materi 9 pdf

Upload: megis-hefrindha

Post on 25-Feb-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/25/2019 Materi 9 PDF

    1/20

    PERAN KEKHAWATIRAN MENDAPAT SANKSI PROFESIONAL

    DALAM PROFESIONALISMA DAN INDEPENDENSI AUDITOR:

    PENGUJIAN TEORI KOGNITIF SOSIAL

    FRANCISCA RENI RETNO ANGGRAINIUniversitas Sanata Dharma

    ZAKI BARIDWAN

    SUWARDJONO

    HARDO BASUKIUniversitas Gadjah Mada

    Abstract

    Scandals in auditing have deteriorated the credibility of the accounting

    profession. The lower law enforcement and concentrated ownershipstructure in Indonesia (La Porta et al, 1999; Siregar, 2006) led to auditor to

    lower independence. This study uses social cognitive theory in modeling.

    Based on social cognitive theory, law enforcement influences auditors

    concern to professional sanction. Then, concern to professional sanction is

    kognitif which influence to auditors independence. The objectives of this

    research are examine the effect of work context to the level of auditors

    concern to professional sanction, the role of auditors concern to

    professional sanction to his or her professionalism and independence.

    Based on scenario-based surveys in Jakarta, Surabaya, Semarang,

    Denpasar, Yogyakarta, we got 186 eligible questionnaires (83

    questionnaires from auditors working in non big 4 accounting firms and 103questionnaires from auditors who work in big 4 firms). This study uses

    multiple regression analysis and independent sample test.

    This study found that work context did not influence the level of auditors

    concern to professional sanction but auditors concern to professional

    sanction influence his or her independence to auditee. Finally, this research

    provides evidence that professionalism and concern to professional sanction

    have substitution effect to auditors independence.

    Keywords: concern to professional sanction, auditors independence, work

    context.

  • 7/25/2019 Materi 9 PDF

    2/20

    Pendahuluan

    Kemunculan berbagai macam skandal antara auditor dan kliennya (teraudit)

    menyebabkan penurunan kepercayaan publik terhadap profesionalisma auditor. Hal ini

    tidak dapat dihindarkan karena posisi auditor yang mengakibatkan ia tidak dapat

    bertindak profesional. Di dalam pedoman Komite Nasional Kebijakan Governance

    (KNKG, 2006) dikatakan bahwa auditor dipilih dan diangkat oleh RUPS (Rapat Umum

    Pemegang Saham) melalui dewan komisaris. Akan tetapi pada kenyataannya, banyak

    didapati RUPS menyerahkan kewenangannya kepada dewan direksi. Dalam kondisi

    demikian, dewan direksi memiliki posisi yang lebih kuat untuk mengatur pelaksanaan

    audit terhadap laporan keuangan perusahaan. Di sisi auditor, kelangsungan usaha

    mungkin juga menjadi pertimbangan ketika menerima penugasan audit. Hal ini

    mengakibatkan auditor tidak dapat bertindak profesional sehingga pada gilirannya tidak

    dapat bertindak independen. Kasus Enron menunjukkan bukti bahwa auditor tidak

    berdaya menghadapi teraudit ketika teraudit dapat memberikan pendapatan yang besar

    bagi dirinya (Zeff, 2003).

    Munculnya skandal-skandal audit menimbulkan reaksi dari IAI (Ikatan Akuntan

    Indonesia), IAPI (Institute Akuntan Publik Indonesia), dan pemerintah untuk mengatur

    pekerjaaan akuntan dan auditor. Untuk meningkatkan profesionalisma auditor, IAI dan

    IAPI telah membuat kebijakan untuk mengatur kembali proses pendidikan akuntansi di

    Indonesia (Akuntan Indonesia, 2012: 8). Kebijkan ini dilakukan untuk meningkatkan

    pengetahuan dan ketrampilan auditor. Di samping itu, Pemerintah Indonesia juga telah

    mengesahkan UU Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik dan Peraturan

    Pemerintah Nomor 84 Tahun 2012 tentang Komite Profesi Akuntan Publik. Salah satu

    tugas Komite Profesi Akuntan Publik adalah memberikan pertimbangan terhadap

    kebijakan pemberdayaan, pembinaan, dan pengawasan akuntan publik dan KAP. Hal ini

    dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan, tata kelola yang baik, dan

    keperluan perpajakan.

    Kebijakan IAI dan IAPI serta pengesahan dua peraturan di atas diharapkan dapat

    meningkatkan kualitas pekerjaan auditor dan pada akhirnya akan meningkatkan

    kepercayaan publik terhadap pasar modal Indonesia. Di sisi lain, kedua peraturan di atas

    meningkatkan risiko bagi auditor dalam melaksanakan pekerjaannya. Hal ini dapat

    menimbulkan kekhawatiran bagi auditor bahwa ia kemungkinan akan mendapat sanksi

    profesional ketika keliru dalam memberikan opini audit. Kekhawatiran auditormendapat sanksi profesional memungkinkan auditor berhati-hati dalam memberikan

  • 7/25/2019 Materi 9 PDF

    3/20

    opini. Hal ini akan meningkatkan independensi auditor. Oleh karena itu, kekhawatiran

    mendapat sanksi profesional tidak hanya dipengaruhi oleh ada tidaknya peraturan yang

    mengatur tetapi juga apakah peraturan tersebut dilaksanakan dengan baik atau tidak.

    Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah kekhawatiran mendapat sanksi

    profesional berperan penting dalam peningkatan kinerja auditor. Penelitian ini

    mendasarkan pada teori kognitif sosial (social cognitive theory). Teori kognitif sosial

    menyatakan bahwa dalam membuat keputusan individu terdapat tiga elemen yang

    saling terkait satu sama lain yaitu perilaku, kognitif, dan lingkungan. Pengembangan

    kognitif seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempat orang tersebut membuat

    keputusan. Anggraini et al.(2013) menemukan bahwa pengembangan profesionalisma

    auditor dipengaruhi oleh tempat auditor bekerja. Hal ini berarti lingkungan kerja

    berpengaruh terhadap kognitif, yang ditunjukkan oleh profesionalisma. Selain itu,

    lingkungan kerja juga berpengaruh terhadap perilaku, yang ditunjukkan oleh

    independensi. Penelitian ini mengidentifikasi lingkungan hukum sebagai faktor yang

    diduga berpengaruh terhadap pengembangan kognitif dan perilaku seseorang. Berdasar

    teori kognitif sosial, kekhawatiran mendapat sanksi profesional merupakan suatu hasil

    proses kognitif yang terbentuk dari pengalaman individu dalam mempersepsikan

    lingkungan hukum. Pengalaman auditor di dalam suatu lingkungan hukum akan

    menimbulkan persepsi dan penilaian terhadap risiko terkena sanksi profesional. Hal ini

    akan menimbulkan tingkat kekhawatiran mendapat sanksi profesional.

