib sosial,
2. Tumbuhnya motivasi dan kemauan untuk mengikuti pembinaan dan
rehabilitasi sosial di dalam panti,
3. Terkendalinya PMKS jalanan dan terlantar.3
Berkaitan dengan hal di atas panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 1
mempunyai prinsip yang dijadikan landasan untuk menumbuhkan motivasi
kinerja kepada setiap pegawai, hal tersebut adalah :
1. Pemenuhan kebutuhan dasar bagi WBS,
2. Pelayanan dan rehabilitasi sosial,
3 Teguh Wijaya, M. Si, Buku pedoman dan catatan Profil, panti sosial Bina Insan Bangun Daya 1 (PSBIBD 1), h. 5.
41
3. Menciptakan kemandirian sosial,
4. Mengembalikan peranan dan fungsi sosial di masyarakat,
5. Menciptakan kondisi yang aman, nyaman dan tentram,
6. Memberdayakan WBS agar dapat memenuhi kebutuhannya,
7. Pelayanan yang memperhatikan pendekatan dengan kekeluargaan dan
manusiawi, Informatif, koordinatif dan transparan.
C. Struktur Organisasi Panti
Struktur organisasi yang di terapkan adalah sebaik-baiknya yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat, dan orang yang berkompeten yang menjabat sebagai ketua di setiap lembaga, tetapi kerjasama adalah landasan awal sehingga dapat terbentuknya perencanaan yang baik dan sesuai norma masyarakat, berikut adalah skema struktur organisasi di PSBIBD 1 :
KEPALA PANTI
H. Tatang Suyanto, S. Sos, MM
SUB KELOMPOK
JABATAN FUNGSIONAL
KA. SUB BAG TU
Ruminto, Aks, MM
KASIE. BIMBINGAN DAN PENYALURAN
Danil, SH, MH
KASIE KEPERAWATAN
A.Saefullah. Z. BA
42
D. Tugas Masing-masing Kepegawaian 1. Tugas Kepala panti:
Berdasarkan Pergub No. 76 Tahun 2010
a. Memimpin dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi panti
sebagaimana dimaksud dalam pasal 4.
b. Mengkoordinasikan pelaksanaan subbagian, seksi dan sub kelompok
jabatan fungsional.
c. Melaksanakan koordinasi dan kerja sama dengan Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) Daerah dan/atau
dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi panti.
d. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan fungsi
panti.
2. Tugas Bagian Tata Usaha:
a. Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) panti sesuai dengan lingkup tugasnya.
b. Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) panti sesuai
dengan lingkup tugasnya.
c. Mengkoordinasikan penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan
Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) panti.
d. Melaksanakan monitoring, pengendalian dan evaluasi Pelaksanaan
Dokumen Anggaran (DPA) serta rencana strategis panti.
43
e. Menyusun rencana kebutuhan penyediaan, pemeliharaan dan perawatan
prasarana dan sarana teknis panti.
f. Melaksanakan kegiatan surat menyurat dan kearsipan.
g. Melaksanakan pengelolaan kepegawaian, keuangan dan barang serta ruang
rapat
h. Melaksanakan pemeliharaan dan perawatan inventaris kantor dan rumah
tangga panti.
i. Menjaga keamanan, ketertiban, keindahan dan kebersihan kantor panti.
j. Menghimpun, menganalisa dan mengajukan kebutuhan inventaris
peralatan/perlengkapan kantor dan rumah tangga serta prasarana dan
sarana teknis panti.
k. Menerima, menyimpan dan mendistribusikan perlengkapan/peralatan/
inventaris kantor dan rumah tangga serta prasarana dan sarana teknis panti.
l. Melaksanakan monitoring dan evaluasi kelalaian penggunaan prasarana
dan sarana teknis panti.
m. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas Subbagian
Tata Usaha.
3. Tugas Seksi Perawatan:
a. Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) panti sesuai dengan lingkup tugasnya.
b. Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) panti sesuai
dengan lingkup tugasnya.
44
c. Melaksanakan standar prosedur perawatan PMKS hasil penertiban dan
penjangkauan sosial.
d. Melaksanakan penerimaan meliputi: registrasi, persyaratan administrasi
dan penempatan dalam panti.
e. Pelaksanakan pendekatan awal meliputi: perlindungan sosial, observasi,
identifikasi, motivasi dan seleksi.
f. Melaksanakan perawatan, pemeliharaan fisik dan kesehatan.
g. Menyiapkan bahan laporan panti yang berkaitan dengan tugas seksi
perawatan.
h. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas seksi
perawatan.
4. Tugas Seksi bimbingan dan Penyaluran:
a. Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran Panti (RKA) panti sesuai dengan lingkup tugasnya.
b. Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) panti sesuai
dengan lingkup tugasnya.
c. Menyusun standar prosedur bimbingan dan penyaluran PMKS hasil
penertiban dan penjangkauan sosial.
d. Mengembangkan kegiatan pelayanan sosial oleh masyarakat dilingkungan
sekitar panti sosial.
e. Melaksanakan terapi sosial perorangan, kelompok dan masyarakat.
f. Melaksanakan assesment meliputi: penelaahaan, pengungkapan dan
pemahaman masalah dan potensi.
g. Melaksanakan pembinaan fisik serta bimbingan mental dan sosial.
45
h. Melaksanakan persiapan dan pelaksanaan rujukan ke lembaga pelayanan
lain;
i. Melaksanakan pembinaan lanjut meliputi : monitoring, konsultasi,
asistensi, pemantapan dan terminasi.
j. Menyiapkan bahan laporan panti yang berkaitan dengan tugas Seksi
Bimbingan dan Penyaluran.
k. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas Seksi
Bimbingan dan Penyaluran4.
