menangkal berita hoax perspektif al-qur’ane-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/5727/1/skripsi...
TRANSCRIPT
MENANGKAL BERITA HOAX PERSPEKTIF AL-QUR’AN
(Studi Komparasi penafsiran Surat Al-Hujjurat Ayat 6 Antara
Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Al Maraghi )
SKRIPSI
Disusun Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Agama (S. Ag.)
Disusun Oleh:
M.Khoirul Adha
Nim. 53020150017
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2019
v
MOTTO
JagAlah lisanmu !!!karena,, sakit hati orang lain akibat terpelesetnya lisan tidak akan bisa terobati.
Jagalah hatimu !!!karena,, setiap perbuatanmu tergantung pada kata hatimu.
“KataKanlah yang Benar
Walaupun pahit SeKalipun”
(HR. Abu Dawud)
vi
PERSEMBAHAN
Teruntuk Bapak dan Ibu tercinta
Yang senantiasa menyebutkan nama ananda dalam setiap do’a
Teruntuk Abang-abang yang semoga Allah jadikan insan sholeh dan berbakti kepada kedua orang tua
Teruntuk pula segenap keluarga, sahabat-sahabat, dan khusunya teman-teman IAT angkatan 2015.
Dengan segala Kekurangan, dan dengan segala upaya dan usaha yang ada, penulis persembahkan tulisan ini untuk semua kalangan.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, taufik serta hidayah kepada setiap ciptaan-Nya.Sehinnga penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “MENANGKAL BERITA HOAX
PERSPEKTIF AL-QUR‟AN (STUDI KOMPARASI PENAFSIRAN SURAT AL-
HUJJURAT AYAT 6 ANTRA TAFSIR IBNU KATSIR DAN TAFSIR AL-
MARAGHI”.Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW. beserta keluraga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya. Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai
pihak, penulisan skripsi ini tidak dapat terselesaikan.Banyak orang yang berada di
sekitar penulis, baik secara langsung maupun tidak, telah memberi dorongan yang
berharga bagi penulis. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada beberapa
pihak yang terkait dan berperan serta dalam penyusunan skripsi ini:
1. Rektor IAIN Salatiga, Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. beserta segenap jajaranya.
2. Dekan Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora IAIN Salatiga, Dr. Benny
Ridwan, M.Hum beserta jajaranya
3. Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir IAIN Salatiga, Tri Wahyu Hidayati,
M.Ag. yang telah memberikan izin untuk penelitian dan penyusunan skripsi ini
4. Dr. Mubasirun, M.Ag. selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang telah
membimbing, memberi nasihat, arahan sertamasukan-masukan yang sangat
membantu penyusunan tugas akhir ini.
5. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora IAIN Salatiga, terlebih
dosen ilmu tafsir atas ilmu-ilmu dan warisan-warisan intelektual beliau curahkan
dan mengantarkan penulis untuk berproses menjadi lebih baik lagi.
6. Bapak dan ibu tercinta beserta keluarga yang tak pernah lelah mendo‟akan penulis
untuk tetap semangat dalam menuntut ilmu serta dukungan selama proses
pembuatan skripsi.
ix
ABSTRAK
M.Khoirul Adha. 2019. Menangkal Berita Hoax Perspektif Al-Qur‟an (Studi
Komparasi Penafsiran Surat Al-Hujjurat Ayat 6 Antara Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir
Al-Maraghi). Pembimbing: Dr. Mubasirun, M.Ag.
Di era melenial ini seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan teknologi dan
informasi yang semakin pesat, segala hal bisa diakses secara cepat dan instan. Jika
seseorang tidak bisa menaruh dirinya dengan benar dalam lingkungan sosial, maka
manusia dikatakan tersesat dalam lingkup informasi dan berdampak pada kebebasan
di media sosial secara online.Kebebasan tersebut secara positif dapat meningkatkan
pengetahuan seseorang, namun juga sering kali digunakan untuk membentuk opini
publik yang mengarah terjadinya kehebohan, ketidakpastian dan ketakutan. Tak
sedikit berita-berita bohong (hoax)tersebut di kirim oleh pihak yang tidak
bertanggung jawab.
Permasalahan yang timbul adalah banyaknya hoax atau berita bohong yang muncul
dan tersebar luas di media sosial.Bahkan berita yang belum di klarifikasi dapat
dengan cepat menyebar dimedia sosial melalui smartphone yang mereka miliki.
Penyebaran tanpa di koreksi kembali pada akhirnya akan berdampak buruk, yang
mengakibatkan permusuhan antara satu dengan lainnya. Sehingga informasi hoax pun
dapat memecah belah publik.Berangkat dari latar belakang tersebut penulis
mengangkat tema Menangkal Berita Hoax Perspektif Al-Qur‟an (Studi Komparasi
Penafsiran Surat Al-Hujjurat Ayat 6 Antara Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Al-
Maraghi), yang berfokus dalam mengkaji bagaimana menanggapi berita dari segala
sisi sumber informasi.
Penelitian kepustakaan (library research) ini menitik beratkan pada literature yang
menganalisi muatan terkait dengan penelitian baik dari sumber data primer maupun
sekunder. Adapun kesimpulan yang diperoleh penulis adalah, secara umum hoax
adalah artikel berita yang sengaja dibuat untuk menyesatkan pembaca, berita palsu
yang diada-adakan atau diputarbalikkan dari realitas sesungguhnya, sehingga dapat
menyesatkan dan menyebabkan pencemaran nama baik seseorang atau kelompok
kepada pihak yang terkait, dengan maksud dan tujuan tertentu, kemudian informasi di
sajikan dalam bentuk yang seakan-akan nyata dan terbukti. Secara umum penafsiran
Ibnu Katsir dan Al-Maraghi dalam menanggapi sebuah beritamemiliki persamaan
yakni tuntutan umat Islam agar selalu melakukan klarifikasi saat menerima sebuah
berita yang diterima.Meskipun titik tekan keduanya berbeda akan tetapi justru saling
melengkapi. Adapun Penafsiran Ibnu Katsir dan Al-Maraghi adalah sebagai rambu-
rambu dan anjuran bagaimana kita senantiasa tabayyun.
Kata kunci: Hoax, Al-Hujjurat 6, Tafsir Ibnu Katsir, Al-Maraghi
x
PEDOMAN TRANSLITERASI
Pedoman transliterasi huruf (pengalihan huruf) dari huruf Arab ke huruf Latin
yang digunakan adalah hasil Keputusan Bersama Menteri Agama RI dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 158 Tahun 1987 atau Nomor 0543 b/u 1987,
tanggal 22 Januari 1988, dengan melakukan sedikit modifikasi untuk membedakan
adanya kemiripan dalam penulisan.
A. Penulisan huruf :
No Huruf Arab Nama Huruf Latin
Alif Tidak dilambangkan ا .1
Ba‟ B ة .2
Ta T ت .3
ṡa ṡ ث .4
Jim J ج .5
Ḥa ḥ ح .6
Kha Kh خ .7
Dal D د .8
ẑal ẑ ذ .9
Ra R ر .01
Za Z ز .00
Sin S ش .02
Syin Sy ش .03
Ṣad ṣ ص .04
Ḍad ḍ ض .05
Ṭa‟ ṭ ط .06
Ẓa ẓ ظ .07
ain ‘(koma terbalik di atas)„ ع .08
Gain G غ .09
Fa‟ F ف .21
Qaf Q ق .20
xi
Kaf K ك .22
Lam L ل .23
Mim M و .24
25. Nun N
Wawu W و .26
27. Ha‟ H
Hamzah „ (apostrof) ء .28
29. Ya‟ Y
B. Vokal:
Fathah Ditulis“ a “
Kasroh Ditulis“ i “
Dhammah Ditulis “ u “
C. VOKAL PANJANG:
+ا Fathah + alif Ditulis “ã “ جبههية Jãhiliyah
+ى Fathah + alif
Layin Ditulis “ã “ تسي Tansã
+ Kasrah +ya‟
Mati Ditulis “ỉ “ حكيى Hakỉm
+و Dlammah +
wawu mati Ditulis “ ủ “ فروض Furủd
D. Vokal rangkap:
+ا Fathah + ya‟
mati Ditulis “ai “ كىبي Bainakum
+و Fathah +
wawu mati Ditulis “au “ قول Qaul
E. Huruf rangkap karena tasydid ( ) ditulis rangkap:
ة “ Ditulis ” dd د Iddah„ عد
Ditulis “ nn “ ي ب Minna
xii
F. Ta’ Marbuthah:
1. Bila dimatikan ditulis h:
Hikmah حكة
Jizah جسية
(ketentuan ini tidak berlaku untuk kata-kata bahasa arab yang sudah
diserap kedalam bahasa indonesia)
2. Bila Ta‟ Marbuthah hidup atau berharakat maka ditulis t:
Zakãt al-fiṭr زكبةانفطر
Ḥayãt al-insãn حيبةاالسب
G. Vokal pendek berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan Apostrof (‘)
A‟antum أأتى
U‟iddat أعد د
La‟insyakartum نئ شكرتى
H. Kata sandang alif +lam
Al-qamariyah انقرا al-Qur‟ãn
Al-syamsiyah انسبء al-samã‟
I. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat:
Ditulis menurut bunyi atau pengucapannya
وضذو انفر Ẑawi al-furủd
Ahl al-sunnah أهم انس ة
xiii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................................. i
Pernyataan Keaslian Tulisan ..................................................................................... ii
Persetujuan Pembimbing .......................................................................................... iii
Pengesahan Kelulusan ............................................................................................... iv
Motto ............................................................................................................................ v
Persembahan .............................................................................................................. vi
Kata Pengantar ......................................................................................................... vii
Abstrak ........................................................................................................................ ix
Pedoman Transliterasi ................................................................................................ x
Daftar Isi ................................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B.Rumusan Masalah ............................................................................. 6
C.Tujuan dan Kegunaan ........................................................................ 6
D.Kerangka Teori .................................................................................. 7
E.Penegasan Istilah ............................................................................... 8
F.Kajian Pustaka ................................................................................. 11
G.Metode Penelitian ............................................................................ 13
H.Sistematika Pembahasan ................................................................. 15
BAB II HOAX SECARA UMUM
A.Pengertian Hoax .............................................................................. 16
B.Sejarah Hoax ................................................................................... 17
C.Faktor Menyebarnya Hoax .............................................................. 21
D.Dampak dari Peredaran Hoax ......................................................... 24
E.Konsep Berita dalam Al-Qur‟an ...................................................... 27
xiv
BAB III IBNU KATSIR & AHMAD MUSTAFA AL-MARAGHI SERTA
PENAFSIRANNYA TERHADAP SURAT AL-HUJJURAT
AYAT 6
A.Biografi Ibnu Katsir ........................................................................ 33
B.Biografi Ahmad Mustafa Al-Maraghi ............................................. 37
C.Penafsiran Surah Al-Hujjurat ayat 6 ............................................... 42
BAB IV ANALISIS DATA
A.Tafsir Ibnu Katsir dalam Menyikapi Hoax ..................................... 51
B.Tafsir Al-Maraghi dalam Menyikapi Hoax ..................................... 52
C.Persamaan dan Perbedaan antara Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Al-
Maraghi dalam Menyikapi Hoax .................................................... 54
BAB V PENUTUP
A.Kesimpulan ................................................................................... 559
B.Saran ................................................................................................ 60
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 61
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................................... 64
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di zaman milenial saat ini ditandai dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan teknologi dan informasi yang semangkin pesat, sehingga segala hal
bisa didapatkan dengan cepat dan instan oleh seseorang. Begitu halnya informasi
komunikasi. Kemajuan pesat teknologi dan informasi global berdampak pada
kebebasan di media sosial secara online, tanpa komunikasi maka manusia
dikatakan “tersesat” dalam belantara kehidupan ini, karena ia tidak bisa menaruh
dirinya dalam lingkungan sosial.1 Sehingga betapa penting informasi dan
komunikasi bagi setiap manusia, kebebsan tersebut sering kali digunakan untuk
menebar fitnah, baik untuk kepentingan pribadi maupun kelompok. Hal ini tentu
sangat memprihatinkan. Tak sedikit berita-berita bohong (hoax) digunakan untuk
membentuk opini publik yang mengarah terjadinya kehebohan, ketidak pastian
dan ketakutan.2 Penyebar berita tersebut tidak lepas dari media sosial di kirim
oleh manusia yang tidak bertanggung jawab.
Permasalahan yang timbul pada masa kini adalah banyaknya hoax atau
berita bohong yang muncul di media sosial yang selalu menyebar luas, bahkan
berita apapun dapat dengan mudah dan cepat menyebar setelah melewati tangan
orang-orang yang tidap bertanggung jawab, yaitu mereka tidak mengklarifikasi
dan menganalisis terlebih dahulu berita-berita yang di terima dimedia sosial
melalui smartphone mereka miliki. Penyebaran tanpa di koreksi kembali maupun
dipilih, pada akhirnya akan berdampak buruk, yang mengakibatkan permusuhan
atara satu dengan liannya. Sehingga informasi hoax pun telah memecah belah
publik. Contoh kecil ada sebuah konten informasi atau link berita melalui
1 Idnan A. Idris, Klarifikasi Al-Qur‟an atas Berita Hoax, (Jakarta: PT Elex Media
Komputindo 2018), 1. 2 Lutfi Maulana, “Kitab Suci dan Hoax: Pandangan AL-Qur‟an dalam Menyikapi Berita
Bohong”, Jurnal Ilmiah Agama dan Budaya, Vol. 2, No. 2 (Desember 2017), 210.
2
WhatsApp yang dibawahnya terdapat imbauan untuk membagikannya kepada
orang lain. Seringkali tampa membaca secara keseluruhan dan tidak meneliti
kembali sumber berita, seseorang membagikan ke grup WhatsApp lain atau ke
media sosial seperti Facebok, Line, dan sebagainya. Bisa di bayangkan jika setiap
orang membagikan ke satu grup ke grup liannya di lakukan berantai. Dalam
hitunga jam, berita hoax bisa menyebar ke ribuan bahkan jutaan orang ke penjuru
dunia. Sehingga berita seperti itu hanya membawa dampak yang buruk yang
cukup besar kepada masyarakat, antara lain merusak ketentereman dan
kepercayan masyarakat, serta membingungkan masyarakat, sehingga dapat
membuat perdebatan anatar anggota masyarakat. Gara-gara hoax, nama baik dan
harga diri seseorang dapat tercemar di masyarakat dan walhasil akan memicu
konflik kepentingan antar satu dengan lainnya, atau kelompok satu dengan
lainnya, sehingga dapat meresahkan kehidupan masyarakat. Sehingga berita-
berita yang ditunggu masyarakat pada setiap harinya tidak memberikan informasi
baru atau jawaban atas permaslahan mereka, melainkan berita-berita bohong
yang hanya memberikan harapan palsu.
Berita hoax sekarang ini sedang marak tersebar di berbagai media, Baik
itu media cetak maupun media online lainnya, seperti Facebook, YouTube, Line,
WhatsApp, Instagram dan lain sebagainya. Berbagai aplikasi yang digunakan itu
semuanya merupakan cara baru dalam berdakwah. Walaupun demikian efek
nekatifnya pasti ada. Umat tidak lagi bisa memfilter mana yang beneran ustaz dan
mana yang benar-benar ustaz. Semua orang bisa menjadi ustaz. Kualifikasi dan
hierarki keilmuan menjadi runtuh. Walhasil, medsos juga dipakai sebagi alat
menyebar kajian keislaman yang tidak ramah, isinya marah-marah, dan parahnya
lagi tidak jelas mana yang asli dan mana berita hoaks.3 Mirisnya, kebanyakan
dari masyarakat kurang peduli dengan adanya hal tersebut. Kebanyakan dari
3 Nadirsyah Hosen, Tafsir Al-Qur‟an di Medsos: Menkaji Makna dan Rahasia Ayat Suci pada
Era Media Sosial, (Yogyakarta: PT Bentang Pustaka 2017), I.
3
masyarakat bisa dengan mudah mempercayai berita hoax dan tak segan-segan
untuk menyebarluaskan di media sosil tanpa mengoreksi kembali. Berita hoax
adalah berita palsu yang diada-adakan atau diputarbalikkan dari realitas
sesungguhnya. Banyak kasus atau peristiwa yang sebenarnya tidak terjadi namun
diangkat menjadi sebuah berita dan dikemas sebaik mungkin agar masyarakat
tertarik untuk membacanya. Dampaknya, selain dapat menjatuhkan atau
menghanjurkan reputasi, kehormatan atau nama baik seseorang yang menjadi
sasaran hoax tersebut, juga dapat menimbulkan kekacauan publik.4
Contoh berita bohong yang sempat heboh dimedia sosial yaitu orang gila
culik anak, orang gila kembali menjadi target sasaran penyebaran isu hoax.
Masyarakat dibuat resah dengan beredarnya isu penculikan anak yang dilakukan
orang gila. Awalnya orang gila tersebut mengajak bermain anak-anak, namun
secara tiba-tiba anak-anak yang berada didekatnya digendong dan dibawa kabur.