    Penelitian ini menunjukkan bukti empiris bahwa pertama, tidak ada perbedaan

    kekhawatiran mendapat sanksi profesional antara auditor yang bekerja di KAP big 4

    maupun non big 4. Kedua, terdapat pengaruh kekhawatiran mendapat sanksi profesional

    pada independensi auditor. Hal ini berarti mendukung teori kognitif sosial bahwa

    kognitif berpengaruh pada perilaku. Ketiga, terdapat efek moderasi kekhawatiran

    mendapat sanksi profesional pada hubungan antara profesionalisma dan independensi

    auditor. Akan tetapi efek moderasi ini berkebalikan dengan hipotesis karena efek

    moderasi bersifat negatif. Hal ini berarti profesionalisma dan kekhawatiran mendapat

    sanksi profesional bersifat substitusi dalam meningkatkan independensi auditor. Jika

    auditor kurang profesional tetapi ia memiliki tingkat kekhawatiran mendapat sanksi

    profesional yang tinggi maka independensinya akan tinggi.

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi pada pemerintah dan Komite

    Profesi Akuntan Publik mengenai peran penegakan hukum (law enforcement) dalammeningkatkan kinerja auditor dan akhirnya juga kualitas laporan keuangan. Hasil

  • 7/25/2019 Materi 9 PDF

    4/20

    penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti terhadap peran pelaksanaan aturan

    yang efektif dalam mengubah perilaku auditor menuju ke arah yang lebih baik.

    Rerangka Teoretis dan Pengembangan Hipotesis

    1. Teori Kognitif Sosial

    Teori kognitif sosial dikenalkan oleh Bandura pada tahun 1986 yang merupakan

    pengembangan dari teori pembelajaran sosial (social learning theory) yang juga pernah

    ditulis oleh Bandura pada tahun 1977 (Bandura, 2001). Menurut teori kognitif sosial,

    ada tiga aspek yang saling berpengaruh dalam proses pembuatan keputusan individu

    yaitu kognitif (dan faktor personal lain), lingkungan, serta perilaku. Perilaku independen

    dari auditor adalah manifestasi dari proses kognitif yang dilakukan auditor dalam

    memproses informasi. Informasi ini tidak hanya berasal dari pengalaman dirinya, tetapi

    juga melibatkan konteks sosial tempat auditor berinteraksi dan pengalaman orang lain di

    masa lalu. Informasi yang berasal dari konteks sosial dan dari pengalaman orang lain

    disebut sebagai informasi sosial (Salancik dan Pfeffer, 1978). Pemrosesan informasi

    sosial berkaitan dengan pembelajaran yang dilakukan seseorang selama ia berinteraksi

    di dalam suatu lingkungan tertentu. Munculan dari pemrosesan informasi ini akan dapat

    digunakan untuk membentuk regulasi diri yang selanjutnya akan membentuk sistem

    diri. Munculan dari pemrosesan informasi sosial yang dilakukan dalam interaksinya

    dengan lingkungan tempat ia bekerja akan nampak pada perilaku yang ditunjukkan oleh

    individu tersebut.

    Menurut Bandura (2001), regulasi diri berhubungan dengan kapasitas untuk

    mengkoordinasikan proses kognitif, afektif, dan keperilakuan untuk mencapai sasaran

    yang telah ditetapkan. Regulasi diri ini akan membentuk efikasi diri yang dapat

    digunakan sebagai pedoman bagi seseorang agar dapat melakukan tindakan sesuai

    sasaran yang ditetapkan. Kekhawatiran auditor mendapat sanksi profesional merupakan

    munculan dari proses kognitif auditor dalam menghadapi risiko mendapat sanksi

    profesional. Tinggi rendahnya kekhawatiran akan tergantung pada pengalaman dirinya

    atau pengalaman orang lain ketika keliru dalam memberikan pendapat. Kekhawatiran

    mendapat sanksi profesional akan berpengaruh pada perilaku auditor yang ditunjukkan

    oleh independensi auditor terhadap teraudit.

    Karakteristik hukum dan pelaksanaannya juga akan mempengaruhi kinerja

    auditor. Penelitian lintas negara menunjukkan bahwa auditor dari KAP big 4 tidakselalu menunjukkan kualitas audit yang lebih bagus dibandingkan dengan KAP non big

  • 7/25/2019 Materi 9 PDF

    5/20

    4 (Favere-Marches, 2000; Khurara dan Raman, 2004; Francis dan Wang, 2008; dan

    Michas, 2011). Penelitian-penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat perlindungan

    investor akan mempengaruhi perilaku auditor. Francis dan Wang (2008) menemukan

    bahwa tingkat perlindungan investor di suatu negara memiliki pengaruh kuat pada

    kinerja KAP big 4. KAP big 4 yang beroperasi di negara dengan tingkat perlindungan

    investor yang lemah menunjukkan kualitas audit yang tidak lebih bagus dibandingkan

    KAP non big 4. Tingkat perlindungan investor yang lemah mengakibatkan teraudit

    berani untuk menekan auditor agar memenuhi keinginan dirinya (Fan dan Wong, 2005).

    Di sisi lain, auditor juga berani untuk tidak bertindak independen karena risiko litigasi

    yang dihadapinya rendah (Francis et al., 2002; Francis dan Wang, 2008). Auditor di

    Indonesia kemungkinan juga cenderung untuk bertindak tidak independen karena

    menurut La Porta et al., (2006), Indonesia termasuk negara dengan karakteristik tingkat

    perlindungan investor yang lemah.

    Di sisi lain, perusahaan-perusahaan di Indonesia memiliki karakteristik

    kepemilikan yang terkonsentrasi (Siregar, 2006). Kepemilikan yang terkonsentrasi

    mengakibatkan ekspropriasi dari pemegang saham mayoritas pada pemegang saham

    minoritas. Dominasi pemegang saham mayoritas di dalam perusahaan juga ditunjukkan

    oleh kurangnya pemisahan yang jelas antara manager dan pemegang saham mayoritas

    karena manager juga dijabat oleh pemegang saham mayoritas. Di dalam perusahaan

    yang kepemilikannya terkonsentrasi pada keluarga, manager atau direksi dan komisaris

    yang bukan independen umumnya berasal atau masih memiliki hubungan keluarga

    dengan pemegang saham mayoritas. Dalam kondisi ini, komisaris independen pun

    kemungkinan juga tidak dapat berfungsi secara optimal karena dominasi pemegang

    saham mayoritas yang sangat kuat. Bahkan berdasarkan penelusuran terhadap hasil

    rapat umum pemegang saham (RUPS), penulis menemukan bahwa RUPS pada

    beberapa perusahaan justru melimpahkan wewenang kepada direksi untuk mengangkat,

    menghentikan, dan memberi kompensasi pada auditor yang mengaudit laporan

    keuangan perusahaan. Dalam situasi seperti ini, auditor akan memiliki posisi yang

    sangat lemah ketika mengaudit perusahaan sehingga auditor tidak dapat bertindak

    independen dan akhirnya opini yang diberikan tidak objektif.