E. Program dan Pelayanan Panti
Program dan pelayanan yang teleh ditetapkan oleh perda DKI Jakarta
guna menentukan arah dan tujuan proses pelayanan dan penindak lanjutan
bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) di PSBIBD 1 ialah
sebagai berikut :
1. Identifikasi dan Assesment
2. Penyediaan Makanan dan Minuman
3. Pemeliharaan Kesehatan
4. Perawatan Kebersihan
5. Penyediaan Pakaian WBS
6. Bimbingan Sosial
7. Bimbingan Latihan Keterampilan
8. Bimbingan Psykologis
9. Penyaluran Bina Lanjut dan Terminasi
10. Penyediaan Jasa Komunikasi Sumber Daya Air dan Listrik
4 Buku Pedoman dan Catatan Profil, Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 1 (PSBIBD 1)
46
11. Penyediaan Alat Tulis Kantor
12. Penyediaan Barang Cetakan
13. Penyediaan Alat Kebersihan
14. Penyediaan Komponen Listrik
15. Penyediaan Peralatan Rumah Tangga
16. Penyediaan Bahan Bacaan dan Perundangan
17. Pemeliharaan Panti
18. Biaya Tenaga Pelayanan Sosial
19. Pakaian Tenaga Kerja Kontrak
20. Kesehatan Lingkungan Panti
21. Belanja Jasa Pengamanan Kantor
22. Pemeliharaan Inventaris Kantor
23. Penyediaan Jasa Kebersihan
24. Penyediaan Alat Olah Raga dan Kesenian
25. Penyediaan Jasa Internet5
F. Fungsi Panti
Berdasarkan pergub No. 76 Tahun 2010 yang telah ditetapkan oleh
pemerintah DKI Jakarta bahwa fungsi panti adalah sebagai berikut :
1. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) panti;
2. Pelaksanaan Dokumen Anggaran (PDA) panti;
3. Penyusunan standard prosedur pelayanan kesejahteraan sosial PMKS
hasil penertiban penjangkauan sosial;
5 Buku pedoman dan catatan profil, Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 1 (PSBIBD 1)
47
4. Penyusunan rencana penyediaan, pemeliharaan dan perawatan prasarana
dan sarana teknis panti;
5. Pelaksanaan pendekatan awal meliputi: Observasi, Identifikasi, Motivasi
dan Seleksi;
6. Pelaksanaan penerimaan meliputi: Registrasi, Persyaratan Administrasi,
Penempatan dalam panti;
7. Pelaksanaan perawatan dan pemeliharaan fisik dan kesehatan;
8. Pelaksanaan assessment meliputi: penelaahan, pengungkapan dan
pemahaman masaalah dan potensi;
9. Pelaksanaan pembinaan fisik, bimbingan mental dan sosial;
10. Pelaksanaan penyaluran kembali ke keluarga, persiapan pemulangan ke
daerah asal dan rujukan ke lembaga pelayanan lain;
11. Pelaksanaan pembinaan lanjut meliputi: monitoring, konsultasi, asistensi,
pemantapan dan terminasi;
12. Pelaksanaan penyediaan, pemeliharaan dan perawatan prasarana dan
sarana teknis panti;
13. Pelaksanaan dan pengembangan koordinasi kerjasama dan kemitraan
dengan lembaga pelayanan sosial sejenis dalam bentuk panti maupun
panti yang dikelola masyarakat;
14. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi kelayakan penggunaan prasarana
dan sarana teknis;
15. Pelaksanaan pengelolaan kepegawaian, keuangan dan barang;
48
PROSEDUR LAYANAN
TAHAPAN 5
Bina Lanjut Supervisi, Home Visit, Konsultasi
Aktif dan mampu menghadapi realita
TAHAPAN 4
Penyaluran Penyaluran ke Panti Rehabilitasi Kemandirian/kembali ke masyarakat
TAHAPAN 3
Pembinaan Bimb. fisik, Mental, kesehatan, hukum, kesenian dan bimlat
Pemulihan Kempuan, harkat martabat dan hidup mandiri
TAHAPAN 2
Penampungan Sementara Identifikasi, Seleksi, Motivasi Penawaran Program dan WBS Definitif
TAHAPAN 1
Penjangkauan Penyuluhan dan Penertiban Pengumpulan PMKS
16. Penyiapan bahan laporan dinas yang berkaitan dengan tugas dan fungsi
panti;
17. Pelaporan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan fungsi.
Dalam setiap lembaga memiliki alur pelayanan dan penataan kelola
kegiatan berdasarkan prosedur, berikut adalah alur dan tata kelola prosedur
pelayanan yang telah ditetapkan di PSBIBD 1 :
49
ASAL WBS DAN JENIS PELAYANAN
Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta
Satpol PP Provinsi DKI Jakarta
Polda Metropolitan
Walikota Administrasi
Suku Dinas Kota Administrasi
Polres Metropolitan
Polsek Metropilitan
Kecamatan
Instansi Lainnya
JENIS LAYANAN
Penelitian Ilmiah (Pencarian Orang Hilang)
Penyaluran
Perawatan Bimbingan dan Konsultasi Keluarga
Assesmen
Penerimaan
50
PROSEDUR PENERIMAAN WBS
PENJANGKAUAN :
Hasil Penertiban dari
Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta
Satpol PP Provinsi DKI Jakarta
Polda Metropolitan
Walikota Administrasi
Suku Dinas Kota Administrasi
Polres Metropolitan
Polsek Metropilitan
Kecamatan
Instansi Lainnya
PENAMPUNGAN SEMENTARA :
Identifikasi
Seleksi
Motivasi
Pembinaan Sosial (Bimb. Sosial,
Keagamaan, Fisik, kesehatan,
Kesadaran hukum dan keterampilan
sosial)
MENGKLASIFIKASI JENIS-JENIS PERMASALAHAN WBS DAN
PENDALAMAN PERMASALAHAN WBS (WARGA BINAAN SOSIAL)
RUJUKAN : 1, Kepada Keluarga 2. PSTW Budi Mulia Cengkareng 3. PSBL Harapan Sentosa 4. PS Asuhan Anak Putra Utama 5. PSBG Belaian Kasih Pegadungan 6. PSBD Budi Bhakti Cengkareng 7. PSBN Cahaya Bathin 8. PSBKW Harapan Mulia Kedoya 9. PSPP Khusnul Khotimah Serpong 10. PSBK Harapan Jaya Balaraja 11. PSBR Taruna Jaya Tebet 12. PSP Bhakti Kasih Kebon Kosong 13. RSUD terdekat
51
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISA DATA
A. Metode Bimbingan Agama Dalam Meningkatkan Kecerdasan Spiritual
Anak
Dalam sistem dan program yang dijalankan di PSBIBD 1, bimbingan
agama sudah dicanangkan dan sudah berjalan cukup lama, yaitu setiap anak
di panti wajib mengikuti kegiatan yang sudah terjadwal, termasuk
pendekatan-pendekatan agama yang akan meningkatkan spiritualnya.
Tujuan bimbingan agama yangn dilaksanakan di panti sosial PSBIBD 1
kedoya, agar membina individu agar menjadi manusia seutuhnya untuk
mencapai kehidupan dunia dan akhirat, serta dapat menjadi insan yang
memiliki kecerdasan spiritual dan kepribadian muslim yang cerdas baik
jasmani maupun ruhani.
