metabolisme lensa
DESCRIPTION
metabolisme lensaTRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengetahuan
2.1.1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah salah satu domain perilaku. Menurut Bloom (1908)
dalam Notoatmodjo (2010), perilaku dapat dibedakan menjadi tiga area, wilayah,
ranah atau domain, yakni kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam perkembangan
selanjutnya, berdasarkan pembagian oleh Bloom ini, perilaku dibagi menjadi tiga
ranah untuk kepentingan praktis, yakni pengetahuan, sikap dan tindakan.
Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan
sebagainya). Perubahan pengindraan menjadi pengetahuan sangat dipengaruhi
oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Pengetahuan seseorang
terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda.
2.1.2. Tingkat Pengetahuan
Secara garis besarnya pengetahuan dapat dibagi menjadi enam tingkatan,
yakni:
1. Tahu (Know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk didalamnya adalah mengingat kembali (recall)
terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang diterima.
2. Memahami (Comprehension), dapat diartikan sebagai suatu bentuk
kemampuan dalam menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui,
dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara tepat dan benar.
Individu yang telah paham terhadap objek atau materi tersebut harus mampu
menjelaskan, memberikan contoh, dan menyimpulkan objek yang
dipelajarinya.
3. Aplikasi (Application), diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada suatu kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi
Universitas Sumatera Utara
di sini dapat diartikan dengan penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.
4. Analisis (Analysis), adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur
organisasi tersebut, dan masih terkait satu sama lain. Kemampuan analisis ini
dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja, di mana dapat menggambarkan
(membuat bagan atau tabel), membedakan, memisahkan, mengklasifikasikan,
dan berbagai hal lainya.
5. Sintesis (Synthesis), menunjukkan suatu bentuk kemampuan dalam
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis dapat diartikan sebagai
suatu bentuk kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-
formulasi yang telah ada sebelumya.
6. Evaluasi (Evaluation), berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian tersebut
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada sebelumnya. (Notoatmodjo, 2010).
2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang.
Menurut Mubarak (2007) ada tujuh faktor yang mempengaruhi pengetahuan
seseorang, yaitu:
1. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain
terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri
bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka
menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang
dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan
menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi
dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
Universitas Sumatera Utara
2. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman
dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
3. Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek
psikis dan psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara garis besar ada
empat kategori perubahan, yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi,
hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat
pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis dan mental, taraf berfikir
seseorang semakin matang dan dewasa.
4. Minat
Minat adalah kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu.
Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan
pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.
5. Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang
kurang baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika
pengalaman terhadap obyek tersebut menyenangkan maka secara psikologis
akan timbul kesan yang membekas dalam emosi sehingga menimbulkan sikap
positif.
6. Kebudayaan
Kebudayaan akan mempengaruhi pengetahuan masyarakat secara langsung.
Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan
lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap
untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan.
7. Informasi
Kemudahan memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang
untuk memperoleh pengetahuan yang baru.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Lensa
2.2.1. Anatomi Lensa
Lensa adalah struktur kristalin berbentuk bikonveks dan transparan. Lensa
memiliki dua permukaan, yaitu permukaan anterior dan posterior. Permukaan
posterior lebih cembung daripada permukaan anterior. Radius kurvatura anterior
10 mm dan radius kurvatura posterior 6 mm. Diameter lensa adalah 9-10 mm dan
ketebalan lensa adalah 3,5 mm saat lahir hingga 5 mm saat usia lanjut. Berat lensa
135 mg pada usia 0-9 tahun hingga 255 mg pada usia 40-80 tahun (Khurana,
2007). Lensa terletak di bilik posterior bola mata, di antara permukaan posterior
iris dan badan vitreus pada lengkungan berbentuk cawan badan vitreus yang di
sebut fossa hyaloid. Lensa bersama dengan iris membentuk diafragma optikal
yang memisahkan bilik anterior dan posterior bola mata (Lang, 2000). Lensa
tidak memiliki serabut saraf, pembuluh darah, dan jaringan ikat. Lensa
dipertahankan di tempatnya oleh serat zonula yang berada di antara lensa dan
badan siliar. Serat zonula ini, yang bersal dari ephitel siliar, adalah serat kaya
fibrilin yang mengelilingi lensa secara sirkular (Yanoff dan Duker, 2009).
Gambar 2.1: Anatomi Lensa
(Sumber: Lang, 2000)
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Embriologi lensa
Pada bulan pertama kehamilan permukaan ektoderm berinvaginasi ke
vesikel optik primitif yang terdiri atas neuroektoderm. Struktur ektoderm murni
ini akan berdiferensiasi menjadi tiga struktur, yakni serat geometrik sentral lensa,
permukaan anterior sel epithel, dan kapsul hyalin aselular. Arah pertumbuhan
struktur epithel yang normal adalah sentrifugal. Sel yang telah berkembang
sempurna akan bermigrasi ke permukaan dan mengelupas. Pertumbuhan serat
lensa primer membentuk nukleus embrionik. Di bagian ekuator, sel epithel akan
berdiferensiasi menjadi serat lensa dan membentuk nukleus fetus. Serat sekunder
yang baru ini akan menggantikan serat primer ke arah pertengahan lensa.
Pembentukan nukleus fetus yang mendekati nukleus embrionik akan sempurna
saat lahir. Laju pertumbuhan lensa fetus adalah 180 mg/tahun. Lensa fetus
berbentuk bulat sempurna (Lang, 2000).
2.2.3. Pertumbuhan Lensa
Lensa akan terus tumbuh dan membentuk serat lensa seumur hidup, tidak
ada sel yang mati ataupun terbuang karena lensa ditutupi oleh kapsul lensa.
Pembentukan serat lensa pada ekuator, yang akan terus berlanjut seumur hidup,
membentuk nukleus infantil selama dekade pertama dan kedua kehidupan serta
membentuk nukleus dewasa selama dekade ketiga. Arah pertumbuhan lensa yang
telah berkembang berlawanan dengan arah pertumbuhan embriologinya. Sel yang
termuda akan selalu berada di permukaan dan sel yang paling tua berada di pusat
lensa. Laju pertumbuhan lensa adalah 1,3 mg/tahun antara usia 10-90 tahun
(Malhotra, 2007).