    Berdasar perspektif psikologis, lingkungan hukum akan berpengaruh pada

    penilaian seseorang terhadap risiko mendapatkan sanksi. Clarkson et al. (2002)

    mengatakan bahwa ketika seseorang melihat adanya efek negatif dari munculanterhadap suatu tindakan, maka ia akan berhati-hati dalam melakukan tindakan yang

  • 7/25/2019 Materi 9 PDF

    6/20

    sama di masa depan. Hal ini berarti, munculan negatif dari suatu tindakan yang diambil

    akan menurunkan bias kognitif yang terjadi dalam pemrosesan informasi yang

    dilakukan oleh auditor. Semakin tinggi risiko mendapatkan sanksi profesional semakin

    tinggi kekhawatiran auditor mendapat sanksi profesional dan selanjutnya kekhawatiran

    ini akan meningkatkan independensi bagi auditor.

    2. Kekhawatiran Mendapat Sanksi Profesional

    Setiap organisasi profesi memiliki aturan dan standar untuk mengatur perilaku dan

    pekerjaan dari para anggotanya. Demikian juga dengan auditor, dalam melaksanakan

    pengauditan ia harus mematuhi norma dan standar pengauditan yang ditetapkan oleh

    organisasi profesi akuntan publik (di Indonesia adalah IAPI) maupun aturan dan norma

    yang diterapkan di tempat ia bekerja. Pemerintah Indonesia juga telah mengesahkan

    Undang-Undang (UU) Nomor 5/2011 tentang Akuntan Publik. UU ini diharapkan dapat

    menjadikan payung hukum tertinggi untuk mengatur dan melindungi profesi auditor

    swasta dan diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan terhadap profesi auditor

    Indonesia yang pada gilirannya juga akan mengembangkan pasar modal Indonesia.

    Apabila aturan-aturan yang berlaku tersebut dapat dijalankan dengan baik maka

    auditor yang melanggar aturan akan terkena sanksi oleh organisasi profesinya atau

    pemerintah. Menurut UU Nomor 5 Tahun 2011, ancaman hukuman yang dapat

    dijatuhkan pada akuntan publik atau auditor tidak hanya sebatas pada pemberian sanksi

    dengan melakukan pembekuan sementara atau pencabutan ijin untuk berpraktik, tetapi

    pemerintah juga berwenang untuk menjatuhkan ancaman pidana kepada auditor yang

    melakukan pelanggaran etika profesi yang berat.

    Melumad dan Thoman (1990) menemukan bahwa adanya ancaman litigasi

    memungkinkan auditor memutuskan untuk bekerja dan membuat laporan secara benar

    mengenai temuan-temuannya untuk mengurangi prospek terjadinya kerugian di masa

    depan. Ancaman litigasi yang tinggi menyebabkan auditor berusaha untuk mengurangi

    risiko ini dengan cara meningkatkan kualitas dan perencanaan audit, meningkatkan

    ongkos audit, lebih sering mengeluarkan opini dengan modifikasi, dan lebih selektif

    memilih klien (Khrishnan dan Khrishnan, 1997). Farmer et al. (1987) menemukan

    bahwa ancaman litigasi mengakibatkan auditor menjadi berhati-hati dalam memeriksa

    laporan keuangan.

  • 7/25/2019 Materi 9 PDF

    7/20

    Lingkungan dengan ancaman litigasi yang tinggi mengakibatkan auditor

    menjadi lebih bertindak etis dibandingkan lingkungan dengan ancaman litigasi yang

    rendah. Negara yang memiliki kode etik profesional yang baik akan menunjukkan

    auditor memililiki tingkat sensitivitas yang lebih tinggi terhadap dilema etis (Douglas et

    al., 2001; Dreike dan Moeckel, 1995; Claypool et al., 1990 dikutip oleh Jones et al.,

    2003). Adanya kode etik membuat ambiguitas etis berkurang dan akan membantu

    auditor dalam mengakui adanya isu etis dan membantu membedakan tindakan yang etis

    dan tidak etis. Khrisnan dan Khrisnan (1997) mengatakan bahwa risiko litigasi

    merupakan faktor penting yang menjadi pertimbangan auditor dalam memberikan opini

    pada laporan keuangan kliennya.

    Peran penting dari regulasi dalam meningkatkan independensi auditor

    tergantung pada seberapa kuat penegakan hukum (law enforcement)yang dijalankan di

    suatu negara. Penegakan hukum yang efektif akan menimbulkan kekhawatiran bagi

    auditor mengenai kemungkinan ia akan terkena litigasi jika tidak melakukan

    pengauditan dengan baik. Menurut teori kognitif sosial, seseorang akan berperilaku

    seperti yang orang lain lakukan ketika perilaku orang lain tersebut memberikan

    keuntungan (memberi munculan positif) dan tidak akan melakukan apa yang orang lain

    lakukan ketika tindakannya menyebabkan kerugian (memberi munculan negatif). Oleh

    karena itu, ketika banyak auditor lain yang mendapat sanksi karena kesalahannya dalam

    memberikan opini audit maka auditor tertentu akan berhati-hati dalam menjalankan

    tugasnya.

    Dalam penelitian ini, kekhawatiran terhadap litigasi didefinisi sebagai persepsi

    auditor mengenai risiko yang mungkin akan ia terima ketika ia tidak melakukan

    pengauditan sesuai dengan standar pengauditan dan aturan yang berlaku. Penelitian ini

    menggunakan dua item pertanyaan untuk mengukur konstruk ini, pertama berkaitan

    dengan apakah aturan yang berlaku akan menjadi bahan pertimbangan bagi proses

    pengauditan yang dilakukan dan kedua, apakah pengalaman auditor sebelumnya yang

    melanggar peraturan dan mendapat sanksi akan membuat ia lebih berhati-hati dalam

    melaksanakan pekerjaannya.

    3.

