menurut imam musbikin (2006:6) sumber: konsep yang tak...
TRANSCRIPT
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Kreativitas
2.1.1.1 Definisi Kreativitas
Menurut Imam Musbikin (2006:6) sumber:
http://club3ict.wordpress.com/2011/02/18/hakikat-kreativitas-dan-teori-
kreativitas/ Kreativitas adalah kemampuan memulai ide, melihat hubungan
yang baru, atau tak diduga sebelumnya, kemampuan memformulasikan
konsep yang tak sekedar menghafal, menciptakan jawaban baru untik soal-
soal yang ada, dan mendapatkan pertanyaan baru yang perlu dijawab.
Sedangkan menurut (Munandar, 2004:25) sumber : http://karyailmiah-
ardhiprabowo.blogspot.com/2011/12/kreatif-definisi-menurut-beberapa-
ahli.html Kreativitas pada intinya merupakan kemampuan umum untuk
menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberikan
gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah,
atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara
unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya.
Salah satu masalah yang kritis dalam meneliti, mengidentifikasi,
dan mengembangkan kreativitas ialah bahwa begitu banyak definisi
tentang kreativitas. Tetapi tidak ada satu definisi pun yang dapat diterima
secara universal.
11
Skala sikap adalah alat penilaian hasil belajar yang berupa
sejumlah pernyataan sikap tentang sesuatu yang jawabannya dinyatakan
secara berskala, misalnya skala tiga, empat atau lima. Pengembangan skala
sikap dapat mengikuti langkah sebagai berikut.
1. Menentukan obyek sikap yang akan dikembangkan skalanya.
2. Memilih dan membuat daftar dari konsep dan kata sifat yang
relevan dengan obyek penilaian sikap.
3. Memilih kata sifat yang tepat dan akan digunakan dalam skala.
4. Menentukan skala dan penskoran.
Berdasarkan pertimbangan bahwa prilaku kreatif tidak hanya
memerlukan kemampuan berpikir kreatif (afektif), Munandar menyusun
skala sikap kreatif, diantaranya tujuh butir diadopsikan dari ”Creative
Attitude Survey” yang disusun oleh Schaefer.
Sikap kreatif dioperasi dalam dimensi sebagai berikut.
1. Keterbukaan terhadap pengalaman baru;
2. Kelenturan dalam berfikir;
3. Kebebasan dalam ungkapan diri;
4. Menghargai fantasi;
5. Minat terhadap kegiatan kreatif;
6. Kepercayaan terhadap gagasan sendiri; dan
7. Kemandirian dalam memberi pertimbangan. (Munandar,
2004:70)
12
Ada enam asumsi kreatif (Dwijanto, 2006:221) yang diangkat dari
teori dan berbagai studi tentang kreativitas, yaitu sebagai berikut.
1. Setiap orang memiliki kemampuan kreatif dengan tingkat yang
berbeda-beda. Tidak ada orang yang sama sekali tidak
memiliki kreativitas, dan yang diperlukan adalah bagaimana
mengembangkan kreativitas tersebut.
2. Kreativitas dinyatakan dengan produk kreatif, baik berupa
benda maupun gagasan. Produk kreatif merupakan kriteria
puncak untuk menilai tinggi rendahnya kreativitas seseorang.
3. Aktualisasi kreativitas merupakan hasil dari proses interaksi
antara faktor-faktor psikologis (internal) dengan lingkungan
(eksternal). Pada setiap orang, peranan masing-masing faktor
tersebut berbeda-beda. Asumsi ini disebut juga sesuai asumsi
interaksional atau sosial psikologis yang memandang kedua
faktor tersebut secara komplementer.
4. Dalam diri seseorang dan lingkungannya terdapat faktor-faktor
yang dapat menunjang atau justru menghambat perkembangan
kreativitas. Faktor-faktor tersebut dapat diidentifikasi
persamaan dan perbedaannya pada kelompok individu yang
satu dengan yang lain.
5. Kreativitas seseorang tidak berlangsung dalam kevakuman,
melainkan didahului oleh, dan merupakan pengembangan
hasil-hasil kreativitas orang-orang yang berkarya sebelumnya.
13
6. Jadi kreativitas merupakan kemampuan seseorang dalam
menciptakan kombinasi-kombinasi baru dari hal-hal yang telah
ada sehingga melahirkan sesuatu yang baru. Karya kreatif tidak
lahir hanya karena kebetulan, melainkan melalui serangkaian
proses kreatif yang menuntut kecakapan, keterampilan, dan
motivasi yang kuat.
