manajemen cairan pada anak
TRANSCRIPT
KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT PADA ANAK
A. Konsep Kebutuhan Cairan dan Elektrolit pada Anak
1. Cairan Tubuh
Air memiliki presentase yang besar dari badan manusia. Pada bayi prematur
sekitar 80% dari barat badannya adalah air. Sedangkan pada bayi yang lahir cukup sekitar
70% dari berat badannya merupakan air. Seiring dengan bertumbuhnya usia maka
presentase air menurun. Pada orang dewasa laki-laki kira-kira 60% dari berat badannya
adalah air. Sedangkan pada wanita dewasa sekitar 50% adalah air. Presentase air pada
tubuh lansia kira-kira 45% sampai 55% dari berat badannya. (Horner & Swearingen,
2001).
Cairan di dalam tubuh manusia tidaklah terkumpul didalam satu tempat saja,
melainkan didistribusikan kedalam dua ruangan utama yakni cairan intraseluler dan
cairan ekstraseluler. Cairan intraseluler adalah cairan yang terdapat didalam sel dengan
jumlah sekita 40% dari berat badan, dan merupakan bagian dari protoplasma. Pada
intraseluler ini terjadi proses metabolisme.
Cairan ekstraseluler adalah cairan yang terdapat diluar sel dengan jumlah sekitar
20% dari berat badan dan berperan dalam memberi bahan makanan bagi sel dan
membuang sampah sisa metabolisme. Cairan ekstraseluler ini terbagi menjadi dua, yaitu
cairan interstisial dan cairan intravaskuler. Cairan interstisial adalah cairan yang terdapat
pada celah antarsel atau disebut pula cairan jaringan, berjumlah sekitar 15% dari berat
badan. Pada umumnya cairan interstisial berfungsi sebagai pelumas agar tidak terjadi
gesekan pada saat dua jaringan tersebut bergerak. Contoh dari cairan interstisial yaitu
cairan pleura, cairan perikardial dan cairan peritoneal. Cairan intravaskuler merupakan
cairna yang terdapat didalam pembuluh darah dan merupakan plasma yang berjumlah
sekitar 5% dari berat badan.
2. Komponen Cairan
a. Cairan Nutrien
Cairan nutrien (zat gizi) melalui intravena dapat memenuhi kalori dalam
bentuk karbohidrat, nitrogen, dan vitamin yang penting untuk metabolisme. Kalori
yang berada pada cairan dapat berkisar antara 200-1500 kalori perliter.
Cairan nutrien terdiri atas :
1) Karbohidrat dan air, contoh : dextrose (glukosa), levulose (fruktosa), invert sugar
(½ dextrose dan ½ levulose)
2) Asam amino, contoh : amigen, amonosol, dan travamin
3) Lemak, contoh : lipomul dan liposyn.
b. Blood Volume Expanders
Blood volume expanders merupakan bagian dari jenis cairan yang berfungsi
untuk meningkatkan volume pembuluh darah setelah kehilangan darah atau plasma.
Jenis blood volume expanders antara lain human serum albumin dan dextran dengan
konsentrasi yang berbeda. Kedua cairan ini mempunyai tekanan osmotik, sehingga
secara langsung dapat meningkatkan jumlah volume darah.
c. Cairan Elektrolit
Cairan elektrolit adalah cairan saline atau cairan yang memiliki sifat
bertegangan tetap dengan bermacam-macam elektrolit. Cairan saline terdiri atas
cairan isotonik, hipotonik dan hipertonik.
Contoh cairan elektrolit adalah :
1) Cairan Ringer’s, terdiri atas : Na+, K+, Cl-, Ca2+
2) Cairan Ringer’s Laktat, terdidri atas : Na+, K+, Mg+, Cl-, Ca2+, HCO3-
3) Cairan Buffer’s, terdiri atas : Na+, K+, Mg2+, Cl-, HCO3-
3. Distribusi Cairan Tubuh
Seluruh cairan tubuh didistribusikan diantara dua kompartemen utama, yaitu
cairan intraselular (CIS) dan cairan ekstra selular (CES). Cairan intraseluler adalah cairan
yang berada didalam sel diseluruh tubuh, sedangkan cairan ekstraseluler adalah cairan
yang berada diluar sel dan terdiri dari tiga kelompok yaitu cairan intravaskuler (plasma),
cairan interstisial dan cairan transeluler. Cairan intravaskuler (plasma) adalah cairan di
dalam sistem vaskuler, cairan interstisial adalah cairan yang terletak diantara sel,
sedangkan cairan transeluler adalah cairan sekresi khusus seperti cairan serebrospinal,
cairan intraokuler, dan sekresi saluran cerna.
Pada orang normal dengan berat 70 kg, total cairan tubuh (TBF) rata-ratanya
sekitar 60% berat badan atau sekitar 42 L. Persentase ini dapat berubah, bergantung pada
umur, jenis kelamin dan derajat obesitas ( Guyton & Hall, 1997).
1) Cairan Intraselular (CIS) = 40% dari BB total
CIS adalah cairan yang terkandung di dalam sel. Pada orang dewasa kira-kira
2/3 dari cairan tubuh adalah intraselular, sama kira-kira 25 L pada rata-rata pria
dewasa (70 kg). Sebaliknya, hanya ½ dari cairan tubuh bayi adalah cairan intraselular.
2) Cairan Ekstraselular (CES) = 20% dari BB total
CES adalah cairan diluar sel. Ukuran relatif dari (CES) menurun dengan
peningkatan usia. Pada bayi baru lahir, kira-kira ½ cairan tubuh terkandung didalam
(CES). Setelah 1 tahun, volume relatif dari (CES) menurun sampai kira-kira 1/3 dari
volume total. CES terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
a. Cairan interstisial (CIT)
Cairan disekitar sel, sama dengan kira-kira 8 L pada orang dewasa. Cairan
limfe termasuk dalam volume interstisial. Relatif terhadap ukuran tubuh, volume
CIT kira-kira sebesar 2 kali lebih besar pada bayi baru lahir dibanding orang
dewasa.
b. Cairan intravaskular (CIV)
Cairan yang terkandung didalam pembuluh darah. Volume relatif dari CIV
sama pada orang dewasa dan anak-anak. Rata-rata volume darah orang dewasa
kira-kira 5 – 6 L (8% dari BB), 3 L (60%) dari jumlah tersebut adalah plasma.
Sisanya 2 – 3 L (40%) terdiri dari sel darah merah (eritrosit) yang mentranspor
oksigen dan bekerja sebagai bufer tubuh yang penting; sel darah putih (leukosit);
dan trombosit, tetapi nilai tersebut diatas dapat bervariasi pada orang yang
berbeda-beda, bergantung pada jenis kelamin, berat badan dan faktor-faktor lain.
3) Cairan Transelular (CTS)
CTS adalah cairan yang terkandung didalam rongga khusus dari tubuh. Contoh
CTS meliputi cairan serebrospinal, perikardial, pleural, sinovial, dan cairan
intraokular serta sekresi lambung. Pada waktu tertentu CTS mendekati jumlah 1 L.