Akibat dari beredarnya info hoax tersebut, orang gilapun menjadi target
kemarahan warga. Salah satunya terjadi di Pontianak, Kalimantan Barat, seorang
pria paruh baya harus kehilangan nyawa lantaran diduga akan menculik seorang
anak. Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengimbau kepada masyarakat untuk
tidak termakan isu dan resah terhdap maraknya kabar penculikan anak dan
penjualan organ tubuh dimedia sosial. Tetap tingkatkan kewaspadaan tetapi tidak
over reaktif dan panik.5
Masyarakat sebagai konsumen informasi bisa dilihat masih belum bisa
membedakan mana informasi yang benar dan mana informasi yang palsu atau
hoax belaka. Beberapa faktor mempengaruhi terjadinya hal ini diantaranya yaitu
ketidaktahuan masyarakat dalam menggunakan media sosial secara bijaksana.
Dengan mengatasnamakan kebebasan para pengguna internet dan media sosial
4 Idnan A. Idris, Klarifikasi Al-Qur‟an atas Berita Hoax, (Jakarta: PT Elex Media
Komputindo 2018), 142. 5 Informasi hoax yang fenomenal hingga memakan korban. Lihat pada. https://new.
okezone.com. diakses 23 Maret 2019, pukul 11.30 WIB.
4
khususnya banyak netizen yang merasa mempunyai hak penuh terhadap akun
pribadi miliknya. Mereka merasa sah-sah saja untuk menggunggah tulisan,
gambar atau video apapun ke dalam akunnya. Meskipun terkadang mereka tidak
sadar bahwa apa yang mereka unggah tersebut bisa saja melanggar etika
berkomunikasi dalam media sosial.6
Sebagai Muslim yang baik hendaknya selektif dan kritis dalam menangapi
berita-berita yang tersebar di media sosial, kita senantiasa berpedoman pada Al-
Qur‟an. Karena Al-Qur‟anul karim adalah Mukjizat yang kekal, dan
kemukjizatannya selalu diperkuat oleh kemajuan ilmu pengetahuan. Al-Qur‟an
diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad Saw. Untuk mengeluarkan manusia
dari suasana yang gelap menuju jalan yang terang atau membawa manusia dari
zaman kesesatan menuju pada zaman pengetahuan. Serta membimbing manusia
kejalan yang lurus.7 Al-Qur‟an juga merupakan kitab suci umat Islam,
mengandung berbagai macam, penerangan, hidayah, petunjuk, pengajaran, dan
peringatan-peringatan untuk menginsafkan dan menyadarkan manusia. Al-Qur‟an
telah mengatur segala sesuatu termasuk masalah tentang media sosial. Pada masa
moderen dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di saat ini, sebuah
informasi atau berita sangatlah penting bagi setiap manusia. Ketika seseorang
menyadari akan pentingnya sebuah berita, niscaya dia akan meneliti kembali
sebuah informasi tersebut, tentang kebenaran sebuah berita. Sebagai mana yang
telah di ajarkan Al-Qur‟an, dalam QS. Al-Hujjurat (49): 6.
ا م و ق وا ب ي ص ت ن أ وا ن ي ب ت ف إ ب ن ب ق س ا ف م ءك ا ج ن إ وا ن م آ ن ي لذ ا ا ه ي أ ا ي
ي م د ا ن م ت ل ع ف ا م ى ل ع وا ح ب ص ت ف ة ل ا ه ب
6 Vibriza Juliswara, Mengembangkan Model Literasi Media yang Berkebhinnekaan dalam
Menganalisis Informasi Berita Palsu (Hoax) di Media Sosial, Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 4
No. 2, (Agustus 2017), 2. 7 Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur‟an, Cet. 17, (Bogor: Litera AntarNusa, 2016),
1.
5
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang
fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya
yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS. Al-Hujjurat 49: 6)
Ayat di atas merupakan salah satu dasar yang ditetapkan agama dalam
kehidupan sosial sekaligus ia merupakan tuntunan yang sangat logis bagi
penerimaan dan pengamalan suatu berita. Kehidupan manusia dan intraksinya
haruslah didasarkan hal-hal yang diketahui dan jelas. Manusia sendiri tidak dapat
menjangkau seluruh informasi. Karena itu ia membutuhkan pihak lain. Pihak lain
itu ada yang jujur dan memiliki integritas sehingga hanya menyampaikan hal-hal
yang benar, dan ada pula sebaliknya. Karena itu pula berita harus di saring dan di
teliti kembali agar kalian tidak menimpakan musibah atau madorot lainnya.8
Sebagai masyarakat modern dan berpendidikan, kita harus pandai dalam
menggali informasi. Kita wajib membaca dengan teliti dan menelususri kembali
dari berita tersebut, yang paling penting adalah kita sebagai pembaca jangan
terlalu mudah untuk menyebar luaskan berita tersebut sbelum kita mengetahui
keasliannya. Masyarkat diharapkan lebih bijak dalam memanfaatkan media
sosial. Misalnya, memastikan terlebih dahulu mengoreksi kembali tentang
informasi yang kita baca atau konten yang kita dapatkan di media sosial,
mengklarifikasi kebenarannya, dan memastikan manfaatnya bagi orang lain, baru
kemudian menyebarkannya apabila beita tersebut bermanfaat dan berguna bagi
masyarakat.
Berdasarkan penjelasan di atas, karena selain masalah terkini yang sangat
besar efek negatifnya, sehingga masyarakat sangat membutuhkan solusi dari
dampak permasalahan tersebut yang ditimbulkannya. Solusi yang baik tentunya
menuju kitab suci Al-Qur‟an yang sebagai pedoman hidup manusia, sebagai
8 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an, Vol 12,
(Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2002), 589.
6
sumber hukum. Oleh karna itu penulis akan mencoba menulis Skripsi dengan
judul “MENANGKAL BERITA HOAX PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Studi
Komparasi penafsiran Surat Al-Hujurat Ayat 6 Antara Tafsir Ibnu Katsir
dan Tafsir Al-Marahgi)”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian dan latar belakang di atas, maka penulis akan
merumuskan beberapa pokok permasalahan yang di kaji dalam penelitian ini.
Pokok permasalahan itu dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai
berikut:
1. Bagaimana penafsiran surat Al-Hujjurat ayat 6 dalam tafsir Ibnu Katsir?
2. Bagaimana penafsiran surat Al-Hujjurat ayat 6 dalam tafsir Al Marahgi?
3. Bagaimana perbandingan penafsiran surat Al-Hujjurat ayat 6 dalam tafsir
Ibnu Katsir dan Tafsir al Maraghi?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka penulis ingin
memaparkan tujuan dan kegunaan peneliti, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui penafsiran surat Al-Hujjurat ayat 6 dalam tafsir
Ibnu Katsir.
b. Untuk mengetahui penafsiran surat Al-Hujjurat ayat 6 dalam tafsir Al
Maraghi.
c. Untuk mengetahui bagaimana perbandingan penafsiran surat Al-
Hujjurat ayat 6 dalam tafsir Ibnu Katsir dan tafsir Al Maraghi.
2. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini sebagai berikut:
a. Memperkaya khazanah ilmiah dalam studi tafsir.
7
b. Diharapkan bisa memberi pengetahuan mengenai tanggapan sebuah
berita.
c. Diharapkan bisa memberi rambu-rambu kepada pembaca dalam
menerima berita.
D. Kerangka Teori
Al-Qur‟an adalah kalam Allah SWT. yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw. melalui malaikat Jibril, sebagai mukjizat dan sumber hukum
serta sebagai pedoman hidup bagi pemeluk Islam, membacanya sebai ibadah
kepada Nya. Allah menurunkan ayat-ayat Al-Qur‟an kepada umat manusia untuk
dijadikan petunjuk demi keselamatan dan kebahagiaan mereka baik di dunia
maupun diakhirat. Oleh karena itu manusia wajib mengkaji makna Al-Qur‟an
yang terkandung didalamnya.
Seperti yang disinggung di atas, penelitian ini berdasarkan ayat Al-Qur‟an
tentang menanggapi sebuah berita, seperti yang telah diketahui bahwa berita
memiliki arti yang luas dan mempunyai fungsi yang banyak. Selain menjadi
sumber informasi dan ilmu pengetahuan. Seperti halnya Al-Qur‟an surat Al-
hujjurat ayat 6 yang menjelsakan tentang bagaimana menanggapi sebuah berita
yang kita terima.
Penelitian ini menggunakan metode komparasi, yaitu penulis memadukan
antara tafsir Ibnu Katsir dan tafsir Al-Maraghi dalam menafsirkan surat Al-
Hujjurat ayat 6 mengenai sebuah berita. Dalam kajian tafsir Al-Qur‟an kita
mengenal dengan kajian tafsir al muqarin, sesuatu yang dibandingkan iu dapat
berupa konsep, pemikiran, teori atau metodologi.
8
Tafsir muqarin adalah menjelaskan ayat-ayat al-Qur‟an dengan merujuk
pada penjelasan-penjelasan para mufasir.9 Para ahli tidak berbeda pendapat
mengenai definisi metode muqarin. Dari bebagai literature yang ada, dapat
dirangkumkan bahwa yang dimaksut dengan metode komparasi yaitu: 1)
membandingkan teks (nash) ayat-ayat Al-Qur‟an yang memiliki persamaan atau
kemiripan redaksi yang berbeda bagi satu kasus yang sama, 2) membandingkan
ayat-ayat Al-Qur‟an dengan hadist yang pada lahirnya terlihat bertentangan, 3)
membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan Al-Qur‟an.
Terlihat jelas dalam menafsirkan Al-Qur‟an denag mengunakan metode ini
mempunyai cakupan yang sangat luas, tidak hanya membandingkan ayat dengan
ayat melainkan juga memperbandingkan ayat dengan hadist serta
membandingkan pendapat para mufasir dalam menafsirkan suatu ayat.10
E. Penegasan Istilah
Untuk memperjelas tentang berita hoax dalam penelitian ini, penulis
merasa perlu untuk menjelaskan istilah-istilah yang terkait sebagai berikut:
Berita, adalah informasi yang penting dan menarik minat khalayak.
Menurut Charnley dan James M. Neal dalam jurnalnya Ni Luh Ratih Naha Rani,
berita adalah laporan tentang suatu peristiwa, opini, kecenderungan, situasi,
kondisi, interpretasi yang penting, menarik, masih baru dan harus secepatnya
disampaikan kepada khalayak. Sedangkan menurut Sumadiria, berita adalah
laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar, menarik dan atau
penting bagi sebagian besar khalayak, melalui media berkala seperti surat kabar,
radio, televisi, atau media online internet lainnya. Sehingga dapat di ambil
kesimpulan berita adalah laporan terbaru tentang peristiwa, pendapat, atau
9 Abd al-Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu‟i dan Cara Penerapannya, Penerjemah
Rosihon Anwar, (Bandung: pustaka Setia 2002), 39. 10
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur‟an, (Yogyakarta: Pustaka Belajar offset
cet III 2005), 65.
9
masalah yang menarik perhatian bagi masyarakat (new is account of current idea,
event or problem interest people).11
Hoax adalah artikel berita yang sengaja dibuat untuk menyesatkan
pembaca. Ada dua motivasi utama yang menyebabkan beredarnya berita palsu.
Pertama adalah uang, artikel berita seolah-olah menjadi virus di media sosial
yang dapat menarik pendapatan iklan yang signifikan saat pengguna mengeklik
situs aslinya. Hal ini tampaknya menjadi motivasi utama sebagian besar produsen
berita palsu yang identitasnya telah terungkap. Motivasi kedua adalah ideologis.
Beberapa penyedia berita palsu berusaha untuk memajukan kandidat yang
mereka sukai.12
Al-Qur‟an secara bahasa diambil dari kata وقراب –اة قر –يقرا –قرا
yang berarti sesuatu yang dibaca. Arti ini mempunyai makna anjuran kepada
umat Islam untuk membaca Al-Qur‟an. Al-Qur‟an juga bentuk mashdar dari
-yang berarti menghimpun dan mengumpulkan. Dikatakan sebab seolah انقراة
olah Al-Qur‟an menghimpun beberapa huruf, kata, dan kalimat secara tertib
sehingga tersusun rapi dan benar.13
Oleh karna itu Al-Qur‟an harus dibaca
dengan benar dan sesuai makhraj dan sifat-sifat hurufnya, juga di pahami,
diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dengan tujuan apa yang di alami
masyarakat untuk menghidupkan Al-Qur‟an baik secara teks, lisan maupun
budaya.
Secara istilah Al-Qur‟an adalah kalam Allah SWT. yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad Saw. melalui malaikat Jibril, sebagai mukjizat dan
sumber hukum serta sebagai pedoman hidup bagi pemeluk Islam, membacanya
11
Ni Luh Ratih Naha Rani, “Persepsi Jurnalis dan Praktisi Humas terhadap Nilai Berita”,
jurnal vol 10, No. 1, (Juni 2013), 88. 12
Ricky Firmansyah, “Web Klarifikasi Berita Untuk Meminimalisir Penyebaran Berita Hoax”,
Jurnal (vol. 4, No. 2, September 2017), 230. 13
Anshori, Ulumul Quran, (Jakarta: Raja Wali Press, 2013), 17.
10
sebagai ibadah kepada Allah.14
Al-Qur‟an memberikan petunjuk dan pedoman
hidup untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat dalam bentuk ajaran
moral, akidah, hukum, filsafat, politik, dan ibadah.15
Metode komparasi (muqaran) adalah metode tafsir yang menjelaskan Al-
Qur‟an dengan cara perbandingan atau bisa juga disebut dengan metode
komparatif (metode perbandinagan). Prof. Muin Salim menjelaskan bahwa
metode muqaran digunakan dalam membahas ayat-ayat Al-Qur‟an yang memiliki
kesamaan redaksi namun berbicara tentang topik yang berbeda, atau sebaliknya
yang sama dengan redaksi yang berbeda, ada juga di antar penafsir yang
membandingkan antara ayat-ayat Al-Qur‟an dengan hadis Nabi. yang secara
lahiriah berbeda.16
Surat Al-Hujjurat, surat Al-hujjurat adalah surat yang ke 49 dari 114 surat
Al-Qur‟an, surat Al-Hujjurat terdiri dari 18 ayat dan termasuk dalam golongan
surat-surat Madaniyah, karena seluruh ayatnya di turunkan di Madinah, arti Al-
Hujjurat itu sendiri adalah kamar-kamar.
Tafsir Al-qur‟an Al-Azhim sering dikenal sebagai tafsir Ibnu Katsir, beliau
adalah seorang ulama terkemuka pada bad ke-8 H yang ahli di bidang tafsir,
hadis, tarkh dan fiqih. Ulama Syafi‟iyah asal Damaskus ini, banyak terpengaruh
oleh pemikiran gurunya yaitu Ibnu Taimiyyah. Tafsir Ibnu Katsir merupakan
tafsir dengan corak dan orientasi bi al-ma‟tsur atau bi ar-riwayah, dengan
metode tahlili (analisa). Ibnu Katsir sangat dominan dalam menggunakan
riwayah atau hadis. Hal ini dipenggaruhi oleh keahlian pengarangnya dibidang
hadis dan mazhab sejarah yang dianutnya. Beliaupun sangat kritis terhadap
14
Moh. Rifa‟I, Fiqih Islam Lengkap, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2014), 7. 15
Adang Kuswaya, Tafsir Sosio Tematik Hermeneutika Al-Qur‟an, (Salatiga: LP2M-Press,
2015), 1. 16
Muin Salim, Metodologi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: TERAS, Cet. 1, 2005), 46-47.
11
riwayah-riwayah Israiliyat, meskipun masih ada sejumlah kecil yang lolos dari
kritikannya.17
Tafsir Al-Maraghi yang ditulis oleh Ahmad Mustafa Al-Maraghi, beliau
berasal dari kelurga Ulama yang taat dan menguasai ilmu agama. Sedangkan
metode yang digunakan penulisan tafsir Al-Maraghi adalah metode tahlili
(analisis) dan metode ijmali (global). Karena menepatkan ayat-ayat yang
dianggap satu kelompok dan sistematikanya yaitu; 1) menempatkan ayat-ayat
diawal pembahasan, 2) menjelaskan kata-kata tafsir mufradat, 3) pengertian ayat
secara ijmali (global), 4) Asbabun Nuzul, 5) mengesampingkan istilah-istilah
yang bertentangan dengan ilmu pengetahuan.18
Tafsir Al-Maraghi memiliki
karaktristik yang unik, tafsir ini di gemari oleh para pengkaji tafsir karena
mengunakan metode adab al-ijtima‟i, gaya tulisan yang singkat, serta trem-trem
yang mudah untuk dimengerti.19
F. Kajian Pustaka
Dari penelusuran di atas, penulis belum menemukan sebuah karya yang
membahas secara khusus komparasi pemikiran Ahmad Mustofa Al Maraghi dan
Ibnu Katsir dalam tafsir ayat sebuah berita bohong, baik dari segi metode maupun
pandangannya. Maka penulis tertarik untuk melakukuan penelitian lebih lanjut
dan mendalam, sehingga merujuk pada karya-karya yang sama pada tema
tersebut. Penulis mengadakan penelusuran terhadap karya-karya yang telah
membahas tema yang sama antara lain sebagai berikut:
17
Hamim Ilyas, Studi Kitab Tafsir, ( Yogyakarta: TERAS | TH-Press, 2004), 149-150. 18
Amir Arsyad, Istiqomah dalam Al-qur‟an (prespektif tafsir Al-Maraghi), Skripsi UIN
Raden Intan Lampung 2017, 31. 19
Khoirul Hadi, Karakteristik Tafsir Al-Maraghi dan Penafsirannya Tentang Akal, Jurnal
Studia Islamika, Vol. 11, No. 1, (Juni 2014), 160.
