mentari neuro
DESCRIPTION
sarafTRANSCRIPT
Mentari030.10.178Tugas Ujian1. Cara pemeriksaan N. IX m. sternocledomastoideusCara pemeriksaan m. sternocledomastoideus. Perhatikan keadaan otot dalam keadaan istirahat dan bergerak. Dalam keadaan istirahat, kita dapat meliuhat kontur otot ini. Bila terdapat pareses perifer, kita akan melihat adanya atrofi. Pada lesi nuklir (misalnya pada ALS) kita dapatkan juga fasikulasi (kedutan). Adanya nyeri tekan (misalnya pada myositis) dan adanya atoni dapat ditentukan dengan mempalpasi otot tersebut. Untuk menentukan atau mengukur kekuatan otot dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
1) Pasien disuruh menggerakkan bagian badan (persediaan) yang digerakkan oleh otot yang ingin kita periksa, dan kita tahan gerakkan ini.
2) Kita gerakkan bagian badan pasien dan disuruh ia menahannya. Dengan demikian kita peroleh kesan mengenai kekuatan otot.
Di dalam klinik biasanya cara (1) yangnsering dilakukan. Untuk mengukur tenaga otot sternocledomastoideus dapat dilakukan hal berikut. Kita suruh pasien missal menoleh ke kanan. Gerakan ini kita tahan dengan tangan kita yang ditempatkan di dagu. Dengan demikian dapat dinilai kekuatan otot sternokledomastoideus kiri. Bandingkan otot kiri dengan kanan.12. Ciri ciri kelemahan atau kelumpuhan lesi pada batang otakHemiparesis / hemiplegi alternans yaitu parese pada nervus kranialis ipsi lateral dengan lesi dan motoric kontra lateral dengan lesi. Contoh lesi pada batang otzak sebelah kiri, nervus kranialis parese sinistra dan motorik hemiparesis dextra. Reflex kornea negative, pin point (pupilnya mengecil), reflex cahaya negative, dolls eye positif, tes kalori positif.3. Cara pemberian manitolDosis awal : Dosis manitol 0,5 - 1 g/kgBB/kali pemberian habis dalam 15 menit6 jam kemudian : diberikan 0,25 0,5 g/kgBB/kali pemberian dalam 15 menit
6 jam kemudian : diberikan 0,125 0,25 g/kgBB/kali pemberian dalam 15 menit
Lalu diberikan 4 x dosis terakhir / 24 jam sampai pasien compos mentis atau pemberian dihentika jika sudah 5 hari pemberian.4. Pembagian epilepsi menurut ILAE
Klasifikasi Epilepsi: (menurut ILAE tahun 1989)
I. Berhubungan dengan lokasi
A. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)
1. Benign childhood epilepsy with centro-temporal spikes
2. Childhood epilepsy with occipital paroxysmal
3. Primary reading epilepsy
B. Simptomatik (dengan etiologi yang spesifik atau nonspesifik)
1. Chronic progressive epilepsia partialis continua of childhood (Kojewnikow's
syndrome)
2. Syndromes characterized by seizures with specific modes of precipitation
3. Epilepsi lobus Temporal/ Frontal/ Parietal/ Ocipital
C. Kriptogenik
II. Umum
A. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)
1. Benign neonatal familial convulsions
2. Benign neonatal convulsions
3. Benign myoclonic epilepsy in infancy
4. Childhood absence epilepsy (pyknolepsy)
5. Juvenile absence epilepsy
6. Juvenile myoclonic epilepsy (impulsive petit mal)
7. Epilepsies with grand mal (GTCS) seizures on awakening
8. Others generalized idiopathic epilepsies not defined above
9. Epilepsies with seizures precipitated by specific modes of activation
B. Kriptogenik / Simptomatik
1. West syndrome (infantile spasms, blitz Nick-Salaamm Krampfe)
2. Lennox-Gastaut syndrome
3. Epilepsy with myoclonic-astatic seizures
4. Epilepsy with myoclonic absence
C. Simptomatik (dengan etiologi yang spesifik atau nonspesifik)