Namun, sejumlah besar cairan dapat saja bergerak kedalam dan keluar ruang
transelular setiap harinya. Sebagai contoh, saluran gastro-intestinal (GI) secara
normal mensekresi dan mereabsorbsi sampai 6 – 8 L per-hari. Secara skematis jenis
dan jumlah cairan tubuh dapat digambarkan sebagai berikut :
Tabel 1Persentase total cairan tubuh dibandingkan berat badan
Umur Total Cairan Tubuh (%) Terhadap
BB
Bayi Baru lahir 77
6 Bulan 72
2 tahun 60
16 Tahun 60
Tabel 2Persentasi total cairan tubuh, cairan intarseluler dan ekstraseluler berdasarkan usia (Kushartono, 2006).
Kompartemen cairan tubuh
UmurBayi baru
lahirBulan Tahun
0 3 6 6 16Total cairan tubuh
78% 75% 70% 65% 60%
Cairan intraseluler
33% 37,5% 40% 42,5% 40%
Cairan ektraseluler
45% 37,5% 30% 22,5% 20%
Tabel 3Perkiraan kebutuhan cairan tubuh berdasarkan usia (Tamsuri, 2008)
Usia Berat badan (kg) Kebutuhan (ml)/
24jam
3 hari 3,0 250 – 300
1 tahun 9,5 1150 – 1300
2 tahun 11,8 1350 – 1500
6 tahun 20,0 1800 – 2000
10 tahun 18,7 2000 – 2500
14 tahun 45,0 2200 – 2700
18 tahun (dewasa) 54 2200 – 2700
4. Konsep Cairan dan Elektrolit
Air merupakan komponen terbesar dalam tubuh yang dinyatakan dalam persen
berat badan dan besarnya berubah menurut umur (Kushartono, 2006). Persentase total
body power (TBW) terhadap berat badan berubah sesuai umur, pada saat lahir TBW
sebesar 78% dari berat badan (Adelman & Solhung dalam Nelson, 2005).
Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap
sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit didalam tubuh adalah merupakan salah satu
bagian dari fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan
komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang
terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang
menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam
larutan. Cairan dan elektrolit masuk kedalam tubuh melalui makanan, minuman, dan
cairan intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan
elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit kedalam
seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan
yang lainnya, jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya.
Pengaturan kebutuhan cairan dan elektrolit dalam tubuh diatur oleh ginjal, kulit,
paru-paru dan gastrointestinal.
a. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang memiliki peran cukup besar dalam pengaturan
kebutuhan cairan dan elektrolit. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan
mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel
dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan
keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan urine sesuai kebutuhan untuk
mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut. Ginjal
juga turut berperan dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan
mengatur keluaran ion hidrogen dan ion karbonat dalam urine sesuai kebutuhan.
Selain ginjal, yang turut berperan dalam keseimbangan asam-basa adalah paru-paru
dengan mengekskresikan ion hidrogen dan CO2, dan sistem dapar (buffer) kimi dalam
cairan tubuh (Kuntarti, 2012).
b. Kulit
Kulit merupakan bagian penting dalam pengaturan cairan yang terkait dengan
proses pengaturan panas.
c. Paru-paru
Organ paru-paru berperan dalam pengeluaran cairan dengan menghasilkan
insensible water loss ± 400ml/ hari.
d. Traktus Gastrointestinal
Gastrointestinal merupakan organ saluran pencernan yang berperan dalam
mengeluarkan cairan melalui proses penyerapan dan pengeluaran air. Dalam keadaan
normal, cairan yang hilang dalam sistem ini sekitar 100-200 ml/hari.
Selain itu, pengaturan keseimbangan cairan dapat melalui mekanisme rasa haus
yang dikontrol oleh sistem endokrin (hormonal), yakni Anti Diuretic Hormone (ADH),
sistem aldosteron, prostaglandin, dan glukokortikoid.
Ambalayan (2008) menjelaskan komposisi cairan tubuh berubah menurut usia
gestasi dan usia pascanatal bayi. Semakin muda usia gestasi dan semakin kecil berat
badan lahir bayi, maka proporsi cairan pada tubuh akan semakin besar. Intake dirangsang
oleh rasa haus sebagai respon kurang air melalui osmoreseptor di midhipotalamus,
pancreas, dan vena porta hepatika. Hipovolemi dan hipotensi juga dapat merangsang rasa
haus melalui baroreseptor di atrium dan pembuluh darah besar (Adelman & Solhung
dalam Nelson, 2005).
Sumber kehilangan cairan dapat berupa kehilangan cairan yang tidak dapat diukur
kurang lebih sebesar 30% yakni penguapan melalui kulit, saluran pernafasan dan
kehilangan cairan yang dapat diukur meliputi kehilangan cairan melalui urin sebesar
60%, feses sebesar 10%, drainase orogastric atau nasogastric dan cairan serebrospinal
(Ambalayan, 2008). Ini menggambarkan jumlah yang harus diminum perhari untuk
mempertahankan keseimbangan cairan, kehilangan berat badan sekitar 5-10% ini
menunjukkan bayi mengalami kehilangan sejumlah cairan dalam tubuhnya (Craven &
Hirnle, 2000).
5. Proporsi Cairan Tubuh
Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia secara
fisiologis kebutuhan ini memiliki proporsi besar dalam bagia tubuh dengan hampir 90%
dari total berat badan. Presentase dari total cairan tubuh bervariasi sesuai dengan individu
dan tergantung pada umur, kondisi lemak tubuh, dan jenis kelamin.
Rentang kebutuhan air harian tubuh
1. Berdasarkan BB yang berbeda dalam kondisi normal dengan Metode
Holiday: untuk setiap 100 kkal yang dimetabolisme, dibutuhkan 100 ml
air (H2O)
BB (Kg) Penggunaan kalori/hari
Sampai 10
11-20
Diatas 20
100 kkal/kg
1000 kkal + 50 kkal/kg untuk setiap kg diatas 10 kg
1.500 kkal + 20 kkal/kg untuk setiap kg diatas 20 kg
2. Berdasarkan usia yang berbeda pada kondisi normal
Umur Rata-rata BB Jumlah air dalam
24 jam (ml)
Jumlah air/kgBB
dalam 24 jam (ml)
2 tahun 11,8 1350-1500 115-125
4 tahun 16,2 1600-1800 100
6 tahun 20 1800-2000 90-100
10 tahun 28,7 2000-2500 70-85
14 tahun 45 2200-2700 50-60
18 tahun 54 2200-2700 40-50
6. Prinsip-prinsip terapi cairan dan elektrolit
Anak-anak memerlukan cairan dan elekrolit lebih banyak dari pada dewasa,
karena itu mudah terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Hal ini karena:
a. Metabolic rate yang tinggi.