12
Pertama, skripsi yang berjudul “Hoax dalam pandangan Al-Qur‟an”
karya Salwa Sofia Wirdiyana.20
Dalam Skripsi ini peneliti mengambil ide moral
dari Al-Qur‟an yang konsen terhadap pentingnya pemberitaan yang benar, akurat,
dan tidak memfitnah. Kedua, skripsi yang berjudul “Fenomena Hoax dimedia
Sosial dalam Pandangan Hermeneutika” karya Ilham Syaifullah.21
Dalam skripsi
ini memfokuskan permasalahan tentang hoax yang terjadi di awal tahun 2017,
dimana ketika saat itu hoax mulai ramai diperbincangkan terutama dalam
pemilihan gubernur Jakarta. Hoax yang terjadi berawal dari para pendukung
masing-masing calon yang ingin menjatuhkan citrra saingannya dan saling
berebut simpati masyarakat Jakarta agar terpilih menjadi pemimpin Jakarta.
Ketiga, Jurnal tingkat sarjana yang berjudul “Kitab Suci dan Hoax: Pandangan
Al-qur‟an dalam Menyikapi Berita Bohong” karya Lutfi Maulana, Universitas
Islam Negri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dalam jurnal ini menjelaskan
pentingnya melihat pandangan Al-Qur‟an tentang fenomena penyebaran berita
bohong. Kajian ini penting, karena terkait dengan posisi Al-Qur‟an yang diyakini
sebagai pedoman hidup bagi kaum muslimin di Indonesia. Karenanya, penting
untuk menggali respons Al-Qur‟an terhadap fenomena aktual seperti hoax
tersebut.
Selanjutnya, buku karya Idnan A Idris yang berjudul “Klarifikasi Al-
Qur‟an Atas Berita Hoax” di dalam buku ini menerangkan bagaimana kriteria
menanggapi sebuah berita yang kita dapat di media sosial, dan juga buku ini tidak
hanya memberikan apa itu hoax, bahaya hoax, tetapi juga bagaimana masyarakat
harus bersikap dan solusinya.22
Sebaiknya kita mengklarifikasi dan meneliti
20
Salwa Sofia Wirdiyana, Hoax Dalam Pandangan Al-Qur‟an, Skripsi fakultas Ususludin
dan pemikiran islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2017. 21
Ilham Syaifullah, Fenomena Hoax di Media Sosial dalam Pandangan Hermeneutika,
Skripsi Fakultas Usuludin dan Filsafat Universitas Islam Negri Sunan Ampel Surabaya, 2018. 22
Idnan A Idris, Klarifikasi Al-Qur‟an Atas Berita Hoax, (Jakarta: PT Elex Media
Komputindo), 2018.
13
kembali akan kebenaran sebuah berita yang kita dapati sebagaimana yang di
contohkan dalam kitab suci Al-Qur‟an.
Sebenarnya penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian-penelitian
sebelumnya. Dalam penelitian ini penulis akan membahas menanggapi sebuah
berita dalam surat Al-Hujjurat ayat 6 studi komparasi atas tafsir Ibnu Katsir dan
tafsir Al Maraghi. Adapun yang membedakan dalam penelitian ini dengan
penelitian yang sebelumnya yaitu bagaimana kedua mufasir menafsirkan sebuah
berita yang tertera dalam surat Al-Hujjurat ayat 6. Selain itu membahas ayat-ayat
yang berhubungan dengan ayat tersebut serta memaparkan relevansi sebuah
berita dengan konteks masyrakat sekarang. Penelitian ini mengunakan metode
komparasi dengan judul “Menangkal Berita Hoax Perspektif Al-Qur‟an surat Al-
Hujjurat ayat 6 Studi Komparasi antara Tafsir Ibnu Katsir dan Al Maraghi”.
G. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Penelitian ini tergolong penelitan kualitatif, bisa juaga dikatakan
sebagai penelitian kepustakaan. Yang mana objek penelitiannya bersumber
dari buku-buku kepustakaan dan akan disandarkan pada teks-teks tertulis
yang berkaitan dengan pokok bahasan yang diangkat. Baik itu bersumber dari
kitab, buku, jurnal, artikel maupun karya ilmiah yang sesuai dengan objek
kajian.
2. Sumber Data
Adapun seluruh sumber data dalam penelitian ini adalah data pustaka
dengan klasifikasi sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber
data primer yaitu tafsir Ibnu Katsir dan tafsir Al Maraghi, yang berhubungan
dengan berita yang menjadi pokok pembahasan dalam penelitian. Sedangkan
untuk data sekunder yaitu merujuk pada buku-buku yang berhubungan
14
dengan penelitian. Selain itu juga penulis merujuk pada artikel atau jurnal
yang berkaitan dengan tema.
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun pengumpulan data dalam penelitaian ini adalah sumber
pustaka, teknik pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan
berbagai data dari sumber yang relavan, kemudian di seleksi. Sumber data
tersebut berasal dari dua tafsir inti sebagai rujukan, kamus, semua sumber
data berupa buku, jurnal dan lain-lain yang berhubunga dengan tema
penelitian. Setelah data terkumpul akan di pilih atau diseleksi data-data
tersebut sesuai dengan bab atau sub bab yang ada, kemudian data dianalisis
dengan baik.
4. Teknik Analisis Data
Setelah semua data terkumpul, kemudian data-data tersebut diolah
dengan diskriptif-analisis kemudain komparatif. Dalam konteks penelitian
ini, teknik tersebut diaplikasiakan dengan tiga langkah: Pertama,
menghimpun surat Al-Hujjurat ayat 6 yang dijadikan objek studi, kemudia
melihat kepada ayat-ayat lain yang berhubungan dengan ayat tersebut.
Kedua, menganalisis pendapat kedua ulama tafsir dengan memadukan dua
tokoh mufasir klasik dan kontemporer. Ketiga, membandingkan pendapat-
pendapat kedua mufasir untuk mendapatkan informasi yang berkenaan
dengan identitas dan pola berfikir dari masing-masing mufasir. Pemilihan
teknik yang demikian juga menyiratkan bahwa penelitan ini tidak sekedar
memindah dan menyebutkan kembali data yang didapat dari sumber-sumber
data. Selain itu, penelitian ini juga menekankan ciri komparatifnya dengan
membandingkan kedua objek, penelitian ini untuk kemudain menjelaskan
peresamaan dan perbedaan kedua tafsir tersbut dan relevansi pemikiran
kedua mufasir dengan konteks kekinian.
15
H. Sistematika Pembahasan.
Penelitian dalam skripsi ini disusun dalam lima bab. Diharapkan dari
keseluruhan bab ini dapat menjawab problematika saat ini, dan pertanyaan-
pertanyaan akademik terkait dengan tema, serta dapat menghasilkan penelitian
yang komprehensip.
Bab I memaparkan tentang pendahuluan, mengapa peneltian ini dikaji dan
untuk apa dikaji, yang terangkai dalam latar belakang maslah, rumusan masalah,
tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, metode penelitian, serta
sistematika pembahasan.
Bab II berisi pembahas tentang berita hoaks secara umum. Pada bab ini
membahas tentang seputar hoaks seperti: pengertia hoaks, sejarah hoaks, sebab-
sebabnya maraknya berita hoaks, dampak yang ditimbulkan berita hoaks, dan
konsep berita dalam Al-Qur‟an.
Bab III berisi tentang ayat-ayat yang berkaitan dengan berita. Dari kedua
tafsir dari masing-masing ayat yang dibahas dari kedua mufasir.
Bab IV berisi tentang analisis data, pada bab ini dibagi menjadi dua
subbab. Yang pertama bagaimana Ibnu Katsir dan Al-Maraghi dalam menyikapi
hoax, selanjutnya tentang persamaan dan perbedaan dari kedua mufasir.
Bab V merupakan penutup yang berisi kesimpulan dari bab-bab
sebelumnya, dan saran-saran untuk peneliti selanjutnya serta pentup.
16
BAB II
HOAX SECARA UMUM
A. Pengertian Hoax
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, hoaks memiliki beberapa
pengertian. Hoaks dapat diartikan; pertama kata yang berarti ketidak benaran
suatu informasi, kedua berita bohong yang tidak bersumber. Pemberitaan palsu
(hoaks) adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-
olah benar adanya. “Deliberately fabricated falsehood madeto masquerade as
truth.”23
Sedangkan dalam bentuk kata benda, hoax diartikan sebagai “trick
played on somebody for a joke” (bermain tipu muslihat dengan orang lain untuk
bercanda) atau “anything deliberately intended to deceive or trick” (apapun yang
dengan sengaja dimaksutkan untuk menipu orang lain). Adapun dalam istilah
Bahasa Indonesia, hoax merupakan kata serapan yang sama pengertiannya
dengan berita bohong.24
Sedangkan menurut Lynda Walsh dalam buku “Sins Against Science”
yang dikutip Idnan dalam bukunya menyatakan hoax adalah informasi sesat dan
berbahaya karena menyesatkan persepsi manusia dengan menyampaikan
informasi palsu sebagai kebenaran. Hoax mampu mempengaruhi banyak orang
dengan menodai cerita dan kredibilitas.25
Menurut penulis hoax adalah berita
palsu yang diada-adakan atau diputarbalikkan dari realitas sesungguhnya.
Sehingga dapat menyesatkan dan menyebabkan pencemaran nama baik seseorang
atau kelompok kepada pihak yang terkait, dengan maksut dan tujuan tertentu,
23
Idnan A. Idris, Klarifikasi Al-Qur‟an atas Berita Hoax, (Jakarta: PT Elex Media
Komputindo 2018), 21. 24
Lutfi Maulana, “Kitab Suci dan Hoax: Pandangan AL-Qur‟an dalam Menyikapi Berita
Bohong”, Jurnal Ilmiah Agama dan Budaya, Vol. 2, No. 2 (Desember 2017), 211. 25
Idnan A. Idris, Klarifikasi Al-Qur‟an atas Berita Hoax…, 21-22.
17
kemudian informasi di sajikan dalam bentuk yang seakan-akan nyata dan
terbukti.
Hoax memiliki beberapa macam jenis, yaitu: hoax yang bersifat
akademis; hoaks yang menyangkut agama; hoaks yang dianggap layak secara
sosial (contoh: hoaks pada tanggal 1 April); klaim apokatif, yaitu tulisan-tulisan
yang diragukan keasliannya yang biasa merujuk pada Al-kitab yang tidak
merujuk pada perjanjian baru maupun lama; hoaks yang sengaja dibuat untuk
tujuan yang sah. Lagenda dan rumor yang sengaja dibuat untuk menipu. Pada
zaman sekarang ini sering digunakan sebagai sesuatu yang tidak masuk akal atau
omong kosong; hoaks virus komputer, hoaks ini biasanya menyebar melalui e-
mail yang berisi tentang peringatan menyebarnya virus komputer, padahal isi e-
mail tersebut adalah virus itu sendiri.26
B. Sejarah Hoax
Indonesia bukanlah Negara yang pertama kali munculnya berita-berita
palsu, yang membuat masyarakat menjadi heboh dan percaya begitu saja dengan
berita yang tersebar. Dalam sejarah hoaks didunia, hoaks pertama kali muncul di
tahun 1661 pada bagian belahan bumi lain yang melibatkan musisi luar negeri
yang bernama John Mompesson yang menceritakan pengalamannya yang
dihantui suara-suara drum di dalam rumahnya. Kisah ini lambat laun menyebar
kepelosok negaranya. John berpendapat bahwa ia mendapatkan nasib seperti itu
karena menurut William drury yaitu seorang musisi lainnya, dan berhasil
memenangkan perkara sehingga membuat William mendapatkan hukuman. John
menuduh Drury memberikan guna-guna atau kutukan pada rumahnya karena
kekalahannya dan tuntutan di pengadilan hingga ia membuat hukuman. Hingga
suatu ketika seorang penulis buku yang bernama Glanvil mendengar kisah rumah
John yang berhantu dan mendatangi rumahnya. Hingga hasilnya penulis tersebut
26
Idnan A. Idris, Klarifikasi Al-Qur‟an atas Berita Hoax…, 25.
18
juga mendengar suara-suara yang sama di rumah John. Setelahnya, Glanvill
menuliskan pengalaman mistisnya di rumah John kedalam tiga buku cerita yang
diakuinya sebaga kisah nyata. Banyak yang tertarik untuk membaca buku-buku
milik Glanvill. Hingga dibuku ketiganya, ia mengakui bahwa suara-suara yang ia
dengar dirumah John Mompesson hanyalah sebuah trik bekala untuk
menghebohkan masyarakat sekitar.27
Kemudian di generasi selanjutnya datang pada tahun 1745 yang berita
heboh ini bermula dari penduduk Amerika Serikat yang bernama Benjamin
Franklin. Dalam suatu hari Benjamin menemukan sebuah batu yang di percaya
bisa menyembuhkan penyakit berat, seperti rebies, kanker, dan penyakit lainnya.
Ia menamai batu tersebut dengan batu China. Penemuan batu ini sempat
membuat dunia kedokteran di Negara itu tidak melakukan penelitan medis untuk
batu itu, sehingga kedokteranpun dianggap sempat mempercayainya. Hingga
suatu ketika dilakukan sebuah penelitian tentang batu tersebut, dan hasilnya
cukup mengagetkan, batu itu bukanlah batu pada umumnya, namun hanya tanduk
rusa biasa yang sudah di rubah dan tidak mengandung unsur penyembuhan
apapun. Hal tersebut diketahui oleh salah satu pembaca harian Pensylvania
Gazette, yaitu harian yang membuat berita bohong milik Benjamin. Banyak
sekali bermunculan berita-berita bohong atau hoaks yang terjadi sampai
dibentuknya Badan Makanan dan Obat-obatan Amerika Serikat pada abad 20.28
Mulai maraknya berita-berita bohong yang bermunculan di abad 20an saat
itu, kata “hoax” baru mulai digunakan sekitar tahun 1808. Banyak versi asal
mula kata hoax ini. Salah satunya ditelusuri secara serius oleh Museum of
Hoakses yang berpusat San Diego, California, Amerika. Sebuah lembaga yang
memperhatikan mengidenfikasi, mengumpulkan, dan mengategorikan hoaks, baik
27
Ilham Syaifullah, Fenomena Hoax di Media Sosial dalam Pandangan Hermeneutika,
Skripsi Fakultas Usuludin dan Filsafat Universitas Islam Negri Sunan Ampel Surabaya, 2018. 21-22. 28
Ibid, 22.
19
sejarah, cerita, foto, dan klaim-klaim lainnya dari zaman ke zaman diberbagai
negara. Kata hoaks yang ditelusuri dari sejarah asal katanya pertama kali popular
digunakan pada abad pertengghan hingga akhir abad ke-18. Berasal dari kata
yang kerap digunakan oleh para pesulap, yakni “hocus pocus”. Istilah hocus
pocus sendiri pertama kali muncul awal abad ke-17. 29
Kata hoax dilansir dari
kata hocus yang berarti mengelabuhi, dan kata ini juga dianggap mirip dengan
kata yang dipakai sebuah mantra dalam pertunjukan sulap, yang mana dibalik
permainan sulap adalah tipu-tipuan yang direncanakan. Hingga dari generasi ke
generasi sampai saat ini, kata hoaks berkaitan dengan adanya penyebaran berita
atau informasi palsu yang membuat kehebohan dalam masyarakat baik itu secara
langsung maupun tidak langsung.30
Berita dan informasi palsu yang menghebohkan dunia saat ini bukanlah
hal baru yang muncul dalam keseharian umat manusia masa kini saja, namun
dalam sejarah Islam juga memliki kasus yang sama dengan berita palsu atau yang
di sebut dengan istilah Hoaks. Dalam salah satu kisah pada zaman Rasulullah
yang menipa istri beliau yang bernama Siti Aisyah r.a. kisah tersebu diawali
ketika Rasulullah besiap-siap hendak perang menghadapi Bani Mustahiq. Beliau
lalu membuat undian untuk istri-istrinya, dan ternyata yang berhak menemani
Rasulullah dalam peperangan yaitu Siti Aisyah r.a. dalam perjalanan pulang
Aisyah r.a. kehilangan kalungnya, sehingga ia harus berbalik untuk mencari
kalung tersebut. Sementara itu para pengangkat tandu mengira bahwa Aisyah
sudah didalam tandunya, saat Aisyah sedang mencari kalungnya, pasukan
muslimin malah meninggalkannya maka berangkatlah mereka tanpa Aisyah r.a.
pada saat itulah Aisyah merasa tertinggal, beliau merasa kebingungan, sehingga
tertidur akibat kantuknya. Setelah beberapa lama, kemudian seorang sahabat
bernama Shafwan bin Mu‟thil Al-Silmy, ia melihat istri Nabi kemudian
29
Idnan A. Idris, Klarifikasi Al-Qur‟an atas Berita Hoax…, 23-24. 30
Ilham Syaifullah, Fenomena Hoax di Media Sosial dalam Pandangan Hermeneutika…, 23.
20
mengantarkan Aisyah hingga sampai kepada rombongan kaum muslimin.