Para pembina dan pembimbing yang aktif dalam memberikan
pembelajaran dan bimbingan ruhani dan agama terhadap anak-anak dan
warga binaan sosial yang lain yaitu Muhammad Basyir Syaifullah dan
beberapa pembimbing lain yang berada di panti.
Pembinaan yang sering dilakukan oleh para pembimbing adalah hal-hal
yang berkenaan dengan kecerdasan spiritual, seperti: akidah, akhlaq, fiqh,
dzikir, membaca al-Qur’an dan pengetauhan Islam lainnya.
Materi-materi yang disampaikan oleh pembimbing secara keseluruhan
bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadist nabi serta alam semesta, karena
52
secara umum hal-hal itu adalah pedoman dan petunjuk manusia untuk
menjalani kehidupan di dunia dan di akhirat.
Media dan alat yang digunakan dalam proses bimbingan ini adalah
ayat-ayat al-Qur’an, Hadist nabi dan pengetahuan umum yang berkenaan
dengan kecerdasan. Media lain yang digunakan dipanti adalah media alam,
agar anak-anak mengerti bahwa kita sebagai makhluk dan seluruh yang ada
dalam dunia ini adalah kuasa dan kehendak Allah SWT.
Pembimbing juga biasanya menggunakan secarik kertas atau selebaran
fotocopy tentang pembahasan yang akan disampaikan, biasanya selebaran itu
didapat dari buku-buku, koran, majalah, serta situs internet. Kemudian
selebaran itu diberikan kepada anak-anak panti untuk kemudian dipahami,
dipelajari, dikaji dan ditela’ah bersama-sama, dan apabila ada yang tidak
dapat dipahami oleh anak-anak bisa ditanyakan kepada pembimbing.
1. Bimbingan Agama dan Metode
Bentuk materi dan bimbingan yang disampaikan dalam keseharian di
PSBIBD 1 sangat bermacam-macam dan beragam dari ilmu agama, fiqh,
tauhid, iqra sampai ilmu umum. Dalam pembahasannya materi yang di
bicarakan akan berganti ketika anak-anak sudah memahami betul apa
yang telah disampaikan.
a. Bimbingan ketauhidan
Dalam hal ini ajaran tauhid adalah titik awal dan inti dalam agama,
sudah pasti harus dijadikan materi pokok dalam setiap bimbingan
53
agama. Karena Iman adalam syarat diterima dan sahnya ibadah.1
Maka dari itu tugas utama para utusan Allah SWT baik itu Nabi dan
Rasul adalah menyampaikan dan menyiarkan tauhid, bahwa Allah
SWT adalah Esa, dan satu-satunya yang wajib disembah, tiada Tuhan
melainkanNYA. Dalam membimbing anak memahami materi tauhid
ini, pembimbing di PSBIBD menggunakan metode, antara lain:
1. Metode mengenal ciptaan Allah
Untuk benar-benar memahami kekuasaan Allah SWT dan
keesannya, pembimbing harus menyebutkan dan melafadzkan asma
ul-husna dan mengartikannya dalam bahasa Indonesia, kemudian
menjelaskannya secara sederhana, misalnya dengan menyebut
ciptaan Allah dan menanyakan dari mana benda tersebut tercipta,
kemudian dengan media benda itu, pembimbing menjelaskan
bahwa sesuatu itu ada, karena ada yang menciptakan. Dengan kata
lain, tidak mungkin sesuatu dapat muncul begitu saja tanpa ada
yang menciptakannya. Metode ini melihat objek pembahasan,
sehingga anak akan lebih mudah memahami apa yang disampaikan.
2. Metode Meniru
Metode meniru ini adalah dengan melalui ucapan, misalnya
latihan menghafal lafal syahadat, tiada Tuhan selain Allah SWT
dan Muhammad utusan Allah. Metode ini dilakukan dengan
1 Abdullah, Al-Mushlih dan Shalah al-Shawi, Prinsip-prinsip Islam Untuk Kehidupan,
(Jakarta: Yayasan al-Haramin, 1998), Cet. Ke-1, h. 10.
54
menirukan lafal syahadat yang diucapkan pembimbing. Latihan
yang seperti ini menggunakan bahasa bibir.
Metode ini digunakan dengan panduan tulisan, yaitu pada
saat latihan itu pembimbing dan anak melihat tulisan lafal syahadat.
Kemudian di situ pembimbing membacakan lafal syahadat dengan
intonasi dan gerakan bibir yang benar, kemudian anak menirukan
bacaan lafal tersebut. Intonasi ini harus dilakukan berulang-ulang
sampai akhirnya sang anak mampu mengucapkan lafal tersebut
dengan benar dengan lisannya.
3. Metode Ceramah
Dalam bimbingan ceramah ini, bimbingan syahadat masih
diterapkan dalam pelaksanaannya, karena menjelaskan tentang
ketuhanan, ketauhidan dan keagamaan melalui metode ceramah ini
bahwa tidak ada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah SWT dan
Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah SWT.
“Tujuan dari pemberi materi tentang syahadat ini tidak hanya
bertumpu pada ucapan, tetapi untuk membekali anak pada
pemahaman tentang syahadat”2
Dalam hal ini pembimbing berhadapan langsung dengan
anak. Metode ini dilakukan dengan bahasa bibir, seketika diperlukan
dengan bahasa isyarat untuk membantu penjelasan dengan bahasa
bibir. Inti dari pemberian materi tentang syahadat ini tidak pada
2 Wawancara Pribadi, dengan bpk Tatang Suyanto, S. sos, MM,(Kepala Panti di
PSBIBD 1, Jakarta), 14 Nonember 2012.
55
ucapan dan lafal syahadat saja, namun dengana praktek akan
membawa anak pada pemahaman tantang syahadat, yakni pengakuan
bahwa tuhan itu Esa, dan tidak ada tuhan selain Allah SWT.
Dalam metode ceramah ini, secara spontanitas anak akan
dijelaskan bahwa kita sebagai manusia di muka bumi ini dan sebagai
Khalifah, harus turut andil menjaga bumi ini dari kerusakan, karena
bahwa sesungguhnya semua akan kembali kepada-NYA.
b. Bimbingan Shalat
Telah diketahui bersama bahwa shalat adalah bagian terpenting dalam
agama, Dalam metode ini, teori yang diajarkan adalah gerakan shalat
dan bacaan-bacaan yang dibaca ketika menunaikan shalat. Untuk
memberikan bimbingan shalat tersebut, pembimbing memberikan
beberapa teori dan metode antara lain:
1. Metode Ceramah
Dalam hal ini selain bimbingan agama yang dilaksanakan
setiap harinya dengan materi-materi tertentu, penulis melihat
metode shalat ini sangat penting dalam agama, metode ini biasanya
dilakukan di dalam musholla panti, bersama anak-anak serta
pembimbing memberikan arahan mengenai tata cara shalat yang
baik dan benar, namun bimbingan ini banyak dilakukan ketika
menjelang sore hari.