Ada tiga faktor yang menentukan prestasi kreatif seseorang, yaitu
motivasi atau komitmen yang tinggi, keterampilan dalam bidang yang
ditekuni, dan kecakapan kreatif.
2.1.1.2 TEORI PEMBENTUKAN PRIBADI KREATIF
a. Teori Psikoanalisa
Psikoanalisa memandang kreativitas sebagai hasil
mengatasi suatu masalah, yang biasanya dimulai sejak di masa
anak-anak. Pribadi kreatif dipandang sebagai seseorang yang
pernah mempunyai pengalaman traumatis, yang dihadapi dengan
memungkinkan gagasan-gagasan yang disadari dan yang tidak
disadari bercampur menjadi pemecahan inovatif dari trauma.
Adapun tokoh-tokohnya adalah:
� Sigmund Freud. Ia menjelaskan proses kreatif dari
mekanisme pertahanan, yang merupakan upaya tak sadar
untuk menghindari kesadaran mengenai ide-ide yang tidak
menyenangkan atau yang tidak dapat diterima. Sehingga
14
biasanya mekanisme pertahanan merintangi produktivitas
kreatif. Meskipun kebanyakan mekanisme pertahanan
menghambat tindakan kreatif, namun justru mekanisme
sublimasi justru merupakan penyebab utama dari
kreativitas.
� Ernest Kris. Ia menekankan bahwa mekanisme pertahanan
regresi (beralih ke perilaku sebelumnya yang akan memberi
kepuasaan, jika perilaku sekarang tidak berhasil atau tidak
memberi kepuasaan) juga sering muncul dalam tindakan
kreatif.
� Carl Jung. Ia juga percaya bahwa ketidaksadaran
memainkan peranan yang amat penting dalam kreativitas
tingkat tinggi. Alam pikiran yang tidak disadari dibentuk
oleh masa lalu pribadi. Dengan adanya ketidaksadaran
kolektif, akan timbul penemuan, teori, seni, dan karya-
karya baru lainnya. Prose inilah yang menyebabkan
kelanjutan dari eksistensi manusia.
b. Teori Humanistik
Humanistik lebih menekankan kreativitas sebagai hasil dari
kesehatan psikologis tingkat tinggi. Dan kreativitas dapat
berkembang selama hidup dan tidak terbatas pada usia lima tahun
pertama.
15
Abraham Maslow. Ia menekankan bahwa manusia
mempunyai naluri-naluri dasar yang menjadi nyata sebagai
kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan itu, diwujudkan Maslow sebagai
hirarki kebutuhan manusia, dari yang terendah hingga yang
tertinggi.
Carl Rogers. Ia menjelaskan ada 3 kondisi dari pribadi yang
kreatif, adalah keterbukaan terhadap pengalaman, kemampuan
untuk menilai situasi sesuai dengan patokan pribadi seseorang,
kemampuan untuk bereksperimen atau untuk ‘bermain’ dengan
konsep-konsep.
c. Teori-Teori tentang ‘Press’
Kreativitas membutuhkan adanya dorongan dari dalam diri
individu (motivasi intrinsik) maupun dorongan dari lingkungan
(motivasi ekstrinsik).
• Motivasi untuk Kreativitas. Dorongan ada pada setiap individu
dan bersifat universal ada dalam diri individu itu sendiri namun
membutuhkan kondisi yang tepat untuk diekspresikan.
• Kondisi Eksternal yang Mendorong Perilaku Kreatif. Menurut
Rogers, penciptaan kondisi keamanan psikologis dan
kebebasan psikologis memungkinkan timbulnya kreativitas
yang konstruktif.
16
2.1.1.3 TEORI PROSES KREATIF
Teori Proses Kreatif dikemukakan oleh dua Teori, yaitu :
a. Teori Wallace
Wallace menjelaskan pada peringkat awal proses kreativitas
adalah mengumpulkan dan menghimpunkan data serta bahan yang
diperlukan untuk penyelesaian sesuatu permasalahan atau
pemikiran kreatif. Pada peringkat ini juga seseorang individu itu
perlu peka terhadap permasalahan ataupun isu yang akan dicoba
diselesaikan.
Wallace dalam bukunya “The Art of Thought” menyatakan
bahwa proses kreatif meliputi 4 tahap :
1. Tahap Persiapan, memperisapkan diri untuk memecahkan
masalah dengan mengumpulkan data/ informasi, mempelajari
pola berpikir dari orang lain, bertanya kepada orang lain.
2. Tahap Inkubasi, pada tahap ini pengumpulan informasi
dihentikan, individu melepaskan diri untuk sementara
masalah tersebut. Ia tidak memikirkan masalah tersebut
secara sadar, tetapi “mengeramkannya’ dalam alam pra sadar.
