materi tutorial
DESCRIPTION
DMF 2TRANSCRIPT
I. SIKLUS SEL
Secara umum, jumlah sel yang ada pada suatu jaringan merupakan fungsi merupakan
fungsi kumulatif antara masuknya sel baru dan keluarnya sel yang ada pada populasi.
Masuknya sel baru ke dalam populasi jaringan sebagian besar ditentukan oleh kecepatan
proliferasinya, sementara sel dapat meninggalkan populasinya karena kematian sel ataupun
karena berdiferensiasi menjadi jenis sel lain. Oleh karena itu, meningkatnya jumlah sel
dalam populasi tertentu dapat terjadi karena peningkatan proliferasi ataupun karena
penurunan kematian atau diferensiasi sel. (Robbins, 2007)
Gambar :
Mekanisme yang mengatur populasi sel. Jumlah sel dapat berubah dengan meningkat atau
menurunnya angka kematian sel (apoptosis) atau melalui perubahan pada angka
proliferasi atau diferensiasi. (Dimodifikasi dari McCarthy NJ, et al: Apoptosis in the
development of the immune system: growth factors, clonal selection and bcl-2. Cancer
Metastasis Rev 11: 157, 1992)
Proliferasi sel dapat dirangsang oleh faktor pertumbuhan intrinsik, jejas, kematian sel,
atau bahkan oleh deformasi mekanis jaringan. Mediator biokimiawi dan/ atau tekanan
mekanis yang terdapat dalam lingkungan mikro setempat secara khusus dapat merangsang
atau menghambat pertumbuhan sel. Oleh karena itu, kelebihan stimulator atau kekurangan
inhibitor menyebabkan pertumbuhan sel yang sesungguhnya. Meskipun pertumbuhan
dapat dicapai dengan memperpendek panjang siklus sel atau menurunkan laju sel yang
hilang, kendali pengaturan yang terpenting adalah penginduksian sel istirahat (resting
cells) (pada fase G0) agar memasuki siklus sel. Penting untuk diingat bahwa berbagai
sinyal dari lingkungan setempat tidak hanya dapat mengubah kecepatan proliferasi sel,
tetapi dapat pula mengubah kemampuan diferensiasi dan sintesisnya. (Robbins, 2007)
Proliferasi Sel Normal : Siklus Sel
Sel yang sedang berproliferasi berkembang melalui serangkaian tempat dan fase yang
sudah ditentukan yang disebut siklus sel. Siklus sel tersebut terdiri atas (secara berurutan)
fase pertumbuhan prasistesis 1 atau G1; fase sintesis prasintesis 2 atau G2; dan fase mitosis
atau atau M. Sel istirahat berada dalam keadaan fisiologis yang disebut G 0. Dengan
mengecualikan jaringan yang terutama tersusun atas sel yang mengalami diferensiasi tahap
akhir dan tidak membelah, yang semuanya berada dalam G0, sebagian besar jaringan matur
terdiri atas sel dalam suatu kombinasi dari berbagai keadaan.
Masuk dan berkembangnya sel melalui siklus sel dikendalikan melalui perubahan
pada kadar dan aktivitas suatu kelompok protein yang disebut siklin. Pada tahapan tertentu
siklus sel, kadar berbagai siklin setelah didegradasi dengan cepat saat sel bergerak melalui
siklus tersebut. Siklin menjalankan fungsi regulasinya melalui pembentukan
kompleksdengan (CDK, cyclin-dependent kinases). Kombinasi yang berbeda dari siklin
dan CDK berkaitan dengan setiap transisi penting dalam siklus sel, dan kombinasi ini
menggunakan efeknya dengan memfosforilasi sekelompok substrat protein terpilih
(protein fosforilatkinase; protein kontraregulasi yang disebut protein defosfoorilat
fosfatase).