Kemudian sesampainya di Madinah, didapati bahwa Aisyah menungang unta
yang di tuntun oleh seorang laki-laki yang mereka kenal. Dari kejadian inilah
memunculkan rumor miring atas Aisyah dan Shafwan sehingga menyebar
menjadi berita hoaks. Rasulullah sendiri tidak tahu akan kebenaran berita
tersebut. Sehingga Allah SWT. menurunkan wahyu-Nya dalam QS. An-Nur (24):
11-20, sebagai klarifikasi atas berita bohong tersebut.31
Kemunculan hoax tak lepas dari perkembangan teknogi media yang telah
mengubah alat-alat komunikasi menjadi lebih cepat. Kecepatan alat-alat
komunikasi perpengaruh pada tumbuhnya media sosial, ia secara substansial
telah mengubah cara komunikasi antara masyarakat dan individu. Sebuah
komunikasi dan infornmasi dapat tersebar secara cepat, bahkan tidak ada batasan
tertentu, sihingga semua masyarakat bebas mengeluarkan pendapatnya. Semua
menjadi lebih mudah dalam meneriama, berbagi, dan menerima komentar melalui
media online seperti Facebook, YouTube, Line, WhatsApp, Instagram dan lain
sebagainya. Informasi kemudian saling bertumpuk, berimplosif, dan berekplosif,
karena diproduksi melalui opsi bagi (share) dan salin (copy) dalam sistem media
sosial.32
Kebebasan mengeluarkan berita ini secara tidak langsung kemudian
menyebabkan merebaknya berita bohong atau sering di sebut dengan hoaks,
dalam rangka membentuk opini publik. Demi kepentingan tertentu, berita hoaks
bisa digunakan untuk saling menyerang, memfitnah, memprovokasi, menjelek-
jelekan dan lain sebagainya antara satu dengan lainnya, bahkan untuk mengklaim
bahwa sebuah kelompok atau pun agama tertentu yang paling unggul
31
Salwa Sofia Wirdiyana, Hoax Dalam Pandangan Al-Qur‟an, Skripsi fakultas Ususludin
dan pemikiran islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2017, 3-4. 32
Lutfi Maulana, “Kitab Suci dan Hoax: Pandangan AL-Qur‟an dalam Menyikapi Berita
Bohong”…, 211.
21
dibandingkan yang lainnya. Media hadir menyampaikan sebuah informasi yang
tak lepas dari kepentingan sosial dan politik. Pada akhirnya, media sosial menjadi
tempat untuk menyalurkan sebuah berita untuk kepentingan dari bebagai pihak.
Di satu sisi media juga sebagai sumber informasi untuk memenuhi kebutuhan dan
keingintahuan masyarakat. Tetapi disisi lain media juga cenderung digunakan
untuk kepentingan salah satu pihak demi keuntungan tertentu. Itu semua
dilakukan tanpa memperhatikan dampak sosial yang mungkin terjadi.
C. Faktor Menyebarnya Hoax
Hoax lebih marak di dunia maya dibandingkan media penyiaran maintrean
seperti televise, dan surat kabar atau Koran dalam artian mudah menyebar dan
menarik followers. Kemudahan menerima, berbagi, dan memberi komentar
melalui media sosial melibatkan bahwa informasi saling bertumpuk, berimplosif,
dan berekplosif karena direproduksi melalui opsi share dan salin/copy yang
tersedia dalam system madia sosial. Bahkan setiap orang bisa mengomentari info
yang diterima itu sesuka hati tanpa konfirmasi. Fenomena ini adalah bentuk dari
hyper-reality, yaitu kenyataan yang berlebihan yang telah diprediksikan oleh
Baudrillard (w. 2007) puluhan tahun ketika istilah hoax belum dikenal.33
Fakrtor utama bagi pelaku penyebaran berita hoax terkait dengan beberapa
hal, yaitu;34
1. Artikel berita yang menarik menjadi viral di media sosial sehingga dapat
menarik iklan dan penyedia berita untuk mendapatkan pendapatan
melalui situs asalnya. Ini tampaknya telah menjadi faktor utama sebagai
besar produsen untuk mencari keuntungan dari adanya berita hoax yang
memang di buat dengan sengaja.
33
Idnan A. Idris, Klarifikasi Al-Qur‟an atas Berita Hoax…, 27. 34
Lutfi Maulana, “Kitab Suci dan Hoax: Pandangan AL-Qur‟an dalam Menyikapi Berita
Bohong”…, 212.
22
2. Beberapa penyedia berita hoax berusaha untuk mendukung ideologi yang
di usungnya dengan menyerang kelompok opsisi yang menjadi lawannya.
3. Turunya pemasukan di media industri yang disebabkan oleh kemudahan
membuat website serta lahan untuk konten platform periklanan.
4. Adanya rasa khawatir akan turunya reputasi media masa, sehingga untuk
meningkatkan reputasi tersebut memunculkan berita hoax yang
menghebohkan sebagai ajang meningkatkan reputasi.
5. Munculnya media sosial, selain menjadi alat komunikasi moderen, juga
menjadi ajang pencarian uang. Dengan memunculkan berita yang
menghebohkan, daya jual media sosial akan semangkin banyak
menghasilkan keuntungan.
6. Terus menurunya kepercayaan dari media industri, sehingga
memunculkan berita hoax sebagai alternatif untuk meningkatkan daya
tarik yang lebih.
7. Munculnya faktor politik sebagai ajang untuk menurunkan popularitas
kelompok lain.
Pada umumnya ada beberapa alasan yang sangat universal maraknya
penyebaran berita hoax di masyarakat. Antara lain sebagai berikut:35
Pertama, Reaktif. Bagi orang-orang yang reaktif, apapun memang bisa
menjadi buruk. Ketika mendapati informasi hoax, maka orang-orang reaktif ini
muncul dalam beberapa reaksi, yakni bisa jadi mereka memang panik, bisa jadi
pula mereka ingin tampil serba tau. Alhasil kecangihan media sosial yang hanya
membutuhkan tombol share untuk menyebarkan hoax itu menjadi jalan paling
cepat untuk membuktikan bahwa ada begitu banyak orang yang reaktif di dunia
ini. Akibatnya tentu saja hoax tersebar dengan begitu cepat.
35
Idnan A. Idris, Klarifikasi Al-Qur‟an atas Berita Hoax…, 29-31.
23
Kedua, tidak tahu. Tidak tahu memang menjadi alas an ayang masuk akal
bagi kesalahan seseorang. Jika sesorang mengaku tidak tahu bahwa informasi
yang dibagikannya hoax, memang masih bisa di maklumi. Tidak tahu tentu
berbeda dengan reatif. Reaktif lebih pada soal cara menanggapi infornasi,
sementara tidak tahu adalah berbicara tentang kapasitas pengetahuan yang
dimiliki. Untuk alasan ini, seseorang bisa dengan mudah insaf dari jalan penyebar
hoax, asal ia mau mencari tahu akan kebenarannya.
Ketiga, malas mencari tahu. Ini sebenarnya kelanjutan dari tidak tahu. Jika
sekali waktu seseorang tidak tahu bahwa apa yang sebarnya merupakan hoax, itu
bisa dimaklumi, namun untuk kedua kali ia melakukan hal yang sama, bisa jadi ia
reaktif. Tapi ketika ia merasa senang dengan ketidak tahuannya, ia bukanlah
reaktif, tapi meamang tidak mau mencari kebenarannya. Hanya bermaksut
membagikan informasi tanpa melakukan klarifikasi terlebih dahulu atas
kebenaran sebuah berita.
Keempat, iseng dan jahil. Jika sudah sampai taraf iseng dan jahil, kita pasti
mengeyahkan pemberian maaf. Karena orang-orang iseng dan jahil dalam
perbuatannya menyebarkan hoax, tentu sudah melewati taraf reaktif, tidak tahu
dan malas mencari tahu. Mereka tentu saja tidak reaktif, tahu, dan faham sekali
bahwa itu tidak hoax, tetapi karena ingin di-like, daya jangkau halaman
facebook-nya banyak, atau hanya ingin terkenal, maka menyebarkan informasi
yang hoax menjadi jalan pintas. Jika banyak yang mengklarifikasi, bahkan
mencemooh, mereka tingal menghapusnya dari data base postingan. Seolah-olah
mereka sudah lepas dari dosa menyebarkan informasi palsu, padahal efek dari
hoax itu sangat berbahaya.
Kelima, menyebarkan hoax untuk tujuan mengeruhkan suasana. Ini
dilakukan biasanya oleh agen spionasi, propagandis, atau sebangsanya, yang
bertujuan untuk melancarkan misinya.
24
Selain itu, munculnya wadah media sosial seperti Facebook, YouTube,
Line, WhatsApp, Instagram dan lain sebagainya juga menjadi sarana masyarakat
untuk menerima dan menyebarluaskan berita dan informasi, baik itu berupa
gambar maupun video. Dalam hitungan detik berita hoax sudah dapat tersebar
diseluruh lapisan masyarakat dunia. Mudahnya menyebar luaskan berita juga
menjadi pendukung yang paling efektif dalam menyebarkan hoaks, terlebih
melalui media sosial yang tanpa batas dan tanpa memebrikan identitas, sehingga
mereka dapat mengungkapkan apa yang di inginkannya secara bebas. Hal inilah
yang menyebabkan ketika ada isu yang belum tentu benar, sesorang kemudian
menyebarkannya begitu saja. Ditambah lagi keadaan masyarakat Indonesia saat
ini cenderung senang berbagi informasi melalui media sosial seperti Whatsap,
Blackberry Messangger, Facebook, twiter, Instagram dan lain sebagainya dengan
tanpa menelusuri dan mengklarifiksi terlebih dahulu akan kebenaran sebuah
berita.
Hoax dibuat seseorang atau kelompok dengan beragam tujuan, mulai dari
sekedar main-main atau having fun, hingga tujuan ekonomi (penipuan), dan
politik (propaganda/pembentukan opini publik) atau agitasi (hasutan). Biasanya
hoax muncul ketika sebuah isu mencuat ke permukaan, namun banyak hal yang
belum terungkap atau menjadi tanda tanya.36
D. Dampak Dari Peredaran Hoax
Berita hoax sebagai upaya penipuan publik tentunya memiliki dampak
yang luas, utamanya dekadensi moral pada masyarakat atau dipahami sebagai
instabilitas publik, terjadinya ketidak percayaan publik. Kebenaran menjadi hal
yang sangat langka bagi sumber daya yang tidak dapat diperbaharui lagi.
Masifnya penyebaran berita hoax menjadi ancaman bagi integritas kita sebagai
36
Ibid. 31.
25
makhluk sosial yang butuh kebenaran dan berhubungan secara jujur antara satu
denagan yang lainnya.37
Bisa di ibaratkan seorang istri tak lagi mempercayai suaminya, rakyat
mulai meragukan pemimpinnya, dan sebaliknaya pemimpin menaruh kecurigaan
pada rakyatnya. Hal tersebut tentunya sangat menganggu dalam kehidupan kita
sehari-hari, pergerakan juga pertumbuhan produktivitas hidup kita. Pada
prinsipnya tidak hoax yang bisa membangun ketentraman bermasyarakat.
Merebaknyan berita hokas di media sosial, telah memberikan dampak
negatif yang sangat signifikan, beberapa dampak dihasilkan yaitu sebagaimana
berikut:38
1. Merugikan masyarakat, karena berita-berita hoaks berisi kebohongan
besar dan fitnah.
2. Memecah belah publik, baik mengatas manakan kepentingan politik
maupun kepentingan pribadi dan organisasi agama tertentu.
3. Memepengaruhi opini publik. Hoaks menjadi profokator untuk
memundurkan masyarakat.
4. Berita-berita hoaks sengaja dibuat untuk kepentingan mendiskreditkan
salah satu pihak, sehingga bisa mengakibatkan adu domba terhadap
sesama umat islam.
5. Sengaja di tujukan untuk menghebohkan masyarakat, sehingga
menciptakan kekuatan terhadap masyarakat.
Dengan berbagai dampak negatif yang di timbulkan akibat adanya
peredaran hoax tersebut, maka masyarakat awam yang akan dirugikan. Upaya
untuk meminimalkan kembali tentu sangat diharapkan agar masyarakat kembali
37
Ibid. 32. 38
Lutfi Maulana, “Kitab Suci dan Hoax: Pandangan AL-Qur‟an dalam Menyikapi Berita
Bohong…, 213.
26
sadar dan berhati-hati dalam mengkonsumsi sebuah informasi ataupun sebuah
berita.
Berita bohong atau hoax dan ujaran kebencian yang marak di media sosial
telah menjadi ancaman nasional. Semua pihak perlu bekerja bersama untuk
melawannya. Ujar kebencian dan hoax di dunia maya telah menjadi ancaman
nasional, kepala BSSN Djoko Setiadi menegaskan, pihaknya akan melakukan
sinergi kerja dengan lembaga kementerian yang juga menangani masalah siber.
Sebab ganguan kejahatan siber dapat berdampak pada aspek ekonomi, ideologi
politik, dan pertahanan keamanan.39
Berikut langkah sederhana yang bisa membantu dalam menghadapi berita
hoax, anatara lain sebagai berikut:
Pertama, ikut serta grup diskusi anti hoax. Di facebook terdapat sejumlah
fanpage dan grup diskusi anti hoax, misalnya Forum Anti Fitnah, Hasut, dan
Hoax (FAFHH), Turn Back Hoax, Fanpage & Grup Indonesia Hoax Buster,
Fanpage Indonesia Hoaxes, Hoax No More dan Grup Sekoci, dan lain
sebagainya. Di grup-grup tersebut netizen bisa ikut bertanya apakah suatu
informasi merupakan hoax atau tidak, sekaligus melihat klarifikasi yang sudah
diberikan orang lain. Semua anggota bisa ikut berkontrubusi sehingga grup
berfungsi layak yang memanfaatkan tenaga banyak orang.
Kedua, meningkatkan literasi media dan literasi media sosial. Ketua
umum Mastel, Kristiono, menegaskan pentingnya literasi dalam membentuk
pemahaman masyarakat ketika menerima hoax, bagaimana cara mereka
menghadapi berita palsu yang diterima. Literasi media sebagai kemampuan untuk
mengakses, mengevaluasi dan mengomunikasikan pesan dalam berbagai
bentuknya. Dalam konferensi kepemimpinan nasional literasi media (Nasional
39
Idnan A. Idris, Klarifikasi Al-Qur‟an atas Berita Hoax…, 33.
27
Leadership Conference of Media Literacy) di AS tahun 1992, literasi media
didefinisikan sebagai “kemampuan untuk mengakses, menganalisis,
mengevaluasi, dan mengomunikasikan pesan”.40
Beberapa kemampuan literasi media yang harus dimiliki, antara lain
mencakup:
1. Kemampuan mengkritisi media (internet).
2. Kemampuan memproduksi informasi yang sehat.
3. Kemampuan mengajarkan /berbagi isi media yang mencerdaskan.
4. Kemampuan mengeksplorasi sistem pembuatan informasi di online.
5. Kemampuan mengeksplorasi berbagai posisi informasi di online.
6. Kemampuan berfikir kritis atas isi media sosial.
Disisi lain untuk menangulangi fenomena hoax yang sedang terjadi
pemerintah telah membentuk Badan Siber Nasional. Lembaga baru itu bertugas
untuk melacak sumber kabar hoax dan melindungi situs pemerintah dari serangan
peretas (hacker). Badan siber nasional juga di tugaskan untuk melindungi industri
Negara dari serangan peretas. 41
E. Konsep Berita dalam Al-qur’an
Konsep berita dalam Al-Qur‟an akan menjadi pedoman dan bimbingan
bagi umat islam, dalam menghadapi berita-berita yang beredar di tengah-tengah
masyarakat. Konsep ini diperlukan baik pada tataran teoretis maupun praktis.
Secara teoretis konsep berita dalam Al-Qur‟an akan memberikan kontribusi
dalam pengembangan kajian jurnalis, secara praktis konsep berita dalam Al-
Qur‟an akan menjadi panduan bagi umat Islam mencermati dan berdialog dengan
berita yang mereka dapati.
40
Ibid, 34-35. 41
Ibid, 35.
28
Berita menepati posisi sentral dalam Al-Qur‟an, mengenai berita Al-
Qur‟an menawarkan beberapa konsep dasar antara lain yaitu:
1. Al-Naba‟
Kata al-naba‟ berasal dari kata nab‟a seakar dengan kata al-anba‟
yang berarti “menginvestigasi”, al-nabi‟u yang berarti “tempat yang lebih
tinggi”, dan al-nabiy yang berarti “pembawa berita” dalam hal ini yaitu
Nabi.42
Dalam kamus lisan al-arab, term naba‟ bermakna khabar
(berita/informasi). Keterangan serupa juga terdapat dalam Mu‟jam Al-Wasit,
naba‟ bernakna berita (khabar). Kata naba‟ adalah bentuk mufrod, yang
bentuk jama‟nya yaitu kata anba‟.43
Dari pengertian naba‟ secara etimologi di atas, bisa di ambil suatu
kesimpulan bahwa tidaklah semua berita atau informasi bisa dikatakan naba‟,
sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Raghib Al-Asfihani, bahwa pada
dasarnya berita atau informasi yang termasuk katagori naba‟ adalah
informasi yang terlepas dari kebohongan, seperti berita mutawatir yang
dating dari Allah SWT atau Nabi Muhammad SAW. pada umumnya
pengunaan term naba‟ dalam Al-Qur‟an merujuk pada pemberitaan yang
sudah dijamin kebenarannya, bahkan sangat penting untuk diketahui,
walaupun tidak semua berita atau informasi itu bisa di buktikan secara
empiris oleh manusia, karena keterbatasan kemampuannya. Pemberitaan atau
informasi dalam Al-Qur‟an yang mengunakan term naba‟ dan bisa diketahui
atau diverifikasi manusia dengan pengetahuanya, antara lain hal-hal yang
berkaitan dengan keadaan umat-umat terdahulu.44
Berita-berita tentang umat
terdahulu yang disampaikan Allah kepada Nabi Muhammad Saw. termasuk
42
Iftitah Jafar, Konsep Berita Dalam Al-Qur‟an (Implikasinya dalam Sistem pemberitaan di
Media Sosial), Jurnalisa, Vol. 03, No.1, (Mei 2017), 3. 43
Idnan A. Idris, Klarifikasi Al-Qur‟an atas Berita Hoax…, 37. 44
Ibid, 38.