2.2.4. Histologi Lensa
Secara histologis, lensa memiliki tiga komponen utama:
1. Kapsul lensa
Lensa dibungkus oleh simpai tebal (10-20 µm), homogen, refraktil, dan kaya
akan karbohidrat, yang meliputi permukaan luar sel-sel epithel. Kapsul ini
Universitas Sumatera Utara
merupakan suatu membran basal yang sangat tebal dan terutama terdiri atas
kolagen tipe IV dan glikoprotein. Kapsul lensa paling tebal berada di ekuator
(14 µm) dan paling tipis pada kutub posterior (3 µm). Kapsul lensa bersifat
semipermeabel, artinya sebagian zat dapat melewati lensa dan sebagian lagi
tidak.
2. Epitel subkapsular
Epitel subkapsular terdiri atas sel epitel kuboid yang hanya terdapat pada
permukaan anterior lensa. Epitel subkapsular yang berbentuk kuboid akan
berubah menjadi kolumnar di bagian ekuator dan akan terus memanjang dan
membentuk serat lensa. Lensa bertambah besar dan tumbuh seumur hidup
dengan terbentuknya serat lensa baru dari sel-sel yang terdapat di ekuator
lensa. Sel-sel epitel ini memiliki banyak interdigitasi dengan serat-serat lensa.
3. Serat lensa
Serat lensa tersusun memanjang dan tampak sebagai struktur tipis dan gepeng.
Serat ini merupakan sel-sel yang sangat terdiferensiasi dan berasal dari sel-sel
subkapsular. Serat lensa akhirnya kehilangan inti serta organelnya dan menjadi
sangat panjang. Sel-sel ini berisikan sekelompok protein yang disebut kristalin.
Gambar 2.2: Histologi Lensa
(Sumber: Junqueira, 2003)
Universitas Sumatera Utara
Lensa ditahan di tempatnya oleh sekelompok serat yang tersusun radial
yang disebut zonula, yang satu sisinya tertanam di kapsul lensa dan sisi lainnya
pada badan siliar. Serat zonula serupa dengan miofibril serat elastin. Sistem ini
penting untuk proses akomodasi, yang dapat memfokuskan objek dekat dan jauh
dengan mengubah kecembungan lensa. Bila mata sedang istirahat atau
memandang objek yang jauh, lensa tetap diregangkan oleh zonula pada bidang
yang tegak lurus terhadap sumbu optik. Bila melihat dekat, muskulus siliaris akan
berkontraksi, dan koroid beserta badan siliar akan tertarik ke depan. Ketegangan
yang dihasilkan zonula akan berkurang dan lensa menebal sehingga fokus objek
dapat dipertahankan (Janqueira dan Carneiro, 2004).
2.2.5. Fungsi Lensa
Lensa adalah salah satu dari media refraktif terpenting yang berfungsi
memfokuskan cahaya masuk ke mata agar tepat jatuh di retina. Lensa memiliki
kekuatan sebesar 10-20 dioptri tergantung dari kuat lemahnya akomodasi.
2.2.6. Komposisi Lensa
Lensa terdiri atas air sebanyak 65%, protein sebanyak 35% (kandungan
protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral
dibandingkan jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa
daripada dijaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk
teroksidasi maupun tereduksi. Lensa tidak memiliki serabut saraf, pembuluh
darah, dan jaringan ikat (Vaughan, 2007).
Protein lensa dapat dibagi menjadi dua berdasarkan kelarutannya dalam
air, yaitu protein laut air (protein sitoplasmik) dan protein tidak larut air (protein
sitoskeletal). Fraksi protein larut air sebesar 80% dari seluruh protein lensa yang
terdiri atas kristalin. Kristalin adalah protein intraselular yang terdapat pada
epithelium dan membran plasma dari sel serat lensa. Kristalin terbagi atas kristalin
alpha (α), beta (β), dan gamma (γ). Akan tetapi, kristalin beta dan gamma adalah
Universitas Sumatera Utara
bagian dari famili yang sama sehingga sering disebut sebagai kristalin
betagamma.
Kristalin alpha merepresentasikan 32% dari protein lensa. Kristalin alpha
adalah protein dengan besar molekul yang paling besar yaitu sebesar 600-4000
kDa, bergantung pada kecenderungan subunitnya untuk beragregasi. Kristalin
alpha bukan merupakan suatu protein tersendiri, melainkan gabungan dari 4
subunit mayor dan 9 subunit minor. Setiap polipeptida subunit memiliki berat
molekul 20 kDa. Rantai ikatannya merupakan ikatan hidrogen dan interaksi
hidrofobik. Kristalin alpha terlibat dalam transformasi sel epithel menjadi serat
lensa. Laju sintesis kristalin alpha tujuh kali lebih cepat di sel epitel dari pada di
serat kortikal, mengindikasikan penurunan laju sintesis setelah transformasi.
Kristalin beta dan gamma memiliki rangkaian asam amino homolog dan
struktur yang sama sehingga dapat dipertimbangkan sebagai satu famili protein.
Kristalin beta berkontribusi sebesar 55% dari protein larut air pada protein lensa.
Kristalin gamma adalah kristalin yang paling kecil berat molekulnya yaitu sebesar
20 kDa.
Protein lensa yang tidak larut air dapat dibagi menjadi dua, yaitu protein
yang larut dalam urea dan yang tidak larut dalam urea. Fraksi yang larut dalam
urea terdiri atas protein sitoskeletal yang berfungsi sebagai rangka struktural sel
lensa. Fraksi yang tidak larut urea terdiri atas membran plasma serat lensa.
Major Intrinsic Protein (MIP) adalah protein yang menyusun plasma
membran sebesar 50%. MIP pertama sekali muncul di lensa ketika serat lensa
mulai memanjang dan dapat di jumpai di membran plasma di seluruh masa lensa.
MIP tidak dijumpai di sel epitel, maka dari itu MIP berhubungan dengan
diferensiasi sel menjadi serat lensa.
Seiring dengan meningkatnya usia, protein lensa menjadi tidak larut air
dan beragregasi membentuk partikel yang lebih besar yang mengaburkan cahaya.