1) Aktivitas
Aktivitas hidup seseorang sangat berpengaruh terhadap kebutuhan cairan
dan elektrolit. Aktivitas menyebabkan peningkatan proses metabolisme dalam
tubuh. Hal ini mengakibatkan peningkatan haluaran cairan melalui keringat
sehingga jumlah cairan yang dibutuhkan juga meningkat. Kehilangan cairan yang
tidak disadari (insensible water loss) juga mengalami peningkatan akibat
peningkatan laju pernafasan dan aktivitas kelenjar keringat.
2) Stres
Kondisi stress berpengaruh pada kebutuhan cairan dan elektrolit tubuh.
Saat stress, tubuh akan mengalami peningkatan metabolism seluler, peningkatan
konsentrasi glukosa darah, dan glikolisis otot. Mekanismeini mengakibatkan
retensi air dan natrium. Disamping itu, stress juga meningkatkan hormon
antidiuretic yang dapat mengurangi produksi urin.
b. Kemampuan konsenrasi urin rendah.
Kemampuan bayi-bayi mengekskresi air juga rendah, hal ini dikarenakan
imaturitas ginjal (usia kurang dari 1 tahun) dan mempunyai kecendrungan ADH
tinggi. Kesalahan tersering adalah terjadinya water overload yang mengakibatkan
hiponatremi simptomatik.
c. Kebutuhan cairan perhari
Kebutuhan rumatan = IWL + urin + cairan tinja
Kebutuhan cairan perhari bisa diperkirakan berdasarkan energy expenditure:
1 kcal = 1 ml H2O. Berdasarkan perhitungan energi expenditure rata-rata pada pasien
yang dirawat di rumah sakit didapatkan kebutuhan cairan perhari sebahai berikut:
- Bayi 1 hari = 50 ml H2O /kgBB/hari
- Bayi 2 hari = 75 ml H2O / kgBB/hari
- Bayi ≥ 3 hari = 100 ml H2O/ kgBB/hari
- Berat badan 10 kg pertama = 100 ml H2O/ kgBB/hari
- Berat badan 10 kg kedua = 1000 ml + 50 ml H2O/ kgBB/hari
- Berat badan lebih dari 20 kg = 1500 ml + 20 ml H2O/ kgBB/hari
Pada pasien dengan kesulitan kompensasi terhadap kelebihan atau
kekurangan cairan dan elektrolit (kelainan jantung, ginjal) harus dilakukan dilakukan
perhitungan secara ketat atau titrasi.
d. Faktor-faktor yang bisa mengurangi kebutuhan cairan
- Humidifikasi
- Kelumpuhan
- ADH tinggi (misalnya koma)
- Hipotermi – 12% per0C suhu rectal < 37
- Kelembapan lingkungan tinggi
- Gagal ginjal x 0.3 (+ produksi urin)
e. Faktor-faktor yang bisa meningkatkan kebutuhan cairan
- Aktivitas penuh dan diet oral
- Demam – 12% per 0C suhu rectal > 37
- Suhu ruangan lebih dari 310C
- Hiperventilasi
- Neonates preterm (kurang dari 1,5 kg)
- Radiant heater
- Phototherapy
- Luka bakar hari ke 1: + 4% per 1 % luas luka bakar
- Luka bakar ≥ 2: + 2% per 1 % luas luka bakar
f. Kebutuhan elektrolit per hari
Perkiraan kebutuhan elektrolit perhari didasarkan pada kebutuhan
metabolisme, atau dengan kebutuhan cairan perhari:
Natrium : 2-4 mEq/100ml H2O/ hari
Kalium : 1-2 mEq/100ml H2O/ hari
Klorida : 2-4 mEq/100ml H2O/ hari
Walaupun dalam beberapa kondisi bisa terjadi kehilangan banyak elektrolit
melalui kulit ataupun gastrointestinal, tetapi sebagian besar kehilangan elektrolit
perhari adalah melalui urin. Karena itu pada penderita oliguri memerlukan elektrolit
lebih sedikit untuk penggantiannya, sebaliknya pada penderita poliuri. Pada penderita
dengan unusual losess memerlukan monitoring dan penyesuaian kebutuhan
penggantian elektrolit.
Persamaan-persamaan untuk menentukan kebutuhan rumatan cairan dan
elektrolit didasarkan pada beberapa asumsi, yaitu:
- Rata-rata kehilangan cairan insensible
- Rata-rata energy expenditure dan metabolisme
- Rata-rata kehilangan cairan melalui produksi urin
- Dianggap tidak ada sumber kehilangan cairan dan elektrolit dari
tempat lain.
- Fungsi ginjal dianggap normal.
g. Pengaturan Volume Cairan Tubuh
Keseimbangan cairan dalam tubuh dihitung dari keseimbangan antara
jumlah cairan yang masuk dan jumlah cairan yang keluar.
1) Asupan Cairan
Asupan (intake) cairan untuk kondisi normal pada orang dewasa adalah
±2500 cc per hari. Asupan cairan dapat langsung berupa cairan atau ditambah dari
makanan lain. Pengaturan mekanisme keseimbangan cairan ini menggunakan
mekanisme haus. Pusat pengaturan rasa haus dalam rangka mengatur
keseimbangan cairan adalah hipotalamus. Apabila terjadi ketidakseimbangan
volume cairan tubuh yang dimana asupan cairan kurang atau adanya perdarahan,
maka curah jantung menurun, menyebabkan terjadinya penurunan tekanan darah.
2) Pengeluaran Cairan
Pengeluaran (output) cairan sebagai bagian dalam mengimbangi asupan
cairan pada orang dewasa, dalam kondisi normal adalah ±2300 cc. Jumlah air
yang paling banyak keluar berasal dari ekskresi ginjal (berupa urine), sebanyak
±1500 cc per hari pada orang dewasa. Hal ini juga dihubungkan dengan
banyaknya asupan air melalui mulut. Asupan air melalui mulut dan pengeluaran
air melalui ginjal mudah diukur, dan sering dilakukan dalam praktik klinis.
Pengeluaran cairan dapat pula dilakukan melalui kulit (berupa keringat) dan
saluran pencernaan (berupa feses).
Pasien dengan ketidakadekuatan pengeluaran cairan memerlukan
pengawasan asupan dan pengeluaran cairan secara khusus. Peningkatan jumlah
dan kecepatan pernapasan, demam, keringat, dan diare dapat menyebabkan
kehilangan cairan secara berlebihan. Kondisi lain yang dapat menyebabkan
kehilangan cairan secara berlebihan adalah muntah secara terus-menerus.
Beberapa bentuk hasil pengeluaran cairan adalah:
a) Urine
Pembentukan urine terjadi di ginjal dan dikeluarkan melalui vesika
urinaria. Proses ini merupakan proses pengeluaranm cairan tubuh yang utama.
Cairan dalam ginjal disaring pada glomerulus dan dalam tubulus ginjal untuk
kemudian diserap kembali ke dalam aliran darah. Hasil eksresi terakhir proses
ini adalah urine.