Fosforilasi dapat menimbulkan perubahan konformasi bergantung pada proteinnya
yang secara potensial:
1. Mengaktivasi atau menginaktivasi suatu aktivitas enzimatik.
2. Menginduksi atau mengganggu interaksi protein.
3. Menginduksi atau menghambat pengikatan protein pada DNA.
4. Menginduksi atau mencegah katabolisme protein.
Contoh spesifik adalah CDK1, yang mengendalikan transisi penting dari G2 menjadi
M. Pada saat sel masuk dalam G2, siklin B disintesis, dan berikatan pada CDK1.
Kompleks siklin B-CDK1 ini di aktifasi melalui fosforilasi, kemudian kinase aktif
memfosforilasi berbagai protein yang terlibat dalam mitosis, meliputi protein yang terlibat
dalam replikasi DNA, depolimerisasi lapisan inti, dan pembentukan spindle mitosis.
Setelah pembelahan sel, siklin B dipecah melalui jalur proteasom yang tersebar luas; sel
tidak akan mengalami mitosis lebih lanjut sampai terdapat rangsang pertumbuhan dan
sintesis siklin yang baru.
Gambar :
Siklus A : Tahapan siklus sel. Tahap G1 (prasintesik) dan S (sintetik) pada umumnya
mengatur sebagian besar waktu siklus sel; fase M (mitosis) secara khusus bersiklus
pendek. Perhatikan bahwa saat beberapa populasi sel secara terus-menerus mengalami
siklus dan proliferasi (misalnya, sel progenitor hematopoietic), sebagian besar sel di
dalam tubuh beristirahat dan berada dalam tahap G0.
Gambar :
Siklus B : Pengontrolan kemajuan siklus sel. Cyklin-dependent kinase (CDK) disintesis
secara konstitutif, tetapi hanya diaktifkan jika menyatu dengan siklin. Siklin (ditunjukkan
sebagai protein globular) hanya disintesis pada tahap tertentu siklus sel dan kemudian
didegradasi saat sel meningkat ke fase berikutnya; saat siklin didegradasi CDK yang
sesuai akan menjadi inaktif. Nama siklin dan CDK di sini disederhanakan secara sengaja
dan umum; lihat C untuk contoh khusus nama salah satu tahap siklus yang aktual.
Gambar :
Siklus C : Regulasi aktivitas CDK1 kinase oleh siklin B pada perubahan fase G2 M.
Pengikatan siklin B yang baru disintesis terhadap CDK1 kinase inaktif pada permulaan
G2 menghasilkan suatu kompleks yang dapat diaktifkan melalui fosforilasi. Kompleks
kinase aktif ini kemudian memfosforilasi sejumlah protein penting dalam mengatur
transisi G2 M. Setelah mitosis, siklin B berdisosiasi dari kompleksnya dan didegradasi,
meninggalkan kinase CDK1 inaktif, yang dapat memasuki kembali siklus pada tahap G2
berikutnya.
Selain dari sintesis dan pemecahan siklin, kompleks siklin-CDK juga diatur melalui
pengikatan inhibitor CDK. Kompleks ini sangat penting dalam mengatur tahapan siklus sel
(G1 S dan G2 M), yaitu tahapan saat sel memeriksa bahwa DNA-nya telah direplikasi
dengan cukup atau semua kesalahan telah dipulihkan sebelum bergerak lebih lanjut.
Kegagalan pemantauan secara memadai terhadap keakuratan DNA akan menyebabkan
akumulasi dan transformasi ganas yang mungkin terjadi. Oleh karena itu, sebagai contoh,
pada saat DNA dirusak (misalnya, oleh iradiasi ultraviolet), protein supresor tumor TP53
(P53) yaitu suatu protein fosforilasi dengan berat molekul 53kD) akan distabilkan dan
menginduksi transkripsi CDKN1A (dulu P21), suatu inhibitor CDK. Inhibitor ini menahan
sel dalam fase G1 atau G2 sampai DNA dapat diperbaiki; pada tahapan tersebut, kadar
TP53 menurun, CDKN1A berkurang, dan sel dapat melanjutkan tahapan. Jika kerusakan
DNA terlalu luas, TP53 akan memulai suatu kaskade peristiwa untuk meyakinkan sel agar
melakukan apoptosis. (Robbins, 2007)
Potensi Proliferatif Jenis Sel yang Berbeda. Berdasarkan kemampuan regenerasi serta
hubungannya terhadap siklus sel, sel tubuh dibagi menjadi tiga kelompok. Dengan
mengecualikan jaringan yang terutama tersusun atas sel permanen yang tak membelah
(misalnya, otot jantung dan saraf), sebagian besar sel matur memiliki perbandingan jumlah
yang beragam antara sel yang terus membelah, sel istirahat yang terkadang kembali ke
siklus sel, dan sel yang tidak membelah. Kemampuan sel untuk berproliferasi pada
umumnya berbanding terbalik dengan tingkat diferensiasinya.