Metode ini diberikan kepada anak-anak PSBIBD 1 tanpa
terkecuali, maupun anak itu beragama non muslim. Materi yang
56
disampaikan lebih bersifat umum, tidak memihak kepada satu
agama saja, contohnya larangan tentang meninggalkan shalat dan
sembahyang, serta kewajiban menghormati orang beribadah, dan
manfaat ibadah bagi kehidupan3
2. Metode Praktek/Demonstrasi
Dalam metode praktek dan demonstrasi ini banyak digunakan
penyampaiannya bagi anak yang susah dengan materi tersebut.
Contohnya bagi anak yang belum sama sekali mengetahui tentang
gerakan shalat, pembiming harus sedikit ekstra menjelaskannya
kepada anak yang sama sekali belum mengenal apa itu shalat, akan
tetapi dengan mendemonstrasikannya si anak akan tahu dan pelan-
pelan akan memahami bahwa itu gerakan shalat.
“ salah satu siswa disuruh praktek shalat dari satu gerakan
dan itu masih satu rakaat, kalua dua rakaat berarti harus dua
kali dari ini.”4
3. Metode Shalat Berjamaah
Dalam metode ini shalat berjamaah dilakukan dengan
beberapa cara, antara lain:
a. Praktek shalat jamaah
Praktek shalat jamaah ini untuk seluruh anak yang sesuai
dengan materi pelajarannya, anak-anak diminta untuk
3 Wawancara pribadi, dengan Ahmad Basyir Syaifullah, (pembimbing agama di PSBIBD
1, Jakarta), 16 Oktober 2012. 4 Wawancara pribadi, dengan Ahmad Basyir Syaifullah, (pembimbing agama di PSBIBD
1, Jakarta), 16 Oktober 2012.
57
menunaikan shalat secara berjamaah, dan pembimbing melihat
dengan mengontrol setiap gerakan dan bacaan yang dilakukan
oleh anak-anak, jika sewaktu-waktu menemukan kesalahan,
maka pembimbing langsung meluruskannya.
b. Shalat berjamaah
Setelah anak dilatih untuk praktek shalat jamaah, maka
mereka langsung praktek shalat jamaah, ketika menunaikan
shalat wajib. Sehingga ketika hendak menunaikan shalat,
mereka diwajibkan untuk menunaikan secara berjamaah.
4. Metode media visual
Media visual adalah media yang terbaik dalam mengerjakan
praktek gerakan shalat, karena anak dapat melihat langsung
gerakan yang benar. Metode ini digunakan oleh pembimbing
hanya sesekali waktu, dalam beberapa pekan, dengan cara
memutarkan film atau video yang berkenaan dengan praktek
shalat.
5. Metode Gambar
Sejatinya metode ini pun tidak jauh berbeda dengan metode
visual, hanya saja metode ini lebih mudah didapatkan, karena
dewasa ini banyak ditemukan gambar-gambar gerakan shalat.
Anak hanya melihat gambar dan mengaplikasikannya. Biasanya
gambar-gambar ini diletakan di dinding-dinding panti agar
58
mereka dapat lebih mudah melihatnya, dan kemudian
mempraktekannya dalam kesehariannya.
6. Bimbingan Puasa
a. Metode Ceramah
Sesungguhnya materi dalam puasa adalah materi langsung
kepada pangaplikasian, namun sebelum anak-anak
menjalankan ibadah puasa, pembimbing memberitahukan apa
saja yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan selama
berpuasa, dalam menyampaikannya pembimbing harus
menerangkan tata cara bagaimana berpuasa dengan metode
berceramah.
b. Metode buka Bersama
Metode ini cukup mudah, pembimbing hanya mengajak anak-
anak seluruh panti untuk melaksanakan buka bersama, selama
menunggu berbuka puasa, pembimbing melakukan diskusi dan
tanya jawab berkenaan dengan apa yang dirasakan selama
berpuasa dan menjelaskan makna dan manfaat dari puasa.
c. Metode Tanya Jawab
Dlaam hal ini untuk menghindari terjadinya kepasifan dalam
pelaksanaan bimbingan agama berlangsung, metode ini
digunakan oleh pembimbing memberikan kesempatan kepada
anak-anak untuk mempertanyakan seputar materi yang
berkenaan dengan materi yang dibahas, kemudian memberikan
59
jawabannya. Sebaliknya pembimbing bertanya kembali kepada
anak binaan tentang apa yang mereka ketahui dengan materi
yang berkenaan, dengan hal ini anak-anak dapat memahami apa
yang dibahas tentang materi yang berkenaan, ini berfungsi
untuk mengetahui sejauh mana daya serap anak-anak dalam
memahami sesuatu.
d. Metode Simulasi
Simulasi adalah metode pelatihan yang memperagakan sesuatu
dalam bentuk tiruan. Maksud dari metode simulasi disini
adalah siswa dapat mengaplikasikan bacaan dan
mempraktekannya dengan apa yang telah mereka dapatkan.
“menanyakan niat berpuasa seperti apa, rukun puasa itu apa
saja, lalu diacak dan anak membacakan secara bergantian, itu
untuk memahami tentang puasa, penyampaiannya seperti ini
agar menarik, supaya mudah ditangkap dan memberikan
kesan. Supaya mereka cepat menyerap ilmu yang diberikan”.5
Dalam penyampaiannya, pembimbing membuat tulisan
yang jumlahnya menunjukkan rukun puasa, syarat sah puasa,
hal-hal yang membatalkan puasa. Setelah itu kemudian anak
mengambil kertas tulisan yang diacak itu kemudian
diperintahkan untuk maju ke depan dan membaca kertas tulisan
5 Wawancara Pribadi, dengan Ahmad Basyir Syaifullah, (Pembimbing Agama di
PSBIBD 1, Jakarta), 16 Oktober 2012.
60
yang telah ia dapatkan tadi. Dalam penyampainnya cukup
mudah dan menarik.
7. Bimbingan Akhlak
Akhlak adalah sesuatu yang istimewa dalam jiwa seseorang,
dan akhlak adalah sebuah sistem yang lengkap yang terdiri dari
karakteristik-karakteristik akal atau tingkah laku yang membuat
seseorang menjadi istimewa. Karakteristik-karakteristik ini
membentuk kerangka psikologi seseorang dan membuatnya
berperilaku sesuai dengan dirinya dan nilai-nilai yang cocok
dengan dirinya dalam kondisi yang berbeda-beda.6 Adapun
metode bimbingan yang digunakan dalam materi akhlak adalah
metode meniru, ceramah, dan tanya jawab.