Jika terjadi pennurunan volume dalam sirkulasi darah, reseptor
antrium jantung kiri dan kanan akan mengirimkan impuls ke otak, kemudian
otak akan mengirimkan impuls kembali ke ginjal dan memproduksi ADH
sehingga memengaruhi pengeluaran urine.
b) Keringat
Keringat terbentuk bila tubuh menjadi panas akibat pengaruh suhu
yang panas. Keringat dapat mengandung garam, urea, asam laktat, dan ion
kalium. Banyaknya jumlah keringat yang keluar akan memengaruhi kadar
natrium dalam plasma.
c) Feses
Feses yang keluar mengandung air dan sisanya berbentuk padat.
Pengeluaran air melalui feses merupakan pengeluaran cairan yang paling
sedikit jumlahnya. Jika cairan yang keluar melalui feses jumlahnya
berlebihan, maka dapat menyebabkan tubuh menjadi lemas. Jumlah rata-rata
pengeluaran cairan memalui feses adalah 100 ml/hari.
d) Insensible Water Loss (IWL) yang tinggi (minute ventilation tinggi, rasio
surface area: volume tinggi, epidermis imatur pada bayi preterm.
Bila ingin mengetahui IWL, maka kita dapat menggunakan rumus
penghitungan sebagai berikut (Tamsuri, 2008):
1) Dewasa : 15 cc/kg BB /hari
2) Anak-anak = (30- usia dalam tahun) cc/kg BB/ hari
3) Jika ada kenaikan suhu : IWL = 200 (suhu badan sekarang – 36,8oC)
Usia Besar IWL (mg/kg BB/hari)
Bayi baru lahir 30
Bayi 50-60
Anak-anak 40
Remaja 30
Dewasa 20
h. Metode Pemenuhan Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
Keseimbangan cairan dalam tubuh tidak boleh dianggap sepele karena dapat
mengganggu vitalitas fungsional tubuh. Apabila tidak segera ditanggulangi maka
akan menyebabkan kematian. Perawat sebagai tenaga kesehatan yang profesional
harus tanggap dan cakap dalam mengatasi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Perawat harus memiliki kompetensi yang baik dalam beberapa hal terkait
dengan pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit guna penanggulangan gangguan
cairan dan elektrolit. Kompotensi tersebut meliputi terapi intravena, mengukur intake
dan output cairan, dan transfusi darah.
1) Menghitung Cairan Intravena (Infus)
Pemberian cairan intravena yaitu memasukkan cairan atau obat langsung
kedalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu dengan
menggunakan infus set. Tindakan ini dilakukan pada klien dengan dehidrasi,
sebelum transfusi darah, pra dan pasca bedah sesuai pengobatan, serta klien yang
tidak bisa makan dan minum melaui mulut.
2) Mengukur Intake dan Output Cairan
Pengukuran intake dan output cairan merupakan suatu tindakan yang
dilakukan untuk mengukur jumlah cairan yang masuk kedalam tubuh (intake) dan
jumlah cairn yang keluar dari tubuh (output). Tujuan dari mengukur intake dan
output cairan yaitu untuk menentukan status keseimbangan cauran tubuh klien dn
juga untuk menetukan tingkat dehidrasi klien.
i. Cara Perpindahan Cairan
1) Difusi
Difusi merupakan tercampurnya molekul-molekul dalam cairan, gas atau
zat padat secara bebas atau acak.
2) Osmosis
Osmosis adalah proses perpindahan pelarut murni (seperti air) melalui
membran semipermeabel.
3) Transpor aktif
Transport aktif merupakan gerak zat yang akan berdifusi dan berosmosis
yang memerlukan aktivitas metabolik dan pengeluaran energi untuk
menggerakkan berbagai materi guna menembus membran sel.
j. Keseimbangan Asam Basa
Keseimbangan asam basa terkait dengan pengaturan konsentrasi ion H bebas
dalam cairan tubuh. pH rata-rata darah adalah 7,4; pH darah arteri 7,45 dan darah
vena 7,35. Jika pH <7,35 dikatakan asidosis, dan jika pH darah >7,45 dikatakan
alkalosis. Ion H terutama diperoleh dari aktivitas metabolik dalam tubuh. Ion H
secara normal dan kontinyu akan ditambahkan ke cairan tubuh dari 3 sumber, yaitu:
1) pembentukkan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi ion H dan
bikarbonat.
2) katabolisme zat organic
3) disosiasi asam organik pada metabolisme intermedia, misalnya pada
metabolisme lemak terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian asam ini
akan berdisosiasi melepaskan ion H (Kuntarti, 2012).
Fluktuasi konsentrasi ion H dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal
sel, antara lain:
1) perubahan eksitabilitas saraf dan otot; pada asidosis terjadi depresi susunan saraf
pusat, sebaliknya pada alkalosis terjadi hipereksitabilitas.
2) mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh
3) mempengaruhi konsentrasi ion K
Bila terjadi perubahan konsentrasi ion H maka tubuh berusaha
mempertahankan ion H seperti nilai semula dengan cara:
1) mengaktifkan sistem dapar kimia
2) mekanisme pengontrolan pH oleh sistem pernafasan
3) mekanisme pengontrolan pH oleh sistem perkemihan
Ada 4 sistem dapar pada cairan, antara lain:
1) Dapar bikarbonat; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel terutama untuk
perubahan yang disebabkan oleh non-bikarbonat
2) Dapar protein; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel
3) Dapar hemoglobin; merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk perubahan
asam karbonat
4) Dapar fosfat; merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan intrasel.
Sistem dapar kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa
sementara. Jika dengan dapar kimia tidak cukup memperbaiki ketidakseimbangan,
maka pengontrolan pH akan dilanjutkan oleh paru-paru yang berespon secara cepat
terhadap perubahan kadar ion H dalam darah akinat rangsangan pada kemoreseptor
dan pusat pernafasan, kemudian mempertahankan kadarnya sampai ginjal
menghilangkan ketidakseimbangan tersebut. Ginjal mampu meregulasi
ketidakseimbangan ion H secara lambat dengan menskresikan ion H dan
menambahkan bikarbonat baru ke dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan
ammonia (Kuntarti, 2012).
k. Ketidakseimbangan Asam-Basa
Ada 4 kategori ketidakseimbangan asam-basa, yaitu:
1) Asidosis respiratori, disebabkan oleh retensi CO2 akibat hipoventilasi.
Pembentukkan H2CO3 meningkat, dan disosiasi asam ini akan meningkatkan
konsentrasi ion H.
2) Alkalosis metabolik, disebabkan oleh kehilangan CO2 yang berlebihan akibat
hiperventilasi. Pembentukan H2CO3 menurun sehingga pembentukkan ion H
menurun.
3) Asidosis metabolik, asidosis yang bukan disebabkan oleh gangguan ventilasi
paru, diare akut, diabetes melitus, olahraga yang terlalu berat dan asidosis
uremia akibat gagal ginjal akan menyebabkan penurunan kadar bikarbonat
sehingga kadar ion H bebas meningkat.
