metabolisme eritrosit
DESCRIPTION
Metabolisme EritrositTRANSCRIPT
![Page 1: Metabolisme Eritrosit](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022071921/55cf9bc2550346d033a74a12/html5/thumbnails/1.jpg)
Metabolisme Eritrosit
Eritrosit mengalami jalur metabolism sebagai berikut (Sacher, 2004):
1. Jalur Embden-Meyerhof
Jalur glikolitik Embden-Meyerhof menghasilkan sebagian energi yang
diperlukan oleh eritrosit. Pada jalur ini, setiap molekul glukosa dimetabolisme untuk
menghasilkan dua molekul ATP. Jalur ini berfungsi secara anaerobic, sehingga
glukosa tidak mengalami metabolisme penuh untuk dapat menghasilkan molekul
ATP dalam jumlah maksimum (Sacher, 2004).
Energi diperlukan oleh eritrosit untuk berbagai fungsi metabolik, yaitu untuk
memelihara hemoglobin sebagai pigmen respirasi, memelihara gradien elektrolit
antara plasma dan sitoplasma eritrosit, memelihara jalur metabolik oksidasi-reduksi,
serta sintesis lipid dan nucleotide. Gangguan pembentukan energi dapat
menyebabkan kelangsungan hidup eritrosit memendek (Sacher, 2004).
2. Jalur Pentosa Fosfat
Pada jalur ini glukosa diubah menjadi 6-fosfoglukonat dengan keberadaan
enzim glukosa-6-fosfat dehydrogenase (G-6-PD). Dalam proses ini, suatu kofaktor
nukleotida piridin, nikotinamida adenine dinukleotida fosfat (NADP), diubah menjadi
bentuk NADPH + H+ tereduksi. Kofaktor tereduksi ini menghasilkan potensial
pereduksi dalam bentuk ion hidrogen untuk suatu senyawa yang dinamakan
glutation, yaitu reservoir utama potensial pereduksi di eritrosit. Serangkaian
langkah antara dalam proses ini merupakan suatu proses yang memperbarui dirinya
sendiri dalam keberadaan beberapa enzim (Sacher, 2004).
![Page 2: Metabolisme Eritrosit](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022071921/55cf9bc2550346d033a74a12/html5/thumbnails/2.jpg)
Apabila produksi glutation tereduksi dan NADP mengalami gangguan,
misalnya pada defisiensi G-6-PD, maka akan berkaitan dengan peningkatan stress
oksidatif di membrane eritrosit dan banyak protein internal. Secara khusus, rantai
globin pada hemoglobin dapat mengalami oksidasi dan hilangnya kemampuan
untuk menjaga besi fero (Fe2+) dalam bentuk tereduksi, sehingga mengakibatkan
terbentuknya besi feri (Fe3+) teroksidasi dan hemoglobin yang tidak stabil dan tidak
dapat berfungsi sebagai pigmen respirasi. Akhirnya usia eritrosit mengalami
pemendekan dan hemolisis. Sekitar 5-10 % glukosa dimetabolisme oleh jalur
pentosa fosfat. Ketidakmampuan menetralkan stress oksidatif yang ditimbulkan
oleh obat atau defisiensi genetik berbagai enzim dapat mengakibatkan penimbunan
hidrogen peroksida dan oksidan lain yang dapat dilihat pada pewarnaan supravital
sebagai agregat globin yang mengalami denaturasi (Sacher, 2004).
Gangguan yang berkaitan dengan gangguan netralisasi oksidatif adalah
defisiensi enzim glukosa-6-fosfat dehidroginase. Enzim ini memiliki peranan penting
dalam pembentukan NAPDH, sangat polimorfik, serta diwariskan melalui kromosom
X, sehingga lebih sering ditemukan pada perempuan (Sacher, 2004).
3. Jalur Methemoglobin Reduktase
Metabolisme eritrosit juga melewati jalur methemoglobin reduktase NAD+
dan NADP+. NAD+ dan NADP+ bertanggung jawab menjaga hemoglobin dalam bentuk
tereduksi atau fero. Hemoglobin fero adalah pengangkut oksigen karena
mempertahankan besi hem dalam kondisi tereduksi atau fero (Fe2+). Kedua jalur ini
juga memiliki tanggung jawab dalam reduksi NAD+ dan NADP+ dan membutuhkan
enzim methemoglobin reduktase spesifik. Apabila enzim – enzim tersebut tidak ada
![Page 3: Metabolisme Eritrosit](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022071921/55cf9bc2550346d033a74a12/html5/thumbnails/3.jpg)
maka dapat terjadi penimbunan methemoglobin, yang merupakan hem bentuk
teroksidasi. Methemoglobin kehilangan kemampuan dalam mengikat oksigen
pernapasan (Sacher, 2004).
4. Pembentukan 2,3-Difosfogliserat (2,3-DPG)
Jalur penting lain untuk fungsi hemoglobin adalah Pirau Luebering-Rapaport
yang bertanggung jawab dalam memproduksi 2,3-DPG. Senyawa organik ini
dikatakan penting karena dapat meningkatkan pengeluaran oksigen dari
hemoglobin sehingga penyaluran oksigen ke jaringan menjadi mudah karena
tegangan oksigen rendah. Senyawa ini terdapat di eritrosit dalam konsentrasi yang
lebih tinggi daripada sel lain. Senyawa ini mempunyai afinitas kuat terhadap
hemoglobin A dan tidak membentuk ikatan dengan hemoglobin lain, terutama
hemoglobin janin (hemoglobin F). Oleh karena itu, senyawa ini penting untuk
memperhitungkan usia darah yang disimpan untuk transfusi (Sacher, 2004).
Daftar Pustaka
Sacher, Ronald A dan Richard A. McPherson. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Edisi 11. Jakarta: EGC