Sel labil
Sel ini terus membelah (dan terus-menerus mati). Regenerasi terjadi dari suatu populasi sel
stem dengan kemampuan berproliferasi yang relatif tidak terbatas. Pada saat sel stem
membelah satu anak sel mempertahankan kemampuannya untuk membelah (perbaruan
diri), sementara sel lainnya berdiferensiasi menjadi sel non mitotic yang melanjutkan
fungsi normal jaringan. Sel labil meliputi sel hematopoiesis dalam sumsum tulang yang
juga mewakili sebagian besar epitel permukaan yaitu permukaan skuamosa bertingkat
pada kulit, rongga mulut, vagina, dan serviks; epitel kuboid pada duktus yang mengalirkan
produksi organ eksokrin (misalnya kelenjar liur pancreas traktus biliaris; epitel kolumnar
pada traktus gastrointestinal, uterus dan tuba falopii; serta epitel transisional pada saluran
kemih.
Sel stabil
Dalam keadaan normalnya sel ini dianggap istirahat (atau hanya mempunyai kemampuan
replikasi yang rendah)\ tetapi mampu membelah diri dengan cepat dalam hal merespon
cidera. Sel stabil menyusun parenkim pada jaringan kelenjar yang paling padat, yaitu hati,
ginjal, pancreas, dan sel endotel yang melapisi pembuluh darah,serta fibroblast dan sel
jaringan ikat otot polos (mesenkim); proliferasi fibroblast dan sel otot polos sangat penting
dalam hal merespons cedera dan penyembuhan luka. (Robbins, 2007)
Sel permanen
Sel ini dianggap mengalami diferensiasi tahap akhir dan nonproliferatif dalam kehidupan
pascakelahiran. Yang termasuk dalam kategori ini adalah sebagian besar neuron dan sel
otot jantung. Oleh karena itu, cedera pada otak atau jantung bersifat irreversible dan hanya
menimbulkan jaringan parut karena jaringan tidak dapat berproliferasi. Meskipun otot
rangka biasanya dikategorikan sebagai jenis sel permanen, sel satelit yang melekat pada
selubung endomisium benar-benar memberikan suatu kemampuan regenerasi. Terdapat
juga beberapa bukti bahwa sel otot jantung dapat berproliferasi setelah terjadi nekrosis
miokard.
Mediator Terlarut
Gambaran umum. Pertumbuhan dan diferensiasi sel bergantung pada sinyal ekstraksel
yang berasal dari mediator terlarut dan matriks ECM. Meskipun banyak mediator kimiawi
memengaruhi pertumbuhan sel, yang terpenting adalah factor pertumbuhan polipeptida
yang beredar di dalam serum atau yang diproduksi secara local oleh sel. Sebagian besar
factor pertumbuhan memiliki efek pleiotropik; yaitu selain merangsang proliferasi sel,
factor ini juga memerantarai beragam aktivitas lainnya, termasuk migrasi dan diferensiasi
sel serta remodeling jaringan sehingga terlibat dalam berbagai tahap penyembuhan luka.
Faktor pertumbuhan menginduksi proliferasi sel dengan memengaruhi pengeluaran gen
yang terlibat dalam jalur pengendalian pertumbuhan normal, yang disebut protoonkogen.
Pengeluaran gen ini diatur secara ketat selama regenerasi dalam pemulihan normal.