Kesimpulan yang di dapat penulis tentang PSBIBD 1 secara
struktural serta program yang dicanangkan dalam kebijakannya
bahwa panti sosial bina insan bangun daya 1 (PSBIBD 1) merupakan
lembaga yang baik dan kreatif, baik dalam fasilitas umum yang
diberikan kepada (WBS) warga binaan sosial, maupun aspek
keagamaan yang dapat meningkatkan kecerdasan spiritual bagi anak-
anak.
Pertama-tama penulis melakukan pendekatan diri secara
individu dengan melakukan percakapan pribadi dan wawancara
personal terhadap anak-anak, agar dapat mengetahui dan menela’ah
6 Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia, (Jakarta: Gema Insani, 2004), Cet. Ke-1, h.
26.
61
informasi yang tepat bagi permasalahannya, dalam hal ini
kecerdasan spiritual sebagai penenang hati dalam berkecamuknya
gejolak diri. Para pembimbimng dapat melakukan bimbingan ini
seperti apa yang telah dicanangkan dalam program, misalnya dari
pagi hari 09.00 sampai siang hari 13.00, di dalam program ada
keterampilan, diskusi, sharing dan dan kegiatan nonton bareng
sewaktu-waktu, cara-cara ini agar dapat memotivasi mereka dan
membuat mereka nyaman sehingga mereka mau mencurahkan dan
mempertanyakan kepada pembimbing dengan semangat, tentang apa
yang telah dirasakannya selama ini.
Sedangakan unsur kecerdasan spiritual yang berada dalam
program tersebut adalah melatih dan memulihkan prinsip
kedisiplinan. Dengan unsur ini besar diharapkan pembimbing
mendapatkan informasi tentang apa yang dirasakan oleh anak-anak
sehingga kemudian pembimbing dapat dengan mudah dan leluasa
memberikan wejangan dan nasihat atau solusi dari permasalahannya.
Ketika mengajarkan baca tulis al-Qur’an, anak-anak tidak
sekedar diajarkan membaca dan menulis biasa, tetapi benar-benar
diajarkan dengan baik dan benar, dalam pengajarannya ada tajwid,
makhorijul harfi, dan diajarkan tata cara menulis, sehingga dapat
tertata dengan baik semuanya, dan sesuai kaidah yang telah
ditetapkan. Setelahnya ada beberapa diskusi dan bertukar fikiran
tentang pengetahuan umum, antara lain bagaimana berjualan, cara
62
berdagang, cara mengatur waktu, dan tidak menyia-nyiakan waktu,
semua itu diajarkan dengan ajaran panutan baginda rasulullah
Muhammad SAW.
Pengertian agama dan disiplin ilmunya dimaksudkan agar
sikap, dan tingkah laku anak-anak WBS dapat terkontrol dan
terarah, yang paling penting dapat mendisiplinkan dirinya dengan
nilai-nilai yang telah diajarkan dalam Islam, sehingga perilaku
yang sebelumnya sebagai anak gelandangan, anak yang merasa
bebas dari peraturan, dan terlantar itu minimal dapat dikurangi
atau besar harapan dapat berubah total sepenuhnya. Selama ini jika
pendekatan di atas dapat dengan maksimal diterapkan kemudian
berdampak juga dengan peningkatan kecerdasan spiritual anak di
panti sosial bina insani bangun daya 1 (PSBIBD 1).
2. Faktor Pendukung dan Penghambat
Kehadiran panti sosial bina insani bangun daya 1 (PSBIBD 1)
Kedoya, ini sangat penting dalam ruang lingkup masyarakat DKI Jakarta,
yang penuh dengan hiruk pikuk kehidupan panti sosial ini sangat
dibutuhkan karena dapat membantu stabilitas kehidupan masyarakat.
Kemudian sudah tentu dalam setiap proses pembinaan, bimbingan apapun
itu yang bersifat mendidik dan mengajar serta yang mengarahkan kepada
kesuksesan dan keberhasilan pasti akan banyak arang melintang, dan
mengalami pasang surut semangat individu dalam menjalankannya serta
hambatan-hambatan yang mengiringi setiap langkah perencanaan.
63
1. Kemudian faktor kemudahan dan pendukung adalah:
a. Lingkungan yang baik.
b. Birokrasi pelayanan dan kerjasama yang baik.
c. Kentalnya nilai kekeluargaan dan persaudaraan antara satu dengan
yang lainnya.
d. Adanya program dan kebijakan yang variatif dan kreatif, sehingga
dapat mempererat hubungan antara pembimbing dan anak-anak
WBS.
2. Faktor penghambat adalah:
a. Seringkali pembimbing memberikan bimbingan secara individual,
meskipun sudah dijelaskan secara bersama dan berkelompok. Hal ini
disebabkan karena tingkat pemahaman dan daya serap setiap
individu terhadap ssuatu ilmu memang berbeda-beda
b. Keterbatasan waktu, karena bimbingan tersebut hanya diberikan
pada saat pelajaran agama islam
c. Meskipun ada waktu khusus dalam memberikan bimbingan agama,
namun hal itu dirasa belum cukup karena hanya terjadi dalam
sepekan sekali.
64
B. Hasil Metode Bimbingan Agama Dalam Kecerdasan spiritual dan
klasifikasi anak berdasarkan usia.
Berdasarkan jumlah dan data yang telah di tetapkan, ini penting untuk
diteliti, dikarenakan sebagai titik awal gambaran tentang kondisi anak warga
binaan sosial di PSBIBD 1. Sehingga jika diketahui kondisi sesungguhnya,
pola dan bentuk bimbingan agama pun dapat diselaraskan dan dibedakan
antara kodisi satu dengan kondisi lainnya.
1. Anak Binaan Berdasarkan jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah
1 Laki-laki 8 Orang
2 Perempuan 7 Orang7
Dari data di atas, diketahui bahwa anak binaan Panti Sosial Bina
Insan Bangun daya 1 (PSBIBD 1) di tahun 2012 pada bulan oktober
unggul lebih sedikit laki-laki dibanding anak binaan perempuan. Menurut
informasi yang penulis dapati, hal ini terjadi karena jumlah mereka yang
terlantar hampir sama persis dengan jumlah keseluruhan anak dalam panti.