29
dalam bagian ini. Seperti berita-berita yang di sebutkan dalam Al-Qur‟an QS.
Hud (11): 100, 120, QS. Thaha (20): 99, dan QS. Al-A‟raf (7): 101.
Al-naba‟ (berita penting), hanya digunakan apabila ada peristiwa yang
sangat penting dan benar, berbeda dengan kata khabar, yang pada umumnya
digunakan juga pada berita-berita sepele. Sementara, ulama mengatakan
berita baru dinamai naba‟ apabila mengandung manfaat yang besar dalam
pemberitaanya, adanya kepastian atau paling tidak dugaan besar tentang
kebenarannya. Penyifatan al-naba‟ dengan kata al-„azim (besar, agung)
menunjukkan bahwa berita tersebut bukanlah hal yang biasa tetapi luar biasa.
Bukan hanya pada peristiwanya tetapi juga pada kejelasan dan bukti-
buktinya, sehingga ia tidak dipertanyakan lagi.45
Satu-satunya kata al-naba‟ yang digunakan dengan pelaku orang fasik
disebutkan dalam QS. Al-Hujjurat (49): 6. Kata al naba‟ dalam ayat ini tidak
memberi peringatan bahwa berita yang disampaikan benar, tetapi lebih
menekankan agar umat Islam lebih berhati-ahati terhadap pemberitaan yang
disampaikan orang fasik. Kasus yang direkam dalam ayat ini adalah
pemberitaan yang berkaitan dengan kemasyarakatan. Karena demikian
pentingnya sehingga jika tidak ditanggapi dengan kepenuh kehati-hatian
dapat menimbulkan instabilitas dan disharmoni, bahkan dapat menyebabkan
kekacauan. Perintah tabayyun dalam ayat ini dimaksutkan sebagai upaya
menjaga kemungkinan timbulnya dampak negatif sebagai akibat tidak
selektif dalam menerima sebuah berita.46
45
Iftitah Jafar, Konsep Berita Dalam Al-Qur‟an (Implikasinya dalam Sistem pemberitaan di
Media Sosial…, 3. 46
Ibid , 4.
30
2. Al-Khabar
Secara etimologi kata khabar terdiri dari huruf kha, ba, ra yang
mengandung dua makna yakni ilmu dan menunjuk kepada yang halus dan
lembut, secara bermakna “kabar dan berita”.47
Dalam kamus lisan Al-Arab,
kata khabar bermakna informasi (naba‟) yang mendatangi seseorang dari
pembawa informasi. Kata khabar dalam M‟jam Al-Wasit bermakna sesuatu
yang dipindah (naql) dan diperbicangkan baik berupa ucapan maupun
tulisan. Kata khabar mencakup ucapan yang isinya mempunyai kemungkinan
benar maupun bohong. Kata khabar adalah bentuk kata tunggal dari kata
akhbar dan akhabir.48
Secara epistemologi, khabar adalah tentang laporan yang biasanya
belum lama terjadi, namun tidak dikatagorikan berita penting dan besar.
Khabar bisa pula dimaknai sebuah berita biasa yang datang belum tentu
memiliki nilai kebenaran. Beritanya tersebar terkadang lebih hebat dari
kenyataan yang sebenarnya. Kata khabar antara lain disebutkan dalam kasus
penerimaan wahyu dan pelantikan Nabi Musa as. menjadi Rasul Allah yang
di sebutkan dalam QS. Al-Naml (27): 7, dan QS. Al-Qashash (28): 29. 49
Sedangkan kata khubrah itu bermakna mengetahui perkara secara
mendalam. Seperti firman Allah Swt. QS. Ali Imran: 57, QS. At-Taubah: 16,
kadang kata khabir juga bermakna mukhbir seperti firman Allah pada QS.
Al-Maidah: 105, QS. At-Taubah: 94. Sedangkan kata khabar itu bermakna
bumi yang lembut. Namun kata khabar juga digunakan untuk menunjuk
47
Ibid, 4. 48
Idnan A. Idris, Klarifikasi Al-Qur‟an atas Berita Hoax…, 40. 49
Iftitah Jafar, Konsep Berita Dalam Al-Qur‟an (Implikasinya dalam Sistem pemberitaan di
Media Sosial).., 4.
31
sesuatu dari pohon yang lembut, maka akad mukhabarah itu diartikan
sebagai pengolahan khabar dengan sesuatu yang diketahui.50
3. Al-Hadits
Hadits berasal dari bahsa Arab, hadasa, yahdusu, hadisan, berarti al-
jadid yang baru. Merupakan lawan dari kata al-qadim (yang lama). Jadi
hadits adalah sesuatu yang baru, atau berita. Berbeda dengan kata hadis
dengan jamak ahadis yang memiliki beberapa makna. Salah satunya menurut
Ibnu Manzur bermakna khabar atau informasi, baik sedikit maupun bayak.
Selain itu jugga hadis bermakna sesuatu yang diperbicangkan. Dalam
Mu‟jam Al-Wasit, kata hadits bermakna setiap sesuatu yang diperbincangkan,
baik berupa kalam ataupun khabar. Dalam kamus Al-Munawir mengartikan
trem hadis sebagai hadis nabi, ilmu hadis, perkataan, percakapan,
pembicaraan, kabar, kabar angin, hikayat, cerita buah mulud, buah
percakapan, dongeng dan obrolan ringan.51
Hadits merupakan sinonim khabar atau berita dalam arti umum.
Masa-masa awalnya hadis tidak saja berita dari Rasulullah saw. tetapi juga
berita-berita lain, termasuk Al-Qur‟an. Hal ini terlihat antara lain ucapan Ibn
Mas‟ud, “sebaik-baik hadis adalah kitab Allah dan sebaik-baik petunjuk
adalah Muhammad” hadis secara bahasa berarti percakapan atau perkataan.
Dalam terminologi islam perkataan yang dimaksut adalah perkataan dari
Nabi Muhammd saw. sering kali kata ini mengalami perluasan makna
sehingga disinonimkan dengan sunnah sehingga berarti segala perkataan
(sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad
saw. yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama. Hadis sebagai
sumber hukum dalam agama memiliki kedudukan kedua pada tingkatan
50
Idnan A. Idris, Klarifikasi Al-Qur‟an atas Berita Hoax…, 41. 51
Ibid, 41-42.
32
sumber hukum di bawah Al-Qur‟an. Arti umum hadis dalam
perkembangannya terjadi penyempitan sehingga akhirnya jika dikatakan
hadis maka tertuju pada apa yang dinisbatkan kepada Rasulullah saw.52
4. Al-„Ifk
Kata „Ifk berasal dari afika yang pada mulanya berarti memalingkan,
atau membalikakn sesuatu. Setiap yang dipalingkan dari arah semula ke arah
yang lain disebut „ifk. Agin puyuh atau angina beralih disebut Al-Mu‟tafikat.
Disebut demikian karena arah angin tersebut selalu berputar dan berpaling
keberbagai arah secara bergantian. Perkataan dusta dinamakan „ifk karena
perkataan memalingkan yang benar kepada yang salah.53
Kata „ifk diartikan dengan perkataan bohong, digunakan Al-Qur‟an
untuk melukiskan: Pertama, kebohongan orang kafir tentang sembahan
mereka yang dapatmemberi syafaat bagi yang penyembahnya. QS.Al-
Ankabut (29): 17. Kedua, kebohongan orang kafir yang mengatakan bahwa
Allah beranak. QS. Al-Shaffat (37): 151. Ketiga, kebohongan orang kafir
yang mengatakan bahwa Al-Qur‟an itu tidak memberi petunjuk bagi
manusia. QS. AL-Ahqaf (46): 11. Keempat kebohongan orang munafik yang
mengatakan bahawa sahabat Rasulullah berbuat keji dengan istri Rasulullah.
QS. Al-Nur (24): 11-12.54
52
Iftitah Jafar, Konsep Berita Dalam Al-Qur‟an (Implikasinya dalam Sistem pemberitaan di
Media Sosial)…, 5. 53
Idnan A. Idris, Klarifikasi Al-Qur‟an atas Berita Hoax…, 49. 54
Iftitah Jafar, Konsep Berita Dalam Al-Qur‟an (Implikasinya dalam Sistem pemberitaan di
Media Sosial)…, 5.
33
BAB III
IBNU KATSIR DAN AHMAD MUSTHAFA AL-MARAGHI SERTA
PENAFSIRANNYA TERHADAP SURAT AL-HUJJURAT AYAT 6
A. Biografi Ibnu Katsir
1. Riwayat Hidup Ibnu Katsir
Nama lengkap beliau adalah Imaduddin Ismail ibn „Umar ibn Kasir al-
Qurasyi al-Dimasyqi. Beliau biasa di pangil Abu al-Fida. Beliau lahir di Basrah
tahun 700H/1300M.55
dan beliau wafat dalam usia 74 tahun tempatnya pada
bulan Sya‟ban 774H/februari 1373M di Damaskus. Jenazahnya dimakamkan
disamping makam Ibu Taimiyah, di Sufiyah Damaskus.56
Ayah beliau bernama Shihab ad-Din Abu Hafsh Amar ibn Katsir ibnu
Dhaw Ibnu Zara‟ al-Quraisyi, yang merupakan seorang ulama terkemuka pada
masanya. Ayah beliau bermadzhab Syafi‟i dan pernah mendalami madzhab
Hanafi. Menginjak masa kanak-kanak , ayahnya meningeal dunia. Kemudian
beliau tinggal bersama kakaknya yang bernama Kmal ad-Din Abdul Wahhab di
Damaskus. Di kota inilah beliau tinggal hingga diakhir hayatnya.57
Ibnu Katsir mulai belajar mencari ilmu dari saudara kandungya beliau
yaitu Abdul Wahhab. Ketika itu beliau telah hafal Al-Qur‟an dan sangat
menguasai pelajaran Hadist, fikih, maupun tarikh, beliau juga belajar dengan
Syaikhul Islam Ibn Taimiyah (w. 728H). Pergaulan beliau dengan gurunya
membuahkan berbagai macam faedah yang turut membentuk keilmuannya,
akhlaknya, dan tarbiyah. Kemudian dengan kemandiriannya beliau yang begitu
55
Hamim Ilyas, Studi Kitab Tafsir, (Yogyakarta: TERAS, 2004), 132. 56
Ibid, 134. 57
Ibnu Katsir, Tartib wa Tahdzib al-Kitab Bidayah wa Nihayah, diterjemahkan oleh Abu
Ihsan al-Atsari, al-Bidayah wa al-Nihayah Masa Khulafa‟ur Rasyidin, (Jakarta: DARUL HAQ, 2004),
22.
34
mendalam, menjadikan beliau seorang yang benar-benar mandiri dalam
berpendapat. Beliau akan selalu berjalan sesuai dalil, tidak pernah fanatik dengan
madzhabnya apalagi dengan madzhab orang lain. Karya-karya besarnya menjadi
saksi atas sikapnya ini. Beliau selalu berjalan diatas Sunnah, konsekuen
mengamalkannya, serta selalu memerangi berbagai bentuk bid‟ah dan fanatik
madzhab.58
Dalam bidang ilmu Hadist, Ibnu Katsir banyak belajar dari ulama-ulama
Hijaz. Beliau memperoleh ijazah dari al-Wani. Selain itu ia juga dididik oleh
pakar hadis terkenal di Suriah yakni Jamal ad-Din al-Mizzi (w. 742 H/ 1342 M),
yang kemudian menjadi mertuanya sendiri. Dalam waktu yang cukup lama,
beliau hidup di Suriah sebagai orang yang sederhana dan tidak terkenal.
Popularitasnya dimulai ketika ia terlibat dalam penelitian untuk menetapkan
hukuman terhadap seorang zindiq yang didakwa menganut paham hulul
(inkarnasi).
Sejak saat itu, berbagai jabatan penting didudukinya sesuai dengan bidang
keahlian yang dimilikinya. Dalam bidang ilmu hadis, pada tahun 784 H/ 1348 M
ia menggantikan gurunya, Muhammad ibn Muhammad al-Zahabi (1284-1348
M), sebagai guru di Turba Umm Salih, dan pada tahun 756 H/1355 M, setelah
Hakim Taqiudin al-Subki wafat beliau diangkat menjadi kepala Dar al-Hadis al
Asyrafitah (sebuah lembaga pendidikan hadis). Kemudian pada tahun 768 H/
1366 M, ia diangkat menjadi guru besar oleh Gubernur Mankali Buga di Masjid
Umayah Damaskus.
Selain itu, Ibnu Katsir pun dikenal sebagai pakar terkemuka dalam bidang
ilmu tafsir, hadis, sejarah dan fikih. Muhammad Husain al-Zahabi, sebagaimana
dikutip oleh faudah berkata, “Imam Ibnu Katsir adalah seorang pakar fikih yang
sangat ahli , seorang ahli hadis dan mufasir yang sangat paripurna dan pengarang
58
Ibid, 22-23.
35
dari banyak kitab”. Demikian pula dalam bidang fikih/hukum, ia dijadikan
tempat konsultasi oleh para penguasa, seperti dalam pengesahan keputusan yang
berhubungan dengan korupsi (761 H/ 1358 M), dalam mewujudkan perdamaian
pasca perang saudara yakni Pemberontakan Baydamur (763 H/1361 M), serta
dalam menyerukan jihad (770-771 H/ 1368-1369 M).59
2. Karya-karya Ibnu Katsir
Selama hayatnya beliau telah menghasilkan banyak karya tulis di ataranya
yaitu:60
a. Tafsir Al-Qur‟an al-Azhim
b. Kitab jami‟ al-Masanid wa al-Sunan
c. Al-Kutub al-Sitah
d. Al-Mukhtasar
e. Qasas al-Anbiya‟
f. Al-Bidayah waa al-Nihayah
g. Al-Fusul fi Sirah al-Rasul
h. Manaqib al-Imam al-Sayafi‟i, dan lain-lain sebagainya.
3. Corak dan Metode Penafsiran
Tafsir Ibnu Katsir dapat dikategorikan sebagai salah satu kitab tafsir
dengan corak dan orientasi (al-laun wa al-ittijah) tafsir bi al-ma‟sur/tafsir bi al-
riwayah, karena dalam tafsir ini sangat dominan memakai riwayat/hadist.
Pendapat sahabat dan tabi‟in. dapat dikatakan bahwa dalam tafsir ini yang paling
dominan adalah pendekatan normatif-historis yang berbasis utama kepada
59
Hamim Ilyas, Studi Kitab Tafsir…, 133. 60
Ibid, 133-134.
36
hadist/riwayah. Namu Ibnu Katsir terkadang menggunakan rasio atau penalaran
ketika menafsirkan ayat.
Adapun metode yang di pakai Ibnu Katsir yaitu manahaj tahlili (metode
analisis). Katagori ini dikarenakan pengarangnya menafsirkan ayat demi ayat
secara analisis menurut urutan mushaf al-Qur‟an. Meski demikian, metode
penafsiran kitab ini dapat dikatakan semi tematik (maudu‟i), karena ketika
menafsikan ayat beliau mengelompokkan ayat-ayat yang masih dalam satu
konteks pembicaraan dalam satu tempat baik satu atau beberapa ayat. Kemudian
beliau menampilkan ayat-ayat lainnya yang tertarik untuk menjelaskan ayat yang
sedang ditafsirkan tersebut.61
4. Sistematika Tafsir Ibnu Katsir
Ibnu Katsir dalam penulisan kitabnya beliau mengaplikasikan dengan
metode-metode atau langkah-langkah penafsiran yang dianggapnya paling baik
(ahsan turuq al-tafsir). Langkah-langkah dalam penafsirannya secara garis besar
yaitu:62
a. Menyebutkan ayat yang ditafsirkannya, kemudian menafsirkannya
dengan bahasa yang mudah dan ringkas. Jika memungkinkan beliau
menjelaskan ayat tersebut dengan ayat lain, kemudian
membandingkannya hingga makna dan maksudnya jelas.
b. Mengemukakan berbagai hadist atau riwayat yang marfu‟ (yang
didasarkan kepada Nabi saw. baik sanadnya bersambung maupun tidak),
yang berhubungan dengan ayat yang ditafsirkan. Beliau sering
menjelaskan antra hadist atau riwayat yang dapat dijadikan argumentasi
61
Ibid, 137-138. 62
Ibid,139.