3. Tahap Iluminasi, tahap ini merupakan tahap timbulnya
“ insight” atau “Aha Erlebnis”, saat timbulnya inspirasi atau
gagasan baru.
4. Tahap Verifikasi, tahap ini merupakan tahap pengujian ide
atau kreasi baru tersebut terhadap realitas. Di sini diperlukan
17
pemikiran kritis dan konvergen. Proses divergensi (pemikiran
kreatif) harus diikuti proses konvergensi (pemikiran kritis)
b. Teori Belahan Otak
Perkembangan kreativitas sangat erat kaitannya dengan
perkembangan kognitif individu karena kreativitas sesungguhnya
merupakan perwujudan dari pekerjaan otak. Para pakar kreativitas,
misalnya Clark (1988) dan Gowan (1989) melalui Teori Belahan
Otak (Hemisphere Theory) mengatakan bahwa sesungguhnya otak
manusia itu menurut fungsinya terbagi menjadi dua belahan, yaitu
belahan otak kiri (left hemisphere) dan belahan otak kanan (right
hemisphere). Otak belahan kiri mengarah kepada cara berfikir
konvergen (convergen thinking), sedangkan otak belahan kanan
mengarah kepada cara berfikir menyebar (difergent thinking).
2.1.1.4 TEORI PRODUK AKTIF
Pada pribadi yang kreatif bila memiliki kondisi pribadi dan
lingkungan yang memberi peluang bersibuk diri secara kreatif (proses)
maka dapat diprediksikan bahwa produk kreatifnya akan muncul .
1. Teori Cropley (1994)
Menunjukkan hubungan antara tahap-tahap proses kreatif dari
Wallace (persiapan,inkubasi,iluminasi,verifikasi) dan produk psikologis
yang bereaksi.
18
Hasil berpikir konvergen, memperoleh pengetahuan dan
keterampilan , jika dihadapkan dengan situasi yang menuntut tindakan
yaitu pemecahan masalah, individu menggabungkan unsur-unsur mental
sampai timbul konvigurasi .
Konvigurasi dapat berupa gagasan, model, tindakan, cara
menyusun kata, melodi atau bentuk . Pemikir divergen (kreatif) mampu
menggabungkan unsur-unsur mental dengan cara yang tidak lazim atau
tidak diduga. Konstruksi konvigurasi tersebut tidak hanya memelurkan
berpikir konvergen atau divergen saja tapi juga motivasi, karakteristik
pribadi yang sesuai . Proses ini disertai dengan perasaan emosi yang dapat
menunjang atau menghambat .
2. Bassemer dan Treffirger
Menyarankan produk kreatif digolongkan jadi 3 kategori :
1. Kebaruan (novelty)
Kebaruan : sejauh mana produk itu baru dalam hal jumlah dan luas proses
yang baru, teknik baru, konsep baru, produk kreatif dimasa depan .
Produk itu orisinil : sangat langka diantara produk yang dibuat orang
dengan pengalaman dan pelatihan yang sama, juga menimbulkan kejutan
dan juga dapat menimbulkan gagasan produk orisinil lainnya .
2. Pemecahan (resolution)
Menyangkut derajat sejauh mana produk itu memenuhi kebutuhan untuk
mengatasi masalah .
Ada 3 kriteria dalam hal ini :
19
o Produk harus bermakna
o Produk harus logis
o Produk harus berguna (dapat diterapkan secara praktis)
3. Keterperincian (elaboration) dan sintesis
Dimensi ini merujuk pada derajat sejauh mana produk itu
menggabungkan unsur-unsur yang tidak sama /serupa menjadi
keseluruhan yang canggih dan koheren .
Ada 5 kriteria untuk dimensi ini :
o Produk itu harus organis (mempunyai arti dalam penyusunan
produk)
o Elegan yaitu canggih (mempunyai nilai lebih dari yang tampak)
o Kompleks yaitu, berbagai unsur dapat digabung pada satu tingkat
atau lebih
o Dapat dipahami secara jelas
o Menunjukkan keterampilan atau keahlian
2.1.1.5 Indikator Kreativitas
Beberapa dimensi kreativitas menurut Munandar, Utami
(2004:20):
1. Dimensi Proses. Tindakan kreatif muncul dari keunikan
keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan
lingkungannya. Dimensi kepribadian atau motivasi meliputi
ciri-ciri seperti fleksibilitas yang dapat menghasilkan karya-
20
karya baru, dorongan untuk berprestasi dan mendapat
pengakuan sehingga mampu memberikan manfaat, keuletan
dalam menghadapi rintangan, dan pengambilan risiko yang
moderat sehingga dapat menyelesaikan masalah.