    Kekhawatiran Mendapat Sanksi Profesional dan Konteks Kerja

    Menurut teori kognitif sosial, lingkungan akan berpengaruh pada pembentukan kognitif

    seseorang. Hasil penelitian Anggraini et al. (2013) menunjukkan bahwa konteks kerja

    berpengaruh pada profesionalisma dan independensi auditor. Auditor yang bekerja diKAP big 4 memiliki profesionalisma dan independensi yang lebih rendah dibandingkan

  • 7/25/2019 Materi 9 PDF

    8/20

    dengan KAP non big 4. Hasil penelitian ini mendukung pendapat Gendron et al.(2006)

    dan Suddaby et al. (2009). Hasil penelitian-penelitian di atas sejalan dengan

    argumentasi dari teori kognitif sosial bahwa lingkungan akan berpengaruh terhadap

    kognitif dan perilaku seseorang. Menurut teori kognitif sosial, pengalaman pribadi dan

    orang lain akan berpengaruh pada pembentukan efikasi diri. Efikasi diri ini akan

    berpengaruh pada regulasi diri. Profesionalisma dan independensi yang lebih rendah

    pada auditor di KAP big 4 dibandingkan auditor di KAP non big 4 dapat disebabkan

    karena auditor di KAP big 4 lebih berani menghadapi risiko mendapat sanksi

    profesional dibandingkan dengan auditor di KAP non big 4. Hal ini dikarenakan auditor

    di KAP big 4 mungkin mempersepsikan dirinya tidak akan terkena sanksi profesional

    karena KAP big 4 memiliki kekuatan yang lebih besar untuk menghindarinya.

    Penelitian yang dilakukan oleh Francis et al. (2002), Khurara dan Raman

    (2004), Francis dan Wang (2008), dan Michas (2011) menunjukkan bahwa tingkat

    proteksi investor pada suatu negara berpengaruh pada kinerja auditor di KAP big 4.

    Jeong dan Rho (2004), dengan menggunakan sampel perusahaan-perusahaan di Korea,

    menemukan bahwa kualitas audit (yang diproksi dengan akrual diskresioner) antara

    KAP big 4 dan non big 4 tidak berbeda. Hwang dan Chang (2010) menemukan bahwa

    lingkungan litigasi memiliki pengaruh signifikan pada keputusan auditor.

    Indonesia termasuk negara dengan tingkat perlindungan investor yang lemah dan

    juga memiliki karakteristik penegakan hukum yang lemah pula (La Porta et al., 2006).

    Selain itu, Moore et al. (2006) juga mengatakan bahwa kelompok yang memiliki

    kekuasaan yang lebih besar dapat mempengaruhi regulator dalam membuat peraturan.

    Di Indonesia, organisasi-organisasi profesi yang ada sebagian besar didominasi oleh

    orang atau kelompok yang memiliki pengaruh yang kuat karena mereka sanggup untuk

    mendanai kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh organisasi profesi tersebut. Hal yang

    sama juga terjadi di dalam IAPI, anggota organisasi yang memiliki pengaruh yang kuat

    adalah auditor-auditor yang berasal dari KAP-KAP besar termasuk KAP big 4. Hal ini

    dapat dipahami karena KAP big 4 memiliki jumlah auditor yang banyak dan memiliki

    sumber dana yang besar.

    Dengan kekuatan politis dari KAP tempat auditor bekerja kemungkinan dapat

    menyebabkan auditor menjadi lebih berani untuk tidak tunduk terhadap peraturan.

    Ketika auditor berpersepsi bahwa KAP tempat ia bekerja dapat melindungi dirinya dari

    pengenaan sanksi akibat kelalaiannya dalam melaksanakan pengauditan dengan benarmaka kekhawatiran mendapat sanksi profesional akan rendah. Auditor di KAP big 4

  • 7/25/2019 Materi 9 PDF

    9/20

    kemungkinan akan memiliki kepercayaan diri yang lebih besar bahwa ia mampu untuk

    menghindari pengenaaan sanksi profesional sehingga kekhawatiran mendapat sanksi

    profesional rendah.

    Oleh karena itu, konteks kerja diduga berpengaruh pada besarnya kekhawatiran

    mendapatkan sanksi profesional ketika auditor tidak melaksanakan pengauditan sesuai

    dengan standar. Auditor di KAP big 4 akan merasa lebih berani untuk menghadapi

    risiko ini dibandingkan auditor yang bekerja di KAP non big 4 karena merasa memiliki

    kemampuan yang lebih besar untuk mengatasi dilema etis yang dihadapi. Jadi,

    kekhawatiran auditor di KAP non big 4 akan mendapatkan sanksi profesional lebih

    besar dibandingkan auditor di KAP big 4. Oleh karena itu, dapat dirumuskan hipotesis

    alternatif sebagai berikut:

    H1: Auditor yang bekerja di KAP big 4 memiliki kekhawatiran mendapat sanksi

    profesional yang lebih rendah dibandingkan dengan auditor yang bekerja di

    KAP non big 4.

    4. Kekhawatiran Mendapat Sanksi Profesional, Profesionalisma dan

    Independensi Auditor

    Penelitian mengenai kualitas audit antara KAP big 4 dan non big 4 yang dilakukan

    setelah skandal Enron, menunjukkan bahwa auditor di KAP big 4 menjadi lebih berhati-

    hati dalam melaksanakan jasa audit (misalnya Fargher et al., 2001). Hal ini dilakukan

    untuk mengembalikan reputasi KAP big 4 setelah reputasi ini sempat dihancurkan oleh

    Andersen dalam skandal Enron. Lu (2006) menemukan bahwa adanya penggantian

    auditor tidak menurunkan independensi dan kualitas audit pada perioda sesudah muncul

    skandal Enron. Rama dan Read (2006) juga menemukan bahwa munculnya SOX Acts

    tahun 2002 menyebabkan auditor semakin berhati-hati dalam memberikan jasanya,

    terutama ketika ia mendapat tugas pertama kali setelah menggantikan auditor yang

    lama.

    Hasil penelitian-penelitian di atas menunjukkan bahwa setelah skandal-skandal

    audit terungkap maka persepsi terhadap risiko yang akan ditanggung ketika auditor

    salah dalam memberikan opini semakin besar. Ketika teraudit terbukti melakukan

    kecurangan dan auditor tidak mengetahuinya maka bagi auditor, selain sanksi yang akan

    diterima, juga reputasinya akan hancur. Semakin tinggi risiko mendapat sanksi

    mengakibatkan KAP menjadi berhati-hati dalam melakukan pengauditan.

  • 7/25/2019 Materi 9 PDF

    10/20

    Pelaksanaan aturan hukum yang ditetapkan akan berpengaruh pada penentuan

    tingkat risiko mendapat sanksi atas pelanggaran terhadap aturan tersebut. Jika auditor

    pernah melanggar dan mendapat hukuman atau orang melihat banyak orang yang

    melanggar peraturan dan mendapat hukuman maka ia akan berhati-hati dalam

    menjalankan pekerjaannya. Seperti yang dikutip oleh Jones et al. (2003), penelitian-

    penelitian oleh Douglas et al. (2001), Dreike dan Moeckel (1995), Claypool et al.