37
(hujah) dan yang tidak, tampa mengabaikan pendapat sahabat, tabi‟in,
dan para ulama salaf.
c. Menemukan berbagai pendapat mufasir atau ulama sebelumnya. Dalam
hal ini beliau terkadang mengunakan pendapat ynag paling kuat diantara
pendapat para ulama yang dikutipnya, atau mengemukakan pendapatnya
sendiri dan terkadang beliau sendiri tidak berpendapat.
B. Biografi Ahmad Musthafa Al-Maraghi
1. Riwayat Hidup Al-Maraghi
Nama lengkap beliau adalah Ahmad Musthafa bin Muhammad bin
Abdul Mun‟in al-Qodhi Al-Maraghi. Beliau lahir pada tahun 1300 H/1883 M
di desa Al-Maragha yaitu sebuah desa di Propinsi Suhaj, sekitar 700 Km dari
arah kota Kairo. Al-Maraghi wafat pada usia 71 tahun (1371H/1952M) di
Hilwan, sebuah kota kecil disebelah selatan kota Kairo. Beliau berasal dari
keluarga ulama yang sangat tekun dan taat dalam mengabdikan diri kepada
Allah dan Ilmu pengetahuan. Al-Maraghi lahir di kota Maragha, sebuah kota
yang terletak disebuah kabupaten ditepi barat sungai Nil. Nama kota
kelahirannya inilah yang kemudian melekat dan menjadi nisbah (nama
belakang) bagi dirinya bukan keluarganya.63
Ketika Al-Maraghi menginjak usia sekolah, orang tuanya berinisiatif
mendaftarkanya kemadrasah didesanya untuk mendalami Al-Qur‟an. Al-
Maraghi memiliki kecerdasan yang tinggi beliau sudah menghafalkan ayat-
ayat al-Qur‟an pada usia 13 tahun dan menguasai ilmu tajwid serta dasar-
dasar syariah. Dimadrasah itu pula beliau menamatkan pendidikan tingkat
menengah. Setelah menyelesaikan pendidikan menengah, Al-Maraghi
melanjutkan ke Universitas Al-Azhar atas perintah dari ayahnya tepatnya
63
Saiful Amin Ghofur, Para Profil Mufassir Al-Qur‟an, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani,
2008), 151.
38
pada tahun 1314H/1897M. disana beliau mempelajari banyak cabang ilmu
pengetahuan seperti bahasa Arab, Balaghah, Tafsir, Ulumul Qur‟an, Hadist,
ilmu Hadist, Usul Fikih, Akhlak, Ilmu Falak dan lain sebagainya. Beliau juga
pada saat itu pula merangkap di Dar Al-Ulum Kairo yang dulu merupakan
perguruan tinggi tersendiri dan kini menjadi dari Cairo University, beliau
berhasil menyelesaikan studinya di universitas tersebut pada tahun 1909.
Salah satu guru yang paling beliau banggakan adalah Muhammad „Abduh,
Muhammad Hasan Al-Adawi, Muhammad Bahis Al-Mu‟ti, dan Syeikh
Muhammad Rifa‟i al-Fayumi.64
Beliau mempunyai 7 saudara, lima diantaranya laki-laki yaitu
Muhammad Musthafa Al-Maraghi, Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Abdul
Aziz Al-Maraghi, Abdullah Al-Maraghi, dan Abdul Wafa Al-Maraghi. Hal
ini harus diperjelas sebab sering terjadi kesalahan faham tentang siapa
penulis tafsir Al-Maraghi di antara kelima putra Musthafa itu.
Agar tidak terjadi kekeliruan karena Muhammad Musthafa Al-
Maraghi (kakaknya) juga dikenal sebagai seorang mufasir. Beliau juga
melahirkan sejumlah karya tafsir, hanya menulis bebrapa tafsir dalam surat
Al-Qur‟an yaitu surat al-Hujjurat, surat al-Hadid, dan beberapa ayat dari surat
lukman. Sedangkan Ahmad Musthafa Al-Maraghi (adiknya) menulis lengkap
30 juz.65
Dengan demikian jelas yang dimaksud disini sebagai penulis tsfsir
Al-Maraghi adalah Ahmad Musthafa Al-Maraghi, adik kandung Muhammad
Musthafa Al-Maraghi.
64
Khoirul Hadi, Karakteristik Tafsir Al-Maraghi dan Penafsirannya Tentang Akal, Jurnal
Studia Islamika, Vol. 11, No. 1, (Juni 2014), 158. 65
Ibid, 160.
39
2. Karya-Karya Al-Maraghi
Diantara karya-karya beliau adalah sebagai berikut:66
a. Tafsir Al-Maraghi 30 juz
b. Ulum al-balaghah
c. Hidayah al-Talib
d. Tahzib al-Taudhih
e. Bhut wa Ara‟
f. Tarikh „Ulum al-Balaghah wa Ta‟rif bi Rijaliha
g. Muryid al-Tullab
h. Al-Mujaz fi al-Adab al-Arabi
i. Al-Diniyat aw al-Akhlaq
j. Al-Hisbah fi al-Islam dan lain sebagainya.
3. Metode dan Corak Tafsir Al-Maraghi
Metode yang digunakan dalam penulisan tafsir Al-Maraghi yaitu
mengunakan metode tahlili (analisa) dan metode ijmali (global).67
Sebab
penafsirannya mengunakan metode wawasan baru dalam menafsirkan ayat
Al-Qur‟an. Dari sisi metodologi Al-Maraghi bisa disebut telah mengunakan
metode baru. Bagi sebagian pengamat tafsir, Al-Maraghi adalah tafsir yang
pertama kali memperkenalkan metode tafsir yang memisahkan atntara
“uaraian global” dan “uraian rinci”, sehingga penjelas ayat-ayat di dalamnya
dibagi menjadi dua kategori, yaitu mengunakan metode ijmali dan meode
tahlili.68
66
Ibid, 159. 67
Nasrudin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Pustaka pelajar Offset cet III,
2005), 426. 68
Ibid, 24-27.
40
Corak yang dipakai dalam tafsir Al-Maraghi adalah adab al-ijtima‟i,
gaya tulisan yang singkat, serta trem-trem yang mudah dimengerti.69
Salah
satu corak baru dalam periode tafsir modern. Tokoh pencetus corak ini
adalah Muhmmad Abduh, lalu dikembangkan oleh sahabat sekaligus
muridnya Rasyid Ridho yang selanjutnya diikuti oleh mufasir lain salah
satunya Musthafa Al-Maraghi.70
Dalam uraian kitab tafsirnya mengunakan
bahasa indah dan menarik dengan berorientasi pada sastra, kehidupan budaya
dan masyarakat. Merupakan corak tafsir yang menguraikan ayat Al-Qur‟an
yang rumit maknanya diungkapkan mengunakan gaya bahasa menarik dan
indah, kemudian ayat tersebut diterapkan dalam hukum kemasyarakatan dan
undang-undang peradaban. Sebagai suatu pelajaran bahwa Al-Qur‟an
diturunkan sebagi petunjuk dalam kehidupan individu maupun masyarakat.
Imam Al-Maraghi memberikan penjelasan kepada pembaca mengenai
metode yang digunakan dalam kitab tafsir tersebut, sehingga memperoleh
penjelasan yang jelas. Sedangkan metode yang digunakan tafsir Al-Maraghi
adalah metode tahlili (analisa), sebab hal itu dilihat dari cara beliau
menafsirkannya dengan mulai melalui mengelompokkan ayat-ayat menjadi
satu kelompok lalu menjelaskan pengertian kata-kata, maknanya secara
ringkas, dan disertai asbabun nuzul, kemudian munasababah ayatnya. Pada
bagian akhir, beliau memberikan penafsiran ysng lebih rinci mengenai ayat
tersebut.
69
Khoirul Hadi, Karakteristik Tafsir Al-Maraghi dan Penafsirannya Tentang Akal, Jurnal
Studia Islamika, Vol. 11, No. 1, (Juni 2014), 153. 70
Rachmat Syafe‟i, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), 253.
41
4. Sistematiaka Penulisan Tafsir Al-Maraghi
Tafsir Al-Maraghi termasuk dalam golongan tafsir yang berbobot dan
bermutu tinggi, hal ini bisa dilihat dari motode penulisan dan sistematika
yang dipakai oleh beliau. Antara lain sebagai berikut:71
a. Mengunakan ayat-ayat dari awal pembahasan, dalam hal ini beliau
berupaya deengan hanya memberikan satu atau dua ayat yang
mengacu pada makna dan tujuan yang sama.
b. Menjelaskan kosa kata dan syarkh mufradat yang berfungsi untuk
menjelasakan kata-kata secara bahasa, bila ternyata ada kata-kata
yang sulit dipahami oleh pembaca.
c. Menjelaskan makna secara global. Agar pembaca tidak kebingungan,
beliau mencoba menjembatani agar para pembaca sebelum
menyelami makna yang terdalam dapat mengetahui makna-makna
ayat secara umum.
d. Selalu menampilkan asbab al-nuzul (sebab-sebab turunnya ayat),
berdasarkan riwayat yang sahih yang sering dijadikan pegangan oleh
para ahli tafsir.
e. Al-Maragi berupaya untuk meningalkan istlah-istilah yang
berhubungan dengan ilmu lain, yang diperkirakan dapat menghambat
para pembaca Al-Quran, misalnya ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu
balaghah dan lain sebagainya. Pembahasan terhadap ilmu-ilmu
tersebut mempunyai bidang tersendiri, dan sebaiknya tidak dicampur
dalam tafsir Al-Qur‟an, meski ilmu-ilmu tersebut sangat penting dan
harus dikuasai oleh seorang mufasir.
f. Mengunakan bahsa yang mudah agar di fahami oleh pembaca, beliau
berusaha menafsirkan dengan bahasa baru yang mudah dipahami dan
71
Khoirul Hadi, Karakteristik Tafsir Al-Maraghi dan Penafsirannya Tentang Akal…, 162-
163.
42
tetap tidak meninggalkan subtansi penafsiran yang dilakukan oleh
para mufasir terdahulu.
g. Al-Maraghi melihat kelemahan kitab tafsir terdahulu yang banyak
mengutip cerita-cerita dari ahli kitab (Israiliyat). Padahal cerita-cerita
tersebut belum tentu benar. Menurut beliau pada dasarnya fitrah
manusia ingin mengetahui hal-hal yang samar dan berupaya
menafsirkan hal-hal yang di pandang sulit untuk diketahui.
C. Penafsiran Surat Al-Hujjurat ayat 6
1. Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an Al-A’zhim
ا م و ق وا ب ي ص ت ن أ وا ن ي ب ت ف إ ب ن ب ق س ا ف م ءك ا ج ن إ وا ن م آ ن ي لذ ا ا ه ي أ ا يي م د ا ن م ت ل ع ف ا م ى ل ع وا ح ب ص ت ف ة ل ا ه ب
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik
membawa sebuah berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tampa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu” (QS.
Al-Hujjurat 49: 6).
Allah SWT. memerintahkan agar benar-benar meneliti berita yang
dibawa oleh orang-orang fasik dalam rangka mewaspadainya, sehingga
tidak ada seorang pun yang memberikan keputusan berdasarkan
perkataan orang fasik tersebut, dimana saat itu orang fasik tersebut
berpredikat sebagai seorang pendusta dan berbuat kekeliruan, sehingga
orang yang memberikan keputusan berdasarkan orang fasik itu berarti ia
telah mengikutinya dari belakang. Padahal Allah SWT. telah melarang
untuk mengikuti jalan orang-orang yang berbuat kerusakan. Dari sini
pula, beberapa kelompok ulama melarang untuk menerima riwayat yang
diperoleh dari orang yang tidak diketahui keadaannya karena adanya
43
kemungkinan orang tersebut fasik. Namun kelompok lain menerimanya,
menurut mereka, kami ini hanya memerintahkan untuk memberikan
kepastian berita yang dibawa oleh orang fasik, sedangkan orang ini tidak
terbukti sebagai seorang fasik karena tidak ketahui keadaanya. Dan kami
telah menetapkan masalah ini dalam kita al-„ilmu dalam kitab syarh al-
Bukhari. Segala puji bagi Allah Ta‟ala.72
Banyak ulama yang menyebutkan bahwa ayat ini diturunkan
berkenaan dengan seoarang yang bernama al-Walid bin Uqbah bin Abi
Mu‟ti, ketika Rasulullah saw. mengirimkannya untuk mengambil
sedekah (zakat) Bani Musthaliq. Peristiwa ini telah diriwayatkan melalui
beberapa jalan. Di antara jalan yang paling baik adalah yang telah
diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam musnadnya dari riwayat raja
Bani Musthaliq, yaitu Harits bin Abi Dhirar, ayah Juwairiah binti Harits,
umul mukminin itu. Semoga Allah meridhainya.73
Imam Ahmad meriwayatkan, Muhammad bin sabiq memberitahu
kami, „Isa bin Dinar memberitahu kami, ayah ku memberitahuku,
bahwasannya beliau pernah mendengar al-harits bin Abi Dhirar Al
Khuza‟i bercerita :”aku pernah datang menemui Rasulullah SAW. maka
beliau mengajakku masuk islam. Maka aku pun memeluk islam dan
mengikrarkannya. kemudian beliau mengajakku mengeluarkan zakat,
maka aku pun menunaikan nya dan kukatakan: “Ya Rasulullah, aku akan
pulang pada rakyat ku dan akan ajak mereka untuk masuk islam dan
menenunaikan zakat. Siapa saja yang memperkenankan suaraku itu,
maka aku akan mengkumpulkan zakat nya, dan kirimkanlah seorang
72
Al-Imam Abi Fida‟ Al-Khafid Ibnu Katsir ad-Dimasqi, Tafsir Al-Qur‟an al-Adzim, (Bairut:
Maktabah an-Nurul al-Ilmiyah), 476. 73
Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, Kemudahan dari Allah Ringkasan Ibnu Katsir, Jilid 4,
(Jakarta: GEMA INSANI, 1989), 423.
44
utusan padaku ya Rasulullah sekitar waktu guna membayar zakat yang
telah aku kumpulkan itu”.
Setelah al-Harits mengumpulkan zakat dari orang-orang yang
mematuhi seruannya dan telah sampai pada masa kedatangan utusan
Rasulullah SAW. ternyata utusan rasulullah tersebut tertahan ditengah
jalan dan tidak datang menemuinya. al-Harits mengira bahwasannya
telah turun kemurkaan dari Allah Ta‟ala dan Rasul-Nya pada diri nya.
beliau segera memmanggil para pembesar kaumnya dan mengatakan
pada mereka: Sesungguhnya Rasulullah SAW. telah menetapkan waktu
padaku, dimana beliau akan mengirimkan utusannya kepadaku untuk
mengambil zakat yang aku kumpulkan, dan bukan kebiasaan Rasulullah
Saw. untuk menyalahi janji, dan aku tidak melihat tertahan nya utusan
beliau melaikan karna kemurkaan Allah. Oleh karena itu, kita pergi
bersama-sama menemui Rasullah Saw.74
Kemudian Rasulullah SAW. mengutus al-Walid bin „Uqbah
untuk menenmui al-Harits guna mengambil zakat yang telah
dikumpulkannya. Ketika al-Walid berangkat dan sudah menempuh
beberapa jarak, tiba-tiba ia merasa takut dan kembali pulang, lalu
menemui Rasullah SAW. Seraya berkata: “Ya Rasullah sesungguh nya
al-Harits menolak memberikan zakat padaku, bahkan ia bermaksut
membunuhku”. Maka Rasulullah marah dan mengirimkan utusan pada
al-Harits. Maka al-Harits beserta para sahabatnya pun bersiap-siap
berangkat. Ketika utusan beliau meninggalkan kota Madinah, al-Harits
bertemu dengan mereka, ia berkata: “Inilah al-Harits”. Dan pada saat al-
Harits menghampiri merekan, ia berkata: “Pada siapa kalian diutus?”
Tanya al-Harits lebih lanjut. Mereka menjawab: “sesungguhnya
74
Al-Imam Abi Fida‟ Al-Khafid Ibnu Katsir ad-Dimasqi, Tafsir Al-Qur‟an al-Adzim…, 476-
477.
45
Rasulullah SAW. telah mengutus al-Walid bin „Uqbah kepadamu, dan ia
mengaku bahwa engkau menolak memberikan zakat dan bahkan engkau
akan membunuhnya”. Maka Al-harits berkata: “tidak benar. Demi Rabb
yang telah mengutus Muhammad SAW. dengan kebenaran, aku sama
sekali tidak pernah melihatnya dan tidak juga ia mendatangiku”.
Dan setelah al-Harits menghadap Rasulullah SAW. maka beliau
bertanya: “apakah engkau menolak menyerahkan zakat dan bermaksud
membunuh utusanku?” iya menjawab: “tidak. Demi Rabb yang telah
mengutusmu dengan kebenaran, aku sama sekali tidak melihatnya dan
tidak pula ia mendatangiku. Dan aku tidak datang menemuimu
melainkan ketika utusan Rasulullah tertahan (tidak kunjung datang) dan
aku takut akan muncul kemarahan dari Allah Ta‟ala dan Rasul-Nya. Ia
mengatakan: “pada saat itu turunlah surat Al-hujjurat 49:6.