Perubahan pada struktur atau pengeluaran protoonkogen dapat mengubah gen tersebut
menjadi onkogen, yang berperan pada karakteristik pertumbuhan sel yang tidak terkendali
pada kanker; oleh karena itu, proliferasi sel normal dan abnormal dapat mengikuti jalur
yang serupa. Terdapat suatu daftar panjang (dan terus bertambah) mediator terlarut yang
dikenal. Daripada berupaya untuk menyusun daftarnya yang melelahkan, dalam bab
selanjutnya kami akan menyoroti molekul terpilih dan terbatas pada molekul yang
berperan pada proses penyembuhan. Untuk saat ini, kami membahas konsep umum serta
jalur pemberian sinyal yang lazim. (Robbins, 2007)
Pemberian Sinyal oleh Mediator Terlarut. Pemberian sinyal dapat terjadi secara
langsung antara sel yang berdekatan, atau melewati jarak yang lebih jauh. Sel yang
berdekatan berhubungan melalui gap junction yaitu saluran hidrofilik sempit yang
menghubungkan kedua sitoplasma sel dengan baik. Saluran tersebut memungkinkan
pergerakan ion kecil, berbagai metabolit dan molekul second-messenger potensial, tetapi
bukan makromolekul yang lebih besar. Pemberian sinyal ekstrasel melalui mediator
terlarut terjadi dalam empat bentuk yang berbeda.
Pemberian sinyal autrokin; saat suatu mediator terlarut bekerja secara menonjol (atau
bahkan eksklusif) pada sel yang menyekresinya. Jalur ini penting pada respons imun
(sitokin) dan pada hyperplasia epitel kompensatoris (misalnya,regenerasi hati)
Pemberian sinyal parakrin, berarti mediator hanya memengaruhi sel yang sangat
berdekatan. Untuk melaksanakannya, hanya memerlukan difusi minimal, yang
sinyalnya didegradasi dengan cepat, dibawa oleh sel lain, atau terperangkap di dalam
ECM. Jalur ini penting untuk merekrut sel radang menuju tempat infeksi dan untuk
proses penyembuhan luka terkontrol.
Sinaptik, yang jaringan saraf yang teraktivasinya menyekresi neurotransmitter pada
suatu penghubung sel khusus (sinaps) menuju sel target, seperti saraf atau otot lain.
Endokrin, yang substansi pengaturnya,misalnya hormon, dilepaskan ke dalam aliran
darah dan bekerja pada sel target yang berjauhan.
A. Growth Factors
Faktor-faktor yang mempromosikan organ atau organisme tumbuh secara operasional
dibagi menjadi tiga kelas besar :
1. Mitogens, yang menyimulasi pembelahan sel, mula-mula dengan membebaskan kontrol
negatif intraseluler yang dengan kata lain memblok proses siklus sel.
2. Growth factors, dimana menyimulasi pertumbuhan sel (penambahan masa sel) dengan
mempromosikan sintesis protein dan makromolekul lain dan dengan meng-inhibisi
degradasi sel-sel.
3. Survival factors, dimana mempromosikan kemampuan bertahan sel dengan menekan
apoptosis.
Growth factor adalah suatu peptida yang merangsang pertumbuhan dengan cara
mensintesis DNA dan juga mengatur proses mitosis sel. Bentukan peptida pada growth
factor ini dibagi menjadi 2 yaitu polipeptida dan neuropeptida. Polipeptida yang
mempunyai molekul besar dan bekerja melalui jalur tyrosine kinase. Polypeptida
merupakan faktor pertumbuhan yang akan mengadakn ikatan dengan reseptor faktor
pertumbuhan dalam membran sel. Ikatan ini menimbulkan signal transduksi yang melalui
jalur tyrosin kinase diteruskan ke PKC yang kemudian diteruskan lagi ke dalam inti sel.
Neuropeptida mempunyai molekul kecil bekerja melalui jalur non tyrosin kinase. Ikatan
yang terjadi juga menimbulkan signal transduksi melalui jalur tyrosyn kinase dan serine
theroine kinase diteruskan ke dalam inti sel. Adapun macam-macam growth factor antara
lain:
1. EGF : epidermal growth factor
2. FGF : fibroblast growth factor
3. IL_3 : interleukin_3
4. IL_6 : interleukin_6
5. PDGFβ : pletelete derived GFβ
6. IGF_1 : insuline growth factor 1
7. IGF_2 : insuline growth factor 2
8. GM_SCF : granulocyt-monocyt colony stimulating factor
Proses pengkodean pembentukan growth factor diatur oleh suatu gen misalnnya c-sis, myc,
abl, int-1, int-2.