1. Dengan etiologi yang Nonspesifik
a. Early myoclonic encephalopathy
b. Early infantile epileptic encephalopathy with suppression burst
c. Other symptomatic generalized epilepsies not defined above
2. Sindroma spesifik
a. Bangkitan epilepsy yang disebabkan oleh penyakit lain
III. Tidak dapat ditentukan apakah fokal atau umum
1. Campuran bangkitan umum dan fokal
a. Neonatal seizures
b. Severe myoclonic epilepsy in infancy
c. Epilepsy with continuous spike wave during slow-wave sleep
d. Acquired epileptic aphasia (Landau-Kleffner syndrome)
b. Isolated seizures atau isolated status epilepticus
c. Seizures occurring only when there is an acute metabolic or toxic event, due to factors such as alcohol, drugs, eclampsia, non ketotic hyperglycemia
Klasifikasi Bangkitan Epilepsi: (menurut ILAE tahun 1981)
I. Bangkitan Parsial (fokal)
A. Parsial sederhana
1. Disertai gejala motorik
2. Disertai gejala somato-sensorik
3. Disertai gejala-psikis
4. Disertai gejata autonomik
B. Parsial kompleks
1. Disertai dengan gangguan kesadaran sejak awitan dengan atau tanpa
automatism
2. Parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran dengan atau tanpa AutomatismC. Parsial sederhana yang berkembang menjadi umum sekunder
1. Parsial sederhana menjadi umum tonik klonik
2. Parsial kompleks menjadi umum tonik klonik
3. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi umum tonik klonik
II. Bangkitan Umum
A. Bangkitan Lena (absence) & atypical absence
B. Bangkitan Mioklonik
C. Bangkitan Klonik
D. Bangkitan Tonik
E. Bangkitan Tonik-klonik
F. Bangkitan Atonik
III. Bangkitan yang tidak terklasifikasikan
5. Apa yang dimaksud tonik, klonik, dan tonik klonikTonik adalah bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstremitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus dibedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak.Klonik adalah dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral, dengan permulaan fokal dan multi fokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung satu sampai tiga detik, dan terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti dengan fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh contusion serebri ataupun ensefalopati metabolic.
Tonik klonik adalah diawali dengan hilangnya kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari satu menit. Dapat disertai dengan hilangnya kontrol kandung kemih dan usus. 6. Berapa jumlah sel normal pada LCS
Jumlah sel normal pada LCS 0 5 mm3.
7. Apa perbedaan lumbal punksi pada meningitis dan GBSPembagian meningitis dapat dibagi berdasarkan cairan serebrospinal dan etiologi. Berdasarkan cairan serebrospinal, meningitis dibagi menjadi dua golongan, yaitu: Meningitis purulenta
Cairan serebrospinal keruh karena mengandung pus atau nanah. Nanah ialah campuran leukosit hidup dan yang mati. Meningitis purulenta ada yang disebabkan metastasi infeksi dari tempat lain yang menyebar melalui darah. Penyebabnya adalah bakteri meningokok, pneumokok, hemofilus influenza. Ada juga yang timbul karena perjalanan radang langsung dari tulang tengkorak, mastoiditis, dari tromboflebitis, atau pada luka tembus kepala. Bakteri penyebab yaitu streptokok, stafilokok, kadang pneumokok. Meningitis serosa
Cairan serebrospinal jernih, meskipun mengandung jumlah sel dan protein yang tinggi. Penyebab yang paling sering adalah kuman tuberkulosis dan virus.