2. Dimensi Person. Kreativitas adalah sebuah proses atau
kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan
(fleksibititas), dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan
untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya,
memperinci), suatu gagasan. Pada definisi ini lebih
menekankan pada aspek proses perubahan (inovasi dan
variasi).
2.1.2 Inovasi
2.1.2.1 Definisi Inovasi
Inovasi adalah ciptaan-ciptaan baru (dalam bentuk materi maupun
intangible) yang memiliki nilai ekonomi yang berarti signifikan), yang
umumnya dilakukan oleh perusahaan atau kadang-kadang oleh para
individu.
Menurut Regis Cabral (2003) sumber:
http://inovasipendidikan.wordpress.com/2007/12/04/landasan-teori-
inovasi-pendidikan/ Bahwa Inovasi adalah elemen baru yang
diperkenalkan dalam jaringan yang dapat mengubah, meskipun hanya
sesaat, baik harganya, pelakunya, elemen-nya atau simpul dalam jaringan.
21
2.1.2.2 Tipe inovasi
Ada 5 tipe inovasi menurut para ahli, yaitu:
1. Inovasi produk; yang melibatkan pengenalan barang baru,
pelayanan baru yang secara substansial meningkat. Melibatkan
peningkatan karakteristik fungsi juga, kemampuan teknisi,
mudah menggunakannya. Contohnya: telepon seluler,
komputer, kendaraan bermotor, dsb;
2. Inovasi proses; melibatkan implementasi peningkatan
kualitas produk yang baru atau pengiriman barangnya;
3. Inovasi pemasaran; mengembangkan metode mencari
pangsa pasar baru dengan meningkatkan kualitas desain,
pengemasan, promosi;
4. Inovasi organisasi; kreasi organisasi baru, praktik
bisnis, cara menjalankan organisasi atau perilaku
berorganisasi;
5. Inovasi model bisnis; mengubah cara berbisnis
berdasarkan nilai yang dianut.
Inovasi karakteristiknya ditentukan oleh pasar dan bisnis. Inovasi
yang mengikuti kondisi, memungkinkan pasar dapat dijalankan seperti
biasanya. Inovasi yang terpisah, dapat mengubah pasar atau produk,
contohnya penemuan barang murah, tiket pesawat murah. Inovasi
inkrementasi (penambah) muncul karena berlangsungnya evolusi dalam
22
berpikir inovasi, penggunaan teknologi yang memperbesar peluang
keberhasilan dan mengurangi produk yang tidak sempurna.
Inovasi radikal, mengubah proses manual menjadi proses berbasis
teknologi keseluruhannya.
2.1.2.3 Sumber inovasi
Terdapat dua sumber utama inovasi , yaitu:
1. Secara tradisional, sumbernya adalah inovasi fabrikasi. Hal
tersebut karena agen (orang atau bisnis) berinovasi untuk
menjual hasil inovasinya.
2. Inovasi pengguna; hal tersebut dimana agen (orang atau
bisnis) mengembangkan inovasi sendiri (pribadi atau di
rumahnya sendiri), hal itu dilakukan karena produk yang
dipakainya tidak memenuhi apa yang dibutuhkannya.
2.1.2.4 Tujuan Inovasi
Tujuan utama inovasi adalah:
• meningkatkan kualitas;
• menciptakan pasar baru;
• memperluas jangkauan produk;
• mengurangi biaya tenaga kerja;
• meningkatkan proses produksi;
• mengurangi bahan baku;
23
• mengurangi kerusakan lingkungan;
• mengganti produk atau pelayanan;
• mengurangi konsumsi energi;
• menyesuaikan diri dengan undang-undang;
2.1.2.5 Kegagalan Inovasi
Hasil survey menunjukkan, bahwa dari 3000 ide tentang sebuah
produk, hanya satu yang sukses di pasaran. Kegagalan inovasi
mengakibatkan hilangnya sejumlah nilai investasi, menurunkan moral
pekerja, meningkatkan sikap sinis, atau penolakan produk serupa dimasa
datang. Padahal produk yang gagal seringkali memiliki potensi sebagai ide
yang baik, penolakan terjadi karena kurangnya modal, keahlian yang
kurang, atau produk tidak sesuai kebutuhan pasar. Kegagalan harus
diidentifikasi dan diseleksi ketika proses berlangsung. Penyeleksian dini
memungkinkan kita dapat menghindari uji coba ide yang tidak cocok
dengan bahan baku, sehingga dapat menghemat biaya produksi.