Akibatnya lensa menjadi tidak tembus cahaya. Selain itu, seiring dengan
bertambahnya usia, maka makin banyak protein yang larut urea menjadi tidak
larut urea (American Academy of Ophthalmology, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.2.7. Metabolisme Lensa
Tujuan utama dari metabolisme lensa adalah mempertahankan
ketransparanan lensa. Lensa mendapatkan energi terutama melalui metabolisme
glukosa anaerobik. Komponen penting lain yang dibutuhkan lensa adalah bentuk
NADPH tereduksi yang didapatkan melalui jalur pentosa yang berfungsi sebagai
agen pereduksi dalam biosintesis asam lemak dan glutation. Metabolisme
berbagai zat di lensa adalah sebagai berikut:
1. Metabolisme gula
Glukosa memasuki lensa dari aqueous humor melalui difusi sederhana dan
difusi yang difasilitasi. Kira-kira 90-95% glukosa yang masuk ke lensa akan
difosforilasi oleh enzim hexokinase menjadi glukosa-6-fosfat. Hexokinase akan
tersaturasi oleh kadar glukosa normal pada lensa sehingga apabila kadar glukosa
normal telah dicapai, maka akan reaksi ini akan terhenti. Glukosa-6-fosfat yang
terbentuk ini akan digunakan di jalur glikolisis anaerob dan jalur pentosa fosfat.
Lensa tidak dilalui pembuluh darah sehingga kadar oksigen lensa sangat
rendah. Oleh karena itu, metabolisme utamanya berlangsung secara anaerob yaitu
glikolisis anaerob. Sebesar 70% ATP lensa dihasilkan melalui glikolisis anaerob.
Walaupun kira-kira hanya 3% dari glukosa masuk ke siklus Krebs, tetapi siklus
ini menghasilkan 25% dari seluruh ATP yang dibentuk di lensa.
Jalur lain yang memetabolisme glukosa-6-fosfat adalah jalur pentosa
fosfat. Kira-kira 5% dari seluruh glukosa lensa dimetabolisme oleh jalur ini dan
dapat distimulasi oleh peningkatan kadar glukosa. Aktivitas jalur pentosa fosfat di
lensa lebih tinggi dibandingkan di jaringan lain untuk menghasilkan banyak
NADPH yang berfungsi untuk mereduksi glutation.
Jalur lain yang berperan dalam metabolisme glukosa di lensa adalah jalur
sorbitol. Ketika kadar glukosa meningkat, seperti pada keadaan hiperglikemik,
jalur sorbitol akan lebih aktif dari pada jalur glikolisis sehingga sorbitol akan
terakumulasi. Glukosa akan diubah menjadi sorbitol dengan bantuan enzim yang
berada di permukaan epitel yaitu aldosa reduktase. Lalu sorbitol akan
Universitas Sumatera Utara
dimetabolisme menjadi fruktosa oleh enzim poliol dehidrogenase. Enzim ini
memiliki afinitas yang rendah, artinya sorbitol akan terakumulasi sebelum dapat
dimetabolisme, sehingga menyebabkan retensi sorbitol di lensa. Selanjutnya
sorbitol dan fruktosa menyebabkan tekanan osmotik meningkat dan akan menarik
air sehingga lensa akan menggembung, sitoskeletal mengalami kerusakan, dan
lensa menjadi keruh.
2. Metabolisme protein
Konsentrasi protein lensa adalah konsentrasi protein yang tertinggi dari
seluruh jaringan tubuh. Sintesa protein lensa berlangsung seumur hidup. Sintesis
protein utama adalah protein kristalin dan Major Intrinsic Protein (MIP). Sintesa
protein hanya berlangsung di sel epitel dan di permukaan serabut kortikal.
Lensa protein dapat stabil dalam waktu yang panjang karena kebanyakan
enzim pendegradasi protein dalam keadaan normal dapat diinhibisi. Lensa dapat
mengontrol degradasi protein dengan menandai protein yang akan didegradasi
dengan ubiquitin. Proses ini berlangsung di lapisan epitelial dan membutuhkan
ATP. Lensa protein dirombak menjadi peptida oleh endopeptidase lalu dirombak
lagi menjadi asam amino oleh eksopeptidase. Endopeptidase diaktivasi oleh
megnesium dan kalsium dan bekerja optimal pada pH 7,5. Substrat utama enzim
ini adalah kristalin alpha. Contoh endopeptidase adalah calpain. Calpain dapat
diinhibisi oleh calpastatin. Calpastatin adalah merupakan inhibitor netral yang
konsentrasinya lebih tinggi daripada calpain.
3. Glutation
Glutation (L-γ-glutamil-L-sisteinglisin) dijumpai dalam konsentrasi yang
besar di lensa, terutama di lapisan epitelial. Fungsi glutation adalah
mempertahankan ketransparanan lensa dengan cara mencegah aggregasi kritalin
dan melindungi dari kerusakan oksidatif.
Glutation memiliki waktu paruh 1-2 hari dan didaur ulang pada siklus γ-
glutamil. Sintesis dan degradasi glutation berlangsung dalam kecepatan yang
sama. Glutation disintesis dari L-glutamat, L-sistein, dan glisin dalam dua tahap
yang membutuhkan 11-12% ATP lensa. Glutation tereduksi juga didapatkan dari
Universitas Sumatera Utara
aqueous humor melalui transporter khusus. Pemecahan glutation mengeluarkan
asam amino yang akan didaur ulang untuk pembentukan glutation selanjutnya.
4. Mekanisme antioksidan
Lensa dapat mengalami kerusakan akibat radikal bebas seperti spesies
oksigen reaktif. Spesies oksigen reaktif adalah sebutan untuk sekelompok radikal
oksigen yang sangat reaktif, merusak lipid, protein, karbohidrat dan asam nukleat.
Contoh-contoh radikal oksigen adalah anion superoksida (O2-), radikal bebas
hidroksil (OH+), radikal peroksil (ROO+), radikal lipid peroksil (LOOH), oksigen
tunggal (O2), dan hidrogen peroksida (H2O2).