Tabel 1. Penemuan LCS
Tabel 2. Tipe LCS pada meningitisHasil LCS pada GBS,
Didapatkan adanya kenaikan kadar protein (1-1,5 g/dL) tanpa diikuti kenaikan jumlah sel. Keadaan ini oleh Guillan (1961) disebut sebagai disosiasi albumin sitologis. Pemeriksaan cairan cerebrospinal pada 48 jam pertama penyakit tidak memberikan hasil apapun juga. Kenaikan kadar protein biasanya terjadi pada minggu pertama atau kedua. Kebanyakan pemeriksaan LCS pada pasien kana menunjukkan jumlah sel yang kurang dari 10 /mm3.8. Otot apa yang sering terkena pada myasthenia gravis
Otot-otot yang memiliki resptor asetil kolin yang sedikit contohnya otot-otot kecil seperti otot oculi dan bulbar.9. Anamnesis khas apa yang ditemui pada myasthenia gravisSetelah aktivitas pasien mengeluh lemas seluruh badan dan mata cenderung tertup (sulit membuka mata). Apabila istirahat keluahan membaik 10. Pada myasthenia gravis kenapa di MRI
Perlu dilakukan MRI untuk mengidentifikasi kelenjar thymus yang tidak normal atau keberadaan dari thymoma
11. Kenapa N. IX, X bisa parese? Kan bilateral?Pada pemeriksaan fisik Tn. N, terdapat kesalahan . pasien tidak ada parese N.IX dan X karena tidak ada riwayat tersedak atau sulit menelan pada pasien. Dan pada pasien ini curiga lesi terdapat di cortical sehingga kemungkinan parese n. kranialis hanya nervus VII dan XII Karen unilateral.12. Bagaimana cara pemeriksaan klonus
Salah satu gejala kerusakan pyramidal adalah adanya hiper-refleksi. Bila hiperrefleksii ini hebat dapat terjadi klonus. Klonus ialah kontraksi itmik dari otot, yang timbul bila otot diregangkan secara pasif. Klonus merupakan reflex regang otot (muscle stretch reflex) yang meninggi dan dapat dijumpai pada lesi supranuklir (upper motor neuron, piramidal). Ada orang normal yang mempunyai hiperreflex fisiologi. Pada mereka ini dapat terjadi klonus, tetapi klonusnya berlangsung singkat dan disebut klonus abortif. Bila klonus berlangsung lama (yang terus berlangsung selama rangsangan diberikan), hal ini dianggap patologis. Klonus dapat dianggap sebagai rentetan reflex regang otot, yang meninggi. Hal ini menunjukkan adanya hiperrefleks yang patologis, yang dapat disebabkan oleh lesi pyramidal.Pada lesi pyramidal UMN (uppermotorneuron) supranuklir kita sering mendapatkan klonus di pergelangan kaki, lutut dan pergelangan tangan.
Klonus kaki. Klonus ini dibangkitkan dengan jalan meregangkan otot triseps sure betis. Pemeriksaan menempatkan tangannya di telapak kaki penderita, kemudian telapak kaki ini didorong dengan cepat (dikejutkan) sehingga terjadi dorso fleksi sambil seterusnya diberikan tahanan enteng. Hal ini mengakibatkan teregangnya otot betis. Bila ada klonus , maka terlihat gerakan ritmik (bolak-balik) dar kaki, yaitu berupa plantar fleksi dan dorso fleksi secara bergantian.
Klonus patella. Klonus ini dibangkitkan dengan jalan meregangkan otot kuadriseps femoris. Kita pegang patella penderita, kemudian didorong dengan kejutan (dengan cepat) kea rah distal sambil diberikan tahanan enteng. Bila terdapat klonus, akan terlihat kontraksi ritmik otot kuadriseps yang mengakibatkan gerakan ritmik otot kuadriseps yang mengakibatkan gerakan bolak-balik dari patella. Pada pemeriksaan ini tungkai harus di ekstensikan serta dilemaskan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lumbantobing SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Cetakan ke-17. Badan Penerbit FKUI. Jakarta : Hal. 82-148