Penyebab umum gagalnya suatu proses inovasi, dapat disaring ke
dalam 5 (lima) macam, yaitu:
1. definisi tujuan yang buruk.
2. buruknya mensejajarkan aksi untuk mencapai tujuan;
3. buruknya partisipasi anggota tim;
4. buruknya pengawasan produk;
5. buruknya komunikasi dan akses informasi.
24
2.1.2.6 Siklus Inovasi
Siklus inovasi berlangsung seperti kurva difusi di mana pada tahap
awal, tumbuh relatif lambat, ketika kemudian pelanggan merespon produk
tersebut sebagai sebuah kebutuhan maka pertumbuhan produk meningkat
secara eksponensial. Pertumbuhan produk akan terus meningkat bila
dilakukan inkrenetori inovasi atau mengubah produk. Di akhir kurva
pergerakannya melambat kembali dan cenderung menurun.
Sumber:http://inovasipendidikan.wordpress.com/2007/12/04/landasan-teori-
inovasi-pendidikan/
Perusahaan yang inovatif akan bekerja dengan cara inovasi baru,
yang menggantikan cara lama untuk mempertahankan tumbuhnya kurva
melalui pembaharuan teknologi, bila teknologi tidak dilakukan
pembaharuan pertumbuhan akan cenderung stagnan atau bahkan menurun.
Gambar 2. 1 Siklus Inovasi
25
2.1.2.7 Inovasi Manajemen
Inovasi manajemen adalah inovasi dalam proses pengaturan
organisasi. Langkah pertama adalah menghasilkan ide perubahan
mengenai produk atau proses. Dalam beberapa kasus ide muncul dari
observasi masalah sekarang atau masa depan. Untuk menghasilkan ide
bisa melalui pengamatan masalah atau membaca buku, internet, majalah,
dan diskusi dengan teman sejawat secara informal.
Bila kita dapat melihat kesempatan untuk mengembangkan sebuah
ide, maka hal tersebut dinamakan menghasilkan ide. Proses menghasilkan
ide berupa memoles ide yang asli, atau menggabungkan ide, kemudian
dilakukan pengujian untuk mengetahui mana yang sesuai dengan tujuan,
bahan baku, kebutuhan pengguna, dan tentunya biaya produksi.
Bila kesempatan telah terbuka, maka ide masuk pada tahapan
berikut yaitu mengembangkan ide. Proses pengembangan bertumpu pada
prototipe ide dan pengujian kebutuhan pasar. Banyak ide baru
bermunculan pada fase pengembangan ini sesuai kebutuhan yang
berlangsung dinamis dalam masyarakat.
Fase akhir dalam proses inovasi adalah realisasi dan pada banyak
kasus dinamakan eksploitasi dimana para pelanggan melakukan evaluasi
akhir.
26
2.1.2.8 Indikator Inovasi
Menurut Stephen P. Robbins & Mary Coulter (2010) ada tiga
rangkaian variabel yang merangsang inovasi: struktur, budaya, dan praktik
sumber daya manusia organisasi itu sendiri.
� Penelitian terhadap dampak variabel struktur pada inovasi:
� Ketersediaan sumber daya yang kaya memeberikan pondasi
utama bagi inovasi
� Komunikasi yang sering antar unit-unit membantu
menghancurkan penghambat-penghambat inovasi
� Organisasi yang inovatif berupaya meminimalisasi
ketekanan waktu yang minimal/ekstrem terhadap kegiatan
kreatif
� Kinerja kreatif seorang karyawan diperkaya ketika suatu
struktur organisasi secara eksplisit mendukung kreatifitas
� Penelitian terhadap dampak variabel budaya pada inovasi:
� Menerima ambiguitas
� Menoleransi resiko
� Menoleransi konflik
� Berfokus pada hasil bukan cara
� Berfokus pada sistem terbuka
� Penelitian terhadap dampak variabel sumber daya pada inovasi:
27
� Organisasi yang inovatif secara aktif memajukan pelatihan
dan pengembangan anggota mereka agar pengetahuan
mereka berkembang
� Memberikan keamanan kerja yang tinggi kepada karyawan
untuk mengurangikecemasan akan dipecat akibat
melakukan kesalahan, dan mendorong individu menjadi
pejuang ide
2.1.3 Kinerja Karyawan
2.1.3.1 Definisi Kinerja
Pengertian Kinerja yaitu suatu hasil kerja yang dihasilkan oleh
seorang karyawan diartikan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Menurut Tika (2006) Kinerja sebagai hasil-hasil fungsi
pekerjaan/kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang
dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam
periode waktu tertentu. Menurut Rivai dan Basri (2005) pengertian
kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk
melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan
tanggung jawab dengan hasil seperti yang diharapkan. Sedangkan menurut
Menurut Bambang Guritno dan Waridin (2005) kinerja merupakan
perbandingan hasil kerja yang dicapai oleh karyawan dengan standar yang
telah ditentukan.