ا م و ق وا ب ي ص ت ن أ وا ن ي ب ت ف إ ب ن ب ق س ا ف م ءك ا ج ن إ وا ن م آ ن ي لذ ا ا ه ي أ ا يي م د ا ن م ت ل ع ف ا م ى ل ع وا ح ب ص ت ف ة ل ا ه ب
“Hai orang-orang beriman, jika datang kepadamu orang fasik
membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”.
Demikian lah hadits yang diriwiyatkan oleh Ibnu Abi Hatim.
Hal yang sama juga diriwayatkan oleh ath-Thabrani, namun ia tidak
menyebut al-bin Sirar, dan yang benar adalah Dhirar bin al-Haar,
sebagaimana yang telah dikemukakan. Wallahu a‟lam.75
75
Ibid, 477-478.
46
2. Ahmad Musthafa Al-Maraghi dalam Tafsir Al-Maraghi
a. Ayat dan Terjemahannya
وا ب ي ص ت ن أ وا ن ي ب ت ف إ ب ن ب ق س ا ف م ءك ا ج ن إ وا ن م آ ن ي لذ ا ا ه ي أ ا يي م د ا ن م ت ل ع ف ا م ى ل ع وا ح ب ص ت ف ة ل ا به ا وم ق
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik
membawa suatu berita maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanapa mengetahui
keadaanya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan kamu itu.
(Al-Hujurat, 49: 6)”.
b. Kata-kata Sulit
الفاسق : orang yang keluar dari batasan-batasan agama. Yakni, dari
kata فسق الرطب yang artinya kurma itu keluar dari kulitnya.
.Mencari Kejelasan : التبين
النبأ : Berita. Menurut Ar-Raghib: Berita tidak disebut naba‟, kecuali
memuat perkara besar yang dengan demikian diperoleh pengetahuan (ilmu)
atau persangka yang kuat.
بجهالو : Dengan kebodohan. Maksudnya dalam keadaan tidak tahu
tentang perilaku mereka.
فتصبحوا : maka kalian Menjadi.
47
Orang-orang yang menyesal. Yakni, orang-orang yang sedih :نادمين
berkepanjangan dan berangan-angan sekiranya hal itu tidak terjadi. Karena,
penyesalannya adalah kesedihan atas terjadinya sesuatu yang disertai angan-
angan sekiranya hal itu tidak terjadi.76
c. Penafsiran Secara Ijmal
Allah Swt. mendidik hamba-hambaNya yang Mu‟min dengan suatu
kesopanan yang berguna bagi mereka dalam sosial agama maupun dunia
mereka. Yaitu, bahwasanya apabila mereka didatatangi oleh seorang fasik
yang terang-terangan meninggalkan syiar-syiar agama, dengan membawa
suatu berita, maka pertama-tama hendaklah mereka jangan membenarkanya
sehingga mereka mencari kepastian, dan hendaklah mereka mencari
keasliannya, dan jangan berpengan pada beria tersebut. Karena, orang-orang
yang tidak peduli dalam melakukan kefasikan tentu tidak peduli pula untuk
berbuat dusta, karena dusta termasuk cabang kefasikan. Hal itu perlu
dilakukan agar jangan sampai orang-orang mu‟min menimpakan suatu
bencana kepada suatu kaum yang tidak mereka ketahui hal ihwal mereka, lalu
mereka menyesal atas perbuatan yang terlanjur mereka lakukan dan
berangan-angan sekiranya hal itu tak pernah terjadi.77
Ada sebuah riwayat dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini turun mengenai
Al-Walid bin „Uqbah bin Abi Mu‟ith.
حدثنا عبد اهلل حدثني أبي ثنا محمد بن سابق ثنا عيسى بن دينار ثنا أبي انو سمع الحرث
إلى اإلسالم فدخلت بن ضرار الخزاعي قال قدمت على رسول اهلل صلى اهلل عليو و سلم فدعاني
76
Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, juz 16, 126. 77
Ibid, 126.
48
فيو وأقررت بو فدعاني إلى الزكاة فأقررت بها وقلت يا رسول اهلل أرجع إلي قومي فأدعوىم إلى
اإلسالم وأداء الزكاة فمن استجاب لي جمعت زكاتو فيرسل إلى رسول اهلل صلى اهلل عليو و سلم
اة ممن استجاب لو وبلغ رسوال إلبان كذا وكذا ليأتيك ما جمعت من الزكاة فلما جمع الحرث الزك
اإلبان الذي أراد رسول اهلل صلى اهلل عليو و سلم ان يبعث إليو احتبس عليو الرسول فلم يأتو فظن
الحرث أنو قد حدث فيو سخطة من اهلل عز و جل ورسولو فدعا بسروات قومو فقال لهم إن رسول
ض ما كان عندي من الزكاة وليس اهلل صلى اهلل عليو و سلم كان وقت لي وقتا يرسل إلى رسولو ليقب
من رسول اهلل صلى اهلل عليو و سلم الخلف وال أرى حبس رسولو اال من سخطة كانت فانطلقوا
فنأتي رسول اهلل صلى اهلل عليو و سلم وبعث رسول اهلل صلى اهلل عليو و سلم الوليد بن عقبة إلى
الوليد حتى بلغ بعض الطريق فرق الحرث ليقبض ما كان عنده مما جمع من الزكاة فلما أن سار
فرجع فأتى رسول اهلل صلى اهلل عليو و سلم وقال يا رسول اهلل إن الحرث منعني الزكاة وأراد قتلي
فضرب رسول اهلل صلى اهلل عليو و سلم البعث إلى الحرث فأقبل الحرث بأصحابو إذ استقبل البعث
ا غشيهم قال لهم إلى من بعثتم قالوا إليك وفصل من المدينة لقيهم الحرث فقالوا ىذا الحرث فلم
قال ولم قالوا إن رسول اهلل صلى اهلل عليو و سلم كان بعث إليك الوليد بن عقبة فزعم أنك منعتو
الزكاة وأردت قتلو قال ال والذي بعث محمدا بالحق ما رأيتو بتة وال أتاني فلما دخل الحرث على
ت الزكاة وأردت قتل رسولي قال ال والذي بعثك بالحق ما رسول اهلل صلى اهلل عليو و سلم قال منع
رأيتو وال أتاني وما أقبلت إال حين احتبس علي رسول رسول اهلل صلى اهلل عليو و سلم خشيت أن
تكون كانت سخطة من اهلل عز و جل ورسولو قال فنزلت الحجرات } يا أيها الذين آمنوا إن جاءكم
ما بجهالة فتصبحوا فاسق بنبإ فتبينوا أن تصيبوا قو
49
78على ما فعلتم نادمين { إلى ىذا المكان } فضال من اهلل ونعمة واهلل عليم حكيم {
Dia telah diutus oleh Rasulullah Saw. kepada Bani Al-Mushthaliq
suapaya memungut zakat. Ketika Bani Al-Mushthaliq mendengar berita
tersebut, maka mereka bergembira dan keluar menyambut utusan Nabi itu.
Namun, ketika hal itu di ceritakan kepada Al-Walid, maka ia menyangka
bahwa orang-orang itu datang untuk membunuhnya. Maka, ia pun pulang
sebelum sempat disambut oleh bani Mjusthaliq, dan ia pun memberitahukan
kepada Rasulullah saw. bahwa mereka tidak mau berzakat. Maka, Rasulullah
Saw. sangat marah. Dan tatkala beliau berkata kepada diri sendiri untuk
menyerang mereka, tiba-tiba datanglah kepada beliau utusan dari Bani Al-
Mushthaliq, mereka berkata: Ya Rasulullah, sesungguhnya kami mendapat
sebuah berita bahwa utusanmu pulang kembali ditengah perjalanan. Dan
sesungguhnya kami khawatir jangan-jangan kembalinya itu ada surat yang
datang darimu karena engkau marah kepada kami. Dan sesungguhnya kami
berlindung kepada Allah dari murka-Nya dan kemurkaan Rasul-Nya. Maka
Allah Ta‟ala pun menurunkan udzur mereka itu dalam kitab-Nya, seraya
Firman-Nya: ya ayyuha „l-Ladzina amanu in ja‟akum …. al-ayah. Hadist
diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Abi Hatim, Ath-Thabrani dan Ibnu
Mardawaih. Menurut Ibnu Katsir, riwayat ini adalah riwayat yang terbaik
mengenai sebab turunya ayat ini.79
Namun demikian, Ar-razi berkata: Riwyat ini dha‟if. Karena, dia
hanya berprasangka saja, yang ternyata kelliru. Padahal orang-orang yang
keliru itu tak bisa disebut sebagai orang yang fasik. Bagaimana hal itu bisa
diterima, padahal orang yang fasik pada kebanyakan tempat yang dimaksut
78
Ahmad bin Hambal, Musnad Al Imam Ahmad bin Hambal, Jld 4, (Bairut: Darul Fikir),
279. 79
Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, juz 16, 126-127.
50
ialah orang yang keluar dari lingkungan iman.80
berdasarkan firman Allah
Ta‟ala: sesungguhnya Allah tidak memberi) لي هدى القوم الفاسقي الله ان
petunjuk kepada orang-orang fasik). (Al-Munafiqun, 63: 6).81
Selanjutnya Allah SWT. menerangkan bahwa para sahabat nabi
menghendaki agar pendapat mereka mengenai berbagai peristiwa diikuti.
Tetapi sekiranya nabi melakukan hal itu, niscaya mereka terjerumus dalam
kesulitan dan kebinasaan. Akan tetapi Allah menjadikan sebagian mereka
mencintai iman dan menjadikan iman itu indah dalam hati mereka, dan
menjadikan mereka membenci kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan.
Mereka itulah orang-orang yang benar dan yang menempuh jalan lurus.82
80
Ibid, 127. 81
Al-Qur‟an Al-Karim dan Terjemah Bahsa Indonesia (Ayat Pojok), Jilid 2, (Kudus: Menara
Kudus, 2006), 555. 82
Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, juz 26, (Semarang: Toha Putera, 1987 ),
214.
51
BAB IV
PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA PENAFSIRAN IBNU
KATSIR DAN AL-MARAGHI SERTA BAGAIMANA KEDUA MUFASIR
DALAM MENYIKAPI HOAX
A. Tafsir Ibnu Katsir dalam Menyikapi Hoax
Mengingat demikian besar bahaya yang akan ditimbulkan sebuah berita
palsu atau hoaks itu sendiri. Maka dalam hal ini Al-Qur‟an memberikan arahan
dan solusi agar sikap dan perbuatan menyebarkan berita hoaks ini tidak terjadi,
minimal tidak terulang kembali. Karena wawasan Al-Qur‟an telah mengatur
berbagai hal, terlebih dalam menyikapi dan meminimalisir peredaran hoaks yang
begitu sangat meresahkan, beberapa ajuran Al-Qur‟an terkait upaya
meminimalisir peredaran hoaks tersebut.
Dengan apa yang telah dipaparkan di atas menegenai menanggapi sebuah
berita dalam surat Al-Hujjurat ayat 6, Ibnu Katsir dalam penafsiran pada ayat
tersebut. Beliau dalam menyikapi sebuah berita yang dibawa oleh orang fasik,
harus benar-benar meneliti kembali dalam rangka untuk mewaspadainya.
Sehingga tidak ada seorang pun yang memberikan keputusan berdasarkan
perkataan orang fasik tersebut, dimana saat itu orang fasik tersebut berpredikat
sebagai seorang pendusta dan berbuat kekeliruan, sihingga orang yang
memberikan keputusan berdasarkan orang fasik itu berarti ia telah mengikutinya
dari belakang. Padahal Allah SWT. telah melarang untuk mengikuti jalan orang-
orang yang berbuat kerusakan. Dari sini pula, beberapa kelompok ulama
melarang untuk menerima riwayat yang diperoleh dari orang yang tidak diketahui
keadaannya karena adanya kemungkinan orang tersebut fasik. Namun kelompok
lain menerimanya, menurut mereka, kami ini hanya memerintahkan untuk
memberikan kepastian berita yang dibawa oleh orang fasik, sedangkan orang ini
tidak terbukti sebagai seorang fasik karena tidak ketahui keadaanya.
52
Menurut penulis ayat diatas juga memerintahkan untuk melakukan apa
yang telah Allah perintahkan di atas dan hindari apa yang tidak sejalan
dengannya dan janganlah engkau mengikuti apa-apa yang tiada bagimu
pengetahuan tentangnya. Jangan berucap apa yang tidak engkau ketahui, jangan
mengaku tahu apa yang tidak engkau tahu atau jangan mengaku dengar apa yang
engkau tidak dengar. Sesunnguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, yang
merupakan alat-alat pengentahuan semua itu yakni alat-alat itu masing-masing
tentangnya akan di tanyai bagaimana pemiliknya mengunakan dan juga akan
dituntut untuk mempertangungjawabkan bagaimana ia mengunakannya.
Selanjutnya ayat diatas merupakan peringatan kepada umat Islam agar
melakukan konfirmasi dan berhati-hati akan datangnya brita dari orang-orang
fasik yang bermaksut menyesatkan umat Islam. Karenanya umat Islam
dianjurkan untuk mengoreksi datangnya berita dari orang orang fasik karena bisa
membuat kerusakan. Hal ini dilakukan sebagai sebuah upaya mengantisipasi
datangnya berita hoax yang akan menyebabkan pertikaian, permusuhan,
keresahan dan penyesalan.
Setiap kali kita menerima berita atau informasi, maka kita tidak boleh
terburu-buru menyakininya sebagai sebuah berita yang valid apalagi
meneruskannya mengirimkan kepada orang lain. Tergesa-gesa itu dinilai sebagai
sebuah sikap buruk yang menyerupai sikap setan.
B. Tafsir Al-Maraghi dalam Menyikapi Hoax
Kitab suci Al-Qur‟an mengajarkan umatnya untuk selalu menyampaikan
berita dengan benar, karena menyampaikan kebenaran merupakan kunci dalam
meraih kebahagiaan dan terhindar dari segala hal yang tidak menentramkan umat.
Menyampaikan berita benar tersebut berarti berkata benar dengan sebenar-
53
benarnya istilah lainya menyampaikan sebuah berita sesuai fakta dan penuh
kejujuran.
Penafsiran surat Al-Hujjurat ayat 6 Al-Maraghi menafsirkan ayat tersebut
mengenai menanggapi sebuah berita bahwasanya apabila didatatangi oleh
seorang fasik yang terang-terangan meninggalkan syiar-syiar agama, dengan
membawa suatu berita, maka pertama-tama hendaklah mereka jangan
membenarkanya sehingga mereka mencari kepastian, dan hendaklah mereka
mencari keasliannya, dan jangan berpengan pada beria tersebut. Karena, orang-
orang yang tidak peduli dalam melakukan kefasikan tentu tidak peduli pula untuk
berbuat dusta, karena dusta termasuk cabang kefasikan. Hal itu perlu dilakukan
agar jangan sampai orang-orang mu‟min menimpakan suatu bencana kepada
suatu kaum yang tidak mereka ketahui hal ihwal mereka, lalu mereka menyesal
atas perbuatan yang terlanjur mereka lakukan dan berangan-angan sekiranya hal
itu tak pernah terjadi.
Ketika melihat pemaparan atau penafsiran Al-Maraghi mengenai
menanggapi sebuah berita dalam surat Al-hujjurat ayat 6 penulis dapat menarik
kesimpulan bahwa ayat diatas juga menunjukkan adanya penekanan Al-Qur‟an
terhadap nilai dasar keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt. ia diwujudkan
kedalam bentuk implementasi nilai kemanusiaan untuk menyikapi segala berita
yang datang dengan memeriksa secara teliti, tidak gegabah, dan tidak tergesa-
gesa dalam menerima berita sebelum kebenaran beritanya dianggap jelas.
Melalui ayat ini Allah memberikan pedoman bagi masyarakat agar berhati-
hati dalam menerima sebuah berita terutam berita bohong yang belum jelas
sumber keasliannya, yang datang dari akun-akun tidak bisa di pertanggung
jawabkan. Al-Qur‟an berpesan jika ada berita atau informasi yang kita dapati
hendaknya terlebih dahulu melakukan tabayyun dengan memeriksa secara teliti
suatu berita yang kita dapati.
54
Tuntutan umat Islam agar selalu melakukan klarifikasi saat menerima
sebuah berita, dalam hal ini sudah dianjurkan dalam Al-Qur‟an, sehingga
mewajibkan umat Islam untuk selalu melakukan tabayyun atau teliti kembali
dalam sebuah berita. Dalam hal ini diterangkan dalam QS. Al-Hujjurat (49): 6.
C. Persamaan dan Perbedaan antara Tafsir Ibnu Katsir dan Al Maraghi dalam
Menyikapi Hoax
1. Persamaan Kedua Mufasir
Berita adalah informasi yang penting bagi setiap orang, guna untuk
mengetahui sebuah peristiwa yang sedang terjadi. Sebagai orang yang
berilmu pengetahua hendaknya selektif dan kritis dalam menangapi berita-
berita yang tersebar di media sosial, kita senantiasa berpedoman pada Al-
Qur‟an. Karena Al-Qur‟anul karim adalah Mukjizat yang kekal, dan
kemukjizatannya selalu diperkuat oleh kemajuan ilmu pengetahuan.