Dalam proses bimbingan agamanya di PSBIBD 1, anak laki-laki
dan anak perempuan disatukan dalam pembinaannya, agar proses
pengenalan diri dan bertukar fikiran serta memecahkan suatu
7 Data Absensi, Anak Warga Binaan Sosial tahun 2012 bulan oktober.
65
permasalahan dapat dilakukan secara berkelompok dan bersama-sama.
Berdasarkan kutipan di atas bahwa dalam proses bimbingan agama bagi
anak warga binaan sosial tidak di batasi dalam masalah gender. Berbeda
dalam proses bimbingan keterampilan, dalam bimbingan ini anak laki-laki
dan perempuan dibedakan, karena antara keterampilan perempuan dan
laki-laki memiliki perbedaan masing-masing.
Dalam peraturan yang telah di tetapkan lembaga PSBIBD 1, anak
laki-laki dan perempuan memiliki pendapat dan pandangan yang beragam
tentang peraturan. Menurut sebagian anak laki-laki peraturan yang telah di
tetapkan di PSBIBD 1 adakalanya menyenangkan dan adakalanya tidak
menyenangkan. Pandangan laki-laki tersebut sedikit berbeda dengan
pandangan anak perempuan, sebagian anak perempuan lebih pasrah dan
terima dengan keadaan dan peraturan yang telah di tetapkan dan mereka
siap mengikuti peraturan yang ada.
Dari sisi kebijakan yang telah di tetapkan di PSBIBD 1, semua
disiplin di samaratakan antara anak laki-laki dan perempuan, misalnya
dalam hal kedisiplinan dalam memulai setiap aktifitas, anak laki-laki dan
perempuan wajib tepat waktu. Maka dari itu kebijakan di panti memang
seharusnya tidak membeda-bedakan, hal tersebut dilakukan semata-mata
dikarenakan agar tidak adanya kesenjangan sosial antara anak laki-laki dan
66
perempuan8. Kemudian ada data anak-anak yang ingin di obsevasi dan di
wawancarai dengan peneliti, berikut data anak-anak di PSBIBD 1 :
2. Data anak menurut usia 5-17 tahun dan jenis kelamin
No Nama Usia Jenis
Kelamin
1 Maya Nurhasanah 7 Perempuan
2 Irma Suryani 9 Perempuan
3 Adhari Rohman 6 Laki-laki
4 Ady Zulkifli 13 Laki-laki
5 Bahrun Rasyid 15 Laki-laki
6 Dedi Kurniawan 10 Laki-laki
7 Evi Suciati 15 Perempuan
8 Gina Raifa Maulida 11 Perempuan
9 Eka Siswanto 5 Laki-laki
10 Mubarok Al-Ghofur 6 Laki-laki
11 Tia Nurul Jannah 7 Perempuan
12 Hilda Nailu Zaka 8 Perempuan
13 Kirana Hanifah 8 Perempuan
14 Agung Cahyo Purnomo 17 Laki-laki
15 Raditya Eko Nurhadi 17 Laki-laki
Dari data di atas, dapat diketahui bahwa anak binaan panti sosial
bina insan bangun daya 1 (PSBIBD 1) berusia antara 5 sampai 17 tahun.
8 Wawancara pribadi, dengan bpk Ruminto Aks MM (KA Sub Bag tata usaha di PSBIBD
1, Jakarta) , 14 November 2012.
67
Sebagian besar mereka banyak yang masih sekolah, ada juga yang sudah
putus sekolah bahkan ada yang belum pernah mengenyam bangku sekolah,
secara normal usia-usia tersebut antara 10-18 tahun adalah tingkat dimana
sedang fokus untuk sekolah dan menuntut ilmu.
Secara umum anak usia 5-10 tahun adalah masa sekolah dasar SD,
tetapi dalam hal ini kapasitas bimbingan agama secara umum
menempatkan anak usia tersebut belum baligh atau belum cukup umur,
dan fase 10-17 tahun telah masuk dalam usia dewasa dini karena mereka
anak yang memerlukan bimbingan mental, ruhani, dan jasmani secara
utuh, disinilah peran pembimbing dalam menenggarai permasalahan
tersebut.
Karena walaupun mereka belum dapat mengenyam pendidikan
secara utuh, tetapi bimbingan sangatlah perlu bagi mereka demi
menunjang mental yang mumpuni, dan sikap keberagamaan yang apik,
serta moral spiritualitas yang baik bagi asupan gizi ruhani mereka. Usia
dewasa dini yang mereka alami secara fisik dan jasmani bentuk tubuhnya
memang seperti layaknya orang dewasa. Akan tetapi, secara mental dan
moral mereka belum cukup memiliki tanggung jawab penuh atas dirinya,
terlebih mereka masih sangat bergantung kepada orangtuanya.
68
Secara keseluruhan usia anak binaan di PSBIBD 1 dibatasi, usia
anak sampai 20 tahun, sedangkan yang dewasa 20 tahun sampai lebih9
namun pada saat penulis meneliti tidak menemukan anak yang berusia 18-
20 tahun, dikarenakan memang petugas Satpol PP belum mendapatkan
yang seusia itu. Dalam umur 5-17 tahun sudah seharusnya seorang anak
mendapatkan kasih sayang yang tulus dari orang tuanya untuk kemudian
membinanya dengan penuh kasih dan tanggung jawab, tetapi mereka
belum mendapatkan hal tersebut, banyak dari mereka yang tidak tau siapa
orangtuanya, dan terpisah dari orangtuanya.
Dari penelitian yang dilakukan oleh penulis, diperoleh fakta bahwa
perilaku anak warga binaan sosial yang berhasil dalam pencapaian target
dan pengembangan spiritual anak, antara lain sebagai berikut:
1. Sikap mereka terbuka (openminded). Mereka tidak mempunyai rasa
dendam terhadap teman sebayanya atau orang yang lebih tua darinya,
bahkan merasa senang bila temannya dapat lebih pintar dan ingin lebih
darinya.
2. Tidak ada rasa iri, sombong, dan pemarah serta penghalang komunikasi
(communication barriers). Mereka mampu berkomunikasi secara baik,
dan akrab antar anak satu dengan anak-anak yang lainnya.
3. Memaafkan dan melupakan (to forgive and to forget). Bila ada
kesalahan, betapapun besarnya kesalahan yang dilakukan dan siapapun
9 Wawancara Pribadi, dengan Tatang Suyanto, S. sos, MM, (Kepala Panti di PSBIBD 1
Jakarta), 14 November 2012.
69
yang melakukannya, mereka terbuka untuk memaafkannya. Sikap yang
demikian itulah yang membuat motivasi terus meningkat rasa
spiritualitasnya.
