mencegah disintegrasi bangsa
TRANSCRIPT
Mencegah Disintegrasi Bangsa
Pengertian :
Separatisme politis adalah suatu gerakan untuk mendapatkan kedaulatan dan
memisahkan suatu wilayah atau kelompok manusia (biasanya kelompok dengan
kesadaran nasional yang tajam) dari satu sama lain (atau suatu negara lain). Istilah ini
biasanya tidak diterima para kelompok separatis sendiri karena mereka menganggapnya
kasar, dan memilih istilah yang lebih netral seperti determinasi diri.
Disintegrasi
1. Keadaan tidak bersatu padu; keadaan terpecah belah; hilangnya keutuhan atau
persatuan; perpecahan
2. (Fis) sebarang transformasi, baik spontan maupun terimbas oleh radiasi, yang
dibarengi dengan pemancuran zarah atau foton
Faktor penyebab :
Pertama, faktor ideologis dapat muncul sejalan dengan hadirnya pemahaman baru
tentang tatanan kehidupan. Kegagalan negara-negara sekular dalam menata kehidupan
manusia mendorong orang untuk mencari ideologi alternatif. Dekadensi moral dan
pembusukan nilai-nilai kemanusiaan yang menjadi buah dari tatanan masyarakat sekular
telah mengecewakan berbagai pihak. Mereka pada akhirnya mencari ideologi alternatif
yang lebih baik, lebih adil, dan lebih mensejahterakan. Runtuhnya nilai-nilai kemuliaan
manusia menjadi nilai-nilai materialistik dan individualistik, imperialisme gaya baru yang
dibungkus dengan label globalisasi, yang merupakan strategi dan kandungan ideologi
kapitalis yang masih eksis saat ini, juga membuat orang kecewa dan mencari ideologi
lain.
Contohnya, dalam kasus GAM di Aceh, sulit dikatakan sepenuhnya bahwa
perjuangannya bermotif ideologi seperti keinginan untuk menegakkan syariah Islam.
Kedua, faktor kezaliman politik. Pemerintahan yang totaliter tidak memberi ruang yang
cukup bagi warga negaranya untuk mengekspresikan tuntutan dan kepentingan
politiknya. Kalaupun ada ritual pemilihan umum, ia cenderung dijadikan alat untuk
melanggengkan dan membenarkan rezim yang berkuasa. Rezim politik yang seperti ini
sering menekan aspirasi dan keinginan sekelompok masyarakat, tetapi kadang juga
mengeksploitasi sebagian besar masyarakat. Tekanan politik yang sedemikian berat itu,
pada tingkatan tertentu, akan memicu lahirnya gerakan-gerakan separatisme.
Bisa juga adanya krisis politik berupa perpecahan elite di tingkat nasional, sehingga
menyulitkan lahirnya kebijakan yang utuh dalam mengatasi krisis ekonomi.
Krisis politik juga bisa dilihat dari absennya kepemimpinan politik yang
mampu membangun solidaritas sosial untuk secara solid menghadapi krisis
ekonomi. Dalam situasi di mana perpecahan elite pusat makin meluas dan
kepemimpinan nasional makin tidak efektif, maka kemampuan pemerintah dalam
memberi pelayanan publik akan makin merosot. Akibatnya kepercayaan
masyarakat kepada pemerintah akan semakin menipis.
Keadaan ini biasa menjadi pemicu lahirnya gerakan-gerakan massal
anti-pemerintah yang terorganisasi. Bila gerakan-gerakan itu menguat dan
pada saat sama lahir gerakan massa tandingan yang bersifat kontra terhadap
satu sama lain-apalagi jika terjadi bentrokan fisik yang intensif di antara
mereka, atau antara massa dengan aparat keamanan negara-maka perpecahan di
antara top elite di pusat kekuasaan makin tak terhindarkan. Jurang
komunikasi akan makin lebar. Dalam situasi di mana kebencian dan saling
curiga antarkelompok sudah amat mengental, tidak ada satu pihak pun yang
memiliki legitimasi untuk memprakarsai upaya rekonsiliasi.