Mekanisme kerusakan yang diakibatkan oleh spesies oksigen reaktif
adalah peroksidasi lipid membran membentuk malondialdehida, yang akan
membentuk ikatan silang antara protein dan lipid membran sehingga sel menjadi
rusak. Polimerisasi dan ikatan silang protein tersebut menyebabkan aggregasi
kristalin dan inaktivasi enzim-enzim yang berperan dalam mekanisme antioksidan
seperti katalase dan glutation reduktase.
Lensa memiliki beberapa enzim yang berfungsi untuk melindungi dari
radikal bebas seperti glutation peroksidase, katalase dan superoksida dismutase.
Mekanisme antioksidan pada lensa adalah dengan cara dismutasi radikal bebas
superoksida menjadi hidrogen peroksida dengan bantuan enzim superoksida
dismutase. Lalu hidrogen peroksida tersebut akan diubah menjadi molekul air dan
oksigen melalui bantuan enzim katalase. Selain itu, glutation tereduksi dapat
mendonorkan gugus hidrogennya pada hidrogen peroksida sehingga berubah
menjadi molekul air dengan bantuan enzim glutation peroksidase. Glutaion
tereduksi yang telah memberikan gugus hidrogennya akan membentuk glutation
teroksidasi yang tidak aktif, tetapi NADPH yang berasal dari jalur pentosa akan
mengubahnya kembali menjadi glutation tereduksi dengan bantuan enzim
glutation reduktase.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3: Mekanisme Antioksidan
5. Mekanisme Pengaturan Keseimbangan Cairan dan elektrolit
Aspek fisiologi yang terpenting dalam menjaga ketransparanan lensa
adalah pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit. Ketransparanan lensa
sangat bergantung pada komponen struktural dan makromolekular. Selain itu,
hidrasi lensa dapat menyebabkan kekeruhan lensa.
Lensa mempunyai kadar kalium dan asam amino yang tinggi
dibandingkan aqueous dan vitreus dan memiliki kadar natrium dan klorida yang
lebih rendah dibandingkan sekitarnya. Keseimbangan elektrolit diatur oleh
permeabilitas membran dan pompa natrium dan kalium (Na-K-ATPase). Pompa
ini berfungsi memompa natrium keluar dan memompa kalium untuk masuk.
Kombinasi dari transport aktif dan permeabilitas membran di lensa di
sebut teori pompa bocor. Kalium dan asam amino ditransportasikan ke dalam
lensa secara aktif ke anterior lensa melalui epithelium. Lalu kalium dan asam
amino akan berdifusi melalui bagian posterior lensa. Sedangkan natrium masuk ke
Universitas Sumatera Utara
dalam lensa di bagian posterior lensa secara difusi dan keluar melalui bagian
anterior lensa secara aktif.
Gambar 2.4: Pertukaran Bahan Kimia pada Lensa
(Sumber: Khurana, 2007)
2.3. Katarak
2.3.1. Definisi Katarak
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi
akibat kedua-duanya (Ilyas, 2009).
2.3.2. Epidemiologi Katarak
Menurut WHO, katarak adalah penyebab kebutaan terbesar di seluruh
dunia. Katarak menyebabkan kebutaan pada delapan belas juta orang diseluruh
Universitas Sumatera Utara
dunia dan diperkirakan akan mecapai angka empat puluh juta orang pada tahun
2020. Hampir 20,5 juta orang dengan usia di atas 40 yang menderita katarak, atau
1 tiap 6 orang dengan usia di atas 40 tahun menderita katarak (American
Academy Ophthalmology, 2007).
2.3.3. Klasifikasi Katarak
Klasifikasi katarak dapat dibagi berdasarkan morfologis dan berdasarkan
permulaan terjadinya katarak.
1. Klasifikasi berdasarkan morfologis
Berdasarkan morfologisnya, katarak dapat dibagi atas:
a. Katarak kapsular, adalah katarak yang melibatkan kapsul lensa, dapat
berupa katarak kapsular anterior dan katarak kapsular posterior. Katarak
kapsular dapat disebabkan oleh usia, uveitis yang berhubungan dengan
sinekia posterior, obat-obatan, radiasi, dan trauma.
b. Katarak subkapsular, adalah katarak yang melibatkan bagian superfisial
korteks atau tepat di bawah kapsul lensa dapat berupa katarak subkapsular
anterior dan katarak subkapsular posterior. Katarak subkapsular posterior
dapat terjadi akibat usia, radiasi, konsumsi steroid, diabetes, myopia berat
dan degenerasi retina. Katarak subkapsular posterior dapat terjadi
bersamaan dengan katarak subkapsular posterior dan dapat disebabkan
oleh jejas lokal, iritasi, uveitis dan radiasi.
c. Katarak kortikal, adalah katarak yang melibatkan korteks lensa dan
merupakan katarak yang paling sering terjadi. Katarak kortikal disebabkan
oleh usia dan diabetes. Lapisan kortikal kurang padat dibandingkan
nukleus sehingga lebih mudah menjadi sangat terhidrasi akibat
ketidakseimbangan elektrolit, yang secepatnya akan mengarah ke
kerusakan serat korteks lensa.
d. Katarak nuklear, adalah katarak yang melibatkan bagian nukleus lensa.
Katarak nuklear disebabkan oleh faktor usia. Katarak nuklear merupakan
sklerosis normal yang berlebihan atau pengerasan dan penguningan
nukleus pada usia lanjut.
Universitas Sumatera Utara
e. Katarak supranuklear, adalah katarak yang melibatkan bagian korteks
lensa yang paling dalam, tepat di atas nukleus lensa.
f. Katarak polar, adalah katarak yang melibatkan kapsul lensa dan superfisial
korteks lensa hanya di regio polar, dapat berupa katarak polar anterior dan
katarak polar posterior. Katarak polar biasanya terdapat pada katarak
kongenital atau karena trauma sekunder.
g. Katarak campuran, adalah keadaan di mana lebih dari satu tipe katarak
muncul bersamaan. Pada awalnya katarak biasanya muncul sebagai satu
tipe saja tetapi akan dapat menjadi katarak gabungan ketika bagian lensa
yang lain juga mengalami degenerasi. Katarak gabungan mengindikasikan
katarak telah lanjut dan perkembangannya harus lebih diperhatikan. Pasien
dengan katarak gabungan akan memiliki gejala penurunan visus (Khurana,
2007).