4. Melayani dengan bahagia
Budaya melayani dan menolong (salvation), merupakan bagian dari
seorang muslim. Mereka sadar bahwa kehadiran dirinya tidaklah
terlepas dari tanggung jawab terhadap lingkungannya. Sebagai bentuk
tanggung jawabnya, mereka menunjukan sikapnya untuk senantiasa
terbuka hatinya terhadap keberadaan orang lain.
Serta sikap melayani melekat pada fitrah dirinya, sebagaimana setiap
hari memohon tujuh belas kali ketika membaca surat al-Fatihah dalam
shalat, sebagai pernyataan dan komitmen yang diungkapkan dengan
penuh kesadaran, “iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’iin.
Salah satu ajaran yang diteladankan oleh Rasullulah yang harus
ditanamkan sejak dini adalah rasa hormat kepada mereka yang lebih
tua, dan sikap mengasihi kepada yang lebih muda.
Sikap melayani diteladani juga oleh para sahabat sebagaimana kisah-
kisah termashur yang sering menjadi tema pelajaran akhlak Abu Bakar
as-Shidiq, yang mau membantu memerah susu kambing walaupun ia
sudah menjabat sebagai khalifah.
Melayani merupakan bentuk kesadaran dan kepeduliannya terhadap
nilai-nilai kemanusiaan. Memberi pelayanan dan pertolongan
merupakan investasi yang akan dipetik di akhirat kelak.
70
Diantara prinsip-prinsip pelayanan antara lain :
a. Melayani itu adalah ibadah dan karenanya harus ada rasa cinta
dan semangat yang membara di dalam hati pada setiap tindakan
pelayanan.
b. Mengerti orang lain terlebih dahulu sebelum ingin dimengerti.
c. Bahagiakanlah orang lain terlebih dahulu.
d. Menghargai orang lain sebagaimana diri sendiri ingin dihargai.
e. Lakukanlah empati yang sangat mendalam dan tumbuhkan
sinergi.
3. Pekerjaan orang tua anak
No Pekerjaan Orang Tua Jumlah
1 Pedagang 3
2 Buruh 2
3 Serabutan 4
4 Tidak tahu/terpisah dari
orangtua
610
Berdasarkan data di atas, sesungguhnya hanya sedikit kaitannya
secara langsung dengan proses bimbingan agama di PSBIBD 1, akan tetapi
ada pepatah mengatakan bahwa, “Buah Jatuh Tidak Jauh Dari Pohonnya”.
Berdasarkan hal itu, penulis menganggap penting hal ini demi menjadi
data penunjang penelitian ini, serta melihat sejauh mana kedekatan orang
10 Data Pribadi, anak warga binaan sosial PSBIBD 1, th 2012.
71
tua dengan anaknya dan peran orang tua bagi anak-anaknya, khususnya
ketika mereka bersama.
Dari data di atas, dapat dipahami bahwa mayoritas orang tua dari
anak binaan di PSBIBD 1 adalah tidak tahu dan terpisah keberadaannya,
ada pun mereka yang tidak tahu memang orang tua dari anak tidak peduli
dengan keadaan anak dengan alasan ekonomi, jadi anak dibiarkan untuk
mencari penghidupannya sendiri, namun patut diprihatinkan anak yang
terpisah dengan orang tuanya, mereka tidak tahu bagaimana melanjutkan
hidup dan masa depannya, akankah mereka sukses dengan diri sendiri
tanpa bimbingan dan kasih sayang orang tua atau malah sebaliknya, dari
sebab itu di fase ini dan dari latar belakang ini, penulis dan pembimbing
harus bekerja ekstra membimbing mereka dengan setulus hati.
Dalam fase ini pembimbing tidak melakukan kerja ekstra seperti
halnya anak yang masih mempunyai orang tua, maka dari itu kasih sayang
dan kelembutan sangat mereka butuhkan demi membangun mental mereka
untuk membentengi iman dan ketangguhan jiwa mereka demi menghadapi
masa depan yang penuh dengan halangan dan rintangan11.
11 Hasil penelitian, bulan September-November 2012 di PSBIBD 1
72
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Metode bimbingan agama yang digunakan oleh pembimbing meliputi
metode meniru, metode mengenal ciptaan Allah SWT, metode ceramah,
metode nonton (visual), metode gambar, metode berbuka bersama, metode
diskusi, dan bertanya jawab, dan metode simulasi.
Dari penelitian yang dilakukan oleh penulis, diperoleh fakta bahwa
perilaku anak warga binaan sosial yang berhasil dalam pencapaian target dan
pengembangan spiritual anak, antara lain sebagai berikut:
1. Sikap mereka terbuka (openminded). Mereka tidak mempunyai rasa
dendam terhadap teman sebayanya atau orang yang lebih tua darinya,
bahkan merasa senang bila temannya dapat lebih pintar dan ingin
lebih darinya.
2. Tidak ada rasa iri, sombong, dan pemarah serta penghalang
komunikasi (communication barriers). Mereka mampu
berkomunikasi secara baik, dan akrab antar anak satu dengan anak-
anak yang lainnya.
3. Memaafkan dan melupakan (to forgive and to forget). Bila ada
kesalahan, betapapun besarnya kesalahan yang dilakukan dan
siapapun yang melakukannya, mereka terbuka untuk memaafkannya.
73
Sikap yang demikian itulah yang membuat motivasi terus meningkat
rasa spiritualitasnya.
4. Melayani dengan bahagia
Budaya melayani dan menolong (salvation), merupakan bagian dari
seorang muslim. Mereka sadar bahwa kehadiran dirinya tidaklah
terlepas dari tanggung jawab terhadap lingkungannya. Sebagai
bentuk tanggung jawabnya, mereka menunjukan sikapnya untuk
senantiasa terbuka hatinya terhadap keberadaan orang lain.
Serta sikap melayani melekat pada fitrah dirinya, sebagaimana setiap
hari memohon tujuh belas kali ketika membaca surat al-Fatihah
dalam shalat, sebagai pernyataan dan komitmen yang diungkapkan
dengan penuh kesadaran, “iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’iin.
Salah satu ajaran yang diteladankan oleh Rasullulah yang harus
ditanamkan sejak dini adalah rasa hormat kepada mereka yang lebih
tua, dan sikap mengasihi kepada yang lebih muda.
Sikap melayani diteladani juga oleh para sahabat sebagaimana kisah-
kisah termashur yang sering menjadi tema pelajaran akhlak Abu
Bakar as-Shidiq, yang mau membantu memerah susu kambing
walaupun ia sudah menjabat sebagai khalifah dikala itu.