Contohnya , Penyatuan Aceh ke dalam wilayah Sumatera Utara pada awal tahun 50-an
mendorong Abu Daud Beureueh angkat senjata.
Ketiga, faktor ekonomi. Krisis di sektor ini selalu merupakan faktor amat signifikan
dalam mengawali lahirnya krisis yang lain (politik-pemerintahan, hukum, dan sosial).
Secara garis besar,krisis ekonomi ditandai merosotnya daya beli masyarakat akibat inflasi
dan terpuruknya nilai tukar, turunnya kemampuan produksi akibat naiknya biaya
modal, dan terhambatnya kegiatan perdagangan dan jasa akibat rendahnya daya
saing. Muara dari semua ini adalah tutupnya berbagai sektor usaha dan
membesarnya jumlah penganggur dalam masyarakat. Pada awal masa reformasi,
beberapa daerah kaya penghasil minyak dan hasil hutan menuntut sikap adil pemerintah.
Dalam masa Orde Baru, daerah-daerah kaya ini menjadi sapi perah pemerintah pusat.
Kepentingan ekonomi masyarakat lokal bukan satu-satunya motif yang bisa mendorong
separatisme. Kepentingan ekonomi negara asing juga memainkan peranan penting dalam
gerakan separatisme di banyak negara.
Contohnya , sebagaimana kita ketahui, di Aceh (Arun-Lhokseumawe) terdapat cadangan
LNG (gas alam cair) yang disebut-sebut terbesar di dunia. Eksploitasi ladang gas tersebut
saat ini ditangani oleh Exxon-Mobil (AS).
Keempat, intervensi internasional yang bertujuan memecah-belah, seraya
mengambil keuntungan dari perpecahan itu melalui dominasi pengaruhnya
terhadap kebijakan politik dan ekonomi negara-negara baru pascadisintegrasi.
Intervensi itu bergerak dari yang paling lunak, berupa pemberian advis yang
membingungkan kepada pemerintah nasional yang pada dasarnya sudah kehilangan
arah; ke bentuk yang agak kenyal, berupa provokasi terhadap
kelompok-kelompok yang berkonflik; hingga yang paling keras, berupa suplai
kebutuhan material untuk memperkuat kelompok-kelompok yang berkonflik itu.
Mantan direktur intelejen BAKIN, Dr. AC Manullang, dalam wawancara dengan Koran
Tempo, mengatakan bahwa ada keterlibatan dinas intelejen AS, CIA, dalam berbagai
kerusuhan seperti di Aceh, Sampit, Pangkalan Bun, Ambon, Irian, dan daerah lainnya.
Tujuannya adalah agar Indonesia terjadi kekacauan.
Contohnya , GAM versi Tengku Hasan di Tiro lebih berbau primodialisme. Hal ini
terungkap dalam pernyataan Hasan Tiro saat diwawancarai oleh TV2, sebuah stasiun TV
Swedia, ketika menjawab pertanyaan, “Apa yang Anda inginkan dari pemerintah RI?”
Jawabannya, “Keluar dari Aceh! Orang Jawa harus pergi!” (Al-Waie, No. 17/II/01/2002).
Secara politis, keinginan GAM adalah lepas dari Indonesia.