Kesamaan yang telah dipaparkan dari kedua mufasir tersebut terhadap
surat Al-Hujjurat ayat 6 antara tafsir Ibnu Katsir dan Al-Maraghi memiliki
persamaan di dalam penafsiran dalam menanggapi sebuah berita.
Ibnu Katsir dan Al-Maraghi mempunyai persamaan di dalam metode
penafsirannya, keduanya mengunakan metode tahlili (analisi). Yang mana
metode tahlili yaitu metode ini berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat
Al-Qur‟an dari berbagai segi, sesuai dengan pandangan, kecendrungan dan
keinginan mufasir (Ibnu Katsir dan Al-Maraghi), dan sisitematikanya sesuai
dengan runtutan ayat-ayat yang terdapat dalam mushaf. Meskipun metode
yang digunakan Ibnu Katsir dan Al-Maraghi mengunakan metode yang sama,
akan tetapi langkah-langkah yang digunakan berbeda. Ibnu Katsir secara
garis besar langkah yang ditempuh yaitu, menyebutkan ayat lalu ditafsirkan
mengunakan bahasa yang mudah dan ringkas, mengemukakan hadis atau
55
riwayat yang ma‟ruf yang berhubungan dengan ayat yang sedang ditafsirkan
dan mengemukakan pendapat mufasir atau ulama sebelumnnya. Sedangkan
langkah-langkah yang ditempuh Al-Maraghi yaitu mengunakan ayat-ayat
dari awal pembahasan, menjelaskan kosa kata dan syarkh mufradat,
menjelaskan makna secara global, Selalu menampilkan asbab al-nuzul, selalu
berupaya untuk meningalkan islah-istilah yang berhubungan dengan ilmu
lain, dan mengunakan bahsa yang mudah agar di fahami oleh pembaca.
Selain mengenai metode, selanjutnya persamaan pada kedua mufasir
terdapat pada pengertian atau penerjemahan surat Al-Hujjurat ayat 6, dalam
penafsiran Ibnu Katsir mengartikan sebagai berikut: “Hai orang-orang yang
beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa sebuah berita, maka
periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada
suatu kaum tampa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu
menyesal atas perbuatan itu”. Sedangkan menurut penerjemahan Al-Maraghi
sebagai brikut: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu
orang fasik membawa suatu berita maka periksalah dengan teliti agar kamu
tidak menimpakan suatu musibah, kepada suatu kaum tanapa mengetahui
keadaanya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan kamu itu.
Ketika menafsirkan surat Al-Hujjurat ayat 6 kedua mufasir Ibnu
Katsir dan Al-Maraghi memiliki persamaan makna ayat yaitu bahwa Allah
telah memerintahkan agar benar-benar teliti dalam menangapi sebuah berita,
kita tidak boleh bertikdak gegabah untuk mempercayainya terlebih dahulu,
tetapi priksalah kejelasan suatu berita yang kita terima. Apalagi sebuah berita
yang dibawa oleh orang-orang fasik, kita wajib meneliti kembali berita yang
dibawanya dalam rangka mewaspadainya, sehingga tidak ada seorangpun
yang memberikan sebuah keputusan berdasarkan perkataan orang fasik.
Sehingga tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum lainnya.
56
Secara umum penafsiran ibnu Katsir dan Al-Maraghi mengenai dalam
menanggapi sebua berita dalam surat Al-Hujjurat ayat 6 memiliki persamaan
meskipun titik tekan keduannya tidak sama, akan tetapi keduanya justru
saling melengkapi. Selebihnya Ibnu Katsir dan Al-Maraghi memiliki titik
temu yang sama yakni dalam penafsiran menanggapi sebuah berita dalam
surat Al-Hujjurat ayat 6 sebagai rambu-rambu dan ajuran, sehingga kita
senantiasa tabayyun. Tuntutan umat Islam agar selalu melakukan klarifikasi
saat menerima sebuah berita.
2. Perbedaan kedua Mufasir
Setelah dipaparkan mengenai persamaan penafsiran Ibnu Katsir dan
Al-Maraghi tentang menanggapi sebuah berita dalam surat Al-Hujjurat ayat 6
pada subbab sebelumnya, maka pada subbab ini penulis akan mencoba
memaparkan mengenai perbedaan yang terdapat pada penafsiran Ibnu Katsir
dan Al-Maraghi mengenai menerima sebuah berita dalam surat Al-Hujjurat
ayat 6.
Menurut pandangan penulis, perbedaan yang pertama terdapat pada
Ibnu Katsir dan Al-Maraghi terletak pada corak penafsirannya, yang mana
Ibnu Katsir mengunakan corak bi ma‟sur atau bi riwayah. Penafsirannya
merujuk kepada riwayah, contoh penafsiran ayat dengan ayat al-Qur‟an yang
lain, menafsirkan ayat dengan hadis Nabi, menafsirkan ayat dengan
keterangan sahabat-sahabat Nabi dan ada juga ulama yang menambahkan
dengan penafsiran ayat dengan pendapat tabi‟in. Sedangkan Al-Maaraghi
mengunakan corak adab al ijtima‟i (sosial kemasyarakatan), yang mana
corak tafsir yang menerangkan petunjuk-petunjuk ayat al-Qur‟an yang
berhubungan dengan kehidupan masyarakat dan berupaya untuk
menangulangi masalah yang berada di masyarakat.
57
Bahwa setiap mufasir akan berusaha dalam menafsirkan ayat Al-
Qur‟an agar hasil tafsirnya tersebut dapat mudah dipahami dan bisa diterima
oleh masyarakat pada umumnya, dalam penulisan tafsir Ibnu Katsir dan tafsir
Al-Maraghi penulisannya telah mengunakan bahasa yang mudah di mengerti,
sehingga samapai sekarang ini, akan tetapi kedua mufasir tersebut masih
banyak sekali tanggapan yang positif dimata masyarakat. Ibnu Katsir dalam
penafsiran Al-Qur‟an selalu mengunakan bahsa yang masih umum,
sedangkan Al-Maraghi sudah terperinci bahkan menjurus kepada masalah,
dan ayat-ayat yang beliau tafsirkan selalu berhubungan dengan kehidupan
masyrakat.
Perbedaan pada penafsiran Ibnu Katsir dan Al-Maraghi dalam
menafsirkan lafat الفاسق keduanya memiliki pendapat yang berbeda. Ibnu
kasir dalam menafsirkan lafat الفاسق yaitu sebagai seorang pendusta dan
berbuat kekeliruan. Sedangkan Al-maraghi dalam menafsirkan kata الفاسق
yaitu orang yang keluar dari batasan-batasan agama.
Selanjutnya perbedaan yang terdapat pada penafsiran Ibnu Katsir dan
Al-Maraghi, merupakan perbedaan yang kecil sebagaimana ketika keduanya
memahami lafadz التبين. Yang mana Ibnu Katsir lebih luas dalam memahami
makna tabayyun dibanding dengan Al-Maraghi, Ibnu Katsir memaknainya
mewaspadai, yaitu mewaspadai sebuah berita yang dibawa oleh orang-orang
fasik. Sedangkan menurut Al-Maraghi tabayyun yaitu mencari kejelasan
artinya periksalah sebuah berita yang dibawa oleh orang-orang fasik untuk
mencari kejelasan sebenarnya.
58
Ibnu Katsir dan Al-Maraghi tidak memiliki perbedaan yang signifikan
antara keduanya dalam hal kuantitas, dimana Ibnu Katsir di dalam penafsiran
mengenai surat Al-hujjurat ayat 6 lebih sedikit dibandingkan dengan
penafsiran Al-Maraghi. Perbedaan-perbedaan yang terdapat pada penafsiran
Ibnu Katsir dan Al-Maraghi dalam surat Al-Hujjurat ayat 6 tidak menjadikan
keduanya saling bertentangan, akan tetapi justru saling melengkapi antara
satu dengan yang lain.
59
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari beberapa data yang dikemukakan dalam bab-bab sebelumnya. Dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Penafsiran Ibnu Katsir surat Al-hujjurat ayat 6 dalam menyikapi sebuah berita
yang dibawa oleh orang fasik, harus benar-benar meneliti kembali dalam
rangka untuk mewaspadainya. Sehingga tidak ada seorang pun yang
memberikan keputusan berdasarkan perkataan orang fasik, dimana saat itu
orang fasik tersebut berpredikat sebagai seorang pendusta dan berbuat
kekeliruan, sehingga orang yang memberikan keputusan berdasarkan orang
fasik itu berarti ia telah mengikutinya dari belakang. Padahal Allah SWT
telah melarang untuk mengikuti jalan orang-orang yang berbuat kerusakan.
Ayat diatas merupakan salah satu peringatan kepada umat Islam agar
melakukan konfirmasi dan berhati-hati akan datangnya berita dari orang-
orang fasik yang bermaksud menyesatkan umat islam, sikap kita sebagai umat
muslim setiap kali menerima berita adalah tidak boleh terburu meyakini
sebuah berita apalagi menyebar luaskannya.
2. Penafsiran surat Al-Hujjurat ayat 6, Al-Maraghi menafsirkan bahwasannya
apabila di datangi oleh seorang fasik yang terang-terangan meninggalkan
syiar-syiar agama, dengan membawa suatu berita, maka pertama-tama
hendaklah mereka jangan membenarkanya sehingga mereka mencari
kepastian, dan hendaklah mereka mencari keasliannya, dan jangan berpegang
pada berita tersebut. Karena orang-orang yang tidak peduli dalam melakukan
kefasikan tentu tidak peduli pula untuk berbuat dusta, karena dusta termasuk
cabang kefasikan. Hal itu perlu dilakukan agar jangan sampai orang-orang
mu‟min menimpakan suatu bencana kepada suatu kaum yang tidak mereka
60
ketahui hal ihwal mereka, lalu mereka menyesal atas perbuatan yang terlanjur
mereka lakukan dan berangan-angan sekiranya hal itu tak pernah terjadi. Jadi
bagi masyarakat sebagai konsumen agar selalu berhati-hati dalam menerima
sebuah berita terutama berita yang belum jelas sumber keasliannya.
3. Perbandingan penafsiran surat al-Hujjurat ayat 6 dalam kitab tafsir ibnu katsir
dan al-Maraghi, adalah ketika Ibnu Katsir menjelaskan tentang tidak
dibolehkannya mengikuti atau mempercayai berita yang dibawa orang fasik
sehingga umat islam tidak akan tergoyah untuk mengikuti jejak fasik
dibelakangnya, sedangkan Al-Maraghi cenderung memberikan arahan untuk
mewaspadai sifat dan hal ihwal orang-orang fasik sehingga umat mampu
bertabayun, dan tidak akan menyesal atas perbuatan yang terlanjur mereka
lakukan karena asal mempercayai orang fasik. Selebihnya Ibnu Katsir dan Al-
Maraghi memiliki titik temu yang sama yakni dalam penafsiran menanggapi
sebuah berita dalam media sosial seharusnya senantiasa tabayyun.
B. Saran-saran
Dalam penelitian skripsi kali ini penulis hanya memfokuskan dalam
memahami tema tentang menanggapi sebuah berita, yang terdapat dalam Al-
Qur‟an surat al-Hujjurat ayat 6 dengan memadukan penafsiran Ibnu Katsir dan
Al-Maraghi. Maka dari itu penulis berharap kemudian hari ada penulis yang
menyempurnakan penelitian ini dengan bahasa dan penafsiran yang lebih luas
lagi.
Oleh karena itu penulis juga berharap ada penelitian lanjutan yang lebih
baik, terhdap ayat-ayat yang berhubungan dengan sebuah berita dalam Al-
Qur‟an, dan penulis juga berharap agar penelitian selanjutnya mampu mengali
kajian yang lebih mendalam lagi. Terakhir, semoga skripsi ini bermanfaat dan
memberikan sedikit pengetahuan untuk penulis khusunya, para pembaca sekalian
dan orang lain pada umumnya. Aamiin.
61
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur‟an Al-Karim dan Terjemah Bahasa Indonesia (Ayat Pojok). Jilid 2. Kudus:
Menara Kudus. 2006.
Al Maraghi, Ahmad Mushthafa. Terjemah Tafsir Al-Maraghi, juz 22. Semarang: PT
Karya Toha Putra, 1992.
Al-Maraghi, Ahmad Musthafa. Tafsir Al-Maraghi. juz 26. Semarang: Toha Putera.
1987.
Ar-Rifa‟i, Muhammad Nasib. Kemudahan dari Allah Ringkasan Ibnu Katsir, Jilid 4.
Jakarta: GEMA INSANI. 1989.
Al-Khafid Ibnu Katsir ad-Dimasqi, Al-Imam Abi Fida‟. Tafsir Al-Qur‟an al-Adzim.
Bairut: Maktabah an-Nurul al-Ilmiyah.
Ahmad bin Hambal. Musnad Al Imam Ahmad bin Hambal, Jld 4. Bairut: Darul Fikir.
Anshori. Ulumul Quran. Jakarta: Raja Wali Press, 2013.
Arsyad, Amir. “Istiqomah dalam Al-Qur‟an (prespektif tafsir Al-Maraghi)”, Skripsi
UIN Raden Intan, Lampung. 2017.
Baidan, Nasrudin. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Pustaka pelaja, 2005.
Firmansyah, Ricky. “Web Klarifikasi Berita Untuk Meminimalisir Penyebaran Berita
Hoax”. Jurnal vol. 4, No. 2, September 2017.
62
Ghofur, Saiful Amin. Para Profil Mufassir Al-Qur‟an. Yogyakarta: Pustaka Insan
Madani, 2008.
Hadi, Khoirul. “Karaktristik Tafsir Al-Maraghi dan Penafsirannya Tentang Akal”.
Jurnal Studia Islamika, Vol. 11, No. 1, Juni 2014.
Hosen, Nadirsyah. Tafsir Al-Qur‟an di Medsos: Menkaji Makna dan Rahasia Ayat
Suci pada Era Media Sosial. Yogyakarta: PT Bentang Pustaka, 2017.
Idnan, A. Idris. Klarifikasi Al-Qur‟an atas Berita Hoax. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo, 2018.
Juliswara, Vibriza. “Mengembangkan Model Literasi Media yang Berkebhinnekaan
dalam Menganalisis Informasi Berita Palsu (Hoax) di Media Sosial”. Jurnal
Pemikiran Sosiologi, vol 4, No. 2, Agustus 2017.
Katsir, Ibnu. Tartib wa Tahdzib al-Kitab Bidayah wa Nihayah, diterjemahkan oleh
Abu Ihsan al-Atsari, al-Bidayah wa al-Nihayah Masa Khulafa‟ur Rasyidin.
Jakarta: DARUL HAQ, 2004.
Khalil al-Qattan, Manna. Studi Ilmu-Ilmu Qur‟an, Cet. 17. Bogor: Litera AntarNusa,
2016.
Kuswaya, Adang. Tafsir Sosio Tematik Hermeneutika Al-Qur‟an. Salatiga: LP2M-
Press, 2015.
Maulana, Lutfi. “Kitab Suci dan Hoax: Pandangan AL-Qur‟an dalam Menyikapi
Berita Bohong”. Jurnal Ilmiah Agama dan Budaya. Vol. 2, No. 2, Desember
2017.
63
Naha Rani, Ni Luh Ratih. “Persepsi Jurnalis dan Praktisi Humas terhadap Nilai
Berita”. jurnal vol 10, No. 1, Juni 2013.
Rifa‟i, Moh. Fiqih Islam Lengkap. Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2014.
Rahman, Andi. Cermat dalam Menyebarkan Berita di Media Sosial. Ciputat: Majalah
Nabawi, 2017.
Salim, Muin. Metodologi Ilmu Tafsir. Cet. 1. Yogyakarta: TERAS, 2005.
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an. Vol.
12. Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Syafe‟i, Rachmat. Pengantar Ilmu Tafsir. Bandung: Pustaka Setia, 2006.
Syaifullah, Ilham.“Fenomena Hoax di Media Soaial Dalam Pandangan
Hermeneutika”, Skripsi Fakultas Usuludin dan Filsafat UIN Sunan Ampel,
Surabaya. 2018.
Wirdiyana, Salwa Sofia. “Hoax Dalam Pandangan Al-Qur‟an”, Skripsi fakultas
Ususludin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. 2017.
64
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : M.Khoirul Adha
Tanggal Lahir : 05 Mei 1997
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Alamat : Jl. H. Kadri 001/007 Desa. Topang, Kec. Rangsang, Kab. Meranti,
Riau.
RIWAYAT PENDIDIKAN
Tamatan:
Taman kanak-kanak (TK) Annur P. Mayang Tahun 2003
Sekolah Dasar Negeri (SDN) 22 Topang Tahun 2009
Madrasah Tsanawiyah (MTS) Syarif Hidaya Tullah Topang Tahun 2012
Madrasah Aliah (MA) Al-Manar Tahun 2015
Pengalaman Organisasi
Seksi bidang kebersihan OSIS MTs Syarif Hidaya Tullah Topang Priode
2010/1011
Seksi bidang Perlengkapan OSIS MA Al-Manar priode 2012/2013
Ketua Asrma Pondok Pesantren Darul Quddusissalam priode 2013-2014
Seksi bidang Pendidikan Pondok Pesantren Darul Quddusissalam Priode
2015-2016
Seksi bidang kesehatan Pondok Pesantren Darul Quddusissalam priode 2017-
2018