Melayani merupakan bentuk kesadaran dan kepeduliannya terhadap
nilai-nilai kemanusiaan. Memberi pelayanan dan pertolongan
merupakan investasi yang akan dipetik di akhirat kelak.
74
Diantara prinsip-prinsip pelayanan antara lain :
a. Melayani itu adalah ibadah dan karenanya harus ada rasa cinta
dan semangat yang membara di dalam hati pada setiap tindakan
pelayanan.
b. Mengerti orang lain terlebih dahulu sebelum ingin dimengerti.
c. Bahagiakanlah orang lain terlebih dahulu.
d. Menghargai orang lain sebagaimana diri sendiri ingin dihargai.
e. Lakukanlah empati yang sangat mendalam dan tumbuhkan
sinergi.
B. Saran
Penulis menyadari betul bahwa penelitian yang dikakukan yang
dilakukan oleh penulis, tidak sedikit kekurangan-kekurangan yang pasti akan
ditemukan dalam skripsi ini, baik dari sisi objek penelitian maupun hasil dari
penelitian ini. Oleh sebab itu penulis menyarankan pada para peneliti untuk
memperdalam serta dapat meneliti hal-hal yang belum diteliti dalam skripsi
ini. Misalnya lembaga-lembaga sosial lainnya yang mungkin belum pernah di
telusuri dan lembaga-lembaga yang dikelola oleh swasta, dalam artian
lembaga individu masyarakat yang dalam pengelolaannya tanpa campur
tangan pemerintah.
Hal ini cukup penting, dikarenakan tempat-tempat hasil swadaya
masyarakat akan mengalami permasalahan yang tidak bisa dibilang ringan.
Dari sisi pendekatan, peneliti agar dapat meneliti dan megkaji hal yang ingin
di teliti lebih mendalam, sehingga pondasi dan tiang penelitian yang
berkenaan dengan metode bimbingan agama bagi anak binaan sosial lebih
75
kokoh. Untuk memahami metode yang efektif bagi anak-anak binaan sosial,
langkah utama adalah pembimbing dapat mengerti dan memahami segala
karakteristik anak binaan sosial.
Dalam langkah pembelajarannya pembimbing tidak perlu
menggunakan kata-kata yang sulit untuk dipahami anak-anak, apalagi
menggunakan kata yang abstrak, akan tetapi pembimbing menggunakan kata-
kata singkat, jelas, lugas, dan mudah. Dalam proses bimbingan segala sesuatu
yang diucapkan pembimbing atau diisyaratkan harus berada dalam jangkauan
pemahaman anak-anak. Secara umum penulis menyarankan:
1. Diharapkan para pembimbing bersama staf petugas yang ada di PSBIBD 1
membuat pedoman tentang pemberian bimbingan agama tersebut yang
bermanfaat untuk mempermudah dalam memberikan materi bimbingan
agama dan mempermudah menakar tingkat keberhasilan atau
ketidakberhasilan dalam memberikan bimbingan agama.
2. Sangat diperlukan kefokusan dan ketepatan pembimbing ketika
memberikan bimbingan agama kepada anak-anak karena landasan dan
pondasi agama yang benar sangat dibutuhkan dalam menjalani kehidupan
yang penuh dengan globalisasi.
3. Perlunya perhatian pembimbing yang lebih luas terhadap pengembangan
bimbingan agama tersebut. Serta sangat diperlukan kerjasama yang baik
atara pembimbing dan petugas yang lainnya.
76
DAFTAR PUSTAKA
Arifin H.M. Pedoman Pelaksanaan bimbingan Agama, (Jakarta : Golden Terayon
press, 1996).
Budiman, Arif. Agama Demokrasi dan Keadilan, (Dalam M. Imam Azis), Agama
Demokrasi dan Keadilan, (Jakarta : PT. Gramedia, 1993).
Daradjat, Zakiah. Pendidikan Agama dan pembinaan Mental, (Jakarta : Bulan
Bintang, 1982). Faqih, Aunur Rahim. Bimbingan & Konseling Dalam Islam, (Yogyakarta VII Press,
2002)
Husaini, Usman-Purnomo, Setiyady, Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta
: P.T Bumi Aksara, 2000).
Jejen. Kecerdasan Akal Menurut Hadits, (Jakarta : Kordinat, 2005).
Jusuf Mudzakir dan, Abdul Mujib. Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, (Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 2002).
J. Moleong, Prof. Dr Lexi. Metodologi Kualitatif, (Bandung : PT.remaja
Rosdakarya, 2007).
Kristi E, Purwandari. Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia,
(Jakarta : LPSP3 UI, 2001).
Mahmud, Ali Abdul Halim. Akhlak Mulia, (Jakarta : Gema Inasni, 2004).
Pasiak, Taufik. Manusia dan Keruhanian, (Bandung : Gita Press, 1999).
Pramono, Sugeng. Kesabaran dan Pengembangan Diri, (Bandung : Prima Press, 2002).
Ramly, Amir Teuku. Pumping Talent, (Jakarta : Kawan Pustaka, 2004).
77
Shalah al-Shalwi dan Abdullah Al-Mushlih. Prinsip-Prinsip Islam Untuk
Kehidupan, (Jakarta : Yayasan al- Haramin, 1998).
Suharsimi, Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2002).
Soekanto, Soejono. Kamus Sosiologi, (Jakarta : Kalam Mulia, 1986).
Suharsono. Akselerasi Intelegensi Optimalkan : EQ, IQ dan SQ Secara Islami,
(Jakarta : Insani Press, 2004).
Tasmara, Toto. Kecerdasan Ruhaniah, (Jakarta : Gema Insani Press, 2001).
Tebba, Sudirman. Kecerdasan Sufistik: Jembatan menuju makrifat, (Jakarta :
Kencana, 2004).
Tim Penyusun Kamus, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1995).
Wijaya Hesti R, Penelitian Berperspektif Gender Dalam Jurnal Analisis Sosial:
Analisis Gender dan Memahami Persoalan Perempuan, Edisi
4/November, (Bandung : Akatiga, 1996).
Wijaya, teguh, Buku Pedoman dan Catatan Profil, Panti Sosial Bina Insan bangun Daya 1.
Wirawan, Sarlito. Teori-Teori Psikologi Sosial, (Jakarta : Raja Grafindo, 2005).
Wingkel W.S. FKIP. IKIP. Senata Darma, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah,
(Jakarta : PT. Gramedia, 1997).
Zaeni, Syahmi, Mengapa Manusia Harus Beragama, (Jakarta : Kalam Mulia, 1986).
78
79
80
81