2. Klasifikasi berdasarkan permulaan terjadinya katarak
Berdasarkan permulaan terjadinya, katarak dapat dibagi atas:
a. Katarak kongenital, adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau
segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari satu tahun. Katarak
kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang
menderita penyakit rubella, galaktosemia, homosisteinuri, diabetes
mellitus, hipoparatirodisme, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik, dan
histopalsmosis. Penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya
merupakan penyakit-penyakit herediter seperti mikroftalmus, aniridia,
koloboma iris, keratokonus, iris heterokrimia, lensa ektopik, displasia
retina, dan megalo kornea. Katarak kongenital disebabkan kelainan pada
pembentukan lensa sebelum proses kelahiran. Katarak kongenital
digolongkan dalam katarak kapsulolentikular di yaitu katarak kapsular
dan polaris atau katarak lentikular yaitu katarak kortikal atau katarak
nuklear. (Ilyas, 2009)
b. Katarak juvenil, adalah katarak yang mulai terbentuk pada usia kurang
dari sembilan tahun dan lebih dari tiga bulan. Katarak juvenil biasanya
Universitas Sumatera Utara
merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit
lainnya seperti :
a) Katarak metabolik seperti katarak diabetik, katarak galaktosemik,
katarak hopikalsemik, katarak defisiensi gizi, katarak aminoasiduria,
penyakit Wilson, dan katarak yang berhubungan dengan penyakit
lain.
b) Distrofi miotonik (umur 20 sampai 30 tahun)
c) Katarak traumatik
d) Katarak komplikata:
• Kelainan kongenital dan herediter (siklopia, koloboma,
mikroftalmia, aniridia, pembuluh hialoid persisten, heterokromia
iridis).
• Katarak degeneratif (dengan miopia dan distrofi vitreoretinal),
seperti Wagner dan retinitis pigmentosa, dan neoplasma).
• Katarak anoksik
• Toksik (kortikosteroid sistemik atau topikal, ergot, naftalein,
dinitrofenol, triparanol, antikholinesterase, klorpromazin, miotik,
klorpromazin, busulfan, dan besi).
• Lain-lain seperti kelainan kongenital, sindrom tertentu, disertai
kelainan kulit (sindermatik), tulang (disostosis kraniofasial,
osteogenesis inperfekta, khondrodistrofia kalsifikans kongenita
pungtata), dan kromosom.
• Katarak radiasi (Ilyas, 2009)
c. Katarak senil, adalah katarak semua kekeruhan lensa yang terdapat pada
usia lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun. Tipe utama pada katarak senilis
adalah katarak kortikal, katarak nuklear, dan katarak subkapsular
posterior. Walaupn katarak sering diawali oleh tipe yang murni tersebut,
mereka akan matang menjadi katarak campuran. Selanjutnya akan
dibahas lebih mendetail mengenai katarak senilis.
Universitas Sumatera Utara
2.3.4. Etiologi dan Faktor Resiko Katarak
1. Usia
Seiring dengan pertambahan usia, lensa akan mengalami penuaan juga.
Keistimewaan lensa adalah ia terus menerus tumbuh dan membentuk serat
lensa dengan arah pertumbuhannya yang konsentris. Tidak ada sel yang mati
ataupun terbuang karena lensa tertutupi oleh serat lensa. Akibatnya, serat
lensa paling tua berada di pusat lensa (nukleus) dan serat lensa yang paling
muda berada tepat di bawah kapsul lensa (korteks). Dengan pertambahan
usia, lensa pun bertambah berat, tebal, dan keras terutama bagian nukleus.
Pengerasan nukleus lensa disebut dengan nuklear sklerosis. Selain itu, seiring
dengan pertambahan usia, protein lensa pun mengalami perubahan kimia.
Fraksi protein lensa yang dahulunya larut air menjadi tidak larut air dan
beragregasi membentuk protein dengan berat molekul yang besar. Hal ini
menyebabkan transparansi lensa berkurang sehingga lensa tidak lagi
meneruskan cahaya tetapi malah mengaburkan cahaya dan lensa menjadi
tidak tembus cahaya.
2. Radikal bebas
Radikal bebas adalah adalah atom atau meolekul yang memiliki satu atau
lebih elektron yang tidak berpasangan (Murray, 2003). Radikal bebas dapat
merusak protein, lipid, karbohidrat dan asam nukleat sel lensa. Radikal bebas
dapat dihasilkan oleh hasil metabolisme sel itu sendiri, yaitu elektron
monovalen dari oksigen yang tereduksi saat reduksi oksigen menjadi air pada
jalur sitokrom, dan dari agen eksternal seperti energi radiasi. Contoh-contoh
radikal oksigen adalah anion superoksida (O2-), radikal bebas hidroksil (OH+),
radikal peroksil (ROO+), radikal lipid peroksil (LOOH), oksigen tunggal (O2),
dan hidrogen peroksida (H2O2).
Agen oksidatif tersebut dapat memindahkan atom hidrogen dari asam lemak
tak jenuh membran plasma membentuk asam lemak radikal dan menyerang
oksigen serta membentuk radikal lipid peroksida. Reaksi ini lebih lanjut akan
membentuk lipid peroksida lalu membentuk malondialdehida (MDA). MDA
ini dapat menyebabkan ikatan silang antara lemak dan protein. Polimerisasi
Universitas Sumatera Utara
dan ikatan silang protein menyebabkan aggregasi kristalin dan inaktivasi
enzim-enzim yang berperan dalam mekanisme antioksidan seperti katalase
dan glutation reduktase. Hal-hal inilah yang dapat menyebabkan kekeruhan
pada lensa.
3. Radiasi ultraviolet
Radiasi ultraviolet dapat meningkatkan jumlah radikal bebas pada lensa
karena tingginya penetrasi jumlah cahaya UV menuju lensa. UV memiliki
energi foton yang besar sehingga dapat meningkatkan molekul oksigen dari
bentuk triplet menjadi oksigen tunggal yang merupakan salah satu spesies
oksigen reaktif.