    (1990) memberikan bukti bahwa perilaku seseorang di lingkungan dengan ancaman

    litigasi yang tinggi akan bertindak lebih etis dibandingkan dengan perilaku orang yang

    berada di lingkungan dengan ancaman litigasi yang rendah. Orang yang berada di

    lingkungan dengan ancaman litigasi yang tinggi lebih sensitif terhadap dilema etis

    dibandingkan orang yang berada di lingkungan dengan ancaman litigasi yang rendah.

    Hasil penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa persepsi terhadap risiko yang

    mungkin akan dihadapi dapat mempengaruhi seseorang untuk lebih sensitif terhadap

    adanya dilema etis dan selanjutnya mereka akan berhati-hati dalam bertindak, terutama

    tindakan-tindakan yang mungkin dapat berisiko bagi karir dan reputasinya. Hal ini

    berarti peraturan yang dibuat akan berdampak pada perilaku seseorang jika ia memiliki

    keyakinan bahwa jika ia melanggar maka kemungkinan besar ia akan mendapat sanksi.

    Sebaliknya, jika ia memiliki keyakinan bahwa jika ia melanggar tidak akan mendapat

    sanksi maka ia cenderung akan melanggar.

    Teori kognitif sosial mengatakan bahwa pengalaman diri sendiri dan orang lain

    akan berpengaruh pada kognitif yang dibentuknya. Kognitif ini digunakan untuk

    membentuk regulasi diri dan selanjutnya regulasi diri akan membentuk efikasi diri.

    Efikasi diri akan digunakan sebagai pedoman dan alat kendali dalam melakukan

    tindakan. Kesuksesan yang diperoleh baik oleh diri sendiri maupun orang lain akan

    memperkuat efikasi diri dan kegagalan akan melemahkan efikasi diri. Kegagalan dalam

    menyelesaikan dilema etis di masa lalu akan mengakibatkan seseorang menghindari

    masalah yang sama di masa depan dan apabila harus menghadapi masalah yang sama

    maka ia harus menghindari penyelesaian yang di masa lalu mengakibatkan kegagalan.

    Kekhawatiran auditor mendapat sanksi profesional di masa depan mengakibatkan ia

    berusaha menghindari permasalahan tersebut.

    Clarkson et al. (2002) menemukan bahwa bias kognitif dapat diturunkan jika

    seseorang dapat merasakan bahwa akibat tindakan yang dilakukan dapat menimbulkan

    pengaruh negatif bagi dirinya. Grant et al. (1996), dengan melakukan penelitianeksperimen, menemukan bahwa regulasi yang dibuat oleh organisasi profesi

  • 7/25/2019 Materi 9 PDF

    11/20

    mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kualitas audit dan peranan ini

    menjadi semakin besar ketika terdapat mekanisme pemberian sanksi yang efektif.

    Hasil penelitian Anggraini et al. (2013) menunjukkan bahwa profesionalisma

    auditor berpengaruh pada independensinya terhadap teraudit. Profesionalisma

    merupakan hasil dari proses pengembangan kognitif yang dialami oleh auditor dalam

    suatu lingkungan kerja tertentu. Hal yang sama adalah kekhawatiran mendapat sanksi

    profesional. Kekhawatiran mendapat sanksi profesional dari organisasi profesinya juga

    akan menyebabkan auditor berhati-hati dalam melaksanakan pekerjaannya. Hal ini

    berarti semakin tinggi kekhawatiran auditor akan mendapat sanksi profesional maka ia

    akan semakin independen terhadap teraudit. Oleh karena itu, hipotesis yang diajukan

    adalah:

    H2: Kekhawatiran auditor mendapat sanksi profesional berpengaruh positif pada

    independensinya terhadap teraudit.

    Hasil penelitian Anggraini et al. (2013) menunjukkan bahwa konteks kerja

    berpengaruh pada profesionalisma dan independensi auditor. Akan tetapi, konteks kerja

    tidak memoderasi hubungan profesionalisma dan independensi. Penulis menduga bahwa

    kekhawatiran mendapat sanksi profesional dan profesionalisma akan saling menguatkan

    untuk meningkatkan independensi auditor. Semakin tinggi kekhawatiran mendapat

    sanksi profesional dan semakin tinggi profesionalismanya maka auditor akan semakin

    mampu mengatasi dilema etis yang dihadapi dengan bertindak independen terhadap

    teraudit.Oleh karena itu, hipotesis yang diajukan adalah:

    H3: Pengaruh positif profesionalisma auditor pada independensinya akan semakin

    kuat ketika semakin besar kekawatirannya mendapat sanksi profesional.

  • 7/25/2019 Materi 9 PDF

    12/20

    METODA PENELITIAN

    1. Subjek Penelitian

    Subjek penelitian (partisipan) dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja di KAP

    big 4 dan KAP non big 4. Metoda penyampelan yang digunakan adalah purposive

    samplingkarena KAP yang didatangi didasarkan pada alamat yang bisa ditemukan oleh

    peneliti. Kuesioner diberikan kepada auditor dengan jabatan partner sampai auditor

    yunior pada KAP-KAP yang ada di Jakarta, Surabaya, Semarang, Denpasar, dan

    Yogyakarta.

    2. Metoda Pengumpulan Data

    Penelitian ini dilakukan pada tahun 2010-2011 dengan metoda survei berbasis skenario.

    Dalam skenario yang dibuat, partisipan (dalam hal ini adalah auditor) dihadapkan pada

    permasalahan untuk mengikuti keinginan klien mereka, sementara ia dihadapkan pada

    aturan yang mengatur pekerjaannya dan apabila ia tidak mentaati maka akan mendapat

    sanksi berupa pembekuan ijin berpraktik. Subjek diminta bertindak seolah-olah sebagai

    partner di sebuah KAP dan harus membuat keputusan untuk memenuhi keinginan

    teraudit atau tidak.

    Dengan menggunakan subjek auditor, penelitian terhadap pembuatan keputusan

    oleh profesional akan lebih mendekati dengan kondisi yang sebenarnya di dalam praktik

    sehingga penelitian ini diharapkan dapat menangkap perilaku profesional dalam

    mengatasi dilema etis yang sesungguhnya. Hal ini disebabkan keputusan yang diambil

    oleh profesional akan cenderung didasarkan pada pengalaman mereka selama

    melakukan pengauditan.

    Skenario yang digunakan berupa kasus yang menunjukkan perbedaan penilaian

    antara auditor dan teraudit terhadap estimasi cadangan persediaan yang telah usang.

    Auditor internal telah menyetujui estimasi yang dibuat oleh perusahaan kerena

    menganggap bahwa estimasi yang dibuat tidak berbeda secara signifikan dengan

    estimasi yang dibuat pada tahun yang lalu.

    3. Definisi Operasional dari Variabel Penelitian

    a. Tingkat independensi (INDP i)

    Pengukuran variabel ini sama seperti yang dilakukan oleh Anggraini et al.

