menjiwai sukma sistem ekonomi pancasila
DESCRIPTION
xxxxxxxxxxxxxxxxxxTRANSCRIPT
Menjiwai Sukma Sistem Ekonomi Pancasila
Sebagai Motor Menghadapi ASEAN Economic Community 2015
“Sistem Ekonomi Indonesia adalah jalan lurus atau jalan khas, Gidden menyebutnya jalan
ketiga, bukan jalan tengah antara kiri-kanan” Sri Edi Swasono.
Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 33 menegaskan ekonomi kita adalah ‘ekonomi
jalan ketiga’. Yang dalam Istilah kita, sistem ‘Demokrasi Ekonomi’ atau ‘jalan khas’, jalan
lurus yg hanya menempatkan kepentingan masyarakat/rakyat sebagai primus. Konsep ini
dipikirkan oleh M. Hatta sejak tahun 1930 yang kemudian dirumuskan dalam konstitusi pada
tahun 1945. Namun, demokrasi ekonomi belum sepenuhnya terimplementasi dalam sistem
perekonomian Indonesia hingga saat ini.
Inggris
Apa yang terjadi pada tahun 1800-an di Inggris merupakan satu langkah terbaik yang
dilakukan seorang manusia pada zamannya. Robert Owen (1771) seorang pendiri Co-
operative memangkas waktu kerja buruh dari 18 jam/hari menjadi 8 jam/hari, menolak
mempekerjakan anak-anak dibawah umur 10 tahun, lalu membagikan hartanya untuk
kesejahteraan para pegawai-nya. Owen memilih untuk bekerjasama dalam suasana kolektif
dan membagikan keuntungan serta saham-nya kepada para buruh pabriknya. Ia membentuk
komunitas bersama dalam penyediaan kebutuhan masyarakat. Owen mempelopori
sosialisme Inggris dan pemikirannya yang moderat ini dituangkan dalam sebuah tulisan “A
New View of Society, an Essay on the Formation of Human Character” (1813). Setengah
abad setelah gerakan yang diciptakan oleh Owen barulah Co-operative menjamur
diberbagai negara-negara.
Skotlandia
H. L. Mencken seorang wartawan dan kritikus budaya AS pernah berkata, “Tak ada lagi buku
yang lebih memikat dalam bahasa inggris”. Arnold Toynbee selaku sejarawan dunia
menyambut perkataan tersebut dengan, “The Wealth of Nations dan mesin uap telah
meghancurkan dunia lama dan menciptakan dunia baru”. Kekaguman kedua orang ternama
tersebut hanyalah penggalan petikan dari jutaan umat manusia. Buku An Inquiry into the
Nature and Causes of the Wealth of Nations yang biasa disingkat The Wealth of Nations
buah karya John Adam Smith (1723) merupakan buku pertama yang menggambarkan
sejarah perkembangan Industri dan perdagangan di Eropa yang menjadi dasar-dasar
perkembangan perdagangan bebas dan Kapitalisme Laissez-Faire. Smith mengangkat paham
individualisme (kebebasan alamiah) dalam kerangka pemikirannya. Bahwa setiap orang
berhak untuk mengejar kepentingan masing-masing, adanya persaingan bebas akan
menjamin bahwa masyarakat secara keseluruhan akan menerima benefit. Dalam doktrin
perekonomian liberal harmoni sosial justru bisa timbul dari konflik individu-individu. Setelah
abad 18-19, mekanisme pasar bebas dan persaingan sempurna, dari individualisme,
liberalisme, kapitalisme hingga masuk ke neo-liberalisme saat ini menjadi sistem ekonomi
yang digunakan oleh banyak negara di dunia yang dimotori oleh negara-negara barat.
ASEAN dan Indonesia
Negara-negara di Asia Tenggara memiliki karakteristik yang khas baik dari kondisi sosial-
kultur, sejarah, politik dan ekonomi. Berawal dari negara-negara jajahan Inggris, Spanyol,
Portugis, dan Belanda (kecuali Thailand) negara-negara kawasan Asia Tenggara
mendeklarasikan diri pada tahun 1967 di Bandung sebagai Asia South East of Association
Nations. Tujuan dibentuknya ASEAN adalah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi,
kemajuan sosial dan pengembangan budaya. Indonesia sebagai salah satu dari lima negara
pelopor memiliki peran strategis dalam mengelola IGO. Tahun 1992 Indonesia dan negara
ASEAN lainnya bersepakat membuat perdagangan bebas di kawasan. Baru pada Bali
Concord II menyatakan dengan tegas bahwa 2015 ASEAN Economic Community harus
terlaksana di kawasan. Mengadopsi framework Masayarakat Ekonomi Eropa memacu
negara kawasan meningkatkan pembangunan ekonomi demi kesejahteraan masyarakat
kawasan.
Indonesia pada tahun 80-90an dikenal sebagai Macan baru Asia langsung tertunduk lesu
karena krisis ekonomi yang menghatam wilayah kawasan di tahun 1997-1998 yang masih
terasa hingga saat ini akibat penyerahan sistem pada mekanisme pasar. Tahun 2014, Angka
disparitas ekonomi 0,41 merupakan kesenjangan terbesar dalam sejarah berdirinya bangsa
Indonesia. Hanya 0,2 persen penduduk Indonesia yang menikmati angka pertumbuhan
ekonomi Indonesia 5,2 % sementara 28 juta penduduk Indonesia dalam katagori penduduk
miskin dengan pendapatan dibawah US 2 dollar/hari. Ketimpangan distribusi pendapatan
menghadirkan permasalahan ekonomi yang menjadi Pekerjaan Rumah (PR) pemerintah
dalam menyambut ASEAN Economy Community 2015.