Kelima, krisis sosial dimulai dari terjadinya disharmoni dan bermuara pada
meletusnya konflik kekerasan di antara kelompok-kelompok masyarakat (suku,
agama, ras). Jadi, di kala krisis ekonomi sudah semakin parah, yang
akibatnya antara lain terlihat melalui rontoknya berbagai sektor usaha,
naiknya jumlah penganggur, dan meroketnya harga berbagai produk, maka
kriminalitas pun akan meningkat dan berbagai ketegangan sosial menjadi sulit
dihindari. Dalam situasi seperti ini, hukum akan terancam supremasinya dan
kohensi sosial terancam robek. Suasana kebersamaan akan pupus dan rasa
saling percaya akan terus menipis. Sebagai gantinya, eksklusivisme, entah
berdasar agama, ras, suku, atau kelas yang dibumbui sikap saling curiga yang
terus menyebar dalam hubungan antarkelompok. Bila berbagai ketegangan ini
tidak segera diatasi, maka eskalasi konflik menjadi tak terhindarkan. Disharmoni sosial
pun dengan mudah akan menyebar. Modal sosial berupa suasana saling percaya, yang
merupakan landasan bagi eksistensi sebuah masyarakat bangsa, perlahan-lahan akan
hancur.
Solusi
Seperti yang dijelaskan di atas bahwa masih banyak faktor yang menyebabkan
separatisme di Indonesia masih marak terjadi, maka dari itu berbagai cara pun dilakukan
untuk menghilangkan separatisme. Salah satu solusinya yaitu bangsa Indonesia harus
memiliki ketahanan politik yang tangguh, untuk itu diperlukan adanya konsep dan
implementasi secara terpadu, meliputi aspek intelijen, pertahanan dan keamanan, hukum,
politik, ekonomi dan juga sosio-budaya. Kegiatan multi aspek tersebut dapat efektif
apabila berada dalam manajemen yang terkoordinasi. Dengan kata lain berada dalam satu
komando, seperti saat Inggris menangani saparatisme Irlandia Utara. Semua kegiatan
operasi berada dibawah satu manajemen yang dipimpin Mendagri.
Lalu yang lebih utama sebenarnya adalah mencari upaya-upaya lain yang dapat
dilakukan secara sinergis antar Pemda, juga antara pemda dan pusat, yang dapat
meningkatkan nilai-nilai integritas itu sendiri. Banyak upaya yang bisa dilakukan.
Misalnya dengan menyelenggarakan pertukaran mahasiswa antar daerah. Mahasiswa
Aceh kuliah di Papua, dibiayai oleh pemda Papua. Begitu juga sebaliknya mahasiswa
atau siswa Papua kuliah atau sekolah di Aceh, dan dibiayai oleh pemda Aceh, begitu
seterusnya. Demikian juga dengan kelompok tani, dapat saling tukar dan saling isi
mengisi antara pemda yang satu dengan lainnya.
Cara lain yaitu dengan memegang teguh Pancasila sebagai dasar negara. Nilai-
nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila harus ditanam dan ditumbuhkan lagi di
dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dengan menjaga keutuhan nasional maka
bangsa Indonesia tidak akan mudah terpecah belah dan tetap akan menjadi 1 kesatuan
yaitu NKRI.
Kebijakan Penanggulangan.
Adapun kebijakan yang diperlukan guna memperkukuh upaya integrasi nasional adalah
sebagai berikut :
a. Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan kehendak untuk
bersatu.
b. Menciptakan kondisi yang mendukung komitmen, kesadaran dan kehendak untuk
bersatu dan membiasakan diri untuk selalu membangun konsensus.
c. Membangun kelembagaan (Pranata) yang berakarkan nilai dan norma yang
menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa.
d. Merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan tepat dalam aspek
kehidupan dan pembangunan bangsa, yang mencerminkan keadilan bagi semua pihak,
semua wilayah.
e. Upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan kepemimpinan yang
arif dan efektif.
Strategi Penanggulangan
Adapun strategi yang digunakan dalam penanggulangan disintegrasi bangsa antara lain :
a. Menanamkan nilai-nilai Pancasila, jiwa sebangsa dan setanah air dan rasa
persaudaraan, agar tercipta kekuatan dan kebersamaan di kalangan rakyat Indonesia.
b. Menghilangkan kesempatan untuk berkembangnya primodialisme sempit pada setiap
kebijaksanaan dan kegiatan, agar tidak terjadi KKN.
c. Meningkatkan ketahanan rakyat dalam menghadapi usaha-usaha pemecahbelahan dari
anasir luar dan kaki tangannya.