    (2013) yaitu dengan menggunakan instrumen yang dibuat oleh Rahim (1983)

    yang dikenal dengan ROCI-II (The Rahim Organizational Conflict Inventory-II)dengan modifikasi minor untuk disesuaikan dengan skenario yang diberikan.

  • 7/25/2019 Materi 9 PDF

    13/20

    Penelitian ini hanya menggunakan item-item untuk mengukur tipe strategi

    mendominasi saja (yaitu item nomor 10, 11, 24, 27) karena independensi auditor

    lebih banyak terkait dengan pemilihan strategi mendominasi. Skor independensi

    diukur dari total nilai skor dari empat pertanyaan yang diajukan. Total skor

    independensi ini selanjutnya disebut skor ROCI-II strategi mendominasi.

    b. Konteks kerja (BIG4)

    Seperti yang dilakukan oleh Anggraini et al. (2013), konteks kerja merupakan

    variabel dummi yang diukur berdasar tempat subjek bekerja. Subjek akan diberi

    nilai 0 jika ia bekerja di KAP non big 4 dan jika bekerja di KAP big 4 diberi

    angka 1.

    c.

    Kekhawatiran mendapat sanksi profesional (SP i)

    Variabel ini diukur dengan menggunakan dua pertanyaan berikut:

    1) Aturan pemerintah berupa pembekuan ijin bagi praktik akuntan publik akan

    menjadi bahan pertimbangan dalam proses pengauditan yang saya lakukan.

    2) Karena berdasarkan pengalaman sebelumnya, banyak KAP atau akuntan

    publik yang dibekukan ijin praktik auditnya, maka saya akan berhati-hati

    dalam memberikan opini.

    Skor kekhawatiran mendapat sanksi profesional diukur dari total nilai skor dari 2

    pertanyaan yang diajukan. Total skor profesionalisma ini selanjutnya disebut

    skor sanksi profesional.

    d.

    Profesionalisma (PROFSi)

    Seperti yang dilakukan oleh Anggraini et al. (2013), profesionalisma auditor

    diukur dengan menggunakan pengukuran seperti yang digunakan oleh Lui et al.

    (2003). Mereka menggunakan pengukuran persyaratan peran profesional dari

    Miner (1993). Ada empat dimensi yang membentuk profesionalisma yaitu (1)

    meningkatkan pengetahuan, (2) bertindak secara independen, (3) mengakui

    status, (4) bersedia membantu, dan (5) menunjukkan komitmen profesional.

    Skor profesionalisma diukur dari total nilai skor dari 21 pertanyaan yang

    diajukan. Total skor profesionalisma ini selanjutnya disebut skor Miner.

    e.

    Variabel Kontrol

    Seperti yang dilakukan oleh Anggraini et al.(2013), penelitian ini memasukkan

    tiga variabel kontrol yaitu:

    1)

    Jabatan auditor (JABi)

  • 7/25/2019 Materi 9 PDF

    14/20

    Subjek dibagi menjadi empat level yang dimulai dari partner, manager,

    auditor senior, dan auditor yunior. Penilaian dilakukan berdasarkan

    peringkat jabatan. Partner yang menduduki jabatan tertinggi diberi nilai 4

    sampai auditor yunior yang menduduki jabatan terendah diberi nilai 1.

    2) Gender (GNDi)

    Penelitian ini mengukur variabel gender dengan memberi nilai 1 pada

    subyek wanita dan 0 pada subyek pria.

    3)

    Pengalaman (PGLM1i, PGLM2i dan UMi)

    Pengalaman diukur dengan tiga cara, yaitu lama responden bekerja di KAP

    (PGLM1i) dan lama responden menjadi auditor (PGLM2i).

    4) Konteks Kerja (BIGi)

    Konteks kerja merupakan variabel dummi, jika auditor bekerja di KAP big

    4 diberi angka 1 sedangkan jika tidak diberi angka 0.

    4. Model Penelitian dan Metoda Pengujian

    Model penelitian beserta metoda pengujiannya adalah sbb.:

    a. Pengujian hipotesis 1 dilakukan dengan Uji Beda Sampel Independen

    (Independent Sample Test)

    Hipotesis 4 terdukung jika rata-rata SPi,BIG 4< rata-rata SPi,NON BIG 4.

    Keterangan:

    SPi,BIG 4= Kekhawatiran mendapat sanksi profesional dari auditor yang bekerja di

    KAP big 4

    SPi,NON BIG 4= Kekhawatiran mendapat sanksi profesional dari auditor yang bekerja di

    KAP non big 4

    b. Pengujian hipotesis 2 dan 3 dilakukan dengan Analisis Regresi Berganda

    Model pengujian:

    INDPi = 0+1SPi+ 4PROFSi* SPi+Variabel Kontrol+i

    Keterangan:

    INDP i = Tingkat Independensi Auditor i

    PROFS i= Tingkat Profesionalisma Auditor i

    SPi= Kekhawatiran mendapat sanksi profesional

    Variabel kontrol meliputi:

    JABi = Jabatan auditor

    GNDi= Gender

  • 7/25/2019 Materi 9 PDF

    15/20

    PGLM1 i= Pengalaman di KAP sekarang

    PGLM2 i= Pengalaman menjadi auditor

    UMi= umur auditor

    HASIL

    1. Statistik Deskriptif

    Penelitian ini menggunakan responden auditor yang bekerja di KAP big 4 maupun non

    big 4 yang berada di Jakarta, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, dan Denpasar. Khusus

    untuk auditor yang bekerja di KAP big 4 hanya diambil dari dua KAP big 4 yang berada

    di Jakarta. Penyebaran kuesioner mulai dilakukan pada bulan Januari 2010 sampai Juli

    2011. Kuesioner yang disebarkan sebanyak 350 buah dan kuesioner yang kembali dan

    diisi dengan lengkap sebanyak 207 buah. Hal ini menunjukkan tingkat respon yang

    cukup tinggi yaitu sebesar 59,14%. Kuesioner sebanyak 207 buah tersebut terdiri dari

    95 responden dari KAP non big 4 dan 112 responden dari KAP big 4. Statistik

    Deskriptif untuk masing-masing variabel yang diuji disajikan di tabel 1.

    -Masukkan Tabel 1 di sini-

    2.

    Hasil Pengujian Hipotesis

    a.