4. Merokok
Terdapat banyak penelitian yang menjelaskan hubungan antara merokok dan
penyakit katarak. Hasil penelitian Cekic (1998) menyatakan bahwa merokok
dapat menyebabkan akumulasi kadmium di lensa. Kadmium dapat
berkompetisi dengan kuprum dan mengganggu homeostasis kuprum. Kuprum
penting untuk aktivitas fisiologis superoksida dismutase di lensa. Sehingga
dengan adanya kadmium menyebabkan fungsi superoksida dismutase sebagai
antioksidan terganggu. Hal ini menyebabkan terjadinya kerusakan oksidatif
pada lensa dan timbullah katarak. Disebutkan juga bahwa kadmium dapat
mengendapkan lensa sehingga timbul katarak. Hal yang hampir sama juga
dikemukakan oleh Sulochana, Puntham, dan Ramakrishnan (2002). Bedanya
bahwa kadmium juga dapat mengganggu homeostasis zincum dan mangan
pada enzim superoksida dismutase.
Hasil penelitian El-Ghaffar, Azis, Mahmoud, dan Al-Balkini (2007)
menyatakan bahwa NO yang menyebabkan katarak dengan mekanisme NO
bereaksi secara cepat dengan anion superoksida untuk membentuk
peroksinitrit sehingga terjadi nitratasi residu tirosin dari protein lensa. Hal ini
dapat memicu peroksidasi lipid membentuk malondyaldehida.
Malondyaldehida memiliki efek inhibitor terhadap enzim antioksidan seperti
katalase dan glutation reduktase sehingga terjadi oksidasi lensa lalu terjadi
kekeruhan lensa dan akhirnya terbentuk katarak.
Universitas Sumatera Utara
5. Defisiensi vitamin A, C, E, niasin, tiamin, riboflavin dan beta karoten
Zat nutrisi tersebut merupakan antioksidan eksogen yang berfungsi
menetralkan radikal bebas yang terbentuk pada lensa sehingga dapat
mencegah terjadinya katarak.
6. Dehidrasi
Perubahan keseimbangan elektrolit dapat menyebabkan kerusakan pada lensa.
Hal ini disebabkan karena perubahan komposisi elektrolit pada lensa dapat
menyebabkan kekeruhan pada lensa.
7. Trauma
Trauma dapat menyebabkan kerusakan langsung pada protein lensa sehingga
timbul katarak.
8. Infeksi
Uveitis kronik sering menyebabkan katarak. Pada uveitis sering dijumpai
sinekia posterior yang menyebabkan pengerasan pada kapsul anterior lensa.
9. Obat-obatan seperti kortikosteroid
Penggunaan steroid jangka panjang dapat meningkatkan resiko terjadinya
katarak. Jenis katarak yang sering pada pengguna kortikosteroid adalah
katarak subkapsular.
10. Penyakit sistemik seperti diabetes
Diabetes dapat menyebabkan perubahan metabolisme lensa. Tingginya kadar
gula darah menyebabkan tingginya kadar sorbitol lensa. Sorbitol ini
menyebabkan peningkatan tekanan osmotik lensa sehingga lensa menjadi
sangat terhidrasi dan timbul katarak.
11. Genetik
Riwayat keluarga meningkatkan resiko terjadinya katarak dan percepatan
maturasi katarak.
12. Myopia
Pada penederita myopia dijumpai peningkatan kadar MDA dan penurunan
kadar glutation tereduksi sehingga memudahkan terjadinya kekeruhan pada
lensa (Micell-Ferrari et all, 1996).
Universitas Sumatera Utara
2.3.5. Gejala dan tanda Katarak
Gejala dan tanda penyakit katarak adalah:
1. Penurunan tajam penglihatan
2. Peningkatan derajat myopia
3. Silau
4. Halo (melihat lingkaran disekitar lampu)
5. Diplopia monokuler (pada katarak nuklear)
6. Penurunan sensitivitas kontras
7. Titik hitam di depan mata
2.3.6. Diagnosis dan Pemeriksaan Katarak
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa katarak
adalah:
1. Pemeriksaan tajam penglihatan
2. Illuminasi oblik
3. Test bayangan iris
4. Pemeriksaan dengan menggunakan ophthalmoskop langsung
5. Pemeriksaan dengan menggunakan slit-lamp
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1: Hasil Pemeriksaan pada Katarak Senilis Pemeriksaan Katarak
nuklear
Immatur Matur Hipermatur
(morgagni)
Hipermatur
(sklerotik)
Tajam
penglihatan
6/9 hingga
persepsi
cahaya
6/9 hingga
hitung jari
Gerakan
tangan
hingga
persepsi
cahaya
Persepsi
cahaya
Persepsi
cahaya
Warna lensa Abu-abu,
kuning
Putih keabu-
abuan
Putih mutiara
dengan
nukleus
coklat
tenggelam
Putih susu Putih kotor
berbintik
Bayangan iris Terlihat Terlihat Tidak terlihat Tidak terlihat Tidak terlihat
Ophtalmoskopi Area gelap
sentral
dengan
fundus merah
Area gelap
multipel
dengan
fundus merah
Tidak ada
fundus merah
Tidak ada
fundus merah
Tidak ada
fundus merah
Slit-lamp Opasitas
nuklear,
korteks jernih
Area yang
normal dan
area
kataraktosa
Katarak
kortikal
sempurna
Putih susu
dengan
nukleus
coklat
tenggelam
Lensa katarak
berkerut
dengan
penebalan
kapsul lensa
anterior
(Sumber: Khurana, 2007)
2.3.7. Stadium Katarak
Stadium pada katarak adalak katarak insipien, imatur, matur dan
hipermatur.
1. Katarak insipien. Pada stadium ini akan terlihat hal-hal berikut:
a. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior
dan posterior ( katarak kortikal ). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks.
b. Katarak subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior
subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan dan korteks
berisi jaringan degeneratif (benda Morgagni) pada katarak insipien.
Universitas Sumatera Utara
c. Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi
yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang
menetap untuk waktu yang lama.
d. Katarak Intumesen. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat
lensa degeneratif yang menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa
disertai pembengkakan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan
mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan
keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit
glaukoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan
cepat dan mengakibatkan miopia lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi
hidrasi korteks sehingga akan mencembung dan daya biasnya akan
bertambah, yang memberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slit-lamp
terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa.