4) Alkalosis metabolik., terjadi penurunan kadar ion H dalam plasma karena
defiensi asam non-karbonat. Akibatnya konsentrasi bikarbonat meningkat. Hal
ini terjadi karena kehilangan ion H karena muntah-muntah dan minum obat-obat
alkalis. Hilangnyaion H akan menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk
menetralisir bikarbonat, sehingga kadar bikarbonat plasma meningkat.
l. Jenis Cairan Intravena pada Beberapa Penyakit Anak
1) Jenis-Jenis Cairan Intravena
Umumnya terapi cairan yang dapat diberikan berupa cairan kristaloid dan
koloid atau kombinasi keduanya. Cairan kristaloid adalah cairan yang
mengandung air, elektrolit dan atau gula dengan berbagai campuran. Cairan ini
bisa isotonik, hipotonik, dan hipertonik terhadap cairan plasma. Sedangkan
cairan koloid yaitu cairan yang BM nya tinggi 7,83.
a) Cairan Kristaloid
- Cairan Hipotonik
Cairan ini didistribusikan ke ekstraseluler dan intraseluluer. Oleh
karena itu penggunaannya ditujukan kepada kehilangan cairan
intraseluler seperti pada dehidrasi kronik dan pada kelainan
keseimbangan elektrolit terutama pada keadaan hipernatremi yang
disebabkan oleh kehilangan cairan pada diabetes insipidus. Cairan ini
tidak dapat digunakan sebagai cairanresusitasi pada kegawatan.
Contohnya dextrosa 5%.
- Cairan Isotonik
Cairan isotonik terdiri dari cairan garam faal (NaCl 0,9%), ringer
laktat dan plasmalyte. Ketiga jenis cairan ini efektif untuk
meningkatkan isi intravaskuler yang adekuat dan diperlukan jumlah
cairan ini 4x lebih besar dari kehilangannya. Cairan ini cukup
efektif sebagai cairan resusitasi dan waktu yang diperlukanpun relatif
lebih pendek disbanding dengan cairan koloid.
- Cairan Hipertonik
Cairan ini mengandung natrium yang merupakan ion ekstraseluler
utama. Oleh karena itu pemberian natrium hipertonik akan menarik
cairan intraseluler ke dalam ekstra seluler .Peristiwa ini dikenal
dengan infus internal. Disamping itu cairan natrium
hipertonik mempunyai efek inotropik positif antara lain
memvasodilatasi pembuluh darah paru dan sistemik. Cairan ini
bermanfaat untuk luka bakar karena dapat mengurangi edema pada
luka bakar, edema perifer dan mengurangi jumlah cairan yang
dibutuhkan, contohnya NaCl 3%.
Beberapa contoh cairan kristaloid antara lain:
- Ringer Laktat (RL)
Larutan yang mengandung konsentrasi Natrium 130 mEq/L,
Kalium 4 mEq/l, Klorida 109mEq/l, Kalsium 3 mEq/l dan Laktat 28
mEq/L. Laktat pada larutan ini dimetabolisme didalam hati dan
sebagian kecil metabolisme juga terjadi dalam ginjal. Metabolisme ini
akan terganggu pada penyakit yang menyebabkan gangguan fungsi
hati. Laktat dimetabolisme menjadi piruvat kemudian dikonversi
menjadi CO2 dan H2O (80% dikatalisis oleh enzimpiruvat
dehidrogenase) atau glukosa (20% dikatalisis oleh piruvat
karboksilase). Kedua proses ini akan membentuk HCO3. Sejauh ini
Ringer Laktat masih merupakan terapi pilihan karena komposisi
elektrolitnya lebih mendekati komposisi elektrolit plasma. Cairan ini
digunakan untuk mengatasi kehilangan cairan ekstra seluler yang akut.
Cairan ini diberikan pada dehidrasi berat karena diare murni dan
demam berdarah dengue. Pada keadaan syok, dehidrasi atau DSS
pemberiannya bisa diguyur.
- Ringer Asetat
Cairan ini mengandung Natrium 130 mEq/l, Klorida 109 mEq/l,
Kalium 4 mEq/l, Kalsium 3mEq/l dan Asetat 28 mEq/l. Cairan ini
lebih cepat mengoreksi keadaan asidosis metabolik dibandingkan
Ringer Laktat, karena asetat dimetabolisir di dalam otot, sedangkan
laktat didalam hati. Laju metabolisme asetat 250 ± 400 mEq/jam,
sedangkan laktat 100 mEq/jam. Asetat akan dimetabolisme menjadi
bikarbonat dengan cara asetat bergabung dengan ko-enzim A untuk
membentuk asetil ko-A, reaksi ini dikatalisis oleh asetil ko-A sintetase
dan mengkonsumsi ion hidrogen dalam prosesnya. Cairan ini bisa
mengganti pemakaian Ringer Laktat, Glukosa 5%, 10% dan 20%.
Larutan yang berisi Dextrosa 50 gr/liter , 100 gr/liter , 200 gr/liter.
Glukosa 5% digunakan pada keadaan gagal jantung sedangkan
Glukosa 10% dan 20% digunakan pada keadaan hipoglikemi, gagal
ginjal akut dengan anuria dan gagal ginjal akut dengan oliguria .
- NaCl 0,9%
Cairan fisiologis ini terdiri dari 154 mEq/L Natrium dan 154
mEq/L Klorida, yang digunakan sebagai cairan pengganti dan
dianjurkan sebagai awal untuk penatalaksanaan hipovolemia yang
disertai dengan hiponatremia, hipokloremia atau alkalosis metabolik.
Cairan ini digunakan pada demam berdarah dengue dan renjatan
kardiogenik juga pada sindrom yang berkaitan dengan kehilangan
natrium seperti asidosis diabetikum, insufisiensi adrenokortikal dan
luka bakar. Pada anak dan bayi sakit penggunaan NaCl biasanya
dikombinasikan dengan cairan lain, seperti NaCl 0,9% dengan
Glukosa 5 %.
b) Cairan Koloid
- Albumin
o Albumin endogen
Albumin endogen merupakan protein utama yang dihasilkan
dihasilkan di hati dengan B Mantara 66.000 sampai dengan
69.000, terdiri dari 584 asam amino. Albumin merupakan protein
serum utama dan berperan 80% terhadap tekanan onkotik plasma.
Penurunan kadar Albumin 50 % akan menurunkan 1/3 tekanan
onkotik plasmanya.
o Albumin eksogen
Albumin eksogen ada 2 jenis yaitu human serum albumin,
albumin eksogen yang diproduksi berasal dari serum manusia dan
albumin eksogen yang dimurnikan (Purified protein fraction)
dibuat dari plasma manusia yang dimurnikan. Albumin ini
tersedia dengan kadar 5% atau 25% dalam garam fisiologis.
Albumin 25% bila diberikan intravaskuler akan meningkatkan isi
intravaskuler mendekati 5x jumlah yang diberikan. Hal ini
disebabkan karena peningkatan tekanan onkotik plasma.