28
2.1.3.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Gibson (2003, p39), ada tiga perangkat variabel yang
mempengaruhi perilaku dan prestasi kerja atau kinerja, yaitu :
• Variabel Individual, terdiri dari: kemampuan dan keterampilan,
mental dan fisik, latar belakang (keluarga, tingkat sosial),
penggajian dan demografis (umur, asal-usul, jenis kelamin).
• Variabel Organisasional, terdiri dari: sumber daya,
kepemimpinan, imbalan, struktur desain pekerjaan.
• Variabel Psikologis, terdiri dari: persepsi, sikap, kepribadian,
belajar, motivasi.
Tiga faktor utama yang memengaruhi kinerja individu menurut
Mathis dan Robert L (2006, p113) adalah kemampuan individu melakukan
pekerjaan tersebut, tingkat usaha yang dicurahkan dan dukungan
organisasi.
Dalam konteks pemerintahan sebagai sektor publik menurut
Mahsun (2006) sumber:
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18546/4/Chapter%20II.p
df) bahwa ada beberapa aspek yang dapat dinilai kinerjanya :
1. Kelompok Masukan (input).
2. Kelompok Proses (Proccess).
3. Kelompok Keluaran (Output).
4. Kelompok Hasil (Outcome).
5. Kelompok Manfaat (Benefit).
29
6. Kelompok Dampak (Impact).
Fokus pengukuran kinerja sektor publik justru terletak pada
outcome dan bukan input dan proses outcome yang dimaksudkan adalah
outcome yang dihasilkan oleh individu ataupun organisasi secara
keseluruhan, outcome harus mampu memenuhi harapan dan kebutuhan
masyarakat menjadi tolak ukur keberhasilan organisasi sektor publik.
Menurut Mangkunegara (2006) sumber:
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18546/4/Chapter%20II.p
df) terdapat aspek-aspek standar pekerjaan yang terdiri dari aspek
kuantitatif dan aspek kualitatif meliputi :
� Aspek kuantitatif yaitu :
1. Proses kerja dan kondisi pekerjaan,
2. Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan
pekerjaan,
3. Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan, dan
4. Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja
� Aspek kualitatif yaitu :
1. Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan,
2. Tingkat kemampuan dalam bekerja,
3. Kemampuan menganalisis data/informasi,
kemampuan/kegagalan menggunakan mesin/peralatan,
dan
30
4. Kemampuan mengevaluasi (keluhan/keberatan
konsumen/masyarakat).
2.1.3.3 Metode Penilaian Kinerja
Menurut pendapat Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006,
p382) penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses
mengevaluasi seberapa baik karyawan melakukan pekerjaan mereka jika
dibandingkan dengan seperangkat standar, dan kemudian
mengkomunikasikan informasi tersebut pada karyawan.
Menurut Dessler dalam bukunya “Manajemen Sumber Daya
Manusia” (2004, p2), mengatakan bahwa menilai kinerja adalah kegiatan
memperbandingkan kinerja actual bawahan dengan standar-standar yang
telah ditetapkan. Penilaian kinerja dapat didefinisikan sebagai prosedur
yang meliputi :
• Penetapan standart kerja.
• Penilaian kinerja actual karyawan dalam hubungan dengan
standar-standar yang telah ditetapkan.
• Memberi umpan balik kepada karyawan dengan tujuan
memotivasi orang tersebut untuk menghilangkan penurunan
kinerja atau terus berkinerja lebih tinggi.
Beberapa alasan untuk menilai kinerja, antara lain :
31
a. Penilaian memberikan informasi tentang dapat dilakukannya
promosi dan penetapan gaji karyawan.
b. Penilaian member suatu peluang bagi manajer dan bawahan
untuk meninjau perilaku yang berhubungan dengan kinerja
karyawan.
2.1.3.4 Tujuan dan Sasaran Penilaian Kinerja.
Tujuan Evaluasi kinerja adalah untuk memperbaiki dan
meningkatkan kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja SDM
organisasi, dalam penilaian kinerja tidak hanya semata –mata menilai hasil
fisik tetapi pelaksanaan pekerjan secara keseluruhan yang menyangkut
berbagai bidang seperti kemampuan, kerajinan, disiplin, hubungan kerja
atau hal –hal khusus sesuai dengan bidang dan tugasnya semuanya layak
untuk dinilai.