2. Katarak Imatur. Katarak imatur ditandai dengan kekeruhan sebagian lensa dan
belum mengenai seluruh lapisan lensa. Pada katarak imatur volume lensa akan
dapat bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang
degeneratif. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan
hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder.
3. Katarak matur. Pada keadaan matur kekeruhan telah mengenai seluruh massa
lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion kalsium yang menyeluruh.
Bila katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan
keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi
kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa.
Kedalaman bilik mata depan normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada
lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris negatif.
4. Katarak Hipermatur. Katarak hipermatur adalah katarak yang mengalami
proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa
lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi
mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata
dalam dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus
sehingga hubungan dengan zonula zinn menjadi kendur. Bila proses katarak
Universitas Sumatera Utara
berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks yang
berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar. Korteks akan memperlihatkan
bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam
korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut katarak Morgagni (Ilyas,
2009).
Tabel 2.2: Perbedaan Stadium Katarak Senilis
Kekeruhan
Cairan lensa
Iris
Bilik mata
depan
Sudut bilik
mata
Shadow test
Penyulit
Insipien
Ringan
Normal
Normal
Normal
Normal
Negatif
-
Imatur
Sebagian
Bertambah (air
masuk)
Terdorong
Dangkal
Sempit
Positif
Glaukoma
Matur
Seluruh
Normal
Normal
Normal
Normal
Negatif
-
Hipermatur
Masif
Berkurang
(air+masa lensa
keluar)
Tremulans
Dalam
Terbuka
Pseudopos
Uveitis dan
glaukoma
(Sumber: Ilyas, 2009)
2.3.8. Penatalaksanaan Katarak
Penatalaksanaan katarak adalah pembedahan. Indikasi pembedahan pada
katarak adalah tajam penglihatan sudah sangat menurun sehingga mengganggu
aktivitas sehari-hari, terdapat komplikasi seperti glaukoma atau uveitis, dan
mengganggu estetika.
Teknik pembedahan katarak yang dapat dilakukan adalah:
1. Ekstraksi katarak intrakapsular
2. Ekstraksi katarak ekstrakapsular
3. Bedah katarak insisi kecil manual
4. Phakoemulsifikasi
5. Implantasi lensa intraokular
Universitas Sumatera Utara
2.4. Rokok
2.4.1 Definisi Rokok
Pengertian rokok menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
gulungan tembakau (kira-kira sebesar kelingking) yang dibungkus oleh daun
nipah, kertas, dan sebagainya. Pengertian rokok dalam Pasal 1 PP No.19 2003
Tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan, dapat diartikan sebagai hasil olahan
tembakau terbungkus atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana
Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintesisnya yang
mengandung nicotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan.
Komponen utama dalam rokok adalah tembakau (Sitepoe, 2000).
Tembakau adalah daun-daun kering yang diolah dari genus Nicotiana; daun-daun
kering ini mengandung berbagai alkaloid, dengan yang utama adalah nikotin,
memiliki sifat sedatif narkotik sekaligus emetik dan diuretik, serta merupakan
depresan jantung dan antispasmodik. (Dorland, 2002).
Merokok adalah membakar tembakau yang kemudiaan diisap asapnya,
baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa (Sitepoe, 2000).
Perokok menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat dibagi menjadi
dua, yaitu:
a. Perokok aktif ialah orang yang merokok secara aktif
b. Perokok pasif ialah orang yang menghirup asap rokok saja, bukan
perokoknya sendiri.
Tipe perokok aktif menurut Sitepoe (2000) adalah:
a. Perokok ringan (1-10 batang/hari)
b. Perokok sedang (11-20 batang/hari)
c. Perokok berat ( >20 batang/hari)
2.4.2. Jenis Asap Rokok
Asap rokok yang dihisap atau asap rokok yang dihirup melalui dua
komponen, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Komponen yang lekas menguap berbetuk gas (85%)
b. Komponen yang bersama gas terkondensasi menjadi komponen partikulat
(15%)
Asap rokok yang dihisap melalui mulut disebut mainstream smoke dan
asap rokok yang terbentuk pada ujung rokok yang terbakar serta asap rokok yang
dihembuskan ke udara oleh perokok disebut sidestream smoke. Sidestream smoke
mengakibatkan seseorang menjadi perokok pasif (Sitepoe, 2000).
2.4.3. Kandungan Asap Rokok
Tembakau mengandung kurang lebih 4000 elemen-elemen dan setidaknya 200
diantaranya berbahaya bagi kesehatan. Zat-zat berbahaya pada rokok yang dapat
membahayakan kesehatan adalah nikotin, tar, gas karbonmonoksida, dan logam-
logam berat. Selain itu, dalam sebatang tembakau juga mengandung bahan-bahan
kimia lain yang tak kalah beracunnya. Zat-zat yang terkandung dalam rokok
antara lain:
1. Nikotin
Nikotin terdapat dalm rokok dan juga pada tembakau yang tidak dibakar.
Nikotin yang terkandung dalam rokok adalah sebesar 0.5 – 3 nanogram, dan
semuanya diserap sehingga di dalam cairan darah, yaitu sekitar 40 – 50
nanogram nikotin setiap 1 mililiternya. Sebenarnya nikotin bukan merupakan
komponen karsinogenik. Tetapi, hasil pembusukan panas dari nikotin seperti
dibensakridin, dibensokarbasol, dan nitrosaminelah yang bersifat
karsinogenik. Di saluran nafas nikotin akan menghambat aktivitas silia.
Selain itu, nikotin juga memiliki efek adiktif dan psikoaktif. Perokok akan
merasakan kenikmatan, kecemasan berkurang, toleransi, dan keterikatan fisik.
Hal inilah yang menyebabkan mengapa perokok susah sekali untuk berhenti.
Efek nikotin menyebabkan perangsangan terhadap hormon katelokamin
(adrenalin) yang bersifat memacu jantung dan tekanan darah. Jantung tidak
diberikan kesempatan istirahat dan tekanan darah akan semakin tinggi, yang
mengakibatkan timbulnya hipertensi. Efek lain adalah merangsang agregasi
Universitas Sumatera Utara
trombosit. Trombosit akan menggumpal dan akan menyumbat pembuluh
darah.