Peningkatan ini menyebabkan translokasi cairan intersisial ke
intravaskuler sepanjang jumlah cairan intersisial mencukupi.
Komplikasi albumin adalah hipokalsemia yang dapat
menyebabkan depresi fungsi miokardium, reaksi alegi terutama
pada jenis yang dibuat dari fraksi protein yang dimurnikan. Hal
ini karena faktor aktivator prekalkrein yang cukup tinggi dan
disamping ituharganya pun lebih mahal dibanding dengan
kristaloid. Larutan ini digunakan pada sindroma nefrotik dan
dengue syok sindrom.
c) HES (Hidroxy Ethyl Starch)
Senyawa kimia sintetis yang menyerupai glikogen. Cairan ini
mengandung partikel dengan BM beragam dan merupakan campuran yang
sangat heterogen. Tersedia dalam bentuk 6% dalam garam fisiologis.
Tekanan onkotiknya adalah 30 mmHg dan osmolaritasnya 310 mosm/l.
HES dibentuk dari hidroksilasi aminopektin, salah satu cabang polimer
glukosa. Pada penelitian klinis dilaporkan bahwa HES merupakan volume
ekspander yang cukup efektif. Efek intarvaskulernya dapat berlangsung 3-
24 jam. Pengikatan cairan intravasuler melebihi jumlah cairan yang
diberikan oleh karena tekanan onkotiknya yang lebih tinggi. Komplikasi
yang dijumpai adalah adanya gangguan mekanisme pembekuan darah. Hal
ini terjadi bila dosisnya melebihi 20 ml/ kgBB/ hari.
d) Dextran
Campuran dari polimer glukosa dengan berbagai macam ukuran dan
berat molekul. Dihasilkan oleh bakteri Leucomostoc mesenteriodes yang
dikembang biakkan di media sukrosa. BM bervariasi dari beberapa ribu
sampai jutaan Dalton. Ada 2 jenis dextran yaitu dextran 40 dan 70.
Dextran 70 mempunyai BM 70.000 (25.000-125.000). Sediaannya terdapat
dalam konsentrasi 6% dalam garam fisiologis. Dextran ini lebih lambat
dieksresikan dibandingkan dextran 40. Oleh karena itu dextran 70 lebih
efektif sebagai volume ekspander dan merupakan pilihan
terbaik dibandingkan dengan dextran 40. Dextran 40 mempunyai BM
40.000 tersedia dalam konsentrasi 10% dalam garam fisiologis atau
glukosa 5%. Molekul kecil ini difiltrasi cepat oleh ginjal dan dapat
memberikan efek diuretik ringan. Sebagian kecil dapat menembus
membran kapiler dan masuk ke ruang intersisial dan sebagian lagi melalui
sistim limfatik kembali ke intravaskuler. Pemberian dextran untuk
resusitasi cairan pada syok dan kegawatan menghasilkan perubahan
hemodinamik berupa peningkatan transpor oksigen. Cairan ini digunakan
pada penyakit sindroma nefrotik dan dengue syok sindrom. Komplikasi
antara lain payah ginjal akut, reaksi anafilaktik dan gangguan pembekuan
darah.
e) Gelatin
Cairan ini banyak digunakan sebagai cairan resusitasi terutama pada
orang dewasa dan pada kondisi bencana alam. Terdapat 2 bentuk sediaan
yaitu Modified Fluid Gelatin (MFG) dan Urea Bridged Gelatin (UBG).
Kedua cairan ini punya BM 35.000. Kedua jenis gelatin ini punya efek
volume expander yang baik pada kegawatan. Komplikasi yang sering
terjadi adalah reaksi anafilaksis. Cairan kombinasi KaEn 1 B (GZ 3 : 1).
Larutan yang mengandung Natrium 38,5 mEq/L, Klorida 38,5 mEq/L dan
Dextrose 37,5 gr/L. Cairan ini digunakan sebagai cairan rumatan pada
penyakit bronkopneumonia, status asmatikus dan bronkiolitis.
f) Cairan 2A
Larutan yang terdiri dari glukosa 5% dan NaCl 0,9 % dengan
perbandingan 1 : 1 yang terdiri dari dextrosa monohidrat 55gr/L, dextrosa
anhidrat 50 gr/L, Natrium 150 mmol/L dan klorida150 mmol/L. Cairan ini
digunakan pada diare dengan komplikasi dan bronkopneumoni dengan
komplikasi. Sedangkan campuran glukosa 10% dan NaCl 0,9 % dengan
perbandingan 1:1 digunakan pada bronkopneumoni dengan dehidrasi oleh
karena intake kurang. Cairan G:B 4:1 merupakan larutan yang terdiri dari
glukosa 5% dan Natrium Bikarbonat 1,5 % yang merupakan campuran dari
500 cc Glukosa 5% dan 25 cc Natriun Bikarbonat 8,4%. Cairan ini
digunakan pada neonatus yang sakit.
g) Cairan DG
Cairan ini terdiri dari Natriun 61 mEq/L, Kalium 18mEq/L serta
Laktat 27 mEq/L dan Klorida 52 mEq/L serta Dextrosa 25 g/L. Cairan ini
digunakan pada diare dengan komplikasi. Cairan Natrium Bicarbonat
(Meylon), cairan ini mengandung natrium 25 mEq/25ml dan bicarbonat 25
mEq/25ml. Cairan ini digunakan pada keadaan asidosis akibat defisit
bicarbonat. Sediaan dalam bentuk flakon sebanyak 25 ml dengan
konsentrasi 8,4% (84 mg/ml). Cairan RLD, cairan yang terdiri dari I
bagian Ringer laktat dan 1 bagian Glukosa 5% yang bisa digunakan pada
demam berdarah dengue. Cairan G:Z 4:1, cairan yang terdiri dari 4 bagian
glukosa 5-10% dan 1 bagian NaCL 0,9% yang bias digunakan pada
dehidrasi berat karena diare murni.
B. Jenis Gangguan Cairan dan Elektrolit pada Anak
Tiga kategori umum yang menjelaskan abnormalitas cairan tubuh adalah :
1. Volume
Ketidakseimbangan volume terutama mempengaruhi cairan ekstraseluler
(ECF) dan menyangkut kehilangan atau bertambahnya natrium dan air dalam
jumlah yang relatif sama, sehingga berakibat pada kekurangan atau kelebihan volume
ekstraseluler (ECF).
a. Kekurangan Volume Cairan Ekstraseluler (ECF)
1) Pengertian
Kekurangan volume ECF atau hipovolemia didefinisikan sebagai
kehilangan cairan tubuh isotonik, yang disertai kehilangan natrium dan air
dalam jumlah yang relatif sama. Kekurangan volume isotonik sering kali
diistilahkan dehidrasi yang seharusnya dipakai untuk kondisi kehilangan
air murni yang relatif mengakibatkan hipernatremia.
Hipovolume atau dehidrasi merupakan kekurangan cairan eksternal
yang dapat terjadi karena penurunan asupan cairan dan kelebihan
pengeluaran cairan.