Gary Dessler (2004) mengatakan bahwa dalam penilaian kinerja
karyawan, manajer melakukan penilaian yang terdiri dari:
• Aktivitas Kerja
Mengumpulkan informasi tentang pekerjaan aktual karyawan, data
ini juga menjelaskan aktivitas yang dilakukan karyawan.
• Perilaku
Seorang spesialis juga dapat mengumpulkan informasi tentang
perilaku seseorang seperti tanggapan dan komunikasi.
• Standart Performa
32
Karyawan juga harus mengetahui informasi tentang standart
performa pekerjaan (menyangkut tingkat kuantitas atau kualitas
dari setiap pekerjaan). Manajer akan menggunakan standart
tersebut untuk menempatkan karyawan pada posisi yang tepat
dengan standart performa pekerjaannya.
• Konteks Pekerjaan
Informasi ini berisi tentang kondisi fisik, jadwal kerja, organisasi
dan konteks sosial.
• Kebutuhan akan Sumber Daya Manusia
Merupakan sebuah informasi akan kebutuhan sumber daya
manusia dalam bekerja, seperti pengetahuan akan pekerjaan atau
kemampuan yang dimiliki seseorang dalam bekerja.
Tujuan penilaian kinerja karyawan menurut Veithzal Rivai
(2003:312) sumber:
(http://ridwaniskandar.files.wordpress.com/2009/05/30-kinerja-
karyawan.pdf) pada dasarnya meliputi:
1. Untuk mengetahui tingkat kinerja karyawan selama ini.
2. Pemberian imbalan yang serasi, misalnya untuk pemberian
kenaikan gaji berkala, gaji pokok, kenaikan gaji istimewa dan
insentif uang
3. Mendorong pertanggungjawaban dari karyawan
4. Untuk pembeda antar karyawan yang satu dengan yang lainnya
5. Pengembangan SDM yang masih dapat dibedakan lagi ke dalam:
33
a. Kenaikan jabatan.
b. Training.
2.1.3.5 Sumber Kesalahan dalam Penilaian Kinerja.
Berdasarkan Veithzal Rivai (2003: 345) sumber:
(http://ridwaniskandar.files.wordpress.com/2009/05/30-kinerja-
karyawan.pdf ) sumber kesalahan dari penilaian kinerja dibagi ke dalam 4
(empat) macam kesalahan yaitu:
1. Kesalahan – kesalahan dalam penilaian kinerja bersumber dari:
a. Bentuk penilaian kinerja yang dipakai.
b. Penilai (Penyelia).
2. Dapat pula terjadi dalam bentuk penilaian kinerja ditemukan
aspek-aspek sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan
keberhasilan seorang karyawan. Misalnya: ciri inisiatif,
ternyata pekerjaannya dalam pelaksanaannya tidak atau kurang
sekali memerlukan inisiatif.
3. Hal lain yang dapat timbul dalam penilaian kinerja adalah jika
aspek yang dinilai tidak jelas batasannya.
4. Kesalahan – kesalahan yang ditimbulkan karena penilaian
dapat dibedakan menjadi:
� Kesalahan hallo (hallo error); penilaian dalam aspek –
aspek yang terdapat dalam formulir (barang) penilaian
34
kinerja dipengaruhi oleh suatu aspek yang dianggap
menonjol dan yang telah dinilai oleh penilai.
� Kesalahan konstan (costant error); kesalahan yang
dilakukan oleh penilai secara konstan setiap kali menilai
orang lain.
Ada tiga macam kesalahan konstan:
a. Adanya kecenderungan untuk memberikan nilai yang
terkumpul sekitar nilai tengah.
b. Kecenderungan untuk memberikan nilai terlalu tinggi.
c. Kecenderungan memberikan nilai terlalu rendah.
� Berbagai prasangka, misalnya prasangka terhadap
karyawan yang masa kerjanya telah lama, prasangka
kesukuan, prasangka agama, jenis kelamin, pendidikan,
dan sebagainya.