d. Penyebaran dan pemasyarakatan wawasan kebangsaan dan implementasi butir-butir
Pancasila, dalam rangka melestarikan dan menanamkan kesetiaan kepada ideologi
bangsa.
e. Menumpas setiap gerakan separatis secara tegas dan tidak kenal kompromi.
f. Membentuk satuan sukarela yang terdiri dari unsur masyarakat, TNI dan Polri dalam
memerangi separatis.
g. Melarang, dengan melengkapi dasar dan aturan hukum setiap usaha untuk
menggunakan kekuatan massa.
Upaya Penanggulangan.
Dari hasil analisis diperlukan suatu upaya pembinaan yang efektif dan berhasil,
diperlukan pula tatanan, perangkat dan kebijakan yang tepat guna memperkukuh integrasi
nasional antara lain :
a. Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan kehendak untuk
bersatu.
b. Menciptakan kondisi dan membiasakan diri untuk selalu membangun consensus.
c. Membangun kelembagaan (pranata) yang berakarkan nilai dan norma yang
menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa.
d. Merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan tepat dalam aspek
kehidupan dan pembangunan bangsa yang mencerminkan keadilan bagi semua pihak,
semua wilayah.
e. Upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan kepemimpinan yang
arif dan bijaksana, serta efektif.
Saran.
Untuk mendukung terciptanya keberhasil suatu kebijaksanaan dan strategi pertahanan
disarankan :
a. Penyelesaian konflik vertikal yang bernuansa separatisme bersenjata harus diselesaikan
dengan pendekatan militer terbatas dan professional guna menghindari korban dikalangan
masyarakat dengan memperhatikan aspek ekonomi dan sosial budaya serta keadilan yang
bersandar pada penegakan hukum.
b. Penyelesaian konflik horizontal yang bernuansa SARA diatasi melalui pendekatan
hukum dan HAM.
c. Penyelesaian konflik akibat peranan otonomi daerah yang menguatkan faktor
perbedaan, disarankan kepemimpinan daerah harus mampu meredam dan
memberlakukan reward and punishment dari strata pimpinan diatasnya.
d. Guna mengantisipasi segala kegiatan separatisme ataupun kegiatan yang berdampak
disintegrasi bangsa perlu dibangun dan ditingkatkan institusi inteligen yang handal.
Kesimpulan
Dari hasil analisis penelitian tersebut diatas dapatlah diambil kesimpulan sebagai berikut:
a. Disintegrasi bangsa, separatisme merupakan permasalahan kompleks, akibat akumulasi
permasalahan politik, ekonomi dan keamanan yang saling tumpang tindih sehingga perlu
penanganan khusus dengan pendekatan yang arif serta mengutamakan aspek hukum,
keadilan, sosial budaya.
b. Pemberlakuan Otonomi Daerah merupakan implikasi positif bagi masa depan daerah di
Indonesia namun juga berpotensi untuk menciptakan mengentalnya heterogental dibidang
SARA.
c. Pertarungan elit politik yang diimplementasikan kepada penggalangan massa yang
dapat menciptakan konflik horizintal maupun vertical harus dapat diantisipasi.
d. Kepemimpinan dari elit politik nasional hingga kepemimpinan daerah sangat
menentukan meredamnya konflik pada skala dini. Namun pada skala kejadian diperlukan
profesionalisme aparat kemanan secara terpadu.
e. Efek global, regional dengan faham demokrasi yang bergulir saat ini perlu diantisipasi
dengan penghayatan wawasan kebangsaan melalui edukasi dan sosialisasi.
Tugas Kewarganegaraan
Mencegah Disintegrasi Bangsa
Oleh:
Baby Indriani – 2010620127
Debora Shanice – 2010130070
Dewi Gloriana – 2010620083
Monica Juliana – 2010130092
Susana Sutanto – 2010620067
Universitas Katolik Parahyangan
Bandung
2010