Growth Factor Reseptor
Growth factor reseptor adalah protein transmembran yang terdapat pada membran sel yang
mempunyai bagian yang menonjol keluar membran dan menonjol kedalam sitoplasma.
Growth factor receptor ada yang mempunyai dan tidak mempunyai enzim tyrosin kinase.
Ada bermacam-macam growth factor receptor seperti:
1. EGFR : Epidermal growth factor receptor
2. TGFR : Transforming growth factor receptor
3. IGFR : Insuline growth factor receptor
4. CSF-1R : Colony stimulating factor 1 receptor
5. PDGFR : Pletelet derived growth factor receptor
6. NGFR : Nerve growth factor receptor
7. ILGFR : Insuline like growth factor receptor
8. SCGFR : Stem cell growth factor receptor
Growth factors merupakan faktor luar yang berperan dalam siklus sel dan berhubungan
dengan hormonal. Abnormalitas dalam growth factors dapat menyebabkan protein terlalu
terekspresi sehingga siklus sel menjadi terlalu terstimulasi atau dapat pula dengan
ketidakhadiran protein menyebabkan siklus sel ter-inhibisi.
Di setiap membran sel terdapat banyak reseptor. Ketika terdapat rangsangan dari
growth factor akan menyebabkan membran sel menghasilkan beberapa macam zat seperti
DAG (diacetylglycerol), proteinkinase c dan second messager yang berupa phospholipid.
DAG berfungsi untuk mengaktifkan protein kinase c, protein kinase c berfungsi untuk
mempercepat proses transkripsi RNA. Setelah terbentuk RNA massanger dari proses
transkripsi, RNA massanger akan bergerak keluar dari membran inti menuju ke ribosom,
kemudian dari ribosom terjadi proses translasi RNA. Pada proses translasi RNA messanger
akan membentuk anti sense dan kemudian ribosom akan mulai membentuk rantai
polpeptida sesuai dengan kode gen pada RNA messanger. kemudian protein-protein itu
tadi akan masuk kembali kedalam inti untuk keperluan replikasi DNA.
Jalan sinyal proliferasi sel : Pengikatan growth factor menjalankan pengaliran jalan sinyal intraseluler dimana
mengaktifkan regulasi protein nuklear yang memicu pembelahan sel. Sebagai contoh, protein nuklear difosforilasi, protein nuklear
lainnya (myc) dilepaskan dan lalu mampu untuk menstimulasi produksi protein CDK.
B. Jam Biologis Perbaikan Sel
Tubuh manusia mempunyai beribu-ribu sistem pengatur. Jam biologis adalah suatu
pola yang diatur secara internal oleh tubuh. Pola ini untuk menjaga keseimbangan
(homeostasis), misalnya temperatur tubuh dan regenerasi sel. Untuk regenerasi sel sendiri,
dapat diatur oleh sistem hormon. Hormon diangkat melalui cairan ekstrasel menuju
seluruh bagian tubuh untuk mengatur fungsi sel. Hormon tiroid dapat meningkatkan
kecepatan sebagian besar reaksi kimia di dalam semua sel dan aktivitas metabolisme yang
berarti hormon tiroid membantu mengatur tempo aktivitas tubuh. Sel-sel tubuh yang rusak
pun dipicu oleh hormon yang bernama Human Growth Hormon (HGH) yang bekerja pada
waktu tertentu dan jangka waktu tertentu pula.
DAFTAR PUSTAKA
Robbins. 1995. Buku Ajar Patologi I. Alih bahasa : Staff Pengajar Laboratorium Patologi
Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya. Jakarta : EGC
Sukardja, I Dewa Gede. 2000. Onkologi Klinik Ed-2.Surabaya : Airlangga University Press