Demokrasi Ekonomi
Mengingat visi-misi dan janji kampanye Jokowi-Jk yang secara jelas ingin mewujudkan
demokrasi ekonomi disamping demokrasi politik, maka menjalankan demokrasi ekonomi
berarti adalah menggeser paradigma pembangunan, kembali kepada perintah konstitusi.
Demokrasi ekonomi merupakan paradigma pembangunan ekonomi yang ingin meletakkan
dasar bahwa rakyatlah yang menjadi subyek dari seluruh pembangunan ekonomi.
Melaksanakan perintah konstitusi yang tertuang pada Pasal 33 UUD 1945 bak menegakkan
benang basah bila pemerintah dan masyarakat serta praktisi belum memahami jiwa sistem
ekonomi Indonesia. Negara ini harus tegak berdasarkan konstitusi. Andaikata konstitusi
dibiarkan, terabaikan, maka itu sama dengan melakukan likuidasi terhadap keberadaan
negara itu sendiri. Pemahaman akan Sistem Ekonomi Pancasila adalah alat pendorong
untuk membendung paham-paham yang bertentangan dengan sistem ekonomi kita.
Sistem Ekonomi Pancasila adalah sistem ekonomi yang khas. Pada Pasal 33 ayat (1)
disebutkan, “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan”. Prof. Sri Edi Swasono yang merupakan Guru Besar Ilmu Ekonomi UI
memaknai kata “disusun” sebagai tidak dibiarkan tersusun sendiri. Dalam pemikiran
ekonomi, apa yang dikatakan disusun adalah ditata, tidak dibiarkan tertata sendiri oleh
mekanisme pasar, tidak dibiarkan tertata oleh selera pasar. Yang disebut selera pasar adalah
selera the have, selera dari mereka yang berpunya yang mempunyai tenaga beli. Inilah
selera pasar dan selera pasar telah mempurukkan bangsa ini (bisa kita lihat krisis moneter).
Dengan selera pasar, maka daulat pasar telah menggusur daulat rakyat.
Bila kita melihat perdebatan Mr. Wilopo dengan Widjojo Nitisastro (1955) maka dapat
dikatakan bahwa Pasal 33 kita sesungguhnya anti-pasar. Untuk itu, bila hari ini ASEAN
Economy Community yang identik dengan perdagangan bebas dimana kendali ada di Pasar
(invisible hand) maka pemerintah harus turun tangan dan pemerintah mengendalikan pasar,
tetapi juga Pemerintah harus berinisiatif untuk mengatur pasar pada kondisi apa pun bukan
hanya pada saat ada masalah, namun setiap waktu pemerintah harus terjun langsung
mengatur mekanisme pasar.
Suroto P.H. mengatakan membangun Kedaulatan Ekonomi Untuk membangun kerangka
dasar dari sistem demokrasi ekonomi tersebut, maka kita harus mampu membangun
imajinasi baru tentang Republik ini. Persoalan ekonomi tidaklah hanya berkutat pada analisa
statistikal dan rekomendasi rinci dari kebijakan fiskal dan moneter, tapi bagaimana
membangun konstruksi pembangunan secara fundamental.
Indonesia harus ikut mendesain globalisasi bukan saja ikut arus globalisasi. Ratifikasi ASEAN
Charter harus menjadi langkah strategis untuk menjadi The Leader of Region not The
Follower. Regulasi Pemerintah pasca ASEAN Economy Community harus memperkuat dan
mem-protect Usaha Mikro Kecil dan Menengah serta Perusahan dan Pabrik-Pabrik Nasional
dari gempuran spekulan nakal. Penciptaan lapangan kerja, peningkatan Sumber Daya
Manusia, pembagian kue-kue ekonomi secara adil, menyejahsterakan rakyat dan
penjaminan akan penghidupan yang layak harus tertuang dalam peraturan perundang-
undangan dan terimplementasi ke setiap sektor pemerintahan. Terutama, free trade
agreement harus selaras dengan Pasal 33 bila tidak selaras maka kita bisa Reservation,
Suspension, Denunciation, Amendment, or Modification (Vienna Convention 1969).
Penting bagi sebuah bangsa back to basic. Demokrasi Ekonomi. Mengakar dan
memprovokasi kembali arah kebijakan negara pada konstitusi. Kita memang bukan Inggris
yang memiliki Robert Owen dimana pemikirannya didukung oleh Lasalle dan Proudhon, atau
Skotlandia yang memiliki Adam Smith dengan pendukung-pendukung fanatiknya Jean Baptis
Say, F. Hayek hingga George Soros. Tetapi, kita punya Bung Hatta yang memiliki landasan
yang jelas dalam sistem ekonomi, dimana titik tolak nya ada pada melindungi segenap
rakyat Indonesia dan tumpah darah Indonesia. We have to begin!
Elisa Sugito
E1A011167