2) Jenis-jenis dehidrasi
Macam dehidrasi (kurang volume cairan) berdasarkan banyaknya
cairan yang hilang dapat dibagi menjadi 3, yaitu :
a) Dehidrasi ringan : bila penurunan berat badan kurang dari 5%
b) Dehidrasi sedang : bila penurunan berat badan antara 5% - 10%
c) Dehidrasi berat : bila penurunan berat badan lebih dari 10% (rata-rata
11%).
Pada dehidrasi berat volume darah berkurang sehingga dapat terjadi
hipovolemik dengan gejala seperti denyut jantung dan nadi cepat, tekanan
darah menurun, lemah, kesadaran menurun.
Berdasarkan tonisitas plasma dapat dibagi menjadi 3, yaitu :
a) Dehidrasi hipotonik
Dehidrasi hipotonik terjadi bila kadar natrium dalam plasma
kurang dari 130 mEq/I atau keadaan kehilangan natrium lebih
besar daripada kehilangan air. Dehidrasi hipotonik umumnya
disebabkan oleh terapi IV yang tidak tepat, gastroenteritis, dan
lain-lain. Gambaran utama dehidrasi hiponatremi/hipotonik :
- Adanya kekurangan cairan dan natrium, tetapi kekurangan
natriumnnya secara relative lebih banyak
- Konsentrasi natrium serum rendah (< 130 mmol/L)
- Osmolaritas serum rendah (< 75 mOsmol/L)
- Anak letargi, kadang-kadang kejang
b) Dehidrasi isotonic
Dehidrasi isotonik terjadi bila kadar natrium dalam plasma
130- 150 mEq/I. Hal ini terjadi bila kehilangn air dan natrium
dalam proporsi yang sama. Dehidrasi isotonic mengurangi volume
plasma dan bisa menimbulkan syok hipovolemik. Gambaran
dehidrasi isotonic adalah sangat cepat, ekstermitas dingin dan
berkeringat, kesadaran menurun dan muncul gejala lain syok
hipovolemik.
c) Dehidrasi hipertonik
Dehidrasi ini terjadi bila kadar natrium dalam plasma lebih
dari 150 mEq/I. Ini biasanya akibat dari pemasukan cairan
hipertonik pada saat diare (mempunyai kandungan natrium, gula
atau bahan aktif osmotic lain yang tidak diabsorpsi secara efisien
dan pemasukan air yang tidak cukup atau minum cairan yang
hipotonik). Ini merupakan tipe yang berbahaya dari tipe dehidrasi
karena strategi pergantian cairan sangat sulit ditentukan dan diatur.
Dehidrasi hipertonik bisa juga terjadi jika anak mengalami muntah
hebat, diabetes insipidus.
3) Manifestasi klinis
Manifestasi klinis pasien yang mengalami dehidrasi antara lain:
- Lesu, lemah dan lelah
- Anoreksia, haus, hipotensi
- Mukosa mulut kering, lidah kering, turgor kulit menurun
- Oliguria
- Takikardia, pusing, sinkop
- Kesadaran menurun
4) Penatalaksanaan dehidrasi
a) Ketentuan umum:
- Berikan maintenance cairan dan ganti cairan yang hilang
- Ganti kehilangan cairan yang masih berlangsung, volume per
volume
- Pemberian cairan dibagi rata dalam 24 jam, kecuali keadaan
khusus
b) Kebutuhan volume 24 jam/m2
- Maintenance: 1500 ml/m2 BSA (Body Surface Area)
- Kekurangan volume cairan sedang + maintenance (penurunan BB
mendadak < 5%) 2400 ml/m2 BSA
- Kekurangan volume cairan yang berat + maintenance (penurunan
BB mendadak > 5%) 3000 ml/m2 BSA
b. Kelebihan Volume ECF
1) Pengertian
Kelebihan cairan ekstraseluler dapat terjadi bila natrium dan air
kedua-duanya tertahan dengan proporsi yang kira-kira sama. Dengan
terkumpulnya cairan isotonik yang berlebihan pada ECF (hipervolumia)
maka cairan akan berpindah ke kompartement cairan interstisial sehingga
menyebabkan edema. Edema adalah penunpukan cairan interstisial yang
berlebihan. Edema dapat terlokalisir atau generalisata.
Edema disebabkan oleh 4 mekanisme, yaitu peningkatan tekanan
hidrostatis kapiler (gagal jantung kongestif), COP (colloid osmotic
pressure) yang menurun (hipoalbumin pada sirosis), peningkatan
permeabilitas kapiler pada peradangan, dan obstruksi aliran limfe.
Terdapat dua manifestasi hipervolume atau overhidrasi yang
ditimbulkan akibat kelebihan cairan yaitu hipervolume (peningkatan
volume darah) dan edema (kelebihan cairan pada interstisial), yaitu
hiperkalemia dan hipokalsemia. Hiperkalemia merupakan suatu keadaan
dimana kadar kalium dalam darah tinggi. Keadaan ini sering terjadi pada
pasien luka bakar, penyakit ginjal, hiperkalemia ditandai dengan adanya
mual, hiperaktifitas sistem pencernaan. Sedangkan hipokalsemia,
merupakan kekurangan kadar kalsium dalam plasma darah. Hipokalsemia
ditandai dengan adanya kram otot dan kram perut, kejang, bingung.
2) Gambaran klinis pasien dengan overload
a) Distensi vena jugularis
b) Peningkatan tekanan vena sentral (>11 cm H2O)
c) Peningkatan tekanan darah
d) Denyut nadi penuh, kuat
e) Melambatnya waktu pengosongan vena tangan (> 3 – 5 detik)
f) Edema perifer
g) Asites, efusi pleura
h) Edema paru akut : dispnea, takipnea, ronki basah di seluruh lapang
paru
3) Hasil pemeriksaan laboratorium
a) Penurunan hematokrit
b) Protein serum rendah
c) Ion Na serum normal, Na urine rendah (< 10 mEq/24 jam)
d) Penambahan BB 2 % = kelebihan ringan
Penambahan BB 5 % = kelebihan sedang
Penambahan BB 8 % = kelebihan berat
4) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gangguan ini tergantung penyebabnya, prinsip
pembatasan asupan ion Na dan cairan edema paru perlu tindakan yang
cepat untuk menghindari preload yang besar (beban yang masuk jantung)
dengan cara pemberian posisi fowler, pemberian diuretik kuat, dan
pemberian oksigen.
2. Ketidakseimbangan Osmolalitas dan Perubahan Komposisional
a. Pengertian
Ketidakseimbangan osmotik terutama mempengaruhi cairan intraseluler
(ICF) dan menyangkut bertambahnya atau kehilangan natrium dan air dalam
jumlah yang relatif tidak seimbang. Gangguan osmotik umumnya berkaitan
dengan hiponatremia dan hipernatremia sehingga nilai natrium serum penting
untuk mengenali keadaan ini.