2.1.3.6. Faktor Penghambat Kinerja.
Selain pada sumber kesalahan dalam penilaian kinerja terdapat
pula faktor yang didefinisikan Veithzal Rivai (2003:317) sumber:
(http://ridwaniskandar.files.wordpress.com/2009/05/30-kinerja-
karyawan.pdf) sebagai faktor yang dapat menghambat kinerja, dalam hal
ini Veithzal mendifinisikan menjadi 3 (tiga) kelompok utama yaitu:
1. Kendala hukum/ legal.
35
Penilaian kinerja harus bebas dari diskriminasi tidak sah atau
tidak legal. Apapun format penilaian kinerja yang digunakan
oleh departemen SDM harus sah dan dapat dipercaya. Jika hal
tersebut tidak dipenuhi, keputusan dan penempatan mungkin
ditentang melanggar hukum ketenagakerjaan atau hukum
lainnya. Keputusan tidak tepat mungkin dapat terjadi kasus
pemecatan yang diakibatkan kepada kelalaian.
2. Bias oleh penilai (penyelia).
Setiap masalah yang didasarkan kepada ukuran subyektif adalah
peluang terjadinya bias. Bentuk – bentuk bias yang umumnya
terjadi adalah:
a. Hallo effect terjadi ketika pendapat pribadi penilai
memengaruhi pengukuran kinerja baik dalam arti positif dan
kinerja jelek dalam arti negatif.
b. Kesalahan yang cenderung terpusat. Beberapa penilai tidak
suka menempatkan karyawan ke dalam posisi ekstrim dalam arti
ada karyawan yang dinilai sangat positif dan dinilai sangat
negatif.
c. Bias terlalu lunak dan terlalu keras. Bias terlalu lunak terjadi
ketika penilai cenderung begitu mudah dalam mengevaluasi
kinerja karyawan.
3. Mengurangi bias penilaian. Bias penilaian dapat dikurangi
melalu standar penilaian dinyatakan secara jelas, Pelatihan,
36
umpan balik, dan pemilihan teknik penilaian kinerja yang
sesuai.
2.1.3.7 Indikator Kinerja Karyawan
Prestasi atau kinerja adalah catatan tentang hasil yang diperoleh
dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama kurun waktu
tertentu. Menurut Bernardin & Russel (2003) untuk mengukur kinerja
karyawan dapat digunakan beberapa kriteria kinerja, antara lain adalah:
1. Kualitas (Quality) merupakan tingkatan di mana proses atau
hasil dari penyelesaian suatu kegiatan mendekati sempurna.
2. Kuantitas (Quantity) merupakan produksi yang dihasilkan dapat
ditunjukkan dalam satuan mata uang, jumlah unit, atau jumlah
siklus kegiatanyang diselesaikan.
3. Ketepatan waktu (Timeliness) merupakan di mana kegiatan
tersebut dapat diselesaikan, atau suatu hasil produksi dapat
dicapai, pada permulaan waktu yang ditetapkan bersamaan
koordinasi dengan hasil produk yang lain dan memaksimalkan
waktu yang tersedia untuk kegiatan-kegiatan lain.
4. Efektivitas biaya (Cost effectiveness) merupakan tingkatan di
mana sumber daya organisasi, seperti manusia, keuangan,
teknologi, bahan baku dapat dimaksimalkan dalam arti untuk
memperoleh keuntungan yang paling tinggi atau mengurangi
37
kerugian yang timbul dari setiap unit atau contoh penggunaan
dari suatu sumber daya yang ada.
5. Hubungan antar perseorangan (interpersonal impact)
merupakan tingkatan di mana seorang karyawan mampu untuk
mengembangkan perasaan saling menghargai, niat baik dan
kerjasama antara karyawan yang satu dengan karyawan yang
lain dan juga pada bawahan.
2.2 KERANGKA PEMIKIRAN
T1
T2
T3
Gambar 2. 2 Kerangka Pemikiran
Kreativitas
(X1)
Menurut Imam Musbikin
Kinerja Karyawan
(Y)
Menurut Bambang Guritno dan
Waridin (2005) Inovasi
(X2)
Menurut Regis Cabral (2003)
38
2.3 HIPOTESIS
Tujuan 1 :
Hipotesis pengujian secara simultan antara X1 dan Y
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Variabel Kreatifitas dengan
Variabel Kinerja Karyawan
Ha: Ada pengaruh yang signifikan antara Variabel Kreatifitas dengan
Variabel Kinerja Karyawan
Tujuan 2 :
Hipotesis pengujian secara simultan antara X2 dan Y
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Variabel Inovasi dengan
Variabel Kinerja Karyawan
Ha: Ada pengaruh yang signifikan antara Variabel Inovasi dengan Variabel
Kinerja Karyawan
Tujuan 3 :
Hipotesis pengujian secara simultan antara X1, X2, Y :
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel Kreativitas dan
Inovasi terhadap Kinerja Karyawan
Ha : Adanya pengaruh yang signifikan antara variabel Kreativitas dan Inovasi
terhadap Kinerja Karyawan