2. Tar
Tar adalah sejenis cairan kental berwarna coklat tua atau hitam yang
merupakan substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada
paru-paru. Tar hanya dijumpai pada rokok yang dibakar. Kadar tar dalam
tembakau antara 0.5 – 35 mg/ batang. Tar mengandung suatu zat karsinogenik
yaitu polisiklik hidrokarbon aromatis yang dapat menimbulkan kanker pada
jalan nafas dan paru-paru.
3. Karbon monoksida (CO)
Unsur ini dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna dari unsur zat
arang/karbon. Gas CO yang dihasilkan sebatang tembakau dapat mencapai
3% - 6%, dan gas ini dapat dihisap oleh siapa saja. Seseorang yang merokok
hanya akan menghisap 1/3 bagian saja, yaitu arus tengah, sedangkan arus
pinggir akan tetap berada di luar. Selain itu perokok tidak akan menelan
semua asap tetapi ia semburkan lagi keluar. Gas CO mempunyai kemampuan
mengikat hemoglobin lebih kuat dibandingkan oksigen. Hb akan lebih cepat
mengikat CO daripada O2, sehingga O2 yang akan ditransportasikan ke
jaringan berkurang. Sel tubuh yang kekurangan oksigen akan mengalami
spasme. Bila proses ini berlangsung terus menerus, maka pembuluh darah
akan mudah rusak dengan terjadinya proses penyempitan.
4. Kadmium
Kadmium adalah zat yang dapat meracuni jaringan tubuh terutama ginjal.
Kadmium juga dijumpai meningkat pada lensa orang yang menderita katarak
dengan riwayat perokok.
5. Amoniak
Amoniak merupakan gas yang tidak berwarna terdiri dari nitrogen dan
hidrogen. Zat ini tajam baunya dan sangat merangsang. Begitu kerasnya
racun yang ada pada amoniak sehingga jika masuk sedikit pun ke dalam
peredaran darah akan mengakibatkan seseorang pingsan atau koma.
Universitas Sumatera Utara
6. Asam sianida (HCN)
HCN merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak
memiliki rasa. Zat ini merupakan zat yang paling ringan, mudah terbakar, dan
sangat efisien untuk menghambat pernafasan selular.
7. Nitrogen oksida
Nitrogen oksida merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, dan bila terhisap
dapat menyebabkan hilangnya rasa sakit.
8. Formaldehid
Formaldehid adalah sejenis gas dengan bau tajam. Gas ini tergolong sebagai
pengawet dan pembasmi hama. Zat ini juga sangat beracun terhadap semua
organisme hidup.
9. Fenol
Fenol adalah campuran dari kristal yang dihasilkan dari distilasi beberapa zat
organik seperti kayu dan arang, serta diperoleh dari tar arang. Zat ini beracun
dan membahayakan karena fenol ini terikat ke protein sehingga menghalangi
aktivitas enzim.
10. Asetol
Asetol adalah hasil pemanasan aldehid dan mudah menguap dengan alkohol.
11. Asam Sulfida
Asam sulfida adalah sejenis gas yang beracun yang mudah terbakar dengan
bau yang keras. Zat ini menghalangi oksidasi enzim.
12. Piridin
Piridin adalah sejenis cairan tidak berwarna dengan bau tajam. Zat ini dapat
digunakan untuk mengubah sifat alkohol sebagai pelarut dan pembunuh
hama.
13. Metil klorida
Metil klorida adalah campuran dari zat-zat bervalensi satu dengan
hidrokarbon sebagai unsur utama. Zat ini adalah senyawa organik yang
beracun.
Universitas Sumatera Utara
14. Metanol
Metanol adalah sejenis cairan ringan yang mudah menguap dan mudah
terbakar. Meminum atau menghisap methanol mengakibatkan kebutaan
bahkan kematian.
15. Polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH)
Senyawa ini merupakan senyawa reaktif yang cenderung membentuk
epoksida yang metabolitnya bersifat genotoksik. Senyawa tersebut
merupakan penyebab tumor.
16. N- nitrosamina
N - nitrosamina dibentuk oleh nitrasasi amina. Asap tembakau mengandung
dua jenis utama N- nitrosamina, yaitu Volatile N- Nitrosamina (VNA) dan
Tobacco N-Nitrosamina. Hampir semua Volatile N- Nitrosamina ditahan oleh
sistem pernafasan pada inhalasi asap tembakau. Jenis asap tembakau VNA
diklasifikasikan sebagai karsinogen yang potensial.
17. Radikal bebas
Mainstream smoke memiliki dua fase yaitu fase partikulat dan fase gas. Fase
partikulat berasal dari tar dan mengandung radikal bebas yang stabil seperti
semiquinon dan radikal bebas pusat karbon. Komponen lain pada tar rokok
yang larut air adalah radikal superoksida, hidrogen peroksida dan radikal
hidroksil. Ukuran fase partikulat adalah 0,1-1 µm sehingga dapat memasuki
alveolus. Fase gas mengandung zat racun, komponen organik yang menguap
dan radikal bebas radikal bebas pusat karbon masa hidup pendek dan radikal
bebas pusat oksigen. Sidestream smoke memiliki kandungan yang sama
dengan mainstream smoke ditambah radikal bebas masa hidup pendek dan
sangat reaktif (Valuanidis, Vlachogianni, dan Fiotakis, 2009). Radikal bebas
bukan hanya berasal dari proses pembakaran tembakau, tetapi juga berasal
dari reaksi sekundernya (Gosh dan Ionita, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.4.4. Pola Penyakit Akibat Rokok
Penyakit-penyakit yang terpicu akibat merokok adalah sebagai berikut:
1. Penyakit kardiovaskular
2. Penyakit neoplasma
3. Penyakit saluran pernafasan
4. Mengganggu kehamilan
5. Mengganggu organ reproduksi
6. Penyakit saluran pencernaan
7. Meningkatkan tekanan darah
8. Penyakit gondok
9. Penyakit pembuluh darah perifer
10. Penyakit saluran kemih
11. Adiksi (ketagihan)
12. Mempercepat penuaan
13. Katarak
Universitas Sumatera Utara