Ketidakseimbangan osmolalitas melibatkan kadar zat terlarut dalam
cairan-cairan tubuh. Karena natrium merupakan zat terlarut utama yang aktif
secara osmotik dalam ECF maka kebanyakan kasus hipoosmolalitas
(overhidrasi) adalah hiponatremia yaitu rendahnya kadar natrium didalam
plasma dan hipernatremia yaitu tingginya kadar natrium di dalam plasma.
b. Macam-macam gangguan osmolalitas cairan
Beberapa macam gangguan osmolalitas cairan antara lain :
1) Hiponatremia
Disebabkan oleh cairan yang berlebihan atau ion Na yang berkurang (Na+
serum < 135 mEq/L). Keadaan ini menyebabkan pembengkakan sel (karena
perpindahan air dari ECF ke ICF). Jika edema terjadi di sel otak, dapat
menyebabkan peningkatan TIK dan akan mengancam jiwa. Terapi dari
hiponatremia adalah dengan membuang air yang berlebihan atau mengganti
ion Na.
2) Hipernatremia
Keadaan ini disebabkan oleh kadar Na serum > 145 mEq/L yang
dapat menyebabkan hiperosmolalitas (ECF) sehingga psien akan mengalami
dehidrasi ICF dan pengerutan sel. Penyebab utama dari keadaan ini adalah
kehilangan air yang mengandung Na dan penambahan ion Na dengan
kekurangan air.
Penatalaksanaan hipernatremia dapat dilakukan dengan menurunkan
ion Na serum, sebelum mencapai kadar kritis (> 160 mEq/L). Pada
hipernatremia dengan normovolemia dapat diberikan cairan D5 per oral atau
IV. Pada hipernatremia dengan hipervolemik dapat diberikan cairan D5 dan
diuretik. Sedangkan pada pasien diabetes insipidus dapat diberikan
desmopresin.
3) Hipokalemia
Hipokalemia adalah keadaan dimana kadar kalium serum < 3,5
mEq/L (K ion utama ICF). Hipokalemia berkaitan dengan alkalosis (karena
alkalosis menyebabkan ion K berpindah dari ECF ke ICF). Penyebab dari
keadaan ini adalah penurunan asupan kalium, kehilangan ion K lewat saluran
cerna, ginjal, dan akibat luka bakar.
Penatalaksanaan hipokalemia dapat dilakukan dengan prinsip
memulihkan ke normovolemia dengan peningkatan asupan ion K per oral
atau IV (tidak boleh > 20 mEq/L). Pemberian bolus KCl tidak boleh
dilakukan secara IV karena dapat menyebabkan henti jantung.
4) Hiperkalemia
Hiperkalemia adalah keadaan dimana kadar kalium serum > 5,5
mEq/L. keadaan ini merupakan keadaan darurat medis yang perlu segera
dikenali dan ditangani untuk menghindari disritmia dan henti jantung
(cardiac arrest). Keadaan hiperkalemia dapat disebabkan oleh bebrapa hal,
antara lain:
a) Pengambilan darah vena yang buruk sehingga menyebabkan lisis sel
darah dan ion K keluar dari sel.
b) Ekskresi yang tidak memadai pada keadaan GGA dan GGK,
insufisiensi adrenal, hipoaldosteronisme, penyakit addison, dan
diuretik hemat kalium (sprironolakton).
c) Berpindahnya ion K dari ICF ke ECF pada kondisi asidosis metabolik
(pada gagal ginjal) dan kerusakan jaringan (luka bakar luas, cedera
remuk berat, dan perdarahan internal).
d) Asupan yang berlebihan pada pemberian cepat larutan infus IV yang
mengandung ion K, pemberian cepat transfusi darah yang disimpan,
dan makan pengganti garam pada pasien gagal ginjal.
Manifestasi klinis dari hiperkalemia antara lain kelemahan otot
(paralisis flasid pada tungkai bawah lalu ke badan dan lengan), parestesia
wajah, lidah, kaki, dan tangan, adanya mual, diare, kolik usus, oliguria dan
anuria.
Penatalaksanaan hiperkalemia pada kondisi ion K sangat tinggi (7 –
8 mEq/L) atau keadaan yang menunjukkan perubahan EKG sangat
mencolok dan menunjukkan adanya ancaman henti jantung, penurunan ion
K harus dilakukan dalam waktu 5 menit dengan memberikan 10 ml kalsium
glukonat 10% IV secara perlahan dengan pemantauan EKG atau dengan
pemberian 500 ml glukosa 10% dengan insulin dalam waktu 30 menit.
C. Prinsip Pengkajian
Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:
a) Riwayat Keperawatan Sekarang
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan dehidrasi, muntah, tinja
bercampur lendir dan atau darah, napsu makan menurun, penurunan BB, mata
cekung, mukosa bibir dan mulut kering, kulit kering, suhu badan meningkat,
volume diuresis menurun dan gejala penurunan kesadaran.
b) Riwayat Keperawatan Sebelumnya
Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi dan
pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang,
imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual,
interaksi dan lain-lain.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas,
pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota
keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan,
persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.
d) Pengkajian Fisik
Pengakajian secara umum dilakukan dengan metode head to too yang meliputi:
keadaan umum dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan wajah,
dada, abdomen, ekstremitas dan genito-urinaria.
D. Masalah keperawatan yang mungkin muncul
1. Gangguan keseimbangan volume cairan: kurang dari
kebutuhan tubuh
2. Gangguan keseimbangan volume cairan tubuh: berlebihan
3. Kerusakan membran mukosa mulut
4. Gangguan integritas kulit
5. Gangguan perfusi jaringan
6. Pola nafas tidak efektif
7. Penurunan kardiak output
DAFTAR PUSTAKA
Adelman, R.D., & Solhung , M.J. (2005). Patofisiologi cairan tubuh dan terapi cairan dalam
Nelson WE, Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM: Ilmu Kesehatan anak. Alih bahasa:
Wahab AS. Jakarta: EGC.
Ambalayan, N. (2008). Fluid, electrolyte, and nutrition management of the newborn. Diakses
pada tanggal 22 Maret 2013 dari http://emedicine.medscape.com/article/976386-
overview.
Craven, A., & Hirnle, K. (2000). Fundamental of Nursing: Human health and function (3nd).
Philadhelpia: Lippincott.
Kuntarti. (2012). Keseimbangan cairan, elektrolit, asam dan basa. Diakses pada tanggal 22
Maret 2013 dari https://sites.google.com/site/asidosis/Home/keseimbangan-cairan-
elektrolit.
Kushartono, H. (2006). Terapi cairan dan elektrolit pada anak. Surabaya: Open Urika Creative
Multimedia and Presentation Division.
Nelson, W.E., Behrman, R.E., Kliegman, R., Arvin, A.M. (2005). Ilmu Kesehatan anak. Alih
bahasa: Wahab AS. Jakarta: EGC.
Tamsuri, A. (2008). Klien gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Jakarta: EGC.
Wong, D.L., &- Hockenberry, M.J. (2003). Nursing care of infant and children 7th edition. Philadhelphia: Mosby.