    Hipotesis 1

    Hasil pengujian hipotesis 1 disajikan pada tabel 2

    -Masukkan Tabel 2 di sini-

    Tabel 2 menunjukkan bahwa hipotesis 1 tidak didukung hal ini nampak dari

    tidak terdapat perbedaan rata-rata yang signifikan skor sanksi profesional antara

    auditor yang bekerja di KAP big 4 dan auditor yang bekerja di KAP non big 4,

    meskipun nilai rata-rata skor sanksi profesional pada auditor yang bekerja di

    KAP big 4 lebih rendah dibandingkan auditor di KAP non big 4. Hal ini berarti

    tingkat kekhawatiran mendapat sanksi profesional dari auditor di KAP big 4

    lebih rendah dibandingkan dengan KAP non big 4, akan tetapi perbedaan

    tersebut tidak signifikan.

    b. Hipotesis 2 dan 3

    Hasil pengujian hipotesis 2 dan 3 disajikan pada tabel 3

    -Masukkan Tabel 3 di sini-

    Tabel 3 menunjukkan hasil pengujian regresi berganda dengan dua model

    pengujian. Model pertama digunakan untuk membandingkan dengan model

    kedua dengan tujuan untuk mengetahui efek moderasi dari variabelkekhawatiran mendapat sanksi profesional (SP i) pada hubungan antara

  • 7/25/2019 Materi 9 PDF

    16/20

    profesionalisma (PROFS i) dan independensi (INDPi). Hasil pengujian pengaruh

    variabel SPi dan PROFSi secara individual terhadap variabel INDP i

    menunjukkan bahwa variabel SPidan PROFSiberpengaruh signifikan terhadap

    variabel INDPidengan tingkat signifikansi dibawah 1%. Hal ini menunjukkan

    bahwa hipotesis 2 didukung. Dengan kata lain, kekhawatiran mendapat sanksi

    profesional berpengaruh pada independensi auditor. Hasil pengujian ini

    mendukung teori kognitif sosial yaitu lingkungan hukum berpengaruh pada

    pembentukan kognitif auditor yang ditunjukkan oleh persepsi terhadap risiko

    mendapatkan sanksi profesional. Semakin tinggi risiko mendapat sanksi

    profesional maka auditor semakin khawatir akan mendapat sanksi profesional

    sehingga ia akan berhati-hati dalam memberikan opini audit atau menjadi

    semakin independen.

    Tabel 3 menunjukkan bahwa adjusted R2 untuk model tanpa interaksi

    lebih kecil dibandingkan model dengan interaksi. Hal ini berarti variabel

    interaksi SPi*PROFSimerupakan faktor penjelas bagi INDPi. Dengan kata lain

    kekhawatiran mendapat sanksi profesional memoderasi hubungan

    profesionalisma dan independensi auditor. Akan tetapi hipotesis 3 tidak

    didukung karena variabel interaksi SP i* PROFS i memiliki koefisien bertanda

    negatif yang berarti bahwa variabel SP imemperlemah hubungan PROFSidan

    INDP i. Hal ini berarti, ketika kekhawatiran mendapat sanksi profesional tinggi

    maka semakin lemah hubungan antara profesionalisma dan independensi

    auditor. Kekhawatiran mendapat sanksi profesional merupakan faktor yang

    bersifat substitusi bagi profesionalisma. Ketika profesionalisma auditor rendah

    tetapi kekhawatiran mendapat sanksi profesional tinggi maka auditor masih

    dapat bertindak independen.

    Hasil pengujian terhadap pengaruh interaksi SP i* PROFS i memberikan

    bukti bahwa ketika auditor tidak atau kurang profesional tetapi berada dalam

    lingkungan yang dipersepsikan oleh auditor memiliki risiko tinggi mendapatkan

    sanksi profesional maka auditor tidak berani melakukan tindakan yang

    mengancam independensinya.

  • 7/25/2019 Materi 9 PDF

    17/20

    KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN KETERBATASAN

    Penelitian ini memberi kesimpulan bahwa pertama, kekhawatiran mendapat sanksi

    profesional tidak dipengaruhi oleh tempat auditor bekerja. Meskipun kekhawatiran

    mendapat sanksi profesional dari auditor di KAP big 4 lebih rendah dibandingkan

    auditor di KAP non big 4 tetapi perbedaan tersebut tidak signifikan. Kedua,

    kekhawatiran mendapat sanksi profesional dan profesionalisma memiliki sifat substitusi

    dalam mempengaruhi independensi auditor. Dengan kata lain, ketika salah satu faktor

    rendah maka independensi auditor masih dapat dipelihara. Jika auditor tidak profesional

    tetapi memiliki kekhawatiran mendapat sanksi profesional yang tinggi maka ia akan

    tetap menjaga independensinya karena takut terkena sanksi profesional.

    Implikasi penelitian ini adalah pentingnya penegakan hukum bagi peningkatan

    kinerja auditor. Auditor di KAP big 4 dan non big 4 terbukti sama-sama memiliki

    kekhawatiran mendapat sanksi profesional dan semakin tinggi kekhawatiran mendapat

    sanksi profesional maka semakin tinggi independensi auditor. Jika aturan dilaksanakan

    secara efektif baik auditor dengan tingkat profesionalisma tinggi, sedang, maupun

    rendah akan merasa takut untuk memenuhi keinginan klien (teraudit) yang dapat

    mengancam independensinya. Hasil penelitian ini memberikan kontribusi yang penting

    bagi regulator baik pemerintah dan Komite Profesi Akuntan Publik agar serius dalam

    menegakkan aturan yang sudah dibuat.

    Meskipun hasil penelitian ini memberikan implikasi kebijakan yang penting,

    akan tetapi hasil penelitian ini tidak terlepas dari kelemahan-kelemahan. Pertama,

    penggunaan metoda survei berbasis skenario memiliki banyak kelemahan terutama

    dalam hal validitas internalnya karena peneliti tidak dapat mengontrol secara ketat

    proses pengisian kuesioner yang diberikan kepada subjek. Kedua, jumlah data yang

    diperoleh dari penelitian ini tidak proposional antar level jabatan karena sebagian besar

    kuesioner diisi oleh auditor yunior dan senior. Hal ini tidak dapat dihindari karena

    jumlah auditor yunior dan senior di setiap KAP jauh lebih banyak dibandingkan

    manager dan partner. Di samping itu, untuk mendapatkan respon dari partner atau

    manager agar tertarik untuk mengisi kuesioner juga sangat susah karena mereka tidak

    memiliki banyak waktu luang untuk mengisi kuesioner yang peneliti serahkan kepada

    mereka.

  • 7/25/2019 Materi 9 PDF

    18/20

    REFERENSI

    Anggraini, F.R.R., Z. Baridwan; Suwardjono; dan H. Basuki. 2013. Role of Work

    Context in the Effectiveness of Auditor Professionalism Development: Case in

    Indonesia. Working Paper.

    Bandura, A. 2001. Social Cognitive Theory: An Agentic Perspective. Annual ReviewPsychology, 52:1-26.

    Clarkson, P. M., Emby, C., dan V. W.-S. Watt. 2002. Debiasing the Outcome Effect:

    The Role of Instructions in an Audit Litigation Setting. Auditing: A Journal of

    Practice & Theory, 21(2): 7-20.

    Fan, J. P. H., dan T. J. Wong 2005. Do External Auditors Perform a Corporate

    Governance Role in Emerging Markets? Evidence from East Asia. Journal of

    Accounting Research, Vol. 43(1): 35-72.

    Fargher, N., M. H. Taylor, dan D. T. Simon 2001. The demand for auditor reputation

    across international markets for audit services. The International Journal ofAccounting, 36(4): 407-421.

    Farmer, T.A., L.E. Rittenberg, dan G.M. Trompeter. 1987. An Investigation of the

    Impact of Economic and Organizational Factors on Auditor Independence.

    Auditing: A Journal of Practice & Theory, Vol. 7 (1): 1-14.

    Favere-Marches, M. 2000. Audit Quality in ASEAN. The International Journal of

    Accounting35 (1):121-149.

    Francis, J.R. dan D.Wang. 2008. The Joint Effect of Investor Protection and Big 4

    Audits on Earnings Quality Around the World. Contemporary Accounting

    Research, Vol. 25 (1): 157-191.

    Gendron, Y., R. Suddaby, and H. Lam. 2006. An Examination of the Ethical

    Commitment of Professional Accountants to Auditor Independence. Journal of

    Business Ethics, Vol. 64: 169-193

    Grant, J., R. Bricker, dan R. Shiptsova. 1996. Audit Quality and Professional Self-

    Regulation: A Social Dilema Perspective and Laboratory Investigation.

    Auditing: A Journal of Practice & Theory, Vol. 15 (1): 142-156.

    Jones, J., D. W. Massey, dan L. Thorne. 2003. Auditors Ethical Reasoning: Insights

    from Past Research and Implications for the Future. Journal of Accounting

    Literature22:45-103.

    Khrishnan, J. dan J. Krishnan. 1997. Litigation Risk and Auditor Resignations. TheAccounting Review, Vol. 72 (4): 539-560

    Khurana, I. K., dan K. K. Raman. 2004. Litigation Risk and the Financial Reporting

    Credibility of Big 4 versus Non-Big 4 Audits: Evidence from Anglo-American

    Countries.Accounting Review79 (2):473-495.

    KNKG. 2006. Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia. Komite

    Nasional Kebijakan Governance.

    LaPorta, R., F. Lopez-De-Silanes, dan A. Shleifer. 2006. What Works in Securities

    Laws? The Journal of Finance, Vol. 61 (1): 1-32

  • 7/25/2019 Materi 9 PDF

    19/20

    Li, C. 2009. Does Client Importance Affect Auditor Independence at the Office Level?

    Empirical Evidence from Going-Concern Opinions. Contemporary Accounting

    Research, Vol. 26 (1): 201-230.

    Lu, T. 2006. Does Opinion Shopping Impair Auditor Independence and Audit Quality?

    Journal of Accounting Research, 44(3): 561-583.

    Lui, S.S., H. Ngo, dan A.W.Tsang. 2003. Socialized to be a Professional: a Study of the

    Professionalism of Accountants in Hong Kong.International Journal of Human

    Resource Management, Vol. 14 (7): 1192-1205.

    Melumad, N. D. dan L. Thoman. 1990. On Auditors and the Courts in an Adverse

    Selection Setting.Journal of Accounting Research, Vol. 28 (1): 77-120.

    Michas, P. N. 2011. The Importance of Audit Profession Development in Emerging

    Market Countries.Accounting Review86 (5):1731-1764.

    Moore, D. A., P. E. Tetlock, L. Tanlu, dan M. H. Bazerman. 2006. Conflicts of Interest

    and the Case of Auditor Independence: Moral Seduction and Strategic Issue

    Cycling.Academy of Management Review31 (1):10-29.

    NN. 2012. Ikatan Akuntan Indonesia: 55 Tahun Merentang Zaman.Akuntan Indonesia,

    Desember: 7-9.

    Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2012 tentang Komite Profesi Akuntan Publik.

    Rama, D. V. dan W. J. Read. 2006. Resignations by the Big 4 and the Market for Audit

    Services.Accounting Horizons, 20(2): 97-109.

    Salancik, G.R. dan J. Pfeffer. 1978. A Social Information Processing Approach to Job

    Attitudes and Task Design.Administrative Science Quarterly, Vol. 23: 224-253.

    Siregar, B. 2006. Pemisahan Hak Aliran Kas dan Hak Kontrol dalam StrukturKepemilikan Ultimat. Disertasi, Universitas Gadjah Mada. Tidak

    dipublikasikan.

    Suddaby, R., Y. Gendron, and H. Lam. 2009. The organizational context of

    professionalism in accounting. Accounting, Organizations and Society 34 (3-

    4):409-427.

    Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik.

    Zeff, S.A. 2003. How the U.S. Accounting Profession Got Where It Is Today: Part I.

    Accounting Horizon, Vol. 17 (3): 189-205.

  • 7/25/2019 Materi 9 PDF

    20/20

    LAMPIRAN

    Tabel 1. Statistik Deskriptif

    Rata-rata Minimum Maksimum Deviasi

    Standar

    Big 4 Non-

    big 4

    Big 4 Non-

    big 4

    Big 4 Non-

    big 4

    Big

    4

    Non-

    big 4

    Kekhawatiran Mendapat

    Sanksi Profesional (SP i)

    7,99 8,29 3,00 2,00 10,00 10,00 1,50 1,38

    Independensi (INDPi) 14,00 15,58 7,00 10,00 20,00 20,00 3,04 2,17

    Profesio-nalisma

    (PROFS i)

    85,09 90,01 58,00 75,00 106,0

    0

    108,00 8,33 6,50

    Tabel 2. Hasil Pengujian Hipotesis 1 dengant-Independent Sample Test

    ariabel elompok ata-rata ji t (Sign)

    Pi IG 4 ,990 1,408 (0,161)ON-BIG 4 ,289

    Tabel 3. Hasil Pengujian Hipotesis 2 dan 3 dengan Uji Regresi Berganda

    Nilai

    KoefisienUji t (Sig.) Adjusted R

    2 Uji F

    Model 1 tanpa interaksi SP i dan PROFSi

    1 SPi 0,408** 3,312 (0,001) 0,26 22,644

    (0,000)2 PROFS i 0,143** 6,281 (0,000)

    3 GENDERi -0,137* -2,145 (0,033)

    Model 2 dengan interaksi SPi dan PROFSi

    1 SPi 3,111** 2,584 (0,011) 0,276 18,638

    (0,000)2 PROFS i 0,385** 3,520 (0,001)

    3 SPi* PROFSi -0,030* -2,257 (0,25)

    4 GENDERi -0,131* -2,068 (0,040)